• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa Dalam Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa Di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa Dalam Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa Di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KOMUNIKASI ORGANISASI PEMERINTAHAN

DESA DALAM PENINGKATAN KINERJA PEMERINTAHAN

DESA DI KECAMATAN COT GIREK, ACEH UTARA

MULYADI R

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peranan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa Dalam Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa Di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Mulyadi R

(4)

RINGKASAN

MULYADI R. Peranan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa dalam Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara. Dibimbing oleh DWI SADONO dan CAHYONO TRI WIBOWO.

Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses perubahan yang telah direncanakan secara sistematis mengarah pada kondisi yang lebih baik. Melihat pembangunan sebagai sesuatu yang direncanakan secara sistematis, menunjukan bahwa melaksanakan pembangunan bukanlah hal yang mudah tetapi memerlukan berbagai paradigma, model pembangunan yang tepat. Berbicara mengenai masalah pembangunan desa, program Nawa Cita Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2014–2019 memberikan 9 cita utama sebagai landasan mendasar dalam pembangunan desa secara terpadu dan menyeluruh, Nawa Cita yang berkaitan langsung dengan pembangunan desa dapat ditelusuri dalam keinginan cita ke tiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Keberadaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa diharapkan membawa penduduk di desa lebih sejahtera, melalui 4 (empat) aspek utama, yaitu: pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa di Kabupaten Aceh Utara dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera (BPMKS). Permasalahan yang terjadi di pemerintahan desa di Kecamatan Cot Girek adalah bagaimana pemerintahan desa menyikapi pelaksanakan UU Desa terutama peran komunikasi organisasi pemerintahan desa agar terwujudnya peningkatan kinerja dan pembangunan pedesaan berdasarkan undang- undang tersebut, pentingnya komunikasi organisasi yang baik dalam organisasi karena dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis peran komunikasi organisasi pemerintahan desa dalam pelaksanaan UU desa kepada masyarakat desa (2) mengetahui peningkatan kinerja pemerintah desa/gampong dalam pembangunan

pedesaan yang berdasarkan UU desa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan uji korelasi Chi Square dan Rank Spearman.

Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu di Gampong Alue Leuhop, Gampong Kampung Tempel, Gampong Bantan dan Gampong Cot Girek

Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara pada bulan Mei-Juni 2016 dengan jumlah responden sebanyak 52 orang dengan menggunakan metode sensus.

(5)

organisasi yang terjadi di organisasi pemerintahan desa umumnya terjadi secara vertikal maupun horizontal keduanya sangat berperan demi kemajuan organisasi dengan tujuan keduannya saling memberikan informasi dan keterbukaan agar komunikasi antara bawahan dengan pimpinan berjalan dengan efektif. Peran komunikasi organisasi pemerintahan desa yang berhubungan dengan penilaian aparatur desa terhadap UU Desa meliputi karakteristik individu aparat pemerintahan desa adalah: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan, sedangkan yang tidak berhubungan adalah: tingkat pendapatan. Karakteristik pemerintahan desa yang berhubungan dengan penilaian aparatur desa terhadap UU Desa adalah: peranan kepemimpinan, struktur organisasi dan budaya organisasi. Komunikasi organisasi pemerintahan desa yang berhubungan dengan penilaian aparat desa terhadap UU Desa adalah: komunikator, pesan dan media.

Kinerja pemerintah desa terutama aparatnya memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan sebuah progam pembangunan desa. Setelah pelaksanaan UU desa, di empat desa di Kecamatan Cot Girek telah terjadi peningkatan kinerja pemerintahan desa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya produktivitas kerja dalam hal penyelesaian pelayanan administrasi lebih cepat dikarenakan dibuka pelayanan prima 24 jam yang siap melayani masyarakat, ini terjadi di Gampong Alue Leuhop. Ketiga desa yang lain sedang melaksanakan

tahap pembenahan dalam berbagai hal: fasilitas desa, sumberdaya manusia, pencairan sumber dana untuk penambahan insentif dalam rangka peningkatan produktivitas kerja aparat desa.

Peranan pemerintah desa sebagai pelopor pembangunan desa sudah mampu menangani masalah pembangunan yang ada di desa meliputi perencanaan program pembangunan desa, kegiatan sosialisasi yang dilakukan di meunasah

yang dihadiri oleh sebagian besar masyarakat desa, dalam kegiatan musyawarah desa tersebut bukan hanya sosialisasi satu arah, tetapi masyarakat juga diberikan kesempatan untuk berbicara maupun mengeluarkan pendapat mereka.

(6)

SUMMARY

MULYADI R. The Role of Organizational Communication of Village Administration in Increasing Village Administration Performance at Cot Girek District, North Aceh. Supervised by DWI SADONO and CAHYONO TRI WIBOWO.

Basically, development is a process of change that has been planned

systematically leads to better conditions. It showed that to implement development is not easy but requires some paradigms, appropriate development models. Speaking on the issue of rural development, program of Nawa Cita

President Joko Widodo-Jusuf Kalla years 2014-2019 contain nine main goal as a fundamental foundation in the development of an integrated and comprehensive village, Nawa Cita wich directly related to rural development is the third one of Nawa Cita which is to build Indonesia from margin area which to strengthen

these areas and villages within the unitary state framework

The existence of the Constitution No. 6 of 2014 about Village is expected to bring the population in the village is more prosperous, with four (4) main aspects, namely: to meet basic needs, infrastructure development, to develop local economic potential, and utilization of natural resources and the environment. Implementation of Constitution No. 6 of 2014 about villages in North Aceh District was held by the Agency for Community Empowerment and Family Welfare (BPMKS). The problems that occurred in the village administration in the Cot Girek district is how the village administration addressing the implementation the constitution especially the role of organizational communication of village administration for the realization of improvements of performance and rural development based on the constitution, the importance of good organizational communication in the organization because of the good communication an organization can run smoothly and successfully.

This study aims to: (1) analyze the role of organizational communication of village administration in implementating of the Constitution about village to village communities (2) to know the increasing of the performance of the administration rural / based on the Constitution about village. This study uses a quantitative and qualitative approach with the correlation test Chi Square and Spearman Rank. Locations were selected purposively namely in Gampong Alue

Leuhop, Gampong Kampung Tempel, Gampong Bantan and Gampong Cot Girek,

Cot Girek District, North Aceh in May-June 2016 with the number of 52 people of respondents using census method.

