• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Organ Saluran Pencernaan Broiler Strain COBB LH - 500 Umur 35 Hari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Organ Saluran Pencernaan Broiler Strain COBB LH - 500 Umur 35 Hari"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP ORGAN SALURAN PENCERNAAN BROILER

STRAIN COBB – LH 500 UMUR 35 HARI

ROY FREDDY SIHOMBING 060306040

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP ORGAN SALURAN PENCERNAAN BROILER

STRAIN COBB – LH 500 UMUR 35 HARI

SKRIPSI

OLEH :

ROY FREDDY SIHOMBING 060306040

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP ORGAN SALURAN PENCERNAAN BROILER

STRAIN COBB LH - 500 UMUR 35 HARI

SKRIPSI

OLEH:

ROY FREDDY SIHOMBING 060306040

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERDITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul :iIEfek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian iiiRansum terhadap Organ Saluran Pencernaan iiiBroiler Strain COBB LH - 500 Umur 35 Hari

Nama : Roy Preddy Sihombing

NIM : 060306040

Program Studi : PETERNAKAN

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) (Ir. Eniza Saleh, MS) Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

ROY PREDDY SIHOMBING: Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Organ Saluran Pencernaan Broiler Strain COBB – LH 500. Dibimbing oleh ZULFIKAR SIREGAR dan ENIZA SALEH.

Awal pemberian ransum pada broiler merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Ransum yang pertama kali dikonsumsi oleh broiler, akan memacu dinding usus untuk bergerak secara peristaltik yang diikuti dengan mulai berkembangnya usus dan fungsinya secara keseluruhan. Sisa kuning telur yang masih tersimpan akan diserap oleh broiler dengan sendirinya, saat usus sudah aktif bekerja menyerap nutrisi makanan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap organ saluran pencernaan broiler umur 35 hari. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOC dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah sisa kuning telur, panjang usus dan bobot usus.

Hasil penelitian ini menunjukkan rataan sisa kuning telur umur 4 hari (0.85g ± 0.24), rataan panjang usus 4 dan 35 hari (78.7cm ± 6.46, 14.31cm ± 13.93) dan rataan bobot usus 4 dan 35 hari (11.51cm ± 38.3, 46.18cm ± 5.7). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh (p>0.005) dari semua parameter pada broiler strain COBB – LH 500 umur 35 hari.

(6)

ABSTRACT

Roy Preddy Sihombing: Effect of different timeof initial feeding to digestive organs on broiler strain COBB – LH 500. This research under advised by Zulfikar Siregar and Eniza Saleh.

Initial feeding on broiler is important things to get attention from farmer. The early feeding on broiler, would be induced peristaltic contraction followed by fully develoment and function of intestine. Remain of egg yolkwill be absorbed by intestine broiler directly when it is active in function. The aim of this research was to absorbed the different time of initial feeding on broiler digestive organs 35 days of age. The research was designed by completelly randomized design consist of 9 treatment which is repeatly 3 times. Treatment of R0 (early feeding given after caged) and different periode of initial feeding between treatments on broiler were six hours. Parameters of this research were remain of egg yolk, lenght of intestine and weight of intestine.

Result of this research indicated that mean of egg yolk remain 4 days of age (0.85g ± 0.24), mean of intestine lenght 4 and 35 days of age (78.7cm ± 6.46, 14.31cm ± 13.93)and mean of intestine weight 4 and 35 days of age (11.51cm ± 38.3, 46.18cm ± 5.7). The conclusion showed that non signification difference (p>0.005) in all of parameters on broiler strain COBB – LH 500 age 35 days.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan pada Tanggal 24 Februari 1988 dari ayah James Sihombing dan ibu Sunarti Purba. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Lintong Nihuta pada Tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Peternakan melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi saya ini adalah “Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Organ Saluran Pencernaan Broiler Strain COBB – LH 500 Umur 35 Hari”.

Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Eniza Saleh, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan broiler.

Medan, November 2011

(9)

DAFTAR ISI

Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Ayam ... 14

Pemberian Pakan yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ... ... 15

Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Saluran Pencernaan ... ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Pelaksanaan Penelitian... 25

Persiapan Kandang beserta Peralatannya.... ... 25

Pengacakan DOC ... 26 Pemeliharaan Broiler.... ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Sisa Kuning Telur (g)... ... 27

Panjang Usus (cm)... 28

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal. 1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G ... 5 2. Persentase karkas dan non karkas broiler ... 7 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur ... 11 4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan

pada umur 4 hari ... 19 5. Rataan sisa kuning telur……… ... 28 6. Panjang usus broiler umur 4 hari (cm) ... 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. ... Hal. 1. Pengaruh pemberian pakan yang awal dan terlambat terhadap sisa kuning

telur pada anak ayam ... 16 2. Pengaruh ketiadaan pakan setelah penetasan (0 – 48 jam) terhadap berat

badan broiler pada interval 48 jam ... 17 3. Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian pakan setelah 15

(13)

ABSTRAK

ROY PREDDY SIHOMBING: Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Organ Saluran Pencernaan Broiler Strain COBB – LH 500. Dibimbing oleh ZULFIKAR SIREGAR dan ENIZA SALEH.

