Studi Akurasi dan Gaya Bahasa
t
"*eba
di At*s *ebteuSkriPsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Merrrent&i Persyaratae Mer*pereleh Gelff Sarjana Sastra {S.S}
Universrtas lslam $egeri SYARF HIO&YATULIAH JAI$RTA
n1^L LJItrtI ,
Arif
Azami 1i10fi2400ftt13JI]RUS$
TAR]AMAHFAKLILTAS ADAB DAN HUMANIORA
PERNYATAAN
h
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.2.
semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsiini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di UIN
SyarifHidayatullah.
3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli ataujiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatull ah.
Ciputat, 29 Desember 2015
Penerjemahan Sebagai
Penafsiran
Studi;
Akurasi
dan Gaya BahasaPuisi
Taufik Ismail
*Debu di Atas
Debu"
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
Arif Azami
1110024000013
Dosen
Pembimbing
&
Prof. Dr: Ahmad Satori Ismail. M-ANIP: 1 955 1206199203 I 003
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
LNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015}./.lt131H
PENGESAHAN PANITIA UJIAI\
Skripsi berjudul "Penerjemahan Sebagai Penafsiran Studi; Akurasi dan Gaya Bahasa
Puisi Taufik Ismail "Debu dia Atas Debu". Telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Adan dan Humaniora
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 16November 2015. Skripsi
ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Tarjamah.Jakarta, 16 November 2015
TIM PENGUJI
l. Dr. Moch Syarif Hidayatullah. M.Hum.
(Ketua Sidang)2. Rizqi Handa),ani. MA.
(Sekretaris Sidang)
3. Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail. M.A
(Pembimbing)
4. Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag. (Penguji I)
5. Dr. Darsita Suparno, M. Hum. (Penguji II)
/'\
"'lu""4qgt
l. ,...,...(Tanggal:
-/"
Urrrfi
&at{
IV
i
,{wM{-,yr
rr,r
v
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa
senantiasa dilimpahkan kepada sosok teladan umat Nabi Besar Muhammad Saw
beserta keluarga dan para sahabat, semoga kita mendapatkan curahan syafa’atnya
di hari akhir kelak.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, terutama
kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Prof.
Dr. Sukron Kamil, M.A selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch.
Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizqi Handayani,
MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah, , Serta seluruh dosen-dosen Tarjamah.
Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis untuk bisa
diaplikasikan dimasa mendatang.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag dan Dr.
Darsita Suparno, M. Hum selaku penguji sidang Munaqasyah terima kasih sudah
memberikan masukan dan koreksiannya kepada penulis.
Terima kasih kepada dosen yang tidak pernah bosan memberikan masukan,
semangat serta motivasinya untuk penulis, Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail,
vi
terhingga atas kesediaannya meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk
membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi untuk penulis.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada Prof. Dr. Nabilah Lubis yang sudah
memberikan ilmunya, serta meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini ditengah kesibukannya.
Kemudian kepada kedua orangtua penulis, Saefudin danZakiyah. atas doa,
dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Kepada kakak
penulis Ahya Burhani terima kasih atas motivasi dan dorongannya untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini bisa memberikan
manfaat bagi siapa saja khususnya yang tertarik dengan dunia penerjemahan. Saran
dan kritik membangun penulis harapkan guna untuk perbaikan skripsi ini.
Jakarta,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI...ix
ABSTRAK……….………...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...3
C. Tujuan Penelitian...3
D. Tinjauan Pustaka...4
E. Sistematika Penulisan...7
BAB II KERANGKA TEORI 1. Hakikat Gaya Bahasa...8
a. Stilistika………...…………...8
b. Pengertian Gaya………..…………...9
2. Majas Perbandingan………...10
3. Hermeneutika………....13
4. Penerjemahan Puisi………...14
5. Kompleksitas Penerjemahan Gaya Bahasa………...17
6. Hakikat Puisi (Syi’ir)………...17
7. Metode Puisi………...19
viii A. Pengertian
Metodologi………...23
1. Paradigma Penelitian………....………...…....24
2. Metode Penelitian………...…...24
3. Fokus Penelitian………...25
4. Sumber Data………...………...26
5. Metode Penyediaan Data………...26
BAB IV ANALISIS B. Metode Terjemah dan Gaya Bahasa…...28
1. Personifikasi...28
2. Simile………...37
3. Metafora………...44
C. Terjemah dan Gaya Bahasa yang Tidak Sesuai Dengan Karya Aslinya...50
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...53
B. Saran...54
Daftar Pustaka...55
ix
Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا
Tidak dilambangkanB Be
T Te
Ts ted an es
ج
J Jeح
H h dengan garis bawahKh ka dan ha
د
D DeDz de dan zet
ر
R erZ zet
x
ش
Sy es dan yeص
S es dengan garis di bawahD de dengan garis di bawah
T te dengan garis di bawah
ظ
Z zet dengan garis di bawah‘ koma terbalik di atas hadap kanan
Gh ge dan ha
ف
F Efق
Q KiK Ka
L El
M Em
N En
W We
ه
H Haء
, Apostrofxi
Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـــــــ
A Fathahـــــــ
I Kasrahـــــــ
U DammahAdapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
----
Ai a dan iو
----
Au a dan uVokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab
dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اــ
a dengan topi di atasــ
i dengan topi di atasوــ
u dengan topi di atas
xii
Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu لا, dilahirkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf
qomariyah. Contoh: al-rij l, al-d w n bukan ad-d w n.
4. Syaddah (Tasyd d)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ةرور لاtidak ditulis
ad-dar rah melainkan al-ad-dar rah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang
berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh
1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata
sifat (na’t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3)
No Kata Arab Alih Aksara
1 ةقير Tarîqah
2 ةيماسإا ةعماجلا al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3 دوجولا ةدحو Wahdat al-wujûd
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain
xiii
huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû
Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak
‘Abd al-Samad al-Palimb n ; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-D n al-R n r .
7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
سأا به
dzahaba al-ustâdzuجأا ت ث
tsabata al-ajruك لا
ي
لا
al-harakah al-‘asriyyahه اا هلا ا أ شأ
asyahdu an lâ ilâha illâ Allâhحل لا ك م ناوم
Maulânâ Malik al-Sâlihه مك ثؤي
Yu’atstsirukum Allâhي لا ه لا
al-mazâhir al-‘aqliyyahينو لا يآا
al-âyât al-kauniyyahر
لا
xiv
ABSTRAK
Arif Azami
“Penerjemahan Sebagai Penafsiran Studi; Akurasi dan Gaya Bahasa Puisi
Taufik Ismail “Debu di Atas Debu”.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbedaan gaya bahasa dalam teks terjemahan dan teks asli, penulis menggunakan teori gaya bahasa perbandingan dan ilmu balaghah sebagai upaya membandingkan apakah gaya bahasa yang terdapat dalam puisi terjemahan tersebut memang sesuai dengan puisi aslinya. Jika memang teks terjemahan tersebut sesuai apakah layak dipertahankan, ketimbang gaya bahasa dalam karya aslinya?
