• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao Dengan Menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse Terhadap Mutu Bubuk Kakao

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao Dengan Menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse Terhadap Mutu Bubuk Kakao"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

UJI LAMA PENCUCIAN DAN LAMA PENGERINGAN BIJI

KAKAO DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCUCI BIJI

TIPE SENTRIFUSE TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

ANDREAS T ZEBUA 070308034

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

UJI LAMA PENCUCIAN DAN LAMA PENGERINGAN BIJI

KAKAO DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCUCI BIJI

TIPE SENTRIFUSE TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

SKRIPSI

OLEH :

ANDREAS T ZEBUA 070308034

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

UJI LAMA PENCUCIAN DAN LAMA PENGERINGAN BIJI

KAKAO DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCUCI BIJI

TIPE SENTRIFUSE TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

SKRIPSI

OLEH :

ANDREAS T ZEBUA

070308034/KETEKNIKAN PERTANIAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao Dengan Menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse Terhadap Mutu Bubuk Kakao

Nama : Andreas T Zebua NIM : 070308034

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Mengetahui

Ir. Edi Susanto, M.Si

Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian

Tanggal lulus:

Ainun Rohanah, STP, M.Si Anggota

(5)

ABSTRAK

ANDREAS T ZEBUA: Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao dengan menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse terhadap Mutu Bubuk Kakao dibimbing oleh RISWANTI SIGALINGGING dan AINUN ROHANAH.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama pencucian menggunakan alat pencuci tipe sentrifuse dan lama pengeringan biji kakao (Theobroma cacao) terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan yaitu lama pencucian (3, 5 dan 7 menit) dan lama pengeringan (8, 10 dan 12 hari). Parameter analisa adalah kadar air, kadar lemak dan nilai organoleptik (aroma dan warna).

Hasil penelitian menujukkan lama pencucian berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar lemak dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik. Lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Akan tetapi, interaksinya berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Perlakuan L3R3 adalah perlakuan terbaik untuk mendapatkan nilai kadar air dan kadar lemak terbaik dan L3R1 adalah perlakuan terbaik untuk mendapatkan nilai organoleptik terbaik. Uji korelasi menunjukkan semakin rendah kadar air maka kadar lemak semakin tinggi dan semakin tinggi nilai aroma, nilai warna juga semakin tinggi. Kata Kunci : Bubuk Kakao, Lama Pencucian, Lama Pengeringan

ABSTRACK

ANDREAS T ZEBUA: An experiment of laundering and drying time of cocoa beans by using cocoa beans-washer centrifuge type for the quality of cocoa powder guided by RISWANTI SIGALINGGING and AINUN ROHANAH.

This study was conducted to determine the effect of laundering using cocoa beans-washer centrifuge type and drying time of cacao beans (Theobroma cacao) to the quality of cocoa powder.

This research used factorial randomize block design with two factors, the laundering time (3, 5 and 7 minutes) and drying time (8, 10 and 12 days). Analysis parameters are moisture content, fat content and the organoleptic (flavor and color).

The results showed that laundering time significantly affect the water and fat content and no significant effect on organoleptic tests flavor and color. Drying time significantly influenced all parameters. But then the interaction is not real different for all parameters. L3R3 treatment is the best treatment to get the best value of water content and best value of fat content, and L3R1 is the best treatment to get the best value of flavor and color organoleptic test. The results of correlation test that are strength influenced between parameters, namely lower of water content, the fat content become higher and the higher numerical value of flavor, so the numerical value of color is also higher.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Andreas T Zebua, dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Februari 1989 dari Ayah Bazaro Zebua, SE. dan Ibu Henrina Wijaya. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Methodist 2 Medan dan pada tahun 2007 lulus seleksi masuk Universitas Sumatra Utara melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao dengan menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse terhadap Mutu Bubuk Kakao” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Riswanti Sigalingging, STP. M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ainun Rohanah, STP. M.Si., selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, juga kepada Bapak Taufik Rizaldi STP. MP yang pernah membimbing penulis sebagai ketua komisi pembimbing.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, April 2012

(8)

DAFTAR ISI

Hipotesa Penelitian ... 4

Batasan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) ... 6

Buah Kakao ... 9

Bubuk Kakao ... 12

Flavor ... 13

Pengolahan Kakao ... 13

Pemeraman atau Penyimpanan Buah ... 13

Pemecahan Buah Kakao ... 13

Proses Fermentasi ... 14

Tempat Fermentasi ... 18

Perendaman dan Pencucian ... 19

Pengeringan ... 20

Penyangraiaan dan Pembuatan Bubuk Kakao ... 21

Standar Mutu Bubuk Kakao ... 22

BAHAN DAN METODA Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Metode Penelitian ... 23

Model Rancangan Penelitian ... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 25

Prosedur Penelitian ... 25

Parameter yang Diamati ... 26

Kadar Air dengan Metode Oven ... 26

Penentuan Kadar Lemak ... 26

Uji Organoleptik Aroma dan Warna ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Pengaruh Lama Pencucian ... 28

Pengaruh Lama Pengeringan ... 29

Kadar Air (%) ... 30

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Kadar Air ... 30

(9)

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan

terhadap kadar air (%) ... 33

Kadar Lemak (%) ... 33

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Kadar Lemak ... 33

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Lemak ... 35

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap kadar lemak (%) ... 36

Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 36

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 36

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 37

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 38

Uji Organoleptik Warna (Numerik) ... 39

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Uji Organoleptik Warna ... 39

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Warna ... 39

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Warna ... 40

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Kadar Lemak ... 41

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Uji Organoleptik (Aroma) ... 42

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Uji Organoleptik (Warna) ... 42

Uji Korelasi Parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Aroma) ... 43

Uji Korelasi Parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Warna) ... 43

Uji Korelasi Parameter Uji Organoleptik Aroma dan Warna ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 47

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Mutu Kakao Menurut SNI ... 09

2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi ... 10

3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi ... 11

4. Asam Lemak pada Lemak Kakao ... 12

5. Standart Mutu Bubuk Kakao ... 17

6. Skala Uji Aroma ... 27

7. Skala Uji Warna ... 27

8. Pengaruh lama pencucian terhadap parameter yang diamati ... 28

9. Pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati ... 29

10.Uji LSR efek utama pengaruh lama pencucian terhadap persentase kadar air ... 30

11.Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar air ... 32

12.Uji LSR efek utama pengaruh lama pencucian terhadap persentase kadar lemak ... 34

13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar lemak ... 35

14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap hasil uji organoleptik aroma (numerik) ... 37

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bagan alir penelitian ... 51

2. Data Pengamatan Kadar Air Bubuk Kakao ... 52

3. Data Analisis Sidik Ragam Kadar Air Bubuk Kakao ... 52

4. Data Pengamatan Kadar Lemak Bubuk Kakao... 53

5. Data Analisis Sidik Ragam Kadar Lemak Bubuk Kakao ... 53

6. Data Pengamatan Uji Organoleptik Aroma Bubuk Kakao ... 54

7. Data Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Aroma Bubuk Kakao ... 54

8. Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna Bubuk Kakao ... 55

9. Data Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna Bubuk Kakao ... 55

(12)

ABSTRAK

ANDREAS T ZEBUA: Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao dengan menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse terhadap Mutu Bubuk Kakao dibimbing oleh RISWANTI SIGALINGGING dan AINUN ROHANAH.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama pencucian menggunakan alat pencuci tipe sentrifuse dan lama pengeringan biji kakao (Theobroma cacao) terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan yaitu lama pencucian (3, 5 dan 7 menit) dan lama pengeringan (8, 10 dan 12 hari). Parameter analisa adalah kadar air, kadar lemak dan nilai organoleptik (aroma dan warna).

