• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Slogan You C1000 terhadap Citra Produk” (Analisis Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Zavarrete terhadap Citra Produk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Makna Slogan You C1000 terhadap Citra Produk” (Analisis Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Zavarrete terhadap Citra Produk)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Makna Slogan You C1000 Terhadap Citra Produk

(Analisis Semiotika Iklan Makna Slogan You C1000 “ Healthy

Inside, Fresh Outside” Versi Xinema Zavarrete Terhadap Citra

Produk di Televisi Swasta)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

KONCHO PUTRA ADILA

080904127

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap citra produk (Analisis

Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh outside” versi

Xinema Zavarrete terhadap citra produk di televisi swasta). Pada dasarnya

kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Simbol merupakan salah

satu alat berkomunikasi dengan sesamanya. Aplikasi simbol juga di terapkan

dalam iklan untuk menunjukan identitas suatu produk. Slogan sebagai bagian dari

identitas suatu produk, sebab merupakan salah satu asset yang utama dalam

membangun citra produk tersebut. Slogan merupakan salah satu penyampaian

pesan yang sangat efektif untuk menbangun citra atau image sebuah produk yang

ada kepada khalayak. Slogan sebagai tanda bahasa juga dapat digunakan sebagai

alat utama untuk menciptakan gambaran realitas sesuai konstruksi pembuatnya.

Salah satu cara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dengan cepat dan

tepat adalah dengan cara meletakkan slogan dalam gambar produk tersebut.

Dengan meletak tanda bahasa yang digunakan dalam iklan akan mempertegas

gambaran citra yang dikonstruksikan atas suatu barang atau produk tersebut. Citra

yang dimiliki khalayak atas sebuah produk yang ada dari iklan sesungguhnya

merupakan bagian apa yang diharapakan oleh produk tersebut adalah hasil

konstruksi dari pembuat iklan ini. Penelitian akan menganalisa slogan You C1000

sebagai bagian dari tanda bahasa dan lambang sebagai sistem tanda bahasa yang

ada dalam iklan You C1000 dan bagaimana lambang tersebut dapat

membangkitkan makna yang terdapat dalam slogan You C1000, hingga akhirnya

dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap khalayak tentang apa yang ingin

disampaikan oleh produk tersebut buat membangun citra yang baik di mata

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada Allah SWT karena atas berkat dan karuniaNya

penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah (Skripsi) ini tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap Citra Produk”

(Analisis Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Zavarrete terhadap Citra Produk) ini disusun untuk melengkapi seluruh kegiatan akademik yang sudah penulis laksanakan sekaligus sebagai salah satu

persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, yang tentunya merupakan sebuah proses

dan hasil dari rangkaian proses akademik selama menjalani pendidikan di

Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan juga dari data yang berkaitan baik

yang ditemukan melalui perpustakaan, internet, buku-buku literatur, dan

penelitian.

Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini penulis memperoleh banyak

bantuan, bimbingan motivasi dan doa dari berbagai pihak. Pertama sekali peneliti

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah, Yudisman dan

Mama, Erlina, yang tidak putus-putusnya memberikan doa dan cinta kasihnya

yang amat besar sehingga peneliti mampu menjalani masa pendidikan dengan ini

(4)

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak dibantu memberi

kontribusi baik berupa materi pikiran, maupun dorongan semangat. Untuk itu

perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU

3. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan dan arahan selama pengerjaan skripsi.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing

penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP

USU.

5. Kak Icut, Kak Ros, Kak Maya dan seluruh staf yang telah membantu

peneliti selama ini.

6. Sahabat yang banyak membantu selama perkuliahan dan sharing selama skripsi Yan, Rafsan, Novri, Mimin, Hendra, Sura, Ibam, Bagor, Kariza,

Agitha dan Idek.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis selama 4 tahun menjalani

pendidikan, TPP Crew Komunikasi USU. Seluruh keluarga besar

Komunikasi 08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terimakasih telah menjadi teman-teman yang baik selama masa

(5)

8. Buat temen-temen yang tidak pernah jenuh setiap hari memberi semangat

dan motivasi bagi penulis.

Menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini,

penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Dan penulis sangat menerima kritik dan

saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan pendorong penulis untuk

dapat semakin maju. Penulis juga berterima kasih atas saran dan kritik yang

diberikan serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian akademik penulis.

Semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua.

Amiin.

Medan, 1 Agustus 2012

Penulis

(6)
(7)

4.3 Pembahasan ... 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Simpulan ... 74

5.2 Saran.... ... 75

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Makna Slogan You C1000 terhadap citra produk (Analisis

Semiotika Makna Slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh outside” versi

Xinema Zavarrete terhadap citra produk di televisi swasta). Pada dasarnya

kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Simbol merupakan salah

satu alat berkomunikasi dengan sesamanya. Aplikasi simbol juga di terapkan

dalam iklan untuk menunjukan identitas suatu produk. Slogan sebagai bagian dari

identitas suatu produk, sebab merupakan salah satu asset yang utama dalam

membangun citra produk tersebut. Slogan merupakan salah satu penyampaian

pesan yang sangat efektif untuk menbangun citra atau image sebuah produk yang

ada kepada khalayak. Slogan sebagai tanda bahasa juga dapat digunakan sebagai

alat utama untuk menciptakan gambaran realitas sesuai konstruksi pembuatnya.

Salah satu cara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dengan cepat dan

tepat adalah dengan cara meletakkan slogan dalam gambar produk tersebut.

Dengan meletak tanda bahasa yang digunakan dalam iklan akan mempertegas

gambaran citra yang dikonstruksikan atas suatu barang atau produk tersebut. Citra

yang dimiliki khalayak atas sebuah produk yang ada dari iklan sesungguhnya

merupakan bagian apa yang diharapakan oleh produk tersebut adalah hasil

konstruksi dari pembuat iklan ini. Penelitian akan menganalisa slogan You C1000

sebagai bagian dari tanda bahasa dan lambang sebagai sistem tanda bahasa yang

ada dalam iklan You C1000 dan bagaimana lambang tersebut dapat

membangkitkan makna yang terdapat dalam slogan You C1000, hingga akhirnya

dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap khalayak tentang apa yang ingin

disampaikan oleh produk tersebut buat membangun citra yang baik di mata

(9)

BAB 1

1.1 KONTEKS MASALAH

Istilah identitas produk secara luas dipakai dalam pengertian yang sering

kita dengar yaitu nama produk, logo, kalimat pendek (tagline/slogan), warna, serta

kendaraan, atau hal-hal lain yang membawa ciri khas produk. Semua itu,

merupakan suatu komponen pokok dari suatu produk yang harus senantiasa

dipelihara atau dijaga, sehingga nantinya dikenalkan oleh masyarakat luas

(Anggoro,2001:281). “Elemen-elemen identitas itu dirancang untuk

mencerminkan tampilan dan perasaan yang di anggap paling dikagumi oleh

perusahaan itu dengan harapan memperoleh citra yang positif terhadap produk

perusahaan.” (Ackerman,2004:9).

