• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEMIOTIKA KEPEMIMPINAN PRESIDEN JOKOWI PADA ILUSTRASI SAMPUL MAJALAH GATRA TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS SEMIOTIKA KEPEMIMPINAN PRESIDEN JOKOWI PADA ILUSTRASI SAMPUL MAJALAH GATRA TAHUN 2015"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Ahmad Faathir NIM: 1112051100032

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil kaya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salahsatu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, September 2016

(5)

iv

ABSTRAK

Ahmad Faathir

ANALISIS SEMIOTIKA KEPEMIMPINAN PRESIDEN JOKOWI PADA ILUSTRASI SAMPUL MAJALAH GATRA TAHUN 2015

Tahun 2015 merupakan tahun pertama masa jabatan Presiden Jokowi sejak dilantik pada Oktober 2014. Berbagai permasalahan dialami oleh Jokowi pada masa awal pemerintahannya. Mulai dari kabinet kerja, kisruh KPK dengan Polri serta pelambatan pertumbuhan ekonomi negara. Dengan berbagai permasalahan tersebut Jokowi menjadi sorotan diberbagai media nasional maupun internasional, tak terkecuali majalah mingguan Gatra yang kerap menampilkan ilustrasi sampul majalah dengan nyentrik bahkan menyindir dengan khasnya. Seorang pemimpin layaknya terlihat gagah karena memiliki kekuasaan tertinggi, namun pada beberapa sampul majalah Gatra sosok seorang Presiden Jokowi digambarkan tidak seperti seorang pemimpin seperti selayaknya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian menggunakan kajian semiotika Charles Sanders Pierce. Pada hasil temuan, terdapat delapan ilustrasi sampul majalah yang menampilkan sosok seorang Presiden Jokowi dengan berbagai macam tema yang diangkat. Gambarkan bagaimana representasi seorang Presiden sebagai pemimpin negara dalam sampul dan isi pemberitaannya. Peneliti merumuskan pertanyaan yakni: bagaimana representasi Presiden Jokowi yang terdapat pada ilustrasi sampul majalah Gatra pada tahun 2015 ?

Melihat konteks penelitian, tinjauan teoritis yang digunakan adalah semiotika menurut Charles Sanders Pierce, yaitu dengan teori segitiga maknanya atau triangle meaning. Peirce melihat makna atas sign atau tanda (ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Ikon merupakan tanda yang dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengar, dan seterusnya dalam ikon). Indeks merupakan tanda yang dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan, sedangkan simbol merupakan tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik yang bersifat kualitatif model deskriptif. Data yang didapatkan adalah ilustrasi sampul majalah Gatra selama tahun 2015 yang menampilkan Presiden Jokowi. Juga ditambah dengan observasi buku dan dokumentasi.

Setelah melihat delapan ilustrasi sampul majalah yang diteliti, maka kesimpulannya, kepimpinan Presiden Jokowi pada ilustrasi sampul Majalah Gatra adalah sebagai pemimpin yang bekerja keras dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai presiden. Hal ini terlihat dari setiap edisi majalah Gatra yang menampilkan sosok Jokowi dengan berbagai macam perihal pekerjaannya sebagai presiden.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarukatuh

Alhamdulilahirobbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan hanya

kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia yang begitu banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan banyak pencerahan kepada umatnya, dari zaman penuh ilmu seperti yang kita rasakan sekarang.

Alhamdulilah peneliti telah menyelesaikan skrispsi sebagai tugas akhir pendidikan Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, penelitian skripsi in tidak akan selesai, untuk itu pada kesempatan kali ini peneliti ingin menyampaikan kata terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed Ph.D., M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag., serta wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si serta Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musrifah Nurlaily, MA yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membnatunya menyelsaikan kuliah.

(7)

vi

sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Terima kasih atas bimbingan, ilmu, dan pencerahan yang telah Bapak berikan selama mengerjakan skripsi. 4. Dosen Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji

skripsi ini, yaitu Drs. Jumroni, M.Si dan H. Zakaria, MA.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya tidak dapat penulis sebukan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan dedikasi yang diberikan kepada peneliti.

6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Yang paling spesial teruntuk kedua orang tua peneliti, Ibunda Mardiana Maulani, dan Ayahanda Fathi, serta Kakak Achmad Furqon, yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan dukungan dan semangat, yang takhenti-hentinya memberikan doa yang tulus ikhlas dalam setiap waktu sehingga akhirnya skripsi ini selesai.

8. Segenap teman terdekat peneliti, Grup Penuh Berkah, Lukman Hakim, Anisa Indriani, Dwinda Nur Oceani, Annisa Rahmah, Rizky Ananda, dan Indah Permata Sari, terima kasih telah memberikan semangat dan perhatian yang penuh terhadap peneliti, semoga kalian selalu diiringi keberkahan, aamiin.

(8)

vii

10.Teman-teman KKN Sigma, terkhusus Lilik Nur Cholilah, dan Achmad Syahri, terima kasih telah berbagi tentang pelajaran hidup saat KKN. 11.Orang paling dekat peneliti, Fiany Intan Vandini, yang selalu memberi

semangat dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini selesai, terima kasih. 12.Teman-teman Jurnalistik A dan B angkatan 2012, terimakasih waktu yang

telah kita habiskan bersama, semoga bermanfaat dan sukses masing-masing. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung, mendoakan dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun skripsi ini, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi masih banyak kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan sehingga skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh

Ciputat, September 2016

(9)

viii

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah... 13

1. Majalah... 13

2. Sampul Majalah... 15

B. Teori Semiotika... 19

C. Semiotika Charles Sanders Pierce... 20

D. Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam... 31

1. Teori Kepemimpinan... 31

(10)

ix

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Gatra... 43 B. Visi dan Misi Majalah Gatra... 45 C. Realitas Kepemimpinan dalam Majalah Gatra... 46

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Objek Semiotika dalam Sampul Majalah Gatra... 51 B. Hasil Temuan dalam Majalah Gatra... 54

1. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 5-11 Februari 2015... 54 2. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 19-25 Februari 2015... 62 3. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 7-13 Mei 2015... 69 4. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 14-20 Mei 2015... 76 5. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 30 April-6 Mei 2015.... ... 83 6. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 18-24 Juni 2015... 91 7. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 13-19 Agustus 2015... 98 8. Hasil Analisis Sampul Majalah Gatra

edisi 29 Oktober-4 November 2015... 104 C. Interpretasi Sampul Majalah Gatra... 111

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 121 B. Saran... 122

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Segitiga Semiotika Charles Sanders Pierce... 22

Gambar 4.1 Sampul Majalah Gatra edisi 5-11 Februari 2015... 54

Gambar 4.2 Sampul Majalah Gatra edisi 19-25 Februari 2015... 62

Gambar 4.3 Sampul Majalah Gatra edisi 7-13 Mei 2015... 69

Gambar 4.4 Sampul Majalah Gatra edisi 14-20 Mei 2015... 76

Gambar 4.5 Sampul Majalah Gatra edisi 30 April-6 Mei 2015... 83

Gambar 4.6 Sampul Majalah Gatra edisi 18-24 Juni 2015... 91

Gambar 4.7 Sampul Majalah Gatra edisi 13-19 Agustus 2015... 98

(12)

xi

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Tahun 2015, menjadi tahun yang cukup fenomenal bagi Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi. Tahun pertama menjabat sebagai Prresiden Republik Indonesia sejak dilantik Oktober 2014. Berbagai permasalahan telah dilalui pada tahun 2015, mulai dari masalah kabinet kerja, kisruh KPK dan Kapolri, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan lainnya. Pada tahun pertama menjabatnya Jokowi sebagai Pemimpin negara, Jokowi menjadi sorotan di berbagai media nasional, tak ketinggalan majalah Gatra.