Hasil penelitian menujukkan lama pencucian berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar lemak dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik. Lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Akan tetapi, interaksinya berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Perlakuan L3R3 adalah perlakuan terbaik untuk mendapatkan nilai kadar air dan kadar lemak terbaik dan L3R1 adalah perlakuan terbaik untuk mendapatkan nilai organoleptik terbaik. Uji korelasi menunjukkan semakin rendah kadar air maka kadar lemak semakin tinggi dan semakin tinggi nilai aroma, nilai warna juga semakin tinggi. Kata Kunci : Bubuk Kakao, Lama Pencucian, Lama Pengeringan

ABSTRACK

ANDREAS T ZEBUA: An experiment of laundering and drying time of cocoa beans by using cocoa beans-washer centrifuge type for the quality of cocoa powder guided by RISWANTI SIGALINGGING and AINUN ROHANAH.

This study was conducted to determine the effect of laundering using cocoa beans-washer centrifuge type and drying time of cacao beans (Theobroma cacao) to the quality of cocoa powder.

This research used factorial randomize block design with two factors, the laundering time (3, 5 and 7 minutes) and drying time (8, 10 and 12 days). Analysis parameters are moisture content, fat content and the organoleptic (flavor and color).

The results showed that laundering time significantly affect the water and fat content and no significant effect on organoleptic tests flavor and color. Drying time significantly influenced all parameters. But then the interaction is not real different for all parameters. L3R3 treatment is the best treatment to get the best value of water content and best value of fat content, and L3R1 is the best treatment to get the best value of flavor and color organoleptic test. The results of correlation test that are strength influenced between parameters, namely lower of water content, the fat content become higher and the higher numerical value of flavor, so the numerical value of color is also higher.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kakao dewasa ini ditinjau dari penambahan luas areal yang memuaskan, terutama perkebunan kakao rakyat dan perkebunan swasta. Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor nonmigas yang memiliki prospek cukup cerah sebab permintaan dalam negri juga semakin kuat dengan berkembangnya sektor agroindustri. Bila dipandang dari segi mutu hasil kakao kita terutama dari kakao rakyat masih kurang memuaskan. Hal ini akan menurunkan citra kakao kita di pasaran negara lain, padahal menurut Susanto (1994), luas kakao rakyat justru menempati peringkat paling atas yaitu sekitar 72,07 persen dari luas total kakao. Sedangkan luas perkebunan swasta hanya sekitar 11,23 persen dan perkebunan milik negara hanya sekitar 16,7 persen.

Dengan keadaan demikian, maka pencitraan mutu kakao rakyat mutlak perlu untuk meningkatkan citra perkakaoan di Indonesia. Maka campur tangan dari berbagai pihak sangat diperlukan, terutama dari pemerintah, dalam hal ini Dinas Perkebunan, Balai Penelitian, para peneliti dari perguruan tinggi dan pihak-pihak swasta yang ada kaitan dengan perkakaoan di Indonesia.

(14)

dari tahap penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, sampai dengan pemasaran.

Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi atau sama sekali tidak melalui proses fermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kotoran tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak konsisten.

Perkembangan budi daya tanaman kakao berkembang amat pesat, disertai pula penyebaran ke kawasan produksi yang lebih terpencar. Tanaman kakao yang dikembangkan adalah klon DR (Djati Runggo) dari tipe mulia dan UAH (Upper Amazone Hybrid) serta Amelonado Afrika barat dari tipe lindak.

Beberapa faktor penyebab mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Hal ini tercermin dari harga kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan produk yang sama dari negara produsen lain. Namun kakao Indonesia mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak cokelat dan dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

(15)

Bagi kalangan petani yang sebagian besar mengusahakan tanaman kakao dalam jumlah yang terbatas, hampir semuanya mengolah hasil panennya dengan cara langsung menjemur tanpa proses fermentasi, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dari Departemen Pertanian tentang arti pentingnya fermentasi, sehingga kalangan pedagang lokal menyamakan harga biji kakao yang tidak difermentasi dengan yang difermentasi. Cara yang lainnya adalah dengan daun pisang atau talas kemudian dijemur di panas matahari dan cara ini akan menghasilkan biji kakao kering yang kualitasnya rendah.

Perendaman bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi, memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna hitam pada biji. Sedangkan pencucian untuk membersihkan biji dari lendir, air ataupun kotoran-kotoran yang melekat pada biji kakao.

Menurut Susanto (1994), proses pengeringan bertujuan mengurangi kadar air biji dari sekitar 60 % menjadi 6 % - 7 %. Pengeringan dengan sinar matahari, dapat menjadikan mutu biji kakao lebih baik yaitu menjadi mengkilat.

(16)

menggunakan alat pencuci kakao tipe sentrifuse dan lama pengeringan kakao. Penulis mencoba meneliti pengaruh lama pencucian menggunakan alat pencuci kakao tipe sentrifuse dan lama pengeringan terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Untuk menguji lama pencucian dengan menggunakan alat pencuci biji kakao tipe sentrifuse dan lama pengeringan biji kakao (Theobroma cacao) terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pencuci biji kakao.

3. Bagi masyarakat, sebagai sumber informasi bagi petani tentang arti pentingnya pengolahan pascapanen buah kakao yang baik sehingga menghasilkan biji kakao kering yang bermutu tinggi.

Hipotesa Penelitian

1. Diduga ada pengaruh lama pencucian terhadap parameter yang diamati. 2. Diduga ada pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati. 3. Diduga ada pengaruh interaksi antara lama pencucian dan lama pengeringan

(17)

Batasan Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao

oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).

Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo, 1996).

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).

(19)

a. Criollo :

Criollo termasuk kakao yang bermutu tinggi atau kakao mulia/edel cacao

atau fine flavour cacao. b. Forastero :

Forastero umumnya termasuk kakao bermutu rendah atau disebut kakao

curah/kakao curia/bulk cacao. c. Trinitario :

Trinitario merupakan hasil persilangan antara Criollo dan Forastero.

Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui Filipina ke daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Di daerah itu kakao ditanam sebagai tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan secara luas pada tahun 1820. Pada tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah kakao (PBK) dan karena ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya mencapai 12 tahun (Poedjiwidodo, 1996).

