• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Fungsi Paru Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Fungsi Paru Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA KILANG PADI DI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

OLEH :

071000283 EVELINA SILALAHI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

GAMBARAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA KILANG PADI DI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM 071000283 EVELINA SILALAHI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 Juli 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Lina Tarigan, Apt. MS dr.Halinda Sari Lubis, MKKK NIP. 195908061988112001 NIP. 196506151996012002

Penguji II Penguji III

Ir. Kalsum, M.Kes Umi Salmah, SKM. M.Kes NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002

Medan, Nopember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(3)

ABSTRAK

“Gambaran Fungsi Paru Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 51 Halaman + 11 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini meliputi 10 kilang padi dan yang menjadi sampel 4 kilang padi dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%) pekerja. Berdasarkan umur <20-39 tahun sebanyak 11 orang (31,43%) pekerja mengalami penurunan fungsi paru, masa kerja <6 tahun sebanyak 5 orang (14,29%) mengalami penurunan fungsi paru, yang tidak menggunakan alat pelindung diri sebanyak 26 orang (74,28%) yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%), yang merokok sebanyak 27 orang (77,14%) yang yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%), yang tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu sebanyak 30 orang (85,71%) yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 11 orang (31,40%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut, pekerja mengunakan alat pelindung diri saat bekerja dan kepada pemiik kilang padi untuk menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja seperti masker.

(4)

ABSTRACT

”Description of Pulmonary Function in Rice Mill Workers of Porsea subdistrict 2010”

Viii + 51 pages + 11 tables + appendix

Paddy mill is an informal sector processing the paddy into rice for commercial as main food. The pulmonary function is the result of lung function measurement by using spyrometry of Microlab ML 3500 type. This was a descriptive research to know the description of pulmonary function in rice mill workers of Porsea sub district in 2010. The population of research was 10 rice mills and four mills of them were taken as sample with 35 workers.

The result of research indicated that 17 workers (48.57%) suffered from decreased function of lung. In age group of 20-39 years, there were 11 workers (31.43%) to suffer from decreased function of lung, in worked term of 6 years, there were five workers (14.29%) to suffer from decreased function of lung; and 26 workers (74.28%) did not wear the personal protective, 17 workers (48.57%) of them suffered form decreased function of lung, 17 workers (48.57%) of 27 smokers (77.14%) suffered from decreased function of lung, 11 workers (31.40%) of 38 workers (85.71%) without previous disease record suffered from decreased function of lung.

It is the suggested for workers who suffered form decreased function of lung to take further check out, and the workers should wear the personal protective and for mill management to perform the extension.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Fungsi Paru Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010” yang merupakan salah satu prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Dr.Drs. Surya Utama, MS sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Kepala Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3) FKM dan sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan sumbangan

pikiran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Umi Salmah, SKM, M.Kes sebagai Dosen Penguji II yang telah memberikan

(6)

6. Kepada Bapak M. Butar-butar, Bapak T.Tambunan, Bapak S. Manurung, Bapak O. Sirait sebagai pemilik kilang padi yang telah menerima dan mengizinkan

penulis untuk melakukan penelitian pada Kilang Padi tersebut dan seluruh Pekerja kilang padi yang telah bersedia untuk dilakukan penelitian .

7. Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Ayahanda Y.Silalahi dan Ibunda P. Pasaribu tidak ada satu kata pun yang bisa mewakili rasa terima kasih penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, cinta dan

perhatian yang tiada henti demi keberhasilan penulis. Serta keluarga besarku tersayang, kakak, abang dan adik, I Love U All.

8. Cinta kasih yang tulus, dan rasa sayang yang tidak pernah jemu pada suami Ir.Ridzon Sihotang serta anak-anakku Chichilya, I’ren dan Yehezkiel. Terima kasih buat perhatian, dorongan, serta doa yang tidak pernah jemu dipanjatkan

demi keberhasilan penulis dan I Love U.

9. Teman-temanku khususnya Peminatan K3 Eva Purba, Fathul, Lora, Siska,

Azhar, Manna Sirait, Artiti, Minda dan teman yang lain yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan yang sangat berarti hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan dengan

rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini

dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Juli 2010

(7)

DAFTAR RIWAYAT

Nama : Evelina Silalahi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 24 April 1969

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah anak : 3 orang

Alamat Rumah : Jl. Jl. Persatuan No.23 Helvetia Medan Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1976 – 1982 : SD Markus Medan

2. Tahun 1982 − 1984 : SMP Markus Medan 3. Tahun 1984 − 1987 : SMA Negri 11 Medan

4. Tahun 1987 − 1988 : Sekolah Pembantu Hygiene Sanitasi Kabanjahe 5. Tahun 1997 − 1999 : Akademi Penilik Kesehatan Lingkungan

Kabanjahe

6. Tahun 2007 − 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Riwayat Pekerjaan :

1. Tahun 1991 − 2003 : Pegawai Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Sumbar

(8)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Permasalahan...5

1.3. Tujuan Penelitian...5

1.3.1. Tujuan Umum...5

1.3.2. Tujuan Khusus...6

1.4.Manfaat Penelitian...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1.Anatomi dan Fisiologi Paru ...7

2.1.1. Anatomi Paru ...7

2.1.2. Fisiologi Paru...9

2.2. Sistem Pertahanan Paru ...10

2.3. Sistem Pernapasan...12

2.5. Hubungan Debu Padi dengan Gejala Gangguan Fungsi Paru...19

2.6. Spirometry Test...21

2.6.1. Volume dan Kapasitas Paru...23

2.6.2. Test Fungsi paru...24

2.7. Kerangka Konsep...26

BAB III METODE PENELITIAN...27

3.1. Jenis Penelitian...27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...27

(9)