Dasa warsa terakhir ini di lingkungan dunia bisnis mencuat isitilah

corporate identity dan karena keumuman atau kelatahan, maka istilah tersebut diartikan sebagai logo atau lambang suatu perusahaan. Pengertian corporate identity mencakup jangkaun yang lebih luas, yaitu untuk menunjukkan kepada khalayak ramai tentang ciri khas, kepribadian, kejayaan, kepercayaan serta

kualitas produk atau jasa dari suatu perusahaan.

Corporate identity suatu perusahaan pada hakekatnya berfungsi sebagai lambang jaminan mutu yang disertai rasa tanggungjawab pada produk atau jasa

yang dihasilkan, sehingga siapapun yang memakainya dijamin akan mendapatkan

kepuasaan penggunaan dan pelayanan yang bermutu. Begitu besarnya pengaruh

corporate identity bagi seseorang, karena mampu memberikan kepercayaan

merasa terlindungi, bahkan dijadikan sebagai ukuran harga diri atau status si

pemakai.

Logo atau corporate identity terpampang pada benda produk, kemasan, kop surat, brosur, iklan penujuk jalan, benda-benda cendermata, sampai pada

gedung atau perkantoran, sebagai tanda pengenal yang mudah diingat dan

(10)

Identitas perusahaan dalam bentuk logo disusun dari berbagai unsur

seperti huruf, garis, bentuk-bentuk, dan abstrak, dan warna. Penentuan warna

tidak bisa sembarangan, tetapi di pilih warna yang memiliki arti simbolik dan jiwa

luhur. Pada umunnya warna juga bisa hadir karena keiinginan atau filosofi yang

dianut para pendiri perusahaan, yang dipengaruhin oleh keyakinan bahwa hanya

warna tertentu saja yang bisa mendatangkan rejeki atau hoki. Sedangkan

keyakinan tersebut didasarkan pada pengalaman atau perhitungan supranatural.

Tagline atau slogan sebagai bagian dari identitas produk merupakan suatu

urutan kata-kata atau suatu kata pendek yang ekspresif digunakan untuk

komunikasi atau mendramatisir manfaat-manfaat fungisonal dan emosional dari

brand bagi para pelanggan dan pelanggan potensial dalam usaha mempengaruhi

perasaan para konsumen terhadap brand atau merek tersebut. Sesungguhnya

dalam kehidupan sehari-hari kita sangat sering dihadapkan dengan berbagai

macam slogan. Selama mata kita terbuka, kita akan melihat bahwa begitu banyak

slogan yang bertebaran di mana-mana. Misalnya, kita sering menonton televisi,

tiap produk berlomba-lomba untuk menanamkan slogannya ke benak permisa,

ketika kita berjalan-jalan mata akan dengan mudah menangkap slogan berbagai

macam produk yang dipasarkan. Slogan Teh Botol Sosro,”Ahilnya Teh”, atau

slogan dari produk rokok Sampoerna “Bukan Basa sudah begitu melekat dalam

benak masyarkat luas mengenai slogan-slogan yang telah didengar dan dilihat

melalui televisi.

Ketika seseorang mendengar slogan “Just Do It ”, pikiran mereka akan terarah pada produk sepatu buatan Amerika, Nike, di mana slogan “Just Do It” milik Nike mengkomunikasi maksud perusahan yang ingin mendorong para pencinta atau konsumen sepatu Nike untuk tidak ragu-ragu dalam melakukan suatu tantangan. Demikian juga ketika masyarakat Indonesia mendengarkan

slogan Telkom Flexi yang bunyinya “Bukan Telepon Biasa”, slogan tersebut ingin

menyuarakan pesan perusahaan yang ingin mengatakan bahwa Flexi merupakan

produk yang istimewa karena dengan prinsip mobile phone, konsumen dapat menggunakan telepom Flexi di mana saja dan kapan saja dengan perhitungan

(11)

menjadi sangat mengenal bagi para konsumen. Selain itu masih banyak juga

slogan iklan-iklan produk yang sangat gampang di ingat oleh khalayak, cukup

dengan mendengarkan slogan tersebut khalayak sudah mengetahuin produk

tersebut.

Dewasa ini keberadaan slogan menjadi sangat penting karena slogan dapat

mengidentifikasi (memunculakan identitas) dan pada gilirannya identitas tersebut

mampu membentuk impersi tertentu atas suatu produk di mata khalayaknya.

Keuntungan berikutnya yang dibuahkan oleh kegiatan-kegiatan periklanan dan

kehumasan yang dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan. Slogan sebagai

tanda bahasa juga merupakan alat utama untuk menggambarkan realitas suatu

benda atau produk tersebut. Di sini kita dapat melihat bahwa slogan merupakan

simbol dari suatu produk bagian asset yang berharga bagi suatu perusahaan

ataupun organisasi.

“Salah satu strategi untuk menyampikan slogan suatu produk secara cepat

dan tepat adalah dengan cara meletakkan slogan pada gambar atau iklan. Iklan

merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi

pemasaran sebuah produk.” (Jefkins, 2000:20). Kedua bentuk ekspresi ini,yaitu

kata-kata dan gambar atau bisa juga di sebut dangan komunikasi periklanan, sejak

lama telah digunakan oleh banyak perusahaan di seluruh di dunia untuk mewaliki

perusahaan melalui produk perusahaan secara efektif di mata khalayaknya.

Dengan demikian komunikasi yang efektif senantiasa sangat ditentukan dengan

perpaduan kata-kata dan gambar suatu produk itu sendiri. “Pemilihan kata-kata

(unsur verbal) yang tepat dengan perpaduan gambar-gambar (unsur non verbal)

yang memikat akan mampu membangkitkan makna yang ingin disampaikan oleh

suatu produk kepada khalayaknya secara efektif.” Dikatakan pula oleh Burhan

Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi, bahwa penggunaan bahasa dan

dengan didukung oleh sistem tanda dapat dipergunakan untuk mempertegas

(12)

Hal ini disadari pula oleh PT. Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical

(ASPP), di mana PT. ASPP merupakan principal dan distributor dari minuman kesehatan kelas dunia, You C1000. Indonesia merupakan negara pertama yang mendapatkan kepercayaan dari perusahaan internasional asal Jepang, Takeda

Food, untuk menproduksi minuman kesehatan, You C1000. Melalui kerjasama bisnis antara PT. Djojonegoro C1000 dan Takeda Food pada September 2004,

