SKRIPSI
Oleh: Siti Faridah Azmi NIM: 201210230311039
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN KEMAMPUAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PART TIME
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah Satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Siti Faridah Azmi NIM: 201210230311039
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Skripsi : Hubungan antara optimisme dengan kemampuan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time
2. Nama Peneliti : Siti Faridah Azmi
3. NIM : 201210230311039
4. Fakultas : Psikologi
5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 21 Desember 2015 - 02 Januari 2016
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 29 Januari 2016 Dewan Penguji
Ketua Penguji : Zakarija Achmat, M.Si Anggota Penguji : 1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si
2. Yuni Nurhamidah, M.Si 3.
Pembimbing I Pembimbing II
Zakarija Achmat, M.Si Ari Firmanto,M.Si
Malang, Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Dra. Tri Dayakisni, M.Si
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Siti Faridah Azmi
Nim : 201210230311039
Fakultas/Jurusan : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:
Hubungan antara Optimisme dengan Kemampuan Problem Focused Coping pada Mahasiswa yang Bekerja Part Time
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklutif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Mengetahui
Malang, 18 Januari 2016
Ketua Program Studi Yang menyatakan
Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si Siti Faridah Azmi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Optimisme Dengan Kemampuan Problem Focused Coping Pada Mahasiswa Yang Bekerja Part Time”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Zakarija Achmat, M.Si dan Ari Firmanto, M.Si selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan perhatiannya demi memberikan bimbingan dan arahannya yang sangat bermanfaat, sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
2. Diana Savitri Hidyati, M.Si selaku Dosen Wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu dari awal semester hingga saat ini.
4. Mahasiswa yang bekerja part time yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi subjek penelitian.
5. Keluarga besarku yang selalu mendukung dan memotivasi agar dapat menyelesaikan skripsi.
6. Teman-teman Psikologi A 2012, teman seperjuangan skripsi, sahabatku Lisa Noor Arida, Faris Dzulfiqar yang selalu memberikan support dari awal kuliah hingga saat ini serta Memet yang bersedia meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu.
7. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat peneliti harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
Malang, 18 Januari 2016
Siti Faridah Azmi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...i
SURAT PERNYATAAN ...ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN...vii
ABSTRAK ... 1
Problem Focused Coping ... 4
Aspek-aspek problem focused coping ... 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping ... 6
Optimisme... 6
Aspek-aspek optimisme ... 7
Mahasiswa yang Bekerja Part Time ... 7
Hubungan antara Optimisme dengan kemampuan Problem Focused Coping pada mahasiswa yang bekerja part time ... 8
Hipotesis ... 9
METODE PENELITIAN... 10
Rancangan Penelitian ... 10
Subjek Penelitian ... 10
Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10
Prosedur dan Analisa Data ... 12
HASIL PENELITIAN ... 12
Gambaran Subjek Penelitian ... 12
Hasil Analisa Data ... 14
DISKUSI... 14
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 16
REFERENSI ... 16
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 11
Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 12
Tabel 3. Perhitungan T-Score Optimisme... 13
Tabel 4. Perhitungan T-Score Problem Focused Coping ... 13
Tabel 5. Korelasi Optimisme dengan Problem Focused Coping ... 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pikir ... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Blue Print Skala Optimisme dan Problem Focused Coping ... 20
Lampiran 2. Skala Optimisme dan Problem Focused Coping... 25
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 29
Lampiran 4. Output Uji Korelasi Product Moment ... 33
Lampiran 5. Output Uji Normalitas & Linieritas ... 35
Lampiran 6. Data Subjek Penelitian ... 38 Lampiran 7. Skoring Skala Optimisme, Problem Focused Coping dan Perhitungan T-Score 46
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN KEMAMPUAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PART TIME
Siti Faridah Azmi 201210230311039
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang Azmifaridah20@gmail.com
Mahasiswa yang memilih untuk kuliah sambil bekerja part time memiliki tugas, tanggung jawab dan tuntutan yang lebih dibandingkan dengan mahasiswa biasa. Banyaknya tuntutan tersebut membuat mahasiswa banyak menghadapi tekanan. Sikap optimisme baik dimiliki mahasiswa yang bekerja part time mampu memunculkan problem focused coping dalam menghadapi tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan sampel sebanyak 349 orang mahasiswa yang kuliah dan bekerja part time yang berada di kota Malang. Metode pengambilan data menggunakan skala optimisme dan skala problem focused coping dan dianalisis menggunakan korelasi product moment. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara optimisme dengan kemampuan problem focused coping (p = 0,000, r = 0,637). Sumbangan
efektif variabel optimisme pada kemampuan problem focused coping sebesar 40,6%.
