Makna Slogan You C1000 Terhadap Citra Produk
(Analisis Semiotika Iklan Makna Slogan You C1000 “ Healthy
Inside, Fresh Outside” Versi Xinema Zavarrete Terhadap Citra
Produk di Televisi Swasta)
SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
KONCHO PUTRA ADILA
080904127
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap citra produk (Analisis
Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh outside” versi
Xinema Zavarrete terhadap citra produk di televisi swasta). Pada dasarnya
kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Simbol merupakan salah
satu alat berkomunikasi dengan sesamanya. Aplikasi simbol juga di terapkan
dalam iklan untuk menunjukan identitas suatu produk. Slogan sebagai bagian dari
identitas suatu produk, sebab merupakan salah satu asset yang utama dalam
membangun citra produk tersebut. Slogan merupakan salah satu penyampaian
pesan yang sangat efektif untuk menbangun citra atau image sebuah produk yang
ada kepada khalayak. Slogan sebagai tanda bahasa juga dapat digunakan sebagai
alat utama untuk menciptakan gambaran realitas sesuai konstruksi pembuatnya.
Salah satu cara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dengan cepat dan
tepat adalah dengan cara meletakkan slogan dalam gambar produk tersebut.
Dengan meletak tanda bahasa yang digunakan dalam iklan akan mempertegas
gambaran citra yang dikonstruksikan atas suatu barang atau produk tersebut. Citra
yang dimiliki khalayak atas sebuah produk yang ada dari iklan sesungguhnya
merupakan bagian apa yang diharapakan oleh produk tersebut adalah hasil
konstruksi dari pembuat iklan ini. Penelitian akan menganalisa slogan You C1000
sebagai bagian dari tanda bahasa dan lambang sebagai sistem tanda bahasa yang
ada dalam iklan You C1000 dan bagaimana lambang tersebut dapat
membangkitkan makna yang terdapat dalam slogan You C1000, hingga akhirnya
dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap khalayak tentang apa yang ingin
disampaikan oleh produk tersebut buat membangun citra yang baik di mata
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kepada Allah SWT karena atas berkat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah (Skripsi) ini tepat pada waktunya.
Skripsi yang berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap Citra Produk”
(Analisis Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Zavarrete terhadap Citra Produk) ini disusun untuk melengkapi seluruh kegiatan akademik yang sudah penulis laksanakan sekaligus sebagai salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, yang tentunya merupakan sebuah proses
dan hasil dari rangkaian proses akademik selama menjalani pendidikan di
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan juga dari data yang berkaitan baik
yang ditemukan melalui perpustakaan, internet, buku-buku literatur, dan
penelitian.
Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini penulis memperoleh banyak
bantuan, bimbingan motivasi dan doa dari berbagai pihak. Pertama sekali peneliti
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah, Yudisman dan
Mama, Erlina, yang tidak putus-putusnya memberikan doa dan cinta kasihnya
yang amat besar sehingga peneliti mampu menjalani masa pendidikan dengan ini
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak dibantu memberi
kontribusi baik berupa materi pikiran, maupun dorongan semangat. Untuk itu
perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU
3. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan dan arahan selama pengerjaan skripsi.
4. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing
penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
USU.
5. Kak Icut, Kak Ros, Kak Maya dan seluruh staf yang telah membantu
peneliti selama ini.
6. Sahabat yang banyak membantu selama perkuliahan dan sharing selama skripsi Yan, Rafsan, Novri, Mimin, Hendra, Sura, Ibam, Bagor, Kariza,
Agitha dan Idek.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis selama 4 tahun menjalani
pendidikan, TPP Crew Komunikasi USU. Seluruh keluarga besar
Komunikasi 08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih telah menjadi teman-teman yang baik selama masa
8. Buat temen-temen yang tidak pernah jenuh setiap hari memberi semangat
dan motivasi bagi penulis.
Menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini,
penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Dan penulis sangat menerima kritik dan
saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan pendorong penulis untuk
dapat semakin maju. Penulis juga berterima kasih atas saran dan kritik yang
diberikan serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian akademik penulis.
Semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua.
Amiin.
Medan, 1 Agustus 2012
Penulis
4.3 Pembahasan ... 70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 73
5.1 Simpulan ... 74
5.2 Saran.... ... 75
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap citra produk (Analisis
Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh outside” versi
Xinema Zavarrete terhadap citra produk di televisi swasta). Pada dasarnya
kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Simbol merupakan salah
satu alat berkomunikasi dengan sesamanya. Aplikasi simbol juga di terapkan
dalam iklan untuk menunjukan identitas suatu produk. Slogan sebagai bagian dari
identitas suatu produk, sebab merupakan salah satu asset yang utama dalam
membangun citra produk tersebut. Slogan merupakan salah satu penyampaian
pesan yang sangat efektif untuk menbangun citra atau image sebuah produk yang
ada kepada khalayak. Slogan sebagai tanda bahasa juga dapat digunakan sebagai
alat utama untuk menciptakan gambaran realitas sesuai konstruksi pembuatnya.
Salah satu cara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dengan cepat dan
tepat adalah dengan cara meletakkan slogan dalam gambar produk tersebut.
Dengan meletak tanda bahasa yang digunakan dalam iklan akan mempertegas
gambaran citra yang dikonstruksikan atas suatu barang atau produk tersebut. Citra
yang dimiliki khalayak atas sebuah produk yang ada dari iklan sesungguhnya
merupakan bagian apa yang diharapakan oleh produk tersebut adalah hasil
konstruksi dari pembuat iklan ini. Penelitian akan menganalisa slogan You C1000
sebagai bagian dari tanda bahasa dan lambang sebagai sistem tanda bahasa yang
ada dalam iklan You C1000 dan bagaimana lambang tersebut dapat
membangkitkan makna yang terdapat dalam slogan You C1000, hingga akhirnya
dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap khalayak tentang apa yang ingin
disampaikan oleh produk tersebut buat membangun citra yang baik di mata
BAB 1
1.1 KONTEKS MASALAH
Istilah identitas produk secara luas dipakai dalam pengertian yang sering
kita dengar yaitu nama produk, logo, kalimat pendek (tagline/slogan), warna, serta
kendaraan, atau hal-hal lain yang membawa ciri khas produk. Semua itu,
merupakan suatu komponen pokok dari suatu produk yang harus senantiasa
dipelihara atau dijaga, sehingga nantinya dikenalkan oleh masyarakat luas
(Anggoro,2001:281). “Elemen-elemen identitas itu dirancang untuk
mencerminkan tampilan dan perasaan yang di anggap paling dikagumi oleh
perusahaan itu dengan harapan memperoleh citra yang positif terhadap produk
perusahaan.” (Ackerman,2004:9).