Pada tahun 1984 harga kakao mengalami lonjakan cukup tinggi sehingga mampu mendorong negara-negara produsen untuk memperluas areal perkebunan kakao. Negara produsen utama kakao adalah Pantai Gading, Ghana, Malaysia, dan Indonesia. Dalam kurun waktu 7 tahun ini, laju penigkatan produksi terbesar datang dari Indonesia sekitar 33%, Malaysia sekitar 18,9%, Ghana sekitar 8,16%, dan Pantai gading sekitar 4,72%. Dengan demikian situasi perkakaoan di dunia selalu ditandai dengan dengan kelebihan produksi (Susanto, 1994).

(20)

kualitasnya kurang memuaskan, terutama kakao rakyat. Hal ini disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak benar. Kekurangan lain adalah biji-biji kakao berjamur dan berserangga, hal lain disebabkan oleh tempat penampungan yang kurang baik.

Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi (55 %), dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu kamar, akan tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan (Djatmiko dan Wahyudi, 1986).

Produk-produk industri kakao dibuat berdasarkan pemanfaatan kedua sifat biji kakao tersebut, yang umumnya berupa bubuk kakao (cocoa powder) atau lemak kakao (cocoa butter). Kedua produk ini terutama lemak kakao adalah bahan yang sangat diperlukan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika (Viskil, 1980).

(21)

Buah Kakao

Bentuk buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu : a. Buah yang ketika muda berwarna hijau/ hijau agak putih bila sudah masak akan

berwarna kuning

b. Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak berwarna oranye.

(Wahyudi dkk, 2009)

Adapun mutu biji kakao menurut Standart Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Mutu Kakao menurut SNI

No. Karakteristik Mutu

I

(22)

Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi.

(23)

Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi.

(24)

Tabel 4. Asam Lemak pada Lemak Kakao Sumber : Minifie, (1999).

Bubuk Kakao

Berdasarkan SNI 3747 tahun 2009 tentang bubuk kakao, bubuk kakao merupakan produk dari penggilingan kakao nib tanpa menghilangkan kandungan lemaknya, kakao nib adalah keping biji kakao yaitu biji kakao yang telah dihilangkan kulitnya.

(25)

Flavor

Flavor kakao terutama terbentuk setelah biji mengalami proses fermentasi dan diikuti dengan proses pengeringan. Dua tipe reaksi biokimia yang bertanggung jawab untuk memproduksi prekusor flavor adalah reaksi hidrolisis saat fermentasi dan reaksi oksidasi selama pengeringan biji kakao. Untuk menghasilkan pengembangan flavor yang baik, kedua reaksi tersebut harus diikuti dalam urutan yang benar dan tepat (Lopez, 1986).

Komponen-komponen aroma coklat terbentuk selama penyangraian biji kakao dari calon-calon pembentuk cita rasa seperti asam amino, peptida, gula pereduksi dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebut terbentuk selama proses persiapan biji, khususnya fermentasi dan pengeringan (Wahyudi dkk, 2009)

Pengolahan Kakao

Pemeraman atau Penyimpanan Buah

Menurut Susanto (1994), pemeraman buah dilakukan selama 5 – 12 hari, tergantung derajat kemasakan buah dan keadaan setempat. Buah yang diperam tidak boleh terlalu masak, rusak atau diserang cendawan. Agar tidak terjadi hal demikian maka perlu diperhatikan hal berikut :

a. Tempat pemeraman diatur harus cukup bersih dan terbuka

b. Pemeraman menggunakan wadah seperti keranjang atau karung goni

c. Bila pemeraman dilakukan di kebun, permukaan tanah harus diberi alas dan permukaan tumpukan ditutup daun kering untuk mengurangi cendawan.

Pemecahan Buah Kakao

(26)

Selanjutnya biji dikumpulkan untuk difermentasisedangkan kulit buah dapat dibuat kompos dengan cara ditimbun (Susanto, 1994)

Proses Fermentasi

Titik berat pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Pada proses ini akan terjadi pembentukan citarasa khas kakao, pengurangan rasa pahit dan sepat, dan perbaikan kenampakan fisik biji kakao. Kegagalan dalam proses fermentasi tidak dapat diperbaiki pada proses lain (Susanto, 1994).

Proses fermentasi biji kakao berlangsung dengan bermacam-macam cara, misalnya ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan ke dalam peti atau bak dan diletakkan di atas rak. Pada perusahaan perkebunan umumnya fermentasi kakao dilakukan di dalam peti fermentasi yang disusun beberapa baris sesuai dengan waktu proses fermentasi dan frekuensi pengadukan (Nasution, et al., 1985).

(27)

Ketika buah pecah, pulp segera akan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang ada di udara sekitarnya, sehingga proses fermentasi pulp akan segera terjadi. Proses fermentasi ini akan menyebabkan dua perubahan besar pada pulp yaitu: (1) Peragian gula menjadi alkohol sebagai hasil kerja beberapa jenis ragi dan bakteri asam laktat, (2) peragian alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat (Yufnal, 1985).

Bersamaan waktunya dengan peragian gula menjadi alkohol, sel pulp akan terurai atau hancur dan cairan yang dikandungnya akan mengalir keluar peti fermentasi secara lambat. Cairan ini dikenal dengan sweating, yang volume dan komposisinya berubah setiap hari dan terus menerus terfermentasi. Cairan ini terlihat menetes dari peti fermentasi, berwarna kuning kecoklatan, agak keruh serta mempunyai bau seperti sari apel (Yufnal, 1985).

Yufnal, (1985) menyatakan bahwa volume sweating yang terbesar dijumpai pada 24 jam pertama dan sangat kaya akan gula, sedang pada akhir penetesan sweating tersebut telah mengandung alkohol dan asam asetat.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentasi biji kakao tergantung pada jumlah pigmen ungu yang terdapat dari biji segar. Makin besar jumlah pigmen ini, makin lama proses fermentasi yang dibutuhkan (Nasution, et al., 1985). Waktu fermentasi kakao jenis Criollo jauh lebih singkat daripada

(28)

juga mempengaruhi waktu proses fermentasi antara lain ; tebal pulp biji, varietas kakao, dan jumlah biji yang diolah dalam musim selama pengolahan tersebut.

Forsyth dan Quesnel, (1963) mengatakan bahwa flavor tidak akan terbentuk sebelum biji mati, namun demikian periode fermentasi sebelum biji mati penting untuk menghasilkan panas dan asam asetat melalui fermentasi pulp dalam mengatur kematian dan keasaman biji. Periode ini dapat dipersingkat melalui aerasi kuat pada pulp yang mempercepat produksi asam asetat dan pembentukan panas (Biehl, 1984). Pada saat pulp teraerasi, pH menurun sampai 4,5 dan tidak banyak berubah selama metabolisme yeast. Produksi asam didominasi oleh bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat. Bilamana substrat pulp ini digunakan oleh mikroorganisme sampai habis, pH akan naik. Perubahan ini dapat ditandai dengan warna kulit biji kakao yang gelap dan terjadi perubahan bau. Biehl, (1984) mengatakan bahwa konsentrasi maksimal asam asetat pada pulp dijumpai lebih tinggi selama aerasi kuat dibandingkan dengan aerasi lemah.