Kata kunci: optimisme, problem focused coping, mahasiswa part time
Students who are choosing to go to college while working part-time has more duties, responsibilities and demands than the usual students. Many demands to make students much pressure. Optimism is good for student who works part time were able to bring out the problem-focused coping in face of pressure. This research aims to find out the relationship between optimism with the ability problem-focused coping in students who work part-time. This research is the correlation quantitative with a sample of 349 college students who works part- time in Malang city. The method of obtaining data used a scale of optimism and problem-focused coping and analyzed using product moment correlation. The result of this research showed that there was a significant positive association between optimism and ability to problem-focused coping (p = 0.000, r = 0.637). The effective contribution of the variables of optimism on the ability to problem focused coping is 40.6%.
Keyword: Optimism, problem focused coping, student part time
Seseorang yang memiliki status sebagai mahasiswa merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang-orang yang menyandangnya karena mendapatkan kesempatan untuk menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi. Banyak pembelajaran serta pengalaman yang dapat diperoleh mahasiswa pada saat kuliah. Namun, sebagai mahasiswa tentunya ada kewajiaban dan bentuk tanggung jawab bagi mahasiswa itu sendiri yaitu dengan menyelesaikan studinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh perguruan tinggi. Pencapaian tertinggi sebagai mahasiswa adalah lulus dan mencapai gelar sarjana.
Sebagai mahasiswa yang aktif, tentunya banyak proses kegiatan perkuliahan yang harus diikuti seperti mengikuti proses perkuliahan, mendapatkan tugas baik individu maupun kelompok yang diberikan dosen pada setiap mata kuliah yang sedang ditempuh serta lainnya yang menjadi tanggung jawab tersendiri bagi seorang mahasiswa. Tidak jarang dengan padatnya kegiatan yang dimiliki, mahasiswa mengeluh dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Bagi mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik maka akan menjadi beban tersendiri, sehingga beban maupun keluh kesah yang ditampakkan merupakan salah satu gejala yang menunjukkan adanya stres dalam diri mahasiswa. Menurut Brecht (dalam Surnadiyasa, 2011) stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut.
Dewasa ini, sebagian mahasiswa tidak hanya memikirkan mengenai dunia perkuliahan saja melainkan banyak mahasiswa yang memilih untuk mengambil suatu pekerjaan untuk mengisi sebagian waktunya seperti bekerja part time. Berdasarkan wawancara singkat dengan sepuluh mahasiswa yang berada di kota Malang, beberapa alasan mahasiswa untuk bekerja diantaranya agar mandiri, menambah relasi bisnis, mengasah kemampuan diri, menerapkan teori yang didapatkan dibangku kuliah, menjalankan hobi, menabung untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, menambah pengalaman maupun menambah pemasukan uang saku. Adapun jenis pekerjaan yang biasa dilakukan antara lain adalah asisten laboratorium, waiters di caffe, bisnis jualan baik online maupun ditoko serta petugas catering. Kegiatan tersebut merupakan kepuasan tersendiri bagi sebagian mahasiswa sehingga sebagai mahasiswa tidak hanya memikirkan kuliah dan tugas yang diberikan oleh dosen-dosen kuliah saja, namun juga mempunyai tugas dan tanggung jawab tersendiri dari pekerjaan yang ditekuninya saat ini. Dengan adanya tuntutan dalam dunia perkuliahan ditambah dengan bekerja paruh waktu dapat membuat mahasiswa lebih tertekan dengan adanya tanggung jawab lebih, dimana mahasiswa tersebut dituntut untuk tetap produktif baik pada saat kuliah maupun pada saat bekerja serta dapat lebih mempertimbangkan jadwal bekerja dengan jadwal perkuliahan agar tidak terjadi benturan waktu. Banyaknya tenaga yang terkuras setelah bekerja seringkali mendatangkan rasa malas ketika dihadapkan dengan setumpuk tugas dari perkuliahan. Adapun rasa malas yang biasa dirasakan oleh mahasiswa adalah dimana mahasiswa terjebak dalam kenikmatan menghasilkan uang, sehingga mahasiswa menjadi tidak fokus dan akhirnya malas dalam mengkuti pelajaran kuliah.
