• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK (Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK (Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Adi Sutomo Nainggolan

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK (Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon

Karang)

Oleh

ADI SUTOMO N

Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. PT PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dalam mewujudkan tujuan pembangungan ketenagalistrikan tersebut melakukan kewajibannya dalam penyedian tenaga listrik dengan baik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PT PLN (Persero) wajib menyediakan tenaga listrik secara terus menerus (berkesinambungan) dengan mutu dan keandalan yang baik, serta wajib memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat. Keadaan yang ditemui sekarang ini PT PLN (Persero) belum maksimal dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen listrik, misalnya: masih terdapat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen, hal inilah yang melatarbelakangi penelitian tentang apasajakah hak dan kewajiban konsumen dan PT PLN (Persero), bagaimanakah mekanisme pengukuran jumlah pemakaian arus listrik, serta bagaimana tanggung jawab PT PLN (Persero) terhadap konsumen listrik yang dirugikan akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus lsitrik.

(2)

Adi Sutomo Nainggolan

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang didapatkan melalui studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research), kemudian diolah dan dianalisis sehingga lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik dengan kewajiban membayar arus listrik yang digunakan dengan harga yang wajar, sebaliknya PT PLN (Persero) berkewajiban melakukan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik sesuai standar operasional yang dibuat oleh TIM ISO 9001:2008 PT PLN (Persero) Wilayah Lampung. Standar operasional menjelaskan bahwa mekanisme pengukuran yang dilakukan oleh petugas baca meter dari PLN dan

outsourchingyang ditunjuk oleh PT PLN (Persero) adalah dengan mencatat langsung jumlah pemakaian arus listrik yang tertera pada KWh Meter konsumen, dalam hal ini, apabila terjadi kesalahan pengukuran yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen maka PT PLN (Persero) bertanggungjawab untuk melindungi hak-hak konsumennya. Bentuk tanggung jawab yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian ulang atau koreksi terlebih dahulu, kemudian memberikan konpensasi serta mengembalikan kelebihan pembayaran rekening listrik. Konsumen juga bisa melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Pengadilan Negeri apabila PT PLN (Persero) tidak menunjukkan itikad baik atau dengan kata lain tidak bertanggungjawab atas kerugian konsumen.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan hukum Konsumen ... 11

1. Perlindungan Hukum... 11

2. Perlindungan Konsumen ... 13

3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen... 13

B. Konsumen dan Pelaku Usaha ... 15

1. Konsumen... 15

2. Pelaku Usaha ... 17

C. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya ... 19

D. Tanggung Jawab Hukum ... 22

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum... 22

2. Bentuk-bentuk Tanggung Jawab Hukum ... 22

E. Ketenagalistrikan ... 26

1. Tenaga Listrik... 26

2. Transmisi Tenaga Listrik... 27

F. PT PLN (Persero) ... 27

1. Sejarah PT PLN (Persero) ... 27

2. Visi Misi PT PLN (Persero) ... 29

3. Gambaran Umum PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang ... 30

G. Kerangka Pikir... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tipe Penelitian... 36

C. Pendekatan Masalah ... 37

(4)

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 40

F. Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak dan Kewajiban Konsumen Listrik dan PT PLN (Persero) 42 1. Hak dan Kewajiban Konsumen Listrik ... 42

2. Hak dan Kewajiban PT PLN(Persero) ... 45

B. Mekanisme Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik oleh PT PLN (Persero)Wilayah Lampung Area Tanjung Karang... 48

1. Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik ... 48

2. Pengawasan Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik... 52

3. Pelaksanaan Pembayaran Jumlah Pemakaian Arus Listrik ... 67

C. Tanggung Jawab PT PLN (Persero) Terhadap Konsumen Listrik .. 69

1. Bentuk Wanprestasi dalam Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik... 69

2. Bentuk Tanggung Jawab PT PLN (Persero) ... 76

3. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Oleh Konsumen Listrik Yang Dirugikan ... 81

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 87

B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Fuady, Munir, 2001,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Penertbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kadir, Abdul dan Ariono, 2004, Masalah Ketenagalistrikan di Indonesia (Kumpulan artikel),Penerbit Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jakarta.

M. Taor, Agnes, 1988, Penyalahgunaan keadaan dan Tanggung Jawab atas Produk di Indonesia. Yayasan Pusat Pengkajian dan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1999,Mengenal Hukum,Liberty, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 2004,Hukum dan Penelitian Hukum,PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Mulya, Todung Lubis,1992,Hukum dan Ekonomi,Sinar Harapan.

Nasution, Az, 1995, Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Sasongko,Wahyu, 2007, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan

Konsumen, Penerbit Unila, Bandar Lampung.

Saefullah,H.E., 2000, Tanggung Jawab Produsen (product liability) dalam Era Perdagangan Bebas, Mandar Maju, Bandung.

(6)

---, 2004,Hukum perlindungan konsumen di Indonesia, PT Grasindo, Jakarta. Shofie, Yusuf, 2003, Perlindungan konsumen dan instrument-instrumen hukumnya,

Citra Adhya Bakti, Jakarta.

Siahaan, Maruarar, 1999,Tinjauan Hukum atas Sengketa Konsumen Menurut UUPK, Grasindo.Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1985, Pengantar Penelitian Hukum Universitas Indonesia, UI-Press. Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985, Pengantar Penelitian Hukum Normatif. CV Rajawali, Jakarta.

Sudaryatmo, 1996, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya. Bandung.