Awal pemberian ransum pada broiler merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Ransum yang pertama kali dikonsumsi oleh broiler, akan memacu dinding usus untuk bergerak secara peristaltik yang diikuti dengan mulai berkembangnya usus dan fungsinya secara keseluruhan. Sisa kuning telur yang masih tersimpan akan diserap oleh broiler dengan sendirinya, saat usus sudah aktif bekerja menyerap nutrisi makanan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap organ saluran pencernaan broiler umur 35 hari. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOC dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah sisa kuning telur, panjang usus dan bobot usus.

Hasil penelitian ini menunjukkan rataan sisa kuning telur umur 4 hari (0.85g ± 0.24), rataan panjang usus 4 dan 35 hari (78.7cm ± 6.46, 14.31cm ± 13.93) dan rataan bobot usus 4 dan 35 hari (11.51cm ± 38.3, 46.18cm ± 5.7). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh (p>0.005) dari semua parameter pada broiler strain COBB – LH 500 umur 35 hari.

(14)

ABSTRACT

Roy Preddy Sihombing: Effect of different timeof initial feeding to digestive organs on broiler strain COBB – LH 500. This research under advised by Zulfikar Siregar and Eniza Saleh.

Initial feeding on broiler is important things to get attention from farmer. The early feeding on broiler, would be induced peristaltic contraction followed by fully develoment and function of intestine. Remain of egg yolkwill be absorbed by intestine broiler directly when it is active in function. The aim of this research was to absorbed the different time of initial feeding on broiler digestive organs 35 days of age. The research was designed by completelly randomized design consist of 9 treatment which is repeatly 3 times. Treatment of R0 (early feeding given after caged) and different periode of initial feeding between treatments on broiler were six hours. Parameters of this research were remain of egg yolk, lenght of intestine and weight of intestine.

Result of this research indicated that mean of egg yolk remain 4 days of age (0.85g ± 0.24), mean of intestine lenght 4 and 35 days of age (78.7cm ± 6.46, 14.31cm ± 13.93)and mean of intestine weight 4 and 35 days of age (11.51cm ± 38.3, 46.18cm ± 5.7). The conclusion showed that non signification difference (p>0.005) in all of parameters on broiler strain COBB – LH 500 age 35 days.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manajemen pemeliharaan dalam usaha peternakan broiler merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan produksi ternak. Disamping dari faktor breeding dan feeding, manajemen sering diabaikan peternak. Manajemen pemeliharaan broiler yang dimaksudkan adalah dalam hal waktu pemberian ransum.

Dalam menjalankan usaha peternakannya, banyak peternak broiler yang belum mencapai hasil produksi yang maksimal. Manajemen yang buruk merupakan salah satu penyebab tidak maksimalnya produktivitas broiler. Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak broiler. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan broiler yang baru menetas. Lama perjalanan DOC dari tempat penetasan sampai di kandang juga harus diperhatikan guna mengetahui waktu pasti keseluruhan berapa lama DOC setelah menetas. Semakin lamanya ransum yang diberikan pada DOC dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan broiler yang tidak maksimal.

(16)

Berdasarkan permasalahan diatas dapat dilihat bahwa kurangnya informasi dan pengetahuan peternak akan manajemen pemeliharaan yang baik dapat memberikan kerugian tersendiri bagi peternak broiler. Usaha perbaikan manajemen pemeliharaan terutama dalam hal pemberian ransum yang lebih awal pada anak ayam perlu lebih diperhatikan karena pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat penyerapan kuning telur yang pada akhirnya dapat mempercepat perkembangan saluran pencernaan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jangka waktu pemberian ransum terhadap organ saluran pencernaan broiler strain COBB LH - 500 umur 0 - 35 hari.

Hipotesis Penelitian

Pemberian ransum yang semakin cepat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan organ saluran pencernaan broiler strain COBB LH - 500 umur 35 hari.

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Broiler

Broiler sudah dikenal sejak Tahun 1980-an, meskipun galur murni dari

broiler sudah diketahui sejak Tahun 1960-an ketika petenak mulai memeliharanya.

Akan tetapi broiler komersial seperti yang sekarang ini baru dikenal banyak orang pada periode Tahun 1980-an. Sebelumnya ayam potong adalah ayam petelur white

leghorn jengger tunggal atau ayam petelur yang sudah afkir (Rasyaf, 1993).

Broiler atau ayam pedaging adalah ayam yang seluruh periode kehidupannya

termasuk perkembangbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dengan tujuan khusus sebagai penghasil daging. Broiler sudah dapat dipasarkan dengan bobot hidup antara1,3 - 1,6 kg/ekor dan dilakukan pada umur 5 - 6 minggu (Sulaksono, 1979).