(7)

administration generally occurs vertically or horizontally are both very important role for the progress of the organization with the aim both of them sharing information and openness so that communication between subordinates with the leadership to be effective. The role of village administration organization communications relating to the appraisal of village officials to Constitution about village includes the individual characteristics of the village administration officials are: age, sex, education level, and the type of work, while the not related are: the level of income. Characteristics of the village administration related to the appraisal village administration officials of Constitution about village are: the role of leadership, organizational structure and culture of the organization. Communication of the village administration related to the appraisal village administration officials of Constitution about village are: communicator, message and media.

Village administration performance, especially village administration officials play a major role in determining the success of a rural development program. After the implementation of the constitution about village, in four villages in District Cot Girek have increased village administration performance. This is proof by the increasing of labor productivity in terms of faster completion of administrative services due to the excellent service which open 24 hours to serve the public, this happened in the Gampong of Alue Leuhop. The other three

villages are under construction phase in various ways: the village facilities, human resources, disbursement of resources for additional incentives in order to increase labor productivity by village officials.

The role of village administration as a pioneer of rural development is capable of handling the problem of development in the village include the planning of rural development programs, socialization activities which held at

Meunasah which was attended by most of the village communities, in the

activities of village meetings are not only socializing in one direction, but the community also are given the opportunity to speak to deliver their opinion as well.

Keywords: Organizational Communication, Performance, the Village

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PERANAN KOMUNIKASI ORGANISASI PEMERINTAHAN

DESA DALAM PENINGKATAN KINERJA PEMERINTAHAN

DESA DI KECAMATAN COT GIREK, ACEH UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Aceh Utara

Nama NIM

: Mulyadi R : !352140121

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

wi MSi Dr Tri

Anggota

Ketua

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Petianian dan Pedesaan

Tanggal Ujian: 31 Januari 2017

Diketahui oleh

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini ialah Peranan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa Dalam Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa Di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Sadono, MSi dan Dr. Cahyono Tri Wibowo, SE, MM selaku pembimbing yang tak mengenal lelah, kesabaran yang luar biasa dan saran serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Djuara P Lubis, MS selaku ketua program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Ibu Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS selaku dosen penguji pada ujian tesis, dan juga seluruh dosen pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) atas Beasiswa yang diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh responden, informan, dan narasumber lainnya. Ungkapan terima kasih kepada sahabat seperjuangan angkatan 2014 KMP, atas dukungan dan kebersamaan selama ini.

Akhirnya, ungkapan rasa syukur dan terima kasih untuk orang tua tercinta ayah M Hasbi Umar dan ibu Ainsyah yang telah bersusah payah melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik penulis sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi hingga seperti sekarang ini, serta dukungan penuh seluruh keluarga yang tidak putus-putusnya mengiringi penulis dengan materi dan do‟a.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2017

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Komunikasi Pembangunan 5

Komunikasi Organisasi 5

Konsep Kunci Komunikasi Organisasi 6

Karakteristik Komunikasi Organisasi 8

Struktur Organisasi 10

Budaya Organisasi 10

Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi 10

Pembangunan 13

Perencanaan Komunikasi Pembangunan 13

Konsep Implementasi Kebijakan 14

Model Implementasi Kebijakan George C.Edward III 14

Pembangunan Desa 18

Pemerintahan 18

Karakteristik Komunikasi Pemerintahan 20

Karakteristik Individu 20

Pemberdayaan Masyarakat 21

Perencanaan Tingkat Partisipasi Masyarakat 23

Persepsi Aparatur Desa 24

Penelitian Terdahulu 25

Kerangka Pemikiran 28

Hipotesis 29

3 METODE PENELITIAN 29

Desain Penelitian 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Populasi dan Sampel 29

Sumber Data 30

Tehnik Pengumpulan Data 30

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 30

(14)

Definisi Operasional 32

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Wilayah Penelitian 35

Karakteristik Organisasi Pemerintahan Desa 39

Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa 41

Penilaian Aparat Desa terhadap UU Desa 43

Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa 44

Hubungan Karakteristik Individu Aparat Pemerintahan Desa dengan

Penilaian Aparat Desa terhadap UU desa 46

Hubungan Karakteristik Pemerintahan Desa 48

dengan Penilaian Aparat Desa terhadap UU desa 48 Hubungan Komunikasi Organisasi Pemerintahan Desa dengan Penilaian

Aparat Desa terhadap UU desa 51

Peran Komunikasi Pemerintahan Desa dalam Peningkatan Kinerja 53 Hubungan antara Penilaian Aparat Pemerintahan Desa (UU Desa) dengan

Peningkatan Kinerja Pemerintahan Desa 54

5 KESIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 68

(15)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, indikator, definisi operasional, dan kategori 34 2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik individu 38 3 Jumlah dan persentase karakteristik organisasi pemerintahan desa dengan

penilaian aparat desa terhadap UU desa 40

4 Jumlah dan persentase komunikasi organisasi pemerintahan desa dengan penilaian aparat desa di Kecamatan Cot Girek terhadap UU Desa 42 5 Penilaian aparat desa di Kecamatan Cot Girek terhadap UU Desa 43 6 Jumlah dan persentase peningkatan kinerja pemerintahan desa dengan

penilaian aparat desa di Kecamatan Cot Girek terhadap UU Desa 44 7 Nilai koefisien korelasi chi square antara karakteristik individu aparat

pemerintahan desa di Kecamatan Cot Girek dengan penilaian aparat

desa terhadap UU Desa 47

8 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik pemerintahan desa di Kecamatan Cot Girek dengan persepsi aparat desa di Kecamatan Cot

Girek terhadap UU Desa 48

9 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik komunikasi organisasi pemerintahan desa dengan penilaian aparat desa di Kecamatan Cot Girek

terhadap UU Desa 51

10 Nilai koefisien korelasi antara penilaian aparat pemerintahan desa dengan

peningkatan kinerja pemerintahan desa 55

11 Kedudukan dan fungsi BPD menurut UU 32/2004 dan UU 6/2014 60 12 Nilai koefisien korelasi antara penilaian aparat pemerintahan desa (UU

Desa) dengan peningkatan kinerja pemerintahan desa 61

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran peranan komunikasi organisasi pemerintahan desa

dalam peningkatan kinerja pemerintahan desa. 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil nilai koefisien korelasi Chi square 68