Subekti, 2004,Hukum Perjanjian, Penerbit PT Intermasa, Jakarta

Tim Penyusun Kamus Ousat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1991, Kamus Bahasa Indonesia, edisi kedua, cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta

b. Jurnal

Gunawan, Johannes, 1999, Tanggungjawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 8 Tahun 1999, Jakarta, Hlm. 44

c. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga listrik

(7)

Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat.

Keputusan Presiden Nomor 90 tahun 2001 tentang Pembentukan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

d. Internet

http://www.pln.co.id

http://www.pln.co.id/lampung

(8)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK

(Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)

(Skripsi)

Oleh ADI SUTOMO N

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(9)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK

(Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)

Oleh ADI SUTOMO N

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Jurusan Perdata Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(10)

Judul Skripsi :PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK (Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)

Nama Mahasiswa :Adi Sutomo N Nomor Pokok Mahasiswa : 0912011090

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. Ahmad Zazili, S.H., M.H. NIP 19600421 198603 2 001 NIP 19740413 20050110 001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. ……..………..

Sekertaris :Ahmad Zazili, S.H., M.H. ……….……..

Penguji

Bukan Pembimbing :Nilla Nargis, S.H., M.Hum. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003

(12)

RIWAYAT HIDUP

Adi Sutomo Nainggolan dilahirkan di desa Sijarango, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasunduntan, Sumatera Utara pada tanggal 17 Februari 1990, sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Sana Nainggolan dan Ibu Renti Br. Sihotang.

Riwayat pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Desa Sijarango diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pakkat diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pakkat diselesaikan pada tahun 2008, kemudian pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan,yaitu:

1. Ketua Delegasi Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung dalam Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala Mutiara Djokosoetono Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2009

(13)

3. Kepala Bagian Internal Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2011-2012

4. Sekretaris Bidang Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Perdata pada tahun 2011-212

(14)

MOTTO

“Janganlah Pandang Dirimu Apa Adanya, Akan Tetapi Pandanglah Dirimu

Bisa Jadinya Apa”

(Mario Teguh)

“Bukan Kebahagiaan Yang Membuat Kita Bersyukur, Akan Tetapi Dengan

Bersyukurlah Maka Kita Bahagia”

(15)

PERSEMBAHAN

Semua yang telah kudapat tidak pernah lepas dari rasa syukur kepada

TUHAN YESUS KRISTUS

maka dengan tulus dan ikhlas serta dengan kerendahan hati kupersembahkan

skripsi ini kepada kedua orangtuaku:

Alm. Ayahanda Sana Nainggolan dan

Ibunda Renti Br. Sihotang

Terimakasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, dan kasih sayang, serta doa

yang tulus demi kesuksesanku.

Kupersembahkan juga sebagai wujud penghargaan setinggi-tingginya kepada:

Abang Jentro Nainggolan

Atas dukungan doa dan materi kepada penulis dalam menyelesaiakan studi di

(16)

SANWACANA

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia kehidupan bagi penulis, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Bagian Hukum Keperdataan Jurusan Perdata Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Listrik Dalam Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik (Studi

Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon

Karang)” Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari berbagai pihak, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan, penghormatan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(17)

3. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., Pembimbing I Skripsi atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Ahmad Zazili, S,H., M.H., Pembimbing II Skripsi atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Nilla Nargis, S.H., M.Hum., Pembahas I Skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., Pembahas II Skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

7. Ibu Aprilianti, S.H., M.Hum., Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Bapak Heni Siswanto, S.H., M.Hum., Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, dan masukan selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Bapak dan Ibu Dosen, Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

10. Bapak Nova Sagita, Manager PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data-data dan informasi untuk penyusunan skripsi ini;

(18)

12. Keluarga Besar Op. Eldinar Nainggolan/Br Sihotang, yaitu : Buat Ibunda Tersayang Renti Br. Sihotang; Abangku Sarli dan keluarga, Itoku Risna dan keluarga, Abangku Anno dan keluarga, Abangku Asrin dan Keluarga, Abangku Jentro dan keluarga, Abangku Dapot, Itoku Rotua, yang telah memberikan semangat dan dukungan moril dan materil, senyum, semangat serta kasih sayang yang selalu menemani perjuangan penulis menuju masa depan yang lebih baik.yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi bagi penulis;

13. Riris Yuli Valentine Br. Sinaga, someone special yang selalu memberikan dukungan Doa dan semangat dalam penyusunan skripsi ini;

14. Teman-teman koskosan dan teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi penulis, yaitu: Ervan; Fedrian; Yoga; Holdin; Yayang; Soma; Ryan; Adit; Gusti;

15. Seluruh teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, akan tetapi semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, dan semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan semua pihak kepada penulis mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis,

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak dan perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang menarik untuk dibahas, karena sampai sekarang ini masih banyak kasus yang timbul mengenai perlindungan terhadap konsumen, dan tidak terselesaikan dengan baik, tindakan pelaku usaha yang mengabaikan kepentingan konsumennya yang menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen, serta pemerintah juga masih belum secara optimal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menyikapi masalah perlindungan terhadap konsumen, padahal kita dapat melihat bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen sangatlah penting diberikan pemerintah dan pihak pelaku usaha.

Di Indonesia perlindungan terhadap konsumen baru mulai pada tahun 1970-an, hal ini terutama sekali ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei tahun 1973. Secara historis pada awalnya yayasan ini muncul berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan dari masyarakat, kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitas barang dan/atau jasa yang ditawarkan terjamin, yang pada akhirnya tanggal 20 April tahun1999 lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disebut UUPK.