Broiler merupakan ternak potong yang umurnya pendek, namun

pertumbuhannya cepat dan kandungan gizi di dalam dagingnya cukup tinggi. Selain itu, harga daging broiler jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan daging sapi, kerbau, domba dan kambing. Selain harga yang ekonomis, pengolahan daging

broiler sangat mudah dan singkat.(Irawan, 1996).

Ciri – ciri ayam umur 1 hari yang baik

(18)

lincah 4. Ayam umur 1 hari DOC memiliki kekebalan dari induk yang tinggi 5. Kaki besar dan basah seperti minyak 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh 7. Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal 9. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2000).

Ransum Broiler

Broiler membutuhkan dua macam ransum yaitu ransum starter untuk umur 0

– 3 minggu dan ransum finisher untuk umur diatas tiga minggu. Batas umur untuk membedakan kedua macam ransum ini kadang kadang berbeda - beda untuk setiap

poultryshop atau pabrik ransum ternak. Ransum starter mengandung protein 21 - 23

% dan finisher 19 - 21 % (Yahya, 1992).

Energi dan protein adalah dua komponen utama yang dibutuhkan ayam untuk hidup pokok dan produksi. Besarnya kandungan energi metabolisme yang dibutuhkan broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah 2.900 - 3.200 kkal/kg ransum dan protein sebesar 18 – 22 % (Kamal, 1994).

Tingkat serat kasar dalam ransum yang sesuai untuk ayam adalah 7%. Pemberian diatas 7% akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan bertambah buruk, namun batasan yang paling tepat masih diperdebatkan (Anggorodi, 1985).

(19)

Tabel 1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G

Zat Anti Nutrisi Persentase (%)

CP 5 - 11 CP S - 12G Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia

Saluran Pencernaan Ayam

Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman dkk., 1991).

Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama – sama feses. Warna putih yang terdapat dalam ekskreta ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi, 1985).

(20)

Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard (empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau pecahan - pecahan kaca yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus lalu disinilah terjadi proses pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman dkk., 1991).

Di dalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam empedal ataupun di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan menggiling bahan - bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990). Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan yaitu proses metabolik dalam tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, esophagus, tembolok (crop), provetrikulus, empedal (gizzard), usus halus (duodenum, yeyenum, ileum), usus buntu (ceca), usus besar (rectum), kloaka dan vent. Sementara pankreas, hati (lever) dan kantong empedu (gallblader) merupakan organ pencernaan tambahan (Suroprawiro et al., 1981).

(21)

yang terdapat di sekitar usus halus. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang akan menyalurkan ampas makanan menuju kloaka, sedangkan usus buntu kegunaanya hingga kini belum diketahui lebih jelas (Sarwono, 1989). Berat usus rata - rata adalah sekitar 10 % dari seluruh bobot hidup ternak (Siregar, 1980).

Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi maka akan semakin aktif kegiatan usus untuk mencerna sehingga dapat meransang pertumbuhan organ pencernaan (Sirl et al., 1992). Perbandingan pertumbuhan organ pencernaan broiler jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel. 2.

Tabel 2. Persentase karkas dan non karkas broiler

Bagian Tubuh Broiler Broiler Jantan (%) Broiler Betina (%) Karkas

Panjang usus adalah panjang yang dimulai dari duodenum, ileum, yeyenum, caecum, rektum dan kloaka. Panjang usus ternak tergantung pada jenis ransum yang dimakan dan panjang badan. Ternak pemakan rumput (herbivora) seperti sapi mempunyai panjang usus yang lebih panjang dari panjang badan. Ternak pemakan segalanya (omnivora) seperti babi mempunyai panjang usus empat kali dari panjang badannya. Sedangkan ternak ayam panjang usus yang lebih pendek karena dilengkapi tembolok, oleh karena itu panjangnya hanya dua kali panjang badannya (Suparno, 1994).

(22)

demikian untuk mengimbangi laju makanan yang semakin tinggi maka dengan sendirinya usus akan semakin panjang (Dewi, 1993).

Dinding usus dibentuk oleh jaringan otot dan pembuluh darah yang dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsi. Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan bobot usus, juga dipengaruhi serat kasar yang rendah (Anggorodi, 1995).

Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi makin aktif kegiatan usus untuk mencerna sehingga dapat merangsang pertumbuhan organ pencernaan. Jenis ransum seperti misalnya perbedaan serat, juga dapat menentukan perkembangan organ pencernaan (Sirl et al., 1992).

Kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim (Zhou et

al., 1990).

Awal Pemberian Ransum

(23)

Pemberian ransum pada ayam seawal mungkin memang berpengaruh terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal, sehingga ayam yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004).

Konsumsi ayam yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada ayam yang diberi ransum hari ke-2 (Sulistyonigsih, 2004). Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein.

Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai bobot standar.

(24)

cukup untuk mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya (Widjaja, 1999).

Persentase jumlah energi dan protein yang dapat dipenuhi oleh kuning telur dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur

Umur

Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak ayam, yaitu : Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu selanjutnya.

Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah : a. Sistem pencernaan makanan

Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk.

(25)

Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap

serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).

- Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT) seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun.