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses perubahan yang telah direncanakan secara sistematis mengarah pada kondisi yang lebih baik. Melihat pembangunan sebagai sesuatu yang direncanakan secara sistematis, menunjukan bahwa melaksanakan pembangunan bukanlah hal yang mudah tetapi memerlukan berbagai paradigma, model pembangunan yang tepat. Salah satu kesalahan pembangunan pada masa lalu adalah penggunaan model pembangunan yang berorientasi pada mengejar pertumbuhan ekonomi semata, dimana proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan secara top-down. Program yang dilakukan

dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat. Masyarakat kurang dilibatkan sehingga mereka kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya, bantuan yang diberikan menciptakan ketergantungan yang pada gilirannya akan lebih menyusahkan masyarakat dari pada menolongnya, serta kadang-kadang tidak sesuai kebutuhan dan prioritas masyarakat. Berdasarkan pengalaman demikian, maka pendekatan pembangunan yang sekarang ini lebih menekankan pada model pembangunan bottom-up yaitu pendekatan pembangunan yang

berorientasi pada rakyat. Pendekatan ini menuntut adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan menekankan upaya pemberdayaan (empowerment)

terhadap rakyat menuju kemandirian (Tahoba 2011).

Pembangunan merupakan salah satu wujud dari kemauan dan kemampuan suatu Negara untuk dapat lebih berkembang ke arah yang lebih baik. Paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, memusatkan masyarakat atau rakyat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama dalam pembangunan (Rafsanjani et al. 2013). Pembangunan dengan melibatkan langsung masyarakat

desa, menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dan efisien daripada pembangunan desa yang selama ini dijalankan dengan mekanisme proyek. Memberikan kesempatan luas kepada desa untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan memberikan kewenangan disertai dengan biaya perimbangan akan mempercepat pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Adianto et al 2013).

Kebijakan Program Pembangunan yang telah dituangkan dalam Nawa Cita Joko Widodo-Jusuf Kalla 2014 adalah untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(18)

dan menyeluruh, Nawa Cita yang berkaitan langsung dengan pembangunan desa dapat ditelusuri dalam keinginan cita ke tiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Pembangunan perdesaan diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah pedesaan umumnya miskin, sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat desa, sehingga mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual (Hardi 2010).

Pada tanggal 15 Januari 2014, Pemerintah telah menetapkan Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Landasan filosofis lahirnya Undang-undang tersebut didasarkan kepada pertimbangan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan UUD 1945. Secara yuridis, Undang-Undang No. 6 tahun 2014 lahir berdasarkan amanah Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” (Mulyono 2014).

Keberadaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa diharapkan membawa penduduk di desa lebih sejahtera melalui 4 (empat) aspek utama, yaitu: pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan (Pasal 78 ayat 1). Untuk menunjang Pembangunan Desa tersebut, akan ada alokasi dana cukup besar yang mengalir ke desa. Pada Pasal 72 ayat (4) ditetapkan paling sedikit 10% dari dana transfer daerah dalam Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalir ke desa.

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan menggunakan beberapa strategi, Pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, Kedua, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, ketiga, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil, Keempat, mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan (Handayani et al. 2015). Partisipasi masyarakat merupakan salah satu alat ukur keberhasilan

pembangunan. Partisipasi segenap lapisan masyarakat dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baik dalam memikul beban pembangunan maupun dalam mempertanggung-jawabkan pelaksanaan pembangunan ataupun di dalam menerima kembali hasil pembangunan (Alyas 2015).

Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa, pemerintah telah dan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan semua pemangku kepentingan, dengan tujuan agar yang diamanahkan dalam undang-undang tersebut bisa tercapai. Dalam rangka sosialisasi undang-undang tersebut diperlukan strategi komunikasi yang mampu berperan dalam implementasi undang-undang tersebut kepada masyarakat.

(19)

kritis, sukarela, murni dan bertanggung jawab. Strategi komunikasi pembangunan yang diterapkan di setiap wilayah atau komunitas dapat sangat beragam, tergantung pada latar belakang masing-masing anggota masyarakat, dan keadaan lingkungan alam dan sosial setempat. Artinya strategi komunikasi pembangunan yang baik, dapat saja ditolak oleh masyarakat sasaran di wilayah tertentu karena tidak disukai atau tidak sesuai dengan keadaan ( Tahoba 2011).

Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa di Kabupaten Aceh Utara dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera (BPMKS), dengan melakukan kegiatan sosialisasi yang bertujuan untuk membekali pelaku PNPM MPd dan pemerintahan kecamatan memfasilitasi kesiapan desa-desa yang ada di Aceh Utara menghadapi penerapan UU Desa secara efektif. Dalam hal sosialisasi tersebut BPMKS mempunyai strategi komunikasi organisasi yang efektif didukung oleh peranan lembaga terkait agar tujuan dari undang-undang tersebut dapat tercapai. Pelaksanaan sistem pemerintahan desa di bawah UU Desa yang baru menuntut kesiapan yang sangat baik. Berbagai hal harus diperhitungkan, direncanakan, dan diawasi pelaksanaannya terus menerus, termasuk diperlukan pengarahan, penyuluhan, bahkan pendampingan agar benar-benar dilaksanakan sesuai aturan yang ada.

Perumusan Masalah

Implementasi UU No 6/2014 tentang Desa perlu didukung kesiapan sumber daya manusia (SDM) di setiap desa yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Besarnya dana pembangunan yang diberikan pada desa harus benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan justru memicu persoalan hukum. Karena itu, SDM pemerintahan desa harus benar-benar siap, termasuk kemampuan kepala desa. Aparatur dan warga desa perlu mempersiapkan diri menyongsong implementasi UU Desa, antara lain pemahaman regulasi, pergeseran hubungan sosial aparatur dan warga desa, kebijakan anggaran, perencanaan pembangunan, peraturan desa, dan data dasar desa untuk mewujudkan pemerintahan desa yang transparan.

