PENGARUH TAKARAN BAHAN ORGANIK (KOMPOS DAUN) DAN TAKARAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
(Skripsi)
Oleh Lusia Yuli Hastiti
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECT OF ORGANIC MATTER (LEAF COMPOST) DOSAGES AND NPK (16:16:16) FERTILIZER DOSAGES FOR THE GROWTH AND
PRODUCTION OF RED PEPPER (Capsicum annuum L.)
By
Lusia Yuli Hastiti
Red pepper (Capsicum annuum L.) is the vegetables that have bright prospects to developed. A good cultivation techniques are required to achieve a high production of red pepper. This could be done through the application of organic and inorganic fertilizer with the proper dosages. The objectives of study were to: (1) Know the dosage of organic matter (leaf compost) that produce good growth and production red pepper, (2) Know the dosage of NPK (16:16:16) fertilizer that produce good growth and production red pepper, and (3) Know the best dosage combination of organic matter (leaf compost) and NPK (16:16:16) fertilizer for the growth and production of red pepper.
The research was conducted in the Sukabanjar Village Gedong Tataan District
Pesawaran Regency in March until September 2011. The treatments were arranged in a factorial (5x3) in a randomized block design (RGD) with three replications. The first factor was a measure of organic material consisting of 0 kg / plant (bo), 0.5 kg / plant (b1); 1.0 kg / plant (b2), 1.5 kg / plant (b3); 2.0 kg / plant (b4). The second factor
was the NPK (16:16:16) fertilizer consisting of 5 g / plant (n1); NPK (16:16:16)
fertilizer 10 g / plant (n2); NPK (16:16:16) fertilizer 15 g / plant (n3). Both treatments
The results showed: (1) The organic matter (leaf compost) with doses ranging from 0.5 kg/plant─2, 0 kg / plant could increase the branche height at early growth,
although increasing the number of damaged fruit of red pepper, (2) The application of NPK (16:16:16) fertilizer at the rate of 15 g / plant could increase the height of red pepper plants, and (3) The effect of interaction between organic matter (leaf compost) and NPK (16:16:16) fertilizer on growth and production of red pepper was not
significant.
ABSTRAK
PENGARUH TAKARAN BAHAN ORGANIK (KOMPOS DAUN) DAN TAKARAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
Oleh Lusia Yuli Hastiti
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Untuk mencapai produksi cabai merah yang tinggi diperlukan teknik budidaya yang baik. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pemupukan organik dan anorganik dengan takaran yang tepat agar
pertumbuhan dan produksi dapat maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk, (1) Mengetahui takaran bahan organik (kompos daun) yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tanaman cabai merah, (2) Mengetahui takaran pupuk NPK (16:16:16) yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tanaman cabai merah, dan (3) Mengetahui kombinasi terbaik takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran pupuk NPK (16:16:16) untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran pada bulan Maret sampai September 2011. Perlakuan disusun secara faktorial (5x3) dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bahan organik dengan takaran 0 kg/tanaman (bo); 0,5
kg/tanaman (b1); 1,0 kg/tanaman (b2); 1,5 kg/tanaman (b3); 2,0 kg/tanaman (b4).
Faktor kedua adalah pupuk NPK (16:16:16) dengan takaran 5 g/tanaman (n1); pupuk
NPK (16:16:16) 10 g/tanaman (n2); pupuk NPK (16:16:16)15 g/tanaman (n3).
Kedua perlakuan dikombinasikan, sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan dalam setiap ulangan. Setelah data terkumpul, homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Barlett dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Data diolah dengan analisis ragam dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji Beda
Hasil penelitian menunjukkan; (1) Bahan organik (kompos daun) dengan takaran
0,5 kg/tanaman−2,0 kg/tanaman dapat meningkatkan tinggi cabang awal, tetapi memperbanyak jumlah buah rusak pada tanaman cabai merah, (2) Pupuk NPK (16:16:16) dengan takaran 15 g/tanaman dapat meningkatkan tinggi pada tanaman cabai merah, dan (3) Pengaruh interaksi antara bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
PENGARUH TAKARAN BAHAN ORGANIK (KOMPOS DAUN) DAN TAKARAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
Oleh
Lusia Yuli Hastiti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Judul Skripsi : PENGARUH TAKARAN BAHAN ORGANIK (KOMPOS DAUN) DAN TAKARAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Nama Mahasiswa : Lusia Yuli Hastiti
Nomor Pokok Mahasiswa : 0714012011
Program Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing
Ir. Kus Hendarto, M.S. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. NIP 19570325 198403 1 001 NIP 19610101 198503 1 003
2.Ketua Program Studi Agroteknologi
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Kus Hendarto, M.S.
Sekretaris : Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc.
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Darwin H. Pangaribuan, M.Sc.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten
Lampung Timur pada tanggal 8 Juli 1989. Penulis merupakan anak keempat dari
empat bersaudara dari pasangan bapak Stephanus Sarjono dan ibu Maria Sukini.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 3 Batu Badak pada tahun
2001; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun
2004; dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung pada
tahun 2007.