3.2.2. Waktu Penelitian...27

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...………..27

3.3.1. Populasi Penelitian...27

3.3.2. Sampel Penelitian ...28

3.4. Metode Pengumpulan Data ...28

3.4.1. Data Primer...28

3.4.2. Data Sekunder...28

3.5. Definisi Operasional...28

3.6. Aspek Pengukuran ...29

3.7. Teknik Analisa Data...30

BAB IV HASIL PENELITIAN.………..31

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi ...31

4.2. Karakteristik Pekerja...34

4.2.1. Umur ...………...34

4.2.2. Masa Kerja...35

4.2.3. Alat Pelindung Diri (APD).………...36

4.2.4. Riwayat Merokok ………..37

4.2.5. Riwayat Penyakit..………...38

4.3. Hasil Pengukuran Fungí Paru dengan Menggunakan Spirometer..……..39

4.4. Tabulasi Silang.………....40

BAB V PEMBAHASAN...45

5.1. Gambaran Fungsi Paru Pekerja Akibat Debu Padi ...………...45

5.2. Gambaran Fungsí Paru berdasarkan umur Pekerja...46

5.3. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Masa Keja Pekerja...47

5.4. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri...48

5.4. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Riwayat Merokok Pekerja...49

5.5. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit...50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...52

6.1. Kesimpulan...52

6.2. Saran...53

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010...34

Tabel 2. Distribusi Pekerja berdasarkan Masa kerja pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010...………...35 Tabel 3. Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Alat PelindungDiri (APD)

Pada Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010...36

Tabel 4. Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Merokok pada Kilang Padi

di Kecamatan Porsea Tahun 2010………...37 Tabel 5. Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit pada Kilang Padi

di Kecamatan Porsea Tahun 2010………...38 Tabel 6. Distribusi Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada

Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010…...39 Tabel 7. Distribusi Umur Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada

Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010...40 Tabel 8. Distribusi Masa Kerja Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.……...41

Tabel 9. Distribusi Penggunaan Alat Pelindung Diri Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea

Tahun 2010...42 Tabel 10. Distribusi Riwayat Merokok Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran

Fungsi Paru pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010...43 Tabel 11. Distribusi Riwayat Penyakit Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran

(11)

ABSTRAK

“Gambaran Fungsi Paru Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 51 Halaman + 11 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini meliputi 10 kilang padi dan yang menjadi sampel 4 kilang padi dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%) pekerja. Berdasarkan umur <20-39 tahun sebanyak 11 orang (31,43%) pekerja mengalami penurunan fungsi paru, masa kerja <6 tahun sebanyak 5 orang (14,29%) mengalami penurunan fungsi paru, yang tidak menggunakan alat pelindung diri sebanyak 26 orang (74,28%) yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%), yang merokok sebanyak 27 orang (77,14%) yang yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57%), yang tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu sebanyak 30 orang (85,71%) yang mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 11 orang (31,40%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut, pekerja mengunakan alat pelindung diri saat bekerja dan kepada pemiik kilang padi untuk menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja seperti masker.

(12)

ABSTRACT

”Description of Pulmonary Function in Rice Mill Workers of Porsea subdistrict 2010”

Viii + 51 pages + 11 tables + appendix

Paddy mill is an informal sector processing the paddy into rice for commercial as main food. The pulmonary function is the result of lung function measurement by using spyrometry of Microlab ML 3500 type. This was a descriptive research to know the description of pulmonary function in rice mill workers of Porsea sub district in 2010. The population of research was 10 rice mills and four mills of them were taken as sample with 35 workers.

The result of research indicated that 17 workers (48.57%) suffered from decreased function of lung. In age group of 20-39 years, there were 11 workers (31.43%) to suffer from decreased function of lung, in worked term of 6 years, there were five workers (14.29%) to suffer from decreased function of lung; and 26 workers (74.28%) did not wear the personal protective, 17 workers (48.57%) of them suffered form decreased function of lung, 17 workers (48.57%) of 27 smokers (77.14%) suffered from decreased function of lung, 11 workers (31.40%) of 38 workers (85.71%) without previous disease record suffered from decreased function of lung.

It is the suggested for workers who suffered form decreased function of lung to take further check out, and the workers should wear the personal protective and for mill management to perform the extension.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi Negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat yang dapat meningkatkan

taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Meskipun perkembangan industri pesat dapat meningkatkan taraf hidup, akan tetapi dampak negatif juga bisa terjadi pada 100

masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat disekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan oleh pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri. Berbagai zat dapat mencemari udara

seperti debu batu bara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. Berbagai penyakit paru dapat timbul pada para pekerja tergantung jenis paparan yang

terhisap (Yunus, 1997).

Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan berhasilatau tidaknya usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas,

dan efesiensi kerja, sekalipun faktor modal cukup, material baik mutunya, mesin-mesin yang sempurna tersebut tidak dapat dijalankan oleh tenaga kerja yang memiliki derajat

kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan.

Berdasarkan undang-undang no.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas

(14)

produksi serta produktivitas Nasional serta dalam undang-undang no.13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia

serta nilai-nilai agama (Pungky, 2003).

Di Negara China setiap tahunnya menderita kerugian langsung sebesar 100 miliar yuan (US$ 12,5 miliar) penyakit akibat kerja terutama penyakit paru, menurut

wakil Menteri Kesehatan Chen Xiaohong, usia pekerja yang menderita penyakit pneumocomiosis makin lama makin muda, dengan rata-rata usia 40 dan yang termuda

berusia 20 tahun, pada tahun 2005. Periode terkena penyakit yang paling cepat tiga bulan, dihitung dari saat pertama kontak dengan debu. Sebagian besar adalah pekerja pedesaan dan buruh, perusahaan-perusahaan di kota kecil serta pekerja di lingkungan

perusahaan yang mengandung racun dan berbahaya (Anonim,2007).

Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh

debu diperkirakan cukup banyak meskipun data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di 8 perusahaan,

diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restriktif, 1% responden yang mengalami obstruktif dan 1% responden yang mengalami combination (gabungan

antara restriktif dan obstruktif) (Irga, 2009).

Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, asap, gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat pekerjaan mereka

(15)

pneumocosis yaitu segolongan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu dalam paru-paru seperti debu asbes, kapas, silika, kayu, timah, padi dan sebagainya.

Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lainnya yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Untuk

menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit ini biasanya baru tumbuh setelah paparan yang cukup lama. Berbagai faktor berperan pada mekanisme

timbulnya penyakit diantaranya jenis, konsentrasi, sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu pekerja. Selain menegakkan diagnosis dan melakukan anamnesis perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti uji faal paru dan pemeriksaan radiologi (Yunus, 1997).

Debu adalah salah satu komponen yang menurunkan kualitas udara. Akibat

terpapar debu, kenikmatan kerja akan terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan fungsi paru (Antaruddin, 2003).

Alsegaff (1992) menyatakan bahwa debu yang terhirup termasuk debu padi dalam jumlah yang berlabihan oleh saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan dan rasa tidak nyaman pada saat bekerja. Paparan yang tertinggi

dengan inhalasi dapat mengakibatkan gangguan pada paru yang bersifat temporer disertai dengan batuk, perasaan tidak nyaman, susah bernapas, napas pendek, dan lama

kelamaan dapat berakibat fatal.

Kilang padi merupakan lingkungan kerja yang berbahaya bagi tenaga kerja, karena pekerja yang bekerja 8 jam setiap harinya terpajan dengan debu padi. Kilang

(16)

menghasilkan debu pada saat proses produksinya. Akibat pajanan debu pada ruang produksi, kilang padi tersebut menyebabkan gangguan pernapasan. Resiko gangguan

pernapasan akibat kerja tidak hanya mengancam para pekerja , tetapi juga yang bermukim disekitar daerah industri. Pengamatan yang dilakukan oleh Antaruddin di

daerah Aceh pada tahun 2003 terhadap pekerja kilang padi menunjukkan bahwa ketika menjelang tua, mereka mengalami batuk-batuk kronis seperti gejala-gejala penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Proses giling padi yang dimulai dari pembersihan, pemecahan kulit, penyosohan, pemutihan dan pengayakan terakhir cukup banyak menghasilkan debu,

terutama debu dari bulu-bulu padi . Debu padi yang terhirup dan terisap oleh pekerja penggilingan padi dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru Forced Vital

Capacity dan Forced Expiratory Volume dalam satu detik (FVC dan FEV1). Pada

stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru yang menurunkan elastisitasnya sehingga mengurangi kapasitas/volume paru dalam menampung udara (Abidin

Achmad, 2001).

Berdasarkan hasil pengamatan pada survei pendahuluan yang dilakukan penulis pada setiap kilang padi di Kecamatan Porsea, terlihat bahwa lingkungan kerja kilang

padi terutama di setiap ruang produksi banyak terdapat debu, terutama pada kilang padi 4, dimana hanya memeiliki 1 ventilasiyang luasnya sekitar 1 m² sementara kilang

sementara ketiga kilang yang lainnya memiliki 2 buah ventilasi yang luasnya sekitar 1,5 m². Ruang produksi tersebut juga dijadikan sebagai gudang penyimpanan padi yang akan digiling dan padi yang telah selesai digiling. Debu yang terdapat pada ruang

(17)

penggilingan padi dimulai dengan memasukkan padi ke dalam mesin penggilingan (elevator), kemudian masuk kedalam mesin pengelupasan kulit selanjutnya masuk ke

dalam mesin yang memisahkan padi dengan beras dan selanjutnya padi akan di ayak dalam mesin ayakan padi dan terakhir beras yang sudah di ayak masuk ke dalam mesin

pembersihan beras (nachi), selanjutnya beras akan keluar dari nachi dengan menggunakan pipa besar yang telah di hubungkan dengan nachi tersebut. Debu yang terjadi tidak hanya berasal dari unit produksi tetapi juga berasal dari unit penjemuran,

unit penyimpanan serta dari distribusi dan pengangkutan.

Pekerja pada umumnya dalam melakukan pekerjaan tidak menggunakan alat

pelindung diri seperti masker dan bekerja sambil merokok, oleh karena itu sebagian besar pekerja mengalami keluhan gangguan pernapasan misalnya batuk-batuk, nyeri pada dada, bersin-bersin serta sesak napas/dada terasa sesak. Hal ini terjadi pada saat

mereka bekerja dan pada saat selesai bekerja. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di

Kecamatan Porsea. 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka menjadi peermasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana gambaran fungsi paru pekerja pada kilang padi di kecamatan Porsea Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di kecamatan

(18)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran fungsi paru berdasarkan umur pekerja.

2. Untuk mengetahui gambaran fungsi paru berdasarkan masa kerja pekerja.

3. Untuk mengetahui gambaran fungsi paru berdasarkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pekerja.

4. Untuk mengtahui gambaran fungsi paru berdasarkan riwayat merokok pekerja. 5. Untuk mengetahui gambaran fungsi paru berdasarkan riwayat penyakit pekerja.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pekerja sendiri untuk mengetahui bahaya

gangguan fungsi paru akibat debu padi sehingga terdorong menggunakan alat pelindung diri seperti masker.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kilang padi dalam upaya pemeliharaan

kesehatan bagi pekerja.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru 2.1.1. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini

terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.

Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.

Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree

terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang

setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan

dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,

dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen

(20)

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya

95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).

(21)

2.1.2. Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding

dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan

atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µ m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.

Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini

(22)

antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994)

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak

selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu

berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996).

2. 2. Sistem Pertahanan Paru

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana

mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi

atas(Rab,1996) : 1. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :

- Yang berdiameter 5-7 µ akan tertahan di orofaring.

- Yang berdiameter 0,5-5 µ akan masuk sampai ke paru-paru

(23)

2. Mukosilia

Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh

silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin

terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral Lokal

zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :

- Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

- Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

- Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus.

- Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi

virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang. 4. Fagositosis

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar.

- Faktor humoral lokal. - Reaksi sel.

- Virulensi dari kuman yang masuk.

(24)

- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

2.3. Sistem Pernafasan 2.3.1. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut

inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996). 2.3.2. Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan adalah

1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh

tubuh).

3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di

alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam

(25)

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :

1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.

2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.

3. Transportasi gas melalui darah.

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.

2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu : 1. Inspirasi (menarik napas)

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal

(intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu

inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil

(26)

Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan +

Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah

menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan

masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.

3 mmHg

(Alsagaff, 2002).

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring

(penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme

yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau (WHO, 1995). 2.3.4. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan

Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).

1. Batuk

Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya.

Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso, 2000).

Batuk yang menetap cenderung di dapat pada perokok, bronchitis, asma, simesitis,

(27)

2. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi

atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings. Sebab lain

adalah karena berkurangnya volume paru yang masih berfungsi baik, juga berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru terhambat (Danusantoso, 2000).

3. Batuk darah

Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai

pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita

tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002). 4. Nyeri dada

Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan dinding toraks (Danusantoso, 2000).

Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral dan dada

menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan

(28)

2.3.5. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru

Debu, aerosol dan gas iritan merupakan partikel yang menyebabkan gangguan

saluran pernapasan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi gangguan saluran pernapasan akibat inhalasi aerosol, faktor aerosol itu sendiri yaitu ukuran partikel,

konsentrasi dan kelarutan dan faktor manusia seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara, pernapasan, ukuran paru dan factor familial (Alsagaff, 2002).

Selain gas dan aerosol, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru

akibat inhalasi debu yaitu (Rosbinawati, 2002): 1. Ukuran partikelnya

2. Konsentrasi 3. Lama pajanan 4. Kerentanan individu

Faktor lain yang dianggap sebagai pencetus timbulnya gangguan paru adalah merokok, keturunan, perokok pasif, polusi udara dan riwayat infeksi pernapasan sewaktu

kecil (Yunus, 1992)

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat

memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan

(29)

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan

adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru.

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernafasan dari partikel-partikel berbahaya

yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernafasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik

yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009).

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,

karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran

napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan

nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan

(30)

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan

mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko

timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu. 2.4. Partikel Debu

2.4.1. Pengertian Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang

cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan dan seterusnya (Suma’mur, 1967)

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspanded Particulate Matter/SPM) dalam bentuk padatan maupun cairan yang

tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar

antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron

akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran napas kurang dari 10 partikel, sedangkan seluruhnya bila masuk 1000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut

(31)

2.4.2. Jenis Debu

Dilihat dari jenisnya debu dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Debu organik antara lain fosil, mikrobakterium, sayuran, binatang, sintetik

(toluene diisocynate), dan reagen.

2. Debu anorganik antara lain silica bebas, silica, metal, debu inert termasuk besi, boruin, titanium, dan lain-lain.

2.4.3. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi dan turun oleh karena tarikan gaya tarik bumi.

Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut (Pudjiastuti, 2002) : 1. Mengendap

Debu cenderungn mengendap karena daya gravitasi bumi.

2. Permukaan Cenderung basah

Sifatnya selalu basah karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang

sangat tipis. 3. Menggumpal

Permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu satu dengan yang lainnya

menempel dan membentuk gumpalan. 4. Elektrostatis (listrik statis)

(32)

5. Opsis

Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang

dapat terlihat dalam kamar gelap.

2.5. Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Gangguan Fungsi Paru

Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong

penggilingan. Debu yang berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di udara sewaktu pindah tempat (Anonim,2006).

Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran

pernapasan itu sendiri. Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli atau

gelumbung-gelembung udara yang merupakan akhir dari saluran pernapasan (Suzaina, 2006).

Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak

diperhatikan secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan

industri-industri lainnya. Masalah klinis pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan. Gangguan pernapasan pada pekerja kilang padi seharusnya perlu mendapat perhatian, karena penyakit tersebut dapat di cegah, namun karena

(33)

2.6. Spirometry Test

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian

terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced

Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru

setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital

Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah

inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan

spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru).

Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang

dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaf, 2002). Jenis Ganggaun Funsi Paru terdiri dari :

1. Gangguan Fungsi Paru Obstruktif.

Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin parah obstruksinya :

a. FEV1 : 60-75% = mild

b. FEV1 : 40-59% = moderate

(34)

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama

ekspirasi.Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang. Ratio FEV1/FVC

berkurang sacara nyata.Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik.

2. Gangguan Fungsi Paru Restriktif

Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)

FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat • TLC berkurang → sebagai Gold Standart

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap

terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah

meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

3. Gangguan Fungsi Paru Gabungan (Mixed)

Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang

(35)

2.6.1. Volume dan Kapasitas Paru

Sumber : Ikawati,2009.