PT. Djojonegoro C1000 memperoleh hak untuk menproduksi You C1000

yang merupakan minuman kesehatan yang memadukan vitamin C dari sari buah

lemon dan soda yang menyegarkan untuk dinikmati. You C1000 termasuk dalam kategori Health Drink dan menjadi minuman kesehatan pertama di Indonesia yang memiliki kadungan vitamin C cair sebanyak 1000 mg. Distribusi, promosi, dan

segala aktivitas manajemen You C1000 dijalankan oleh PT. ASPP sebagai

principal dan distibutor produk ini. Liputan media massa pada masa awal produk ini diluncurkan sangat luas. Kehadiran Ximena Navarrete, Miss Universe 2010 sebagai icon You C1000 pada saat itu memberikan daya tarik tersendiri. You

C1000 hadir dengan mengusung ciri atau identitasnya yang kuat, mulai dari

produk itu sendiri, penggunaan bahan-bahan alami, icon Miss Universe, teknologi yang inovatif, logo, slogan You C1000, Healthy inside Fresh outside, dll. Dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak, You C1000 juga menggunakan iklan

dengan memakai tokoh Miss Universe yang dibuat oleh PT. ASPP dengan bantuan biro iklan Chuo Senko.

Karena adanya keterkaitan fenomena dan selanjutnya untuk memperdalam

kajian di bidang identitas produk, dalam hal ini adalah makna slogan, dengan citra

produk yang dikonstruksikan di dalamnya, peneliti memutuskan untuk memilih

topik penelitian yang berjudul ‘‘Pemaknan slogan You C1000 healthy inside, Fresh Outisde versi Xinema Navarrete terhadap Citra Produk’’. Kajian yang di teliti slogan dan dalam menganalisis makna slogan dalam komunikasi periklanan

ini peneliti akan menggunakan metode kualitatif. Peneliti tertarik untuk meneliti

slogan demi membangun sebuah citra produk, karena peneliti melihat slogan

sebagai tanda bahasa merupakan alat utama untuk menciptakan realitas dan

dengan di dukung oleh lambang dalam iklan yang merupakan bagian dari sistem

(13)

dikonstruksikan yang ingin disampaikan kepada khalayaknya dalam memasarkan

produk itu sendiri.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan

permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah Makna Slogan You C1000 “Healthy inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk?’’

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk

mengetahui makna slogan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk.

1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademi

Melalui penelitian yang berjudul “Makna Slogan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema Navarrete terhadap Citra Produk, Kajian iklan You C1000 diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kajian teoritis dan khususnya di bidang ilmuan mengenai makna

logo dan slogan iklan terhadap citra produk.

b. Manfaat Praktis

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan peneliti berharap dapat

memberikan sumbangsih terhadap masyarakat dalam lebih memahami

makna logo dan slogan yang ada di balik sebuah identitas suatu produk

dalam sebuah iklan terhadap citra produk yang telah dikontruksikan di

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif / Paradigma Kajian

Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap

paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang

diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa

dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang di telusuri dari

pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secaea fundamental berbeda dengan

perilaku alam, karena manusia bertindak sebagaiagen yang mengkonstruksi dalam

realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman

perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa subtansi bentuk kehidupan di

masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari

tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat

bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya.(

http://id.wikipedia//org/wiki/perspektif konstruktivisme dan kritikal).

Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara

dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahai dan

mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.

Paradigma konstruktivisme merupakan respon terhadap paradigma positivis dan

memiliki sifat yang sama dengan positivis, dimana yang membedakan keduanya

adalah objek kajiannya sebagai awal dalam memandang realitas sosial. Positivis

berangkat dari sistem dan struktur sosial, sedangkan konstruktivisme berangkat

dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas tersebut.

Dikategorikan ke dalam penelitian kualitatif konstruktivisme karean

sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan makna yang ingin

dibangun melalui realitas sosial sehingga dapat dikaitkan dengan konteks sosial,

(15)

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi Massa

Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa yang

menyampaikan informasi, ide, gagasan kepada komunikan yang jumlahnya

banyak dan menggunakan media. Aneka pesan melalui sejumlah media massa

dengan menyajikan beragam peristiwa baik itu yang sifatnya sederhana

menunjukkan bahwa komunikasi massa telah menjadi bagian kehidupan manusia.

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang

berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada

khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti

radio, televisi dan film (Cangara, 2006: 36).

Joseph A. Devito (Wiryanto, 2004: 3) mengemukakan definisi komunikasi

massa dalam dua pengertian :

1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,

kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.

2. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh

pemancar-pemancar audio atau visual, seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah, film atau buku.

Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan

inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan

atau sumber daya lainnya. Media massa seringkali berperan sebagai wahana

pengembangan budaya, bukan saja dalam pengertian bentuk seni dan simbol,

Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan jenis komunikasi lain bentuknya

sama yaitu seseorang menyusun sebuah pesan, pada dasarnya itu merupakan

tindakan intarpersonal. Pesan tersebut kemudian disandikan (encoding) ke dalam kode umum misalnya bahasa. Bahasa tersebut ditransmisikan dan orang lain akan

(16)

sifat komunikasi massa lebih khusus. Untuk dapat menyampaikan pesan dengan

efektif kepada ribuan orang dengan latar belakang dan ketertarikan yang berbeda

membutuhkan keahlian yang tersendiri dibandingkan hanya bicara dengan teman

di seberang meja. Menyandi pesan jauh lebih kompleks karena selalu

menggunakan alat, contohnya kamera, alat perekam atau media cetak (Vivian,

2009:368).

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Joseph R. Dominick

terdiri atas (Effendy, 2006: 29-31):

1. Pengawasan peringatan (surveillance)

Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita

dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal

yang mempekerjakan pengawasan.

2. Interpretasi (Interpretation)

Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi

beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata

dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi

siaran. Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan,

adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran.

3. Hubungan (Linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di

dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran

perseorangan. Misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan

dengan produk-produk penjual.

4. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai

dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan

dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari

(17)

5. Hiburan (Entertainment)

Fungsi ini jelas tampak pada televisi dan radio, dimana sebahagian

besar programnya bersifat menghibur (to entertain).

2.2.2 Iklan

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai tiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh

satu sponsor yang diketahui. Yang dimaksud ‘dibayar’ disini menunjukkan fakta

bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli,

sedangkan maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan melibatkan media massa

(Morrisan, 2010:17).

Iklan berasal dari bahasa Arab iqlama, yang dalam bahasa Indonesia artinya pemberitahuan, dalam bahasa Inggris advertising berasal dari kata Latin

abad pertengahan advertere, “mengarahkan perhatian kepada”, sedangkan reklame berasal dari bahasa Perancis “re-klame” yang berarti berulang-ulang

(Danesi, 2010:362). Sebenarnya semua istilah di atas mempunyai pengertian

yang sama yaitu memberi informasi tentang suatu barang/jasa kepada khalayak.