Majalah Gatra dengan gaya dan khasnya yang tersendiri menggambarkan seorang pemimpin negara pada sampul majalah dengan ilustrasi desain yang menarik bahkan kerap sedikit menyindir sosok Jokowi sebagai seorang pemimpin negara. Dalam suatu pengertian pemimpin, Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya.1

Dalam beberapa terbitan majalah Gatra tahun 2015, sosok seorang Presiden digambarkan pada sampul majalah dengan beragam, mulai dari Jokowi terlihat

(14)

sedang bermain kartu, menjadi pekerja bangunan, sampai sedang menjadi petugas kebersihan.

Majalah merupakan salah satu hasil karya jurnalistik yang berkembang sampai saat ini. Dengan perkembangan zaman, majalah seringkali menjadi bahan rujukan oleh para pembaca karena majalah dianggap lengkap yakni berisi artikel, gambar, cerita pendek, opini, ilustrasi, dan kanal lainnya yang disajikan dalam suatu terbitan majalah.

Majalah adalah media komunikasi yang menyajikan informasi secara dalam, tajam, dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama dibandingkan dengan surat kabar dan tabloid, serta menampilkan gambar/foto yang lebih banyak.2

Meski sering disamakan dengan surat kabar, namun majalah dianggap menjadi salahsatu bahan bacaan yang dianggap berbeda karena majalah mempunyai segmentasi yang beragam dibandingkan surat kabar, majalah tersebut disajikan untuk khalayak tertentu seperti olahraga, kuliner, wanita, anak-anak, dan lainnya.

Perbedaan antara surat kabar dan adalah majalah dapat diterbitkan secara mingguan, dwi mingguan, bulanan, bahkan dwi atau triwulan, sedangkan surat kabar diterbitkan setiap hari. Namun majalah mempunyai cara dan strategi dalam menyajikan suatu berita yang ingin disuguhkan, salahsatunya majalah berita yang diterbitkan secara mingguan. Majalah berita mempunyai segmentasi umum sehingga semua bisa menikmati dan membaca majalah dengan berita-berita yang umum dan aktual.

(15)

Di Indonesia, ada banyak majalah berita yang terbit di pasaran, salahsatunya majalah Gatra, Tempo, dan Sindo. Pada setiap terbitan majalah berita, majalah berita mengangkat tema/isu yang sedang berkembang pada saat itu. Seringkali tentang isu politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Hal lain yang menjadi nilai lebih dari majalah adalah majalah mempunyai elemen visual/grafis yang banyak seperti ilustrasi, foto, tipografi, warna, dan lainnya.

Elemen ilustrasi dan foto merupakan materi umum yang sering digunakan pada sampul majalah, karena dari ilustrasi dan foto dapat menggambarkan suatu tema/isu yang sedang dibahas dalam satu terbitan majalah tersebut. Ilustrasi dan foto dapat membantu para pembaca untuk mengerti sebuah judul tentang tema/isu yang sedang dibahas, sehingga dapat mengomunikasikan sebuah pesan dengan cepat kepada para pembaca.

Sampul majalah menjadi gerbang untuk para pembaca untuk membeli suatu majalah, karena sampul menjadi halaman paling depan yang paling terlihat pada sebuah majalah. Sehingga sampul majalah harus terlihat menarik agar masyarakat tertarik untuk membeli dan membacanya. Sampul menjadi faktor penting bagi nilai jual suatu majalah, apakah majalah tersebut laku atau tidak di pasaran salahsatu faktornya dari sampul tersebut. Salahsatu majalah di Indonesia yang kerap menggunakan ilustrasi dan foto pada sampulnya adalah ajalah Gatra, majalah Gatra meruapakan salahsatu majalah yang besar di Indonesia dan diperhitungkan kalangan majalah berita yang ada di Indonesia yaitu dengan jumlah oplah sampai dengan 110.000 setiap terbitnya.

(16)

menggambarkan suatu sosok tertentu, Majalah Gatra mempunyai gaya tersendiri untuk menggambarkannya, salahsatunya sosok seorang pemimpin negara, yaitu Presiden Republik Indonesia yakni Joko Widodo.

Untuk merepsentasikan sosok seorang Presiden di sampul majalah Gatra tahun 2015 maka peneliti berusaha menjawab tersebut menggunakan pendekatan teori semiotika yakni semiotika Charles Sanders Pierce, dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdri atas sign (tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkadang dalam ilustrasi sampul majalah Gatra tahun 2015 yang menyajikan sosok seorang pemimpin, yaitu pemimpin negara Republik Indonesia yakni Joko Widodo, dan bagaimana representasi seorang Presiden yang tergambar dari ilustrasi sampul majalah Gatra tahun 2015.

Dari uraian latar belakang di atas, peneliti terterik meneliti dengan judul

Analisis Semiotika Kepemipinan Presiden Jokowi pada Ilustrasi Sampul

Majalah Gatra Tahun 2015.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

(17)

Februari 2015, 19-25 Februari 2015, 07-13 Mei 2015, 14-20 Mei 2015, 30-06 Mei 2015, 18-24 Juni 2015, 13-19 Agustus 201, dan 29-04 November 2015.

2. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti oleh peneliti, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana sign / representamen representasi presiden pada ilustrasi sampul majalah Gatra pada tahun 2015 ?

b. Bagaimana object representasi presiden pada ilustrasi sampul majalah Gatra pada tahun 2015 ?

c. Bagaimana interpretant representasi presiden pada ilustrasi sampul majalah Gatra pada tahun 2015 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum pada penelitian ini adalah memberi pengetahuan mengenai makna pemimpin dalam majalah Gatra dan untuk mengatasi salah membaca pesan dari sebuah ilustrasi sampul majalah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

(18)

b. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam penelitian media massa melalui majalah, khususnya ilustrasi sampul majalah untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi jurusan jurnalistik.

D. Tinjauan Pustaka

Peneliti belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini, Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa tinjauan pustaka yang pembahasannya mendekati apa yang diteliti oleh penulis. Beberapa diantaranya yaitu:

Representasi Suap Daging Sapi Impor Pada Sampul Majalah Tempo” karya Eko Ramanudin, “Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul

antara Majalah Gatra dan Tempo pada Tahun 2013” karya Athifa Rahmah, dan “Analisis Semiotik Korupsi terhadap Sampul Majalah Tempo pada Kasus

Simulator SIM” karya Yunus Priyonggo Kartiko.