1. Volume Paru

Ada empat volume paru yang bila dijumlahkan sama dengan volume maksimal

paru yang mengembang (Syaifuddin, 2009).

1. Volume Tidal (VT) : merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan disetiap pernapasan normal, jumlahnya ±500 ml.

2. Volume Cadangan Inspirasi : merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidl normal, jumlahnya ±3000 ml.

3. Volume Cadangan Ekspirasi : merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi tidal yang jumlah normalnya ±1100 ml.

4. Volume Sisa : volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah

(36)

2. Kapasitas Paru

Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan menyatukan dua volume atau lebih

kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis kapasitas paru-paru ada empat yaitu kapasitas inspirsi, kapasitas fungsional, kapasitas vital dan kapasitas total paru

(Syaifuddin, 2009).

1. Kapasitas Inspirasi : merupakan jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang mulai pada tingkat normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah

maksimum.

2. Kapasitas Fungsional : merupakan jumlah udara yang tersisa didalam paru-paru

pada akhir ekspirasi normal ±2300 ml.

3. Kapasitas Vital : merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah mengisi sampai batas maksimum dan kemudian mengeluarkan

sebanyak-banyaknya ±4600 ml.

4. Kapasitas Total Paru : volume maksimum pengembangn paru-paru dengan usaha

inspirasi yang sebesar-besarnya ±5800 ml. 2.6.2. Test Fungsi Paru

Pada test ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan fungsi paru

(Somantri 2009).

1. Isi Alun Napas (Tidal volume – TV)

(37)

2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV)

Adalah volume udara yang masih dapat masuk kedalam paru pada inspirasi

maksimal setelah inspirasi biasa (L = ±3.300 ml, P = ±1.900 ml ). 3. Vulome Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume – ERV)

Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L = ±1.000 ml, P = 700 ml). 4. Volume Residu (Residual Volume – RV)

Udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal (L = ±1.200 ml, P = ±1.100 ml)

5. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity- IC)

Jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi biasa ( IC = IRV + TV ) menunjukkan banyaknya udara yang dapat dihirup mulai

dari taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru-paru secara maksimal. 6. Kapasitas Residu Fungsional ( Functional Residual Capacity – FRC )

Jumlah udara di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa ( FRC = ERV + RV ). Bermakna untukmempertahankan kadar 02 dan CO2 yang reltif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.

7. Kapasitas Vital ( Vital Capacity – CV )

Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama

(38)

8. Kapasitas Paru Total ( Total Lung Capacity – TLC )

Jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru ( TLC = VC + TV ). Normal

L = ±6.000 ml, P = ±4.200 ml. 9. Ruang Rugi ( Antomical Dead Space )

Ruang di sepanjang saluran napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka hanya ±350 ml yang mengalami pertukaran gas.

10.Frekuensi Nafas (f)

Jumlah pernapasan yang dilakukan per menit. Dalam keadaan istirahat kecepatan

pernapasan sekitar 15 kali per menit.

2.7. Kerangka Konsep

Debu Kilang

Padi

Karekterisrik Pekerja: 1. Umur

2. Masa kerja 3. APD

4. Riwayat merokok 5. Riwayat penyakit

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi di Kecamatan Porsea dengan alasan

sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran fungsi paru pekerja pada kilang padi di Kecamatan Porsea.

2. Peneliti mendapat kemudahan dalam memperoleh izin untuk melakukan penelitian ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Peneliltian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi meliputi seluruh pekerja kilang padi di kecamatan Porsea yaitu 10 kilang

(40)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sepuluh kilang padi, penulis hanya meneliti 4 kilang padi saja

sehungan dengan kesediaan kilang padi yang mau diteliti serta keterbatasan waktu dan biaya dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang yaitu :

1. Kilang Padi Mampe Tua = KP I dengan jumlah pekerja = 8 orang 2. Kilang Padi Horas = KP II dengan jumlah pekerja = 6 orang 3. Kilang Padi RM = KP III.dengan jumlah pekerja = 8 orang

4. Kilang Padi Gomari = KP IV dengan jumlah pekerja = 13 orang 3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi ke lokasi penelitian dan wawancara langsung dan melakukan spirometry test dengan menggunakan Spirometer Tipe Microlab

ML 3500.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kilang padi mengenai jumlah pekerja serta gambaran umum kilang padi..

3.5. Definisi Operasional

1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja pada penggilingan padi.

2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan. 3. Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sampai saat penelitian dilakukan. 4. APD adalah penggunaan alat pelindung diri selama bekerja.

(41)

6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh pekerja.

7. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer

yang terdiri dari restriktif, obstruktif dan mixed. 3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500 setelah dikalibrasi dahulu sebelum digunakan.

Cara kerja :

1. Pasien diukur tinggi badan dan berat badannya.

2. Pasien yang diperiksa dalam posisi berdiri, pakai penjepit hidung.

3. Pasien diminta bernapas dengan posisi alat (mouth piece) dimasukkan kedalam mulut dengan bibir mengulum bagian alat dengan erat.

4. Tekan VC, pasien menarik napas dalam semampunya dan membuang napas pada

mouth piece semampunya atau selama mungkin, lakukan 3 X, print out.

5. Tekan FVC, mouth piece sudah terpasang dimulut, bernapas biasa 4 X lalu tarik

napas sedalam-dalamnya dan buang napas dengan cara cepat dan keras/dihentakkan selama mungkin (FEV 1) mouth piece.

