• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus di Desa Perbatasan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus di Desa Perbatasan)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

DELI SERDANG (STUDI KASUS

DI DESA PERBATASAN)

TESIS

Oleh

FAHMI LANNIARI LUBIS

097003032/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011

S

E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

(2)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

DELI SERDANG (STUDI KASUS

DI DESA PERBATASAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAHMI LANNIARI LUBIS

097003032/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA

PERBATASAN)

Mahasiswa : Fahmi Lanniari Lubis

Nomor Pokok : 097003032

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) K e t u a

(Kasyful Mahalli, SE. M.Si) (Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Tanggal lulus : 18 Agustus 2011

Telah diuji pada

Tanggal 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE

Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

2. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec

3. Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D., Ak

(5)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN)

ABSTRAK

Keterkaitan desa kota antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang.

Berkaitan dengan hal tersebut perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat yang melakukan interkasi dengan yang tidak melakukan interaksi, tingkat interaksi desa dalam mendukung aktivitas penduduk, dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah perbatasan. Metode penelitian yang digunakan adalah uji beda rata-rata, metode gravitasi dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi di wilayah penelitian memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan yang tidak melakukan interaksi. Interaksi desa yang kuat dipengaruhi oleh jarak dan jumlah penduduk. Faktor orang melakukan interaksi desa kota dominan dipengaruhi adanya gaji/upah yang lebih tinggi di Kota Medan dan fasilitas dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik di Kota Medan.

(6)

INTERACTION OF RURAL-URBAN FOR RATE WELFARE SOCIETY IN DELI

SERDANG REGENCY (CASE STUDIES IN FRONTIER VILLAGE)

ABSTRACT

The linkage between the rural urban of Deli Serdang and Medan city that is two-way and mutually beneficial relationship can bring a great impact both on economic activity in rural and urban areas that will improve the welfare of communities in the border region of Deli Serdang Regency.

In connection with this formulation of the problem in this research is how differences in income that do not interact with the interaction, the level of interaction in supporting the activities of village residents, and community factors interact in the border region. The research method used is the average of different test, descriptive analysis method and the gravitation.

The results showed that the income of the people who do the interactions in the research area has a greater income than those without interaction. Interaction village strongly influenced by distance and population. Those factors interact predominantly influenced the rural town of salary/wages higher in the city of Medan and the facilities and services of education and better health in the city of Medan.

Keywords: Interaction Rural-Urban, Social Welfare, Revenue Communities,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun tesis ini berjudul “Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang

(Studi Kasus di Desa Perbatasan)”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak

Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Kasyful Mahalli, SE., M.Si., dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku

Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan semangat sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak dan Bapak Drs. Rujiman, MA selaku

Dosen Pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini

4. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

5. Bapak H. Gatot Pudjo Nugroho, ST selaku Pelaksana Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan program beasiswa dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

(8)

7. Bapak Marihot Sormin, SE. MM, Kepala Bidang Pengendalian, Evaluasi dan Statistik Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kelonggaran waktu bagi penulis, sehingga dapat menyelelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

8. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2009 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

9. Ayahanda H. M. Dori Lubis dan Ibunda Hj. Nurcahaya Nasution yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

10. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Ir. Rizal Sariamat Pulungan atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dukungannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada kedua putra-putri penulis, masing-masing :

M. Fahri Pulungan, dan Annisa Pulungan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat sederhana, mengingat keterbatasan kemampuan dan ketersediaan data yang belum memadai. Meskipun demikian penulis tetap berusaha untuk terus memperbaikinya. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan dari semua pihak. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Sptember 2011 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Fahmi Lanniari Lubis lahir di Medan, 09 April 1965, dari pasangan H. M.

Dori Lubis dengan Hj. Nurcahaya Nasution, dan merupakan anak ketiga dari

delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1977 di SD Perguruan Nasional Khalsa Medan. Pada tahun 1981 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Negeri VI Medan dan tahun 1984 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri III Medan. Kemudian pada tahun 1990 menyelesaikan Sarjana S1 di Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Desa ... 7

2.2. Pengertian Kota ... 10

2.3. Interaksi Desa Kota ... 16

2.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 20

2.5. Dampak Interaksi terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 22

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 23

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

2.8. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 30

3.2. Lokasi Penelitian ... 30

(11)

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.4. Pengumpulan Data ... 32

3.5. Analisis Data ... 32

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Pendapatan Masyarakat ... 51

4.4. Tingkat Interaksi Desa Kota Dalam Mendukung Aktivitas Penduduk ... 55

4.5. Faktor Masyarakat Melakukan Interaksi ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran ... 63

(12)

DAFTAR TABEL

Pergerakan Penduduk Dalam Pertumbuhan Ekonomi ………….. Faktor Pendorong – Penarik Penduduk Desa-Kota ……….. Keterkaitan Desa Kota ………. Populasi dan Sampel Penelitian ……… Kecamatan dan Ibukota Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang.. Komposisi Umur Responden………. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden………... Komposisi Jenis Kelamin Responden……… Komposisi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden………….. Hasil Perhitungan Pendapatan Masyarakat yang Berinteraksi dengan yang tidak melakukan Interaksi………. Interaksi Kecamatan Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Kota Medan Berbasis Jumlah Penduduk ………...

Faktor Masyarakat dalam Pekerjaan………. Faktor Masyarakat dalam Pendidikan ……….. Faktor Masyarakat dalam Kesehatan……….

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ……….. Peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang………...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ……… 67

2. Tabulasi Jawaban Responden yang Berinteraksi ……… 69 3. Tabulasi Jawaban Responden yang Tidak Berinteraksi ………... 73 4. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat

di Keseluruhan Desa Penelitian ……….. 77 5. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat

(15)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN)

ABSTRAK

Keterkaitan desa kota antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang.

Berkaitan dengan hal tersebut perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat yang melakukan interkasi dengan yang tidak melakukan interaksi, tingkat interaksi desa dalam mendukung aktivitas penduduk, dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah perbatasan. Metode penelitian yang digunakan adalah uji beda rata-rata, metode gravitasi dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi di wilayah penelitian memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan yang tidak melakukan interaksi. Interaksi desa yang kuat dipengaruhi oleh jarak dan jumlah penduduk. Faktor orang melakukan interaksi desa kota dominan dipengaruhi adanya gaji/upah yang lebih tinggi di Kota Medan dan fasilitas dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik di Kota Medan.

(16)

INTERACTION OF RURAL-URBAN FOR RATE WELFARE SOCIETY IN DELI

SERDANG REGENCY (CASE STUDIES IN FRONTIER VILLAGE)

ABSTRACT

The linkage between the rural urban of Deli Serdang and Medan city that is two-way and mutually beneficial relationship can bring a great impact both on economic activity in rural and urban areas that will improve the welfare of communities in the border region of Deli Serdang Regency.