3
terganggu, hidup kurang terarah dan tidak dapat mengatur waktu, namun sebagian informan ada yang memiliki efikasi positif. Hal yang melatarbelakangi informan berkaitan dengan kurang seimbang dalam mengatur waktu, kemudian jenis pekerjaan yang mereka tekuni dapat menumbuhkan pikiran positif, sehingga informan merasa yakin seimbang melakukan pekerjaan dengan kuliah, namun ada informan yang kurang merasa seimbang dengan lebih mementingkan pekerjaannya. Oleh karena itu, seorang mahasiswa yang memilih untuk bekerja part time harus mempertimbangkan dengan sangat baik kedua kegiatan tersebut, baik perkuliahan dan pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Sehingga mahasiswa yang memilih kuliah sambil bekerja part time tentunya memiliki tanggung jawab, tekanan dan tuntutan yang lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa biasanya. Tuntutan tersebut dapat dikatakan sebagai stressor atau sumber tekanan yang dimiliki oleh mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang menghadapi tekanan atau tuntutan baik dari perkuliahan maupun tugas dari pekerjaannya dapat merespon tekanan tersebut baik secara positif maupun negatif. Dimana respon tersebut disebut juga dengan coping. Perrez and Reixhert (dalam Eunike dkk, 2012) coping atau kemampuan mengatasi masalah adalah proses yang digunakan oleh seseorang dalam menangani tuntutannya yang mengalami stres. Sedangkan menurut Folkman (dalam Mariana, 2013) menjelaskan bahwa strategi coping adalah usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap tuntutan internal dan eksternal yang terjadi karena adanya transaksi dengan lingkungan yang penuh stres. Jadi, coping stress adalah proses individu untuk mencari, mengelola, dan menangani masalah yang menjadi sumber tuntutan agar dapat mengurangi tingkat stres.
Dengan melihat dari pemasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja part time, strategi coping yang tepat diperlukan agar dapat mengurangi stres yang dirasakan. Lazarus dan Folkman (2006) mengatakan, metode coping dibagi atas dua model, yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem focused coping) dan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping). Menurut Park dkk (dalam Bartram & Gardner, 2008) strategi coping berupa problem focused coping biasa digunakan seseorang dalam menghadapi masalah yang mereka anggap dapat mereka hadapi dan dapat diselesaikan melalui tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, misalnya menghadapi masalah tugas atau pekerjaan. Sedangkan strategi emotion focused coping digunakan bagi seseorang dalam menghadapi masalah yang menurut mereka hanya dapat diselesaikan dengan mengontrol emosi mereka, misalnya seseorang yang mengidap penyakit keras atau kehilangan seseorang. Tekanan atau masalah yang biasa dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja merupakan masalah-masalah yang dapat dikontrol dan diselesaikan dengan condong menggunakan problem focused coping, dimana dengan berfokus dalam tuntutan atau masalah yang dihadapi lebih banyak membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan begitu, diperlukan kemampuan mahasiswa dalam menghadapi dan memusatkan pada pemecahan masalah, sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang dapat terjadi dari permasalahan tersebut baik pada perkuliahan maupun pekerjaannya.
Artinya semakin baik komunikasi interpersonal dan problem focused coping mahasiswa maka semakin rendah tingkat stres dalam menyusun skripsi, dan begitu pula sebaliknya.
Mahasiswa yang bekerja part time memiliki respon yang berbeda-beda dalam menghadapi tekanan, maka dampak stress yang akan dimunculkan akan berbeda pula. Sebagai mahasiswa memiliki sikap optimis penting untuk menghadapi tekanan serta masalah agar dapat menekan stres yang diterima, dimana mahasiswa yang memiliki sikap optimis, mereka mau mencari pemecahan dari masalah atau stres yang dihadapinya, merasa yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, dan menghentikan pemikiran atau respon yang negatif terhadap tekanan yang dihadapinya. Seligman (1991) mendefinisikan sikap optimis sebagai suatu sikap yang mengharapkan hasil yang positif dalam menghadapi masalah, dan berharap untuk mengatasi stres dan tantangan sehari-hari secara selektif. Optimisme mendorong individu untuk selalu berfikir bahwa sesuatu yang terjadi adalah hal yang terbaik bagi dirinya. Optimisme tersebut akan membantu seseorang untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam pencapaian tujuan atau target seorang individu (Ekasari & Susanti, 2009).
Hasil penelitian Unuvar, Avsaroglu & Uslu (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa memperoleh skor cukup pada kepuasan hidup dan sangat optimisme. Mahasiswa perempuan lebih optimis dan puas daripada mahasiswa laki-laki dan semakin tinggi tingkat pendapatan yang diperoleh mahasiswa, mereka akan lebih optimis dan puas. Hasil lain menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara optimisme mahasiswa dan kepuasan hidup. Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara optimisme terhadap motivasi siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Maguwohajo, dimana semakin tinggi optimisme siswa semakin tinggi pula motivasi belajar mereka. Sebaliknya semakin rendah rasa optimisme akan rendah pula motivasi belajarnya (Noordjanah, 2013).