(20)

terdapat tuntutan agar perilaku pelaku usaha tersebut diatur, dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang setimpal. Perilaku pelaku usaha dalam melakukan strategi untuk mengembangkan bisnisnya inilah yang seringkali menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), meningkatnya tingkat pendidikan, serta meningkatnya daya kritis masyarakat, maka dalam masa yang demikian, pelaku usaha tidak mungkin lagi mempertahankan strategi bisnisnya yang lama, dengan resiko barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan laku di pasaran. Pelaku usaha kemudian mengubah strategi bisnisnya ke arah pemenuhan kebutuhan, selera dan daya beli pasar.1 Pada masa ini pelaku usahalah yang harus waspada dalam memenuhi barang atau jasa untuk konsumen, dalam konteks ini pelaku usaha dituntut untuk menghasilkan barang-barang yang kompetitif terutama dari segi mutu, jumlah dan keamanan.

UUPK menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, kemudian pada penjelasan UUPK menyatakan bahwa peranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan upaya para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen dapat mendorong kegiatan usaha yang sehat, serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. UUPK ini mengacu pada filosofi pembangunan yang pada dasarnya termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang berlandaskan pada filosofi kenegaraan republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1

(21)

1945. Selain itu, dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt) juga terdapat ketentuan yang bertendensi melindungi konsumen, seperti dalam beberapa Pasal Buku III, Bab IV, Bagian II yang dimulai dari Pasal 1365.

Masalah hak dan perlindungan konsumen maka kita diharapkan dapat lebih memahami apa sebenarnya yang dikatakan perlindungan hukum terhadap konsumen. Pihak konsumen selama ini masih banyak yang tidak mengerti apa saja yang menjadi hak dan kewajiban yang harus mereka dapatkan atau berikan pada pelaku usaha yang menjual jasa atau bentuk pelayanan lainnya, dalam hal ini pemerintah mempunyai peran dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan dalam menjalankan kegiatan usahanya, kemudian pemerintah diharapkan lebih memperhatikan hak dan kewajiban konsumen, oleh karena itu masalah perlindungan terhadap konsumen tidak saja menjadi tanggung jawab penjual barang dan/atau jasa tetapi merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemberi pelayanan terhadap masyarakat.

(22)

Pelayanan PT PLN (Persero) kepada konsumen masih belum maksimal dikarenakan masih terdapat beberapa masalah kelistrikan yang dialami oleh konsumen yang menyebabkan kerugian yang diderita konsumen seperti kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik, antrian panjang dalam membayar rekening, sikap petugas dalam melayani, voltase naik turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik rumah tangga), dan pemadaman listrik secara sepihak, sehingga perlu adanya perlindungan hukum terhadap konsumen listrik. Perlindungan konsumen itu merupakan hak setiap konsumen dan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sistem pembayaran listrik yang dilakukan di Indonesia adalah dengan menghitung daya yang terpakai, baik dengan system Pascabayar maupun Prabayar. Pengukuran daya yang terpakai dilakukan seorang petugas untuk suatu daerah tertentu, yang datang dari rumah ke rumah, bertugas untuk mencatat nilai yang tertera pada KWh Meter tiap bulannya. Setelah itu pemilik rumah harus membayar listrik pada tempat-tempat pembayaran listrik yang telah ditentukan, atau melalui fasilitas yang disediakan oleh bank (misalnya melalui ATM). Sistem ini dikenal dengan sistem pascabayar. Sistem Prabayar atau listrik pintar, pelanggan mengeluarkan uang/biaya lebih dahulu untuk membeli energi listrik yang akan dikonsumsinya. Besar energi listrik yang telah dibeli oleh pelanggan dimasukkan ke dalam Meter Prabayar (MPB) yang terpasang dilokasi Pelanggan melalui sistem ‘token’ (pulsa) atau

stroom

(23)

dikarenakan oleh lemahnya hukum dan perlindungan terhadap konsumen, selain itu juga pihak konsumen yang merasa dirugikan tidak pernah melapor kepada pihak yang terkait atau pihak yang berwenang terhadap kerugian yang dideritanya, seperti isu konsumen yang sangat menarik saat ini adalah soal sering terjadinya kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik dimana terdapat ketidaksesuaian jumlah pemakaian arus listrik yang tertera pada KWh Meter dengan jumlah pemakaian arus listrik yang tertera pada tagihan rekening listrik, sehingga konsumen listrik sering mengalami melonjaknya jumlah pembayaran rekening listrik yang dimilikinya.

Melonjaknya jumlah pembayaran rekening listrik tersebut adalah sangat tidak adil bagi konsumen listrik apabila tidak sesuai dengan pemakaian yang mereka pakai dengan pembayaran yang harus mereka bayar. Secara umum yang menimbulkan permasalahan ini adalah kesalahan dalam mencatat jumlah pemakaian arus listrik pada KWh meter yang ada pada konsumen listrik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menyebutkan dengan jelas bahwa PT PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik seharusnya wajib memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat.

(24)

melakukan penyalinan atau pemindahan catatan dari daftar yang satu ke daftar yang lain, pada kenyataannya sering terjadi kesalahan pencatatan jumlah pemakaian arus listrik yang terdapat pada Stand Akhir oleh petugas pengukur Perusahaan Listrik Negara (PLN). Konsumen yang dirugikan dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik tidak mengetahui bagaimana dan kemana harus melapor atau tidak memperoleh informasi bagaimana perlindungan hukum yang harus didapatkannya sesuai aturan perundang-undangan.