Penelitian ini menggunakan pendekatam kualitatif dengan desain studi kasus yang berorientasi pada gaya bahasa hasil terjemahan puisi Taufik Ismail yang berjudul “Buku” dan ditejemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr. Nabilahh Lubis.
Temuan penelitian sebagai berikut metode terjemahan yang banyak digunakan oleh Nabilah Lubis adalah ragam penerjemahan setia dan adaptasi. Hal ini jelas terlihat dari hasil penelitian penulis terhadap hasil terjemahan Nabilahh Lubis. Ragam penerjemahan setia penulis temui di dalam puisi 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 15 dan 15; dan sedangkan ragam penerjemahan adaptasi penulis temukan pada baris puisi 3, 11, 13, dan 14.
Kemudian Ragam gaya bahasa yang digunakan oleh Taufik Ismail dalam teks asli menggunakan gaya bahasa simile, personifikasi dan metafora. Di dalam data yang penulis analisis, menemukan beberapa aspek balaghah yang digunakan oleh penerjemah untuk menerjemahkan gaya bahasa tersebut, diantaranya;
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca puisi “Buku” karya Taufik Ismail diperoleh beberapa gambaran
mengenai beberapa aspek yang menyangkut sebuah buku. Aspek-aspek tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Menggambarkan kehidupan manusia
2. Sebagai alat untuk meneliti
3. Wahana untuk menuangkan ide
4. Alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan
5. Alat untuk memuat catatan-catatan pengetahuan yang berisikan ide-ide dan
gagasan
6. Buku acuan yang dapat dipakai sebagai panduan melaksanakan penelitian
7. Buku dapat menjadi teman yang dapat dibaca sebagai pengisi waktu luang.
8. Buku dapat menggambarkan diri penyair yang menulis karya tersebut.
Uraian di atas menunjukan bahwa “Buku” ditinjau dari segi fungsi menurut
Taufik Ismail memiliki 8 aspek penting. Puisi “Buku” ditinjau dari segi bahasa
yang digunakan oleh Taufik Ismail dalam menyampaikan gagasanya banyak
menggunakan majas perbandingan yaitu gaya bahasa yang mengandung makna
tidak hakiki. Puisi ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa salah satunya
2
Berikut ini contoh bait puisi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Seperti daging untuk jasmani,
Begitulah bacaan untuk rohani.
“
”
Jika ditinjau teks asli dan terjemahannya dapat terlihat perbedaan pada kata
kata tersebut tidak terdapat di dalam teks aslinya, mengindikasikan
penerjemah menggunakan metode adaptasi. Dalam metode adaptasi seorang
penerjemah biasanya tidak terlalu memperhatikan apakah terjemahannya dapat
dipahami dengan baik oleh si penutur Bsa atau tidak. Karenanya, metode ini
dianggap sebagai metode yang paling bebas dan paling dekat dengan Tsa. Taufik
Ismail menggambarkan sebuah “buku” sama halnya dengan daging menjadi
sebuah kebutuhan utama dalam diri si penyair. Taufik Ismail menggunakan gaya
bahasa simile antara dua kata yang berbeda disamakan dengan tanda analogi
seperti.
Bila ditinjau dari hasil terjemahan, kalimat yang digunakan terlalu bertele-tele,
bukan hanya itu gaya bahasa yang terdapat pada puisi itupun hilang, karena
mengalami penambahan kata menjadikan nilai rasa yang terdapat pada teks
aslinya pun hilang.
Oleh karenanya, untuk tetap mempertahankan gaya bahasa yang diciptakan
oleh seorang pengarang puisi. Seorang penerjemah dituntut lebih untuk
mengetahui bukan sekedar maknanya saja, akan tetapi gaya bahasa yang dipakai
oleh pengarang sehingga penerjemah bukan hanya sekedar dapat mengalihkan
bahasa puisi tersebut akan tetapi dapat mengalihkan unsur keindahan puisi yang
1 Taufik Ismail, Kumpulan Puisi Dwi Bahasa: Debu di Atas Debu (Jakarta: Majalah Sastra
Horison, 2013), h. 125.
dipakai oleh pengarang, Oleh karenanya hal ini menarik perhatian peneliti untuk
membahas secara seksama.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan di atas, maka untuk menghindari
pembahasan yang terlalu luas penelitian ini membatasi diri untuk menganalisis 3
aspek gaya bahasa yaitu:
a) Simile
b) Personifikasi
c) Metafora
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah peneliti, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a) Metode apa saja yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan
puisi Taufik Ismail?
b) Bagaimana penggunaan gaya bahasa puisi “Buku”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam melakukan penelitian ini, diantaranya:
1. Mencari tahu metode yang digunakan penerjemah.
2. Mencari tahu penggunaan gaya bahasa puisi “buku” karya Taufik Ismail.
D.Tinjauan Pustaka
Setelah ditelaah dari berbagai penelitian terlebih dahulu dari survey pustaka
yang telah dilakukan, menemukan tiga penelitian yang relevan untuk skripsi ini,
4
Kuswanto 2010 PBSI UIN Jakarta yang berjudul “Gaya Bahasa Perbandingan
Dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Serta
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”. Dalam
penelitian yang dilakukan Agus ditemukan gaya bahasa antara lain, personifikasi,
simile, metafora. Kemudian penelitian lainnya oleh Umar Mukhtar (2008) dengan
skripsi yang berjudul, “Terjemah Novel Aulad Hârantinâ Karya Najib Mahfuz:
Studi Stilistika Terhadap Serial “Rifa’at Sang Penebus”. Novi Aryanita (2010)
dalam skripsinya yang berjudul “Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan
Kitab Durratun Nashihin Ahmad Sunarto (Tinjauan Balaghah). Dalam penelitian
yang dilakukan Umar, ditemukan beberapa gaya bahasa, antara lain: sinekdote,
simile, dan metafora. Gaya bahasa yang ditemukan tersebut juga mempunyai
fungsi masing-masing terhadap penggambaran. Berikut ini akan diberikan contoh
beberapa kutipan:
1. Sinekdote seperti dalam kutipan:
a) Ia dengan sengaja merampas hak warga atas harta itu, untuk dipendam
di dalam rongga perutnya.
2. Simile seperti dalam kutipan:
a) Yasminah tertawa, sampai barisan gigi-giginya yang indah selaksa
mutiara kelihatan.