Pada tahun 2007, penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi
Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada tahun
2008 penulis diintegrasikan menjadi mahasiswa Program Studi Agroteknologi yang
merupakan penggabungan dari empat Program Studi, yaitu: Agronomi, Hortikultura,
Proteksi Tanaman, dan Ilmu Tanah.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota sebuah organisasi sosial di
luar kampus. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur kepada
Tuhan Yesus Kristus
Penulis ingin mempersembahkan
Karya kecil ini
Sebagai ungkapan rasa cinta kasih, hormat dan sayangku kepada:
Bapak, Mamak, Yu Endah, Mas Adi, Yu Woro, dan Seluruh keluarga besar
yang selalu ada di hatiku dan setia menunggu keberhasilanku
Agar kita bisa melayani dan membantu dengan baik, kita harus
menambahkan sesuatu yang tidak mungkin dibandingkan atau
dibeli dengan uang. Itu adalah ketulusan (Anonymous)
Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih! (1 Korintus 16:14)
Karena Tuhan lebih memperhatikan kasih yang kita curahkan
untuk melakukan pekerjaan kita daripada pentingnya pekerjaan
kita
Pemenang kehidupan adalah orang yang tetap sejuk di tempat yang
panas, yang tetap manis di tempat yang begitu pahit, yang tetap
merasa kecil meskipun telah menjadi besar, yang tetap menang di
SANWANCANA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat
mencapai gelar sarjana.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Kus Hendarto, M.S., selaku Pembimbing I atas segala ide, pengarahan,
bimbingan, motivasi, perhatian serta pengertian yang telah diberikan kepada
penulis selama penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai;
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku Pembimbing II atas segala
saran, motivasi, pengarahan, bimbingan dan kesabaran yang telah diberikan
kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini;
3. Bapak Dr. Ir. Darwin H. Pangaribuan, M.Sc, selaku Dosen Penguji dan
Pembimbing Akademik atas saran, kritik, bimbingan, pengarahan dan motivasi
kepada penulis;
4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
6. Bapak dan Mamak yang tak pernah berhenti menyayangi dan mendoakan penulis,
ketiga kakakku Yu Endah Sarwosih, Mas Aditya Karyadi, dan Yu Woro Utami
yang selalu memberikan dukungan dan menyayangi penulis;
7. Teman-teman seperjuangan penulis dalam penelitian Della Susiyani, S.P.,
Fadhlina Sosiawati, S.P., Wendi Saputri, S.P., dan Mas Poniran atas segala
persahabatan dan kerjasama yang telah kita jalani;
8. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam penelitian Dolly Saputra, Davit
Christian, Ridho Hardiyan, Fitri Mayasari, S.P., Prita Wulansari, S.P., Hasyiatun
Yulia K., Icha Maretha, Eka Permatasari, S.P., Agustina Budi Astri, S.P., Ayu
Septika, S.P., Khusnul Khotimah, S.P., Purdiyana, S.P., dan Kristina Hayu atas
segala kerjasama dan bantuan kepada penulis;
9. Teman-teman Hortikultura dan Agronomi 2006─2007 atas cerita indah,
persahabatan, dan kebersamaan yang berkesan selama perkuliahan;
10. Saudara Tri Edi P., atas segala persahabatan, dukungan, motivasi dan semangat
yang diberikan secara tidak langsung kepada penulis melalui kata-kata bijaknya;
11. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membaca dan penulis
berharap semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, Maret 2012
i
2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 13
2.2Pemupukan ... 16
3.4.5 Pemeliharaan Tanaman ... 28
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1 Hasil Penelitian ... 33
4.1.1 Tinggi Tanaman ... 34
4.1.2 Tinggi Percabangan Awal Tanaman ... 35
4.1.3 Jumlah Tingkat Cabang ... 36
4.1.4 Jumlah Bunga Gugur ... 36
4.1.5 Jumlah Buah Rusak ... 36
4.1.6 Jumlah Buah Segar per Tanaman ... 37
4.1.7 Bobot per Buah ... 38
4.1.8 Bobot Buah per Tanaman ... 38
4.1.9 Produksi Buah per Petak ... 39
4.1.10 Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai Merah ... 39
4.2 Pembahasan ... 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
5.1 Kesimpulan... 50
5.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi Cabai Merah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung ... 2
2. Rekapitulasi hasil analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah ... 33
3. Pengaruh takaran pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi
tanaman cabai merah ... 34
4. Pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) terhadap tinggi
percabangan awal tanaman cabai merah ... 35
5. Pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) terhadap jumlah buah
rusak (buah) per tanaman cabai merah ... 37
6. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan
pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi tanaman cabai merah (cm) ... 54
7. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi tanaman
cabai merah ... 55
8. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun)
dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi tanaman cabai merah ... 56
9. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi cabang awal tanaman cabai
merah (cm) ... 57
10. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi cabang awal
tanaman cabai merah ... 58
11. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tinggi cabang awal
iv
12. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah tingkat
percabangan tanaman cabai merah (cabang/tanaman) ... 60
13. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tingkat
percabangan tanaman cabai merah ... 61
14. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap tingkat percabangan
tanaman cabai merah ... 62
15. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah bunga gugur cabai
merah (bunga/tanaman) ... 63
16. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah bunga
gugur cabai merah ... 64
17. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah bunga gugur
cabai merah ... 65
18. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun)
dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah buah rusak cabai merah .... 66
19. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah
buah rusak cabai merah (buah/tanaman) ... 67
20. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah buah rusak
cabai merah ... 68
21. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK(16:16:16) terhadap jumlah buah per tanaman
cabai merah (buah/tanaman) ... 69
22. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah
buah per tanaman cabai merah ... 70
23. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap jumlah buah per tanaman
v
24. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot per buah cabai merah
(gram/buah) ... 72
25. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot per
buah cabai merah ... 73
26. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot per buah
cabai merah ... 74
27. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot buah per tanaman
cabai merah (gram/tanaman) ... 75
28. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot buah
per tanaman cabai merah... 76
29. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap bobot buah per tanaman
cabai merah ... 77
30. Hasil pengamatan pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap produksi buah per petak
cabai merah (gram/petak) ... 78
31. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap produksi buah
per petak cabai merah ... 79
32. Analisis ragam untuk pengaruh takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK (16:16:16) terhadap produksi buah per petak
cabai merah ... 80
33. Tabel analisis tanah ... 81
34. Tabel analisis kompos ... 81
35. Data curah hujan dan hari hujan tahun 2006 - 2011 Kecamatan
Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ... 82
36. Data suhu udara tahun 2007-2011 Kecamatan Gedong Tataan
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Keragaan tanaman cabai merah Hybrid TM-999 F1 di lahan
percobaan ... 16
2. Denah tata letak percobaan ... 24
3. Denah tata letak tanaman dalam satu petak percobaan ... 25
4. Penyemaian benih cabai merah TM-999 ... 25
5. Pengolahan tanah (kiri) dan pemberian kapur pada bedengan (kanan) .... 26
6. Pemasangan mulsa (kiri) dan pelubangan mulsa (kanan) ... 27
7. Irigasi genangan dan pemasangan ajir pada petak percobaan... 29
8. Pemupukan NPK dengan cara dikocor ... 31
9. Diagram periode panen ... 38
10. Tanaman cabai merah yang terserang virus kuning (kiri) dan virus keriting (kanan) ... 40
11. Sampel buah cabai dari perlakuan tanpa bahan organik dengan berbagai takaran pupuk NPK (16:16:16) pada ulangan 1 saat panen ke-5 ... 84
12.Sampel buah cabai merah dari perlakuan bahan organik takaran 0,5 kg/tanaman dengan berbagai takaran pupuk NPK (16:16:16) pada ulangan 1 saat panen ke-5 ... 84
13.Sampel buah cabai merah dari perlakuan bahan organik takaran 1,0 kg/tanaman dengan berbagai takaran pupuk NPK (16:16:16) pada ulangan 1 saat panen ke-5 ... 85
14.Sampel buah cabai merah dari perlakuan bahan organik takaran 1,5 kg/tanaman dengan berbagai takaran pupuk NPK (16:16:16) pada ulangan 1 saat panen ke-5 ... 85
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk keperluan bumbu dapur ataupun
rempah-rempah penambah cita rasa makanan (masakan). Nilai ekonominya yang tinggi
merupakan daya tarik pengembangan budidaya cabai bagi petani. Permintaan produk
cabai cenderung meningkat terus sehingga dapat diandalkan sebagai komoditas
nonmigas (Rukmana, 1996).