In connection with this formulation of the problem in this research is how differences in income that do not interact with the interaction, the level of interaction in supporting the activities of village residents, and community factors interact in the border region. The research method used is the average of different test, descriptive analysis method and the gravitation.

The results showed that the income of the people who do the interactions in the research area has a greater income than those without interaction. Interaction village strongly influenced by distance and population. Those factors interact predominantly influenced the rural town of salary/wages higher in the city of Medan and the facilities and services of education and better health in the city of Medan.

Keywords: Interaction Rural-Urban, Social Welfare, Revenue Communities,

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang

terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang

utuh dan dimanfaatkan untuk memperkuat struktur perekonomian wilayah, dimana

arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

dan tata guna lahan yang berubah dapat diimbangi dengan kemampuan ekonomi dan

pengelolaan kota dan desa secara komplemen dan sepadan.

Perkembangan desa-desa tidak terlepas dari peranan kota yang terdapat di

tengah-tengah atau di sekitar pedesaan. Peran kota dalam pembangunan pedesaan,

seperti yang diungkapkan Douglass (1996) mencakup 7 (tujuh) hal yang penting, yaitu

sebagai pusat pembelanjaan, pusat pelayanan yang berjenjang lebih tinggi, pusat

pemasaran berbagai produk yang dihasilkan pedesaan, pusat penyediaan dan

pendukung pertanian, pusat pengolahan hasil pertanian (agro-processing), penyerap

tenaga kerja pedesaan yang bersifat non pertanian dan pusat informasi dan belajar yang

bersifat praktis dan inovatif.

Peran kota dalam pembangunan pedesaan menyebabkan struktur perekonomian

desa dan kota lebih mengarah pada sektor-sektor yang ada di perkotaan dalam

mengendalikan mekanisme pemasaran dari desa ke kota dan sebaliknya dari kota ke

(18)

Pemusatan pembangunan di wilayah perkotaan menyebabkan arus migrasi

desa-kota mengalami peningkatan. Sejalan dengan arus mobilitas penduduk, mobilitas

tenaga kerja dari desa ke kota semakin menunjukkan peningkatan yang tajam. Jumlah

penduduk yang bermukim di kota-kota Indonesia persentasenya juga menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1930, penduduk yang tinggal di kota

berjumlah 6,7 persen dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 30,9 persen. Pada tahun

1995, persentase penduduk yang tinggal di kota sebesar 34 persen atau sekitar 70 juta

orang. Diprediksi pada tahun 2020, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan

mencapai angka 140 juta atau 57 persen dari total penduduk Indonesia (Sugiharto,

2005).

Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan

aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas

lahan yang ada di kota menyebabkan kota akan mengalami perkembangan ke daerah

pinggiran kota.

Pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam

perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan

adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan menampung

fungsi-fungsi atau prasarana kegiatan yang ada. Fenomena pembangunan spasial sering kali

terjadi di kota-kota besar dan menengah. Kota-kota besar, seperti halnya Kota Medan,

membawa konsekuensi menggelembungnya ruang terbangun perkotaan hingga

melampui batas administrasinya. Pada akhirnya daerah-daerah perbatasan administratif

(19)

berada di Kabupaten Deli Serdang mengalami perkembangan yang pesat yang disebut

rapid growth area.

Menurut Bintarto (1989), proses perubahan desa akibat adanya interaksi desa–

kota disebabkan oleh adanya kemajuan-kemajuan di bidang perhubungan dan lalu

lintas antar daerah, sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan

beralih pekerjaan menjadi non agraris. Akibatnya daerah-daerah perbatasan kota

terpengaruh oleh tata kehidupan kota menjadi rural – urban areas.

Kabupaten Deli Serdang merupakan suatu daerah dimana sebagian wilayah

Kecamatan mengelilingi Kota Medan, sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan

masyarakat di Kabupaten Deli Serdang telah membaur dengan kehidupan masyarakat

kota Medan. Kondisi ini memberikan gambaran dimana masyarakat Kabupaten Deli

Serdang merupakan masyarakat ‘campuran’ antara masyarakat desa dengan

masyarakat kota (bercampurnya rural and urban). Hal ini dapat dilihat secara nyata

pada penduduk wilayah Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai tingkat mobilitas

yang cukup tinggi ke kota Medan.

Secara historis, penduduk Kabupaten Deli Serdang merupakan masyarakat

yang hidup dari pertanian telah bergeser pada sektor usaha perdagangan dan jasa dan

industri (non pertanian). Selain itu, indikator lain adalah terjadinya perubahan

penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini bisa dilihat

adanya pemanfaatan lahan untuk pengembangan permukiman, industri serta adanya

(20)

ditunjang oleh posisi Kabupaten Deli Serdang yang cukup strategis dan merupakan

daerah hinterland Kota Medan.

Keterkaitan tersebut dipermudah dengan adanya akan jaringan transportasi

darat yang merupakan salah satu aspek yang membentuk interaksi desa-kota, karena

dengan adanya dukungan sarana dan prasarana transportasi yang relatif baik

memungkinkan penduduk desa tersebut berorientasi ke kota maupun sebaliknya dari

kota ke desa.

Interaksi desa-kota tidak hanya dapat dilihat dari keterkaitan akan jaringan

transportasi sungai dan darat atau dari segi fisik saja, akan tetapi dapat juga dilihat dari

keterkaitan ekonomi yang tergambar dari jaringan pasar (market) melalui komoditi

bahan baku, hasil produksi pertanian maupun barang jadi. Jaringan pasar ini

menawarkan integrasi spasial keterhubungan yang paling penting. Adanya ekspansi

keterhubungan pasar menjadi kekuatan utama dalam pertanian komersial,

keberagaman produksi dan pengembangan sistem spasial pendapatan wilayah

(Bintarto,1989).

Melihat perkembangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Deli Serdang

tersebut, perlu dikaji bagaimana perkembangan interaksi wilayah antara desa yang

berada di Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan. Dengan melihat interaksi yang

ada di kedua wilayah ini diharapkan untuk memperoleh gambaran mengenai interaksi

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Keterkaitan desa-kota yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan

(symbiotic mutualistic) dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan

ekonomi di wilayah pedesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang

melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan interaksi ?

2. Bagaimana tingkat interaksi antara desa dan kota dalam mendukung aktivitas

penduduk ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan interaksi di

wilayah perbatasan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk:

1. Menganalisis perbedaan pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang

melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan interaksi.

2. Menganalisis tingkat interaksi antara desa dan kota dalam mendukung aktivitas

penduduk.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan

(22)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengembangkan teori interaksi desa-kota serta konsep peran kota dan

pengembangan pembangunan pedesaan hinterlandnya, guna memperkaya khasanah

keilmuan perencanaan daerah terutama dalam rangka pengembangan wilayah

pedesaan.

2. Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah

dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan metode

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Desa

Suatu hal yang cukup penting dan sering menimbulkan masalah di dalam

penanganan desa adalah adanya keragaman pengertian tentang desa. Menurut Ma’rif

(Suprapta, 2006), secara morfologis desa merupakan wilayah yang diperuntukkan bagi

kegiatan agraris dan sisanya untuk bangunan-bangunan yang terpencar dalam jumlah

penduduk kecil dan kepadatan rendah.

Secara ekonomi merupakan wilayah dengan ciri kegiatan agraris yang

mendominasi kehidupan masyarakatnya, secara sosial desa merupakan wilayah dengan

ciri kehidupan sosial dan hubungan kekeluargaann yang erat dan masih terpaku pada

adat istiadat dan secara demografis desa adalah wilayah dengan penduduk sekitar

2.500 jiwa (Ma‘rif dalam Suprapta, 2006).

Menurut Bintarto (Koestoer, 1997) desa merupakan hasil perpaduan antara

kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya, yang ditandai oleh permukiman

yang tidak padat, sarana transportasi yang langka serta penggunaan tanah persawahan.

Ciri-ciri lainnya yaitu berupa unsur-unsur sosial pembentuk desa yaitu penduduk dan

tata kehidupan dimana ikatan tali kekeluargaan di desa sangat erat yang ditandai

dengan dominannya perilaku gotong royong masyarakat. Sedangkan menurut Dirjen

Bangdes (Daljoeni, 1994) ciri-ciri wilayah desa antara lain: (1) perbandingan lahan

(24)

daripada jumlah penduduk sehingga kepadatan penduduk masih rendah (2) lapangan

kerja yang dominan agraris (3) hubungan antar warga desa sangat akrab (4) tradisi

lama masih berlaku.

Menurut Landis dalam Rahardjo (1999), definisi desa dipilah menjadi 3 (tiga)

yakni: (1) Desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya < 2.500 orang. (2)

Desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya mempunyai hubungan yang

akrab dan serba informal diantara sesama warganya. (3) Desa merupakan lingkungan

yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian.

Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi. Pusat pedesaan merupakan pusat pelayanan yang secara langsung

dapat meningkatkan produksi pertanian, pelayanan sosial maupun ekonomi desa.

Pelayanan dan penyediaan dapat berupa:

a. Tempat pelayanan dan pengumpulan serta pemasaran hasil-hasil pertanian

b. Distribusi input pertanian berupa: pupuk, peralatan, kredit dan perbaikan fasilitas

c. Tempat fasilitas pengelolaan hasil untuk komsumsi maupun untuk dipasarkan.

Dari segi fungsinya desa merupakan ”hinterland” atau daerah belakang yang

berperan dalam produksi pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan

perkebunan) untuk memenuhi kebutuhan warga desa dan kota. Desa berfungsi sebagai

(25)

Dalam pembangunan desa diharapkan pembangunan dari masyarakat pada unit

pemerintah yang terendah yang harus dilaksanakan dan harus dibina terus-menerus

secara sistematik dan terarah sebagai bagian penting dalam usaha pembangunan negara

sebagai usaha yang menyeluruh (Beratha dalam Sinaga, 2004).

Wujud dari pembangunan desa adalah mengadakan berbagai program dan

proyek pembangunan yang bertujuan menciptakan kemajuan desa (Purba, 2006).

Pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasional memiliki

tujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera dan

adil. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang dicita-citakan itu, pembangunan

desa akan difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, khususnya kemiskinan

pedesaan (Sumodiningrat, 1999; Adisasmita, 2006).

Chambers dalam Sitanggang (2007) pembangunan perdesaan adalah suatu

strategi yang memungkinkan kelompok masyarakat tertentu, laki-laki dan wanita

miskin di desa, memperoleh yang mereka inginkan dan perlukan bagi dirinya maupun

anak-anaknya

Ndraha dalam Sinaga (2004) keberhasilan suatu desa dapat dilihat dari:

a. Kondisi kehidupan yang dapat diperbaiki dan ditingkatkan yang berarti:

a) Pemerintah berhasil membangun berbagai fasilitas kehidupan masyarakat di

pedesaan sebagai modal dan sarana penggerak desa, meliputi prasarana produksi,

prasarana sosial dan b) Pemerintah berhasil menggerakkan masyarakat dengan

berbagai cara dan sarana sehingga mampu berswadaya dalam pembangunan desa.

b. Masyarakat telah mampu berkembang sendiri dan hidup dalam suasana sejahtera

dengan lingkungannnya berkat pemanfaatan sumber daya secara lokal dan optimal.

(26)

Istilah kota berasal dari sejarah perkotaan di Eropa kuno. Pada zaman Yunani

Kuno kota-kota yang pada saat itu dianggap sebagai republik kecil, letaknya

terpencar-pencar di wilayah pegunungan yang dinamakan “polis”. Kota-kota pada waktu itu

berupa benteng pasukan pendudukan Romawi di negeri-negeri Eropa yang disebut

urbis” dan lahan di luar kota di atas parit-parit yang mengelilingi benteng disebut

sub urbis”.

Dari istilah-istilah ini kemudian muncul istilah “urban” dan “sub urban”,

sedangkan pedesaan di luar kota penduduknya adalah petani disebut Ru” dan dari

sinilah timbul istilah rural”. Sementara itu suatu benteng dinamakan kota apabila

menjadi pusat perdagangan dan pertukangan yang memungkin berfungsinya pasar

dalam kota (Daldjoeni, 2003).

Daerah urban (urban area) adalah suatu daerah dengan tingkat kepadatan

penduduk yang relatif tinggi daripada daerah lain . Daerah urban dicirikan dengan

kegiatan permukiman yang dominan di sektor non-agraris dan menjadi pusat kegiatan

perekonomian (yaitu produksi, distribusi dan konsumsi) baik untuk daerah itu sendiri

maupun untuk daerah sekitarnya (hinterland). Kepadatan penduduk merupakan ciri

yang lain dari kota.

Menurut Adisasmita (2010) kota diartikan sebagai suatu permukaan wilayah di

mana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan

ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintah. Dickinson (Jayadinata, 1999),

kota adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat, dan penduduknya

(27)

Indonesia menurut data statistik suatu daerah dapat disebut kota apabila jumlah

penduduknya minimal 20.000 jiwa serta kota dapat dicirikan adanya prasarana

perkotaan seperti bangunan pemerintah, rumah sakit, pasar, sekolah, ruang terbuka

yang teratur (open space), taman, jaringan, jalan beraspal, listrik dan tempat hiburan.