3. Metafora seperti dalam kutipan:
a) Jabal telah pergi untuk selamanya, meninggalkan kenangan manis di
kampong kita, yang segera berakhir dengan munculnya Zanfal yang
Adapun penelitian yang dilakukan oleh novi hanya focus terhadap 2 gaya
bahasa antara lain, simile dan personfikasi. Berikut ini akan diberikan contoh
beberapa kutipan:
1. Personifikasi seperti dalam kutipan:
a) Apabila tiba malam terakhir dari bulan ramadhan, maka menangislah
langit , bumi dan para malaikat atas musibah yang menimpa umat
muhammad Saw. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, musibah apakah
itu?” Jawab Rasulul Saw: “perginya bulan Ramadhan. Karena
sesungguhnya doa-doa di waktu itu di kabulkan sedekah-sedekah
diterima, kebaikan-kebaikan dilipatkan, sedang azab ditahan
b) Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari raya dan malam
pertengahan bulan Sya’ban, maka hatinya takkan mati pada saat
hati-hati (orang lain) pada mati.
2. Simile seperti dalam kutipan:
a) apabila seorang hamba Allah berzina atau meminum khamer, maka
keluarlah iman darinya, lalu iman itu berada di atas kepalanya
bagaikan payung. Apabila dia telah usai dari perbuatan itu, maka
iman itu kembali lagi kepadanya.
b) “Sesungguhnya perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai
yang mengalir di depan pintu seorang di antara kamu, di mana ia
mandi setiap harinya lima kali. Masih adakah kotoran yang tersisa
padanya?”
Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan ketiga penelitian yang
6
Umar Novi Agus
Persamaan
Masalah Gaya Bahasa Gaya Bahasa Gaya Bahasa
Metode Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Sumber
Penelitian - - -
Perbedaan
Masalah Sinekdote,
Personifikasi, metafora, dan simile
Personifikasi dan simile
Personifikasi, metafora, dan simile
implikasi terhadap pembelajaran
Metode - - -
Sumber Penelitian
Novel Aulad Harantina Durratun Nashihin Ahmad Sunarto Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Sumber: Hasil pengamatan (2015) oleh Arif Azami.
Persamaan ketiga penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian
yang terdapat dalam skripsi ini adalah ketiganya sama-sama menganalisis tentang
gaya bahasa, sedangkan penelitian yang dilakukan Umar menganalisis gaya
bahasa secara keseluruhan dengan kajian stilistika
Selanjutnya, perbedaan lainnya adalah penelitian Novi Aryanita berjudul ―
“Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Ahmad
Sunarto (Tinjauan Balaghah). Penelitian ini hanya berfokus pada dua gaya bahasa
yaitu personifikasi dan simile.
Serta penelitian Agus Kuswanto bejudul - “Gaya Bahasa Perbandingan
Dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Serta
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Di
Sekolah”. Dalam penelitian ini fokus penelitian yang digunakan sama pada tiga
gaya bahasa yaitu Simile, Personifiasi dan Metafora sedangkan perbedaannya
terhadap pembelajaran, sedangkan penulis berfokus pada gaya bahasa terhadap
puisi “buku” dan terjemahannya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang akan penulis
rincikan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri mengenai latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan peneletian, manfaat penelitian, selain itu, penulis akan
menulis tinjauan pustaka, sebagai informasi pembanding dengan penelitian
sebelumnya dan juga berfungsi sebagai tanggung jawab ilmiah.
Bab II : Kerangka teori yang terdiri dari : tentang penerjemahan, yang di
dalamnya terdapat defenisi terjemah, metode terjemah, tentang puisi, defenisi
puisi, metode puisi, serta gaya bahasa, dan majas perbandingan
Bab III : Metodologi penelitian dalam bab ini Penulis akan menguraikan metode
yang dipakai di dalam melakukan penelitian. Semua dilakukan, agar pembaca
mengetahui dan bisa menilai keilmiahan penelitian ini.
Bab IV : Hasil analisis Terjemahan dan Gaya Bahasa puisi Taufik Ismail dalam
yang telah diterjemahkan oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis.
8
BAB II
LANDASAN TEORETIS
1. Hakikat Gaya Bahasa
a. Stilistika
Secara etimologis stylitics berkaitan dengan style (bahasa inggris). Style
artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian dapat diterjemahkan sebagai
ilmu tentang gaya.1Menurut Ratna, stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan
gaya dan gaya bahasa.
Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi, dalam
pengertian yang paling luas, stilistika sebagai ilmu tentang gaya, meliputi
berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia.2
Selanjutnya, Peter Barry mengungkapkan bahwa stilistika adalah pendekatan
kritis yang menggunakan metode dan temuan ilmu linguistic dalam analisis teks
sastra.Yang dimaksud linguistik di sini lebih pada kajian ilmiah tentang bahasa
dan struktur-strukturnya, ketimbang pembelajaran bahasa-bahasa individu. 3
Jadi secara umum stilistika adalah kajian tentang gaya bahasa yang digunakan
dalam karya sastra. Gaya bahasa di sini mencakup penggunaan berbagai macam
bahasa di dalam sebuah karya sastra yang menghasilkan pemaknaan baik dari
kata, kalimat, atau wacana yang digunakan pengarang.
1 Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h.
163
2Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya,(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 167
3 Peter Barry. Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya. (Yogyakarta: Jalasutra,
b. Pengertian Gaya
Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasaLatin stilus dan
mengandung arti leksikal ‘alat untuk menulis‘.4Menurut Gorys Keraf, Gaya
Bahasa merujuk kepada cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis atau pengguna bahasa5.
Pemakaian dengan cara khas tersebut ditandai oleh adanya penyimpangan dari
pemakaian bahasa lumrah. Sebab itu, Wren dan Martin mengatakan gaya bahasa
merupakan penyimpangan dari bentuk ungkapan biasa atau penyimpangan dari
jalan pikiran umum dalam memperoleh efek pengungkapan yang lebih intens. 6
Penggunaan gaya bahasa terjadi dalam dunia puisi sebab kata-kata denotatif
memiliki makna keterbatasan. Dengan mengandalkan makna lugas harfiah semata
dalam deskripsi objek atau ide.7
Dengan kata lain, gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Wahyudi dalam
bukunya berpendapat bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual
dan emosipembaca.
Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan masalah gaya.
Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat. Kedua, masalah hubungan gaya
dengan makna dan keindahan. Terakhir, seluk-beluk ekspresi pengarangnya
sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan,
maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.
4Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 1987), h. 72 5 Gorys Keraf, DIksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2010)., h. 112. 6 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Anaisis Struktur Puisi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar
2010), h. 206.
10
Dari beberapa pengertian tentang gaya di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa gaya bahasa atau gaya seorang dengan yang lain jelas berbeda, baik dari
segi komposisi bahasa, struktur kalimat, dan penggunaan ejaan.
2. Majas Perbandingan
Dilihat dari jenisnya, majas perbandingan (yang secara salah kaprah sering
pula disebut gaya bahasa, perhiasan bahasa, atau bahasa kiasan itu) dapat
dikelompokan dalam tiga golongan; (1) majas perbandingan, (2) majas
pertentangan, dan (3) majas pertautan. Namun, dalam praktiknya tidak jarang
orang menggunakan dua-tiga majas sekaligus dalam sebuah tuturan.