Peluang ekspor cabai tidak hanya dalam bentuk produk segar, tetapi juga dalam
bentuk olahan lebih lanjut berupa cabai kering dan bubuk (tepung) sehingga
memungkinkan untuk melakukan penganekaragaman (diversifikasi) produk cabai.
Walaupun harga cabai di pasaran sering naik dan turun cukup tajam, keinginan petani
untuk membudidayakan tidak pernah surut (Rukmana, 1996). Produksi cabai merah
di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2009 yaitu
sebanyak 1378,7 ton/ha dengan luas panen 233,9 ha dan pada tahun 2010 menurun
2
Lampung, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2009) disajikan pada
Tabel 1:
Tabel 1. Produksi Cabai Merah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
Kabupaten/Kota Cabai Besar
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat dan pemenuhan gizi
masyarakat, banyak usaha yang dapat dilakukan guna peningkatan produksi cabai
merah yang tinggi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melakukan teknik
budidaya yang baik dan benar sehingga hasil yang diperoleh optimal. Salah satu
aspek yang penting dalam budidaya tanaman adalah pemupukan.
Menurut Prajnanta (1999 a), dalam Marbun (2002), cabai keriting hibrida lebih
responsif terhadap pemupukan sehingga pertumbuhannya lebih cepat serta produksi
3
Pemupukan diberikan pada tanaman untuk menambah unsur hara yang diperlukan
oleh tanaman baik mikro maupun makro. Pemupukan harus memperhatikan takaran
karena kalau tcrlalu scdikit dapat menghambat perturnbuhan tanaman, bila terlalu
banyak bisa menyebabkan tanaman mati atau terlalu subur (Lingga dan Marsono,
2001).
Bila unsur hara makro dan mikro tidak tersedia dalam jumlah yang cukup maka
diperlukan bahan tambahan berupa pupuk, baik berupa pupuk organik maupun pupuk
anorganik. Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan status kandungan hara dalam
tanah. Pemberian pupuk tanpa takaran yang jelas akan berdampak negatif pada tanah
yang juga nantinya dapat dialami tanaman (Setiadi, 2000).
Pupuk organik merupakan salah satu pupuk yang diberikan pada tanaman baik
sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan (Lingga dan Marsono, 2001). Sumber
utama bahan organik bagi tanah berasal dari jaringan tanaman, baik berupa
sampah-sampah tanaman ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. Bahan-bahan organik
yang berasal dari serasah, sisa-sisa tanaman yang telah mati, limbah atau kotoran
hewan itu sendiri, di dalam tanah akan diaduk-aduk dan dipindah-pindahkan oleh
jasad renik. Selanjutnya dengan kegiatan berbagai jasad renik (terutama jasad renik
tanah) bahan organik itu melalui berbagai proses yang rumit dirombak menjadi bahan
organik tanah yang siap dipakai oleh tanaman (Sutedjo, 1999).
Prajnanta (2001) menyatakan bahwa pemakaian kompos atau bahan organik untuk
4
kg/tanaman atau sekitar 18−27 ton ton/ha tergantung kondisi tanah. Pemberian bahan
organik berupa kompos ke dalam tanah dapat memberikan dampak yang positif bagi
tanah dan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan menjadi baik
apabila tanah tempat tanaman tumbuh dalam kondisi yang baik.
Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang sengaja dibuat oleh pabrik dengan
cara mencampurkan dua atau lebih unsur hara. Pupuk NPK merupakan pupuk
majemuk yang tidak hanya mengandung dua unsur, tetapi tiga unsur sekaligus yang
tidak lain adalah gabungan dari pupuk tunggal N, P, dan K (Lingga dan Marsono,
2001). Salah satu pupuk majemuk adalah pupuk NPK (16:16:16). Pupuk NPK
(16:16:16) sifatnya tidak terlalu higroskopis sehingga tahan disimpan dan tidak cepat
menggumpal. Pupuk ini baik digunakan sebagai pupuk awal maupun pupuk susulan
saat tanaman memasuki fase generatif (Novizan, 2005).
Menurut Prajnanta (2001), tanaman cabai membutuhkan pupuk NPK (16:16:16)
antara 200−250 kg/ha yang diberikan pada minggu pertama setelah tanam. Lingga
(1996) menyatakan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dapat membantu
penyediaan unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, dan kalium karena mempunyai
beberapa kelebihan yaitu terdapat unsur N, P, dan K yang dibutuhkan oleh tanaman.
Selain itu, pupuk majemuk NPK dapat diberikan dalam jumlah dan perbandingan
yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, unsur hara yang terkandung mudah tersedia,
5
Secara umum, masyarakat menanam cabai dengan perawatan yang belum dapat
memberikan pertumbuhan dan produksi yang baik. Penanaman cabai merah dengan
memperhatikan takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran NPK diharapkan
dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi cabai merah. Namun, belum
diketahui berapakah takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran pupuk NPK
yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan berbagai takaran bahan organik
(kompos daun) dan takaran pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman cabai merah. Permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapakah takaran bahan organik (kompos daun) yang akan menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tanaman cabai merah?
2. Berapakah takaran pupuk NPK (16:16:16) yang akan menghasilkan pertumbuhan
dan produksi yang baik untuk tanaman cabai merah?
3. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah
dengan takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran pupuk NPK (16:16:16)
yang berbeda?
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui takaran bahan organik (kompos daun) yang menghasilkan
6
2. Mengetahui takaran pupuk NPK (16:16:16) yang menghasilkan pertumbuhan dan
produksi yang baik untuk tanaman cabai merah.
3. Mengetahui kombinasi terbaik takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran
pupuk NPK (16:16:16) untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
1.3 Landasan Teori
Untuk dapat berproduksi optimal sesuai dengan yang diharapkan, ada beberapa syarat
pertumbuhan cabai yang harus dipenuhi. Syarat pertumbuhan ini meliputi faktor
tanah, air, dan iklim (Prajnanta, 2001).