Listrik Pintar atau yang lebih sering disebut listrik Prabayar adalah layanan terbaru dari PLN dengan berbagai kelebihan dalam mengatur penggunaan energi listrik melalui meter elektronik prabayar. Inovasi termutakhir yang berorientasi pada kenyamanan pelanggan ini merupakan wujud penghargaan kepada pelanggan PLN, sehingga dengan sistem prabayar maka akan lebih leluasa dalam mengendalikan pemakaian listrik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Penghitungan KWh Meter Listrik Prabayar sama saja dengan KWh Meter Pascabayar atau Analog karena telah melalui tahap standarisasi Tera (tidak lebih mahal) dan harga Rp/kWh Listrik Prabayar sudah diatur dalam Tarif Dasar Listrik 2010 yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM No. : 07 Tahun 2010 Tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.

(25)

ada pencatatan meter sehingga tidak akan terjadi kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

Permasalahan dalam kesalahan pengukuran atau pencatatan jumlah pemakaian arus listrik yang mana sering menimbulkan kesalahan jumlah pembayaran tagihan rekening listrik, maka PT PLN seharusnya memahami tuntutan konsumen dan meningkatkan mutu pelayanan terhadap konsumen. Kesalahan pengukuran ini terjadi pada penggunaan tenaga listrik dengan system pascabayar, sehingga penulis akan memfokuskan penelitian pada pengukuran jumlah pemakaian arus listrik dengan system pascabayar.

Berdasarkan latar belakang tersebut yang dihubungkan dengan data di tengah-tengah masyarakat, penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut untuk dijadikan sebuah bahan kajian yang berbentuk skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Listrik Akibat Kesalahan Pengukuran Jumlah Pemakaian Arus Listrik (Studi pada PT

PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen listrik akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik?

(26)

1. Hak dan kewajiban konsumen listrik dan PT PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

2. Mekanisme pengukuran jumlah pemakaian arus listrik oleh PT PLN (Persero);

3. Tanggung jawab PT PLN (Persero) terhadap konsumen listrik yang dirugikan akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah perlindungan hukum terhadap konsumen listrik akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan Ekonomi khususnya Hukum Perlindungan Konsumen.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan hak dan kewajiban konsumen listrik dan PT PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

2. Mendeskripsikan bagaimana mekanisme pengukuran jumlah pemakaian arus listrik oleh PT PLN (Persero);

3. Mendeskripsikan bagaimana tanggung jawab PT PLN (Persero) terhadap konsumen listrik yang dirugikan akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

D. Kegunaan Penelitian

(27)

1. Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen listrik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan:

a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat luas sebagai konsumen listrik mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen listrik akibat kesalahan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik;

b. Sebagai bahan rujukan bagi PT PLN (Persero) sebagai Perusahan Listrik Negara yang meyediakan tenaga listrik untuk memperhatikan serta meningkatkan pelayanannya kepada konsumen listrik.

(28)

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum Konsumen

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut tata Bahasa Indonesia terdiri dari dua kata, yaitu perlindungan dan hukum. Perlindungan berasal dari kata dasar lindung, jika diberi awalan me- dan akhiran -i sehingga menjadi kata melindungi maka memiliki arti menjaga, merawat, memelihara, lebih jauh jika kata dasar lindung diberikan awalan pe- dan akhiran -an, sehingga menjadi kata perlindungan yang memiliki arti perbuatan untuk melindungi, yaitu menjaga, merawat dan memelihara.

Dalam mencari pengertian hukum, hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi hukum jawabannya pun berbeda, hal ini setidak-tidaknya untuk sebagian dapat diterangkan oleh banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran hukum, sehingga tidak mungkin orang menyatukan dalam satu rumus secara memuaskan. Pemaknaan kata perlindungan konsumen secara kebahasaan mencakup unsur-unsur, yaitu: 1) unsur tindakan melindungi; 2) unsur pihak-pihak yang melindungi; dan 3) unsur cara-cara melindungi, dengan demikian, kata perlindungan mengandung makna, yaitu suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu.1

1

(29)

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara-cara tertentu, yaitu dengan:

a. Membuat Peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk: 1. Memberikan hak dan kewajiban;

2. Menjamin hak-hak para subyek hukum.

b. Menegakkan peraturan (by law enforcement), melalui:

1. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen (pengguna tenaga listrik), dengan perjanjian dan pengawasan;

2. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) pelanggaran hak-hak konsumen listrik, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman;

3. Hukum perdata berfungsi untuk memulihkan hak (curative; recovery; remedy),

dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.2

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud perlindungan hukum adalah cara atau perbuatan untuk melindungi para pihak untuk mencegah adanya pelanggaran yang merugikan pihak-pihak, namun demikian, dalam penelitian ini hanya akan mengkaji perlindungan hukum terhadap konsumen listrik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

2. Perlindungan Konsumen

Setiap orang atau individu pada dasarnya merupakan konsumen atas barang dan/atau jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, oleh karena itu jumlah konsumen sangat banyak dan mencakup seluruh lapisan masyarakat. Menyadari akan hal itu sudah sewajarnya dan wajib hukumnya apabila konsumen tersebut diberikan perlindungan terhadap