Menurut Henry Guntur Tarigan, Ragam majas dibagi menjadi empat macam :
1) Majas Perbandingan yang meliputi perumpamaan (simile), metafora,
personifikasi, 2) Majas pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, ironi,
oksimoron, paronomasia, parlpsisi, zeugma, 3) Majas pertautan yang meliputi
metominia, sinekdoke, kilata (alusi), eufimisme, ellipsis, inversi, gradasi. 4) Majas
perulangan yang meliputi aliterasi, antanaklasis, kiasmus, repitisi. Dalam hal ini
penulis akan memfokuskan pada majas perbandingan yang digunakan oleh
Tarigan berikut beberapa majas perbendingan yang sering digunakan dalam puisi.
a) Simile (Tasybih)
Yang dimaksud dengan perumpamaan disini adalah padanan kata simile
dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari bahasa latin yang bermakna
‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya
eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama,
baka, laksana, dan sejenisnya.8
Seperti halnya bahasa Indonesia bahasa Arab juga memiliki konsep yang
persis dengan simile, yakni tasybih. Gaya bahasa ini mengindikasikan adanya
penyerupaan antara musyabbah (yang menyerupai) dan musyabbah bih (yang
diserupai).
Tasybih adalah penjelasan bahwa suatau hal atau beberapa hal yang
memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut
menggunakan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat. Unsur
tasybih ada empat, yaitu musyabbah, musyabah bih (kedua unsure ini disebut
taharafait tasybih, adat tasybih, dan wajh syibeh pada musyabbah bih
diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.9
b) Metafora (Isti’ârah)
Metafora perbandingan antara dua objek atau ide yang masing-masing
berperan sebagai tenor (yang dibandingkan) dengan vehicle (pembanding).10
Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahsa perbandingan
yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan:
yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi
obyek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyaaan tadi; dan
kitamenggantikan yang belakang itu menjadi yang terdahulu tadi.11 Contoh:
buku itu cermin
8 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosa Kata, (Bandung: Angkasa1984), h. 180-181. 9 Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah Mujiyo
Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk.(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.), h. 21.
10 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra, Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 207.
12
Sebagaimana dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab memiliki konsep yang
mirip dengan metafora, yakni isti’ârah. Dalam bahasa Arab, isti’ârah
digunakan sebagai metafora sebagian, yaitu, seperti dijelaskan oleh Sukron
Kamil, “Kata atau kalimat bukan dalam makna aslinya, karena ada hubungan
makna asli dengan yang dipakai, dan ada tanda yang menunjukan hal itu.”
Jika dilihat dari kata yang dipakai, isti’ârah terbagi dalam empat bagian.
Pertama, isti’ârah tasrîkhiyyah, yakni kata yang disebutkan adalah
musyabbah bih (yang diserupai). Kedua, isti’ârah takhyîliyyah, yaitu yang
disebutkan adalahmusyabbah-nya, tapi, kata sesudahnya menunjuk pada
musyabbah bih. Lalu yang ketiga, isti’ârah asliyyah, jenis ini, menurut kamil,
“kata yang disebut tidak memiliki derivasinya”. Dan yang keempat, isti’ârah
taba’iyah. Kata yang disebut dalam isti’ârah ini, memiliki derivasi.12
c) Personifikasi dan Depersonifikasi
Personifikasi adalah majas yang mengibaratkan bintang, tumbuhan, dan
benda-benda mati layaknya seperti manusia.13 menurut Tarigan personifikasi
berasal dari bahasa latin persona (orang, pelaku, aktor, atau topeng yang
dipakai dalam drama)= fic (membuat) karena itulah maka apabila kita
mempergunaan personifikasi kita memberikan ciri-ciri atau, kualitas pribadi
orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada
gagasan-gagasan. Dengan perkataan lain, penginsanan atau personifikasi ialah jenis
majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak. Contoh: angin yang meraung.
12 Prof. Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2009), h.142.
13 Prof. Dr. E. Zaenal Arifin, Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia, (Tangerang:
Gayabahasa depersonifikasi atau pembedaan adalah kebalikan dari gaya
bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau personifikasi, menginsankan
atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan
manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam
kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan
sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.14 Contoh: kalau dikau
menjadi bunga, maka Aku menjadi kumbangnya, Andai kamu menjadi langit,
maka dia menjadi tanah.
Personifikasi dalam bahasa Arab termasuk
(
) majaz secaraharfiah artinya “boleh”, lughawi artinya “bersifat bahasa” atau “dalam
bahasa” dengan demikian majaz lughawi artinya suatu kebolehan
menggunakan suatu kata sebagai bahasa bukan pada tempatnya.
Dalam kitab balghah al-waadhihah karangan Ali Al-Jarim dan Musthafa
Amin, bahwa majaz lughawi adalah lafaz yang digunakan dalam makna yang
bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai qarinah yang
menghalangi pemberian makna haqiqi dan makna majazi itu kadang-kadang
karena adanya keserupaan dan kadang-kadang lain dari itu. Dan qarinah itu
adakalanya lafziyah dan adakalanya haliyah.15
3. Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermenuein, bahasa
Yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Bila dikaitkan dengan
fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka
14 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa1986), h. 2.
15 Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah
14
metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan
bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra.
Pada tahap tertentu eks agama sama dengan karya sastra. Perbedaanya, agama
merupakan kebenaran keyakinan, sastra merupakan kebenaran imajinasi. Agama
dan sastra adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Asal mula agama adalah
firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang. 16
Hermeneutika merupakan studi tentang prinsip-prinsip metodologis
interpetasi dan eksplanasi. Tugas interpretasi dan makna pemahaman berbeda
lebih elusif, lebih historis dalam kaitannya dengan karya, dibandingkan dengan
sebuah “obyek”. Sebuah “karya” selalu ditandai dengan sentuhan manusia; kata
itu mengasumsikan hal ini, karena karya selalu berarti karya manusia (Tuhan).
“Objek”, pada sisi yang lain, dapat menjadi karya atau ia bisa menjadi objek
natural. Untuk menggunakan kata “objek” yang berkaitan dengan sebuah karya
mengaburkan perbedaan penting, karena seseorang melihat karya tidak sebagai
objek tetapi sebagai karya. Penelitian sastra harus mencari sebuah “metode” atau
“teori” yang secara khusus tepat sebagai uraian kesan manusia terhadap karya,
“makna” itu sendiri.17
4. Penerjemahan Puisi
Penerjemahan bukanlah semata-mata untuk mengalihkan suatu bahasa ke
dalam bahasa lain akan tetapi terjemah merupakan salah satu kegiatan dalam
menyampaikan pesan suatu teks bahasa yang kita terjemahkan ke dalam bahasa
16 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 47.