Budidaya cabai lebih menekankan masalah teknologi budidaya sehingga hampir
semua jenis tanah dapat ditanami. Tanah yang paling sesuai untuk bertanam cabai
adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu
porous, serta kaya bahan organik. Tanah yang kekurangan unsur hara maupun bahan
organik dapat dimanipulasi dengan penambahan bahan organik dari pupuk kandang
maupun kompos serta penambahan unsur hara dari pupuk buatan (kimia) (Prajnanta,
2001).
Pemupukan menurut Prajnanta (2001), bertujuan untuk menambah unsur-unsur hara
yang diperlukan tanaman. Unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman meliputi unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur-unsur hara yang
mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah relatif banyak. Unsur hara mikro adalah
unsur-unsur hara yang mutlak diperlukan tanaman tetapi dalam jumlah yang relatif
7
fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), sulfur (S), karbon (C), hidrogen (H), oksigen
(O2), dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro yang diperlukan tanaman cabai adalah
besi (Fe), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), klorida (Cl), dan
molibdenum (Mo).
Menurut Jumin (2008), keseimbangan unsur hara dalam tanah perlu dipertahankan
untuk menjaga terpeliharanya kesuburan tanah. Untuk mencukupi kebutuhan unsur
hara yang diperlukan tanaman, dilakukan pemupukan yang benar. Secara umum,
pemupukan bertujuan untuk menjaga keseimbangan unsur hara dalam tanah,
mengurangi bahaya erosi karena akibat pemupukan terjadi penumbuhan vegetatif
yang baik, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Widodo (2010) menyatakan bahwa perlunya persyaratan tanah yang ketat karena
tanah sangat penting sekali untuk menunjang kesuburan tanaman selama masa
vegetatif maupun generatif. Struktur tanah yang remah akan membantu sekali
perkembangan perakaran tanaman sejak awal. Bila perakaran berkembang baik,
kemudian didukung dengan ketersediaan bahan organik dalam tanah yang cukup,
akan menjadikan tanaman tumbuh dengan subur, baik saat perkembangan vegetatif
maupun pada saat memasuki masa generatif.
Kompos adalah suatu produk yang sebagian besar terdiri dari sampah buangan
organik yang secara keseluruhan atau sebagian telah mengalami kondisi pengeraman
dalam suhu tinggi. Untuk mendapatkan proses yang baik dari pembuatan kompos
8
C/N rasio turun sampai di bawah 20 (Rinsema, 1986). Menurut Novizan (2005),
kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan
asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kandungan unsur hara kompos
diketahui memiliki 0,1−0,6 % N, 0,1−0,4 % P, 0,8−1,5 % K, dan 0,8−1,5 % Ca.
Dalam jaringan tumbuhan, nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak
senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Setiap molekul
protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, sehingga
nitrogen merupakan penyusun protein dan enzim. Selain itu, nitrogen juga
terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin, dan auksin (Lakitan, 2004).
Lebih lanjut menurut Lakitan (2004), fosfor merupakan bagian yang esensial dari
berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis,
respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian
dari nukleotida (RNA dan DNA) dan fosfolipid penyusun membran. Sedangkan
kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam
reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein
dan pati. Kalium juga merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik
sel, dengan demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Dalam
pengaturan turgor sel, peran yang penting adalah dalam proses membuka dan
menutupnya stomata.
Pupuk majemuk adalah gabungan dari beberapa unsur sekaligus yang biasanya terdiri
9
(Lingga, 1999). Saat ini telah banyak dikenal berbagai macam pupuk majemuk NPK
dengan kadar N, P, dan K yang berlainan, misalnya pupuk majemuk NPK (16:16:16)
yang memiliki perbandingan 16 % N, 16 % P, dan 16 % K (Lingga dan Marsono,
2001). Fungsi pupuk majemuk adalah untuk mempercepat pembungaan bibit,
sebagai pupuk pada awal penanaman, dan sebagai pupuk susulan saat tanaman
memasuki fase generatif, seperti saat mulai berbunga atau berbuah (Novizan, 2005).
Dalam budidaya tanaman, sangat penting untuk memupuk dengan cara yang
seimbang. Kekurangan unsur hara tertentu tidak saja berakibat buruk, namun bila
terlalu berlebihan akibatnya merusak (Rinsema, 1986). Keuntungan dari penggunaan
pupuk organik dan anorganik secara seimbang antara lain:
a. Menambah kandungan hara yang tersedia dan siap diserap tanaman selama
periode pertumbuhan tanaman.
b. Menyediakan semua unsur hara dalam jumlah yang seimbang dengan demikian
akan memperbaiki persentase penyerapan hara oleh tanaman yang ditambahkan
dalam bentuk pupuk.
c. Mencegah kehilangan hara karena bahan organik mempunyai kapasitas
pertukaran ion yang tinggi.
d. Membantu dalam mempertahankan kandungan bahan organik tanah pada aras
tertentu sehingga mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah dan
status kesuburan tanah.
e. Residu bahan organik akan berpengaruh baik pada pertanaman berikutnya
10
f. Lebih ekonomis apabila diangkut dalam jarak yang lebih jauh karena setiap unit
volume banyak mengandung nitrogen, fosfat dan kalium serta mengandung hara
tanaman lebih banyak.
g. Membantu dalam mempertahankan keseimbangan ekologi tanah sehingga
kesehatan tanah dan kesehatan tanaman dapat lebih baik (Sutanto, 2002).
1.4 Kerangka Pemikiran
Cabai merupakan salah satu sayuran yang sangat diperlukan bahkan digemari oleh
masyarakat luas. Manfaat cabai yang begitu banyak baik untuk penyedap masakan
maupun sebagai bahan obat-obatan, membuat kebutuhan akan cabai semakin
meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan cabai maka budidaya cabai harus terus
diusahakan dan dikembangkan.
Dalam budidaya cabai yang perlu diperhatikan antara lain media tanam dengan unsur
hara yang cukup dan seimbang untuk pertumbuhan serta perkembangan tanaman
sehingga menghasilkan produksi yang maksimal. Media tanam yang baik untuk
tanaman cabai adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan
tidak terlalu porous, serta kaya bahan organik. Tanah yang subur dapat ditambahkan
dengan pupuk yang dapat meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah.
Pemupukan pada tanaman cabai dapat dilakukan dengan pemupukan organik dan
pemupukan anorganik. Pemupukan organik dilakukan dengan menggunakan kompos
11
Pemupukan anorganik dilakukan dengan menggunakan pupuk buatan yang bisa
didapat dengan mudah.