Banyaknya tuntutan yang dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja part time, mereka diharapkan agar dapat memiliki pemikiran dan sikap yang optimis. Dengan adanya sikap optimis tersebut, maka akan membantu mahasiswa untuk berfokus dalam mencari pemecahan masalah yang menimbulkan stres agar mahasiswa tersebut tidak terpuruk ataupun meninggalkan salah satu kewajiban yang dimilikinya baik sebagai mahasiswa yang aktif dalam perkulihan serta sebagai pekerja part time. Usaha yang dilakukan dapat meliputi menyusun rencana untuk langkah selanjutnya agar tidak jatuh pada situasi yang menekan lagi, bertindak serta berpikir positif agar tekanan atau stres yang mereka alami dapat berkurang.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara optimisme dengan kemampuan problem focused coping terhadap mahasiswa yang bekerja part time? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan kemampuan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time. Manfaat penelitian yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa bekerja part time untuk meningkatkan optimisme untuk memunculkan problem focused coping dalam mengatasi tekanan atau tingkat stres.
Problem Focused Coping
5
Folkman (dalam Sarafino, 1990) coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut.
Fungsi coping adalah sebagai suatu usaha yang dilakukan individu untuk menghadapi masalah atau tekanan yang muncul atau mengelola tanggapan emosionalnya dalam menghadapi tekanan tersebut. Cohen dan Lazarus (Taylor, 1991) mengemukakan untuk melakukan coping dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi, yaitu: (1) mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya; (2) menoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif; (3) mempertahankan gambaran diri yang positif; (4) mempertahankan keseimbangan emosional; (5) melanjutkan kepuasan individu terhadap hubungannya dengan orang lain. Adapun karakteristik dari coping yaitu mengarah pada problem focused coping dan emotion focused coping.
Lazarus dan Folkman (Achroza, 2013) menyebutkan dua jenis coping yang dilakukan individu apabila menghadapi masalah atau stres yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping merupakan tindakan yang ditampilkan oleh individu yang bertujuan untuk menimbulkan perubahan baik secara fisik, mental maupun sosial terhadap hal yang menimbulkan stres tersebut. Sedangkan emotional focused coping yaitu usaha individu untuk mengontrol emosi yang tidak mengenakkan.
Problem focused coping digunakan untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara- cara atau keterampilan yang baru. Problem focused coping dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mengatasi masalah (problem coping) dengan cara melawan sumber masalah yang muncul. Menurut Lazarus (1993) problem focused coping adalah usaha yang digunakan dalam mengatasi tekanan oleh seorang individu yang menghadapi masalah dan mencoba untuk memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem focused coping adalah usaha yang dilakukan individu dalam menghadapi masalah atau tekanan dengan berfokus pada pencarian pemecahan masalah hingga tuntas guna mengurangi tuntutan tersebut.
Aspek-aspek problem focused coping
Cohen dan Lazarus (dalam Achroza, 2013) mengungkapkan aspek-aspek problem focused coping terdiri dari:
a. Direct action, yaitu melakukan tindakan langsung untuk mengatasi masalahnya, contohnya melakukan negosiasi atau konsultasi, membujuk atau menghukum seseorang. b. Seeking information, yaitu mencari informasi termasuk mendapatkan pengetahuan
keterampilan baru mengenai stres yang dialami.
Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping
Adapun faktor-faktor yang dapat memperngaruhi munculnya problem focused coping Menurut Lazarus & Folkman (1984), antara lain:
a. Kesehatan dan energi, dimana kesehatan dan energi mempengaruhi berbagai macam bentuk strategi coping pada individu dan juga stres. Apabila individu dalam keadaan rapuh, sakit, lelah, lemah, tidak mampu melakukan coping dengan baik. Sehingga kesehatan fisik menjadi faktor penting dalam menentukan strategi coping pada individu. b. Keyakinan yang positif dianggap sebagai sumber psikologis yang mempengaruhi
strategi coping pada individu. Setiap individu memiliki keyakinan tertentu yang menjadi harapan dan upaya dalam melakukan strategi coping pada kondisi apapun.