Pada permulaan proses fermentasi tumpukan biji mengandung kadar gula yang tinggi, pH dan oksigen rendah sehingga merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan ragi. Beberapa mikroorganisme berperan aktif selama proses fermentasi, terutama proses pemecahan gula menjadi alkohol dan perubahan alkohol menjadi asam asetat. Nasution, (1976) mengatakan bahwa selama tahap awal fermentasi kakao, aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90 % total mikroorganisme yang terdapat pada tahap ini adalah ragi.

(29)

theobromae, Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus dan

Saccharomyces apimulus (Nasution, et al,. 1985).

Selanjutnya pada hari kedua proses fermentasi terjadi pemecahan alkohol menjadi asam asetat yang dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam asetat. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada fermentasi biji kakao bervariasi, tergantung pada waktu fermentasi.

Bakteri pemecah alkohol menjadi asam asetat pada hari-hari selanjutnya pada proses fermentasi ini adalah Acetobacter xylinum, Acetobacter ascendens, Bacterium xylinum dan Bacterium orleanse. Pembentukan asam asetat merupakan

faktor yang sangat penting dari proses kematian biji kakao, asam asetat terbentuk sebesar 0,7 % sampai 1,2 % setelah waktu fermentasi 37 jam dan biji telah mati (Rohan, 1963). Bakteri asam asetat lebih banyak dan lebih cepat tumbuh pada bagian atas tumpukan biji kakao selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan oleh karena pada proses permulaan fermentasi aliran udara lebih cepat di bagian atas, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat dan perubahan pH lebih cepat pada bagian ini (Nasution, 1976).

(30)

Tempat Fermentasi

Tempat fermentasi dapat berupa kotak-kotak yang memiliki lubang-lubang untuk mengeluarkan cairan dan sirkulasi udara. Dapat pula mempergunakan keranjang dari bambu yang dilapisi dengan daun-daun pisang untuk mengurangi aerasi. Kemudian kotak harus ditutup dengan karung goni, dan sebaiknya kotak fermentasi tidak dibuat dari bahan logam atau besi, karena dapat bereaksi dengan zat tanin dan menimbulkan noda-noda biru hitam pada biji kakao (Susanto, 1994). Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 – 500 C. Untuk mencapai suhu tersebut diperlukan ketebalan biji tertentu. Untuk fermentasi skala kecil (<100 kg) dengan menggunakan metode Sime - Cadbury ketebalan biji antara 30 - 40 cm. Apabila ketebalan lebih dari 40 cm menyebabkan suhu bagian tengah terlalu tinggi, karena aerasi udara kurang sehingga kegiatan organisme terganggu (Poedjiwidodo, 1996).

Fermentasi merupakan kunci keberhasilan pengolahan biji kakao, maka waktu fermentasi harus tepat agar mendapatkan hasil yang baik. Waktu fermentasi yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang bermutu rendah yaitu slaty, biji yang teksturnya seperti keju. Sedangkan bila terlalu lama akan biji yang rapuh dan timbul cita rasa yang tidak baik. Semua itu tergantung juga pada macam kakaonya, tetapi pada umumnya lama fermentasi sekitar 5 - 7 hari untuk kakao lindak, sedangkan kakao mulia sekitar 3 - 4 hari (Susanto, 1994).

(31)

Di dalam fermentasi akan terjadi pula perubahan pH. Pada pulp pH - nya akan naik dari 3,6 menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari. Hal ini akan terus meningkat menjadi 6,5 bila fermentasi sampai hari ke - 7. Sedangkan pH pada keping biji dari 6,5 akan menurun menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari, selanjutnya akan naik lagi. Apabila pH baru mencapai 5 pada akhir fermentasi, hal ini berarti fermentasi tidak sempurna (Susanto, 1994).

Tanda-tanda bahwa proses fermentasi sudah dapat diakhiri adalah sebagai berikut: Biji kakao sudah tampak kering/lembab, berwarna cokelat dan berbau asam cuka, lendir yang melekat pada biji sudah mudah dikupas, bila dipotong melintang, penampang biji tampak seperti cincin berwarna cokelat untuk kakao mulia, dan warna ungu sudah mulai hilang pada kakao lindak (Susanto, 1994). Perendaman dan Pencucian

Biji yang telah selesai difermentasi ada yang direndam dan dicuci dengan air bersih, tetapi ada pula yang langsung dijemur. Biji akan kelihatan bersih, tetapi lebih rapuh dan mudah pecah. Disamping itu, biji akan mengalami penurunan berat antara 10 – 15 %. Sedang biji yang tidak dicuci, selain memiliki rendemen yang tinggi dan tidak rapuh, aroma yang dihasilkan juga lebih baik, tetapi warnanya kurang menarik. Untuk itu pencucian sebaiknya jangan terlalu bersih (Poedjiwidodo, 1996).

(32)

Pada saat ini pencucian biji kakao sudah dilakukan dengan mesin atau alat pencuci, alat ini bertujuan memisahkan biji dari lendir atau air dan kulit pada biji kakao setelah proses fermentasi. Prinsip kerja alat ini adalah dengan metode pemusingan / sentrifuse pada biji yang baru difermentasi, sehingga kotoran dan lendir terpisah karena kecepatan putaran yang tinggi pada wadah pemusingan biji kakao.

Pengeringan

Proses pengeringan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6-7 % sehingga aman selama proses pengangkutan dan pengapalan menuju pabrikan. Waktu penyinaran matahari pada biji kakao sangat tergantung pada cuaca sehingga sangat sulit proses pengeringan dapat diselesaikan kurang dari satu minggu (Wahyudi dkk ,2009).

Menurut Winarno (1980) pengeringan adalah cara untuk menghilangkan sebahagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber alami (sinar matahari) atau bahan buatan (alat pengering). Biasanya kandungan air tersebut dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan juga bertujuan mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama.

(33)

selama 24 jam dilakukan dengan menaikkan suhu menjadi 46 – 500 C sampai kadar air 6 – 7 % (Susanto, 1994).

Menurut Winarno (1997), kestabilan optimum bahan makanan dapat tercapai jika kadar air bahan berkisar 3 – 7 %, karena pada keadaan tersebut bahan makanan tidak mudah terserang oleh ketengikan (oksidasi) dan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir.

Penyangraiaan dan Pembuatan Bubuk Kakao

Biji kakao yang sudah kering dengan kadar air sekitar 6 – 7 % digoreng sangan (tanpa menggunakan minyak). Lamanya penyangraian selama 40 menit. Selanjutnya biji dikupas dengan tangan atau dengan menggunakan alat. Setelah bersih, biji kakao tersebut ditumbuk dengan alat penumbuk tradisional atau dengan menggunakan mesin penggiling sehingga biji menjadi halus (Widyotomo dkk, 2004).