Penambahan bahan organik ini berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Dengan memberikan bahan organik berarti kita mengembalikan
kesuburan tanah yang telah hilang karena berbagai hal seperti erosi dan pencucian
hara. Namun, pemberian bahan organik ini harus diimbangi dengan pemberian hara
anorganik yang mudah terlarut sehingga hara tersedia langsung bisa dimanfaatkan
oleh tanaman.
Baik pemberian bahan organik maupun hara anorganik harus disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman sehingga tidak menjadi berlebihan yang justru berakibat merusak.
Pemberian hara anorganik yang berlebihan akan menurunkan kesuburan dan
produktivitas tanah yang selanjutnya akan menurunkan produktivitas hasil pertanian.
Dengan demikian pemupukan yang berimbang mutlak diperlukan untuk
meningkatkan kesuburan lahan.
1.5 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat takaran bahan organik (kompos daun) yang menghasilkan pertumbuhan
12
2. Terdapat takaran pupuk NPK (16:16:16) yang menghasilkan pertumbuhan dan
produksi tertinggi pada tanaman cabai merah.
3. Terdapat kombinasi takaran bahan organik (kompos daun) dan takaran pupuk
NPK (16:16:16) yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga
ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies yang terdiri dari
tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Tanaman cabai (Capsicum
sp.) sendiri diperkirakan ada sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya tumbuh di
tempat asalnya, yaitu Amerika dan secara ekonomis yang dapat atau sudah
dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2000). Secara lengkap cabai merah
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
14
Buah cabai banyak mengandung gizi, diperkirakan setiap 100 g bahan cabai merah
mengandung 90% air, energi 32 kal, protein 0,5 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 7,8 g,
serat 1,6 g, abu 0,5 g, kalsium 29,0 mg, fosfor 45 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 470 IU,
tiamin 0,05 mg, riboflavin 0,06 mg, niasin 0,9 mg, dan asam askorbat 18,0 mg
(Ashari, 1995). Cabai besar kaya vitamin C sering dimanfaatkan sebagai bahan
campuran industri masakan, obat-obatan, dan peternakan (Setiadi, 2000).
Cabai besar memiliki banyak varietas, tetapi ciri umumnya seragam. Batangnya
tegak dengan ketinggian antara 50−90 cm. Tangkai daunnya horizontal atau miring
dengan panjang sekitar 1,5−4,5 cm, panjang daunnya antara 4−10 cm dan lebar antara
1,5−4 cm. Posisi bunganya menggantung dengan warna mahkota putih. Mahkota
bunga ini memilki cuping sebanyak 5−6 helai dengan panjang 1−1,5 cm dan lebar
sekitar 0,5 cm. Panjang tangkai bunganya 1−2 cm.
Tangkai putik berwarna putih dengan panjang sekitar 0,5 cm. Warna kepala putik
kuning kehijauan sedangkan tangkai sarinya putih walaupun yang dekat dengan
kepala sari ada yang bebercak kecoklatan. Panjang tangkai sari ini sekitar 0,5 cm.
Kepala sari berwarna biru atau ungu. Buahnya berbentuk memanjang atau kebulatan
dengan biji buahnya berwarna kuning kecoklatan (Setiadi, 2000).
Tanaman cabai lebih tahan panas daripada tomat dan terung. Temperatur yang sesuai
antara 16−23oC. Temperatur malam di bawah 16oC dan temperatur siang di atas 23oC menghambat pembungaan. Temperatur optimum untuk pertumbuhan vegetatif
15
beberapa jenis tanah, asalkan strukturnya remah, kaya bahan organik, dan drainase
baik, bebas dari gangguan nematoda (Ashari, 1995). Menurut Prajnanta (2003), suhu
yang tinggi, kering, disertai pengairan kurang akan menghambat suplai unsur hara
dan menyebabkan transpirasi (penguapan) tinggi sehingga bunga dan buah banyak
rontok serta buah yang terbentuk kecil-kecil tidak sempurna. Selain itu, suhu yang
tinggi akan merangsang perkembangbiakan hama seperti ulat, thrips, dan aphids.
Tanaman cabai merah hibrida varietas Hybrid TM-999 mempunyai pertumbuhan
yang sangat kuat. Cabai keriting dari Hungnong (Korea) mirip dengan cabai keriting
lokal Indonesia karena induk cabai keriting ini berasal dari Indonesia. Tanaman
terus-menerus berbunga sehingga dapat dipanen dalam jangka waktu yang panjang.
Ukuran buah 12,5 cm x 0,8 cm dengan berat buah 6 g. Umur panen cabai ini agak
terlambat, panenan pertama pada umur 90 HST di dataran rendah dan 105 HST di
dataran tinggi. Cabai keriting hibrida ini pedas sekali dan cocok untuk digiling
maupun dikeringkan. Hasil per tanaman berkisar 0,8−1,2 kg (Prajnanta, 2001).
Varietas ini juga mempunyai produktivitas yang tinggi, tanamannya kompak, ukuran
buah relatif seragam, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama (Redaksi
16
Gambar 1. Keragaan tanaman cabai merah Hybrid TM-999 F1 di lahan percobaan
2.2 Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mencukupi atau menambah zat-zat makanan yang
berguna bagi tanaman dari dalam tanah, atau supaya zat-zat makanan untuk tanaman
itu bertambah. Untuk memperoleh hasil dan mutu yang tinggi pada usaha-usaha
pertanaman sayuran, perlu dilakukan berbagai usaha, sehingga zat-zat hara yang tidak
dapat diserap oleh tanaman menjadi siap untuk diserap. Pemupukan merupakan
usaha yang dilakukan, tidak hanya sekedar untuk menambah zat-zat hara dalam
tanah, tetapi juga memudahkan zat-zat tersebut diserap oleh tanaman (AAK, 1976).
17
Jumin (2008) menyatakan bahwa kompos merupakan pupuk organik yang berasal
dari sisa bahan organik seperti sisa tanaman, sampah dapur, sampah kota, sisa
makanan ternak dan kotorannya yang ditumpuk agar mengalami pelapukan sehingga
dapat digunakan sebagai pupuk. Bila diproses dengan baik bahan organik tersebut
dapat dijadikan kompos yang banyak gunanya sebagai pupuk organik seperti halnya
dengan pupuk organik lain, kecuali dipengaruhi oleh proses pembuatannya, kualitas
kompos sebagai pupuk organik akan dipengaruhi oleh bahan asalnya.