Bintarto (1989), dari segi geografis kota dapat diartikan sebagai suatu sistem

jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi

dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang hetrogen dan coraknya yang

materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang

cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis

dibandingkan daerah belakang (hinterland).

Sejalan dengan pendapat diatas, Sujarto (1997) secara umum membatasi

pengertian kota dilihat dari beberpa aspek yaitu: secara demografis merupakan

pemusatan penduduk yang tinggi dengan tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan

dengan wilayah sekitarnya; secara sosiologi selalu dikaitkan dengan batasan adanya

sifat heterogen dari penduduknya serta budaya urban yang telah mengurangi budaya

desa; secara ekonomis suatu kota dicirikan dengan proporsi lapangan pekerjaan yang

dominan di sektor non pertanian seperti industri, pelayanan dan jasa, transportasi dan

perdagangan; secara fisik suatu kota dicirikan dengan adanya dominasi wilayah

terbangun (built up area) dan struktur binaan; secara geografis kota diartikan dengan

suatu pusat kegiatan yang dikaitkan dengan suatu lokasi strategis; secara administrasi

(28)

suatu wilayah hukum yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Menurut Nas (1990), kota diartikan sebagai suatu tempat pertemuan yang

berorientasi keluar. Sebelum kota menjadi tempat permukiman yang tetap, pada

mulanya ia sebagai tempat orang pulang balik sebagai tempat berjumpa secara teratur,

dan mempunyai daya tarik (magnit) pada penghuni luar kota untuk mengadakan

kontak, memberikan dorongan untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta

kegiatan yang lain.

Berdasarkan pengertian kegiatan ekonomi bahwa kota adalah memiliki

kegiatan industri dan jasa, maka banyak kota sebenarnya masih dalam taraf

perkembangan. Hal ini berarti bahwa tata kehidupan perkotaan belum sepenuhnya

dianut, yang dapat dilihat dari struktur kehidupan penduduknya maupun perwujudan

fisiknya (Sinulingga, 2005).

Proboatmodjo (1993) menjelaskan bahwa kota yang berpenduduk lebih dari

20.000 jiwa sering menggambarkan ciri kekotaan yang lebih dominan, fungsinya lebih

luas dan menunjukkan interaksi lebih luas dibandingkan dengan kota yang

berpenduduk kurang dari 20.000 jiwa.

Di Indonesia, jumlah penduduk merupakan ukuran besar kecilnya kota yang

termasuk kota kecil adalah kota yang berpenduduk antara 5.000 sampai dengan 50.000

orang, kota sedang yaitu kota yang berpenduduk antara 50.000 sampai dengan 500.000

orang. Sedangkan kota besar adalah kota yang berpenduduk 500.000 ke atas. Kota

(29)

wilayah yang memiliki ciri sebagai suatu pusat perdagangan, industri, budaya dan

pemerintahan yang dikelilingi oleh daerah semi urban (sub urban), kawasan

perumahan atau kota-kota kecil yang digunakan sebagai tempat tinggal.

Menurut Branch (1996) kota merupakan area terbangun dengan fasilitas

infrastrukturnya seperti jalan, lingkungan permukiman yang terpusat pada suatu area

dengan kepadatan tertentu, tersedianya kebutuhan sarana dan pelayanan pendukung

yang lebih lengkap dibandingkan yang dibutuhkan di daerah pedesaan. Dengan

demikian untuk memahami pengertian yang lebih luas dengan pengertian sebagai

suatu permukiman yang lebih besar dengan kriteria luas areal yang terbatas, bersifat

non-agraris, kepadatan penduduknya relatif tinggi, dan lain-lain tidak selamanya tepat

untuk menggambarkan suatu ciri kota tertentu yang hanya diukur secara kuantitatif,

sebab kota juga merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan yang tidak saja

ekonomis melainkan politik, sosial, hukum, budaya dan lain-lain dalam satu tata ruang

tertentu.

Dalam kenyataannya memang wilayah perkotaan seringkali melewati

batas-batas administrasinya, keberadaan pusat kota telah mendorong terjadinya perubahan

pada wilayah sekitarnya menjadi berbagai macam penggunaan lahan terutama untuk

perumahan.

Pertumbuhan perumahan kearah luar kota/pinggiran tersebut memungkinkan

terjadinya kegiatan-kegiatan dan keterhubungan sehingga terjadi adanya interaksi.

Kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan di kota dimungkinkan dengan

(30)

Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya,

teknologi, ekonomi, dan fisik. Dari semua aspek perkembangan tersebut akan terlihat

langsung pada perkembangan fisik yang terkait dengan penggunaan lahan kekotaan,

khususnya perubahan arealnya. Chapin dalam Condro (1996) perubahan penggunaan

lahan kekotaan pada dasarnya berkaitan dengan sistem aktivitas antara manusia dengan

institusi yaitu masyarakat (individu dan rumah tangga), swasta dan lembaga

pemerintah yang masing-masing berbeda dalam kepentingannya.

Orientasi kepentingan masyarakat memanfaatkan lahan terletak pada

pemenuhan kebutuhan pribadi untuk kebutuhan sosial ekonominya. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan meliputi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sosial,

interaksi sosial dan rekreasi. Kesemuanya berkaitan dengan hak pribadi dalam

pemilikan lahan.

Orientasi kepentingan swasta memanfaatkan lahan terletak pada keuntungan

yang diperoleh dari nilai ekonominya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi

kegiatan produksi barang dan kegiatan jasa. Dengan demikian hukum ekonomi akan

berlaku disini, dimana swasta akan mencari lokasi yang dirasa paling menguntungkan

dan biasanya pada posisi di pusat- pusat kegiatan. Sedangkan lembaga pemerintah

berorientasi pada optimalisasi pelayanan umum. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

meliputi kegiatan untuk kesejahteraan. Tujuan yang diharapkan adalah terpenuhinya

(31)

Sementara pendapat Sujarto (1997) yang lebih menonjolkan faktor manusia

menyebutkan bahwa faktor- faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada

suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu.

Sebenarnya hanya ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan

dan pertumbuhan kota yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusia tersebut dan

faktor pola pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan

manusia yang lainnya. Secara terperinci dapat diterangkan bahwa faktor manusia akan

menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun

karena migrasi ke kota, segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status

sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. Faktor kegiatan

manusia menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan

perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas sedangkan faktor

pola pergerakan adalah sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua

faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi

kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut.

Kemudian ketiga faktor ini secara fisik akan termanifestasikan kepada perubahan akan

tuntutan kebutuhan ruang. Tuntutan kebutuhan ruang ini yang akan tercermin kepada

perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota yang mana kemudian faktor

persyaratan fisik akan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota itu

selanjutnya.