Dasa warsa terakhir ini di lingkungan dunia bisnis mencuat isitilah
corporate identity dan karena keumuman atau kelatahan, maka istilah tersebut diartikan sebagai logo atau lambang suatu perusahaan. Pengertian corporate identity mencakup jangkaun yang lebih luas, yaitu untuk menunjukkan kepada khalayak ramai tentang ciri khas, kepribadian, kejayaan, kepercayaan serta
kualitas produk atau jasa dari suatu perusahaan.
Corporate identity suatu perusahaan pada hakekatnya berfungsi sebagai lambang jaminan mutu yang disertai rasa tanggungjawab pada produk atau jasa
yang dihasilkan, sehingga siapapun yang memakainya dijamin akan mendapatkan
kepuasaan penggunaan dan pelayanan yang bermutu. Begitu besarnya pengaruh
corporate identity bagi seseorang, karena mampu memberikan kepercayaan
merasa terlindungi, bahkan dijadikan sebagai ukuran harga diri atau status si
pemakai.
Logo atau corporate identity terpampang pada benda produk, kemasan, kop surat, brosur, iklan penujuk jalan, benda-benda cendermata, sampai pada
gedung atau perkantoran, sebagai tanda pengenal yang mudah diingat dan
Identitas perusahaan dalam bentuk logo disusun dari berbagai unsur
seperti huruf, garis, bentuk-bentuk, dan abstrak, dan warna. Penentuan warna
tidak bisa sembarangan, tetapi di pilih warna yang memiliki arti simbolik dan jiwa
luhur. Pada umunnya warna juga bisa hadir karena keiinginan atau filosofi yang
dianut para pendiri perusahaan, yang dipengaruhin oleh keyakinan bahwa hanya
warna tertentu saja yang bisa mendatangkan rejeki atau hoki. Sedangkan
keyakinan tersebut didasarkan pada pengalaman atau perhitungan supranatural.
Tagline atau slogan sebagai bagian dari identitas produk merupakan suatu
urutan kata-kata atau suatu kata pendek yang ekspresif digunakan untuk
komunikasi atau mendramatisir manfaat-manfaat fungisonal dan emosional dari
brand bagi para pelanggan dan pelanggan potensial dalam usaha mempengaruhi
perasaan para konsumen terhadap brand atau merek tersebut. Sesungguhnya
dalam kehidupan sehari-hari kita sangat sering dihadapkan dengan berbagai
macam slogan. Selama mata kita terbuka, kita akan melihat bahwa begitu banyak
slogan yang bertebaran di mana-mana. Misalnya, kita sering menonton televisi,
tiap produk berlomba-lomba untuk menanamkan slogannya ke benak permisa,
ketika kita berjalan-jalan mata akan dengan mudah menangkap slogan berbagai
macam produk yang dipasarkan. Slogan Teh Botol Sosro,”Ahilnya Teh”, atau
slogan dari produk rokok Sampoerna “Bukan Basa sudah begitu melekat dalam
benak masyarkat luas mengenai slogan-slogan yang telah didengar dan dilihat
melalui televisi.
Ketika seseorang mendengar slogan “Just Do It ”, pikiran mereka akan terarah pada produk sepatu buatan Amerika, Nike, di mana slogan “Just Do It” milik Nike mengkomunikasi maksud perusahan yang ingin mendorong para pencinta atau konsumen sepatu Nike untuk tidak ragu-ragu dalam melakukan suatu tantangan. Demikian juga ketika masyarakat Indonesia mendengarkan
slogan Telkom Flexi yang bunyinya “Bukan Telepon Biasa”, slogan tersebut ingin
menyuarakan pesan perusahaan yang ingin mengatakan bahwa Flexi merupakan
produk yang istimewa karena dengan prinsip mobile phone, konsumen dapat menggunakan telepom Flexi di mana saja dan kapan saja dengan perhitungan
menjadi sangat mengenal bagi para konsumen. Selain itu masih banyak juga
slogan iklan-iklan produk yang sangat gampang di ingat oleh khalayak, cukup
dengan mendengarkan slogan tersebut khalayak sudah mengetahuin produk
tersebut.
Dewasa ini keberadaan slogan menjadi sangat penting karena slogan dapat
mengidentifikasi (memunculakan identitas) dan pada gilirannya identitas tersebut
mampu membentuk impersi tertentu atas suatu produk di mata khalayaknya.
Keuntungan berikutnya yang dibuahkan oleh kegiatan-kegiatan periklanan dan
kehumasan yang dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan. Slogan sebagai
tanda bahasa juga merupakan alat utama untuk menggambarkan realitas suatu
benda atau produk tersebut. Di sini kita dapat melihat bahwa slogan merupakan
simbol dari suatu produk bagian asset yang berharga bagi suatu perusahaan
ataupun organisasi.
“Salah satu strategi untuk menyampikan slogan suatu produk secara cepat
dan tepat adalah dengan cara meletakkan slogan pada gambar atau iklan. Iklan
merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi
pemasaran sebuah produk.” (Jefkins, 2000:20). Kedua bentuk ekspresi ini,yaitu
kata-kata dan gambar atau bisa juga di sebut dangan komunikasi periklanan, sejak
lama telah digunakan oleh banyak perusahaan di seluruh di dunia untuk mewaliki
perusahaan melalui produk perusahaan secara efektif di mata khalayaknya.
Dengan demikian komunikasi yang efektif senantiasa sangat ditentukan dengan
perpaduan kata-kata dan gambar suatu produk itu sendiri. “Pemilihan kata-kata
(unsur verbal) yang tepat dengan perpaduan gambar-gambar (unsur non verbal)
yang memikat akan mampu membangkitkan makna yang ingin disampaikan oleh
suatu produk kepada khalayaknya secara efektif.” Dikatakan pula oleh Burhan
Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi, bahwa penggunaan bahasa dan
dengan didukung oleh sistem tanda dapat dipergunakan untuk mempertegas
Hal ini disadari pula oleh PT. Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical
(ASPP), di mana PT. ASPP merupakan principal dan distributor dari minuman kesehatan kelas dunia, You C1000. Indonesia merupakan negara pertama yang mendapatkan kepercayaan dari perusahaan internasional asal Jepang, Takeda
Food, untuk menproduksi minuman kesehatan, You C1000. Melalui kerjasama bisnis antara PT. Djojonegoro C1000 dan Takeda Food pada September 2004,
PT. Djojonegoro C1000 memperoleh hak untuk menproduksi You C1000
yang merupakan minuman kesehatan yang memadukan vitamin C dari sari buah
lemon dan soda yang menyegarkan untuk dinikmati. You C1000 termasuk dalam kategori Health Drink dan menjadi minuman kesehatan pertama di Indonesia yang memiliki kadungan vitamin C cair sebanyak 1000 mg. Distribusi, promosi, dan
segala aktivitas manajemen You C1000 dijalankan oleh PT. ASPP sebagai
principal dan distibutor produk ini. Liputan media massa pada masa awal produk ini diluncurkan sangat luas. Kehadiran Ximena Navarrete, Miss Universe 2010 sebagai icon You C1000 pada saat itu memberikan daya tarik tersendiri. You
C1000 hadir dengan mengusung ciri atau identitasnya yang kuat, mulai dari
produk itu sendiri, penggunaan bahan-bahan alami, icon Miss Universe, teknologi yang inovatif, logo, slogan You C1000, Healthy inside Fresh outside, dll. Dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak, You C1000 juga menggunakan iklan
dengan memakai tokoh Miss Universe yang dibuat oleh PT. ASPP dengan bantuan biro iklan Chuo Senko.