(34)

Standar Mutu Bubuk Kakao

Pengujian bubuk kakao berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia mengenai syarat mutu bubuk kakao SNI. 01 – 3747-1995 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar Mutu Bubuk Kakao Indonesia

No. Komponen Satuan

1. Air (maksimal) 5 %

2. Abu (dari bahan kering, bebas lemak) (maksimal) 8 % 3. Lemak cocoa (dari bahan kering)(minimal) 10 % 4. Kealkalian ml NaOH/100gr (dari bahan kering

Bebas lemak) (maksimal) 120

5. Serat kasar (maksimal) 5 %

6. Lolos ayakan 70 mesh (maksimal) 80 mesh

7. Pati asing negatif

8. Logam berbahaya

Hg 5 ppm

Pb 5 ppm

As 1 ppm

9. Jamur / kapang < 50 koloni / gr

10. Bakteri E. Coli negatif

11. Pasir (maksimal) 0,3 %

(35)

BAHAN DAN METODA

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian dan Laboratorium Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan Januari 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kakao yang diperoleh dari perkebunan rakyat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencuci kakao tipe sentrifuse untuk membersihkan kakao dari pulp / lendir, stopwatch untuk menghitung waktu, timbangan untuk menimbang kakao, oven, aluminium foil, beaker glass, spatula, desikator, erlenmeyer, soxhlet, corong, ayakan dan blender.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan faktorial yang terdiri dari 2(dua) faktor yaitu: 1. Faktor Lama Pencucian (L)

L1 = 3 menit L2 = 5 menit L3 = 7 menit

2. Faktor Lama Pengeringan (R) R1 = 8 hari

(36)

Sehingga kombinasi perlakuan Tc sebanyak 3x3 = 9, maka jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah:

Tc (n-1) ≥ 15 9 (n-1) ≥ 15 9n - 9 ≥ 15 9n ≥ 24 n ≥ 3

Jumlah ulangan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali maka kombinasi perlakuan ada 9 (sembilan), yaitu:

1. L1R1 4. L2R1 7. L3R1

2. L1R2 5. L2R2 8. L3R2

3. L1R3 6. L2R3 9. L3R3

Model Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan model sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk

Dimana:

Yijk = Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = Efek nilai tengah

αi = Efek dari faktor L pada taraf ke-i βj = Efek dari faktor R pada taraf ke-j

(37)

ε ijk = Efek galat dari faktor L pada taraf ke-I dengan faktor R pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

Pelaksanaan Penelitian

Biji kakao yang digunakan ialah biji kakao yang diperoleh dari petani kakao.

Prosedur Penelitian

Biji kakao berasal dari tanaman kakao (Theobroma cacao. L) dengan besar dan bentuk yang hampir sama. Biji kakao yang dibutuhkan sebanyak 5 kg untuk setiap perlakuan. Adapun prosedur penelitian (Lampiran 1) adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan buah kakao dan dipilih buah yang telah matang.

2. Dipisahkan biji kakao dari buah dan diletakkan dalam suatu wadah. 3. Difermentasikan biji kakao selama 4 hari

4. Dilakukan pencucian dengan cara meniriskan biji kakao basah dari lendir dan air menggunakan mesin pencuci kakao tipe sentrifuse dengan lama pencucian 3 menit, 5 menit, dan 7 menit.

5. Dikeluarkan biji dan dijemur di bawah terik sinar matahari dengan lama pengeringan 8 hari, 10 hari dan 12 hari.

6. Dikumpulkan biji kakao yang telah dikeringkan dalam suatu wadah.

7. Disangrai (tanpa minyak) biji kakao dengan menggunakan kuali selama beberapa menit, agar kulit nib mudah dikupas.

8. Dikupas kulit terluar dengan tangan.

(38)

10. Di ayak bubuk kakao agar lebih seragam bentuknya. 11. Dianalisa bubuk kakao yang diperoleh.

Parameter yang Diamati

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan berdasarkan analisa yang meliputi :

1. Kadar Air 2. Kadar Lemak 3. Uji organoleptik

Kadar Air dengan Metode Oven

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105˚C selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan sebagai berikut :

(AOAC, 1995).

Penentuan Kadar Lemak

Ditimbang sebanyak 5 gram, lalu diekstraksi dengan dietil eter dengan alat soxhlet dengan menggunakan labu didih 100 ml yang telah berisi beberapa butir

batu didih. Diekstrasi selama 10 jam sehingga semua lemak terpisahkan. Dietil eter dalam labu disulingkan dan lemak dikeringkan.

(39)

(Sudarmadji, et al., 1989).

Uji Organoleptik Aroma dan Warna

Uji Organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik, kemudian dilakukan uji organoleptik terhadap warna dan aroma khas kakao.

Tabel 6. Skala Uji Aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat disukai Disukai

Kurang Disukai Tidak disukai

4 3 2 1

Tabel 7. Skala Uji Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Coklat Coklat

Kurang Coklat Tidak Coklat

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pencucian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pencucian biji kakao basah yaitu meniriskan air, lendir serta kotoran lain pada biji kakao menggunakan alat pencuci biji kakao tipe sentrifuse.

Hasil penelitian menunjukan bahwa lama pencucian dan lama pengeringan biji kakao memberikan pengaruh terhadap hasil bubuk kakao dan dapat dilihat dalam penjelasan berikut.

Pengaruh Lama Pencucian

Dari hasil penelitian yang dilakukan secara umum diperoleh bahwa lama pencucian biji kakao berpengaruh terhadap kadar air (%), kadar lemak (%) dan uji organoleptik terhadap aroma dan warna (numerik). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh lama pencucian terhadap parameter yang diamati

Perlakuan Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Uji Organoleptik Aroma Warna

L1 = 3 menit 6,50 28,40 2,78 3,00

L2 = 5 menit 6,24 30,71 2,89 3,44

L3 = 7 menit 5,44 36,03 3,22 3,44

(41)

terdapat pada perlakuan L3 (lama pencucian 7 menit) yaitu sebesar 3,22, terendah terdapat pada perlakuan L1 (lama pencucian 3 menit) yaitu sebesar 2,78 dan nilai uji organoleptik aroma skala numerik menurut SNI adalah 4 yaitu aroma khas kakao yang sangat disukai. Uji organoleptik (numerik) warna tertinggi terdapat pada perlakuan L3 (lama pencucian 7 menit) yaitu sebesar 3,44, terendah terdapat pada perlakuan L1 (lama pencucian 3 menit) yaitu sebesar 3,00 dan uji organoleptik warna skala numerik menurut SNI adalah 4 yaitu sangat coklat.