Dengan begitu, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika Kepemimpinan Presiden Jokowi Pada Ilustrasi Sampul Majalah Gatra Tahun 2015 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

(19)

Rancangan konstruktivis melihat pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.3 Dalam hal ini, peneliti meletakkan penafsiran terhadap pemberitaan yang dikonstruksi oleh majalah Gatra berdasarkan data-data yang didapat pada sampul majalah Gatra. Data yang didapat menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan penafsiran atau konstruksi makna.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan lebih mendalam melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya. Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif memiliki relasi dengan analisis data visual dan verbal yang merefleksikan pengalaman sehari-hari.

3. Metode Penelitian

Penelitian pada kesempatan ini menggunakan metode analisis semiotika yang bersifat kualitatif deskriptif sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data, baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang serta tingkah laku yang diamati. Analisis data dari hasil pengumpulan data, merupakan tahapan yang penting dalam penyelesaian suatu kekuatan penelitian ilmiah.

Perspektif subjektif melalui metode penelitian beragam terdapat deskriptif (wawancara tak berstruktur/mendalam, pengamatan berperan

(20)

serta), analisis dokumen, studi kasus, studi kasus, studi historis-kritis, penafsiran sangat ditekankan alih-alih pengamatan objektif.4

Analisis semiotika memberi penekanan pada pencarian makna melalui relasi-relasi tanda yang ada dalam teks itu sendiri (bukan relasi teks dengan pengarangnya, pembacanya, atau konteksnya).5 Pendekatan teori semiotika yang peneliti lakukan memakai pendekatan teori semiotik Charles Sanders Pierce.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah majalah Gatra. Sedangkan objek pada penelitian ini adalah beberapa ilustrasi dari sampul majalah Gatra tahun 2015 yang menyajikan sosok Presiden Republik Indonesia. Berdasarkan pengamatan peneliti, selama tahun 2015 ada delapan edisi di majalah Gatra yang menyajikan sosok seorang Presiden. Berikut adalah judul pada ilustrasi sampul majalah Gatra yang akan diteliti:

a. Memperkuat Ekonomi Rakyat (Edisi 5-11 Februari 2015) b. Ujung Dilema Jokowi (Edisi 19-25 Februari 2015) c. Titian Terjal Semseter Awal (Edisi 7-13 Mei 2015)

d. Reshuffle... Reshuffle... Reshuffle... (Edisi 14-20 Mei 2015) e. Lembaga Donor Sudah Usang (Edisi 30-6 Mei 2015)

f. Jalan Tol Jalan Kemakmuran (Edisi 18-24 Juni 2015) g. Kerja Inovatif Layanan Publik (Edisi 13-19 Agustus 2015)

4 Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet ke-4, 2004), h.148.

(21)

h. Kerja Belum Selesai Belum Apa-Apa (Edisi 29-4 November 2015)

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan semiotika model Charles Sanders Pierce. Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik, gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan.6 Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut.7

Dalam ilmu tanda, untuk menelaah dan menemukan makna tanda yang ada dalam gambar sampul Majalah Gatra dapat dilakukan penelaahan melalui pembagian klasifikasi dari sign, object, dan interpretant yang ada dalam sampul tersebut. Dengan klasifikasi dari sign yaitu qualisign, sinsign, dan legisign, akan diketahui kualitas pada tanda, eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, dan norma yang dikandung oleh tanda. Dari klasifikasi object yaitu icon, index, dan symbol, dapat diketahui makna hubungan antara tanda dan objek, hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau sebab akibat, dan tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, dan tanda yang

(22)

menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandannya, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Dan berdasarkan klasifikasi interpretant yaitu rheme, dicent sign, dan argument, dapat diketahui penafsiran makna tanda sesuai pilihan, kenyataan tanda dan alasan tentang sesuatu yang ada pada tanda. Sebuah makna dari tanda-tanda dalam sampul Majalah Gatra akan dapat diketahui jika ketiga klasifikasi dari sign, object, dan interpretant sudah bisa diketahui atau diinterpretasikan kebenerannya serta dipahami apa maksud dari tanda-tanda yang ada dalam gambar tersebut.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode mengumpulkan majalah dan pengamatan secara menyeluruh dari semua sampul majalah maupun isi teks.

a. Observasi

(23)

digunakan adalah majalah Gatra tahun 2015 yang menyajikan sosok pemimpin/presiden.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di perpustakaan, internet, atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Latar belakang masalah, Batasan dan Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: TINJAUAN TEORITIS

Peran Sampul pada Majalah, Konsep Kepemimpinan dalam Pandangan Islam, dan Semiotika Charles Sanders Pierce.

BAB III: PROFIL MAJALAH GATRA

(24)

BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Objek Semiotik dalam Sampul Majalah Gatra, Hasil Temuan dalam Sampul Majalah Gatra, dan Interpretasi dalam Sampul Majalah Gatra Edisi 5-11 Februari 2015, 19-25 Februari 2015, 07-13 Mei 2015, 14-20 Mei 2015, 30-06 Mei 2015, 18-24 Juni 2015, 13-19 Agustus 2015, dan 29-04 November 2015.

BAB V: PENUTUP

(25)

13

A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah

1. Majalah

Majalah yaitu media komunikasi yang menyajikan informasi (fakta dan peristiwa) secara lebih medalam dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama. Majalah dapat diterbitkan secara mingguan dwi mingguan, bulanan, bahkan dwi/triwulanan. Majalah terdiri atas: majalah umum (untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu). Majalah dapat menjalani fungsi memberi informasi, menghibur, atau mendidik. Halaman muka (cover) dan foto dalam majalah diupayakan sebagai daya tarik.1

Sedangkan menurut Marcel Danesi dalam Pengantar memahami semiotika media, sebuah majalah adalah sekumpulan artikel atau kisah yang diterbitkan secara berkala. Di dalam sebagian besar majalah terdapat ilustrasi. Mereka menampilkan berbagai informasi, opini, dan hiburan konsumsi massa. Sebagai contoh, majalah akan meliput pelbagai peristiwa dan mode mutakhir, membahas masalah luar negeri, atau membahas cara memperbaiki alat-alat rumah tangga atau menyiapkan makanan. Beberapa majalah hanya bertujuan untuk menghibur para pembacanya dengan kisah fiksi, puisi, fotografi, kartun, atau artikel tentang siaran televisi atau bintang-bintang film; yang lain memberikan informasi dan panduan

(26)

‘profesional’ kepada orang-orang yang bekerja di bidang-bidang tertentu (dari mekanik mobil sampai praktik kedokteran).2

Sebagai salah jenis media massa, media cetak memiliki 5 (lima) orientasi yang perlu ada dalam setiap penyajian berita. Kelima orientasi media cetak adalah (1) aktualitas, yang mengacu pada keadaan yang sebenarnya; (2) publisitas, yang mengacu pada penyampaian informasi kepada publik; (3) periodesitas, yang mengacu pada konsistentsi jadwal penerbitan; (4) universalitas, yang mengacu pada keberagaman isi berita; dan (5) dokumentatif, yang mengacu pada dokumentasi konkret dan dapat didokumentasikan.3

Majalah adalah media yang paling sederhana organisasinya, relatif lebih muda mengelolanya, dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Ini karena majalah terbit secara berkala dibandingkan dengan surat kabar yang harus terbit setiap harinya. Sehingga, dari segi jumlah, orang yang terlihat dalam dalam penyajian informasi di surat kabar jauh lebih banyak dibandingkan dengan majalah.