- Jaringan limfoid lain (Bursa fabricius)

Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil penelitian menyatakan, bobot bursa anak ayam yang dipuasakan dan yang segera diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. Anak ayam yang diberi ransum sedini mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.

c. Penampilan ayam

(26)

secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pada ayam (Noy et al., 1996; Unandar 1997).

Kondisi cekaman pada anak ayam akan meningkatkan produksi

adenokortikotropil haormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah satu efek dari tingginya kadar hormon adalah menurunnya metabolisme tubuh secara umum, termasuk penyerapan kuning telur pada DOC (lihat Gambar 1). Gangguan penyerapan kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar DOC (omphalistis). Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning telur juga akan terhambat sehingga pada akhirnya menurunkan daya tahan tubuh dan kepekaan pada penyakit akan meningkat.

Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Ayam

Yolk Sac (kantong kuning telur) merupakan membran yang membungkus

kuning telur selama proses perkembangan embrio berlangsung. Yolk sac dan sisa kuning telur akan diserap dan masuk ke dalam rongga tubuh embrio yang sedang berkembang, sehari sebelum telur menetas atau pada hari ke-20 pengeramanan. Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak ayam yang baru menetas (Austic dan Nesheim, 1990).

(27)

ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan anak ayam untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).

Anak ayam yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua hari sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur yang digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989).

(28)

enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur

(29)

Gambar 2. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam

(30)

Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan ayam lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, ayam yang diberikan ransum lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan ayam yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40 hari. Perbedaan berat badan mencapai

80 g yang mana dapat mengurangi pendapatan peternak broiler (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Gambar 3. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum

setelah 15 jam pengiriman DOC

Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan

(31)

pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan. Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak ayam yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada anak ayam setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).

Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari

Pankreas Duodenum Jejenum Ileum

0 jam 3.76 7.91 0.38 2.94 2.82 2.12

24 jam 3.71 8.03 0.36 2.89 2.85 2.07

48 jam 3.24 7.80 0.20 2.78 2.39 1.65

(32)
(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, JL. Dr. A. Sofyan No.3 Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dimulai Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010, dimana lama penelitian ini dihitung mulai dari persiapan kandang sampai pengambilan sampel penelitian.

Bahan dan Alat Penelitian

Ternak

Day old chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak 108

ekor strain COBB LH – 500, dengan bobot rataan awal adalah 47.38 ± 3 g/ ekor (2 x

2 ekor untuk tiap ulangan dalam perlakuan). Ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT. Charoen Phokpand, dimana ransum yang digunakan dibedakan menjadi dua macam yaitu ransum untuk periode starter (umur 1 – 2 minggu) dan periode finisher (umur 2 – 5 minggu).

Air minum, Obat – obatan, Desinfektan dan Vaksin

(34)

stres. Rodalon digunakan sebagai detergen pada saat mencuci tempat minum. Vaksin yang digunakan seperti ND 5 Ma Clone®, IBD® dan ND Lasota®.

Kandang dan Perlengkapan

(35)

Metode Penelitian

Rancangan acak lengkap (RAL) merupakan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan dari masing – masing perlakuan yang diteliti antara lain :

R0 = 0 jam (Sesaat anak ayam dikandangkan langsung diberikan makan) R1 = 6 jam (6 jam kemudian diberi makan)

R2 = 12 jam (12 jam kemudian diberi makan) R3 = 18 jam (18 jam kemudian diberi makan) R4 = 24 jam (24 jam kemudian diberi makan) R5 = 30 jam (30 jam kemudian diberi makan) R6 = 36 jam (36 jam kemudian diberi makan) R7 = 42 jam (42 jam kemudian diberi makan) R8 = 48 jam (48 jam kemudian diberi makan) Keterangan :

R = Perlakuan

Berdasarkan jumlah perlakuan, maka dapat ditentukan berapa jumlah ulangan yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

t (n - 1) 15 9 (n - 1) ≥ 15 9n – 9 ≥ 15

n = 2.67

(36)

Adapun susunan atau denah kandang penelitiannya seperti dibawah ini :

K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 K 6 K 7 K 8 K 9

R01 R02 R03 R04 R05 R06 R07 R08 R09

K 10 K 11 K 12 K 13 K 14 K 15 K 16 K 17 K 18 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19

K 19 K 20 K 21 K 22 K 23 K 24 K 25 K 26 K 27 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 Keterangan :

Kb = Kandang R = Perlakuan Jumlah ayam = 4 ekor/kandang

Model matematik untuk rancangan acak lengkap yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Yij = µ + Ti + €ij Dimana :

i = 1, 2, 3,…i (perlakuan) j = 1, 2, 3,…j (ulangan)

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

γi = pengaruh perlakuan ke-i

(37)

Parameter Penelitian

1. Sisa Kuning Telur (g)

Pengambilan data sisa kuning telur dilakukan pada umur 4 hari, dimana jumlah anak ayam yang diambil sebagai sampel untuk melihat sisa kuning sebanyak 2 ekor/plot.