Pengaruh Lama Pengeringan

Dari hasil penelitian yang dilakukan secara umum diperoleh bahwa lama pengeringan biji kakao berpengaruh terhadap kadar air (%), kadar lemak (%) dan uji organoleptik terhadap aroma dan warna (numerik). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9

Tabel 9. Pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati

Perlakuan Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Uji Organoleptik Aroma Warna

R1 = 8 hari 6,93 26,74 3,33 3,89

R2 = 10 hari 6,57 31,48 2,78 3,00

R3 = 12 hari 4,68 36,91 2,78 3,00

(42)

terdapat pada perlakuan R3 (lama pengeringan 12 hari) yaitu sebesar 2,78 dan nilai uji organoleptik aroma skala numerik menurut SNI adalah 4 yaitu aroma khas kakao yang sangat disukai. Uji organoleptik (numerik) warna tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (lama pengeringan 8 hari) yaitu sebesar 3,89 terendah terdapat pada perlakuan R3 (lama pengeringan 12 hari) yaitu sebesar 3,00 dan nilai uji organoleptik warna skala numerik menurut SNI adalah 4 yaitu warna sangat coklat.

Kadar Air (%)

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Kadar Air

Dari daftar sidik ragam pada Lampiran 3 dapat diketahui bahwa lama pencucian memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase kadar air. Hasil pengujian dengan least signifikan range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh lama pencucian terhadap persentase kadar air untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Uji LSR efek utama pengaruh lama pencucian terhadap persentase kadar air.

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - L1 6,50 a A

2 0,7452 1,0212 L2 6,24 a A

3 0,7828 1,0714 L3 5,44 b AB

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(43)

Lama Pencucian (menit)

Hubungan lama pencucian dengan persentase kadar air biji kakao dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Lama Pencucian terhadap persentase kadar air

Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pencucian, maka kadar air akan semakin rendah, hal ini dapat dilihat dari lama pencucian 3 menit persentase kadar air sebesar 6,50 % dan pada lama pencucian 5 menit sebesar 6,24% sedangkan lama pencucian 7 menit persentase kadar air menjadi 5,44 %. Sehingga lama pencucian yang menghasilkan kadar air terbaik menurut SNI adalah lama pencucian 7 menit. Hal ini dikarenakan pencucian pada biji kakao bertujuan memisahkan biji kakao dari air dan pulp yang melekat pada biji, jadi semakin lama waktu pencucian biji kakao akan semakin bersih dan mempermudah penurunan kadar air melalui penjemuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudi dkk. (2009) yang mengatakan pencucian terhadap biji kakao dilakukan karena masih banyaknya pulp yang melekat pada kulit masih tebal sehingga menurunkan kadar kulit biji kering.

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air

(44)

pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar air untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar air.

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - R1 6,93 a A

2 0,7452 1,0212 R2 6,57 a A

3 0,7828 1,0714 R3 4,68 b B

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan R1 berbeda berbeda tidak nyata dengan dengan R2 dan berbeda sangat nyata dengan R3, sedangkan R2 berbeda sangat nyata dengan R3.

(45)

waktu pengeringan yang digunakan untuk mengeringkan suatu bahan, maka air yang menguap dari bahan akan semakin banyak dengan demikian kadar air bahan akan menjadi rendah. Banyaknya air yang menguap tersebut dipengaruhi oleh lamanya kontak bahan dengan udara pengering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taib dkk (1988) bahwa kecepatan pengeringan untuk setiap bahan berbeda-beda. Lamanya kontak udara panas dengan bahan selama pengeringan juga akan berpengaruh. Semakin lama kontak antara udara panas dengan bahan maka semakin cepat pengeringan berlangsung.

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap kadar air (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi lama pencucian dan lama pengeringan biji kakao memberi pengaruh beda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bubuk kakao yang dihasilkan. Dari hasil analisa kadar air lama pengeringan memberikan pengaruh lebih besar daripada lama pencucian terhadap persentase kadar air. Hal ini juga didukung dari hasil uji LSR tiap perlakuan, yaitu lama pengeringan memiliki taraf nilai sangat nyata pada penentuan notasi, sedangkan lama pencucian hanya berbeda nyata. Dari Lampiran 2 dapat dilihat interaksi lama pencucian dan lama pengeringan terbaik menurut SNI adalah L3R3 (lama pencucian 7 menit dan lama penjemuran 12 hari) dengan persentase kadar air sebesar 4,39 %.

Kadar Lemak (%)

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Kadar Lemak

(46)

Lama Pencucian (menit)

lama pencucian terhadap persentase kadar lemak untuk tiap - tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh lama pencucian terhadap persentase kadar lemak.

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - L1 28,40 a A

2 4,8213 6,6096 L2 30,71 a A

3 5,0648 6,9316 L3 36,03 b AB

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan L1 berbeda berbeda tidak nyata dengan dengan L2 dan berbeda nyata dengan L3, sedangkan L2 berbeda nyata dengan L3.

Gambar 3. Hubungan Lama Pencucian terhadap persentase kadar air

(47)

dapat menghambat proses ekstraksi lemak bahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2004) bahwa dalam penentuan kadar lemak, bahan yang mengandung kadar air yang tinggi dapat memperlambat proses ekstraksi lemak. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Lemak

Dari daftar sidik ragam pada Lampiran 5 dapat diketahui bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase kadar lemak. Hasil pengujian dengan least signifikan range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar lemak untuk tiap tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap persentase kadar lemak.

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - R1 26,74 a A

2 4,8213 6,6096 R2 31,48 a A

3 5,0648 6,9316 R3 36,91 b AB

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan R1 berbeda berbeda tidak nyata dengan dengan R2 dan berbeda nyata dengan R3, sedangkan R2 berbeda nyata dengan R3.

(48)

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara lama pengeringan dengan jumlah kadar lemak yaitu bahwa semakin lama waktu pengeringan, maka kadar lemak akan semakin tinggi sehingga lama pengeringan terbaik menurut SNI adalah lama penjemuran 12 hari, hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengeringan kadar air juga semakin rendah sehingga proses ekstraksi lemak berjalan dengan baik dan lemak yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2004) bahwa dalam penentuan kadar lemak, bahan yang mengandung kadar air yang tinggi dapat memperlambat proses ekstraksi lemak.

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap kadar lemak (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa interaksi lama pencucian dan lama pengeringan biji kakao memberi pengaruh beda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak bubuk kakao yang dihasilkan. Dari hasil analisa kadar lemak lama pengeringan memberikan pengaruh lebih besar daripada lama pencucian terhadap persentase kadar lemak. Hal ini juga didukung dari hasil uji LSR tiap perlakuan, yaitu lama pengeringan memiliki taraf nilai sangat nyata pada penentuan notasi, sedangkan lama pencucian hanya berbeda nyata. Dari Lampiran 4 dapat dilihat interaksi lama pencucian dan lama pengeringan terbaik menurut SNI adalah L3R3 (lama pencucian 7 menit dan lama penjemuran 12 hari) dengan persentase kadar lemak sebesar 39,65 %.

Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

(49)

organoleptik aroma bubuk kakao yang dihasilkan dan dalam percobaan lama pencucian terbaik untuk menentukan nilai aroma (numerik) menurut SNI adalah lama pencucian 3 menit.