17 Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi (Yogyakarta: Pustaka
yang lain. Dalam penerjemahan selama ini banyak didefinisikan melalui berbagai
cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda-beda. Menurut
Nida dan Taber mengemukakan bahwa penerjemah adalah “consist in
reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source
language message, first in terms of meaning and secundly in terms of style” (suatu
upaya mengungkapkan kembali pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain).18
Artinya dalam menerjemahkan suatu bahasa penerjemah harus menyampaikan
pesan yang terkandung dalam suatu ungkapan atau teks yang mereka terjemahkan
karena dalam terjemhan suatu teks terjemahan dapat dikatakan baik jika seorang
pembaca dapat mengerti pesan teks tersebut. Menerjemahkan itu mengalihkan
makna yang terdapat dalam teks terjemahan menurut Moh. Mansyur dan
Kustiawan “terjemah adalah mengalihkan makna teks (wacana) dari bahasa asal
(bahasa sumber) ke dalam bahasa sasaran”.19
Penerjemahan puisi, menurut Casagrande yang dikutip oleh Frans Sayogie
bahwa merupakan penerjemahan estetis puitis yang bertujuan mengalihkan pesan
serta bentuk estetis puitis yang ada di dalam bahasa sumber kepadanannya di
dalam bahasa sasaran. Di dalam penerjemahan jenis ini pengalihan isi (pesan) dan
bentuk sama-sama penting. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa di dalam
penerjemahan puisi ada tuntutan ganda: pengalihan isi harus baik dan pengalihan
bentuk pun harus baik.20
18 Frans Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Lembaga
Penelitiian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 7.
19 Drs. Moh. Mansyur dan Kustiwan, S.Ag, Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia Indonesia-arab (Jakarta : PT. Moyo Segoro Agung Jakarta, 2002), h. 20.
20 Frans Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Lembaga
16
Didalam penerjemahan puisi penerjemah mempunyai tuntutan ganda, berarti
dalam hal ini penerjemah menghadapi banyak permasalahan, yaitu menjaga agar
isi atau pesan yang terdapat puisi tidak hilang dan juga penerjemah harus
mempertahankan nilai keindahan puisi tersebut, termasuk mempertahankan
pencitraan serta ‘musik” puisi asli itu. Yang lebih sukar adalah kata-kata di dalam
puisi tidaklah dipilih (oleh penyair) berdasarkan pertimbangan makna
semata-mata, akan tetapi juga harus berdasarkan pertimbangan irama dan rima.
Lebih-lebih lagi, di dalam puisi banyak memakai gaya bahasa yang mengandung makna
tidak hakiki seperti halnya majas untukmenciptakan gaambaran serta emosi yang
mendukung, bahkan memperdalam serta memperluas makna yang diungkapkan
oleh puisi, sehingga terciptalah makna permukaan dan satu atau lebih dari satu
makna yang lebih dalam. Mengharapkan mengalihkan unsur-unsur puisi dan
sekaligus mempertahankan makna permukaan serta mana-makna yang lebih
adalah pekerjaan yang sulit21.
dengan berkembangnya aktivitas terjemah munculah kamus-kamus yang
membantu seorang terjemah dalam mencari kosa kata yang tepat di saat
menerjemahkan. Memilih makna yang tepat dalam menerjemahkan menunjukan
penguasaan penerjemah terhadap teks, jiwanya dan mengetahui maksud kalimat
perkalimatnya. Lain dari itu, kata-kata terjemahan dalam pilihan haurs muncul
dari rasa yang ditimbulkan dari rasa keindahan kata, dan enak dibaca masyarakat
umum, di samping kata-kata yang di pilih harus mudah dan dimengerti oleh
banyak orang dan banyak digunakan secara luas.22
21 Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 201-202
22 Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, Problematika Terjemah Arab-Indonesia (Jakarta : Adabia
5. Kompleksitas Penerjemahan Gaya Bahasa
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam penerjemahan
puisi tuntut bagi seorang penerjemah agar dapat, mengalihkan isi dan juga
mengalihkan bentuk teks, keduanya harus baik. Dari tuntutan ganda tersebut
berarti penerjemah menghadapi banyak permasalahan, yaitu menjaga isi atau
pesan puisi karya asli tidak berubah dan harus mempertahankan keindahan puisi
itu, termasuk mempertahankan pencitraan puisi asli itu.
Dalam hal ini Kompleksitas stilistik juga merupakan salah satu faktor
penyebab sulitnya penerjemahan itu dilakukan. Teks sastra, seperti puisi, prosa,
dan drama diungkapkan dengan gaya yang berbeda dari gaya teks ilmiah seperti
makalah atau laporan penelitian. Karena budaya bahasa sumber dan budaya
bahasa sasaran berbeda satu sama lain gaya bahasa yang digunakan oleh kedua
bahasa itu tentu saja berbeda.23
6. Hakikat Puisi (Syi’ir)
Kata puisi itu berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan.
Akan tetapi, arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang
lingkupnya menjadi “hasil seni satra, yang kata-katanya disusun menurut
syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata
kiasan.”24
23 Drs. M. Rudolf Nababan, M. Ed. Teori Menerjemah Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008)., h.59.
24 Prof. Dr. Hendri Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009),
18
Puisi dikalangan masyarakat Arab dikenal dengan syi’ir, Menurut Ahmad
Asy-syayib seperti yang telah dikutip oleh Sukron Kamil bahwa, Syi’ir atau puisi arab
adalah ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi
atau ritme gaya lama) dan qafiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris) serta
unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding prosa.25
Tradisi bersyi’ir ini dikalangan bangsa Arab, telah ada jauh sebelum agama Islam
lahir, syi’ir tertua diperkirakan berasal dari zaman jahiliyah, zaman sebelum Islam
datang ke bangsa Arab, syi’ir pada zaman itu disebut dengan istilah syi’ir jahili.
Syi’ir pada zaman jahiliyah menempati posisi penting di kalangan masyarakat
Arab. Untuk itu penyair memperoleh penghormatan dari masyarakat lebih dari
seorang orator. Pada masa itu biasanya syi’ir dibacakan di tengah khalayak, padda
tempat-tempat tertentu seperti pasar. Pasar syi’ir yang paling terkenal saat itu
adalah suk ‘ukkazah. Syi’ir yang paling bagus, mendapatkan penghargaan dengan
digantung di atas ka’bah, dan mendapat gelar al-mu’allaqat.26
Bagi orang Arab, kata syi’ir mempunyai arti tersendiri sesuai dengan
pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka dalam pandangan mereka, syi’ir
berarti pengetahuan atau kepandaian (ilm/fathanah), dan penyair itu sendiri
disebut dengan Al-fathin (cerdik pandai). Pendapat ini ada kemiripan dengan
penegertian poet dalam bahasa Yunani, yang berarti membuat, mencipta (dalam
bahasa Inggris, padanan kata poetry erat berhubungan dengan kata poet dan
poem). Poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepda dewa-dewa. Dia adalah orang yang