Karena adanya keterkaitan fenomena dan selanjutnya untuk memperdalam
kajian di bidang identitas produk, dalam hal ini adalah makna slogan, dengan citra
produk yang dikonstruksikan di dalamnya, peneliti memutuskan untuk memilih
topik penelitian yang berjudul ‘‘Pemaknan slogan You C1000 healthy inside, Fresh Outisde versi Xinema Navarrete terhadap Citra Produk’’. Kajian yang di teliti slogan dan dalam menganalisis makna slogan dalam komunikasi periklanan
ini peneliti akan menggunakan metode kualitatif. Peneliti tertarik untuk meneliti
slogan demi membangun sebuah citra produk, karena peneliti melihat slogan
sebagai tanda bahasa merupakan alat utama untuk menciptakan realitas dan
dengan di dukung oleh lambang dalam iklan yang merupakan bagian dari sistem
dikonstruksikan yang ingin disampaikan kepada khalayaknya dalam memasarkan
produk itu sendiri.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah Makna Slogan You C1000 “Healthy inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk?’’
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk
mengetahui makna slogan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk.
1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademi
Melalui penelitian yang berjudul “Makna Slogan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap Citra Produk, Kajian iklan You C1000 diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kajian teoritis dan khususnya di bidang ilmuan mengenai makna
logo dan slogan iklan terhadap citra produk.
b. Manfaat Praktis
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan peneliti berharap dapat
memberikan sumbangsih terhadap masyarakat dalam lebih memahami
makna logo dan slogan yang ada di balik sebuah identitas suatu produk
dalam sebuah iklan terhadap citra produk yang telah dikontruksikan di
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif / Paradigma Kajian
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa
dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang di telusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secaea fundamental berbeda dengan
perilaku alam, karena manusia bertindak sebagaiagen yang mengkonstruksi dalam
realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman
perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa subtansi bentuk kehidupan di
masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari
tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat
bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya.(
http://id.wikipedia//org/wiki/perspektif konstruktivisme dan kritikal).
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara
dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahai dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.
Paradigma konstruktivisme merupakan respon terhadap paradigma positivis dan
memiliki sifat yang sama dengan positivis, dimana yang membedakan keduanya
adalah objek kajiannya sebagai awal dalam memandang realitas sosial. Positivis
berangkat dari sistem dan struktur sosial, sedangkan konstruktivisme berangkat
dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas tersebut.
Dikategorikan ke dalam penelitian kualitatif konstruktivisme karean
sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan makna yang ingin
dibangun melalui realitas sosial sehingga dapat dikaitkan dengan konteks sosial,
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi Massa
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa yang
menyampaikan informasi, ide, gagasan kepada komunikan yang jumlahnya
banyak dan menggunakan media. Aneka pesan melalui sejumlah media massa
dengan menyajikan beragam peristiwa baik itu yang sifatnya sederhana
menunjukkan bahwa komunikasi massa telah menjadi bagian kehidupan manusia.
Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang
berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti
radio, televisi dan film (Cangara, 2006: 36).
Joseph A. Devito (Wiryanto, 2004: 3) mengemukakan definisi komunikasi
massa dalam dua pengertian :
1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.
2. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar-pemancar audio atau visual, seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, film atau buku.
Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan
atau sumber daya lainnya. Media massa seringkali berperan sebagai wahana
pengembangan budaya, bukan saja dalam pengertian bentuk seni dan simbol,
Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan jenis komunikasi lain bentuknya
sama yaitu seseorang menyusun sebuah pesan, pada dasarnya itu merupakan
tindakan intarpersonal. Pesan tersebut kemudian disandikan (encoding) ke dalam kode umum misalnya bahasa. Bahasa tersebut ditransmisikan dan orang lain akan
sifat komunikasi massa lebih khusus. Untuk dapat menyampaikan pesan dengan
efektif kepada ribuan orang dengan latar belakang dan ketertarikan yang berbeda
membutuhkan keahlian yang tersendiri dibandingkan hanya bicara dengan teman
di seberang meja. Menyandi pesan jauh lebih kompleks karena selalu
menggunakan alat, contohnya kamera, alat perekam atau media cetak (Vivian,
2009:368).
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Joseph R. Dominick
terdiri atas (Effendy, 2006: 29-31):
1. Pengawasan peringatan (surveillance)
Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita
dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal
yang mempekerjakan pengawasan.
2. Interpretasi (Interpretation)
Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi
beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata
dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi
siaran. Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan,
adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran.
3. Hubungan (Linkage)
Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di
dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran
perseorangan. Misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan
dengan produk-produk penjual.
4. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai
dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan
dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari
5. Hiburan (Entertainment)
Fungsi ini jelas tampak pada televisi dan radio, dimana sebahagian
besar programnya bersifat menghibur (to entertain).
2.2.2 Iklan
Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai tiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh
satu sponsor yang diketahui. Yang dimaksud ‘dibayar’ disini menunjukkan fakta
bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli,
sedangkan maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan melibatkan media massa
(Morrisan, 2010:17).
Iklan berasal dari bahasa Arab iqlama, yang dalam bahasa Indonesia artinya pemberitahuan, dalam bahasa Inggris advertising berasal dari kata Latin
abad pertengahan advertere, “mengarahkan perhatian kepada”, sedangkan reklame berasal dari bahasa Perancis “re-klame” yang berarti berulang-ulang
(Danesi, 2010:362). Sebenarnya semua istilah di atas mempunyai pengertian
yang sama yaitu memberi informasi tentang suatu barang/jasa kepada khalayak.