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Dari daftar sidik ragam pada Lampiran 7 dapat diketahui bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap hasil uji organoleptik aroma. Hasil pengujian dengan least signifikan range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh lama pengeringan terhadap hasil uji organoleptik aroma untuk tiap tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap hasil uji organoleptik aroma (numerik).

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - R1 3,33 a A

2 0,4260 0,5838 R2 2,78 a AB

3 0,4475 0,6125 R3 2,78 a AB

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan R1 berbeda nyata dengan dengan R2 dan berbeda nyata dengan R3, sedangkan R2 berbeda tidak nyata dengan R3.

(50)

Gambar 5 menunjukkan hubungan antara lama pengeringan dengan nilai uji organoleptik aroma (numerik) yaitu bahwa semakin cepat waktu pengeringan, maka nilai uji organoleptik aroma (numerik) semakin tinggi yaitu aroma khas kakao semakin disukai sehingga lama pengeringan terbaik dalam menentukan nilai aroma (numerik) menurut SNI adalah lama pengeringan 8 hari. Hal ini dikarenakan waktu pengeringan yang semakin lama membuat kadar air pada bahan semakin rendah sehingga aroma bubuk kakao semakin baik karena kadar air yang tinggi dapat merusak aroma khas kakao. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle dkk (1987) bahwa proses pengeringan dapat mengakibatkan perubahan warna, tekstur, rasa dan aroma.

Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

(51)

Uji Organoleptik Warna (Numerik)

Pengaruh Lama Pencucian terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 9dapat dilihat bahwa lama pencucian biji kakao memberi pengaruh beda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik warna bubuk kakao yang dihasilkan dan dalam percobaan lama pencucian terbaik untuk menentukan nilai warna (numerik) menurut SNI adalah lama pencucian 7 menit.

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) Dari daftar sidik ragam pada Lampiran 9 dapat diketahui bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap hasil uji organoleptik aroma. Hasil pengujian dengan least signifikan range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh lama pengeringan terhadap hasil uji organoleptik aroma untuk tiap tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap hasil uji organoleptik warna (numerik).

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - R1 3,89 a A

2 0,5389 0,7385 R2 3,00 b B

3 0,5661 0,7748 R3 3,00 b B

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(52)

Gambar 6. Hubungan Lama Pengeringan terhadap nilai uji organoleptik warna Dari gambar tersebut dapat dilihat hubungan antara lama penjemuran dan nilai uji organoleptik warna yaitu bahwa semakin sedikit waktu penjemuran, maka nilai uji organoleptik warna (numerik) semakin tinggi yaitu berwarna sangat coklat sehingga lama pencucian terbaik menurut SNI untuk menetukan nilai uji organoleptik warna (numerik) adalaha lama penjemuran 8 hari. Hal ini dikarenakan waktu pengeringan yang semakin lama membuat kadar air pada bahan semakin rendah sehingga warna bubuk kakao semakin coklat karena semakin lama penjemuran membuat kadar air semakin sedikit dan warna bubuk coklat juga berubah. Buckle dkk (1987) juga mengatakan bahwa proses pengeringan dapat mengakibatkan perubahan warna, tekstur, rasa dan aroma. Pengaruh Interaksi antara Lama Pencucian dan Lama Pengeringan terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik)

(53)

dari hasil uji LSR tiap perlakuan, yaitu lama pengeringan memiliki taraf nilai berbeda nyata pada penentuan notasi, sedangkan lama pencucian berbeda tidak nyata. Dari Lampiran 8 dapat dilihat interaksi lama pencucian dan lama pengeringan terbaik menurut SNI adalah L3R1 (lama pencucian 7 menit dan lama penjemuran 8 hari) dengan nilai uji aroma (numerik) sebesar 4,00.

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Kadar Lemak

Hasil uji korelasi antara parameter kadar air dan kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Uji Korelasi nilai parameter Kadar Air dan Kadar Lemak

(54)

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Uji Organoleptik (Aroma)

Hasil uji korelasi antara parameter kadar air dan uji organoleptik (aroma) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Uji Korelasi nilai parameter Kadar Air dan Uji Organoleptik (Aroma) Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air nilai uji aroma juga semakin lemah namun kadar air memiliki pengaruh yang kecil atau lemah terhadap nilai numerik aroma, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2006) bahwa jika nilai r berada diantara lebih besar 0 sampai dengan 0,25 maka korelasi antar parameter tersebut tergolong lemah.

Uji Korelasi Parameter Kadar Air dan Uji Organoleptik (Warna)

Hasil uji korelasi antara parameter kadar air dan uji organoleptik (aroma) dapat dilihat pada Gambar 9

(55)

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air maka nilai uji warna juga akan semakin rendah, korelasi antar kedua parameter ini termasuk korelasi yang cukup kuat, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2006) bahwa jika nilai r berada diantara lebih besar 0,25 sampai dengan 0,5 maka korelasi antar parameter tersebut tergolong cukup kuat.

Uji Korelasi Parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Aroma)

Hasil uji korelasi antara parameter kadar lemak dan uji organoleptik (aroma) dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Uji Korelasi nilai parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Aroma)

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin rendah kadar lemak maka nilai numerik semakin besar namun pengaruh kadar lemak sangat lemah terhadap nilai numerik aroma, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2006) bahwa jika nilai r berada diantara lebih besar 0 sampai dengan 0,25 maka korelasi antar parameter tersebut tergolong sangat lemah.

Uji Korelasi Parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Warna)

(56)

Gambar 11. Uji Korelasi nilai parameter Kadar Lemak dan Uji Organoleptik (Warna)

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin rendah kadar lemak maka nilai uji warna akan semakin tinggi, korelasi antar kedua parameter ini termasuk korelasi yang cukup kuat, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2006) bahwa jika nilai r berada diantara lebih besar 0,25 sampai dengan 0,5 maka korelasi antar parameter tersebut tergolong cukup kuat.

Uji Korelasi Parameter Uji Organoleptik (Aroma) dan Uji Organoleptik (Warna)

Hasil uji korelasi antara parameter uji organoleptik (aroma) dan uji organoleptik (warna) dapat dilihat pada Gambar 12.

(57)
(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh lama pencucian menggunakan alat pencuci biji kakao tipe sentrifuse dan lama pengeringan biji kakao terhadap parameter yang diamati memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Lama pencucian biji kakao memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar air dan kadar lemak tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik aroma dan warna.

2. Lama pengeringan biji kakao memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pengujian kadar air, kadar lemak dan uji organoleptik warna, memberikan pengaruh beda nyata terhadap uji organoleptik aroma.

3. Interaksi antara lama pencucian dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap semua parameter.

4. Dari hasil penelitian kadar air dan kadar lemak paling baik sesuai SNI terdapat pada perlakuan L3R3 (lama pencucian 7 menit dan lama pengeringan 12 hari).

5. Dari hasil penelitian hasil uji organoleptik aroma dan warna paling baik sesuai SNI terdapat pada perlakuan L3R1 (lama pencucian 7 menit dan lama pengeringan 8 hari).