25 Prof. Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2009), h. 10.
berpengelihatan tajam, orang suci, sekaligus seorang filosof, negarawan, guru, dan
orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.27
Sejalan dengan perkembangan bahasa persatuan, kesusastraan juga mengarah
ke perkembangan sastra nasional (natinal literature). Kebanggan akan hasil karya
bangsa sendiri dengan mempergunakan bahasa nasionalnya, turut menimbulkan
dorongan kepada para penulis untuk menciptakan karya-karya sastra. Akibatnya
bahasa latin lama kelamaan kehilangan daya pengaruhnya.28
Kehidupan sehari-hari kaya dengan berbagai ekspresi puitis yang tidak secara
langsung berkaitan dengan kegiatan berpuisi atau bersastra. Apabila kita
menggunakan ungkapan “mata keranjang” untuk menyebut seserang yang mudah
terpikat pada perempuan-perempuan yang dilihatnya, sesungguhnya kita sedang
menggunakan ekspresi puitis. Demikian pula, apabila kita menggunakan
ungkapan “lintah darat” kepada seseorang yang suka meminjamkan uang dengan
bunga mencekik, ekspresi tersebut bersifat puitis. “mata keranjang” dan “lintah
daratat” adalah sebuah gaya bahasa yang menggunakan sebuah ungkapan untuk
menyatakan suatu yang lain. Tujuannya untuk memperjelas maksud yang hendak
disampaikan.
7. Metode Puisi
Dalam puisi kita haruslah memperhatikan beberapa aspek karena pada
umumnya seorang penyair mengatakan lebih banyak daripada yang terkandung
dalam kata-kata ataupun kombinasi kata-kata sanjak mereka. Dengan kata lain
kata-kata yang sedikit mungkin ingin melukiskan atau memenuhi maksud yang
27 Ahmad Muzakki Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, ( Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2006), h. 41.
20
telah kita utarakan itu maka mau tak mau diperlukan suatu metode yang baik
beserta sarana-sarana yang diperlukan untuk itu.29
Hal yang terpenting di anataranya adalah :
a. Diksi
Diksi berarti pilihan kata. Apabila dipandang sepintas lalu maka
kata yang dipergunakan dalam puisi pada umumnya sama saja dengan
kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara kelamiahan
kata-kata yang dipergunakan dalam puisi dan dalam kehidupan sehari-hari
mewakili makna yang sama; bahkan bunyi ucapan pun tidak ada perbedaan.
Walaupun demikian haruslah kita sadari bahwa penampatan dan penggunaan
dalam puisi dilakukakan secara hati-hati, teliti, serta lebih tepat. Kata yang
digaunakan dalam puisi atau sajak semuanya mengandung makna denotatif,
akan tetapi lebih cenderung pada makna konotatif. Konotasi atau nilai makna
inilah yang memberikan ciri dan efek keindahan dalam puisi tersebut.
Uraian-uraian ilmiah biasanya lebih mementingkan makna denotasi. Itulah sebabnya
maka sering orang mengatakan bahwa bahasa ilmiah bersifat denotatif.
Sedang bahasa sastra bersifat konotatif.30
b. Imaji
Dalam metode ini, penyair menyuguhkan pengalaman batin yang pernah
dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk
memenuhi keinginan tersebut ialah dengan pemilihan dan penggunaan kata
yang tepat dalam karya mereka. Pilihan serta penggunaan yang tepat itu dapat
29 Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009),
h. 28.
memperjelas dan memperkuat imajinasi pikiran manusia; dan energi tersebut
dapat pula mendorong imajinasi untuk menjelmakan gambaran yang nyata.
Segala yang dirasai atau dialami secara imajinatif inilah yang biasa dikenal
dengan istilah imagery atau imaji.31
c. Kata Nyata
salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para
penikmat suatu sajak adalah dengan mempergunakan kata-kata yang tepat,
kata-kata yang konkret, yang dapat menyarankan suatu pengertian
menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata-kata yang
penuh asosiasi dalam karyanya makan semakin baik pula dia menjelmakan
imaji, sehingga para penikmat menganggap bahwa mereka benar-benar
melihat, mendengar, merasakan, pendeknya mengalami segala sesuatu yang
dialami oleh sang penyair. Apabilah upaya tersebut berhasil maka benarlah
bahwa “what one recieves from a poem is an experience” dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kata nyata adalah kata yang konkret dan khusus
bukanlah kata yang abstrak dan bersifat umum.32
d. Majas
Cara lain yang sering dipergunakan oleh para penyair untuk
membangkitkan imajinasi itu adalah dengan memanfaatkan majas atau
figurative language, yang merupakan bahasa kias atau gaya bahasa. Setiap
orang tentu ingin mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan sejelas mungkin
kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata belumlah begitu jelas
22
untuk menerangkan suatu. Oleh karena itu, dipergunkanlah persamaan,
perbandiangan serta kata-kata kias lainnya33
e. Ritme dan Rima
Metode ritme dan rima, irama dan sajak, besar sekali pengaruhnya untuk
memperjelas maka suatu puisi. Ritme dan rima suatu puisi erat sekali
hubungannya dengan sense, feeling, tone dan intention yang terkandung di
dalamnya. Jelas bahwa perubahan ritme cenderung untuk menimbulkan
perubahan keempat unsur hakikat puisi itu. Menurut Alton C. Morris bahwa
“Rhythm is the result of systematically stressing or accenting words and
syllables, whereas rime repeats similliar sounds in some apparent scheme”
Dalam kepustakaan Indonesia, ritme atau irama adalah turun naiknya
suara secara teratur, sedangkan rima atau sajak adalah persamaan bunyi.
Berbicara mengenai ritme kita mau tak mau kita pula harus menyebut istilah
foot atau kaki sajak; dan yang terpenting diantaranya :34
1. Jambe : u - / u –
2. anapes : uu - / uu –
3. troche : - u / - u
4. dactylus : - uu/ -uu
33 Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009)., h. 33.
23
Metodologi Penelitian
A.Pengertian Metodologi
Metodologi penelitian merupakan prosedur intelektual dalam totalitas
komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksudkan terjadi sejak peneliti menaruh
minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan
model, merumuskan hipoteisis dan permasalahan, mengadakan pengujian teori,
menganalisis data, dan akhirnya menarik kesimpulan.1 Dengan demikian
metodologi adalah cara mendapatkan fakta agar dapat memahami dan
menjelaskan. Berikut ini bagan yang digunakan dalam metodologi penelitian
ini:
1 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 34.
Metodologi
Paradigma Metode
Teknik
Hermeneutika Sintaksis Kualitatif Deskriptif
Simak Klasifikasi Komparasi
24
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara pandang umum seseorang (peneliti) terhadap
fenomena atau realitas. Dengan kata lain, paradigma adalah cara kita melihat
suatu realitas, misalnya fenomena berbahasa.2 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan aspek hermeneutika dan sintaksis karena peneliti berusaha
mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang berwujud majas perbandingan
yang terdapat dalam puisi Buku karya Taufik Ismail.