2. Panjang Usus (cm)

Panjang usus adalah panjang yang dimulai dari duodenum, ileum, yeyenum, caecum, rektum dan kloaka. Pengambilan data panjang usus dilakukan 2 kali, yaitu pada umur 4 hari dan pada umur 35 hari.

3. Bobot Usus Halus (Duodenum, Ileum dan Yeyenum) (g)

Sama halnya dengan panjang usus, pengambilan data bobot usus halus juga dilakukan 2 kali. Penimbangan bobot usus halus terdiri atas bobot duodenum, bobot ileum dan bobot yeyenum, dimana pengambilan data dilakukan pada anak ayam umur 4 hari dan broiler umur 35 hari.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang Beserta Peralatannya

(38)

dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu DOC.

Pengacakan Day Old Chick (DOC)

Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang sesuai dengan perlakuan, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing - masing DOC kemudian dilakukan pengacakan (random) pada DOC yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 2 ekor DOC.

Pemeliharaan Broiler

1. Sesaat DOC dikandangkan, langsung diberi air gula 100g/ 10 liter dan pada pemberian air minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick® 50g/ 25 liter dan sejenisnya.

2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat DOC dihidupkan 24 jam penuh sampai DOC berumur 1 minggu dan setelah DOC berumur 2 minggu pemanas dihidupkan hanya pada malam hari saja tergantung kondisi cuaca.

3. Pemberian ransum pertama kali sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan setelah 48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad libitum. Untuk pemberian air minum dilakukan secara ad libitum yakni pada pagi dan sore hari. Dimana tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan kepada broiler. 4. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni dengan vaksin ND

(39)

digunakan adalah ND Lasota® 100 ml/ 25 liter juga melalui air minum. Program vaksin ini tidak baku, tergantung situasi di tempat penelitian.

5. Obat - obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang seperti Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya tanda – tanda penyakit pada ayam tersebut.

6. Sisa feses atau kotoran ayam dibersihan setiap 3 hari sekali disertai dengan penyemprotan rodalon di sekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan lalat yang membawa bibit penyakit.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sisa Kuning Telur

Perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan sisa kuning telur pada broiler umur 35 hari. Sisa kuning telur umumnya akan habis pada umur 4 hari, dan semakin cepat broiler diberi pakan maka kuning telur juga akan semakin cepat diserap. Dengan kata lain, keterlambatan pemberian ransum akan memperlambat penyerapan sisa kuning telur.

Pengambilan sisa kuning telur dilakukan pada umur 4 hari, selain karena pada umur tersebut sisa kuning telur akan habis diserap juga agar semua data yang diambil telah mendapat perlakuan masing masing.

Hasil pengambilan bobot sisa kuning telur dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Rataan sisa kuning telur umur 4 hari

Perlakuan Sisa kuning telur (g)

(41)

Hasil analisis sidik ragam konsumsi ransum broiler (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perbedaan jangka waktu awal pemberian pakan pada beberapa perlakuan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.06).

Secara statistik, hasil dari pemberian ransum dalam 3 perlakuan yaitu hingga R0 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perlakuan selanjutnya bobot sisa kuning telur menurun. Rendahnya bobot sisa kuning telur pada perlakuan R0, R1,dan R3 dikarenakan pada hari pertama saja kebutuhan energy dan protein pada broiler 50% disuplai oleh kuning telur. Sementara untuk hari berikutnya kuning telur hanya mensuplai beberapa persen saja dari kebutuhan broiler. Hal ini bersesuaian dengan pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein.

Panjang Usus

Panjang usus broiler berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, konsumsi ransum, genetis dan enzim. Semakin bertambah umur broiler dan semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi akan meningkatkan panjang usus broiler. Namun apabila genetis dan enzim (protease yang berguna membantu salam pencernaan) tidak mendukung dengan maksimal akan menyebabkan pertambahan panjang usus tidak dapat berkembang dengan maksimal.

(42)

tidak berpengaruh nyata pada panjang usus broiler. Perbedaan dari masing masing perlakuan dapat dilihat jelas pada lampiran 8 dan 9.

Tabel . 6 Panjang usus broiler umur 4 hari (cm)

Berdasarkan tabel diatas , menunjukkan hasil rataan panjang usus tertinggi ditunjukkan pada perlakuan R1 yaitu 85.23 cm. dan hasil rataan terendah ditunjukkan pada perlakuan R7 72.65 cm.

(43)

mencapai maksimal. Rataan panjang usus broiler dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel. 7 Panjang usus broiler umur 35 hari (cm)

Perlakuan Panjang usus (cm)

Kemudian pada tabel diatas, memberikan hasil rataan panjang usus broiler umur 35 hari tertinggi pada perlakuan R0 yaitu 175.33 cm. Sementara hasil rataan terendah ditunjukkan pada perlakuan R3 yaitu 134 cm.