Menurut Novizan (2005), kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya
perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi,
berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Kualitas kompos
yang dianggap baik adalah memiliki C/N rasio antara 12−15.
Menurut Redhanie (2008), dalam Pratiwi (2010) pupuk organik memiliki ciri-ciri
umum kandungan hara yang rendah, ketersediaan unsur hara lambat, hara tidak dapat
langsung diserap tanaman, memerlukan perombakan atau dekomposisi, baru dapat
terserap oleh tanaman. Namun, kandungan hara bervariasi tergantung bahan yang
digunakan sebagai pupuk organik yang dibutuhkan oleh tanaman.
Menurut Sutanto (2002), kandungan bahan organik sangat mempengaruhi sifat tanah.
Tanah yang banyak mengandung bahan organik memiliki sifat lebih terbuka atau
sarang sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan
daripada tanah yang rendah kandungan organiknya. Warna tanah yang kaya bahan
18
yang lebih kelam menyerap sinar matahari lebih banyak. Sinar yang lebih banyak
diserap menyebabkan banyak hara, oksigen, dan air yang dapat diserap tanaman
melalui perakaran. Tanah yang banyak mengandung bahan organik lebih cepat panas
daripada tanah yang terus-menerus diberi pupuk kimia.
Sutanto (2002) menyatakan bahwa tanah yang banyak mengandung bahan organik
relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi
tanaman lebih besar. Manfaat hara yang digunakan oleh mikroorganisme tanah
adalah mempercepat aktivitasnya, meningkatkan kecepatan dekomposisi bahan
organik, serta mempercepat pelepasan hara. Manfaat ganda bahan organik tanah
tidak dapat tergantikan oleh pupuk kimia.
2.4 Pupuk Majemuk NPK
Menurut Lingga dan Marsono (2001), berdasarkan terjadinya terdapat 2 golongan
pupuk yaitu pupuk alam seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan pupuk
buatan seperti Urea, SP-36, KCL. Pupuk buatan berdasarkan kandungan unsur hara
digolongkan menjadi dua yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal
adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara utama seperti N, P, dan K
sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara
utama contohnya pupuk NPK Mutiara (16:16:16).
Menurut Rinsema (1986), pupuk NPK sebagian besar digunakan di tanah untuk
bercocok tanam. Penggunaan pupuk NPK membawa keuntungan dalam hal
19
sedikit dan menaburkan unsur hara pada tanaman dapat dilakukan dalam satu kali
kerja.
2.5 Peran N, P, dan K
Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium ( NH4+).
Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting di dalam tanaman.
Sekitar 40−50 % kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel
tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman
untuk membentuk asam amino yang diubah menjadi protein. Nitrogen juga
dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan
enzim.
Oleh karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak pada setiap tahap
pertumbuhan vegetatif. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen
mulai berkurang. Dengan demikian, tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan
tanaman yang baik tidak akan terjadi (Novizan, 2005).
Lebih lanjut menurut Novizan (2005), jika terjadi kelebihan nitrogen tanaman tampak
terlalu subur, ukuran daun menjadi lebih besar, batang menjadi lebih lunak dan berair
(sukulen) sehingga mudah rebah serta mudah terserang penyakit. Kelebihan nitrogen
juga dapat menunda pembentukan bunga bahkan yang telah terbentuk lebih mudah
rontok dan pematangan buah bisa terhambat.
Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO42- (Novizan, 2005).
20
energi untuk pertumbuhan tanaman. Fosfor dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP)
merupakan ikatan P yang mengandung energi tinggi. Selain itu, fosfor merupakan
bagian dari asam nukleat fosfolipid dan koenzim NAD dan NADP.
Novizan (2005) menyatakan bahwa pemupukan P dapat merangsang pertumbuhan
awal bibit tanaman. Fosfor merangsang pembentukan bunga, buah, dan biji. Fosfor
mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi bernas.
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+, tidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mobil sehingga siap dipindahkan dari satu organ
ke organ yang membutuhkan. Peran kalium berhubungan dengan proses fotosintesis
dan respirasi, yaitu sebagai berikut:
1. Translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein.
2. Membantu proses membuka dan menutup stomata.
3. Efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan).
4. Memperluas pertumbuhan akar.
5. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
6. Memperkuat tubuh tanaman supaya daun, bunga, dan buah tidak mudah rontok.
7. Memperbaiki ukuran dan kualitas buah pada masa generatif serta menambah rasa
manis pada buah.
8. Dibutuhkan oleh tanaman buah dan sayuran yang memproduksi karbohidrat
21
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas
Lampung pada bulan Maret sampai September 2011.
3.2Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih cabai merah varietas Hybrid TM-999, bahan
organik (kompos daun), NPK 16:16:16 (Nitrogen (N) 16%; NH4+ 9,5%, NO3- 6,5%,
Fosfat (P2O5) 16%, Kalium (K2O) 16% dan terdapat Magnesium Oksida (MgO)
1,5%, Kalsium Oksida (CaO) 5%), pupuk pelengkap (Plant Catalyst-2006), dolomit (Ca.Mg(CO3)2), dan pestisida (Furadan 3G, Curacron, Antracol, Buldog).
Alat yang digunakan pada penelitian adalah cangkul, golok, mesin pembajak, cutter, alat tulis, penggaris, meteran, tali rafia, plastik, ajir bambu, mulsa plastik
hitam-perak, gelas ukur, handsprayer, ember, gembor, dan timbangan.
3.3Metode Penelitian
Perlakuan disusun secara faktorial (5x3) dalam rancangan acak kelompok (RAK)
dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bahan organik dengan takaran 0
22
kg/tanaman (b4). Faktor kedua adalah pupuk NPK dengan takaran 5 g/tanaman (n1);
NPK 10 g/tanaman (n2); NPK 15 g/tanaman (n3). Kedua perlakuan dikombinasikan,
sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan dalam setiap ulangan yaitu sebagai berikut:
b0n1 : bahan organik 0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b1n1 : bahan organik 0,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b2n1 : bahan organik 1,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b3n1 : bahan organik 1,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b4n1 : bahan organik 2,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b0n2 : bahan organik 0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 10 g/tanaman
b1n2 : bahan organik 0,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 10 g/tanaman
b2n2 : bahan organik 1,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 10 g/tanaman
b3n2 : bahan organik 1,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 10 g/tanaman
b4n2 : bahan organik 2,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 10 g/tanaman
b0n3 : bahan organik 0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 15 g/tanaman
b1n3 : bahan organik 0,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 15 g/tanaman
b2n3 : bahan organik 1,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 5 g/tanaman
b3n3 : bahan organik 1,5 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 15 g/tanaman
b4n3 : bahan organik 2,0 kg/tanaman dan pupuk NPK (16:16:16) 15 g/tanaman
Pada penelitian ini terdapat 45 petak percobaan (bedengan), masing-masing petak
berukuran (2x1) m (Gambar 2). Terdapat 15 bedengan atau petak percobaan dalam
setiap ulangan dengan setiap petak terdiri dari 4 sampel tanaman (Gambar 3). Setelah
data terkumpul, homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Barlett dan
23
pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf α 5%. Takaran bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK
(16:16:16) berdasarkan dosis rekomendasi diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:
Kebutuhan bahan organik (kompos daun)
Diketahui: Luas lahan = 1 ha = 10.000 m2 Jarak tanam = 60 x 70 cm = 0,42 m2 Dosis kompos = 27 ton/ha = 27.000 kg
Ditanya : Kebutuhan pupuk per tanaman?