Iklan dikategorisasikan sebagai iklan non komersial dan iklan komersial.

Iklan non komersial adalah iklan yang bersifat pelayanan masyarakat. Iklan

komersial ditandai dengan syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan

pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu

sendiri. Sehingga terbentuk image, semakin tinggi estetika dan citra objek iklan, maka semakin komersial objek tersebut (Bungin, 2008:65).

Sejatinya tugas utama iklan adalah untuk mengubah produk menjadi

sebuah citra, dan apapun pencitraannya yang digunakan dalam sebuah iklan, baik

itu citra kelas sosial, citra seksualitas, dan sebagainya, yang terpenting pencitraan

itu memiliki efek terhadap produk dan akan menambah nilai ekonomisnya

(18)

Jib Fowles (dalam Bungin, 2008:81) mengatakan, iklan tidak sekedar

media komunikasi, namun terpenting adalah muatan konsep komunikasi yang

terkandung di dalamnya, terlebih lagi konsep itu harus mampu mewakili maksud

produsen untuk mempublikasikan produk-produknya, serta konsep tersebut harus

dipahami oleh pemirsa sebagaimana yang dimaksud oleh si pencipta iklan.

Salah satu bagian dari industri periklanan selain pengiklan dan agen

periklanan, adalah media massa. Media berperan sebagai penghubung antara

perusahaan dengan konsumennya. Media untuk pengiklan antara lain adalah

radio, televisi, koran, majalah, internet, direct mail, billboard dan sebagainya. Dari seluruh media massa yang memungkinkan untuk menjadi media massa

periklanan, televisi seringkali difavoritkan menjadi media periklanan yang utama

karena efektivitas dan efisiensi dalam penyampaian pesan dan pembentukan

citra di dalamnya. Televisi menjadi pilihan utama oleh banyak pemasar karena

karakteristiknya yang unik dan mampu menampilkan imajinasi nyata dari iklan

tersebut dalam bentuk gambar dan suara. Iklan televisi lahir dari proses panjang

penggarapan sebuah iklan. Banyak kalangan tidak mengetahui kalau iklan televisi

umumnya berdurasi beberapa detik, membutuhkan proses kerja yang sangat rumit

dan panjang.

2.2.3 Citra Produk

Citra produk adalah sekumpulan perasaan dan emosi yang menyertai

produk itu dan dapat menjadi rapuh. Citra produk menrupakan perpanjangan

dari citra organisasi atau perusahan dan dapat dibentuk secara kuat. Ada banyak

yang dapat membentuk citra produk yang baik,di antaranya produk itu sendiri,

elemen atau identitas produk, orang-orang, pengemasan, dan lain-lain. Semua

hal tersebut memiliki efek kumulatif dan penting untuk presepsi publik.

Konsumen yang terbiasa menggunakan produk tertentu cenderung

memiliki persepsi yang kuat terhadap produk. Jadi apabila suatu konsep produk

(19)

yang terbaik biasanya tercipta melalui kegiatan-kegiatan periklanan

(jeffkins,2000). Perusahaan dapat mengupayakan agar masyarakat memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang bener akan suatu produk melalui berbagai

cara. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya sosiologi komunikasi,

sesungguhnya citra terbangun atas hasil konstruksi copywriter, visualiser, atau pun pembuatnya. Sehingga tanpa disadarin citra yang muncul telah menjadi

bagian dari kesadaran palsu yang sengaja dikontruksi oleh copywriter atau

pembuat mengkontruksi kesadaran individu serta membentuk pengetahuan

tentang suatu realitas yang baru (Bungin, 2007). Lebih lanjut, menurut Burhan

Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunakasi bahwa untuk mengkontruksi citra

realitas suatu benda atau produk, bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut,

sehingga diperlukan dukungan tanda bahasa (simbol-simnol) sebagai alat

penggambaran citra tersebut.

Tahap konstruksi citra ada empat,yaitu: tahap penyampaian informasi

produk, tahap membangun citra, tahap pembenaran tindakan,dan tahap persuasi

tindakan. Sedangkan dalam iklan, kategorisasi pencitraan ada 8, yaitu: citra

kenikmatan, citra perempuan, citra maskulin, citra kemewahan dan ekslusif, citra

kelas sosial, citra manfaat, citra persahabatan, citra seksisme dan seksualitas

(Bungin,2007:221- 224).

Slogan sebagai elemen penting identitas produk harus memiliki citra dan

sasaran perdagangan produk yang ingin ditampilkan perusahaan serta

mencerminkan aktifitas dan fungsi-fungsinya. Slogan harus mencerminkan citra

positif produk dengan cara memaksimalkan pesan-pesan yang menguntungkan

dalam bentuk lambang dan gambar. Slogan menjadikan wajah dari suatu

produk,berfungsi sebagai pengenal atau jati diri merk produk, untuk di kenalin

dan ada ide yang terbentuk di masyarakat tentang produk itu, dan secara visual

membentuk citra produk. Slogan sebagai indentitas mewakili karakter tertentu

dari suatu produk dan dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di

(20)

Slogan sebagai identitas mewakili karakter tertentu dari suatu produk dan

dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di mata khalayaknya.

Produk yang tidak dapat memunculkan realitas tersebut melalui identitasnya,

sepotensial apapun produk itu, akan sulit untuk mendapatkan tempat di hati

rakyatnya (Anggoro, 2011:291). Lebih lanjut menurut Burhan Bungin dalam

bukunya Sosiologi Komunikasi, bahasa merupakan alat utama dalam

penggambaran realitas (Burhan Bungin, 2007:228). Dengan demikian slogan

dan logo yang merupakan tanda bahasa juga dapat menjadi alat utama dalam

menggambarkan realitas suatu benda, atau produk dalam hal ini.

2.2.4 Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ‘tanda’ atau

seme, yang berarti ‘penafsir tanda’. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. ‘Tanda’ pada masa itu masih

bermakna pada suatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Jika diterapkan

pada bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.

Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (signifiant) dalam kaitannya dengan pembaca. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang

ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dala sistem bahasa yang bersangkutan (Sobur, 2009: 17).

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala

yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan

tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang

menggunakannnya. Menurut Preminger (dalam Kriyantono, 2006:261), ilmu ini

menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu

merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Analisis semiotik berupaya menemukan tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi

di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat

(21)

tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna

tanda tersebut berada.

Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis

untuk mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang

tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,

melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–

seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan

bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem

tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal

seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial

konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari

tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur,

2004:13).

Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling

orisinal dan multimensional. Menurut Paul Cobley dan Litza Jansz (1999:20),

Peirce adalah seorang pemikir yang argumentatif. Peirce mengidentisikasi, dari

ilmu logika ke ilmu intelektual, yaitu tindakan komunikatif yang telah

menunjukkan bagaimana ia menggaris bawahi kepentingan teknis ilmu (Sobur,

2009:40-41).