c. Kemampuan pemecahan masalah pada individu meliputi kemampuan mencari informasi, menganalisis situasi yang bertujuan mengidentifikasi masalah untuk menghasilkan alternatif yang akan digunakan pada individu, mempertimbangkan alternatif yang akan digunakan, mempertimbangkan alternatif dengan baik agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terburuk, memilih dan menerapkan sesuai dengan tujuan pada masing-masing individu, hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi strategi coping. d. Keterampilan sosial merupakan faktor yang penting dalam strategi coping karena pada
dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, sehingga individu membutuhkan untuk bersosialisasi. Keterampilan sosial merupakan cara untuk menyelesaikan masalah dengan orang lain, juga dengan keterampilan sosial yang baik memungkinkan individu tersebut menjalin hubungan yang baik dan kerjasama dengan individu lainya, dan secara umum memberikan kontrol perilaku kepada individu atas interaksi sosialnya dengan individu lain.
e. Dukungan sosial, dimana setiap individu memiliki teman yang dekat secara emosional, pengetahuan, dan dukungan perhatian yang merupakan faktor yang mempengaruhi strategi coping pada individu dalam mengatasi stres.
f. Sumber material, salah satunya adalah keuangan, keadaan keuangan yang baik dapat menjadi sumber strategi coping pada individu. Secara umum masalah keuangan dapat memicu stres individu yang mengakibatkan meningkatnya pilihan dalam strategi coping untuk bertindak. Salah satu manfaat material bagi individu mempermudah individu dalam kepentingan hukum, medis, keuangan dan lain-lain. Hal ini menyebabkan individu yang memiliki materi dapat mengurangi resiko stres.
Optimisme
7
diri individu tersebut untuk tetap menjadi orang yang ingin menghasilkan sesuatu (produktif) yang menjadi tujuan untuk mencapai keberhasilan. Individu dapat dengan cepat mengubah diri agar dapat menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi sehingga diri tidak menjadi kosong (Carver & Scheir, 2003).
Optimisme membantu dalam bekerja, dan tidak hanya dalam pekerjaan penuh persaingan. Optimisme bisa berguna setiap kali pekerjaan menjadi sangat sulit dilakukan. Optimisme dapat membuat perbedaan besar antara menyelesaikan pekerjaan dengan baik, buruk, atau tidak selesai sama sekali (Seligman, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa optimisme adalah keyakinan dalam menyikapi sebuah peristiwa, baik peristiwa yang menyenangkan ataupun peristiwa yang tidak menyenangkan dengan memiliki harapan dan ekspektasi menyeluruh bahwa akan ada lebih banyak hal baik yang akan terjadi pada masa mendatang.
Aspek-aspek optimisme
Menurut Seligman (2001) mendeskripsikan individu-individu yang memiliki sifat optimisme akan terlihat pada aspek-aspek tertentu seperti dibawah ini:
a. Permanence berbicara tentang waktu, yaitu membahas tentang bagaimana seseorang menyikapi kejadian-kejadian yang menimpanya apakah akan berlangsung lama atau sementara. Orang yang optimis yakin bahwa kejadian negatif yang menimpanya bersifat sementara, sedangkan kejadian positif yang menimpanya bersifat lama atau permanen. b. Pervasiveness atau kemudahan menyebar berbicara mengenai ruangan, yaitu membahas
tentang bagaimana seseorang memandang kegagalan dan kesuksesan yang terjadi pada dirinya, apakah ia berpandangan secara universal atau secara spesifik. Orang yang optimis yakin bahwa kegagalan yang terjadi karena sesuatu yang bersifat spesifik, sedangkan kesuksesan disebabkan oleh sesuatu yang bersifat universal.
c. Personalization membahas tentang bagaimana seseorang memandang kegagalan dan kesuksesan yang terjadi apakah karena faktor internal atau eksternal. Orang yang optimis yakin bahwa kesalahan itu dari faktor eksternal, dan kesuksesan berasal dari faktor internal. Saat hal buruk terjadi, kita bisa menyalahkan diri sendiri (internal) atau meyalahkan orang lain atau keadaan (eksternal). Orang-orang yang menyalahkan dirinya sendiri saat mereka gagal membuat rasa penghargaan terhadap diri mereka sendiri menjadi rendah. Mereka berpikir mereka tidak berguna, tidak punya kemampuan, dan tidak dicintai. Orang-orang yang menyalahkan kejadian eksternal tidak kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadian-kejadian buruk menimpanya. Secara keseluruhan, mereka lebih banyak suka pada diri mereka sendiri daripada orang yang menyalahkan diri mereka sendiri.
Mahasiswa yang Bekerja Part Time
sampai dengan 26 tahun, mengalami transisi dari masa perkembangan remaja akhir ke pada tahapan berikutnya yaitu masa perkembangan dewasa awal. Menurut Kenniston (dalam Sutriani, 2012) masa dewasa awal merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara, hal ini ditunjukkan oleh kemandirian ekonomi dan kemandirian membuat keputusan.