Perkembangan kota tidak hanya ditentukan oleh faktor internalnya, tetapi juga

(32)

peranan kota menimbulkan perkembangan di dalam hubungan antara kota yang satu

dengan kota lainnya serta hubungan antara suatu kota dengan daerah sekitarnya. Sifat

saling ketergantungannya antara kota yang satu dengan kota yang lainnya atau antara

suatu kota dengan daerah sekitarnya semakin berkembang, kemajuan teknologi

pergerakan semakin meningkat. Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perkembangan dan pertumbuhan kota tidak hanya terbatas kepada dinamika

kota itu sendiri tetapi juga oleh perubahan serta dinamika dari jangkauan yang lebih

luas.

2.3. Interaksi Desa Kota

Kawasan perdesaan dan perkotaan pada dasarnya merupakan lanskap wilayah

yang saling berhubungan melalui keterkaitan kekuatan ekonomi, sosial, politik dan

lingkungan yang sangat kompleks. Kawasan perdesaan semakin diperhitungkan

keberadaannya dalam konstelasi kota-kota. Demikian pula, kota-kota melalui

perkembangan transportasi dan perkembangan komunikasi yang cepat, mengalami

perubahan morfologi. Perubahan morfologi yang terjadi tidak lagi diungkapkan dalam

gambaran dari suatu metropolis dengan satu simpul urban yang dikelilingi oleh

kawasan perdesaan, namun lebih merupakan sistem keterkaitan desa-kota yang

kompleks dan terdesentralisasi (Sugiana, 2005).

Interaksi adalah terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih

dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud

tertentu, maka apa yang sedang atau yang sudah terjadi. Menurut Bintarto (1989),

(33)

ataupun proses politik dan sejenisnya dan lambat ataupun cepat dapat menimbulkan

suatu realita atau kenyataan. Serta adanya interaksi desa dan kota dapat terjadi karena

pelbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, dalam kota dan diantara desa dan

kota. Adanya kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi

atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu

interaksi desa-kota secara bertahap dan efektif.

Menurut Roucek dalam Suprapta (2006) interaksi merupakan suatu proses

yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari

pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung. Sedangkan Short dalam Suprapta

(2006), mengatakan bahwa interaksi merupakan sistem perkotaan dan tatanan dari

kota-kota kecil melalui aliran manusia, barang dan gagasan. Aliran ini merupakan

dinamika sistem perkotaan dan merupakan daerah sistem pergerakan manusia dalam

melakukan aktivitasnya yang berupa perjalanan ke tempat kerja, perjalanan belanja,

kunjungan keluarga maupun perjalanan untuk rekreasi, tetapi alasan pergerakan pada

umumnya adalah alasan ekonomi, penduduk cenderung bergerak apabila terdapat

prospek pekerjaan dan gaji yang lebih baik disamping itu ada alasan dalam bentuk

sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial yang miskin dan kurang kebebasan individu.

Adapun pergerakan penduduk dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 2.1. Pergerakan Penduduk dalam Pertumbuhan Ekonomi

Bentuk pergerakan yang dominan Tahap pertumbuhan ekonomi

Desa – Kota Inter – Urban Urban – rural

(34)

Sumber: Short dalam Suprapta (2006)

Tabel 2.2. Faktor Pendorong – Penarik Penduduk Desa-Kota

Pendorong Penarik

Pengangguran Pelayanan sosial miskin Kehidupan sosial yang miskin

Kurangnya kebebasan

Kesempatan kerja Pelayanan sosial bagus Kehidupan sosial yang bagus

Longgarnya kebebasan

Sumber: Short dalam Suprapta (2006)

Menurut Douglass (1996), bahwa peran kota dalam pembangunan desa di

identifikasikan menjadi 7 (tujuh) fungsi kota yang paling esensial yaitu:

1. Pusat perbelanjaan

2. Pusat pelayanan yang berjenjang lebih tinggi

3. Pusat pemasaran berbagai produk yang dihasilkan wilayah pedesaan

4. Pusat untuk penyediaan dan pendukung pertanian

5. Pusat pengelolaan pasca panen

6. Penyerap tenaga kerja pedesaan yang bersifat bukan pertanian

7. Pusat informasi dan belajar yang bersifat praktis dan inovatif.

Selanjutnya Douglass (1996) menjelaskan bahwa peran kota merupakan hasil

hubungan yang saling ketergantungan antara desa dan kota, seperti pada tabel dibawah

ini.

Tabel 2.3. Keterkaitan Desa Kota

Desa Kota

Produksi pertanian Intensifikasi pertanian - Infrastruktur pedesaan - Insentif produksi

Pusat Transportasi/perdagangan Pelayanan pendukung pertanian - Input produksi

(35)

- Pendidikan dan kapasitas menyerap inovasi

Pendapatan & permintaan Pedesaan untuk barang & Jasa non pertanian

- Informasi terhadap metode produksi - Budaya modern

- Gaya hidup yang konsumtif Pasar perbelanjaan non pertanian

Sumber: Douglass, (1996)

Adanya interaksi desa kota dapat dilihat dari homogenitas kehidupan desa yang

semakin berkurang, berubahnya mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke

sektor industri dan jasa, berubahnya fungsi lahan pertanian untuk perumahan dan

industri, meningkatnya laju migrasi desa-kota dan komuter, meningkatnya tingkat

pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, serta berubahnya fungsi desa sebagai

sumber bahan makanan dan sayuran.

Adanya interaksi desa-kota (rural-urban) bisa kita lihat dari berubahnya mata

pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor ekonomi, perdagangan, jasa dan

industri sangat terlihat sekali di Kecamatan perbatasan Kabupaten Deli Serdang. Bisa

juga interaksi desa-kota kita tunjukkan dari laju komuter, gejala ini bisa kita lihat pada

arus lalu lintas pada ruas-ruas jalan di daerah perbatasan wilayah Kecamatan

Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan pada jam-jam sebelum dan sesudah

bekerja.

Terbatasnya luas lahan di Kota Medan, menyebabkan kebutuhan akan

perumahan masih belum bisa mencukupi. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Kota

Medan cenderung untuk membangun perumahan di daerah pinggiran kota. Hal ini bisa

kita lihat dari banyaknya masyarakat Kota Medan yang membangun pemukiman di

(36)

Kondisi lahan dipinggiran kota yang relatif masih kosong dan harga masih

relatif murah dibanding pusat kota, mendorong perkembangan kota terutama

penggunaan lahan permukiman tersebar secara sporadis dibagian wilayah pinggiran

kota.

Faktor penyebab meningkatnya mobilitas tenaga kerja ke daerah perkotaan,

antara lain adanya kekuatan sentrifugal (centrifugal force), yakni kekuatan yang

mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asalnya karena desakan ekonomi

dan fasilitas pendidikan yang serba terbatas.