Jumlah tanaman cabai/ha = luas lahan/ jarak tanam
= 10.000 m2 / 0,42 m2
= 23809 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman = dosis kompos / jumlah tanaman
= 27.000 kg / 23809
Ditanya : Kebutuhan pupuk per tanaman?
Jumlah tanaman cabai/ha = luas lahan/ jarak tanam
= 10.000 m2 / 0,42 m2 = 23809 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman = dosis pupuk kimia / jumlah tanaman
= 250 kg / 23809
24
U
Ulangan 1 Ulangan 3 Ulangan 2
25
Dalam satu petak percobaan terdapat 4 tanaman, yaitu sebagai berikut :
1 m
2 m
Gambar 3. Denah tata letak tanaman dalam satu petak percobaan
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persemaian
Benih cabai dipilih dengan ukuran seragam kemudian diberi perlakuan fungisida dan
direndam selama 24 jam. Benih ditanam dalam plastik polibag kecil yang berisi
media berupa tanah yang sudah diayak dan ditambah sedikit kompos daun
(perbandingan 1:1). Setiap polibag berisi satu benih cabai. Persemaian ditaruh di
tempat yang terlindung dari gangguan ternak. Penyiraman cukup dilakukan satu kali
sehari yaitu pada waktu pagi hari atau sore hari.
26
3.4.2 Pengolahan tanah
Tanah dibersihkan dari rumput atau kotoran lain, kemudian dibajak atau dicangkul
dengan kedalaman sekitar 20−35 cm. Kemudian lahan untuk kedua kalinya dibajak
atau dicangkul kembali setelah tanah dibiarkan selama 2−3 minggu sejak pengolahan
yang pertama. Tanah yang sudah menjadi remah dan gembur kemudian segera
dibuatkan bedeng-bedeng atau petak percobaan membujur ke arah Timur-Barat.
Bedengan dibuat dengan panjang 200 cm, lebar 100 cm, tinggi 30−45 cm, dan jarak
anatarbedengan 50−60 cm. Terdapat 15 bedengan atau petak percobaan dalam setiap
ulangan dengan setiap petak terdiri dari 4 sampel tanaman.
Gambar 5. Pengolahan tanah (kiri) dan pemberian kapur pada bedengan (kanan)
Selanjutnya lahan dicangkul tipis-tipis untuk menggemburkan tanah. Tanah yang
terlalu asam dan tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman dilakukan pengapuran
dengan menggunakan dolomit. Bedeng-bedeng dialiri terlebih dahulu sebelum
pemasangan mulsa plastik sehingga kondisi tanah agak lembab. Mulsa plastik
27
Gambar 6. Pemasangan mulsa (kiri) dan pelubangan mulsa (kanan)
Pembuatan lubang tanam dilakukan tiga hari sebelum penanaman bibit. Jarak tanam
yang digunakan adalah 60 cm x 70 cm dengan sistem zig-zag. Pemupukan dasar
yaitu memberikan kompos yang telah masak, disesuaikan dengan takaran perlakuan
dan lubang tanam yang ada pada setiap bedengan.
3.4.3 Pembuatan Kompos
Kompos yang dipakai untuk penelitian diperoleh dari kumpulan serasah daun-daun
yang terdapat di sekitar lingkungan Universitas Lampung. Sampah dimasukkan ke
dalam tempat pengumpulan sampah. Sampah mengalami dekomposisi sendiri dalam
waktu yang lama tanpa dilakukan proses pengomposan. Kompos yang tercampur
28
1.4.4 Penanaman
Bibit cabai yang berumur antara 30−45 hari dan memiliki tinggi berkisar 10−15 cm
dipindahtanamkan ke lahan pertanaman yang telah siap. Satu lubang tanam diisi
dengan satu bibit tanaman cabai merah, sehingga terdapat empat sampel tanaman
dalam setiap petak percobaan. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan sore hari
saat matahari tidak sedang terik untuk menghindari kelayuan tanaman.
1.4.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, pemberantasan gulma, penyulaman,
pemasangan ajir, pewiwilan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit.
1. Pengairan
Pengairan dilakukan secara rutin 3 hari sekali dengan sistem irigasi genangan.
Waktu pengairan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari, saat suhu
udara tidak terlalu panas. Lahan diusahakan agar tidak terlalu kering atau
sebaliknya tidak tergenang dalam waktu yang lama.
2. Pemberantasan gulma
Pemberantasan gulma dilakukan dengan membersihkan gulma di sekitar tanaman
dan bedengan dengan mencabut atau menyiangi gulma.
3. Penyulaman
Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam karena pada saat itu sudah dapat
29
digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang sama umurnya dengan tanaman
yang tidak disulam, sehingga pertumbuhan semua tanaman seragam.
4. Pemasangan Ajir
Ajir (turus) dari bilah bambu setinggi 125 cm dipasang (ditancapkan) tegak di
samping setiap tanaman cabai merah. Pemasangan ajir dilakukan pada saat
tanaman belum berumur 1 bulan setelah pindah tanam. Hal ini untuk mencegah
terjadinya kerusakan akar tanaman cabai sewaktu memasang (menancapkan) ajir.
Gambar 7. Irigasi genangan dan pemasangan ajir pada petak percobaan
5. Pewiwilan atau perompesan
Perompesan harus dilakukan secara rutin untuk memaksimalkan pertumbuhan
vegetatif tanaman cabai. Perompesan atau pewiwilan dilakukan setiap tiga hari
30
6. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian virus penyebab keriting dilakukan melalui pengendalian hama
vektor virus dengan penyemprotan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l.