2

(30)

perilaku-perilaku dari pihak-pihak tertentu yang akan merugikan konsumen. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi para pihak-pihak baik konsumen atau pelaku usaha dirasakan sangat penting sehingga hak dan kewajiban pihak-pihak dapat dilindungi dalam hal ini pelaku usaha dan konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen ditujukan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Secara umum semangat perlindungan konsumen di Indonesia adalah untukk mendukung pembangunan Indonesia terutama dari segi ekonomi yang seimbang dan adil, untuk mencapai semangat tersebut perlindungan konsumen dilaksanakan berdasarkan asas-asas sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 UUPK, yaitu:

a. Asas manfaat, dimaksudkan agar penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memeberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

b. Asas keadilan, maksudnya adalah agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

(31)

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatn barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

e. Asas kepastian hukum, bertujuan agar pelaku usaha dan konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelengaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Pasal 3 UUPK juga menyatakan bahwa perlindungan konsumen memiliki tujuan, diantaranya:

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksibarang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

B. Konsumen dan Pelaku Usaha 1. Konsumen

(32)

Konsumen adalah setiap pengguna barang dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk meproduksi atau memperdagangkan kembali barang dan/atau jasa tersebut, yang disebut sebagai konsumen akhir.3 Konsumen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setiap pengguna arus listrik yang disebut dengan konsumen listrik. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPK dikatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

b. Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak-hak konsumen pertama kali dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat John F.Kennedy dalam pidatonya di hadapan Kongres Amerika Serikat pada tanggal 15 Maret 1962. Dalam Pidatonya yang berjudul Protecting the Customer Interest itu, presiden John F. Kennedy menyatakan ada 4 (empat) hak konsumen, yaitu:

1) hak untuk memperoleh keselamatan (the right to safety); 2) hak untuk diberitahu (the right to be informed);

3) hak untuk memilih (the right to choose); dan 4) hak untuk didengar (the right to be heard).4

Berdasarkan Pasal 4 UUPK, hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3

Az. Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hlm. 37

4

(33)

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Berdasarkan Pasal 5 UUPK, kewajiban konsumen adalah:

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2. Pelaku Usaha

a. Pengertian Pelaku Usaha

(34)

PT PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang kelistrikan yang melayani masyarakat di seluruh nusantara bertekad untuk memberikan pelayanan jasa ketenagalistrikan yang terbaik dan memenuhi standar ketenagalistrikan yang dapat diterima dunia internasional dan mewujudkan hal itu dengan bertumpu pada kapasitas seluruh warganya, dalam menjalankan bisnisnya, PLN bertekad bekerja dengan semangat untuk selalu menghasilkan produk dan pelayanan yang terbaik serta memperlakukan pelanggan, mitra usaha, dan pemasok dengan adil tanpa membeda-bedakannya.

b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 6 UUPK, hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Berdasarkan Pasal 7 UUPK, kewajiban pelaku usaha adalah : 1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

(35)

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

C. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya

Pelanggaran atas perjanjian disebut wanprestasi, perkataan wanprestasi berasal dari bahasa

Belanda yaitu “wanbeheer” yang berarti pengurusan buruk, “wandaad” yang berarti

perbuatan buruk,5 sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan.6 Wanprestasi (default atau nonfulfilment atau yang disebut juga dengan istilah breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.7

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan tidak ada satu pihak yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

5

Subekti, 2004, Hukum Perjanjian, Penerbit PT Intermasa, Jakarta, Hlm. 45 6

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Pt. Citra Aditya, Bandung, Hlm. 203

7

(36)

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena: (1) kesengajaan; (2) kelalaian; (3) tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan dan kelalaian),8 akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum perbuatan melawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karena ada unsur sengaja atau tidak sengaja, dimana akibat hukumnya tetap sama, yakni dengan pemberian ganti kerugian dengan penghitungan-penghitungan tertentu, kecuali tindakan wanprestasi tersebut karena alasan-alasan memaksa (force majeure) yang umumnya memeang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi baik untuk sementara atau untuk selamanya.

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjiakan; c. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam sebuah perjanjian dapat dimintakan pertanggungjawaban oleh pihak yang merasa dirugikan. Dengan demikian, pelakunya bertanggungjawab karena perbuatannya telah melanggar hak-hak dan kepentingan konsumen, menimbulkan kerugian. Akibat hukum yang timbul bagi pihak yang melakukan wanprestasi dapat berupa:

1. Pemenuhan perjanjian secara sempurna;

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi, terdiri atas biaya, rugi, dan bunga; 3. Pembayaran ganti rugi saja;

4. Pembatalan perjanjian, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. 9

8

Ibid, Hlm. 88

9

(37)

Wanprestasi mempunyai akibat-akibat hukum yang begitu penting, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah ada pelanggaran terhadap kontrak karena wanprestasi tersebut. Ganti rugi atas wanprestasi menurut hukum perdata belanda hanya dapat ditentukan dalam bentuk uang jika objek perjanjian uang, maka kerugian yang diderita kreditur dimintakan pembayaran interest, rente, atau bunga.

D. Tanggung Jawab Hukum

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Tanggung Jawab secara kebahasaan adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya),10 sedangkan dalam bahasa inggris, kata tanggung jawab digunakan dalam beberapa padanan kata, yaitu liability, responsibility, dan accountability. Tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Di sini, ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika ada perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya.11

2. Bentuk-bentuk Tanggung Jawab Hukum

Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Tanggung jawab menurut hukum digantungkan pada adanya persyaratan yuridis sesuai dengan bidang hukumnya.