2.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Menurut Todaro (1998), ada tiga komponen yang dapat diukur dari hakekat

pembangunan. Ketiga komponen itu adalah kecukupan (sustenance), jati diri (

self-esteem) serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok

yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat dalam proses pembangunan.

Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang

mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir

semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.

Selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan

juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan

kehidupan yang lebih baik. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya

menerapkan paradigma pertumbuhan semata, adalah munculnya kesenjangan antara

(37)

Tantangan utama pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan.

Kualitas kehidupan yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang

tinggi. Namun kiranya pendapatan bukanlah satu-satunya ukuran kesejahteraan.

Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus diperjuangkan, mulai dari

pendidikan, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan,

perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan

individual dan penyegaran kehidupan budaya.

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen yang

dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang

sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain keadaan perumahan di

mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan. Badan Pusat Statistik (2000)

menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator

kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi

masyarakat, pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan

pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial

budaya.

Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen lain yang

mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas kepemilikan lahan

(Djohar, 1999). Hal ini dimungkinkan karena dilihat dari segi ekonomi, lahan/tanah

merupakan earning asset yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan,

sedangkan dilihat dari segi sosial, lahan/tanah dapat menentukan status sosial

(38)

2.5. Dampak Interaksi terhadap Tingkat Kesejahteraan

Interaksi antar wilayah terjadi karena adanya keterkaitan sistem jaringan

transportasi, sosial, teknologi, politik, ekonomi dan institusi lainnya. Struktur

transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang

pengembangan wilayah serta perangsang kegiatan ekonomi. Adanya jaringan jalan

dapat mempermudah pergerakan antara unit-unit simpul, sehingga dapat memperlancar

arus barang dan jasa. Lancarnya arus interaksi barang dan jasa akan meningkatkan

intensitas interaksi. Selanjutnya semakin tinggi intensitas interaksi, maka semakin

maju tingkat ekonomi masyarakat.

Tujuan pengembangan wilayah yang bersifat universal ialah peningkatan taraf

hidup atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang semakin lama semakin baik.

Orang dikatakan sejahtera kalau dia dengan kekuatan sendiri dapat memenuhi

kebutuhan hidup, baik yang bersifat fisiologis atau biologis maupun kebutuhan sosial

psikologis, dengan kualitas, kuantitas dan intensitas yang memadai.

Suatu wilayah dapat dikembangkan apabila memiliki sumberdaya alam yang

dilengkapi dengan sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan, tingkat

kebudayaan, teknologi dan modal yang cukup memadai untuk dapat mengolah dan

memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia guna kemakmuran dan kesejahteraan

rakyatnya.

Menyadari bahwa pembangunan selalu membawa dampak, baik positif maupun

negatif, maka diperlukan indikator-indikator untuk mengukur kinerja pembangunan.

(39)

pembangunan, terutama pembangunan perekonomian suatu negara, namun hal itu

tidak cukup memberikan gambaran yang nyata tentang tingkat kesejahteraan

masyarakat.

Bintarto (1989) mengungkapkan bahwa biasanya yang menjadi indikator dalam

mengukur tingkat kesejahteraan adalah tingkat pendapatan per kapita, Produk Nasional

Bruto (Gross National Product), pertumbuhan ekonomi, keadaa nutrisi, kesehatan,

pendidikan dan kriteria-kriteria sosial untuk kesejahteraan.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Wibiseno (2002) dalam penelitiannya “Kajian perubahan penggunaan lahan

Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak sebagai kawasan pinggiran Kota Semarang”.

Hasil dari penelitian tersebut adalah Kecamatan Mranggen sebagai wilayah yang

berbatasan langsung dengan kota Semarang, memiliki potensi yang besar sebagai kota

baru yang mampu dipersiapkan sebagai kota penunjang, karena kawasan ini potensial

sebagai kawasan permukiman namun segala aktivitas ekonomi seperti mata

pencaharian dan belanja memilih pergi ke Kota Semarang.

Widodo (2002) melakukan penelitian interaksi wilayah dengan judul “Interaksi

Kecamatan di Wilayah pinggiran Metropolitin dengan Kota Induknya (studi kasus

Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Boja dengan Kota Semarang)”. Hasil dari

penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Perbaikan sarana dan prasarana jaringan

jalan terutama untuk Kecamatan Boja dan peningkatan kualitas dan perkuatan sarana

dan prasarana perekonomian. Serta penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang

(40)

Fuad (2005) melakukan studi dengan judul ‘Studi Faktor-faktor yang

mempengaruhi keterkaitan desa-kota (Studi kasus desa Purwosari dan desa Pasir)’.

Hasil dari studi ini adalah perlu diterapkan adanya pengembangan model keterkaitan

desa kota dan model jaringannya, perlu adanya peningkatan aspek efek penetesan

kebawah yang bisa dirasakan oleh rumah tangga pedesaan dengan membuka akses ke

fasilitas pelayanan umum dan pelayanan sosial serta perlu adanya peran dan fungsi

lapangan pekerjaan pertanian yang masih efektif, bukan justru mengubah lahan

pertanian produktif menjadi lahan aktifitas diluar pertanian

Suprapta (2006) dengan judul penelitian ‘Ketergantungan Wilayah Kecamatan

Mranggen terhadap Kota Semarang’. Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah

menganalisis pola interaksi wilayah perbatasan Kecamatan Mranggen dengan Kota

Semarang. Hasil penelitian secara keseluruhan terhadap keterkaitan pemanfaatan sosial

menunjukkan bahwa Kecamatan Mranggen masih sangat tergantung terhadap Kota

Semarang yang mempunyai kelengkapan fasilitas yang lebih baik. Hal ini terlihat dari

banyaknya responden (77,22%) yang memilih Kota Semarang sebagai tujuan

pendidikan SLTA dan 80,76% untuk tujuan Perguruan Tinggi. Begitu juga untuk

pelayanan kesehatan, khususnya Rumah Sakit yaitu sebesar 55,19% menyatakan

memilih Kota Semarang sebagai tujuannya. Pada keterkaitan fisik didapatkan hasil

bahwa secara umum akses yang menghubungkan Kecamatan Mranggen dengan Kota

Semarang dalam kondisi baik, begitu juga dengan kondisi jalan yang menghubungkan

antar desa ke Desa Mranggen kecuali jalan yang menghubungkan Desa Batursari

(41)

terhambatnya produktivitas masyarakat. Sedangkan pada keterkaitan ekonomi adanya

hubungan timbal balik yang kuat antar kedua wilayah yang antara lain diindikasikan

dengan adanya aliran komoditas pertanian dan non pertanian yang mengalir secara dua

arah.