Lahirnya UU No 6/2014 tentang Desa, tampaknya masih membutuhkan kesiapan pelaksanaannya dalam berbagai aspek yang serius. Kesiapan itu baik di tingkat pemerintah pusat maupun level bawah (grass roots) di desa sendiri. UU

tersebut ditujukkan guna meningkatkan partisipasi dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan desa. Tujuan itu menunjukkan bahwa kehendak bottom up

(20)

dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan desa. Pemerintah desa harus mampu menggerakkan perekonomian desa dengan melakukan upaya-upaya efektif penggerakan aktivitas-aktivitas ekonomi masyarakat desa. Kesiapan pemerintah desa dalam otonomi desa tidak hanya menghasilkan penerimaan besar dalam keuangan desa, melainkan juga harus memberdayakan aktivitas ekonomi masyarakat desa (Antono 2015).

Permasalahan yang terjadi di pemerintahan desa di Kecamatan Cot Girek adalah bagaimana pemerintahan desa menyikapi pelaksanakan UU Desa terutama peran komunikasi organisasi pemerintahan desa agar terwujudnya peningkatan kinerja dan pembangunan pedesaan berdasarkan undang- undang tersebut, pentingnya komunikasi organisasi yang baik dalam organisasi karena dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil (Dahliawati 2015), sehingga perlunya penelitian ini dilakukan.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, beberapa pokok permasalahan yang dikaji adalah:

(1) Bagaimana peran komunikasi organisasi pemerintahan desa dalam pelaksanaan UU desa kepada masyarakat desa?

(2) Bagaimana peningkatan kinerja pemerintah desa/gampong dalam pembangunan pedesaan yang berdasarkan UU desa?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah. Tujuannya sebagai berikut:

(1) Menganalisis peran komunikasi organisasi pemerintahan desa dalam pelaksanaan UU desa kepada masyarakat desa

(2) Mengetahui peningkatan kinerja pemerintah desa/gampong dalam pembangunan pedesaan yang berdasarkan UU desa

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

(1) Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam implementasi sebuah program pembangunan desa.

(21)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Pembangunan

Keberhasilan pembangunan berawal dari adanya komunikasi dalam pembangunan. Komunikasi memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembangunan. Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti yang luas dan terbatas. Dalam arti yang luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Dalam arti yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan (Istiyanto 2011). Konsep komunikasi pembangunan khas Indonesia didefinisikan oleh Effendy (2005) sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat.

Proses komunikasi paling penting di dalam upaya menyampaikan informasi, salah satunya adalah dengan menggunakan metode komunikasi persuasif. Cara persuasif adalah dengan menggunakan pendekatan kepada masyarakat, pendidikan dan musyawarah untuk melibatkan masyarakat (Nurjanah dan Yasir

2014).

Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarki antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Pace dan Faules 2013).

Menurut Pace & Feules (2013) ada dua perspektif utama yang akan mempengaruhi bagaimana komunikasi organisasi didefinisikan:

(22)

(2) Perspektif Subjektif mendefinisikan komunikasiorganisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi di antara unit-unit organisasi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Fokusnya adalah bagaimana individu anggota organisasi bertransaksi dan kemudian memberi makna terhadap peristiwa komunikasi yang terjadi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan bergantung kepada makna informasi itu bagi mereka.

Definisi komunikasi organisasi baik dilihat dari perspektif objektif maupun perspektif subjektif adalah sebagai proses penciptaan dan penafsiran informasi di antara unit-unit komunikasi sebagai bagian dari suatu organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, komunikasi organisasi dipandang sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi di antara unit-unit organisasi yang memungkinkan sistem komunikasi organisasi berfungsi secara efektif.

Komunikasi dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan adanya komunikasi organisasi yang mampu mengembangkan sikap anggota untukmerubah pola pikir dan pola perilakunya sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut. Redding dan Sanborn dalam Muhammad (2009) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Zelko dan Dance dalam Muhammad (2009) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling bergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

Konsep Kunci Komunikasi Organisasi

Goldhaber dalam Muhammad (2009) memberikan definisi komunikasi organisasi berikut: “organization communications is the process of creating and exanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”. Atau dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satusama lain untuk mengatasi lingkungan yang tak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Definisi ini mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, linkungan, dan ketidakpastian.

(1) Proses

Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan salin menukar pesan diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses.

(2) Pesan

(23)

disebarluaskan dengan menggunakan metode “hardware” untuk dapat berfungsi tergantung kepada alat-alat elektronik dan “power”. Sebaliknya pesan yang menggunakan metode “software” tergantung kepada kemampuan dan skil dari

individu terutama dalam berpikir menulis, berbicara dan mendengar agar dapat berkomunikasi satu sama lain.

(3) Jaringan

Organisasi terdiri dari satu seri orang yang tiap-tiap darinya memiliki posisi kedudukan atau peranan tertentu dalam organisasi. Pertukaran pesan dari sesamanya orang-orang ini terjadi melewati satu set jalan kecil yang hal ini dinamakan jaringan komunikasi. Hakikat dan luas dari jaringan ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: hubungan peranan, arah, dan arus pesan, hakikat seri dari arus pesan, dan isi dari pesan.

Organisasi terdiri darisatu seri orang yang tiap-tiapnya menduduki posisi atau peranan tertentu dalam organisasi. Ciptaan dan pertukaran pesan dari orang-orang ini sesamanya terjadi melewati suatu set jalan kecil yang dinamakan jaringan komunikasi. Peran tingkah laku dalam suatu organisasi menentukan siapa yang menduduki posisi atau pekerjaan tertentu baik dinyatakan secara formal maupun tidak formal. Faktor kedua yang mempengaruhi hakekat dan luas jaringan komunikasi adalah arah dari jaringan. Secara tradisional ada tiga klasifikasi arah jaringan komunikasi ini yaitu: komunikasi kepada bawahan, kounikasi kepada atasan dan komunikasi horizontal. Faktor terakhir yang mempengaruhi jaringan komunikasi adalah proses serial dari pesan. Proses serial ini adalah suatu istilah komunikasi yang maksudnya selangkah demi selangkah atau dari orang kepada orang lain.

(4) Keadaan saling tergantung

Sifat dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu bagian dalam organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan bahkan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasi. Begitu juga halnya dengan jaringan komunikasi dalam suatu organisasi saling melengkapi. Implikasinya bila suatu pimpinan membuat keputusan dia harus memperhitungkan implikasi keputusan itu terhadap organisasinya secara menyeluruh. Keadaan yang saling tergantung satu bagian dengan bagian lainnya. Hal ini telah menjadi sifat dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu bagian dan organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasi. Begitu juga halnya dengan jaringan komunikasi dalam suatu organisasi saling melengkapi.