Menurut Papalia & Olds (dalam Diaz, 2007) pada tahap dewasa muda mulai membentuk kemandirian dalam hal personal dan ekonomi. Melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi atau akademi, mengembangkan karir, serta membentuk hubungan sosial secara kelompok maupun yang mengarah pada perkawinan adalah tugas perkembangan yang menonjol pada tahap ini.
mahasiswa yang bekerja part time adalah mahasiswa yang mengambil peran sebagai orang yang aktif pada bangku kuliah serta meluangkan sebagian waktunya pada dunia kerja. Fenomena mahasiswa yang bekerja sudah lama muncul dikalangan mahasiswa. Bass (dalam Diaz, 2007) mengemukakan, mahasiswa bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, mengaktualisasikan diri, serta mencari pengalaman dan relasi. Spickard (dalam Diaz, 2007) menjelaskan mengapa mahasiswa bekerja, salah satunya adalah untuk menguji kemampuan serta intelektualitas yang mereka asah di bangku perkuliahan dalam kondisi nyata yaitu di lapangan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan yang mereka ambil. Mahasiswa yang bekerja biasanya menggunakan waktu luang mereka untuk melakukan pekerjaan.
Hubungan antara Optimisme dengan kemampuan Problem Focused Coping pada mahasiswa yang bekerja part time
Mahasiswa yang memutuskan untuk kuliah sambil bekerja dalam melaksanakan tugas sebagai mahasiswa maupun pekerja memiliki permasalahan dan tantangan tersendiri. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu mahasiswa itu sendiri dalam mencapai tujuannya. Perlu adanya tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja part time agar tercipta keseimbangan. Tindakan tersebut disebut dengan coping. Upaya-upaya yang dapat dilakukan mahasiswa untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres. Coping stress adalah pikiran dan tindakan yang digunakan individu guna untuk memperendah tingkat stress (Lazarus & Folkman, 1984). Dalam diri individu terjadi proses yang dinamis dalam menghadapi stres. Problem focused coping merupakan tindakan yang tepat digunakan mahasiswa untuk mengurangi tuntutan atau masalah yang dihadapi, dimana permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan yang dapat diatasi dengan tindakan yang tepat serta memfokuskan perhatian pada penanganan masalah. Mahasiswa yang bekerja part time dapat menggunakan problem focus coping dalam menghadapi tekanan atau masalah, dimana mahasiswa tersebut berusaha untuk merubah kondisi, ataupun meminimalisir situasi yang mengancam. Sehingga kemampuan mahasiswa dalam melihat dan memfokuskan diri (problem focused coping) dalam pencarian pemecahan tuntuan atau masalah yang dihadapi, sehingga mahasiswa tersebut dapat mengurangi tingkat stres ataupun dampak negatif dari pemasalahan tersebut.
9
memiliki sikap optimisme dimana optimisme itu sendiri berupa harapan-harapan positif yang akan membantu seseorang untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam pencapaian tujuan atau target seorang individu (Scheier dan Carver, 1987). Seligman (1991) mengusulkan karakteristik optimistic adalah hambatan yang buruk hanya berlangsung sementara, sedangkan pessimistic memandang hambatan yang buruk akan terjadi dalam waktu yang lama. Masalah yang dihadapi dianggap sebagai tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang memiliki sikap optimis sehingga menstimulasi upaya yang kuat untuk menanggulangi masalah tersebut. Mahasiswa yang optimis cenderung berorientasi coping yang berpusat pada masalah dan memperhatikan aspek-aspek positif dari permasalahan yang
dihadapi. Sebaliknya orang yang pesimis akan memusatkan perhatian pada perasaan-perasaan negatif, serta menjauhi pemecahan masalah.
Sikap optimis dalam menghadapi suatu tekanan atau masalah adalah suatu sikap yang baik dimunculkan oleh setiap orang terlebih kepada mahasiswa yang bekerja part time, karena dengan adanya sikap optimisme mahasiswa akan cenderung berpikir dan berusaha untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. Dengan adanya sikap optimisme yang tinggi tentu mahasiswa akan menyelesaikan permasalahan dengan tindakan perilaku yang baik tanpa menghindari atau lari dari permasalahan tersebut sehingga mampu memunculkan problem focused coping yang baik. Namun, apabila mahasiswa memiliki sikap optimisme yang rendah atau dapat dikatakan sikap pesimis dalam menghadapi suatu tekanan atau masalah, maka akan cenderung menghindari masalah tersebut dan merasa tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga memunculkan problem focused coping yang buruk. Dengan begitu perilaku yang dimunculkan adalah perilaku yang buruk yaitu berpikiran sempit, menghindar, tidak peduli, dan lari dari masalah. Adapun kerangka berpikir yang terdapat pada gambar 1 adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada hubungan antara masing-masing variabel optimisme dengan kemampuan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part-time, sehingga untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu karakteristik dari suatu variabel yang nilai-nilainya dinyatakan dalam bentuk angka, kemudian temuan penelitian tersebut menggunakan statistik berserta analisisnya (Sugiyono, 2005).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian korelasional, dimana penelitian korelasional mempelajari hubungan dua varaibel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variable berhubungan dengan variasi ataupun variable lain (Suryabrata, 2005). Alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional adalah penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel optimisme dan problem focused coping.
Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian adalah mahasiswa yang aktif pada bangku perkuliahan sambil
bekerja part time. Pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling, yaitu
dimana tidak semua unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel (Bungin, 2005). Populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan oleh faktor kebetulan atapun faktor lain yang sebelumnya direncanakan oleh peneliti. Pemilihan nonprobability sampling karena peneliti tidak mengetahui secara pasti jumlah mahasiswa yang bekerja part time yang ada di kota malang, sehingga peneliti menetapkan ciri-ciri yang mewakili populasi yang telah ditetapkan.
Jenis nonprobability sampling yang digunakan adalah quota sampling yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2005). Teknik ini lebih mementingkan tujuan penelitian dalam menentukan sampling penelitian, dimana pengambilan sampel dengan sejumlah subjek yang akan diteliti ditetapkan terlebih dahulu (Bungin, 2005). Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah subjek dengan kriteria mahasiswa yang terdaftar aktif pada perkuliahan sambil bekerja part time. Adapun jumlah subjek yang akan dalam penelitian ini sebanyak 349 sampel.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel independen (bebas) dalam peneitian ini adalah optimisme, sedangkan variabel dependen (terikat) adalah problem focused coping.
11
skala, semakin tinggi skor skalanya maka optimisme seseorang juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
Problem focused coping adalah baik atau buruknya kemampuan yang ditampilkan oleh seseorang dalam menghadapi masalah atau tekanan yang berfokus pada pencarian pemecahan masalah yang bertujuan untuk mengurangi tuntutan tersebut yang dapat dilihat dengan menggunakan skala, dimana semakin tinggi skor skala maka semakin baik problem focused coping, begitu pula sebaliknya.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Menurut Bungin (2005) skala adalah serangkaian atau daftar pernyataan yang disusun secara sistemetis dengan aturan tertentu, kemudian diberikan kepada subjek penelitian. Peneliti menggunakan skala likert. Skala likert adalah suatu himpunan butir pertanyaan sikap yang dipandang kira-kira sama dengan nilai persepsi. Subjek menanggapi setiap butir pernyataan dengan mengungkapkan intensitas dan taraf kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap pernyataan tersebut.
Variabel optimisme dalam penelitian ini diukur dengan skala adaptasi oleh Adilia (2010) yang disusun mengacu pada aspek-aspek optimisme dari teori Seligman (2001) yakni aspek permanence, pervasiveness, dan aspek personalization. Skala likert dimodifikasi menjadi empat pilihan respon, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Jumlah item pada skala ini adalah sebanyak 37 item.
Variabel problem focused coping dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala adaptasi oleh Achroza (2013) yang mengacu pada aspek-aspek Cohen dan Lazarus (dalam Achroza, 2013) yang meliputi direct action, seeking information, dan turing to other. Skala likert dimodifikasi menjadi empat pilihan respon, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Jumlah item pada skala ini sebanyak 48 item. Hasil try out uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS for windows versi 21. Adapun untuk masing-masing indeks validitas dan reliabilitas pada kedua variabel terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur Jumlah Item Indeks Validitas Indeks Reliabilitas
Valid (Alpha)
Optimisme 28 0,198 – 0,630 0,869
Problem focused coping 42 0,172 – 0,604 0,881
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas dengan df = 98, dan nilai r table = 0.1654, dengan batas validitas r hitung > r tabel. Pada skala optimisme, dari 37 item pernyataan diperoleh item valid sebanyak 28 item dan item gugur sebanyak 9 item. Setelah diuji kembali dengan membuang item yang gugur sehingga diperoleh tingkat reliabilitas sebesar 0,869. Kemudian hasil try out skala problem focused coping, dari 48 item pernyataan diperoleh item valid sebanyak 42 item dan item gugur sebanyak 8 item. Setelah diuji kembali dengan membuang item yang gugur sehingga diperoleh tingkat reliabilitas sebesar 0,881.
memudahkan dalam penelitian, sehingga pada skala optimisme jumlah item yang akan digunakan dalam penelitian sebanyak 22 item. Sedangkan untuk skala problem focused coping jumlah item yang akan digunakan dalam penelitian sebanyak 23 item.