Peirce menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium

tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam

kehidupan manusia bisa berarti gerakan ataupun isyarat. Anggukan ataupun

gelengan dapat berati sebagai setuju dan tidak setuju, tanda peluit, genderang,

suara manusia bahkan bunyi telepon merupakan suatu tanda. Tanda dapat berupa

tulisan, angka dan bisa juga berbentuk rambu lalu lintas contohnya merah berati

(22)

Peirce dalam lingkungan semiotik melihat sebuah tanda, acuan dan

penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Peirce, yang biasanya dipandang

sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika, menjelaskan modelnya secara

sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk

sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang

pernyataan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi

seseorang.

Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan dibenak seseorang

tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih

berkembang. Tanda tersebut disebut interpretant dari tanda-tanda pertama.

Perumusan yang terlalu sederhana dari Pierce ini menyalahi kenyataan tentang

adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (dari objek B),

kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa

suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut (A, B dan

C). Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari

kepertamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya adalah sebagai unsur

pengantara yang berperan sebagai ketigaan.

Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukkan tanda juga

membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang

membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu

makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah

unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi

dan penangkapan (hipotesis) membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar

bisa ada sebagai suatu tanda maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti

(23)

Charles Sanders Peirce mengemukakan gagasannya mengenai model tanda

dan taksonominya. Peirce mengemukakan model triadic tanda, yang terdiri atas elemen-elemen sebagai berikut :

a. Representamen, adalah bentuk yang diambil sebagai tanda (tidak senantiasa bersifat material).

b. Interpretant, cenderung bermakna gagasan yang dimunculkan oleh tanda.

c. Object, adalah hal kemana tanda terkait mengacu. Gambar 1

Segitiga Makna Charles S.Peirce Sense

B

A C

Sign Vehicle Referent

(Sumber : Morissan, 2009: 28)

Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut ‘semiosis’. Untuk lebih

memahaminya, kita bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model tanda

yang dikemukakan oleh Peirce, lampu tanda berhenti akan diwakili oleh lampu

merah yang ada di persimpangan jalan (sebagai representamen), kendaraan berhenti (sebagai objek) dan gagasan bahwa lampu merah mengindikasikan

kendaraan harus berhenti (sebagai interpretant) (Morissan, 2009:28).

2.2.5 Semiotika Komunikasi Visual

Semiotika komunikasi visual bertujuan mengkaji tanda verbal (judul,

subjudul, dan teks) dan tanda visual (ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual)

desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Dengan analisis

(24)

verbal dan tanda visual karya desain komunikasi visual. Dengan pendekatan teori

semiotika, maka karya desain komunikasi visual akan mampu diklasifikasikan

berdasarkan tanda, kode dan makna yang terkandung di dalamnya (Tinarbuko,

2009: 9). Meskipun objek utama dari komunikasi visual adalah elemen-elemen

komunikasi yang bersifat visual, yaitu garis, bidang, ruang, warna, bentuk dan

tekstur, akan tetapi perkembangannya, desain komunikasi visual juga melibatkan

elemen-elemen non visual, seperti tulisan, bunyi atau bahasa verbal.

Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep

komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media

komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri dari gambar

(ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan guna menyampaikan pesan secara visual, audio atau audio visual kepada target

sasaran. Jagat desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak dan

perubahan karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan

lahirnya industrialisasi. Sebagai industri fotografi yang terkait dalam sistem

ekonomi dan sosial, desain komunikasi visual juga berhadapan dengan

konsekuensi sebagai produk massa dan komsumsi massa. Terkait dengan fakta

tersebut, desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan

rupa yang dapat dikecap orang banyak dengan pikiran maupun perasaan. Rupa

yang mengandung pengertian makna, karakter, serta suasana yang mampu

dipahami (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karya desain

komunikasi, pesan disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara

garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.

Tanda verbal akan didekati pada aspek ragam bahasa, tama dan pengertian yang

didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya,

apakah secara ikonis, indeksikal atau simbolis dan bagaimana cara

mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari

dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara

(25)

Untuk mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur perlu

diperhatikan. Hal tersebut antara lain: garis (line), bentuk (form), ruang (space), tekstur, keseimbangan, proposisi, keserasian, warna, irama, ukuran serta durasi

1.Garis (Line)

Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik

poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berberntuk gambar, garis lengkung

(curve) atau garis lurus (straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain.

2.Bentuk (Form)

Istilah bentuk (form) digunakan untuk menyatakan suatu bangun atau

shape yang tampak dari suatu benda. Bentuk adalah segala sesuatu hal yang memiliki diameter, tinggi dan lebar. Bentuk (form) adalah tubuh atau massa yang berisi garis-garis. Sedangkan garis adalah bagian tepi atau garis pinggir bentuk

suatu benda atau biasa disebut “kontur benda”. Kontur memperlihatkan bangun

atau gerakan itu sendiri. Garis lurus dan garis lengkung termasuk elemen

benda; tanpa bentuk, tetapi garis-garis tersebut dapat menjelaskan suatu bentuk;

dengan menyusun garis horizontal dan vertikal yang sama panjang akan terjadi

suatu bentuk bangun bujur sangkar. Semua bangun seperti bujur sangkar,

lingkaran, dan segitiga sama sisi merupakan sebagian dari bentuk dasar yang

dipergunakan untuk mendesain. Bentuk suatu benda bisa bersifat dua dimensional

(lonjong, oval, polygon, persegi panjang dan heksagon), yaitu datar tanpa

ketebalan atau bersifat tiga dimensional (kerucut, kubus, silinder, prisma,

(26)

Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategori menjadi tiga,

yaitu:

a. Huruf (character) yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang dapat digunakan untuk membentuk tulisan sebagai

wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung

seperti A, B, C dan sebagainya.

b. Simbol (symbol) yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat

dipahami secara umum sebagai simbol atau lambing untuk

menggambarkan suatu bentuk nyata, misalnya gambar orang,

bintang, matahari dalam bentuk sederhana (simbol), bukan

dalam bentuk nyata (dengan detail).

c. Bentuk nyata (form), bentuk ini betul-betul mencerminkan kondisi fisik dari suatu objek. Seperti gambar manusia secara

detail, hewan secara detail atau benda lainnya.

3. Ruang (space)

Ruang terjadi karena adanya persepsi mengenai kedalaman sehingga

terasa jauh dan dekat, tinggi dan rendah, yang tampak melalui indera

penglihatan. Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk

lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek

estetika desain. Sebagai contoh, tanpa ruang kita tidak akan tahu yang mana

kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang kita tidak tahu mana yang

harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus membaca dan kapan harus berhenti

sebentar.

Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian, ruang digolongkan menjadi

dua unsur, yaitu objek (figure) dan latar belakang (background). Hubungan antar ruang merupakan bagian dari perencanaan desain, apakah itu berupa

jarak antar huruf atau huruf dengan gambar yang terletak pada sebidang kertas.

Ruang sebagai latar belakang dari suatu objek juga perlu diolah, umpamanya

(27)

4.Tekstur

Tekstur adalah sifat dan kualitas fisik dari permukaan suatu bahan,

seperti kasar, mengkilap, pudar atau kusam yang dapat diaplikasikan

secara kontras, serasi atau berupa pengulangan-pengulangan untuk suatu

desain. Pada umumnya desain berkaitan dengan indera peraba dan juga indera

penglihatan. Tekstur akan tampak jelas tergantung pada cahaya serta

bayangannya yang disebabkan oleh ilusi optis. Dalam penggunaan tekstur

disusun secara serasi atau kontras hasilnya, tetapi secara kontras hasilnya

akan lebih menarik daripada kombinasi dengan tekstur yang serupa.

5.Keseimbangan (balance)

Prinsip dasar dari komposisi yaitu keseimbangan paling mudah dikenal

atau dilihat. Bilamana ada dua benda dengan berat sama diletakkan pada jarak

yang sama terhadap sumbu khayal (maya), maka objek yang ada pada kedua

belah sisi dari garis maya tampak seolah-olah berbobot sama. Keseimbangan bisa

terjadi secara fisik maupun secara optis. Untuk menghayatinya hanya diperlukan

satu titik atau sumbu khayal (maya). Prinsip ini merupakan prinsip utama

yang menghasilkan kesan beraturan sehingga tampak dinamis.

6. Keseimbangan simetris dan asimetris serta keseimbangan horizontal

Simetris berarti sama dalam ukuran, bentuk, bangun dan letak dari

bagian- bagian atau objek-objek yang akan disusun di sebelah kiri dan kanan

garis sumbu khayal. Asimetris terjadi apabila garis, bentuk, bangun atau massa

yang tidak sama dalam ukuran, isi atau volume yang diletakkan sedemikian rupa

sehingga tidak mengikuti aturan keseimbangan asimetris yang banyak digunakan

dalam desain modern atau kontemporer. Ada pada lukisan atau karya fotografi,

keseimbangan antara bidang bagian atas dan bidang bagian bawah diperoleh

(28)

7. Keserasian (harmony)

Keserasian adalah prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan di

antara bagian-bagian suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha menyusun

berbagai bentuk, bangun, warna, tekstur dan elemen-elemen lain yang disusun

secara seimbang dalam suatu susunan komposisi yang utuh agar indah untuk

dipandang. Keseimbangan dapat dicapai dengan mengkombinasikan berbagai

elemen yang sifatnya sama, misalnya kesamaan dalam skala dan bentuk; dan

apabila skala dan bentuk tersebut berbeda, maka kemungkinan yang juga bisa

dicapai adalah dengan warna yang sama. Walaupun keserasian merupakan upaya

mencapai suatu kesatuan dalam penampilan tetapi juga diperlukan variasi-variasi

agar tidak berkesan monoton dan membosankan.

8. Irama (rhythm)

Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri khasnya

terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur dengan

diberi tekanan atau aksen. Semua cabang seni menggunakan unsur irama seperti

musik, sajak, puisi, lukisan dan lain-lain. Dapat dikatakan irama berfungsi

mengarahkan perhatian dari suatu tempat atau bidang ke bidang yang lain

sehingga terkesan suatu kesan gerak. Bentuk irama yang paling sederhana adalah

pengulangan yang seragam dari objek yang sama. Komposisi irama yang lebih

kompleks atau rumit dibuat dengan mengurangi atau menambah ukuran elemen.

Sedangkan gradiasi merupakan jenis irama yang penting dimana ukuran warna

atau nilai dari elemen-elemen desain secara bertahap bersamaan dengan

pengulangan yang terjadi.

9.Warna

Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang

mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang

diterima oleh mata lebih ditentukan cahaya. Permasalahan mendasar dari

(29)

berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk

menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa

haru, sedih, gembira, mood atau semangat.

Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya

“Creating Colour Scheme” (Kusrianto, 2007: 47) membuat daftar mengenai

kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respon secara psikologis:

a. Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta,

agresifitas dan bahaya.

b. Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,

kebersihan dan perintah.

c. Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak,

kecemburuan dan pembaruan.

d. Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi,

ketidakjujuran/kecurangan, pengecut dan penghianatan.

e. Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk,

galak dan arogan.

f. Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan.

g. Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan.

h. Abu-abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan

merusak.

i. Putih bermakna kemurnian/suci, bersih, kecermatan,

innocent (tanpa dosa), steril dan kematian.

j. Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan,

kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan.

Fungsi warna yang ada dalam masyarakat memiliki fungsi yang tidak

dapat diabaikan. Fungsi warna tersebut adalah:

a. Fungsi estetis. Secara umun telah diketahuin bahwa warna memiliki

kekuatan untuk membangkitkan rasa keindahan dan memberikan

pengalaman keindahan. Dalam hal demikian dapat dikatakan adanya

keharmonisan warna. Kata harmoni diambil dari seni suara dan berarti

(30)

menyenangkan. Pada harmoni warna dapat dijumpai bangkinya efek

yang menyenangkan oleh dua warna atau lebih. Pengaruh warna pada

rasa disebut sebagai fungsi estetis warna.

b. Fungsi isyarat. Diantara banyak warna, ada warna-warna tertentu yang

jika berdiri sendiri maupun digabungkan dengan warna lain mampu

menarik perhatian dengan kuat. Kekuatan warna yang dapat memaksa

seseorang memperhatikan sangat cocok digunakan untuk peringatan.

Pengaruh warna yang demikian disebut fungsi isyarat warna.

c. Fungi psikologis. Telah diketahuin bahwa dapat memberikan pengaruh

tertentu pada perangai dan perasan seseorang. Beberapa warna

membuat perasaan lebih tenang, sebaliknya warna-warna yang lain

membuat seseorang menjadi gelisah dan aktif. Dalam hal ini dikatakan

bahwa warn memiliki fungsi psikologis.

Tipografi dalam konteks desain komunikasi visual mencakup pemilihan

bentuk huruf, besar huruf, cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau

kalimat sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin

disampaikan. Tipografi dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan

bentuk huruf; besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau

kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin

disampaikan (Tinarbuko, 2010:25).

Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna

menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan

orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian

pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran. Dalam

hubungannya dengan desain komunikasi visual, huruf dan tipografi adalah elemen

penting yang sangat diperlukan guna mendukung proses penyampaian pesan

verbal maupun visual. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi

oleh kemajuan teknologi digital. Dalam perkembangannya, ada lebih dari seribu

macam huruf romawi atau latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi

huruf-huruf tersebut sejatinya merupakan hasil perkawinan silang dari lima jenis

(31)

1. Huruf (Romein)

Garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal tipis dan

mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya.

2. Huruf Egyptian

Garis hurufnya memliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya. Kaki

atau kaitnya berbentuk lurus dan kaku.

3. Huruf Sans Serif

Garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki atau kait.

4. Huruf Miscellaneous

Jenis huruf ini mementingkan nilai hiasnya daripada nilai komunikasinya.

Bentuk senantiasa mengedepankan aspek dekoratif dan ornamental.

5. Huruf Script

Jenis huruf yang menyerupai tulisan tangan dan bersifat spontan.

2.2.6 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Dalam konsep

Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga

mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Ini

merupakan sebuah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan

semiologi Saussure, yang terhenti pada panandaan dalam tataran denotatif (Sobur,

(32)

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda

adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara

panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran

kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua

ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama

(Sobur,2004:69).

Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua

tahap (two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam

tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini

mengacu pada makna sebenarnya (riil) dari penanda (objek), Dan signifikasi tahap

kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi).

Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk

menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda (konotasi, mitos, dan simbol)

dalam tatanan pertanda kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi

menggambarkan interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau

emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting

dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama (4) dalam peta Ronald

Barthes.

Tradisi semiotika pada awal kemunculannya cenderung berhenti sebatas

pada makna-makna denotatif alias semiotika denotasi. Sementara bagi Barthes,

terdapat makna lain yang justru bermain pada level yang lebih mendalam, yakni

pada level konotasi. Pada tingkat inilah warisan pemikiran Saussure

dikembangkan oleh Barthes dengan membongkar praktik pertandaan di tingkat

(33)

Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan

sebagai mitos, dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.

Skema pemaknaan mitos itu oleh Barthes digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2

Gambar peta tanda Roland Barthes

(Sumber: Cobley and Jansz dalam Sobur, 2004:69)

Dari peta Barthes diatas, akan terlihat tanda denotative (3) yang terdiri dari

penanda (1) dan petanda (2). Pada saat bersamaan juga, denotatif adalah penanda

konotatif (4). Jadi menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang

melandasi keberadaanya. Bagi Barthes, semiotika bertujuan untuk memahami

sistem tanda, apapun substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial

yang ada dapat ditafsirkan sebagai ‘tanda’ alias layak dianggap sebagai sebuah

lingkaran linguistik.

Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk

dari tanda-tanda (kesatuan penanda dan petanda) dari sistem yang bersangkutan.

Beberapa tanda boleh jadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator

tunggal. Dalam iklan televisi, susunan tanda-tanda verbal non verbal dapat

menutupi pesan yang ditunjukkan. Citra yang terbangun di dalamnya

meninggalkan ‘pesan lain’, yakni sesuatu yang berada di bawah citra kasar alias 1. signifier

(34)

penanda konotasinya. Sedangkan untuk petanda konotasi, karakternya umum,

global dan tersebar sekaligus menghasilkan fragmen ideologis.

Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung

kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Budiman, dalam

Christomy, 2004: 255). Dibukanya medan pemaknaan konotatif dalam kajian

semiotika memungkinkan “pembaca” iklan memaknai bahasa metaforik yang

maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan

antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Berbeda dengan level

denotasi yang tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi level

konotasi menyediakan ruang bagi berlangsungnya motivasi makna ideologis.

Dapat dikatakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara tampilan iklan melalui ungkapan atau gaya verbal, nonverbal

dan visualisasinya merupakan elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos

adalah muatannya. Secara semiotis, ideologi merupakan penggunaan

makna-makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna-makna pada makna-makna tingkat ketiga.

Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini

menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara

tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini

sebagai denotasi, hal ini mengacu pada anggapan umum, makna jelaslah tentang

tanda. Sebuah foto tentang tanda keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata

“jalan” mendenotasi jalan perkotaan yang membentang di antara bangunan.

Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus.

Sebagai contoh, di dalam kamus, kata melati berati ‘sejenis bunga’.

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada

sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna

denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda

(35)

Kridalaksana (dalam Sobur, 2003: 263) mendefinisikan denotasi (denotations) sebagai “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan

yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi

tertentu; sifatnya objektif.

Makna denotatif merupakan makna objektif (makna sesungguhnya dari

kata tersebut). Makna denotatif (denotatif meaning) disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti; makna denotasial, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial atau makna proposional. Disebut makna denotasial,

referensial, konseptual atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote)

kepada suatu referen, konsep atau ide tertentu dari referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus

(dari pihak pembicara) dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal

yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Disebut makna

proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan- pernyataan yang bersifat faktual.

Jika kita mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu hal

tertentu maka itu berati kata tersebut ingin menunjukkan, mengemukakan

dan menunjuk pada hal itu sendiri. Dengan pengertian tersebut kita dapat

mengatakan bahwa kata ayam mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas

tertentu yang memiliki ukuran tertentu, berbulu, berkotek dan menghasilkan

telur untuk sarapan. Kamus umum berisikan daftar aturan yang mengaitkan

kata-kata dengan arti denotatifnya, dan kita dapat membaca, menulis dan mengerti

berbagai kamus karena kita sama-sama memakai pengertian yang sama tentang

kata-kata yang terdapat dalam kamus tersebut.

Sedangkan konotasi (connotation, evertone, evocatory) diartikan sebagai aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran

yang timbul atau yang ditimbulkan pada penulis dan pembaca. Misalnya kata

(36)

Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi kalimat “Berilah ia

amplop agar urusanmu segera beres,” maka kata amplop dan uang masih ada hubungan, karena amplop dapat saja diisi uang. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi uang pelancar, uang pelicin, uang semir atau uang gosok.

Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak

intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif

sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna

konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika

adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi

terjadinya salah baca (misreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda (Wibowo, 2011: 174).

Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada

pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa

dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak

orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya

relatif lebih sedikit (kecil). Jadi, sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif

apabila kata itu mempunyai “nilai rasa’, baik positif maupun negatif. Jika tidak

mempunyai nilai rasa, maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat

juga disebut berkonotasi negatif (netral) sobur (Sobur 2003:264).

Barthes menggunakan konsep connotation-nya untuk menyingkap makna- makna tersembunyi. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna

konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Konsep ini menetapkan dua

cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif.

Pada tingkatan denotatif, tanda-tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer

yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, tahap sekunder, munculah makna

(37)

Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos

dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes

memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh Barthes dapat berbentuk verbal (lisan dan tulis) atau non verbal: n’importe quelle matière peut être dotée arbitrairement de signification, materi apa pun dapat dimaknai secara arbitrer‟. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue

(Barthes, 2007:16).