Analisis sidik ragam menunjukkan efek jangka waktu awal pemberian ransum pada broiler tidak berpengaruh nyata pada panjang usus broiler umur 35 hari. Tidak adanya pengaruh pada panjang usus broiler umur 35 hari, dikarenakan adanya pergantian jenis pakan pada umur 3 minggu atau umur 21 hari, yakni dari ransum

starter menjadi ransum finisher. Dengan adanya pergantian ransum, maka akan

(44)

Menurunnya produksi enzim pencernaan, akan mengakibatkan daya cerna bekerja dengan tidak maksimal. Selanjutnya akan mempengaruhi pada pertambahan panjang usus broiler.

Kapasitas ribosoma yang rendah dalam usus juga merupakan faktor yang mempengaruhi lambatnya perkembangan usus, dimana kapasitas ribosoma yang maksimal akan memungkinkan perkembangan usus yang maksimal juga baik panjang dan bobot usus. Ribosoma yang merupakan tempat sintesa protein, merupakan penentu tinggi rendahnya jumlah nutrisi yang diserap dalam usus. Kapasitas ribosoma dalam usus ayam akan maksimal pada umur 13 minggu pada umumnya, sekalipun ayam tersebut mengkonsumsi ransum dengan kwalitas baik. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sutarna et, al 1994, yang menyatakan bahwa ayam yang diberi ransum dengan kwalitas baik yang sudah diperbaiki ternyata menunjukkan rendahnya kemampuan mencerna protein. Ini merupakan indikasi status perkembangan fisiologis (enzim protease) organ pencernaan ayam dalam kaitannya dengan pemanfaatan nutrisi. Lambatnya perkembangan organ pencernaan khususnya usus halus ada hubungannya dengan kapasitas ribosoma, karena pada akhir umur 13 minggu baru mencapai maksimal.

Bobot Usus

(45)

oleh aktifitas dan produksi enzim pencernaan. Panjang bobot usus dari setiap perlakuan untuk umur 4 hari dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel. 8 Bobot usus broiler umur 4 hari (g)

Perlakuan

Dari tabel diatas, terlihat hasil rataan tertinggi bobot usus broiler umur 4 hari ditunjukkan pada perlakuan R5 yaitu 22.57 g. Sedangkan hasil rataan terendah bobot usus broiler ditunjukkan perlakuan R8 yaitu 8.5 g.

Analisis sidik ragam menunjukkan efek jangka waktu awal pemberian ransum pada broiler tidak berpengaruh nyata pada bobot usus broiler umur 4 hari (lampiran 10).

(46)

Tabel. 9 Bobot usus umur 35 hari (g)

Dari tabel diatas, terlihat hasil rataan tertinggi bobot usus broiler umur 35 hari ditunjukkan pada perlakuan R0 yaitu 53.45 g. Sedangkan hasil rataan terendah bobot usus broiler ditunjukkan perlakuan R3 yaitu 38.65 g.

Analisis sidik ragam menunjukkan efek jangka waktu awal pemberian ransum pada broiler tidak berpengaruh nyata pada bobot usus broiler umur 35 hari (lampiran11).

Perkembangan usus halus saja yang menjadi fokus pengamatan pada penelitian

ini, karena usus halus merupakan bagian organ pencernaan yang sangat vital sebagai

tempat pencernaan enzimatis dan penyerapan nutrisi. Hasil analisis sidik ragam dari

Tabel 4 dan 5 menyatakan bahwa perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum tidak

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada bobot usus broiler. Pemberian ransum

lebih awal akan meransang perkembangan organ saluran pencernaan, meningkatkan

kapasitas pencernaan dan penyerapan usus. Tidak adanya pengaruh pada bobot usus

broiler dikarenakan adanya perbedaan jenis ransum yang diberikan pada skala umur

tertentu. Hal ini mengakibatkan penyesuaian kembali oleh dinding usus dan juga enzim

pencernaan terhadap jenis ransum yang dicerna. Adanya perubahan ini mengakibatkan,

(47)

pencernaa. Hal ini bersesuaian dengan pendapat Pubols (1991) dan Sell et al. (1991)

yang menyatakan bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi produksi enzim pencernaan pada ayam dan kalkun. Perubahan ransum menjadi dalam saluran pencernaan dapat menjadi rangsangan mekanis bagi dinding usus yang selanjutnya mempengaruhi produksi enzim pencernaan. Menurunnya produksi enzim pencernaan, maka daya cerna pun akan bekerja dengan tidak maksimal. Selanjutnya akan mempengaruhi pada pertambahan bobot usus broiler.

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sisa kuning telur, panjang usus dan bobot usus broiler strain COBB – LH 500 umur 35 hari.

Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas : Panduan bagi petugas teknis, penyuluh dan peternak. Kanisius, Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Austic, R. E. and M. C. Nesheim. 1990. Poultry Production 13th Ed. Lea and

Febiger, Philadelphia.

Charoen Pokphand Bulletin Service. 2006. Fokus Kesehatan pada Poultry dan Pig Focus 2006. Ed April 2006, Nomor 76/Tahun VII.