Iklan dikategorisasikan sebagai iklan non komersial dan iklan komersial.
Iklan non komersial adalah iklan yang bersifat pelayanan masyarakat. Iklan
komersial ditandai dengan syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan
pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu
sendiri. Sehingga terbentuk image, semakin tinggi estetika dan citra objek iklan, maka semakin komersial objek tersebut (Bungin, 2008:65).
Sejatinya tugas utama iklan adalah untuk mengubah produk menjadi
sebuah citra, dan apapun pencitraannya yang digunakan dalam sebuah iklan, baik
itu citra kelas sosial, citra seksualitas, dan sebagainya, yang terpenting pencitraan
itu memiliki efek terhadap produk dan akan menambah nilai ekonomisnya
Jib Fowles (dalam Bungin, 2008:81) mengatakan, iklan tidak sekedar
media komunikasi, namun terpenting adalah muatan konsep komunikasi yang
terkandung di dalamnya, terlebih lagi konsep itu harus mampu mewakili maksud
produsen untuk mempublikasikan produk-produknya, serta konsep tersebut harus
dipahami oleh pemirsa sebagaimana yang dimaksud oleh si pencipta iklan.
Salah satu bagian dari industri periklanan selain pengiklan dan agen
periklanan, adalah media massa. Media berperan sebagai penghubung antara
perusahaan dengan konsumennya. Media untuk pengiklan antara lain adalah
radio, televisi, koran, majalah, internet, direct mail, billboard dan sebagainya. Dari seluruh media massa yang memungkinkan untuk menjadi media massa
periklanan, televisi seringkali difavoritkan menjadi media periklanan yang utama
karena efektivitas dan efisiensi dalam penyampaian pesan dan pembentukan
citra di dalamnya. Televisi menjadi pilihan utama oleh banyak pemasar karena
karakteristiknya yang unik dan mampu menampilkan imajinasi nyata dari iklan
tersebut dalam bentuk gambar dan suara. Iklan televisi lahir dari proses panjang
penggarapan sebuah iklan. Banyak kalangan tidak mengetahui kalau iklan televisi
umumnya berdurasi beberapa detik, membutuhkan proses kerja yang sangat rumit
dan panjang.
2.2.3 Citra Produk
Citra produk adalah sekumpulan perasaan dan emosi yang menyertai
produk itu dan dapat menjadi rapuh. Citra produk menrupakan perpanjangan
dari citra organisasi atau perusahan dan dapat dibentuk secara kuat. Ada banyak
yang dapat membentuk citra produk yang baik,di antaranya produk itu sendiri,
elemen atau identitas produk, orang-orang, pengemasan, dan lain-lain. Semua
hal tersebut memiliki efek kumulatif dan penting untuk presepsi publik.
Konsumen yang terbiasa menggunakan produk tertentu cenderung
memiliki persepsi yang kuat terhadap produk. Jadi apabila suatu konsep produk
yang terbaik biasanya tercipta melalui kegiatan-kegiatan periklanan
(jeffkins,2000). Perusahaan dapat mengupayakan agar masyarakat memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang bener akan suatu produk melalui berbagai
cara. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya sosiologi komunikasi,
sesungguhnya citra terbangun atas hasil konstruksi copywriter, visualiser, atau pun pembuatnya. Sehingga tanpa disadarin citra yang muncul telah menjadi
bagian dari kesadaran palsu yang sengaja dikontruksi oleh copywriter atau
pembuat mengkontruksi kesadaran individu serta membentuk pengetahuan
tentang suatu realitas yang baru (Bungin, 2007). Lebih lanjut, menurut Burhan
Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunakasi bahwa untuk mengkontruksi citra
realitas suatu benda atau produk, bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut,
sehingga diperlukan dukungan tanda bahasa (simbol-simnol) sebagai alat
penggambaran citra tersebut.
Tahap konstruksi citra ada empat,yaitu: tahap penyampaian informasi
produk, tahap membangun citra, tahap pembenaran tindakan,dan tahap persuasi
tindakan. Sedangkan dalam iklan, kategorisasi pencitraan ada 8, yaitu: citra
kenikmatan, citra perempuan, citra maskulin, citra kemewahan dan ekslusif, citra
kelas sosial, citra manfaat, citra persahabatan, citra seksisme dan seksualitas
(Bungin,2007:221- 224).
Slogan sebagai elemen penting identitas produk harus memiliki citra dan
sasaran perdagangan produk yang ingin ditampilkan perusahaan serta
mencerminkan aktifitas dan fungsi-fungsinya. Slogan harus mencerminkan citra
positif produk dengan cara memaksimalkan pesan-pesan yang menguntungkan
dalam bentuk lambang dan gambar. Slogan menjadikan wajah dari suatu
produk,berfungsi sebagai pengenal atau jati diri merk produk, untuk di kenalin
dan ada ide yang terbentuk di masyarakat tentang produk itu, dan secara visual
membentuk citra produk. Slogan sebagai indentitas mewakili karakter tertentu
dari suatu produk dan dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di
Slogan sebagai identitas mewakili karakter tertentu dari suatu produk dan
dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di mata khalayaknya.
Produk yang tidak dapat memunculkan realitas tersebut melalui identitasnya,
sepotensial apapun produk itu, akan sulit untuk mendapatkan tempat di hati
rakyatnya (Anggoro, 2011:291). Lebih lanjut menurut Burhan Bungin dalam
bukunya Sosiologi Komunikasi, bahasa merupakan alat utama dalam
penggambaran realitas (Burhan Bungin, 2007:228). Dengan demikian slogan
dan logo yang merupakan tanda bahasa juga dapat menjadi alat utama dalam
menggambarkan realitas suatu benda, atau produk dalam hal ini.
2.2.4 Semiotika
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ‘tanda’ atau
seme, yang berarti ‘penafsir tanda’. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. ‘Tanda’ pada masa itu masih
bermakna pada suatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Jika diterapkan
pada bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.
Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (signifiant) dalam kaitannya dengan pembaca. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang
ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dala sistem bahasa yang bersangkutan (Sobur, 2009: 17).
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan
tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannnya. Menurut Preminger (dalam Kriyantono, 2006:261), ilmu ini
menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Analisis semiotik berupaya menemukan tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi
di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat
tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna
tanda tersebut berada.
Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang
tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,
melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–
seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan
bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem
tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal
seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial
konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari
tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur,
2004:13).
Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling
orisinal dan multimensional. Menurut Paul Cobley dan Litza Jansz (1999:20),
Peirce adalah seorang pemikir yang argumentatif. Peirce mengidentisikasi, dari
ilmu logika ke ilmu intelektual, yaitu tindakan komunikatif yang telah
menunjukkan bagaimana ia menggaris bawahi kepentingan teknis ilmu (Sobur,
2009:40-41).
Peirce menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium
tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam
kehidupan manusia bisa berarti gerakan ataupun isyarat. Anggukan ataupun
gelengan dapat berati sebagai setuju dan tidak setuju, tanda peluit, genderang,
suara manusia bahkan bunyi telepon merupakan suatu tanda. Tanda dapat berupa
tulisan, angka dan bisa juga berbentuk rambu lalu lintas contohnya merah berati
Peirce dalam lingkungan semiotik melihat sebuah tanda, acuan dan
penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Peirce, yang biasanya dipandang
sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika, menjelaskan modelnya secara
sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk
sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang
pernyataan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi
seseorang.
Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan dibenak seseorang
tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih
berkembang. Tanda tersebut disebut interpretant dari tanda-tanda pertama.
Perumusan yang terlalu sederhana dari Pierce ini menyalahi kenyataan tentang
adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (dari objek B),
kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa
suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut (A, B dan
C). Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari
kepertamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya adalah sebagai unsur
pengantara yang berperan sebagai ketigaan.
Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukkan tanda juga
membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang
membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu
makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah
unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi
dan penangkapan (hipotesis) membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar
bisa ada sebagai suatu tanda maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti
Charles Sanders Peirce mengemukakan gagasannya mengenai model tanda
dan taksonominya. Peirce mengemukakan model triadic tanda, yang terdiri atas elemen-elemen sebagai berikut :
a. Representamen, adalah bentuk yang diambil sebagai tanda (tidak senantiasa bersifat material).
b. Interpretant, cenderung bermakna gagasan yang dimunculkan oleh tanda.
c. Object, adalah hal kemana tanda terkait mengacu. Gambar 1
Segitiga Makna Charles S.Peirce Sense
B
A C
Sign Vehicle Referent
(Sumber : Morissan, 2009: 28)
Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut ‘semiosis’. Untuk lebih
memahaminya, kita bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model tanda
yang dikemukakan oleh Peirce, lampu tanda berhenti akan diwakili oleh lampu
merah yang ada di persimpangan jalan (sebagai representamen), kendaraan berhenti (sebagai objek) dan gagasan bahwa lampu merah mengindikasikan
kendaraan harus berhenti (sebagai interpretant) (Morissan, 2009:28).
2.2.5 Semiotika Komunikasi Visual
Semiotika komunikasi visual bertujuan mengkaji tanda verbal (judul,
subjudul, dan teks) dan tanda visual (ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual)
desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Dengan analisis
verbal dan tanda visual karya desain komunikasi visual. Dengan pendekatan teori
semiotika, maka karya desain komunikasi visual akan mampu diklasifikasikan
berdasarkan tanda, kode dan makna yang terkandung di dalamnya (Tinarbuko,
2009: 9). Meskipun objek utama dari komunikasi visual adalah elemen-elemen
komunikasi yang bersifat visual, yaitu garis, bidang, ruang, warna, bentuk dan
tekstur, akan tetapi perkembangannya, desain komunikasi visual juga melibatkan
elemen-elemen non visual, seperti tulisan, bunyi atau bahasa verbal.
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep
komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media
komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri dari gambar
(ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan guna menyampaikan pesan secara visual, audio atau audio visual kepada target
sasaran. Jagat desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak dan
perubahan karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan
lahirnya industrialisasi. Sebagai industri fotografi yang terkait dalam sistem
ekonomi dan sosial, desain komunikasi visual juga berhadapan dengan
konsekuensi sebagai produk massa dan komsumsi massa. Terkait dengan fakta
tersebut, desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan
rupa yang dapat dikecap orang banyak dengan pikiran maupun perasaan. Rupa
yang mengandung pengertian makna, karakter, serta suasana yang mampu
dipahami (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karya desain
komunikasi, pesan disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara
garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati pada aspek ragam bahasa, tama dan pengertian yang
didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya,
apakah secara ikonis, indeksikal atau simbolis dan bagaimana cara
mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari
dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara
Untuk mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur perlu
diperhatikan. Hal tersebut antara lain: garis (line), bentuk (form), ruang (space), tekstur, keseimbangan, proposisi, keserasian, warna, irama, ukuran serta durasi
1.Garis (Line)
Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik
poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berberntuk gambar, garis lengkung
(curve) atau garis lurus (straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain.
2.Bentuk (Form)
Istilah bentuk (form) digunakan untuk menyatakan suatu bangun atau
shape yang tampak dari suatu benda. Bentuk adalah segala sesuatu hal yang memiliki diameter, tinggi dan lebar. Bentuk (form) adalah tubuh atau massa yang berisi garis-garis. Sedangkan garis adalah bagian tepi atau garis pinggir bentuk
suatu benda atau biasa disebut “kontur benda”. Kontur memperlihatkan bangun
atau gerakan itu sendiri. Garis lurus dan garis lengkung termasuk elemen
benda; tanpa bentuk, tetapi garis-garis tersebut dapat menjelaskan suatu bentuk;
dengan menyusun garis horizontal dan vertikal yang sama panjang akan terjadi
suatu bentuk bangun bujur sangkar. Semua bangun seperti bujur sangkar,
lingkaran, dan segitiga sama sisi merupakan sebagian dari bentuk dasar yang
dipergunakan untuk mendesain. Bentuk suatu benda bisa bersifat dua dimensional
(lonjong, oval, polygon, persegi panjang dan heksagon), yaitu datar tanpa
ketebalan atau bersifat tiga dimensional (kerucut, kubus, silinder, prisma,
Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategori menjadi tiga,
yaitu:
a. Huruf (character) yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang dapat digunakan untuk membentuk tulisan sebagai
wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung
seperti A, B, C dan sebagainya.
b. Simbol (symbol) yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat
dipahami secara umum sebagai simbol atau lambing untuk
menggambarkan suatu bentuk nyata, misalnya gambar orang,
bintang, matahari dalam bentuk sederhana (simbol), bukan
dalam bentuk nyata (dengan detail).
c. Bentuk nyata (form), bentuk ini betul-betul mencerminkan kondisi fisik dari suatu objek. Seperti gambar manusia secara
detail, hewan secara detail atau benda lainnya.
3. Ruang (space)
Ruang terjadi karena adanya persepsi mengenai kedalaman sehingga
terasa jauh dan dekat, tinggi dan rendah, yang tampak melalui indera
penglihatan. Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk
lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek
estetika desain. Sebagai contoh, tanpa ruang kita tidak akan tahu yang mana
kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang kita tidak tahu mana yang
harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus membaca dan kapan harus berhenti
sebentar.
Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian, ruang digolongkan menjadi
dua unsur, yaitu objek (figure) dan latar belakang (background). Hubungan antar ruang merupakan bagian dari perencanaan desain, apakah itu berupa
jarak antar huruf atau huruf dengan gambar yang terletak pada sebidang kertas.
Ruang sebagai latar belakang dari suatu objek juga perlu diolah, umpamanya
4.Tekstur
Tekstur adalah sifat dan kualitas fisik dari permukaan suatu bahan,
seperti kasar, mengkilap, pudar atau kusam yang dapat diaplikasikan
secara kontras, serasi atau berupa pengulangan-pengulangan untuk suatu
desain. Pada umumnya desain berkaitan dengan indera peraba dan juga indera
penglihatan. Tekstur akan tampak jelas tergantung pada cahaya serta
bayangannya yang disebabkan oleh ilusi optis. Dalam penggunaan tekstur
disusun secara serasi atau kontras hasilnya, tetapi secara kontras hasilnya
akan lebih menarik daripada kombinasi dengan tekstur yang serupa.
5.Keseimbangan (balance)
Prinsip dasar dari komposisi yaitu keseimbangan paling mudah dikenal
atau dilihat. Bilamana ada dua benda dengan berat sama diletakkan pada jarak
yang sama terhadap sumbu khayal (maya), maka objek yang ada pada kedua
belah sisi dari garis maya tampak seolah-olah berbobot sama. Keseimbangan bisa
terjadi secara fisik maupun secara optis. Untuk menghayatinya hanya diperlukan
satu titik atau sumbu khayal (maya). Prinsip ini merupakan prinsip utama
yang menghasilkan kesan beraturan sehingga tampak dinamis.
6. Keseimbangan simetris dan asimetris serta keseimbangan horizontal
Simetris berarti sama dalam ukuran, bentuk, bangun dan letak dari
bagian- bagian atau objek-objek yang akan disusun di sebelah kiri dan kanan
garis sumbu khayal. Asimetris terjadi apabila garis, bentuk, bangun atau massa
yang tidak sama dalam ukuran, isi atau volume yang diletakkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengikuti aturan keseimbangan asimetris yang banyak digunakan
dalam desain modern atau kontemporer. Ada pada lukisan atau karya fotografi,
keseimbangan antara bidang bagian atas dan bidang bagian bawah diperoleh
7. Keserasian (harmony)
Keserasian adalah prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan di
antara bagian-bagian suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha menyusun
berbagai bentuk, bangun, warna, tekstur dan elemen-elemen lain yang disusun
secara seimbang dalam suatu susunan komposisi yang utuh agar indah untuk
dipandang. Keseimbangan dapat dicapai dengan mengkombinasikan berbagai
elemen yang sifatnya sama, misalnya kesamaan dalam skala dan bentuk; dan
apabila skala dan bentuk tersebut berbeda, maka kemungkinan yang juga bisa
dicapai adalah dengan warna yang sama. Walaupun keserasian merupakan upaya
mencapai suatu kesatuan dalam penampilan tetapi juga diperlukan variasi-variasi
agar tidak berkesan monoton dan membosankan.
8. Irama (rhythm)
Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri khasnya
terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur dengan
diberi tekanan atau aksen. Semua cabang seni menggunakan unsur irama seperti
musik, sajak, puisi, lukisan dan lain-lain. Dapat dikatakan irama berfungsi
mengarahkan perhatian dari suatu tempat atau bidang ke bidang yang lain
sehingga terkesan suatu kesan gerak. Bentuk irama yang paling sederhana adalah
pengulangan yang seragam dari objek yang sama. Komposisi irama yang lebih
kompleks atau rumit dibuat dengan mengurangi atau menambah ukuran elemen.
Sedangkan gradiasi merupakan jenis irama yang penting dimana ukuran warna
atau nilai dari elemen-elemen desain secara bertahap bersamaan dengan
pengulangan yang terjadi.
9.Warna
Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang
mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang
diterima oleh mata lebih ditentukan cahaya. Permasalahan mendasar dari
berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk
menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa
haru, sedih, gembira, mood atau semangat.
Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya
“Creating Colour Scheme” (Kusrianto, 2007: 47) membuat daftar mengenai
kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respon secara psikologis:
a. Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta,
agresifitas dan bahaya.
b. Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,
kebersihan dan perintah.
c. Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak,
kecemburuan dan pembaruan.
d. Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi,
ketidakjujuran/kecurangan, pengecut dan penghianatan.
e. Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk,
galak dan arogan.
f. Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan.
g. Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan.
h. Abu-abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan
merusak.
i. Putih bermakna kemurnian/suci, bersih, kecermatan,
innocent (tanpa dosa), steril dan kematian.
j. Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan,
kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan.
Fungsi warna yang ada dalam masyarakat memiliki fungsi yang tidak
dapat diabaikan. Fungsi warna tersebut adalah:
a. Fungsi estetis. Secara umun telah diketahuin bahwa warna memiliki
kekuatan untuk membangkitkan rasa keindahan dan memberikan
pengalaman keindahan. Dalam hal demikian dapat dikatakan adanya
keharmonisan warna. Kata harmoni diambil dari seni suara dan berarti
menyenangkan. Pada harmoni warna dapat dijumpai bangkinya efek
yang menyenangkan oleh dua warna atau lebih. Pengaruh warna pada
rasa disebut sebagai fungsi estetis warna.
b. Fungsi isyarat. Diantara banyak warna, ada warna-warna tertentu yang
jika berdiri sendiri maupun digabungkan dengan warna lain mampu
menarik perhatian dengan kuat. Kekuatan warna yang dapat memaksa
seseorang memperhatikan sangat cocok digunakan untuk peringatan.
Pengaruh warna yang demikian disebut fungsi isyarat warna.
c. Fungi psikologis. Telah diketahuin bahwa dapat memberikan pengaruh
tertentu pada perangai dan perasan seseorang. Beberapa warna
membuat perasaan lebih tenang, sebaliknya warna-warna yang lain
membuat seseorang menjadi gelisah dan aktif. Dalam hal ini dikatakan
bahwa warn memiliki fungsi psikologis.
Tipografi dalam konteks desain komunikasi visual mencakup pemilihan
bentuk huruf, besar huruf, cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau
kalimat sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin
disampaikan. Tipografi dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan
bentuk huruf; besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau
kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin
disampaikan (Tinarbuko, 2010:25).
Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna
menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan
orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran. Dalam
hubungannya dengan desain komunikasi visual, huruf dan tipografi adalah elemen
penting yang sangat diperlukan guna mendukung proses penyampaian pesan
verbal maupun visual. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi
oleh kemajuan teknologi digital. Dalam perkembangannya, ada lebih dari seribu
macam huruf romawi atau latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi
huruf-huruf tersebut sejatinya merupakan hasil perkawinan silang dari lima jenis
1. Huruf (Romein)
Garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal tipis dan
mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya.
2. Huruf Egyptian
Garis hurufnya memliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya. Kaki
atau kaitnya berbentuk lurus dan kaku.
3. Huruf Sans Serif
Garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki atau kait.
4. Huruf Miscellaneous
Jenis huruf ini mementingkan nilai hiasnya daripada nilai komunikasinya.
Bentuk senantiasa mengedepankan aspek dekoratif dan ornamental.
5. Huruf Script
Jenis huruf yang menyerupai tulisan tangan dan bersifat spontan.
2.2.6 Semiologi Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Dalam konsep
Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Ini
merupakan sebuah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan
semiologi Saussure, yang terhenti pada panandaan dalam tataran denotatif (Sobur,
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda
adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua
ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama
(Sobur,2004:69).
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua
tahap (two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam
tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini
mengacu pada makna sebenarnya (riil) dari penanda (objek), Dan signifikasi tahap
kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi).
Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk
menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda (konotasi, mitos, dan simbol)
dalam tatanan pertanda kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi
menggambarkan interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau
emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting
dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama (4) dalam peta Ronald
Barthes.
Tradisi semiotika pada awal kemunculannya cenderung berhenti sebatas
pada makna-makna denotatif alias semiotika denotasi. Sementara bagi Barthes,
terdapat makna lain yang justru bermain pada level yang lebih mendalam, yakni
pada level konotasi. Pada tingkat inilah warisan pemikiran Saussure
dikembangkan oleh Barthes dengan membongkar praktik pertandaan di tingkat
Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan
sebagai mitos, dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.
Skema pemaknaan mitos itu oleh Barthes digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2
Gambar peta tanda Roland Barthes
(Sumber: Cobley and Jansz dalam Sobur, 2004:69)
Dari peta Barthes diatas, akan terlihat tanda denotative (3) yang terdiri dari
penanda (1) dan petanda (2). Pada saat bersamaan juga, denotatif adalah penanda
konotatif (4). Jadi menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaanya. Bagi Barthes, semiotika bertujuan untuk memahami
sistem tanda, apapun substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial
yang ada dapat ditafsirkan sebagai ‘tanda’ alias layak dianggap sebagai sebuah
lingkaran linguistik.
Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk
dari tanda-tanda (kesatuan penanda dan petanda) dari sistem yang bersangkutan.
Beberapa tanda boleh jadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator
tunggal. Dalam iklan televisi, susunan tanda-tanda verbal non verbal dapat
menutupi pesan yang ditunjukkan. Citra yang terbangun di dalamnya
meninggalkan ‘pesan lain’, yakni sesuatu yang berada di bawah citra kasar alias 1. signifier
penanda konotasinya. Sedangkan untuk petanda konotasi, karakternya umum,
global dan tersebar sekaligus menghasilkan fragmen ideologis.
Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Budiman, dalam
Christomy, 2004: 255). Dibukanya medan pemaknaan konotatif dalam kajian
semiotika memungkinkan “pembaca” iklan memaknai bahasa metaforik yang
maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan
antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Berbeda dengan level
denotasi yang tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi level
konotasi menyediakan ruang bagi berlangsungnya motivasi makna ideologis.
Dapat dikatakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara tampilan iklan melalui ungkapan atau gaya verbal, nonverbal
dan visualisasinya merupakan elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos
adalah muatannya. Secara semiotis, ideologi merupakan penggunaan
makna-makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna-makna pada makna-makna tingkat ketiga.
Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini
menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara
tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini
sebagai denotasi, hal ini mengacu pada anggapan umum, makna jelaslah tentang
tanda. Sebuah foto tentang tanda keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata
“jalan” mendenotasi jalan perkotaan yang membentang di antara bangunan.
Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus.
Sebagai contoh, di dalam kamus, kata melati berati ‘sejenis bunga’.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada
sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna
denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda
Kridalaksana (dalam Sobur, 2003: 263) mendefinisikan denotasi (denotations) sebagai “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan
yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi
tertentu; sifatnya objektif.
Makna denotatif merupakan makna objektif (makna sesungguhnya dari
kata tersebut). Makna denotatif (denotatif meaning) disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti; makna denotasial, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial atau makna proposional. Disebut makna denotasial,
referensial, konseptual atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote)
kepada suatu referen, konsep atau ide tertentu dari referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus
(dari pihak pembicara) dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal
yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Disebut makna
proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan- pernyataan yang bersifat faktual.
Jika kita mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu hal
tertentu maka itu berati kata tersebut ingin menunjukkan, mengemukakan
dan menunjuk pada hal itu sendiri. Dengan pengertian tersebut kita dapat
mengatakan bahwa kata ayam mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas
tertentu yang memiliki ukuran tertentu, berbulu, berkotek dan menghasilkan
telur untuk sarapan. Kamus umum berisikan daftar aturan yang mengaitkan
kata-kata dengan arti denotatifnya, dan kita dapat membaca, menulis dan mengerti
berbagai kamus karena kita sama-sama memakai pengertian yang sama tentang
kata-kata yang terdapat dalam kamus tersebut.
Sedangkan konotasi (connotation, evertone, evocatory) diartikan sebagai aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran
yang timbul atau yang ditimbulkan pada penulis dan pembaca. Misalnya kata
Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi kalimat “Berilah ia
amplop agar urusanmu segera beres,” maka kata amplop dan uang masih ada hubungan, karena amplop dapat saja diisi uang. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi uang pelancar, uang pelicin, uang semir atau uang gosok.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif
sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna
konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika
adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi
terjadinya salah baca (misreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda (Wibowo, 2011: 174).
Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada
pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa
dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak
orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya
relatif lebih sedikit (kecil). Jadi, sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif
apabila kata itu mempunyai “nilai rasa’, baik positif maupun negatif. Jika tidak
mempunyai nilai rasa, maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat
juga disebut berkonotasi negatif (netral) sobur (Sobur 2003:264).
Barthes menggunakan konsep connotation-nya untuk menyingkap makna- makna tersembunyi. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna
konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Konsep ini menetapkan dua
cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif.