2. Metode Penelitian
Metodologi berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos
itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui,
mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam
pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk
memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian
sebab akibat berikutnya.3
Selanjutnya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, yakni memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya
dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data
alamiah, data dalam hubungannya dengan kontens keberadaannya.
Metode penelitian kualitatif yang digunakan penulis yaitu analisis isi.
Menurut teori Ratna metode analisis isi ini menekankan pada isi pesan. Oleh
karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang
2 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 14
3Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
padat isi. Dalam karya sastra, misalnya, dilakukan untuk meneliti gaya tulisan
seorang pengarang.
Penelitian deskriptif merupakan cara pengolahan penelitian kualitatif karena
datanya berbentuk ungkapan puisi.4 Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan
suatu makna terhadap suatu realitas yang terjadi di dalam puisi.
Pemahaman konteks pembicaraan, interpretasi terhadap makna-makna
gramatikal. Penulis akan meneliti sumber data ini melalui studi teks terhadap
karya Taufik Ismail menganalisis data dengan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Hal yang dilakukan mengelompokan data sesuai dengan pola, kategori, dan
satuannya. Kemudian penulis akan mengidentifikasi berdasarkan tata bahasa
dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dengan aktivitas analisis,
diharapkan menemukan kaidah-kaidah atau aturan-aturan. Dan juga penulis
menganalisis deskriptif dengan berlandaskan teks hasil terjemahan sebagai
objek penelitian, yaitu puisi “Buku” karya Taufiq Isamil.
3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini terbatas pada:
1. Gaya Bahasa Personifikasi yaitu baris puisi dan terjemahan yang
mengandung perumpamaan yang diibaratkan seperti manusia.
2. Gaya bahasa Simile yaitu baris puisi dan terjemahan yang mengandung
kata penghubung seperti dalam aspek balghah disebut tasybih.
26
3. Gaya Bahasa Metafora gaya bahasa perbandingan yang paling singkat,
padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah
suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang
satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyaaan tadi.
4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah kalimat yang sudah diterjemahkan dari
bahasa Indonesia ke bahasa Arab yang teridentifikasikan mengandung gaya
bahasa, kemudian mengkalsifikasikannya sesuai dengan kategori gaya bahasa
yaitu berdasarkan langsung dan tidaknya makna.
5. Metode Penyediaan data
Untuk meyediakan data, digunakan metode, adapun istilah metode dan
teknik yaitu “cara”. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sedangkan
teknik adalah cara melaksanakan metode. 5
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak
dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Adapun kiat peneliti
dalam memanfaatkan teknik secara objektif yaitu menandai dan memberikan kode
pada data yang telah ditemukan. Tujuan pemberian kode adalah untuk
memudahkan peneliti di dalam mengidentifikasi puisi Buku.
a) Teknik Simak Bebas Libat Cakap
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
teknik simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa.
b)Teknik Catat
Setelah melakukan teknik simak bebas libat cakap, peneliti menggunakan
teknik catat atau taking note method dengan melakukan klasifikasi atau
pengelompokan ujaran pada kartu data yang telah disediakan.6
Selanjutnya, dalam teknik catat ini dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu
mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan
bahasa secara tertulis tersebut.
28
BAB IV
Analisis Terjemah Puisi
“Buku” dalam Kumpulan
Puisi Taufik Ismail Debu di Atas Debu
A.Metode Terjemah dan Gaya Bahasa
1. Personifikasi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada kali ini penulis akan
memfokuskan untuk menganalisis jenis gaya bahasa perbandingan dan metode
terjemah, sesuai dengan beberapa penggalan puisi yang akan dipaparkan.
No Bsa Bsu
1 Buku Berpikir untuk saya
Data no. 1 ini terlihat penerjemah menggunakan metode setia karena antara
terjemahan dengan teks aslinya terlihat masih sama, penerjemah ingin
mempertahankan strukur aslinya dalam teks terjemahan puisi tersebut karenanya,
kalimat dalam Bsa (Bahasa Sasaran) dan Bsu (Bahasa Sumber) masih terlihat
sama. Dengan menggunakan metode terjemah setia, terjemahan puisi tersebut
menghasilkan terjemahan yang tak jauh berbeda dengan teks aslinya. Seperti yang
diungkapkan oleh Rochayah Machali bahwa, penerjemahan setia memproduksi
makna kontekstual TSu dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya.
Penerjemahan setia berpegang teguh terhadap maksud dan tujuan TSu1.
Di dalam puisi ‘buku’ digambarkan seperti manusia yang dapat berpikir
perumpamaan dua objek. Kata buku dalam bahasa Indonesia dirujuk sebagai
nomina (kata benda).
Kata buku adalah; lembar kertas yang berjilid, berisikan tulisan atau
kosong”.2
Berdasarkan defenisi itu “Buku” adalah benda yang tidak sama dengan
manusia yang dapat berpikir. “Buku” digambarkan dapat berpikir berdasarkan
fungsi “Buku” itu sendiri yang berisikan ilmu pengetahuan yang dapat
memberikan gagasan-gagasan dalam kehidupan manusia. Taufik Ismail sebagai
penyair ingin memberikan gambaran bahwa “buku” itu dapat memberikan ide-ide
yang ada dalam kehidupan manusia. melalui bacaan yang terdapat dalam buku
itulah manusia mendapatkan ide. Oleh karenanya buku digambarkan seperti
halnya manusia yang dapat berpikir.
Dalam hal ini buku yang benda yang tak bernyawa disandingkan dengan kata
berpikir. Seakan-akan buku itu mempunyai sifat manusia yang dapat berpikir dan
kata berfikir berperan sebagai predikat untuk “buku”. Namun kata berpikir tesebut
bukanlah padanan kata kerja untuk benda yang tak bernyawa, melainkan kata
kerja yang disandingkan untuk manusia, atau makhluk berakal “buku”
digambarkan sebagai manusia karena buku memiliki fungsi sebagai gudangnya
ilmu yang dapat memberikan pengetahuan bagi manusia oleh karenanya kata
berfikir menjadi tanda untuk manusia yang tidak dimunculkan dalam kalimat.
Buku :
Manusia :
2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 218.
3 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
30
Kata ‘buku’ menjadi kata yang dirujuk sebagai nomina atau dalam
bahasa Arab disebut , dalam terjemahan tersebut kata buku digunakan bukan
pada tempatnya. Dengan demikian, kata buku dikategorikan sebagai kata yang
majazi
(
) yaitu kata yang bermakna tidak hakiki.Kata ‘manusia’.4 yang tidak dimunculkan dalam kalimat tersebut
mempunyai hubungan atau ‘alaqah dengan kata yang sama-sama
memberikan ide ataupun pengetahuan.