Kurniawan dan Pandria (2008) dalam penelitiannya “Pengaruh Pergerakan

Penduduk Terhadap Keterkaitan Desa-Kota Kecamatan Karangawen dan Kecamatan

Grobogan”, hasil temuan studi di Kecamatan Karangawen menunjukkan bahwa

pendapatan rumah tangga komuter mengalami kenaikan dan pemanfaatannya lebih

banyak untuk konsumsi produktif dengan konsentrasi lebih ke arah lokal. Perputaran

uang yang terjadi dari hasil konsumsi yang dilakukan rumah tangga komuter akan

meningkatkan akumulasi kapital yang seterusnya dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi wilayah perdesaan. Dalam kaitannya dengan aspek lahan, komutasi yang

terjadi secara umum menunjukkan perubahan ke arah positif dilihat dari adanya

sedikit peningkatan penggunaan alat-alat pertanian untuk pengolahan lahan pertanian.

Pengaruh terhadap aliran tenaga kerja dari adanya komutasi saat ini dapat mengurangi

pengangguran di desa, akan tetapi dengan karakteristik komutasi wilayah studi

Kecamatan Karangawen dimana cenderung lebih banyak sumber daya manusia

berkualitas yang terserap ke kota, akan menjadikan desa semakin kekurangan sumber

daya manusia berkualitas.

Sementara itu, di Kecamatan Grobogan menunjukkan bahwa adanya aliran

uang dalam bentuk balas jasa faktor produksi tenaga kerja dari kota menyebabkan

(42)

bersifat semu, karena konsumsi rumah tangga didominasi oleh pengeluaran

non-produktif dan terjadi kecenderungan aliran pemanfaatan pendapatan rumah tangga

migran lebih banyak terserap menuju ke kota secara nominal. Akibatnya tidak terjadi

akumulasi kapital bagi rumah tangga maupun wilayah desa yang berguna bagi proses

pembangunan. Lebih lanjut, secara keseluruhan adanya aliran uang dari proses migrasi

penduduk hanya memberikan perubahan yang kecil dalam aspek pemanfaatan lahan.

Adanya perubahan yang terlihat hanya sebatas bertambahnya luas penguasaan lahan

dalam persentase yang kecil. Sedangkan pada aspek aliran tenaga kerja terjadi

kecenderungan brain drain. Desa asal terancam kehilangan tenaga kerja produktif

untuk mengelola perekonomian desa, sehingga beresiko menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan wilayah desa.

Penelitian-penelitian interaksi desa kota tersebut di atas hanya mendeskripsikan

bagaiman pola dan sifat interaksi desa kota yang terjadi di lokasi penelitian.

Sedangkan pengaruh interaksi desa kota terhadap pendapatan masyarakat yang

melakukan interaksi dan yang tidak melakukan interaksi serta faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat dalam berinteraksi belum diteliti.

Dalam penelitian ini dicoba menganalisis interaksi desa kota terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang yang dilihat dari pendapatan

masyarakat yang melakukan berinteraksi dan yang tidak melakukan interaksi, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam berinteraksi.

(43)

Kerangka pikir dalam studi penelitian ini dilatar belakangi adanya

perkembangan Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang yang bersifat pedesaan sekarang

telah menjadi perkotaan. Hal ini disebabkan adanya pergeseran penduduk Kota Medan

ke wilayah perbatasan, karena lahan yang ada di Kota Medan sangat langka terutama

dipusat kota, ini akibat dari tingginya tingkat urbanisasi dan perkembangan

permukiman secara sporadis. Kondisi tersebut sebagai faktor pendorong adanya

pergeseran penduduk Kota Medan ke wilayah perbatasan, yang juga mengakibatkan

kecenderungan pergeseran aktivitas perkotaan ke daerah pinggiran kota yang melewati

batas administrasinya. Maka melihat perkembangan yang terjadi di wilayah

Kecamatan Kabupaten Deli Serdang tersebut diindikasikan terjadi interaksi wilayah

perbatasan Kecamatan Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan.

Beberapa hal yang nampak atau terjadi yaitu perubahan tata guna lahan dari

pertanian ke non pertanian, berubahnya mata pencaharian penduduk dari sektor

pertanian ke sektor non pertanian serta adanya laju commuter yang disebabkan

banyaknya penduduk yang beraktivitas di Kota Medan semakin meningkat seiring

pertumbuhan ekonomi kota, padahal penduduk tersebut tinggal (bermukim) di wilayah

perbatasan. Sedangkan di Kota Medan semakin sulit mencari lahan kosong baik untuk

perumahan maupun untuk kegiatan ekonomi. Sehingga penduduk Kota Medan

cenderung mencari permukiman di daerah perbatasan dikarenakan harga lahan masih

relatif murah dan masih banyak lahan yang kosong.

Dengan melihat fenomena yang ada, maka studi penelitian ini bermaksud ingin

(44)

Deli Serdang dengan Kota Medan, dilihat dari tiga keterkaitan yaitu pendapatan,

aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi sebagai upaya

penduduk desa perbatasan meningkatkan kesejahteraan. Aktivitas penduduk dilihat

dari tingkat interaksi desa-kota. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas, dapat

dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.8. Hipotesis

Kecamatan

Interaksi

Pendapatan

Kabupaten Deli Serdang

Kota Medan

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Deli Serdang

(45)

1. Pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang melakukan interaksi akan

meningkatkan kesejahteraan.

Jumlah penduduk dan jarak wilayah mempengaruhi tingkat interaksi antara desa dan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah interaksi desa kota terhadap kesejahteraan

masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang meliputi pendapatan masyarakat, tingkat

interaksi desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat

melakukan interaksi.

3.2. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di wilayah perbatasan Kabupaten Deli

Serdang Provinsi Sumatera Utara.

3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Data primer dalam penelitian ini mengenai pendapatan masyarakat, tingkat interaksi

desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat

melakukan interaksi yang diperoleh melalui kuisioner dan wawancara, serta observasi

ke lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti BPS,

dan instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

(47)

Penelitian ini mengkaji pengaruh interaksi desa kota terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Oleh karenanya yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Kabupaten Deli Serdang

yang berbatasan dengan Kota Medan.

Sampel yang akan dipilih dengan menggunakan multi stage sampling method

(metode sampling bertahap). Pada tahap awal dipilih kecamatan di Kabupaten Deli

Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan, yaitu Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli

Tua, Sunggal, Hamparan Perak, Tanjung Morawa, Namorambe, Pancur Batu,

Patumbak.

Tahap kedua adalah menentukan masing-masing 1 (satu) desa yang menjadi

sampel penelitian dari masing-masing kedelapan kecamatan tersebut secara purposive.

Kriterianya adalah desa tersebut berbatasan dengan wilayah Kota Medan (Tabel 3.1).