Charoen Pokphand Bulletin Service. 2006. Pemberian Pakan Lebih Awal Meningkatkan Pertumbuhan dan Perkembangan Saluran Usus. Ed Juli 2006, Nomor 79/Tahun VII.

Charoen Pokphand Bulletin Service. 2007. Brooding Manajemen Kunci Sukses Pemeliharaan Broiler di Musim Hujan. Ed. Februari 2007, Nomor 86/Tahun VIII.

Dewi, A. 1993. Studi Subsitusi Ransum Komersial dengan Zeloit Terhadap Persentase Karkas Giblet dan Lemak Abdominal Broiler pada Dua Kepadatan Kandang. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Fadilah, R. 2000. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Irawan, A.1996. Ayam Ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka, Solo.

Kamal, M. 1994. Pengaruh Penambahan DL - Metionin Sintesis Kristal ke Dalam Ransum Fase Akhir Terhadap Perlemakan Ayam Broiler. UGM - Press, Yogjakarta.

Kartadisastra, H. R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta. Murtidjo, B A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. Muslim, D. A. 1993. Ayam Bangkok. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

(50)

Noy, Y., A. Geyra and D. Sklan. 1996. The Effect of Early Feeding on Growth and

Small Intestinal Development in The Posthatch Poult. Poultry Sci. 80 : 912 –

919.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

Pubols., M.H. 1991. Ratio of digestive enzymes in chick pancreas. Poult. Sci. 337 -342.

Rasyaf, M. 1989. Memelihara Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M. 1993. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Sell,. J.L, C.R. Angel, FJ. Piquer, E.G. Mallarino and H.A. Al-Batshan 1991.

Development patterns of selected characteristics of thp gastro-intestindl tracts of young turkey poults. Poult. Sci. 70:1200 - 1205.

Siregar, A. P. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group, Jakarta.

Sirl., S., S. Tabioka and I. Tasaki. 1992. Effect of Dietary Fiber on Growth

Performance, Develoment of Intestinal Organs, Protein and Energy Utilization and Lipid Content of Growing Chicks. Jp. Poult Sci. 20 : 106 113.

Sulaksono, E. 1979. Beberapa Catatan Tentang Ayam Potong dan Telur. Majalah Pertanian dan Peternakan, No. 4 Tahun VIII.

Sulistyoningsih, M. 2004. Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ayam Broiler Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan yang Berbeda. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.

Suparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suprijatna, E., Umiyati, A. dan Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suroprawiro, P., A. P. Siregar dan M. Sabrani. 1981. Teknik Beternak Ayam Ras Di Indonesia. Margie Group, Jakarta.

Suthama, N. 2005. Kapasitas ribosomal saluran pencernaan pada ayam Kedu. J. Pengembangan Peternakan. Tropis 30 (I): 7 ~ 12.

(51)

Unandar, T. 1997. Menguak Misteri Ayam Kerdil. Poultry Indonesia 208 : 12 – 19. Unandar, T. 2002. Awal yang Baik. Poultry Indonesia. 261.

Widjaja, H. 1999. Bolehkah Ayam Dipuasakan. Poultry Indonesia. 233 : 33 – 34. Yahya, Y. 1992. Ayam Sehat Ayam Produktif 2. Perusahaan Misouri.

Zhou, Z.-X., Y. Isshiki, K. Yamauchi and Y. Nakahiro. 1990. Effects of Force

(52)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bobot badan broiler (g/ekor)

Perlakuan Bobot badan broiler

(53)

Lampiran 2. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor/hari)

Perlakuan Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari)

(54)

Lampiran 3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu)

Perlakuan Konsumsi ransum (g/ekor/minggu)

(55)

Lampiran 4. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)

Perlakuan Konsumsi ransum (g/ekor/hari)

(56)

Lampiran 5. Rataan bobot badan tiap perlakuan selama penelitian (g)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3

(57)

Lampiran 6. Rataan konsumsi ransum tiap perlakuan selama penelitian (g)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3

(58)

Lampiran 7. Rataan bobot sisa kuning telur umur 4 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3

R0 0.25 0.40 0.70 1.35 0.45 0.23

R1 0.65 0.40 0.40 1.45 0.48 0.14 R2 0.25 0.45 0.40 1.10 0.37 0.10 R3 1.90 0.50 0.85 3.25 1.08 0.73 R4 0.55 0.60 0.50 1.65 0.55 0.05 R5 0.20 0.20 0.50 0.90 0.30 0.17 R6 0.15 0.35 0.75 1.25 0.42 0.31 R7 0.75 0.60 0.15 1.50 0.50 0.31

R8 0.20 0.15 0.35 0.70 0.23 0.10

Total 4.90 3.65 4.60 13.15

Rataan 0.54 0.41 0.51 0.49 0.07

FK 6.40

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Perlakuan 8 1.44 0.18 1.91 2.51 3.71 Galat 18 1.70 0.09

Total 26 3.14

(59)

Lampiran 8. Rataan panjang usus umur 4 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3