6. Pembacaan dan pencatatan hasil grafik diperoleh :

Restriktif (%) Obstruktif (%)

a. Normal ≥ 80 ≥ 75 b. Ringan 60 − 79 60 − 74 c. Sedang 30 − 59 30 − 59

(42)

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dikelompokkan kedalam tabel distribusi dengan

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi di Kecamatan Porsea dengan alasan

sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran fungsi paru pekerja pada kilang padi di Kecamatan Porsea.

2. Peneliti mendapat kemudahan dalam memperoleh izin untuk melakukan penelitian ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Peneliltian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi meliputi seluruh pekerja kilang padi di kecamatan Porsea yaitu 10 kilang

(44)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sepuluh kilang padi, penulis hanya meneliti 4 kilang padi saja

sehungan dengan kesediaan kilang padi yang mau diteliti serta keterbatasan waktu dan biaya dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang yaitu :

1. Kilang Padi Mampe Tua = KP I dengan jumlah pekerja = 8 orang 2. Kilang Padi Horas = KP II dengan jumlah pekerja = 6 orang 3. Kilang Padi RM = KP III.dengan jumlah pekerja = 8 orang

4. Kilang Padi Gomari = KP IV dengan jumlah pekerja = 13 orang 3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi ke lokasi penelitian dan wawancara langsung dan melakukan spirometry test dengan menggunakan Spirometer Tipe Microlab

ML 3500.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kilang padi mengenai jumlah pekerja serta gambaran umum kilang padi..

3.5. Definisi Operasional

1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja pada penggilingan padi.

2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan. 3. Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sampai saat penelitian dilakukan. 4. APD adalah penggunaan alat pelindung diri selama bekerja.

(45)

6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh pekerja.

7. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer

yang terdiri dari restriktif, obstruktif dan mixed. 3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500 setelah dikalibrasi dahulu sebelum digunakan.

Cara kerja :

1. Pasien diukur tinggi badan dan berat badannya.

2. Pasien yang diperiksa dalam posisi berdiri, pakai penjepit hidung.

3. Pasien diminta bernapas dengan posisi alat (mouth piece) dimasukkan kedalam mulut dengan bibir mengulum bagian alat dengan erat.

4. Tekan VC, pasien menarik napas dalam semampunya dan membuang napas pada

mouth piece semampunya atau selama mungkin, lakukan 3 X, print out.

5. Tekan FVC, mouth piece sudah terpasang dimulut, bernapas biasa 4 X lalu tarik

napas sedalam-dalamnya dan buang napas dengan cara cepat dan keras/dihentakkan selama mungkin (FEV 1) mouth piece.

6. Pembacaan dan pencatatan hasil grafik diperoleh :

Restriktif (%) Obstruktif (%)

a. Normal ≥ 80 ≥ 75 b. Ringan 60 − 79 60 − 74 c. Sedang 30 − 59 30 − 59

(46)

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dikelompokkan kedalam tabel distribusi dengan

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi

Kilang padi merupakan salah satu usaha sektor informal yang memproses padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pokok. Dari sepuluh kilang padi yang ada di Kecamatan Porsea, penulis hanya meneliti 4 kilang padi

saja, dimana ke 4 kilang padi tersebut yaitu :

1. Kilang Padi Mampe Tua

Berdiri pada tahun 1999 oleh Bapak M. Butar-butar yang terletak diatas tanah seluas 25 X 80 meter dengan jumlah pekerja 8 orang. Pekerja bekerja tidak dikhususkan kebagian mana pekerja bekerja, misalnya unit produksi, unit

penjemuran, unit penyimpanan maupun unit pendistribusian. Kilang padi Mampe Tua memproduksi beras setiap harinya sekitar 5 ton perhari dan didistribusikan

kedaerah Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar dan sekitar kilang padi tersebut. 2. Kilang Padi Horas

Berdiri pada tahun 1989 oleh Bapak T. Tambunan yang terletak diatas tanah

seluas 18 X 78 meter dengan jumlah pekerja 6 orang. Pekerja bekerja tidak dikhususkan kebagian mana pekerja bekerja, misalnya unit produksi, unit

(48)

3. Kilang Padi RM

Berdiri pada tahun 2000 oleh Bapak S. Manurung yang terletak diatas tanah

seluas 8 X 63 meter dengan jumlah pekerja 8 orang, yang mana pekerja setiap harinya bekerja tidak dikhususkan pada bagian mana pekerja bekerja, misalnya

unit produksi, unit penjemuran, unit penyimpanan maupun unit pendistribusian. Kilang padi RM memproduksi beras setiap harinya sekitar 6 ton perhari dan didistribusikan kedaerah Tarutung, Padang Sidempuan, Sibolga dan sekitar daerah

kilang padi tersebut. 4. Kilang Padi Gomari

Berdiri pada tahun 1994 oleh Bapak O. Sirait yang terletak diatas tanah seluas 22 X 98 meter dengan jumlah pekerja 13 orang, yang mana pada saat bekerja tidak dikhususkan pada bagian mana pekerja bekerja, misalnya unit produksi, unit

penjemuran, unit penyimpanan maupun unit pendistribusian. Kilang padi Gomari memproduksi beras setiap harinya sekitar 10 ton perhari dan didistribusikan

kedaerah Sibolga, Tarung, Pematang Siantar dan sekitar daerah kilang padi tersebut.

Kondisi kilang padi 1,2,3 mempunyai ventilasi yang cukup memenuhi syarat

kesehatan yaitu luasnya sekitar 1/3 dari luas lantai, kilang padi 4 terlihat tidak memenuhi syarat kesehatan hanya mempunyai satu ventilasi dengan luas sekitar 1 m², sehingga

terlihat lebih banyak debu disekitar kilang padi tempat pekerja bekerja. Ini terlihat dari

(49)

kilang padi 4 yang terganggu fungsi parunya yaitu dari 13 orang pekerja diantaranya 11 orang pekerja mengalami penurunan fungsi paru.