10

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1991, Kamus Bahasa Indonesia, edisi kedua, cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, Hlm. 1006

11

(38)

Tanggung jawab dalam hukum pidana berbeda dengan tanggung jawab dalam hukum perdata, umumnya tanggung jawab dalam hukum pidana mencakup unsur-unsur pokok, yaitu: (1) ada pelaku yang mampu bertanggungjawab; (2) ada tindakan atau perbuatan yang salah; dan (3) ada hukuman yang dijatuhkan, sedangkan tanggung jawab dalam hukum perdata digantungkan pada sifat hubungan hukum yang melahirkan hak-hak keperdataan. Tanggung jawab dalam hukum perdata dapat dimintakan berdasarkan pelanggaran kontrak karena wanprestasi atau melalui perbuatan melawan hukum. Untuk meminta pertanggungjawaban melalui hukum perdata mensyaratkan keharusan adanya kesalahan dari pihak pelakunya.12 Berikut ini adalah beberapa bentuk tanggung jawab hukum, yaitu:

a. Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan

Menurut prinsip ini, para pihak yang melakukan kesalahan dalam perjanjian atau melakukan wanprestasi baik yang disengaja atau tidak disengaja harus bertanggungjawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu.13 Tanggung jawab tersebut dimulai sejak adanya kesepakatan terhadap suatu hal yang diperjanjikan para pihak, sehingga pihak yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian itu akan bertanggungjawab berdasarkan kerugian yang nyata dialami oleh pihak yang lain atau yang dirugikan.

b. Tanggung Jawab Secara Langsung

Tanggung jawab secara langsung adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku, dimana tanggung jawab secara langsung digunakan sebagai solusi alternatif terhadap kebuntuan dalam meminta pertanggungjawabanhukum yang didasarkan pada kesalahan pelaku usaha, sehingga tanggung jawab secara tidak

12

Ibid, Hlm. 20

13

(39)

langsung sering diartikan sebagai tanggung jawab tanpa kesalahan. Tanggung jawab secara langsung atau tanggung jawab berdasarkan resiko dalam hukum perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencernaan, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan.

c. Tanggung Jawab Produk

Tanggung jawab produk adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer manufactur) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut.14 Mirip dengan pengertian tersebut, Agnes M. Taor mengatakan bahwa tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacad yang melekat pada produk tersebut.15

d. Tanggung Jawab Profesional

Pengertian tanggung jawab professional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa professional yang diberikan kepada klien.16 Ketentuan hukum yang dapat dijadikan dasar eksistensi tanggung jawab professional adalah ketentuan dalam Pasal 1601 KUH Pdt yang menjelasakn bahwa selain perjanjian untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu

14

H.E. Saefullah, 2000, Tanggung Jawab Produsen (product liability) dalam Era Perdagangan Bebas, Mandar Maju, Bandung, Hlm. 46

15

Agnes M. Taor, 1988, Penyalahgunaan keadaan dan Tanggung Jawab atas Produk di Indonesia. Yayasan Pusat Pengkajian dan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, Hlm. 7

16

(40)

dan oleh syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, perjanjian yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam perjanjian, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.

e. Tanggung Jawab Kontrak

Kontrak merupakan perjanjian dalam bentuk tertulis, perjanjian atau kontrak dapat dibuat dengan bebas asalkan didasarkan pada kesepakatan (agreement). Sehubungan dengan itu maka perjanjian atau kontrak merupakan indikator adanya hubungan hukum atau transaksi antarpihak, dengan kata lain tidak ada kontrak maka tidak ada hubungan hukum. Tanggung jawab kontrak adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku yang didasarkan pada perjanjian atau kontrak yang dibuat para pihak.

E. Ketenagalistrikan 1. Tenaga Listrik

(41)

Tenaga listrik atau yang lebih sering disebut arus listrik merupakan aliran muatan listrik berupa aliran elektron atau aliran ion. Aliran ini harus melalui media penghantar listrik yang biasa disebut sebagai konduktor. Konduktor yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kabel logam, kabel logam inilah yang digunakan untuk sebagai media dalam aliran arus listrik.17 Ketika dua ujung kabel disambungkan pada sumber tenaga listrik maka elektron akan mengalir melalui kabel penghantar dari kutub negatif menuju kutub positif. Aliran elektron inilah yang disebut sebagai aliran listrik sehingga sehingga aliran listrik yang disalurkan tersebut akan mengoperasikan atau menghidupkan peralatan rumah tangga, peralatan kantor, mesin industri dan menyediakan energi yang cukup untuk pencahayaan, pemanas, dan industri proses memasak.

2. Transmisi Tenaga Listrik

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Ketenagalistrikan menjelaskan bahwa transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. Transmisi atau penyaluran tenaga listrik menggunakan media penghantar seperti yang digunakan oleh semua orang atau konsumen pengguna listrik yaitu kabel listrik. Kabel listrik inilah yang berfungsi sebagai alat untuk menyalurkan listrik tersebut dari satu tempat ketempat yang lain. Tenaga listrik atau arus listrik yang disalurkan kepada konsumen disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, seperti untuk kebutuhan sosial, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan bisnis, kebutuhan industri dan kebutuhan pemerintah. Arus listrik yang disalurkan kepada konsumen sesuai kebutuhannya dibatasi oleh batas daya sesuai dengan kesepakatan pada perjanjian jual beli tenaga listrik. Semakian besar aliran listrik yang masuk dan diikuti semakin banyak

17

(42)

pemakaian arus listrik maka akan semakin besar juga harga yang akan dibayar oleh pengguna arus listrik tersebut.