(5) Hubungan

Hubungan manusia dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku komunikasi dari orang yang terlibat dalam suatu hubungan perlu dipelajari. Hubungan manusia dalam organisasi berkisar mulai dari yang sederhana yaitu hubungan di antara dua orang (dyadic) sampai kepada hubungan yang kompleks,

(24)

dipelajari. Hubungan manusia dalam organisasi berkisar mulai dari yang sederhana yaitu: hubungan di antara dua orang atau dyadic sampai kepada

hubungan yang kompleks, yaitu hubungan dalam kelompok-kelompok kecil, maupun besar, dalam organisasi. Thayer membedakan hubungan ini menjadi hubungan yang bersifat individual, kelompok dan hubungan organisasi. Lain halnya dengan Pace dan Boren mereka menggunakan istilah hubungan interpesonal terhadap komunikasi yang terjadi dalam hubungan tatap muka. Dia membedakan empat macam komunikasi yaitu komunikasi dyadic (antara 2 orang),

komunikasi serial yaitu komunikasi dyadic yang diperluas berupa satu seri,

komunikasi kelompok kecil yaitu komunikasi antara 3-12 orang dan komunikasi “audiance” atau komunikasi kelompok besar yang terdiri dari 13 orang lebih.

(6) Lingkungan

Lingkungan adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dapat dibedakan atas lingkungan internal dan eksternal. Komunikasi organisasi terutama berkenaan dengan transaksi yang terjadi dalam lingkungan internal organisasi yang terdiri dari organisasi dan kulturnya, dan antara organisasi itu dengan lingkungan eksternalnya. Yang dimaksud dengan kultur organisasi adalah pola kepercayaan dan harapan dari anggota organisasi yang menghasilkan norma-norma yang membentuk tingkah-laku individu dan kelompok dalam organisasi.

Organisasi sebagai suatu sistem terbuka harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Karena lingkungan berubah-ubah, maka organisasi memerlukan informasi baru. Informasi baru ini harus dapat mengatasi perubahan dalam lingkungan dengan menciptakan dan pertukaran pesan baik secara internal dalam unit-unit yang relevan maupun terhadap kepentingan umum secara eksternal.

(7) Ketidak pastian

Ketidak pastian adalah perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi faktor ketidak pastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggota, melakukan suatu penelitian, pengembangan organisasi, dan menghadapi tugas-tugas yang komplek dengan integrasi yang tinggi. Ketidak pastian dalam suatu organisasi juga disebabkan oleh terlalu banyaknya infomasi yang diterima dari pada sesungguhnya diperlukan untuk menghadapi lingkungan mereka. Salah satu urusan utama dari komunikasi organisasi adalah menentukan dengan tepat beberapa banyaknya informasi yang diperkukan untuk mengurangi ketidak pastian tanpa informasi yang berlebih-lebihan. Jadi ketidak pastian dapat disebabkan oleh terlalu sedikit informasi yang diperlukan dan juga karena terlalu banyak yang diterima.

Karakteristik Komunikasi Organisasi

(25)

dalam organisasi: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, surat-surat resmi. Menurut Suranto (2005) bahwa komunikasi formal merupakan proses penyampaian informasi secara resmi, sehingga penanganannya juga dilakukan secara resmi, dan masing-masing pegawai yang terlibat proses komunikasi itu berperan sesuai dengan jabatan dan kewenangannya. Komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya tidak pada organisasinya sendiri, tetapi lebih pada para anggotanya secara individual.

Menurut Suranto (2005) bahwa komunikasi informal adalah proses penyampaian informasi secara tidak resmi, sehingga penanganannya juga dilakukan secara tidak resmi, dan tidak terikat secara kaku dengan pertimbangan protokoler dan birokrasi. Tiap organisasi, termasuk organisasi pemerintahan telah memiliki standar model dan budaya organisasi sendiri, tetapi organisasi yang mampu menempatkan dan menelisik seperti apa budaya organisasi yang dijalankan pastilah akan memperoleh dukungan, dan bahkan penghargaan yang tidak boleh dianggap enteng. Artinya hanya organisasi yang berbudaya organisasi sesuai dengan harapan tidak hanya organisasinyalah yang bisa memberi inspirasi kepada masyarakatnya, dan pemimpinnya juga atau kepala pemerintahannya akan menjadi sosok yang berkharisma sekaligus menjadi inspirasi bagi masyarakatnya (Kausar 2013).

Kepemimpinan

Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan suatu proses

mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki.

(26)

Struktur Organisasi

Membentuk suatu organisasi, seharusnya dibuat pula struktur organisasinya. Begitu pula kalau ingin mengenal atau mengetahui gambaran suatu organisasi maka ditinjau dan dipelajari struktur organisasinya. Mempelajari struktur organisasi dapat mengetahui kemungkinan kegiatan-kegiatan apa yang ada dalam suatu organisasi, karena didalam suatu organisasi tergambar bagian-bagian (departemen) yang ada, nama dan posisi setiap manajer, di mana garis penghubung di dalamnya menunjukkan siapa atau bagian atau bertanggung jawab kepada siapa atau bagian apa. Struktur merupakan cara organisasi mengatur sumber daya manusia bagi kegiatan-kegiatan ke arah tujuan (Gammahendra et al

2014). Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Sebuah struktur organisasi mempunyai tiga komponen dimensi: kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi (Robbins 1994). Setiap organisasi mempunyai struktur yang berperan sebagai pedoman yang mengatur gerak dari organisasi tersebut. Makin besar suatu organisasi, maka akan semakin rumit struktur yang ada dalam organisasi. Struktur organisasi akan sangat mempengaruhi perilaku anggota, komunikasi antara anggota dengan pengurus, antara pengurus dengan pengurus, antara anggota dengan anggota. Struktur akan memformalkan aliran informasi dalam suatu organisasi, sehingga ke arah mana informasi itu harus disampaikan dan oleh siapa (Gutama 2010).