Bila dilihat dari segi kategorisasinya, majalah terbagi menjadi majalah umum (untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu). Sebenarnya, tipe majalah ditentukan oleh sasaran khalayak yang hendak dituju, artinya redaksi sudah menentukan sebelumnya siapa yang akan menjadi sasaran pembacanya, seperti majalah untuk anak, majalah untuk remaja pria, majalah untuk gadis,

2 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.89-90.

(27)

majalah untuk wanita pekerja, majalah untuk ibu dan anak, majalah untuk pria dewasa, majalah untuk fashion, majalah untuk masak, dan masih banyak lagi.

Dominick (1999) mengklasifikasikan, majalah ke dalam lima kategori, yaitu: 1) general consumer magazines (majalah konsumen umum); 2) bussines publication (majalah bisnis); 3) literacy review and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah); 4) newsletter (majalah khusus terbitan berkala); dan 5) public relations magazines (majalah humas).4

2. Sampul Majalah

Cover atau halaman muka majalah adalah daya tarik utama sebuah majalah. Cover adalah lembaran bagian depan belakang atau sering disebut kulit buku pada media cetak. Biasanya lebih tebal daripada kertas isi, dibuat berwarna-warni, dan dirancang sedemikian rupa dengan maksud untuk menarik perhatian pembaca. Karena orang tidak membaca seluruh isinya pada saat membeli, maka peranan cover sering dianggap menampilkan citra dan karakter perusahaan bersangkutan.5

Sebuah sampul terdiri dari beberapa unsur diantaranya adalah ilustrasi gambar, fotografi, headline, topik unggulan majalah, warna dasar, log majalah, dan informasi pendukung seperti barcode dan tanggal terbit.

4 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik, (Bogor; Ghalia Indonesia, 2011), h.42-43.

5 Yohanna Amanda, Citra Perempuan dalam Sampul Majalah Popular Pada No.310

(28)

Menurut Ellen McCracken dalam buku Turning It On, A Reader in Women and media. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan sampul mencoba untuk membentuk representasi pembaca yang ideal, yang ingin disasar oleh pemasang iklan. Selain itu yang sering juga dilakukan adalah sebuah ikon yang berfungsi sebagai penanda, ataupun konotasi lain pada sebuah kasus tertentu. Tanpa terkecuali, teks verbal pada sampul yang terdiri dari nama majalah dalam huruf yang besar dan rangkaian topik utama didesain untuk menarik pembaca dengan tulisan tertentu yang ada di dalam majalah.6

McCracken juga menjelaskan tentang fungsi dari sampul majalah yaitu membaca apa yang dibangun majalah tersebut dengan meletakkan definisi awal melalui judul majalah, berita utama, dan foto atau ilustrasi. Kalimat, penekan, warna, gambar visual, gambaran tersembunyi dari karya yang dinikmati sampai pada posisi pada isi sebuah majalah. Pembaca tidak hanya melihat sebuah isi majalah dari sampulnya, tapi model interpretasi yang diberikan adalah bagian dari simbol yang ada pada sampul yang mempunyai pengaruh yang kuat. Sampul adalah hal yang paling penting dalam beriklan di dunia majalah, dan lalu melalui perannya sebagai identitas gaya, sistem semiotik, dan kerangka. Hubungan saling mempengaruhi dari fotografi, kata verbal, dan teks yang berwarna dalam tiap sampul majalah menciptakan nilai yang dimuat dalam pengertian kebudayaan tetapi bermaksud untuk menarik pengiklan dan meningkatkan penjualan. Sampul

(29)

majalah menjalankan peran sebagai pengenal aliran, sistem tanda, dan kerangka untuk meraih hasil. Setiap peran yang dimainkan sangat dekat hubungannya dengan struktur komersial dari industri majalah dan akan menjadi berbeda dengan tujuan majalah lain yaitu melakukan perubahan.7

Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau halaman 1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau lebih berita di halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu fokus utama. Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11 inci, menyebabkan fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat berita, maka halaman itu akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin berupa foto atau gambar lainnya. Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser headline tentang berita lain yang ada di dalam publikasi. Sering kali berita sampul (cover story) diletakkan di halaman tengah atau dalam beberapa halaman liputan khusus yang tidak berada di halaman awal. Pengenalan dan pengembangan berita sampul dan fokus berita sebagai feature berita adalah dua ciri terpenting yang membedakan majalah berita dengan media berita lainnya.

Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer bisa menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif.

(30)

Desainer bisa menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi lainnya. Pastikan semua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik. Bagaimanapun, sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.

Foto atau gambar lainnya harus sangat menarik. Gambar harus disunting untuk menghasilkan dampak maksimal bagi pembaca dan tidak mengandung kelemahan dalam hal ketajaman dan kontrasnya. Jika menggunakan karya seni, ia harus direproduksi dengan kualitas yang tinggi. Entah menggunakan foto atau karya seni, perlunya headline teaser dan teller. Sebuah foto orang yang beraksi juga membutuhkan caption, yang bisa dimuat di halaman 1 atau di dalam halaman sampul. Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman dalam atau bagian lain dari majalah itu.

Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto atau headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah). Headline ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan, sehingga memicu pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto-foto kecil dan grafik dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.8

Sebagai sarana komunikasi, ilustrasi gambar baik itu karikatur maupun fotografi menyimpan makna yang lebih mendalam dibandingkan tulisan. Ilustrasi merupakan pesan non-verbal yang mampu menjelaskan dan

8 Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic

(31)

memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Ilustrasi gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata sehingga cepat diterima khalayak. Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar mampu menjelaskan ribuan kata.9

Dengan pemaparan di atas, dalam mengungkap sebuah makna dibalik gambar atau ilustrasi pada sampul majalah memerlukannya analisis dengan pendekatan teori semiotika yakni semiotika Charles Sanders Pierce.

B. Teori Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).10

Semiotika adalah ilmu tanda-tanda. Studi tentang tanda dan gejala yang berhubungan dengannya. Ilmu semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bertanggung pada pengguna tanda tersebut.

9 Syarifa Larasati, Sosok Perempuan Pelaku Kejahatan Pada Sampul Majalah Detik

(Analisis Semiotika), Jurnal UNDIP, Oktober 2015.