Pada tingkatan denotatif, tanda-tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer
yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, tahap sekunder, munculah makna
Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos
dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes
memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh Barthes dapat berbentuk verbal (lisan dan tulis) atau non verbal: n’importe quelle matière peut être dotée arbitrairement de signification, materi apa pun dapat dimaknai secara arbitrer‟. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue
(Barthes, 2007:16).
Betapa pun dominannya suatu mitos, ia selalu akan didampingi oleh suatu
mitos lain, yang merupakan kontramitos. Ini barangkali dapat dikatakan sifat yang
biasanya terdapat pada sebuah masyarakat yang telah terbuka (kepada dunia lain).
Hanya dalam masyarakat yang benar-benar tertutup akan ditemui kemutlakan
suatu mitos. Dengan begitu, mitos-mitos tadi akan ditentang oleh mitos-mitos lain
pula, ketika itu, yang merupakan kontramitos (Junus dalam Sobur, 2004: 131).
Pada dasarnya, analisis semiotika memang sebuah ikhtiar untuk merasakan
sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca
atau mendengar suatu narasi atau naskah. Analisisnya bersifat paradigmatik,
dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi
di balik sebuah teks (Berger dalam Sobur, 2004: 117). Teks yang dimaksud tidak
hanya berarti berkaitan dengan aspek linguistik.
Eriyanto (2001:146) menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam
analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini menurutnya, karena teks, percakapan
dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi
tertentu. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata
idea dan logos, Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata
logia berasal dari kata logos yang berarti kata-kata. Dan arti kata logia berarti
Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui
representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,
visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal,
tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Untuk
mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem
tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,
baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan
indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2004:116).
Makna yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan
mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam
kehidupan manusia, sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak
mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai
meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah
lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat
kebenarannya.
Dalam mengkaji mitos di dunia media dan budaya populer, perspektif
semiotika struktural tidak akan pernah menampilkan gagasan-gagasan yang
dikeluarkan Roland Barthes. Dari sudut pandang semiotik-sentris, tujuan utama
”membaca” iklan televisi adalah menemukan makna terselubung (latent meaning) yang terkait dengan mitos dan muatan ideologi tertentu. Persoalannya, relativitas
kebenaran makna dalam semiotika menyebabkan sebuah tanda dapat dimaknai
beragam(http://www.scribd.com/doc/80446342/Membaca-Iklan-TelevisiPerpektif
Semiotika).
Setiap tanda, dalam bahasa Barthes, memiliki sifat polisemi alias
berpotensi multitafsir. Hal tersebut disebabkan oleh sifat ambigu dari penanda dan
kemungkinan yang diberikan oleh penanda tersebut untuk diinterpretasikan. Oleh
karenanya, kendati tidak ada prosedur teknis baku dalam kajian semiotika,
seorang ”pembaca”, bukan sekadar penonton tetapi perlu menstrukturkan iklan
tanda yang ada di dalamnya dapat menyebabkan seorang pembaca iklan tersesat
2.3 Model Teoretik
Gambar 3
Bagan Model Teoretik Penelitian Slogan You C1000 Dalam Iklan
OOooooooob Objek Penelitian
Iklan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema
Zavarrete
Semiotika Roland Barthes
- Denotasi - Konotasi - Mitos
Level Analisis - Teks ( Gambar )
- Konteks ( Sosial, Sejarah, Budaya, Ekomoni )
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Tipe penelitian ini adalah kualitatif yang diartikan sebagai rangkaian
kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam
kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari
sudut pandang teoritis maupun praktis (Nawawi, 1995: 209). Dalam penelitian ini
ada dua hal yang ingin dicapai, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya
suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap
proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada di balik informasi, data dan
proses suatu fenomena sosial itu. Berdasarkan tujuan yang kedua, peneliti
menggunakan analisis semiotika untuk metode penelitian yang sifatnya
memaparkan situasi ataupun peristiwa dengan melukiskan variabel satu demi satu
(Rakhmat, 2007: 25).
Penelitian dengan menggunakan analisis semiotika merupakan teknik
penelitian bagi kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada
sumber maupun penerimaan pesan. Dikategorikan kedalam penelitian interpretatif
dan subjektif karena sangat mengandalkan kemampuan penelitii dalam
menafsirkan teks ataupun tanda yang dikaitkan dengan nilai-nilaii ideologi,
budaya, moral dan spiritual. Maka penelitian ini memberi peluang yang besar bagi
dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Pendekatan penelitian ini
mengedepankan penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran
terperinci objek penelitian beberapa pesan komunikasi dalam bentuk tanda-tanda.
Analisis semiotika yang digunakan mengacu pada semiologi Roland
Barthes signifikasi dua tahap (two order signification); denotasi dan konotasi. Semiologi Roland Barthes dipilih karena mampu memaknai tanda pada media
visual seperti iklan televisi. Semiologi Roland Barthes menekankan pada peran
pembaca (reader), peran di sini berarti walaupun sebuah tanda telah memiliki makna denotasi ataupun konotasi, tetapi tetap saja dibutuhkan keaktifan pembaca
yang terdapat pada desain iklan televisi nantinya akan dicari makna riil-nya
(denotasi), kemudian hubungan antara satu tanda dengan tanda lainnya akan
dicari makna tersirat di dalamnya (konotasi).
(http;//id.wikipedia.org/semiologi-roland-barthes)
3.2 Objek penelitian
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah gambar-gambar yang
ditampilkan dalam bentuk komunikasi visual yaitu iklan You C1000. Awal dalam iklan tersebut menampilkan wanita dan pria yang sangat tertekan dengan kondisi
mereka. Namun seorang wanita yang muncul dalam iklan You C1000 begitu sehat, segar, cantik, dan berseri-seri ternyata wanita itu miss universe 2010 bernama Xinema Zavarrete sebagai icon minuman You C1000. Xinema Zavarrete mengutamakan kesehatan dirinya sebelum melihat penampilan dari luar, jadi
kesehatan dapat diperoleh dengan minuman You C1000 perharinya akan menambah 1000 vitamin C yang dibutuhkan oleh manusia dalam satu hari. Sesuai
slogan minuman You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” dengan mengkonsumsi perharinya akan berpengaruh besar terhadap kesehatan yang ingin
kita miliki sehingga tampilan diri kita akan terlihat segar dan bugar.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah iklan slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside ” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk . PT. Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical merupakan principal dan distributor dari minuman kesehatan kelas dunia, You C1000. Indonesia merupakan negara yang pertama mendapatkan kepercayaan dari perusahaan internasional asal
Jepang, Takeda food untuk memproduksi minuman kesehatan You C1000.