R0 89.60 69.10 72.60 231.30 77.10 10.97 R1 83.70 91.10 80.90 255.70 85.23 5.27

R2 85.20 91.85 72.50 249.55 83.18 9.83 R3 78.00 69.45 77.95 225.40 75.13 4.92 R4 71.25 91.55 83.00 245.80 81.93 10.19 R5 78.55 73.70 72.25 224.50 74.83 3.30 R6 66.75 80.65 82.80 230.20 76.73 8.71 R7 71.55 74.20 72.20 217.95 72.65 1.38

R8 77.80 79.60 72.65 230.05 76.68 3.61 Total 702.40 721.20 686.85 2110.45

Rataan 78.04 80.13 76.32 78.16 1.91 FK 164962.93

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Perlakuan 8 436.29 54.54 1.03 2.51 3.71 Galat 18 948.98 52.72

Total 26 1385.27

(60)

Lampiran 9. Rataan panjang usus umur 35 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3

R0 190.50 193.00 142.50 526.00 175.33 28.46

R1 147.50 147.00 163.00 457.50 152.50 9.10

R2 167.25 157.50 150.50 475.25 158.42 8.41

R3 139.50 135.50 127.00 402.00 134.00 6.38

R4 155.00 164.50 132.00 451.50 150.50 16.71

R5 146.00 144.00 125.00 415.00 138.33 11.59

R6 132.50 141.50 139.00 413.00 137.67 4.65

R7 176.50 124.00 130.00 430.50 143.50 28.74

R8 137.00 157.50 139.00 433.50 144.50 11.30

Total 1391.75 1364.50 1248.00 4004.25

Rataan 154.64 151.61 138.67 148.31 8.48 FK 593852.52

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Perlakuan 8 3930.00 491.25 1.85 2.51 3.71 Galat 18 4786.04 265.89

Total 26 8716.04

(61)

Lampiran 10. Rataan bobot usus umur 4 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3

R0 13.20 10.45 9.95 33.60 11.20 1.75 R1 12.40 11.45 12.30 36.15 12.05 0.52

R2 10.30 11.35 8.65 30.30 10.10 1.36 R3 11.60 7.60 11.30 30.50 10.17 2.23 R4 8.90 13.50 10.00 32.40 10.80 2.40 R5 48.50 7.45 11.75 67.70 22.57 22.56 R6 7.95 9.15 11.65 28.75 9.58 1.89 R7 8.65 9.50 7.60 25.75 8.58 0.95

R8 9.00 7.60 8.90 25.50 8.50 0.78

Total 130.50 88.05 92.10 310.65

Rataan 14.50 9.78 10.23 11.51 2.60 FK 3574.20

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Perlakuan 8 444.82 55.60 0.94 2.51 3.71 Galat 18 1060.05 58.89

Total 26 1504.87

(62)

Lampiran 11. Rataan bobot usus umur 35 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3

R0 51.75 53.10 55.50 160.35 53.45 1.90 R1 36.50 43.05 42.25 121.80 40.60 3.57

R2 52.60 51.45 41.40 145.45 48.48 6.16 R3 42.20 41.00 32.75 115.95 38.65 5.14 R4 43.95 68.15 42.70 154.80 51.60 14.35 R5 43.85 49.90 46.10 139.85 46.62 3.06 R6 51.05 47.65 48.50 147.20 49.07 1.77 R7 54.45 42.50 38.80 135.75 45.25 8.18

R8 44.35 47.40 33.85 125.60 41.87 7.11 Total 420.70 444.20 381.85 1246.75

Rataan 46.74 49.36 42.43 46.18 3.50 FK 57569.84

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Perlakuan 8 610.10 76.26 1.65 2.51 3.71 Galat 18 833.06 46.28

Total 26 1443.16

Gambar

Tabel 1. Komposisi nutrisi ransum komersil  CP5 - 11 dan CPS - 12G
Tabel 2. Persentase karkas dan non karkas broiler
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Gambar 2. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurutnya, tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau

Berikut ini disajikan dalam gambar 4.8 Nilai tertinggi, Terendah dan rata-rata hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan pada siklus II. Gambar 4.8

pelaku usaha konveksi mikro masih belum siap untuk menghadapi pasar terbuka Masyarakat Ekonomi Asean, sedangkan para pelaku UMKM konveksi dengan skala menengah mereka

Rancang bangun dies permanen gagang pisau ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi pembuatan yang selama ini dilakukan masyarakat yaitu dengan menggunakan teknologi

The following tables describes the License uses and permissions available under each of the Creative Commons License types, and the various combinations for Licenses..

total IT managed services terbesar di Indonesia. Dengan adanya pencapaian tersebut, maka dibutuhkan karyawan dengan kualitas yang memenuhi standar kriteria

Maria menjelaskan dalam jurnalnya yang berjudul Representasi Sensualitas Perempuan dalam Video Game, disadari atau tidak pandangan terhadap perempuan memang tengah

Dari hasil analisis yang dilakukan pada persamaan ketersediaan domestik biji kakao Indonesia, variabel volume ekspor, produksi, pajak ekspor, impor, harga ekspor,