(32)

Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.11

Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika, Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika modern. Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama semiotika modern, yang satu menggunakan konsep Pierce dan yang satu menggunakan konsep Saussure. Ketidaksamaan itu mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan yang mendasar, yaitu Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah cikal-bakal linguistik umum. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak saling mengenal satu sama lain. Pemahaman atas dua gagasan ini merupakan syarat mutlak bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tentang semiotika.

C. Semiotika Charles Sanders Peirce

Menurut Charles Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Pierce semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah

(33)

semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.12

Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik, gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggambungkan kembali ke semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah struktur. 13

Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning.

a. Tanda

Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuau yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri.acuan tanda ini disebut objek.

b. Acuan Tanda (Objek)

Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

12 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h.3.

(34)

c. Pengguna Tanda (Interpretant)

Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce pada gambar.14

Gambar 2.1

Hubungan tanda, objek, dan interpretan (Triangle of Meaning)15 Sign

Interpretant Object

Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga

(35)

makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.16

Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for

something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.

Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang besifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat

(36)

pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering tejadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.17

Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Meodel triadik Peirce (representamen + objek + interpretan = tanda) memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak terbatas

(37)

(unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir.18

Pada tahap pertama, semiosis melibatkan hubungan antara tanda dengan objek. Tahap ini untuk mengetahui bagaimana representasi sebuah objek melalui tanda. Selanjutnya pada tahap kedua, terjadi hubungan antara tanda dengan interpretan pada subjek. Representasi objek melalui tanda (dalam tahap satu) kemudian menimbulkan pemaknaan atau pemahaman di benak subjek, sehingga menimbulkan beberapa interpretasi. Dan terakhir, terjadi hubungan tanda dengan pemahaman. Pada tahap ini, beberapa interpretasi yang dilakukan oleh subjek ditampilkan sesuai dengan konteks, sehingga sebuah interpretasi kemudian muncul sesuai dengan situasi maupun keadaan di mana tanda tersebut berada.19

Model triadik Peirce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang merepresentaikan sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda). Model triadik ini diuraikan elemen-elemennya secara lebih detail sebagai berikut20:

18 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, (Jalasutra: Yogyakarta, 2003), h.266.

19 Indah Prastika, Analisis Semiotika Kritik Sosial Dalam Kartun Bung Sentil di Harian Umum Media Indonesia Edisi “Disapu Banjir”, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2013, h18.

(38)

Tabel 2.2

Kategori-kategori dan pembedaan-pembedaan trikotomis yang dibuat oleh Peirce mengenai tanda mau tidak mau merupakan pintu masuk yang terelakan bagi hampir setiap teori tanda yang muncul lebih kemudian dan menjadi sumber bagi salahsatu tradisi utama didalam semiotika. Peirce mengembangkan seluruh klasifikasinya itu berdasarkan tiga kategori universal berikut:

(39)

(unreflected feeling), semata-mata potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang terbedakan (undifferentiated quality) dan tak-tergantung.21

Dilihat dari sudut pandang representamen, Peirce membedakan tanda-tanda menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Pembedaan ini berdasarkan hakikat tanda itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau sebagai kaidah umum. Pertama, qualisign, tanda yang berkaitan dengan kualitas, walaupun pada dasarnya tanda tersebut belum dapat menjadi tanda sebelum memwujud (embodied). Tanda ini biasanya berdisi sendiri dalam artian belum dikaitkan dengan tanda lainnya. Contohnya hawa panas yang kita rasakan saat berada di dalam ruangan ketika siang hari bolong, merupakan qualisign sejauh ia hanya “terasa”, tidak atau belum direpresentasikan dengan apa pun. Kedua, sinsign, adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas-kualitasnya sehingga melibatkan sebuah atau beberapa qualisign. Sinsign pada umumnya merupakan perwujudan dari qualisign. Hawa panas yang dirasakan tadi apabila dikatakan dengan kata “panas”, maka kata tersebut

adalah sinsign. Sambil mengucapkan kata “panas”, secara spontan,

tangan kita mungkin mengibaskan tangan untuk merepresentaikan hawa panas yang kita rasakan. Maka gerakan tangan itulah yang kemudian menjadi sinsign. Ketiga, legisign adalah suatu hukum atau

(40)

kaidah yang merupakan tanda. Setiap tanda konvensional kebahasaan adalah legisign. Misalnya ungkapan ‘suatu hari yang cerah’ adalah legisign karena hanya dapat tersusun berkat adanya

tatabahasa, khususnya kaidah stuktur frase, di dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan kata benda (nomina) diletakkan mendahului kata sifat (adjekif) (N=Adj).22

b. Kekeduaan (secondness) mencakup relasi pertama dengan yang kedua. Ia merupakan kategori perbandingan (comparison), faktisitas (facticity), tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu.23

Dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan “menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan oleh Peirce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Pertama ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan. Kedua indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut

(41)

juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dan api, asap menunjukan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Ketiga, simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti apa yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang eskimo, misalnya Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung biasa.24

c. Keketigaan (thirdness) menghantar yang kedua kedalam hubungannya dengan yang ketiga. Ia adalah kategori mediasi, kebiasaan (habit), ingatan, kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis), representasi, dan tanda-tanda.25

Pembagian terakhir yakni menurut hakikat interpretannya, Pierce membedakan tanda-tanda mejadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign atau dicisign), dan argumen (argument). Pertama, remaadalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apa pun yang tidak betul dan tidak salah. Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri adalah rema, bahkan nyaris semua kata tunggal dari kelas kata apa

24 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h.16-17.

(42)

pun, entah kata kerja, kata benda, kata sifat, dan lain sebagainya adalah rema pula, kecuali kata ya dan tidak atau benar atau salah. Tanda berupa rema biasanya memunculkan beragam pilihan makna, misalnya seseorang bermata merah bisa menandakan dia sakit mata, baru bangun tidur, atau akibat menangis. Kedua, tanda disen atau dicisign adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual (a sign of fact), yang biasanya berupa ungkapan yang dapat dipercaya, disangkal, atau dibuktikan kebenarannya. Jadi tanda ini telah berupa pernyataan atau sesuatu sudah nyata maknanya. Misalnya seperti pernyataan “Tom adalah seekor kucing”. Dari pernyataan tersebut

mungkin saja salah, namun juga bisa benar jika dikaitkan dengan sebuah film kartun anak-anak. Ketiga, argumenadalah tanda hukum atau kaidah yang didasari oleh prinsip yang mengarah kepada kesimpulan tertentun yang cenderung benar. Apabila tanda disen cuma menegaskan eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya. Contoh yang paling jelas dari sebuah argumen bisa dibaca pada silogisme:

Semua kucing bermusuhan dengan tikus. Tom adalah seekor kucing.

Maka, Tom kucing bermusuhan dengan Jerry tikus.26

(43)

D. Kepemimpinan dalam Pandangan Islam

1. Teori Kepemimpinan

Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecapakan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.

Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya.27

Sedangkan menurut Thohlah Hasan pemimpin adalah orang yang mempunyai wewenang dan hak untuk mempengaruhi orang lain, sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut melalui kepemimpinannya. Sedangkan pengertian kepemimpinan dapat dibedakan antara kepemimpinan sebagai “status” dan kepemimpinan sebagai “proses sosial”. Kepemimpinan sebagai status,

merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Dan kepemimpinan sebagai proses sosial, mencakup segala tindakan yang dilakukan seseorang atau

(44)

suatu badan, yang dapat menggerakan tindakan warga masyarakat atau pengikutnya.28

2. Kepemimpinan Dalam Islam

Kepemimpinan Islam adalah pemegang prinsip-prinsip yang bersumber dari sejumlah konsep yang apabila dianggap remeh atau dilupakan maka akan sia-sia atau hilang. Sebaliknya apabila dipegang dan dijadikan acuan maka akan membawa kebaikan dan berarti da’wah telah ditegakkan

berdasarkan pada kemurnian aqidah dan akhlaq yang mulia.29

Istilah yang sering dihubungkan dengan konsep negara dan pemerintahan adalah khilafah dan imamah. Dua istilah yang terkait erat dengan persoalan kepemimpinan, pertama, imamah yang kemudian popular di kalangan syi’ah, dan kedua, khilafat yang terkenal di kalangan sunni.

Walaupun demikian, kedua konsep yang menjadi ciri khas masing-masing sunni dan syi’ah mengandung prinsip yang berbeda. Khilafat dalam perspektif sunni didasarkan pada dua rukun utama, yaitu konsensus (ijma) dan pemberian legitimasi (bai’ah). Sedangkan imamah dalam persepektif syi’ah menekankan dua rukun lain, yaitu: kekuasaan imam (wilayah) dan

kesucian imam (ismah).

Konsep imamah dan khilafah memiliki akar kata dalam al-Qur’an. Tidak lebih 12 kali dalam al-Qur’an kata-kayta imam disebutkan. Pada

28 Muhammad Tholhah Hasan, Islam & Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), h.247.

(45)

umumnya kata-kata imam menunjukan kepada bimbingan kepada kebaikan, meskipun kadang-kadang dipakai untuk seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang tidak baik, seperti:

Artinya: “Maka perangilah pemimpin-peminmpin orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.”30

Ayat yang menunjukan imam sebagai ikutan yang baik disebut dalam:

Artinya: “Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (laukh makhfudz).”31(Yasin (36): 12)

Di dalam hadis pun, istilah imam itu ada yang baik dan ada yang buruk, dan imam yang baik adalah imam yang mencintai dan mendoakan rakyatnya serta dicintai dan didoakan oleh rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya dan dibenci serta dilaknat oleh rakyatnya.

Istilah Imamah dalam bahasa Arab dan kepemimpinan dan bahasa Indonesia merupakan kata yang erat kaitannya dengan persoalan politik pemerintahan. Dalam bahasa Arab kata Imamah yang berasal dari kata

(46)

imam berarti “pemimpin”, dan “pemuka” atau orang menjadi pimpinan. Sejak awal istilah imam digunakan guna menyebut seseorang yang memimpin (amma) shalat berjamaan di antara para partisan (ma;maum). Pada saat itu, tidak sedikit pun pola pemikiran kaum muslimin tentang keterkaitan istilah imam dengan kepemimpinan negara. Namun dalam perjalanan historisnya, ketika khulafaurrasyidin memegang tampuk kepemimpinan, mereka tidak hanya berperan sebagai tokoh agama, ahli hukum dan imam shalat, tetapi juga kepala negara yang bertugas mengatur dan mengurus persoalan-persoalan pemerintahan, maka sejak itu pula gelar imam tidak lagi khusus bagi para imam shalat, tetapi juga kata imam sering dikonotasikan sebagai pemimpin kenegaraan atau presiden. Dari kenyataan historis tersebut, istilah imam kemudian sering diidentikkan dengan khalifah, sultham amir, kepala negara, dan presiden.

Oleh karenanya, imam adalah seorang yang diikuti oleh suatu kaum. Kata imam lebih banyak digunakan untuk orang yang membawa kepada kebaikan, seperti pemimpin shalat, pemimpin agama.

(47)

Ar-Razi berpendapat bahwa pengangkatan seorang imam adalah wajib, kewajiban itu bukan hanya datang dari Allah SWT, melainkan karena kebutuhan manusia itu sendiri. Argumentasi yang dikemukakan adalah pengangkatan imam itu meruapakan usaha untuk menolak mudarat/kejahatan, dan kejahatan itu tidak mungkin tertolak tanpa adanya imam. Menolak kejahatan demi keselamatan jiwa, menurutnya adalah wajib. Oleh karenanya, merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang yang waras untuk mengangkat seseorang imam bagi mereka. Kewajiban mengangkat imam tersebut dipikul oleh rakyat secara bersama-sama, dalam bentuk kewajiban kifayah (kolektif). Karenanya, sumber kekuasaan tertinggi adalah rakyat.

Argumentasi tentang pengangkatan imam sesungguhnya lebih bersifat pertimbangan rasional (aqli) dari pada pertimbangan normatif sebagaimana biasanya terdapat dalam doktrin al-Qur’an dan al-sunah. Secara umum, baik al-Qur’an maupun al-sunah hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan persoalan politik, tetapi secara eksplisit menjelaskan persoalan penangkatan imam. Walaupun demikian ada beberapa ayat yang sering dijadikan para ulama dalam menjelaskan persoalan imam.32

Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa (4) ayat 59:

(48)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu sekalian kepada Allah dan rasul-Nya serta ulil amri di antara kamu”33

Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai rujukan pertama dan utama umat Islam telah menampilkan lima terminologi tentang kepemimpinan yaitu:

a. Al-Imam (perhatikan QS. 25: 74), bentuk jamaknya adalah al-aimmah sebagaimana disebutkan dalam hadits Shahih Bukhari dan Muslim. Imam artinya pemimpin yang berada di depan (amam). Istilah ini juga sangat populer dipergunakan selain untuk kepemimpinan politik dan intelektual, ia juga populer dipakai untuk kepemimpinan dalam shalat berjama’ah. Ungkapan ini dalam bahasa Arab tampil dengan bentuk

isim fa’il (subjek). Tetapi dalam bahasa Arab ungkapan ini juga berarti objek (makmum). Oleh karenanya mengomentari ayat 25:74 itu, Imam Ibnul Qayyim menyampaikan dengan ungkapan, “Ya Allah jadikanlah

kami makmum bagi orang-orang yang bertakwa.” Karena seorang pemimpin berada dalam posisi imam, maka dari itu haruslah bersiap berada di depan atau di belakang bersama orang-orang bertakwa, dan bahkan ia harus siap untuk menjadi imam maupun makmum dalam shalat dengan segala hikmah yang terkandung dalamnya.

b. Al-Khalifah bermakna pemimpin yang mewakili, menggantikan, dan siap diganti oleh pelanjutnya (QS. 2:30). Karenanya para Khulafa’ ar -Rasyidun selain menggantikan Rasulullah s.a.w sebagai pemimpin, mereka juga menlanjutkan risalah beliau, bahkan siap dan rela bila kepemimpinannya dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin berikutnya.