Budaya Organisasi

Masyarakat modern, individu akan masuk dalam organisasi yang akan memenuhi sebagian dari kebutuhannya. Organisasi akan dilihat sebagai suatu kelompok manusia yang mempunyai tujuan bersama yang hendak dicapai. Untuk menyamakan gerak langkah anggota organisasi dan layaknya suatu kehidupan bersama, diperlukan adanya nilai dan norma yang dipahami bersama oleh anggota organisasi. Norma dan nilai dalam organisasi akan diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku anggota dalam organisasi. Berdasar pada nilai dan norma pengurus akan dapat memotivasi anggota untuk melakukan sesuatu tindakan yang berguna bagi kemajuan organisasi, dengan singkat dapat dikatakan dalam organisasi ada budaya organisasi. Dalam budaya organisasi, pengurus mempunyai tugas untuk memotivasi, mengkoordinir, mengkomunikasikan, mengendalikan agar anggota mempunyai kesepakatan untuk mendukung kehidupan organisasinya. Kesepakatan anggota itu ditunjukkan dalam perilaku anggota organisasi sebagai suatu kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pengurus organisasi bertugas untuk mencari terobosan-terobosan baru untuk kemajuan organisasi. Ide-ide baru itu dikomunikasikan dengan anggota, sehingga anggota mempunyai pengenalan akan ide-ide baru tersebut (Gutama 2010).

Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi

(27)

pesan kepada komunikan. Komunikator hanya menyampaikan pesan dan memilih media supaya pesan dapat diterima oleh komunikan, tanpa harus memperhitungkan bagaimana kelanjutan dari pesan yang disampaikan. Budaya organisasi mengutamakan inovasi dan kretivitas anggota. Komunikasi yang bersifat “top-down” hanya memberikan instruksi-instruksi yang memerlukan

pengembangan lebih lanjut, sedangkan para pengurus hanya melakukan apa yang digariskan oleh atasannya. Ini dikarenakan budaya hirarkhi organisasi yang membelenggu anggota untuk tidak berkreasi. Budaya organisasi yang dipadukan dengan komunikasi organisasi akan menimbulkan rasa keterlibatan anggota dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi (Gutama 2010). Hal-hal yang harus diperhatikan ketika menyusun strategi komunikasi adalah dengan merperhatikan segala kelebihan dan kekurangan yang melekat pada komponen-komponen komunikasi tersebut, yaitu

1) Komunikator

Komunikasi antar manusia, komunikator tidak bisa lepas dari proses komunikasi. Disini peran yang dilakukan adalah sebagai pengirim simbol, lambang, bahasa, informasi apapun. Syarat komunikasi efektif bagi seseorang komunikator adalah mempunyai kredibilitas, keterampilan berkomunikasi, personality (kepribadian) dan kemampuan komunikator memperhitungkan harapan komunikan. Indikator yang paling penting dalam komunikator adalah kredibilitas yaitu menyangkut kepercayaan dan keahlian Rahmat (2005). Kepercayaan dan keahlian yang di maksud adalah dari aspek keilmuan dan pengetahuan sesuai dengan apa yang akan disampaikan. Seorang komunikator yang kredibel harus memiliki beberapa ciri yaitu memiliki energi tinggi dan toleransi terhadap tekanan, rasa percaya diri, kendali internal, kestabilan dan kematangan emosional, integritas pribadi, motivasi kekuasaan dan orientasi kepada keberhasilan.

2) Materi atau Pesan

Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunkasi atau melalui media telekomunikasi, isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Adapun sesuatu yang dimaksud dengan pesan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim atau komunikator kepada penerima atau komunikan. Syarat komunikasi efektif bagi sebuah pesan adalah menarik, dapat memperoleh kebutuhan individual (personal needs) pada komunikan, cara memperoleh dapat

(28)

Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

3) Media atau Saluran

Setiap komunikasi merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti antar individu dan pada umumnya bersifat timbal balik dan selalu berbentuk lisan, tulisan, dan audio visual. Dalam komunikasi antar pribadi panca indera dianggap sebagai media komunikasi, sedangkan dalam komunikasi massa media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Menurut Suranto (2005) Media adalah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Macam media, meliputi media cetak, audio, audio visual.

Kinerja

Kinerja merupakan pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk

output. Penekanan kinerja dapat bersifat jangka pendek maupun jangka panjang,

dapat pada tingkatan individu, kelompok ataupun organisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan dalam Mujiburrahmad (2014) yang menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing ke arah pencapaian tujuan yang ditetapkan. Kinerja juga merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur (Brahmasari dan Suprayetno 2008).

Dwiyanto (2002) mengemukakan ukuran dari tingkat kinerja suatu organisasi publik secara lengkap sebagai berikut :

1) Produktivitas

Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antar

input dan output. Konsep produktivitas ini kemudian dirasakan terlalu sempit dan General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan suatu ukuran

produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang didapatkan yang harapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2) Orientasi layanan kepada pelanggan

Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. 3) Responsivitas

(29)

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

4) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Kinerja organisasi publik tidak hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target, tetapi juga harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Pembangunan

Pembangunan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang tidak pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai perbaikan mutu hidup, dalam situasi lingkungan kehidupan yang yang juga terus menerus mengalami perubahan-perubahan (Mardikanto 2010). Pembangunan merupakan satu daya upaya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, dari satu keadaan yang kurang baik, dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Pembangunan yang mengarah pada satu perubahan dan perbaikan ke arah yang akan datang adalah pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat (Hermansyah 2015).

Perencanaan Komunikasi Pembangunan

Komunikasi pembangunan senantiasa memerlukan perencanaan komunikasi yang baik, dengan perencanaan komunikasi akan menentukan efektivitas keberhasilan pembangunan atau dapat dikatakan dengan perencanaan dapat memberikan peta jalan yang terarah. Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-msing ”Planning is nothing but planning is eveything” rencana tidak ada apa-apanya, tetapi dengan perencanaan adalah

segalanya. Pada kalimat tersebut ditekankan bahwa perencanaan komunikasi menduduki peran yang menentukan sebagai suatu proses menyeluruh. Beberapa ahli komunikasi massa mensinyalir bahwa meskipun pelaksanaan pembangunan perdesaan telah dirancang dan dipersiapkan sedemikian rupa, hal itu tidak menjamin akan dilaksanakan dan berhasil dengan baik apabila tidak didukung dengan komunikasi yang efektif (Depari 1995).

(30)

penerapan perencanaan selalu membutuhan tahapan sehingga dapat mencapai sasaran yang dituju. Berikut ini tahapan-tahapan perencanaan komunikasi:

1. Pemilihan komunikan, komunikator yang dilakukan secara tepat. 2. Penyusunan pesan (isi pesan), harus menggunakan etika yang sesuai

dengan norma-norma.