F. PT PLN (Persero)

1. Sejarah PT PLN (Persero)

Berawal di akhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri. Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan- perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada pasukan tentara Jepang di awal Perang Dunia II. Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan Pimpinan KNI Pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia. Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW pada 27 Oktober 1945.

(43)

Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.18

PT PLN (Persero) merupakan perusahaan negara yang bergerak dibidang pelayanan umum yang bersifat profit, meskipun profit, perusahaan negara seperti ini sangat menguntungkan rakyat banyak sebab tujuannya lebih banyak diarahkan pada usaha memakmurkan rakyat.19

2. Visi dan Misi PT PLN (Persero)

PT PLN (Persero) dengan motonya “Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik” merupakan

perusahaan negara yang bergerak dibidang pelayanan umum yang bersifat profit, meskipun profit perusahaan negara seperti ini sangat menguntungkan rakyat banyak sebab tujuannya lebih banyak diarahkan pada usaha memakmurkan rakyat. Listrik untuk kehidupan yang lebih baik adalah merupakan cita cita yang seharusnya direalisasikan sehingga masyarakat sebagai konsumen listrik mendapatkan kepuasan dalam hubungannya pelaku usaha. PT PLN

(Persero) memiliki Visi dan Misi dalam mewujudkan “listrik untuk hidup yang lebih baik”,

yaitu:

1) Visi PT PLN (Persero) adalah:

Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.

2) Misi PT PLN (Persero) adalah:

18

http://www.pln.co.id diakses tanggal 4 April tahun 2012

19

(44)

a) Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham;

b) Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

c) Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi;

d) Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

PT PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang melayani masyarakat di seluruh nusantara, bertekad untuk memberikan pelayanan jasa ketenagalistrikan yang terbaik dan memenuhi standar ketenagalistrikan yang dapat diterima dunia internasional dan mewujudkan hal itu dengan bertumpu pada kapasitas seluruh warganya, dalam menjalankan bisnisnya, PLN bertekad bekerja dengan semangat untuk selalu menghasilkan produk dan pelayanan yang terbaik serta memperlakukan pelanggan, mitra usaha, dan pemasok dengan adil tanpa membeda-bedakannya.

3. Gambaran Umum PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang

(45)

pada potensi insani dan diakui di dunia internasional. PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang memiliki jumlah pelanggan sebayak 78. 378 pelanggan per periode bulan Mei 2012.

Berikut Wilayah usaha PT PLN (Persero) Wilayah Lampung dibagi menjadi beberapa Area yakni:

1) PLN Area Tanjung Karang 2) PLN Area Metro

3) PLN Area Kotabumi

Berikut ini adalah rayon di bawah PLN Area Tanjung Karang :

a) Rayon Karang melayani Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Karang Timur, Kemiling.

b) Rayon Wayhalim melayani Rajabasa, Sukabumi, Sukarame, Kedaton, Tanjung Senang. c) Ranting Teluk Betung melayani Padang Cermin, Punduh Pidada , Kelumbayan,

Kelumbayan Barat, Panjang, Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara.

d) Ranting Sutami melayani Tanjung Bintang, Tanjungsari, Way Panji, Way Sulan, Waway Karya (1/2), Merbau Mataram (1/2).

e) Ranting Natar melayani Natar, Tegineneng, Jati Agung, Negeri Katon.

f) Ranting Sidomulyo melayani Sidomulyo, Katibung, Penengahan, Merbau Mataram (1/2).

g) Ranting Kalianda melayani Bakauheni, Candipuro, Kalianda, Ketapang, Palas, Rajabasa, Sragi.20

20

(46)

Untuk memudahkan dalam proses penelitian maka penulis membatasi lokasi penelitian yaitu pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang yang mencakup Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Karang Timur, dan Kemiling. Berikut ini adalah jenis-jenis Pelayanan PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang meliputi 2 (dua) jenis pelayanan, yaitu:

1) Pelayanan Pelanggan

Pelayanan pelanggan oleh PT PLN Rayon Karang melayani: a. Pelayanan Pelanggan

1. Pasang Baru; 2. Tambah Daya; 3. Ganti Balik Nama; 4. Perubahan Tarif; 5. Dll.

b. Pengaduan baca meter c. Pembayaran rekening d. Informasi pelanggan e. Listrik Prabayar

2) Pelayanan Teknik

(47)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

G. Kerangka Pikir PT PLN (pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik)

(48)

Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa :

Perlindungan hukum sebagai cara atau perbuatan untuk melindungi para pihak yang dalam hal ini adalah konsumen listrik dan PT PLN (Persero) yang diberikan oleh hukum untuk mencegah adanya pelanggaran yang merugikan pihak-pihak. Perlindungan terhadap konsumen diatur dalam UUPK, UUPK merupakan payung hukum untuk melindungi konsumen dalam berbagai masalah konsumen, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa peraturan-peraturan yang lain juga mengatur perlindungan terhadap konsumen, kemudian berdasarkan Undang-Undang Ketenagalistrikan menyebutkan bahwa PT PLN (Persero) sebagai pelaku usaha pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan Konsumen Listrik melakukan sebuah kesepakatan jual beli dalam penggunaan arus listrik, dimana PT PLN

melakukan penjualan tenaga

listr ik dan kon sumen listrik membeli sehingga menimbulkan adanya hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban para pihak-pihak.