Sampel responden ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiono, 2003),

yang menyatakan berapapun jumlah populasinya dalam penelitian sosial ukuran

sampel yang layak digunakan adalah antara 30 hingga 500 orang.

Berdasarkan pendapat di atas, maka ditetapkan sampel responden sebanyak 160

rumah tangga (RT) masyarakat, dengan pertimbangan telah melebihi ambang batas

kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang dan masyarakat responden adalah

homogen, yaitu masyarakat yang melakukan interaksi dan yang tidak melakukan

interaksi.

Distribusi responden berdasarkan lokasi diambil sebanyak 20 rumah tangga

(48)

masyarakat rumah tangga yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan

dibagi secara proporsional, yaitu 10 rumah tangga yang melakukan interaksi dan 10

rumah tangga yang tidak melakukan interaksi pada masing-masing desa sampel

penelitian. Pengambilan sampel responden dilakukan secara simple random sampling.

Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian

No. Kecamatan Desa Jumlah Responden

Berinteraksi Tidak

Berinteraksi

Total

1 Percut Sei Tuan Tembung 10 10 20

2 Deli Tua Kedai Durian 10 10 20

3 Sunggal Kampung Lalang 10 10 20

4 Hamparan Perak Klambir 10 10 20

5 Tanjung Morawa Bangun Sari 10 10 20

6 Namorambe Deli Tua 10 10 20

7 Pancur Batu Simalingkar A 10 10 20

8 Patumbak Marindal Satu 10 10 20

Jumlah 80 80 160

3.5. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer, digunakan teknik kuisioner yang disebarkan

secara langsung kepada responden penelitian. Data sekunder diperoleh dari Badan

Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan instansi ain yang berkaitan dengan

penelitian ini.

3.6. Analisis Data

1. Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah pertama, perbandingan

pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan,

digunakan uji analisis beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples

(49)



= Rata-rata pendapatan masyarakat yang tidak melakukan interaksi

,1

n

= Rata-rata pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi

1

n

= Jumlah responden yang tidak melakukan interaksi

2

s

= Jumlah responden yang melakukan interaksi

2

Kriteria pengambilan keputusan dalam uji beda rata-rata untuk sampel

berpasangan (paired samples test t test), yaitu membandingkan nilai t p = Simpangan Baku berpasangan

hitung dengan nilai

ttabel: Ho diterima jika thitung < ttabel

Ho ditolak (Ha diterima) jika t

pada α = 5%

hitung > ttabel

2. Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah kedua digunakan metode

gravitasi.

pada α = 5%

Rumus gravitasi secara umum adalah sebagai berikut:

b

= daya tarik atau banyaknya trip dari sub wilayah 1 ke sub wilayah j

(50)

Pj

d

= penduduk subwilayah j

ij

b = pangkat dari d

= jarak antara subwilayah i dengan subwilayah j

ij

dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung tetapi bila tidak maka menggambarkan cepatnya jumlah trip menurun seiring

sering digunakan b= 2

k = sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga dapat dihitung

seperti b (Tarigan, 2005)

3. Untuk menjawab perumusan masalah ketiga menggunakan analisis deskriptif yaitu

mendeskriptikan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah

perbatasan.

3.7. Definisi Operasional Variabel

1. Pendapatan masyarakat adalah pendapatan kepala rumah tangga yang

melakukan interaksi dan yang tidak melakukan interaksi (rupiah/bulan).

2. Tingkat interaksi desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dilihat dari

jumlah penduduk dan jarak wilayah.

3. Faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi adalah keinginan masyarakat

untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari wilayah asalnya, seperti:

adanya kesempatan berusaha, pendidikan dan pelayanan kesehatan.

4. Kesejahteraan masyarakat merupakan kondisi tingkat kehidupan, pemenuhan

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang

4.1.1. Latar Belakang Sejarah Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945,

Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan yang

berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan,

dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (± 38 Km dari Kota Medan menuju

Kota Tebing Tinggi).

Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan

Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan

menuntut agar NST (Negara Sumatera Timur) yang dianggap sebagai prakarsa Van

Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara

Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se

Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh

Front Nasional.

Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian

bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara

(52)

Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS)

untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk

bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil

antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS

diubah sehingga sesuai dengan Undang Dasar 1945.

Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam

sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu diantaranya

Deli Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribukota Medan serta

terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan

Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, Padang Bedagai

beribukota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh Kontelir.

Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur

tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam).

Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) Kewedanaan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang

Hulu, Serdang Hilir, Bedagei/Kota Tebing Tinggi pada waktu itu ibukota

berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21

Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota Medan meliputi

Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang dan Bedagei.

Pada tanggal 14 November 1956. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan

menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-Undang

(53)

merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan

Pertimbangan Daerah ( DPD).

Tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan

seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II

Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya

disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal

1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten

Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi

perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara

tanggal 23 Desember 1986. Demikian pula pergantian pimpinan di daerah inipun telah

terjadi beberapa kali.

4.1.2. Profil Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 33

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki

keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang

memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten

Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam

sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua

pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di

(54)

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang

menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi

disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan

Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km2

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh

puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan,

Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang

lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi

4.397,94 km

terdiri dari 33 Kecamatan dan 902

Kampung.

2

Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena

memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli”

yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan

daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan

lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan

menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang. .

Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara Geografi

maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan

lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun 2003,

Gambar

Tabel 2.1. Pergerakan Penduduk dalam Pertumbuhan Ekonomi
Tabel 2.2. Faktor Pendorong – Penarik Penduduk Desa-Kota
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang merupakan judul skripsi yang dapat diselesaikan dengan berbagai tahapan dalam

Analisis Komparasi Usahatani Pepaya dan Pisang Barangan Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Negara, Kec. Deli Serdang).. Medan : Fakultas

hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani di desa. Tiga Juhar Kecamatan Senembah Tanjung Muda Hulu Kabupaten Deli

Sampah Di Desa Medan Senembah Kabupaten Deli Serdang Dan.. Dikelurahan Asam Kumbang Kota Medan

Desa Rantau Panjang merupakan salah satu daerah pesisir yang terletak di.. Provinsi Sumatera Utara, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten

Jadi, dalam penelitian ini membahas bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui program KKN-DR di Desa Kota Datar, Hamparan Perak, Deli Serdang yang bertema Sosial Kemasyarakatan,

Tabel 8 menunjukkan alokasi pendanaan terkait perencanaan tata ruang dan hutan kota di Kabupaten Deli Serdang yang disalurkan melalui Dinas Kehutanan, Dinas di bawah PU dan

Dalam partisipasi masyarakat desa perdamaian kecamatan Tanjung Morawa kabupaten Deli Serdang dalam Pemilu, dahulu banyak masyarakat yang masih bersifat acuh terhadap proses pemilu,