3. Menggunakan media/saluran yang tepat dalam penyampaian pesan. 4. Frekuensi harus sesuai dengan intensitas yang diharapkan.

5. Memilih Waktu, tempat, dan penemuan cara yang terbaik serta lokasi yang tepat.

Konsep Implementasi Kebijakan

Edward dalam Parson (2011) mengemukakan Implementasi merupakan salah satu tahap dari keseluruhan proses kebijakan publik mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Implementasi juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan, implementasi dipandang sebagai kaitan antara tujuan dan hasil-hasil kegiatan pemerintah. Nugroho (2013), implementasi kebijakan adalah penerapan kebijkan publik, dimana strategi-strategi suatu kebijakan publik yang sudah dirumuskan, dikelola untuk diterapkan atau dilaksanakan. Parson (2011) menjelaskan bahwa organisasi yang menganggap kebijakan sebagai sesuatu yang dibuat dan diimplementasikan dalam situasi interaksi manusia, bukan sebagai mesin atau sistem, lebih menitikberatkan pada sifat interaksi tersebut. Implementasi yang efektif adalah sebuah kondisi yang dapat dibangun dari pengetahuan dan pengalaman dari orang-orang yang ada di garis depan pemberi layanan. Fokus utama dari studi implementasi adalah persoalan tentang bagaimana organisasi berperilaku atau bagaimana orang berperilaku dalam organisasi.

Keberhasilan imnplementasi kebijakan atau program juga dapat dikaji berdasarkan proses implementasi (perspektif proses) dan hasil yang dicapai (perspektif hasil). Pada perspektif proses, program pernerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain tata cara atau prosedur pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Pada perspektif hasil, program dinilai berhasil rnanakala programnya membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya. Dengan kata lain, implementasi kebijakan dapat dianggap berhasil ketika telah nampak konsistensi antara proses yang dilalui dengan hasil yang dicapai (Akib 2010). Hal yang paling dominan dalam implementasi kebijakan adalah konsistensi sikap implementor sejak perencanaan sampai dengan pengawasan mulai tingkat pimpinan puncak sampai pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan sesuai dengan tujuan kebijakan (Kurniasih et al.

2013).

Model Implementasi Kebijakan George C.Edward III

Model implementasi kebijakan yang berspektif top-down yang

(31)

menyatakan bahwa dalam pendekatan teori ini terdapat empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi suatu kebijakan, yaitu : (1) Komunikasi; (2) Sumberdaya; (3) Disposisi; dan (4) Struktur birokrasi.

(1) Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementastor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu:

(a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian

(misscommunication).

(b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureuarats) haruslah jelas dan tidak

membingungkan (tidak ambigu/mendua) ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu mengahalangi impelementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

(c) Konsistensi; perintah yang diberikan dalam melaksanakan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas untuk diterapkan atau dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

(2) Sumberdaya

Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu :

(a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompoten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

(32)

pemerintah yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

(3) Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut Goerge C.Edward III yaitu:

(a) Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan apabila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan.

(b) Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interst) atau organisasi.

(4) Struktur birokrasi

(33)

harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan :

(a) Standar Operating Prosedures (SOP); adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/ administrator/ birokrat) untuk melaksanakankegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan. (b) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan

atau aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit kerja.

Desa

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (UU no 6 tahun 2014). Soemantri dalam

Ellia (2015) menyatakan bahwa Desa memilki organisasi pemerintahan sendiri yaitu, Pemerintahan Desa yang dilakukan oleh kepala desa beserta perangkat desa dan badan permusyawaratan desa. Kepala desa sebagai pimpinan penyelenggara pemerintah desa yang dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa yang terdiri dari sekretaris desa, Pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan, yang mempunyai tugas membantu kepala desa dan bertanggungjawab kepada kepala desa dan badan permusyawaratan desa yang merupakan lembaga perwakilan di desa.

Pemerintahan desa di Aceh disebut Gampong. Gampong merupakan

struktur masyarakat di Aceh yang terkecil yang berada di bawah Mukim. Penyelenggaraan pemerintah gampong merupakan hal yang sangat mendasar

sebagai cerminan dari adat yang berlaku di Aceh. Gampong atau nama lain,

adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah Mukim atau nama lain yang menempati

wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Geuchik atau nama lain dan berhak

menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Tuha Peuet Gampong atau

nama lain, adalah Badan Perwakilan Gampong yang terdiri dari unsur ulama,

tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai yang ada di Gampong (Qanun

nomor 5 tahun 2003).

Di Provinsi Aceh, kedudukan BPD disebut dengan Badan Perwakilan Gampong (BPG). Tuha Peuet dapat disebut sebagai Legeslatif Gampong atau DPR Gampong) yang memiliki kedudukan sejajar dan mitra kerja Pemerintahan Gampong (Eksekutif). Dalam Qanun Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong, Badan Perwakilan Gampong (BPG) mempunyai tugas melaksanakan fungsi legislasi, membahas/

merumuskan dan memberikan persetujuan terhadap Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (RAPBG/APBdes).

(34)

kemampuan personal dan mencari sumber-sumber keuangan potensial. Persiapan personal dalam pemerintahan desa antara lain meliputi :

(1) Penataan struktur pemerintahan desa sesuai karakteristik masing-masing desa.

(2) Kemampuan akunting (accounting) perangkat desa. (3) Akuntabilitas pelaporan keuangan.

(4) Meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang terkait dengan pemerintahan desa.

(5) Mempersiapkan pembangunan desa yang cermat, termasuk di dalamnya keseluruhan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

(6) Menyusun dan membenahi Sistem Informasi Desa yang meliputi informasi kependudukan dan sosial, neraca sumberdaya, kondisi geografis dan topografi desa, informasi tentang aktivitas ekonomi, pasar, dan unit usaha masyarakat, serta keterkaitan interregional.

Proses kompetensi yang dijalankan sebaiknya berwujud pelatihan atau pendidikan yang terfokus pada penguatan kemampuan perangkat desa dalam merancang blue print pembangunan secara berkelanjutan. Selain itu pelatihan

pengelolaan dan pelaporan mengenai keuangan perlu dilakukan supaya pencapaian hasil dari alokasi dana tersebut tidak salah sasaran. Hal ini juga untuk mengantisipasi ancaman jeratan hukum tindak pidana bagi perangkat desa yang tidak paham tentang pengelolaan dan pelaporan tentang keuangan.