Kata ‘Berfikir’ menjadi qarinah karena kata ini dihubungkan kepada
‘alaqah yaitu manusia menjadikan kata tersebut menghalangi suatu kata lain dari
arti sebenarnya. Buku di situ mengartikan bahwa dapat memberikan pengetahuan
dari catatan-catatan dan ide dalam buku. Oleh karenanya kata berpikir menjadi
indikasi atau qarinah dalam kalimat tersebut.
No Bsu Bsa
2 Buku menghirup udara
Dari terjemahan di atas terlihat bahwa penerjemah masih menggunakan metode
setia, teks terjemahan yang masih mengikuti struktur teks aslinya. Dalam hal ini
penerjemah tetap ingin mempertahankan maksud yang terdapat pada TSu.
Sama halnya pada puisi sebelumnya puisi ini juga menggunakan majas yang
sama yaitu majas personifikasi kata buku digambarkan oleh penyair seperti
manusia kata verba menghirup yang berperan sebagai predikat untuk kata buku
merupakan indikasi berupa sifat kata kerja yang diberikan kepada manusia dan
kata “buku” merupakan nomina (kata benda) tak bernyawa, namun kata “buku”
4 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
digambarkan seolah-olah bernyawa. Taufik Ismail masih menggambarkan “buku”
seolah-olah seperti manusia dapat bernafas dan menghirup udara. Kata udara
menjadi objek dari kalimat tersebut karena udara memiliki banyak fungsi dan
memberikan manfaat bagi manusia, udara segar di situ digambarkan oleh penyair
sebagai manfaat yang terdapat dalam catatan-catatan pengetahuan.
Selanjutnya dalam kalimat terjemahannya kata ‘buku’ digunakan bukan
pada tempatnya dan kata ‘manusia’
,
5 yang berperan sebagai ‘alaqah yangtidak disebutkan di dalam kalimat tersebut, dan yang menjadi indikasi terhadap
keduanya.
Kata ‘menghirup’ yang berperan sebagai fi’il bagi kata dan juga
berperan sebagai qarinah, kata ini dihubungkan kepada ‘alaqah yaitu manusia.
,
dan yang menjadi indikasi terhadap kata yang muncul secara implisit.
kalimat tersebut menggambarkan buku itu seperti hidup, didalamnya terdapat
banyak ilmu yang dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
No Bsu Bsa
3 Buku berkembang di depan kita,
Bercakap-cakap secara akrab
Jika dilihat dalam teks terjemahan di atas, teks terjemahan terjadi perubahan
pola dasar kalimat, dalam teks sumber memakai awalan nomina yang urutannya
nomina + verba (N+V), kemudian terjadi pergeseran gramatikal beradaptasi dalam
teks sasaran menjadi V+N, hal ini mengindikasikan bahwa penerjemah
menggunakan metode adaptasi metode ini, seorang penerjemah biasanya tidak
terlalu memperhatikan apakah terjemahannya dapat dipahami dengan baik oleh si
5 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
32
penutur Bsa. atau tidak. Karenanya, metode ini dianggap sebagai metode yang
paling bebas dan paling dekat dengan Tsa. Namun demikian, penerjemah tidak
mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur.
Metode ini sangat cocok dalam menerjemah puisi karena dalam metode ini
terjadinya peralihan budaya Tsu (Teks Sumber) ke dalam budaya Tsa (Teks
Sasaran). Sehingga dapat penyesuaian struktur kebahasaan.
Data no. 3 menggambarkan suasana interaksi antara pembaca dan buku,
sehingga pembaca seperti terbawa suasana dalam peracakapan dengan teman
karib.
Pada data no. 3 “Buku” digambarkan oleh penyair itu seperti halnya manusia
yang dapat di ajak bicara antara satu sama lain, oleh karenanya kata
bercakap-cakap di situ merupakan indikasi terhadap manusia yang tidak disebutkan. vehicle
manusia muncul karena ada penggambaran dari sifatnya tersebut. Penggambaran
manusia terhadap buku yang seolah mempunyai sifat yang sama.
Kata ‘Buku’ merupakan kata yang majazi karena digunakan bukan
pada tempatnya, kemudian kata dihubungkan kepada ‘teman’ Kata
buku yang berperan sebagai qarinah dan kata berperan sebagai ‘alaqah
pembanding dari kata “Buku”. Namun kata teman di situ tidak dimunculkan
dalam kalimat tersebut. Kata tersebut muncul karena, adanya indikasi dari kata
bercakap-cakap karena sebenarnya buku tidak dapat bicara dan juga biasanya
lawan bicara itu adalah seorang teman.
No Bsu Bsa
Dalam data no. 4 teks terjemahan di atas menggunakan jumlah ismiyah atau
kalimat yang di dahului dengan kata benda (nomina) jika di tinjau dari setiap
pemilihan kata yang digunakan oleh penerjemah menunjukan terjemahan tersebut
masih mengadaptasikan teks sasaran karenanya teks terjemahan masih
menggunakan struktur kalimat yang sama dan apa adanya. Dalam hal ini
penerjemah masih setia pada kalimat Tsu. Metode terjemahan yang penerjemah
gunakan metode setia.
Membandingkan kata buku dengan kata teman, menggambarkan buku seperti
halnya dengan manusia. Memberikan penginsanan terhadap kata benda buku
dengan menyamakan antara kedua kata tersebut. Kata buku berperan sebagai tenor
untuk kata teman yang berperan sebagai vechile kalimat tersebut menggambarkan
seolah buku adalah seorang yang dapat diajak bekerja sama dan diajak
bercakap-cakap seperti halnya teman.
Buku :
ا
Teman: :
Kata ‘buku’ merupakan musyabbah dari kata ‘teman’ yang
berperan sebagai musyabbah bih membandingkan dengan kata sebelumnya.
Kalimat tersebut merupakan termasuk dalam kategori tasybîh menyamakan dua
kata yang mempunyai kesamaan, perbandingan kedua kata tersebut menjelaskan
bahwa buku dapat berperan seperti halnya teman yang dapat mendampingi
manusia kemanapun data no. 4 ini mempunyai hubungan dengan data no. 3 yang
menggambarkan suasana interaksi percakapan antara seorang pembaca dan buku.
6 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
34
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat tasybîh dan tidak adanya wajh
al-syibh -nya maka dari sudut pandang itu kalimat tersebut termasuk dalam kategori
tasybîh baligh.
No Bsu Bsa
5
Membaca buku bagus seperti
bercakap-cakap dengan orang-orang
hebat dari abad-abad terdahulu
Jika ditinjau data no. 5 menunjukan terjadinya perubahan kalimat dalam teks
asli menggunakan awalan kata kerja membaca sedangkan penerjemah merubah
kata kerja di situ menjadi nomina atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai ism
karena bukanlah kata kerja melainkan ism mashdar dari kata ‘
’
membaca.Namun ji