Konsumen listrik harus melakukan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran jumlah pemakain arus listrik yang digunakan sehingga dapat menagih haknya kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan kewajiban-kewajiban terkait dengan memberikan pelayanan yang baik dalam mengalirkan tenaga listrik kepada konsumen, kemudian yang lebih penting lagi adalah adanya kepastian hukum terkait dengan bagaimana mekanisme PT PLN (Persero) dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik, dan bagaimana upaya yang dilakukan PT

Hak dan kewajiban para pihak menurut Undang-Undang Ketenagalistrikan

Mekanisme

pengukuran/pencatatan jumlah pemakaian arus listrik oleh PT PLN

(49)
(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif terapan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji keberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action

pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan-patokan berperilaku dan bersikap tindak yang pantas. Penelitian tersebut dapat dilakukan (terutama) terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sepanjang bahan-bahan tersebut mengandung kaedah hukum1 di dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat menghasilkan kebenaran tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian adalah tipe deskriptif, yaitu mendeskripsikan secara jelas, rinci dan sistematis bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen listrik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

C. Pendekatan Masalah

1

(51)

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.2 Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis teoritis, yaitu penelitian dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hubungan hukum serta literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan berdasarkan dengan kenyataan hukum yang ada dalam masyarakat, sehingga penelitian ini mengkaji ketentuan hukum dalam peraturan perlindungan konsumen dan peraturan Ketenagalistrikan sebagai wujud perlindungan hukum terhadap konsumen listrik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik.

D. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. 1. Data Primer

Data primer meliputi data perilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto.3 Data primer dalam penelitian diperoleh secara langsung dari PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang, dengan melakukan observasi maupun wawancara pihak-pihak terkait pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang yaitu Bapak Nova Sagita sebagai Manger Rayon Karang, Ibu Puti Laksmi sebagai Supervisor Pelayanan Pelanggan Rayon Karang.

2. Data Sekunder

2

Ibid, Hlm. 112 3

(52)

Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yang meliputi perundang-undangan, yurisprudensi dan buku literatur hukum tertulis lainnya. Di samping studi pustaka, juga studi dokumen yang meliputi dokumen hukum yang tidak dipublikasikan melalui perpustakaan umum.4 Data sekunder dibedakan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier.5 Penulis memperoleh data sekunder melalui perundang-undangan, literatur-literatur serta bahan hukum lainnya yang diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer (primary law material) merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat berupa perundang-undangan yang terdiri dari:

1. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga listrik;

4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 tahun 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Indonesia;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat;

4

Ibid 5

(53)

8. Keputusan Presiden Nomor 90 tahun 2001 tentang Pembentukan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa literatur-literatur yang berkaitannya dengan permasalahan yang ditulis oleh peneliti.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misalnya kamus hukum dan majalah hukum dan bahan-bahan diluar bidang hukum, seperti majalah dan pencarian data melalui internet.

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian yang digunakan, yaitu :

a. Studi pustaka (library research) dilakukan dengan cara mempelajari, membaca, mencatat, memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku-buku, peraturan hukum, yang berkaitan dengan permasalahan.

(54)

Data yang diperoleh atau terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data/editing dilakukan setelah semua data dikumpulkan melalui wawancara, tujuannya adalah untuk menentukan kelengkapan data yang sesuai dengan pokok bahasan.

b. Klasifikasi data dilakukan untuk menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang diteliti sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

F. Analisis Data

(55)

1

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hak dan kewajiban konsumen adalah untuk mendapatkan pelayanan yang baik dalam pengukuran jumlah pemakaian arus listrik dengan membayar arus listrik yang digunakan dengan harga yang wajar, sebaliknya PT PLN (Persero) berkewajiban memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat serta wajib melakukan pengukuran jumlah pemakaian arus listrik sesuai standar operasional.

2. Mekanisme pengukuran jumlah pemakaian arus listrik yang dilakukan oleh petugas baca meter mengacu pada ketentuan yang dibuat oleh TIM ISO 9001:2008 PT PLN (Persero) Wilayah Lampung. Ketentuan ini menjelaskan bahwa mekanisme pengukuran jumlah pemakaian arus listrik dilakukan dengan mencatat langsung jumlah pemakaian arus listrik yang tertera pada KWh Meter konsumen.

(56)

2

kesalahan pengukuran tersebut, kemudian memberikan konpensasi kepada konsumen, dan mengembalikan restitusi.

B. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil normalisasi maka didapatlah rancangan model konseptual yang dibuat di Oracle SQL Developer Data Modeler seperti pada Gambar 7..

Dengan ini saya menyatakan menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas

Sedangkan sampel diambil adalah total sampling (sampel jenuh) sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi, yaitu 41 orang responden menjadi

β 1 = + 0,395, menunjukkan promosi jabatan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di Balai Konservasi dan Kebun Binatang Bali Zoo, yang artinya apabila

Untuk kinerja penumpang berdiri, jumlah terbesar penumpang berdiri di ruang tunggu dalam pada kondisi SOP adalah sebesar 131 orang, pada kondisi real sebesar 38 orang,

⁄ Pemodelan Data merupakan suatu teknik yang berorientasi kepada data dengan menunjukkan sistem hanya datanya saja terlepas dari bagaimana data tersebut akan diproses atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap prestasi kerja pegawai RSUD dr.Murjani di Sampit. Populasi adalah pegawai RSUD dr.

Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa jarak objek wisata paling jauh dengan pusat pemerintahan adalah Objek Wisata Gunung Kelud akan tetapi objek wisata inilah yang