Ke 4 kilang padi ini masing-masing memiliki 4 unit kerja yaitu : unit produksi, unit distribusi, unit penjemuran dan unit penyimpanan.

Unit-unit yang berada dalam kilang padi tersebut memiliki masing-masing fungsi yaitu unit penjemuran berfungsi untuk menjemur padi yang akan digiling menjadi beras, padi tersebut di jemur selama 2 hari untuk menghasilkan padi yang benar-benar kering

dan siap untuk digiling, unit produksi berfungsi untuk menggiling (memproduksi) padi menjadi beras, unit distribusi dan pengangkutan berfungsi untuk mengadakan transaksi

jual beli kepada konsumen dan penyaluran beras keseluruh daerah yang ada di Porsea, unit penyimpanan berfungsi untuk menyimpan padi yang akan digiling dan padi yang telah selesai digiling dalam bentuk beras yang telah dimasukkan ke dalam goni.

Proses kerja kilang padi ini di mulai dari proses penjemuran padi-padi yang telah diperoleh/dibeli dari hasil panen petani selama 2 hari, setelah kering padi-padi tersebut di

masukkan ke dalam unit produksi untuk diolah dalam mesin penggilingan dan menghasilkan beras. Dari hasil proses penggilingan, beras tersebut dimasukkan ke dalam goni. Beras tersebut sebagian disimpan di dalam unit penyimpanan dan sebagian lagi

dimasukkan kedalam unit distribusi untuk dijual kepada masyarakat sekitar dan juga kepada konsumen

Aktifitas kerja yang dilakukan oleh pekerja kilang padi ini setiap harinya berawal dari pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB dengan waktu istirahat satu jam yaitu pada pukul 12.00 WIB - 13.00 WIB. Setiap pekerja bekerja selama 6 hari, kadang mereka bekerja

(50)

4.2.Karekteristik Pekerja 4.2.1. Umur

Keadaan umur pekerja pada kilang padi di Kecamatan Porsea dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Kilang

Padi

U M U R Total

<20-39 Thn 40-59 Thn > 60 Tahun Orang %

Orang % Orang % Orang %

1 I 6 17,14 1 2,86 1 2,86 8 22,86

2 II 4 11,43 1 2,86 1 2,86 6 17,14

3 III 8 22,86 0 0 0 0 8 22,86

4 IV 7 20,00 5 14,29 1 2,86 13 37,14

5 Jumlah 25 71,43 7 20,00 3 8,57 35 100,0

(51)

4.2.2 Masa Kerja

Keadaan masa kerja pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea tahun 2010 dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Distribusi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja Pada Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Kilang

Padi

Masa Kerja Total

< 6 Thn 6 – 10 Thn > 10 Tahun Orang %

Orang % Orang % Orang %

1 I 6 17,14 2 5,71 0 0 8 22,86

2 II 2 5,71 2 5,71 2 5,71 6 17,14

3 III 3 8,57 5 14,29 0 0 8 22,86

4 IV 3 8,57 4 11,43 6 17,14 13 37,14

5 Jumlah 14 40,00 13 37,14 8 22,86 35 100,0

Dari tabel diatas berdasarkan masa kerja yang terbanyak adalah masa kerja < 6 tahun

(52)

4.2.3. Alat Pelindung Diri (APD)

Keadaan pemakaian alat pelindung diri (APD) pekerja pada kilang padi di

Kecamatan Porsea tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

No Kilang

Padi

Penggunaan Alat Pelindung Diri Total

Memakai Tidak memakai Orang %

Orang % Orang %

1 I 4 11,43 4 11,43 8 22,86

2 II 1 2,86 5 14,29 6 17,14

3 III 2 5,71 6 17,14 8 22,86

4 IV 2 5,71 11 31,43 13 37,14

5 Jumlah 9 25,71 26 74,29 35 100,0

Dari tabel diatas berdasarkan penggunaan alat pelindung diri saat bekerja yang terbanyak

(53)

4.2.4. Riwayat Merokok

Keadaan riwayat merokok sehari-hari pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea

tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Merokok Sehari-hari Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

No

Kilang

Padi

Riwayat Merokok Total

A d a Tidak ada Orang %

Orang % Orang %

1 I 6 17,14 2 5,71 8 22,86

2 II 4 11,43 2 5,71 6 17,14

3 III 6 17,14 2 5,71 8 22,86

4 IV 11 31,43 2 5,71 13 37,14

5 Jumlah 27 17,14 8 22,86 35 100,0

Dari tabel berdasarkan riwayat merokok sehari-hari pekerja yang terbanyak adalah

(54)

4.2.5. Riwayat Penyakit

Keadaan riwayat penyakit terdahulu pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea

tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5. Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit Pada Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

No

Kilang

Padi

Riwayat Penyakit Total

A d a Tidak ada

Orang %

Orang % Orang %

1 I 2 5,71 6 17,14 8 22,86

2 II 1 2,86 5 14,29 6 17,14

3 III 0 0 8 22,86 8 22,86

4 IV 2 8,57 11 28,67 13 37,14

5 Jumlah 5 14,29 30 85,71 35 100,0

Dari tabel diatas berdasarkan riwayat penyakit yang terbanyak adalah pekerja yang tidak

(55)

4.3. Hasil Pengukuran Fungsi Paru dengan Menggunakan Spirometer.

Dari tabel hasil pengukuran fungsi paru pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea

tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6. Distribusi Pekerja Berdasarkan Hasil Pengukuran Fungsi Paru Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Kilang