Betapa pun dominannya suatu mitos, ia selalu akan didampingi oleh suatu

mitos lain, yang merupakan kontramitos. Ini barangkali dapat dikatakan sifat yang

biasanya terdapat pada sebuah masyarakat yang telah terbuka (kepada dunia lain).

Hanya dalam masyarakat yang benar-benar tertutup akan ditemui kemutlakan

suatu mitos. Dengan begitu, mitos-mitos tadi akan ditentang oleh mitos-mitos lain

pula, ketika itu, yang merupakan kontramitos (Junus dalam Sobur, 2004: 131).

Pada dasarnya, analisis semiotika memang sebuah ikhtiar untuk merasakan

sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca

atau mendengar suatu narasi atau naskah. Analisisnya bersifat paradigmatik,

dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi

di balik sebuah teks (Berger dalam Sobur, 2004: 117). Teks yang dimaksud tidak

hanya berarti berkaitan dengan aspek linguistik.

Eriyanto (2001:146) menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam

analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini menurutnya, karena teks, percakapan

dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi

tertentu. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata

idea dan logos, Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata

logia berasal dari kata logos yang berarti kata-kata. Dan arti kata logia berarti

(38)

Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui

representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,

visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal,

tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Untuk

mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem

tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,

baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan

indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2004:116).

Makna yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan

mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam

kehidupan manusia, sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak

mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai

meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah

lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat

kebenarannya.

Dalam mengkaji mitos di dunia media dan budaya populer, perspektif

semiotika struktural tidak akan pernah menampilkan gagasan-gagasan yang

dikeluarkan Roland Barthes. Dari sudut pandang semiotik-sentris, tujuan utama

”membaca” iklan televisi adalah menemukan makna terselubung (latent meaning) yang terkait dengan mitos dan muatan ideologi tertentu. Persoalannya, relativitas

kebenaran makna dalam semiotika menyebabkan sebuah tanda dapat dimaknai

beragam(http://www.scribd.com/doc/80446342/Membaca-Iklan-TelevisiPerpektif

Semiotika).

Setiap tanda, dalam bahasa Barthes, memiliki sifat polisemi alias

berpotensi multitafsir. Hal tersebut disebabkan oleh sifat ambigu dari penanda dan

kemungkinan yang diberikan oleh penanda tersebut untuk diinterpretasikan. Oleh

karenanya, kendati tidak ada prosedur teknis baku dalam kajian semiotika,

seorang ”pembaca”, bukan sekadar penonton tetapi perlu menstrukturkan iklan

(39)

tanda yang ada di dalamnya dapat menyebabkan seorang pembaca iklan tersesat

(40)

2.3 Model Teoretik

Gambar 3

Bagan Model Teoretik Penelitian Slogan You C1000 Dalam Iklan

OOooooooob Objek Penelitian

Iklan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema

Zavarrete

Semiotika Roland Barthes

- Denotasi - Konotasi - Mitos

Level Analisis - Teks ( Gambar )

- Konteks ( Sosial, Sejarah, Budaya, Ekomoni )

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kualitatif yang diartikan sebagai rangkaian

kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam

kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari

sudut pandang teoritis maupun praktis (Nawawi, 1995: 209). Dalam penelitian ini

ada dua hal yang ingin dicapai, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya

suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap

proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada di balik informasi, data dan

proses suatu fenomena sosial itu. Berdasarkan tujuan yang kedua, peneliti

menggunakan analisis semiotika untuk metode penelitian yang sifatnya

memaparkan situasi ataupun peristiwa dengan melukiskan variabel satu demi satu

(Rakhmat, 2007: 25).

Penelitian dengan menggunakan analisis semiotika merupakan teknik

penelitian bagi kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada

sumber maupun penerimaan pesan. Dikategorikan kedalam penelitian interpretatif

dan subjektif karena sangat mengandalkan kemampuan penelitii dalam

menafsirkan teks ataupun tanda yang dikaitkan dengan nilai-nilaii ideologi,

budaya, moral dan spiritual. Maka penelitian ini memberi peluang yang besar bagi

dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Pendekatan penelitian ini

mengedepankan penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran

terperinci objek penelitian beberapa pesan komunikasi dalam bentuk tanda-tanda.

Analisis semiotika yang digunakan mengacu pada semiologi Roland

Barthes signifikasi dua tahap (two order signification); denotasi dan konotasi. Semiologi Roland Barthes dipilih karena mampu memaknai tanda pada media

visual seperti iklan televisi. Semiologi Roland Barthes menekankan pada peran

pembaca (reader), peran di sini berarti walaupun sebuah tanda telah memiliki makna denotasi ataupun konotasi, tetapi tetap saja dibutuhkan keaktifan pembaca

(42)

yang terdapat pada desain iklan televisi nantinya akan dicari makna riil-nya

(denotasi), kemudian hubungan antara satu tanda dengan tanda lainnya akan

dicari makna tersirat di dalamnya (konotasi).

(http;//id.wikipedia.org/semiologi-roland-barthes)

3.2 Objek penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah gambar-gambar yang

ditampilkan dalam bentuk komunikasi visual yaitu iklan You C1000. Awal dalam iklan tersebut menampilkan wanita dan pria yang sangat tertekan dengan kondisi

mereka. Namun seorang wanita yang muncul dalam iklan You C1000 begitu sehat, segar, cantik, dan berseri-seri ternyata wanita itu miss universe 2010 bernama Xinema Zavarrete sebagai icon minuman You C1000. Xinema Zavarrete mengutamakan kesehatan dirinya sebelum melihat penampilan dari luar, jadi

kesehatan dapat diperoleh dengan minuman You C1000 perharinya akan menambah 1000 vitamin C yang dibutuhkan oleh manusia dalam satu hari. Sesuai

slogan minuman You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” dengan mengkonsumsi perharinya akan berpengaruh besar terhadap kesehatan yang ingin

kita miliki sehingga tampilan diri kita akan terlihat segar dan bugar.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah iklan slogan You C1000 “ Healthy Inside, Fresh Outside ” versi Xinema Navarrete terhadap citra produk . PT. Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical merupakan principal dan distributor dari minuman kesehatan kelas dunia, You C1000. Indonesia merupakan negara yang pertama mendapatkan kepercayaan dari perusahaan internasional asal

Jepang, Takeda food untuk memproduksi minuman kesehatan You C1000.

Gambar

Gambar 1 Segitiga Makna Charles S.Peirce
Gambar peta tanda Roland Barthes
Gambar 3
Tabel 1
+7

Referensi

Dokumen terkait