Selain itu juga dilakukan penyemprotan dengan Furadan 3G, dan Buldog untuk
mengendalikan hama-hama yang lain.
7. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan memberi pupuk organik (kompos daun) menjelang
penanaman sesuai takaran perlakuan yaitu takaran 0 kg/tanaman, takaran 0,5
kg/tanaman, takaran 1,0 kg/tanaman, takaran 1,5 kg/tanaman, dan takaran 2,0
kg/tanaman pada lubang-lubang tanam. Tanaman juga diberi pupuk majemuk
NPK (16:16:16) dengan takaran sesuai perlakuan. Pemupukan dilakukan dengan
cara dikocor yaitu pupuk NPK dilarutkan terlebih dahulu masing-masing takaran
5 g/tanaman, 10 g/tanaman, dan 15 g/tanaman ke dalam satu liter air. Setelah itu,
larutan pupuk dikocorkan pada permukaan tanah dan tidak langsung pada
tanaman sebanyak 200 ml tiap tanaman. Pupuk diaplikasikan setiap minggu
secara berkala agar pemupukan lebih efektif. Tanaman juga diberi pupuk
tambahan berupa pupuk daun yang diaplikasikan setiap minggu dengan takaran 2
g/tanaman. Pupuk daun dilarutkan ke dalam satu liter air kemudian
31
Gambar 8. Pemupukan NPK (16:16:16) dengan cara dikocor
1.4.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel yang berjumlah empat tanaman per
petak (unit percobaan). Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm): Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai
titik tumbuh tertinggi. Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan yaitu
tanaman berumur 120 hari setelah pindah tanam.
2. Tinggi percabangan awal (cm): Tinggi percabangan awal tanaman diukur mulai
dari pangkal batang hingga titik tumbuh cabang primer. Pengamatan dilakukan
pada saat tanaman berumur 21 hari setelah pindah tanam atau 10 hari setelah
aplikasi pertama NPK.
3. Jumlah tingkat percabangan (cabang): Jumlah tingkat percabangan dihitung dari
32
yang dilakukan pada akhir pengamatan yaitu tanaman berumur 120 hari setelah
pindah tanam.
4. Jumlah buah per tanaman (buah): Jumlah buah dihitung dengan menghitung
seluruh buah hasil panen pertama hingga panen terakhir atau panen kesebelas,
dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 105 HST atau tanaman sudah mulai
panen hingga panen terakhir.
5. Jumlah bunga yang gugur (bunga): Jumlah bunga yang gugur dihitung dengan
cara menghitung seluruh bunga yang gugur karena hama dan penyakit atau
terkena terpaan angin, dilakukan pada saat tanaman mulai berbunga hingga
panen terakhir.
6. Jumlah buah yang rusak (buah): Jumlah buah yang rusak dihitung dengan cara
menghitung seluruh buah yang rusak karena hama dan penyakit atau terkena
terpaan angin, dilakukan pada saat tanaman mulai berbuah hingga panen terakhir.
7. Bobot per buah (g): Bobot buah dihitung dengan menimbang bobot buah cabai
per buah, dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 105 HST atau tanaman
sudah mulai panen hingga panen terakhir.
8. Bobot buah per tanaman (g): Bobot buah dihitung dengan cara menimbang bobot
buah per tanaman mulai dari panen pertama hingga panen terakhir, dilakukan
pada saat tanaman berumur sekitar 105 HST atau tanaman sudah mulai panen.
9. Jumlah produksi per petak (kg): Jumlah produksi dihitung dengan cara
menghitung jumlah bobot buah keseluruhan dari tanaman per petak, dilakukan
pada akhir pengamatan yaitu tanaman berumur 120 hari setelah pindah tanam
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Bahan organik (kompos daun) dengan takaran 0,5 kg/tanaman-2,0 kg/tanaman
dapat meningkatkan tinggi cabang awal, tetapi memperbanyak jumlah buah rusak
tanaman cabai merah.
2. Pupuk NPK (16:16:16) dengan takaran 15 g/tanaman dapat meningkatkan tinggi
tanaman cabai merah.
3. Pengaruh interaksi antara bahan organik (kompos daun) dan pupuk NPK
(16:16:16) tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
5.2 Saran
Pada penelitian ini perlakuan menggunakan bahan organik (kompos daun) dan pupuk
NPK tidak menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah yang
maksimal. Hal ini diduga karena kebutuhan air bagi tanaman tidak tercukupi dengan
baik dan adanya gangguan hama serta penyakit. Disarankan penelitian lebih lanjut
dengan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan pada musim yang
berbeda serta dilakukan penyiraman yang rutin di sekitar tanaman atau pada lubang
51
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1976. Bertanam Sayuran. Kanisius. Yogyakarta.
Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 490 hlm.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Produksi Terung, Ketimun dan Cabe Merah Menurut Kabupaten/Kota. http://lampung.bps.go.id/tabel/pertanian1.pdf. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011.
Faisal, M.F. 2006. Tanggapan Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) terhadap Peningkatan Dosis NPK pada Berbagai Jenis Pupuk Daun. Skripsi Sarjana. Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 82 hlm.
Jumin, H. B. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 250 hlm.
Lakitan, B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada.Jakarta. 203 hlm.
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada.Jakarta. 206 hlm.
Lingga, P. 1996. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 160 hlm. Lingga, P. 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 160 hlm. Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta. 150 hlm.
Marbun, B. 2002. Uji Taraf Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Plant Cataliyst 2006 terhadap Pertumbuhan dab Produksi Dua Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi Sarjana. Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64 hlm.
52
Prajnanta, F. 2001. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. 162 hlm. Prajnanta, F. 2003. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. 162 hlm. Redaksi AgroMedia, 2008. Panduan Lengkap: Budidaya dan Bisnis Cabai.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 254 hlm.
Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 232 hlm
Rukmana, R. 1996. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta. 92 hlm.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh D.R Lukman, Sumaryono. Diedit oleh S. Niksolihin. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung. Jilid 1, 241 hlm.
Setiadi. 2000. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 183 hlm. Sumarso. 2002. Pengaruh Pupuk Kandang Sapi dan Pupuk NPK (15:15:15)
terhadap Pertumbuhan Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata). Skripsi Sarjana. Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 210 hlm. Sutedjo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm. Suwandi dan Rosliani. 1995. Pengaruh Kompos, Pupuk Nitrogen, dan Kalium pada
Cabai yang Ditanam Tumpanggilir dengan Bawang Merah.
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/141044148.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari 2012. 48 hlm.