Padi

Fungsi Paru Total

Restriktif Sedang

Restriktif Ringan

Normal Orang %

Orang % Orang % Orang %

1

I 1 2,86 1 2,86 6 17,14 8 22,86

2 II 1 2,86 1 2,86 4 11,43 6 17,14

3 III 1 2,86 1 2,86 6 17,14 8 22,86

4 IV 7 20,00 4 11,43 2 5,71 13 37,14

5 Jumlah 10 28,57 7 20,00 18 51,43 35 100,0

Dari tabel diatas berdasarkan pengukuran spirometer dijumpai pekerja kilang padi yang

mengalami penurunan fungsi paru sebanyak 17 orang (48,57 %) pekerja terdiri dari 10 orang pekerja mengalami penurunan fungsi paru restriktif sedang dan 7 orang pekerja

(56)

4.4.Tabulasi Silang

Tabel 7. Gambaran Umur dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Pada Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Umur

Fungsi Paru Total

Restriktif

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dijumpai pekerja dengan umur <20-39 tahun

(57)

Tabel 8. Gambaran Masa Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Pada Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Masa Kerja

Fungsi Paru Total

Restriktif

(58)

Tabel 9. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Fungsi Paru

Fungsi Paru Total

Restriktif

Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa dijumpai pekerja kilang padi yang tidak memakai alat pelindung diri (APD) sebanyak 26 (74,29 %) orang pekerja terdiri dari 10 orang

(59)

Tabel 10. Gambaran Riwayat Merokok Pekerja dengan Fungsi Paru Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Riwayat

Merokok

Fungsi Paru Total

Restriktif

Dari tabel diatas diperolehhasil bahwa dijumpai pekerja kilang padi yang merokok sehari-hari

sebanyak 27 (77,14 %) orang pekerja terdiri dari 10 orang pekerja mengalami penurunan

fungsi paru restriktif sedang, 7 orang pekerja mengalami penurunan fungsi paru restriktif

(60)

Tabel 11. Gambaran Riwayat Penyakit dengan Fungsi Paru Pekerja Pada Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Riwayat

Penyakit

Fungsi Paru Total

Restriktif

Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa dijumpai pekerja kilang padi yang tidak mempunyai riwayat penyakit sebanyak 30 (85,71 %) orang pekerja terdiri dari 7 orang pekerja mengalami penurunan fungsi paru restriktif sedang, 6 orang pekerja mengalami

(61)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Fungsi paru Akibat Debu Padi

Dari hasil pengukuran spirometer didapatkan bahwa 35 orang pekerja kilang padi yang terpapar debu setiap harinya pada waktu kerja, dijumpai ada 17 orang pekerja kilang padi yang mengalami penurunan fungsi paru diantaranya 10 orang mengalami

penurunan fungsi paru restriktif sedang dan 7 orang mengalami penurunan fungsi paru restriktif ringan. Dari 10 orang pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru

restriktif sedang terdapat 5 orang pekerja dengan umur antara 20-39 tahun, 3 orang pekerja dengan masa kerja antara 6 tahun, 10 orang pekerja tidak menggunakan APD saat bekerja, 10 orang pekerja mempunyai kebiasaan merokok setiap harinya, 3 orang

pekerja diantaranya mempunyai riwayat penyakit terdahulu. Dari 7 orang pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru restriktif ringan dijumpai 6 orang pekerja dengan

umur antara 20-39 tahun, 2 orang pekerja dengan masa kerja dibawah 6 tahun, 4 orang pekerja dengan masa kerja diatas 6 tahun, 6 orang pekerja tidak menggunakan APD saat bekerja, 6 orang pekerja mempunyai kebiasaan merokok setiap hari, 1 orang

pekerja mempunyai riwayat penyakit terdahulu.

Menurut Wiwiek Pudjiastuti (2002) semakin kecil ukuran partikel debu maka

semakin berbahaya bagi kesehatan, karena dapat terhirup dan mengendap di paru-paru, ukuran partikel debu yang berbahaya bagi kesehatan adalah 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron.

Gambar

Gambar : Anatomi Paru
Tabel 1. Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur Pada Kilang Padi di Kecamatan      Porsea Tahun 2010
Tabel 2. Distribusi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja Pada Kilang Padi                 Di Kecamatan Porsea Tahun 2010
Tabel 3. Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri  Pada      Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Horrela, kirol-jarduera fisikoko inplikazioaren galdeketaren Lehen Hezkuntzarako lehenengo baliozkotzetik abiatuta, horren berrikusketa egi- tea, barne trinkotasuna hobetzea

McLeod, Jr., (2001: 15) menyatakan bahwa data terdiri dari fakta- fakta dan angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai. Sebagai contoh, jumlah jam kerja pegawai,

Dominasi gempa mikro yang terjadi pasca Letusan 2003, Gunung Lokon bukan dise- babkan oleh tekanan fluida, tetapi karena adanya proses gerakan tanah (amblesan) pada dinding

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan: (a) terjadi pergeseran paradigma calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah pasca reformasi, (b) terjadi beberapa kendala dalam

Kegiatan Penjelasan Pekerjaan (Aanwijzing) ini ditutup pukul 11.00 WIB secara elektronik sesuai dengan jadwal yang tertera pada portal LPSE BKKBN dengan jumlah pertanyaan

melaporkan bahwa risiko heni jantung meningkat pada pasien yang mendapat terapi radiasi mediasinal dengan dosis &gt;30 Gy dan meningkat seiring dengan peningkatan dosis.

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

There are many classification methods such as maximum likelihood classifier (MLC), Supported Vector Machine (SVM) and decision tree which have been used in mapping crop