Pembangunan Desa

Pembangunan desa atau rural development merupakan pembangunan yang

mengusahakan pembangunan masyarakat sekaligus lingkungan hidupnya. Pembangunan desa bukan saja berfokus pada lingkungan hidup masyarakat desa, tetapi dalam pengertian yang lebih luas yaitu pembangunan pada kualitas hidup masyarakat yang diterapkan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat desa. Pemerintah Desa sebagai wadah dalam menampung dan merealisasikan segala aspirasi masyarakat di desa, baik yang sifatnya keinginan maupun yang menjadi kebutuhan. Kemudian kewajiban dari pemerintah desa itu sendiri adalah menindak lanjuti aspirasi masyarakat, tentunya dalam menindaklanjuti sebuah aspirasi itu adalah dengan menentukan skala prioritas karena tidak semua aspirasi bisa dimasukkan ke dalam program khususnya dalam pembangunan infrastruktur (Rosalina 2013).

Pemerintahan

(35)

pembantunya (Perangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.

Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintah desa, menurut Nurcholis (2011) pemerintah mempunyai tugas pokok:

1)Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan membina masyarakat.

2)Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Dari tugas pokok tersebut lahirlah fungsi pemerintah desa yang berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Rivai (2004) fungsi pemerintah desa merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok masyarakat. Adapun fungsi pemerintah desa secara operasional dapat dibedakan dalam fungsi pokok, yaitu sebagai berikut:

(a) Fungsi Instruktif, fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemerintah sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana pemerintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.

(b) Fungsi Konsultatif, fungsi ini digunakan sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan sebagai usaha untuk menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan mungkin perlu konsultasi dengan masayarakat-masyarakat yang di pimpinnya.

(c) Fungsi Partisipasi, dalam menjalankan fungsi ini pemerintah desa berusaha mengaktifkan masyarakatnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

(d) Fungsi Delegasi, fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan pemerintah. Fungsi delegasi ini pada dasarnya berarti kepercayaan.

(e) Fungsi Pengendalian, fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengantar aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam. Koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal dalam melaksanakan fungsi pengendalian pemimpin dapat mewujudkannya melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. Dalam suatu masyarakat yang sederhana sekalipun, dalam keadaan mana tujuan yang hendak dicapai masih sederhana dan kebutuhan yang hendak dicapai tidak rumit, kerjasama dengan orang lain sudah dirasakan pentingnya. Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintah desa, menurut Nurcholis (2011) pemerintah mempunyai tugas pokok:

(a) Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan membina masyarakat.

(36)

pemerintah desa yang berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi pemerintah desa merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok masyarakat (Rivai 2004).

Adapun fungsi pemerintah desa secara operasional dapat dibedakan dalam fungsi pokok, yaitu sebagai berikut:

(a) Fungsi Instruktif, fungsi ini bersifat komunikasi satu arah.

(b) Fungsi Konsultatif, fungsi ini digunakan sebagai komunikasi dua arah. (c) Fungsi Partisipasi, Dalam menjalankan fungsi ini pemerintah desa

berusaha mengaktifkan masyarakatnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.

(d) Fungsi Delegasi, fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan pemerintah. Fungsi delegasi ini pada dasarnya berarti kepercayaan.

(e) Fungsi Pengendalian, fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengantar aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam.

Karakteristik Komunikasi Pemerintahan

Komunikasi pemerintahan merupakan penggabungan dua makna kata yaitu komunikasi dan pemerintahan. Menurut Hasan (2005) bahwa komunikasi pemerintahan adalah penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemerintah diasumsikan sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan, namun dalam suasana tertentu bisa sebaliknya masyarakat berada pada posisi sebagai penyampai ide atau gagasan dan pemerintah berada pada posisi mencermati apa yang diinginkan masyarakat. Menurut Suranto (2005) bahwa cara berkomunikasi terdiri dari komunikasi informatif, persuasif, instruktif atau koersif dan hubungan manusiawi. Komunikasi informatif adalah cara komunikasi dengan menyampaikan pesan secara berulang-ulang untuk memberikan atau menyebarkan informasi kepada komunikan. Komunkasi persuasif adalah komunikasi yang dilakukan dengan cara halus dan membujuk komunikan (atasan langsung/bawahan langsung/rekan kerja/sejajar). Komunikasi instruktif atau koersif adalah komunikasi yang dilakukan dengan cara pemaksaan dan sanksi dari komunikator kepada komunikan (atasan kepada bawahan atau sebaliknya). Hubungan manusiawi adalah komunikasi yang dilakukan dengan cara memperhatikan nilai-nilai etis atau norma untuk menciptakan suasana atau iklim komunikasi yang manusiawi.

Karakteristik Individu

Gambar

Tabel 1 Variabel, indikator, definisi operasional, dan kategori
Tabel 2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik individu
Tabel 3 Jumlah dan persentase karakteristik organisasi pemerintahan desa
Tabel 4 Jumlah dan persentase komunikasi organisasi pemerintahan desa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan harga pokok produksi dengan metode activity based costing, kemudian analisis sensitivitas bahan baku bulu dan

Menurut hemat penulis, definisi yang tepat untuk menggambarkan feno- menologi agama adalah sebagai sebuah metode yang menyesuaikan prosedur- prosedur epoché

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk meningkatkan pemahaman konsep sains anak sebelum dan sesudah diberikannya kegiatan yang berhubungan dengan sains melalui model

Bagi segenap umat manusia Allah SWT telah menetapkan agama yang satu dan sama dan kepada mereka pun diutus beberapa orang Nabi dan Rasul secara berturut-turut untuk

Kondisi penanganan turunnya minat dan motivasi pada tingkat usia dewasa memang bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan sebab pada usia tersebut siwa sudah dapat

Tujuan dari penelitian rril irrLrl:rh mempelajari ekstraksi dan purifikasi parsial enzim S,-pDE dari kecambah. krrr:irrr<;

Hasil penelitian (1) atribut yang mendasari butir soal pada matematika ada 47 atribut, meliputi 4 atribut isi, 36 atribut proses, dan 7 atribut keterampilan, (2)

Usaha tani tanaman tahunan merupakan suatu model pendayagunaan lahan secara permanen dengan meman- faatkan lahan secara optimal melalui kombinasi tanaman tahunan dengan