(59)

Saran

1. Dalam melakukan analisa kadar air bubuk kakao, bahan harus disimpan didalam desikator dengan baik, agar kadar air dari udara luar tidak diserap lagi oleh bahan yang telah dikeringkan.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2008. Desain Teknologi Pengolahan Pasta, Lemak, dan Bubuk Coklat untuk Kelompok Tani. http://agribisnis.deptan.go.id. [8 Mei 2011].

AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists, Washington, D.C.

Atmawinata, O., Sri Mulato, S. Widyotomo, dan Yusianto. 1998. Teknik Pra Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat Waktu Fermentasi dan Menurunkan Kemasaman Biji. Pelita Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao, Volume 14, Nomor 1, April 1998.

Biehl, B., 1984. Cocoa Fermentation and Problems of Acidity Over Fermentation and Low Cocoa Flavor. Proceedings of the Internatinal Comference of Cocoa and Coconut, Kualalumpur.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Purnomo dan Adiono, UI-Press, Jakarta.

De Zaan, 1975. Cocoa Powder and Nutritional Labelling. Tehcnical Information, Bull.

Desrosier, N.W 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M. Muljoharjo. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Djatmiko, B. dan T. Wahyudi, 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak dan Mulia. Balai Penelitian Perkebunan Jember, Jawa Timur.

Forsyth, W.G.C. and V.C. Quesnel, 1963. The Mechanism of Cacao Curing. Mac. Milan, London.

Harjosuwito, B., Yufnal dan Hermansyah, 1986. Pengolahan Coklat Rakyat dan Penelitian Mutu IV (Khusus Coklat). Balai Penelitian Perkebunan, Bogor.

Ketaren, S. 2004. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit UI-Press, Jakarta.

Khomsan, A. 2002. Cokelat Baik untuk Jantung dan Suasana Hati.

http://kolom.pacific.net.id/ind. [16 Mei 2011].

Lopez, A.S., 1986. The Cocoa Pulps Soft Drink Industry In Brazil and Its Effercts On Head Fermentation. International Cocoa Research Conference.

(61)

Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21. Oktober 2005, Jember.

Nasution, Z., 1976. Pengolahan Cokelat, Departemen Teknologi Hasil Pertanian. IPB-Press, Bogor.

Nasution, Z., M.C. Wahyudi dan S.L. Betty, 1985. Pengolahan Coklat. Agroindustri. IPB-Press, Bogor.

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa Tengah.

Rohan, T.A., 1963. Processing Of Raw Cocoa for the Market. FAO Agric. Roma.

Sarwono, 2006. Teori Analisis Korelasi. Sumber : http://www.sarwono.info/korelasi.com [6 April 2011]

Soekarto, E., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan Dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Spillane, J.J., 1995. Komoditi Kakao Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2000. Standarisasi Mutu Cokelat Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. http://sisni.bsn.go.id/index.php/SNI-2323-2000 [02 Mei 2011]

Standar Nasional Indonesia, 1995. Standarisasi Mutu Bubuk Cokelat Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. http://sisni.bsn.go.id/index.php/SNI-01-3747-1995 [02 Mei 2011]

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan. Liberty, Yogyakarta.

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.

Taib, G., G, Said dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian, PT Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta. Viskil, H.J., 1980. Cocoa, Kumpulan Makalah. Konferensi Coklat Nasional II,

Medan.

(62)

Widyotomo, S, Sri Mulato, dan Handaka. 2004. Mengenal Lebih Dalam Teknologi Pengolahan Biji Kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G., 1980. Dasar-Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. Dept.

THP Fatemeta IPB, Bogor.

Yufnal, 1985. Kemungkinan Penggunaan Cairan fermentasi Cokelat Sebagai bahan Penggumpal Lateks. Menara Perkebunan, Bogor.

(63)

Lampiran 1. Bagan alir penelitian

Sortasi buah kakao

Pengambilan biji

Fermentasi selama 4 hari Mulai

Pencucian biji kakao

Pengeringan biji kakao

Penyangraian

Pengupasan kulit

Digiling dan diayak

Bubuk Kakao

Selesai Lama

Pencucian (T) T1 = 3 menit T2 = 5 menit T3 = 7 menit

Lama

Pengeringan (P) P1 = 8 hari P2 = 10 hari P3 = 12 hari

(64)

Lampiran 2. Data Pengamatan Kadar Air Bubuk Kakao

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 3. Data Analisis Sidik Ragam Kadar Air Bubuk Kakao

(65)

Lampiran 4. Data Pengamatan Kadar Lemak Bubuk Kakao

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 5. Data Analisis Sidik Ragam Kadar Air Bubuk Kakao

(66)

Lampiran 6. Data Pengamatan Uji Organoleptik Aroma Bubuk Kakao

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 7. Data Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Aroma Bubuk Kakao

(67)

Lampiran 8. Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna Bubuk Kakao

Lampiran 9. Data Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna Bubuk Kakao

(68)

Lampiran 10. Gambar Proses Penelitian Gambar 1. Pengumpulan dan sortasi buah

(69)

Gambar 3. Perendaman dan persiapan pencucian

(70)

Gambar 5. Proses Penjemuran

(71)

Gambar 7. Bubuk Kakao

Gambar

Tabel 1. Mutu Kakao menurut SNI No. Karakteristik
Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi. Komponen Persen (%)
Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi. Komponen Persen (%)
Tabel 4. Asam Lemak pada Lemak Kakao Asam Lemak Atom Karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar tentang peningkatan pemahaman konsep anggota tubuh anak kelas II di SLB-C Purna Yuda Bhakti Surabaya selama dilaksanakan tindakan pembelajaran pada

Hal ini mengindikasikan bahwa Islam sebagai asas normatif-inklusif memberikan kebebasan kepada umat Islam dalam mempelajari ilmu pengetahuan dengan tidak memandang

Melalui pemanfaatan media sosial edmodo ini, keterbatasan waktu untuk melatihkan keterampilan argumentasi mahasiswa di kelas dapat teratasi dengan adanya interaksi mahasiswa dalam

Isu perubahan strategi pengurusan zon pinggir pantai daripada bentuk sektoral kepada bersepadu dikaji dalam kes Xiamen, China (Chua et al. Pengurusan berintegrasi

Musik Pop kreatif adalah musik pop yang memiliki keunikan dalam ritme, melodi, harmoni, instrumen, gaya dan lirik karena keterpaduannya dengan gaya musik yang lain, seperti

Kegiatan dalam tahap perencanaan ini merancang dan merencanakan pembelajaran IPA kelas 4 dengan menyusun RPP materi Wujud benda dan sifatnya dengan menggunakan

Saya sangat sering merasakan jenuh akan pekerjaan saya karena kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan (gaji dan suasana kerja) sangat tidak sesuai.. PELUANG UNTUK MENGGUNAKAN

Hasil uji ANOV A dengan nilai signifikansi 0,006 (debit rendah) dan 0,027 (debit sedang) yang berarti persamaan regresi dapat digunakan ootuk memprediksi konsentrasi merkuri di