(49)

Dalam terminologi ini, seorang pemimpin haruslah dalam posisi tidak melanggengkan kekuasaannya, melainkan ia selalu beraktifitas bijak termasuk mempersiapkan keberlanjutan kepemimpinan berikutnya. c. Al-Malik artinya raja. Hanya saja Al-Qur’an sekaligus mengaitkan

status ini dengan hakikat kerajaan yang sepenuhnya adalah milik Allah saja. Sementara kekuasaan kerajaan yang diberikan kepada manusia hanyalah bersifat nisbi yang semestinya digunakan untuk merelisir kemaslahatan kehidupan. Di antara kemaslahatan tersebut adalah memunculkan kesentausaan bagi sang Raja dan bagi rakyatnya dengan sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah SWT. Karenanya Allah menegaskan bahwa Dia-lah Raja dari para raja. Oleh karenanya para raja di dunia itu haruslah menselaraskan diri dengan hakikat kekuasaan yang mereka miliki dan tidak melampauinya agar tidak muncul kehinaan dan kezaliman bagi kemanusiaan.

(50)

e. Ar-Ra’i artinya adalah pemimpin yang senantiasa memberikan perhatian kepada ra’iyah (rakyat) (HR.Bukhari Muslim). Dalam hadits

Rasulullah s.a.w sering mengingatkan bahwa peran kepemimpinan yang selalu peduli kepada rakyatnya itu ada di seluruh level kepemimpinan. Beliau pun mengaitkan secara langsung korelasi positif timbal balik antara ra’i dan ra’iyyah-nya. Keakraban semacam ini lah yang bila dilakukan seorang pemimpin tentu akan menciptakan iklim kepemimpinan yang penuh empati, keperdulian dan kedekatan dengan rakyat.34

Pemimpin Islam harus menjadi model keteladanan dalam segala hal, dimana kekuatannya lebih banyak diperoleh dari jati dirinya daripada dari keputusan-keputusan di atas kertas. Pemimpin harus memiliki daya penalaran kuat, pengetahuan luas, dan berani. Rasulullah saw adalah seorang pemberani dan paling kuat mentalnya. Para sahabat apabila perang berkecamuk berlindung pada Rasulullah saw.

Pemimpin juga harus bertutur kata yang baik dan berbudi pekerti luhur, tidak berbicara kotor dan tidak mengikuti hawa nafsu. Kerusakan yang sering dialami oleh berbagai jama’ah adalah karena adanya orang-orang yang melukai orang dengan kata-katanya yang pedas. Pemimpin harus bersifat bijak. Sifat bijak tidak tampak dalam waktu-waktu santai dan senang melainkan akan tampak ketika seseorang dapat mengendalikan diri pada saat emosi. Pemimpin harus memiliki sifat pemaaf, lembut, dna

(51)

bertenggang rasa. Dengan sifat ini ia mendapat teman karib dan merangkul orang jauh. Pemimpin harus menetapi perjanjian yang telah disepakati, baik perjanjian dengan sang penciptanya untuk menjadi manusia yang dapat dipercaya dalam da’wahnya maupun terhadap dirinya sendiri; hanya

mencari ridha Allah ta’ala dalam pekerjaannya. Pemimpin harus bersifat

cerdas dan berwawasan luas, dadanya bersih dari kedengkian, kezaliman, dan kesombongan. Pempimpin harus tidak terpengaruh oleh perbuatan adu domba, sifat ini mempunyai makna penting bagi pemimpin.35

Pemimpin Islam bertanggung jawab menghidupkan dan menyebarluaskan prinsip syura dalam semua pengambilan keputusan sebab syura merupakan satu kewajiban syar’i. Ibnu Arabi berkat: “Musyawarah itu pokok agama dan sunatullah dalam alam. Musyawarah adalah kesepakatan pada suatu masalah di mana masing-masing mengemukakan pendapatnya. Kata ini berasal dari kata dasar isyarat. Dalam tafsir fiman Allah ta’ala:

Dan urusan mereka adalah dimusyawarahkan sesama mereka”.

Ibnu Arabi mengemukakan, syura ialah tidak bersikukuh pada satu pendapat dan tidak langsung menyalahkan pendapat mereka sehingga meminta bantuan orang lain yang dipandang mempunyai pengetahuan tentang maksudnya.36

35 Musthafa Muhammad Thahhan, Model kepemimpinan dalam amal islami, (Jakarta: Robbani Press, 1985), h.21-22.

(52)

Veitzal Rivai menyebutkan sekurangnya ada enam ciri kepemimpinan dalam Islam, yaitu:

1. Setia kepada Allah

Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan kesetiaan kepada Allah, artinya bahwa kepemimpinan yang dijalankan itu adalah merupakan perwujudan dari pada kesetiaan seseorang kepada Allah SWT, bukan karena ambisi ingin menjadi pemimpin, jadi semua prilaku kepemimpinannya itu adalah tunduk terhadap semua aturan hukum atau aturan syariat yang ditetapkan oleh Allah SWT.

2. Tujuan Islam secara menyeluruh

Pemimpin harus mampu melihat bahwa tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok, apalagi kepentingan orang perorang, akan tetapi disampingkan untuk kepentingan kelompok, orang perorangan juga dalam rangka memenuhi kepentingan dalam lingkup yang lebih luas yaitu kepentingan Islam secara keseluruhan.

3. Menjunjung tinggi syariat dan akhlak Islam

(53)

harus menjunjung tinggi akhlak Islam, baik ketika ia berurusan dengan orang-orang yang sefaham apalagi ketika ia berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.

4. Pengemban amanat

Pemimpin adalah seseorang yang menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah SWT.oleh karena itu ia memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukan sikap yang baik kepada para pengikutnya atau para pahlawan atau para bawahannya. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”37 5. Bermusyawarah dan tidak sombong

Merupakan prinsip dasar kepemimpinan Islam adalah terlaksananya musyawarah sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah dalam kepemipinan. Dengan prinsip dasar ini akan memunculkan sikap adil dan memberikan kebebasan berfikir kepada semua pihak dalam lingkup kepemipinannya. Oleh karena itu pemimpin Islam bukanlah

(54)

kepemipinan tirani yang mengabaikan proses koordinasi. Namun bermusyawarah dengan pihak terkait yang dilaksanakan secara terbuka dan obyektif dengan menjunjung tinggi rasa saling menghormati merupakan prinsip yang harus dipertahankan. Dengan melaksanakan prinsip musyawarah ini akan menghasilkan keputusan yang lebih adil seadil-adilnya, karena melalui prinsip ini akan mampu menciptakan kebebasan berfikir, menciptakan keterbukaan dan kebesaran hati untuk saling menerima adanya pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, walaupun, kemungkinan munculnya saling kritik dan saling menasihati satu sama lain sedemikian rupa. Akibat menggunakan prinsip inilah maka para pengikut atau para bawahan merasa senang mendiskusikan persoalan yang menjadi kepentingan dan tujuan bersama.

6. Disiplin, konsisten, dan konsekuen

Disiplin, konsisten, dan konsekuen merupakan ciri kepemimpinan dalam Islam. Sikap dan sifat ini tentunya akan diwujudkan dalm semua tindakan atau perbuatan dalam melaksanakan kepemiminannya, ia akan selalu memegang janji, ucapan dan perbuatannya, karena ia yakin benar bahwa Allah SWT melihat semua apa yang diucapkan yaitu, yang ia tidak mampu melanggarnya.38

(55)

43

A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Gatra

Diawali dengan pembredelan Majalah Tempo, April 1994, awak Tempo yang ada dihadapkan pada pilihan yang bagaikan buah simalakama. Pertama, menerima pembredelan tersebut, dengan konsekuensi mencari perahu masing-masing. Atau, kedua, menerima pembredelan, sebagai konsekuensi menerima Majalah Gatra. Setelah dilakukan semacam memorandum, maka waktu itu sebagian besar awak Tempo, memilih alternatif kedua, yaitu menerbitkan Majalah Gatra.1

Majalah Gatra terbit pertama kali pada 19 November 1994. Lahir dari tuntutan akan sebuah media informasi di tengah kawasan pembangunan Asia Pasifik yang bergejolak saat itu.

Tidak mudah dalam memilih nama media yang kelak menjadi Gatra tersebut. Nama Gatra sendiri dipilih melalui pikiran yang cukup panjang. Gatra diangkat dari khazanah bahasa bangsa. Dipilih dengan maksud tidak mencerminkan simbol golongan, mudah diingat, mulus diucapkan, singkat ditulis dan lancar dilisankan. Gatra sendiri memiliki makna kata, wujud, sudut pandang.

Tokoh-tokoh yang berada dibalik berdirinya Gatra sekaligus merupakan eks wartawan Tempo, antara lain Hery Komar, Mahtum

1 Noman Sanjaya, Strategi Redaksi Majalah Gatra dalam Proses Pembuatan berita pada Rubrik

(56)

Mastum, Lukman Setiawan, Harijoko Trisnadi dan Budiono Kartohadiprojo.2

Kini, Gatra menjadi salah satu majalah berita terbesar di Indonesia. Gatra diolah dan dikemas oleh tangan-tangan profesional yang mempunyai sejarah panjang di ladang jurnalistik. Para penggerak Gatra adalah pekerja-pekerja pers yang telah menjalani spesialisasi majalah berita lebih dari dua dasawarsa.

Oplah Gatra saat ini 150.000 eksemplar setiap terbit, ditambah dengan Gatra dalam format digital yang bisa dibaca via website, maupun piranti tablet Apple dan Android, yang bisa diunduh dari berbagai toko buku digital. Gatra cetak saat ini bisa diperoleh di semua kota besar di Indonesia, hingga sejumlah kota di mancanegara. Dari hasil survei tim Gatra, readership Gatra mencapai 1.000,000 orang.

Mayoritas pembaca Gatra adalah dari sekelompok usia produktif antara 20 sampai 50 tahun sebesar 71,5% sementara pembaca di atas usia 50 tahun sebesar 28,9%. Mayoritas pembaca Gatra, ternyata, adalah kalangan berpendidikan tingkat sarjana hingga doctoral sebesar (67,2%). Gatra juga dipilih sebagai oleh pemasang iklan di Indonesia selama bertahun-tahun sebagai media yang efektif untuk berpromosi dan mengiklankan produknya. Mulai dari bisnis otomotif, properti,

(57)

telekomunikasi, elektronik, perbankan, penerbangan sampai perusahaan BUMN dan institusi pemerintah.3

B. Visi dan Misi Majalah Gatra

Visi majalah Gatra adalah menjadi bacaan yang cerdas, bermanfaat, dan menghibur. Menjadi sumber refrensi yang jernih, dalam, luas, lengkap dan tuntas. Melakukan fungsi kontrol sosial dengan tajam tanpa menikam,

hangat tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai, mengungkap tanpa

dendam, mengkritik tanpa menghasut. Dan, membangun industri informasi menuju masyarakat yang cerdas, berakhlak, dan sadar akan hak dan kewajibannya, serta mendorong tegaknya hukum yang berkeadilan; menjadi rujukan informasi bagi masyarakat global.

Misi majalah Gatra adalah menyajikan produk informasi yang terpercaya, mencerdaskan, objektif, akurat, jujur, berakhlak dan berimbang. Meningkatkan hasil usaha dengan cara nyang sehat, adil, efisien & efektif, inovatif, tumbuh dan disegani dalam bisnis global. Meninggikan mutu pelayanan untuk meningkatkan kepuasaan dan loyalitas pembaca.4

3 Gatra Media Group, Company Profile Gatra Media Group, dikutip dari Athifa Rahmah,

Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.42, Oktober 2013. 4 Noman Sanjaya, Strategi Redaksi Majalah Gatra dalam Proses Pembuatan berita pada Rubrik

Gambar

gambar atau ilustrasi pada sampul majalah memerlukannya analisis dengan
gambar.14 Gambar 2.1
Tiga Trikotomi Model Semiotik PeirceTabel 2.2
gambar agar pembaca dapat melihat dan mengetahui apa saja yang diteliti dan dapat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini ditemukan bahwa sampul majalah Nylon Guys Indonesia Desember 2013 – Nopember 2015 yang digunakan sebagai korpus untuk menginformasikan gaya

Pemilihan ilustrasi pada sampul edisi 04 Juni 2018 tersebut merupakan makna tersirat dari majalah TEMPO yang mencoba menggambarkan keadaan pemerintah pada masa akhir

Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh majalah Men’s Obsession dengan menampilkan tokoh politik dalam sampul depannya dapat dlihat sebagai bentuk komunikasi

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan maskot dan mengungkap makna yang terkandung dalam maskot majalah anak-anak “Bobo” menurut teori semiotika Charles

Penelitian ini akan dilakukan terhadap Majalah Berita Mingguan Tempo dan Gatra mengenai G-30-S/PKI dan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) pada bulan Juli lalu yang

Pengungkapan proses perubahan analisis sosial dan semiotika desain iklan acara cos- play di Jakarta pada majalah Animonster ini dapat ditelusuri dengan

Hasil dari penelitian menunjukan bahawa terdapat dua simbol bahasa yang terdapat pada sampul majalah mingguan Tempo edisi Oktober 2022 yakni simbol bahasa verbal berupa kata-kata dan

Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh majalah Men’s Obsession dengan menampilkan tokoh politik dalam sampul depannya dapat dlihat sebagai bentuk komunikasi politik yang bertujuan untuk