Prosedur dan Analisa Data
Penelitian ini terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisa. Tahap persiapan diawali dengan menentukan perumusan masalah, menentukan variable penelitian, melakukan studi untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat. Kemudian peneliti menentukan indikator dan menyiapkan skala penelitian yaitu skala optimisme dan problem focused coping serta melakukan try out. Pelaksanaan try out dilakukan pada tanggal 5 November 2015 sampai dengan tanggal 14 November 2015 terhadap 100 subjek untuk memperoleh validitas dan reliabilitas skala. Kemudian peneliti mempersiapkan kembali instrumen yang telah diuji dan dilakukan beberapa penyisihan untuk dilakukan pengambilan data.
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan survey terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi mengenai tempat mahasiswa yang bekerja part time. Hal ini bertujuan agar dapat mempermudah peneliti untuk menyebarkan skala agar tepat sasaran. Kemudian peneliti mulai menyebarkan skala yang dilaksanakan tanggal pada tanggal 21 Desember 2015 sampai dengan 02 Januari 2016. Skala disebarkan kepada mahasiswa yang bekerja part time di Kota Malang baik secara on line maupuan off line sesuai dengan karateristik yang telah peneliti tentukan dan memperoleh subjek sebanyak 349 orang.
Setelah data diperoleh sesuai dengan jumlah subjek yang ditargetkan, kemudian peneliti melakukan analisa data untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu analisa korelasi product moment. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesa hubungan antara dua variabel (Sugiyono, 2007).
HASIL PENELITIAN
Gambaran Subjek Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terdapat karakteristik subjek mahasiswa yang bekerja part time adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian
Katagori Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin Perempuan 197 56,45%
Laki-laki 152 43,55%
Jenis Pekerjaan Part time Part time kampus 150 43%
Part time luar kampus 95 27,47%
13
Mean Standard
Deviasi
Katagori Interval Frekuensi Persentase
186,28 18,125 Sangat Tinggi 65,863-77,78 27 7,8%
Tinggi 53,945-65,862 92 26,3%
Sedang 42,027-53,944 175 50,1%
Rendah 30,109-42,026 47 13,5%
Sangat Rendah 18,19-30,108 8 2,3%
Tabel 2 menunjukkan subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin perempuan berjumlah 197 (56,45%) dan laki-laki berjumlah 152 orang (43,55%) dengan jenis pekerjaan part time yang bekerja didalam kampus sebanyak 150 orang (43%), part time yang bekerja diluar kampus sebanyak 95 (27,47%) serta subjek yang memliki usaha sendiri sebanyak 103 (29,53%).
Tabel 3. Perhitungan T-Score Optimisme
Variabel Mean Standard
Deviasi
Katagori Interval Frekuensi Persentase
Optimisme 190,63 18,235 Sangat Tinggi 62,29 -74 48 13,8%
Tinggi 51,503-62,296 91 26,1%
Sedang 40,709-51,502 162 46,4%
Rendah 29,915-40,708 42 12%
Sangat Rendah 19,12-29,914 6 1,7%
Tabel 3 menunjukkan data katagori variable optimisme dengan nilai mean sebesar 190,63 dan standart deviasi sebesar 18,235. Dibagi menjadi lima katagori yaitu sangat tinggi dengan nilai interval 62,297-74 berjumlah 48 orang memperoleh persentase 13,8%, pada katagori tinggi dengan nilai interval 51,503-62,296 berjumlah 91 orang memperoleh persentase 26,1%, pada katagori sedang dengan nilai interval 40,709-51,502 berjumlah 162 memperoleh persentase 46,4%, pada katagori rendah dengan nilai interval 29,915-40,708 berjumlah 42 orang memperoleh persentase 12% dan pada katagori sangat rendah dengan nilai interval 19,12-29,914 berjumlah 6 orang memperoleh persentase 1,7%.
Tabel 4. Perhitungan T-Score Problem Focused Coping
Variabel
Problem Focused Coping
30,109-42,026 berjumlah 47 orang memperoleh persentase 13,5% dan pada katagori sangat rendah dengan nilai interval 18,19-30,108 berjumlah 8 orang memperoleh persentase 2,3%.
Hasil Analisa Data
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hasil analisa data terhadap 349 subjek mahasiswa yang bekerja part time adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Korelasi Optimisme dengan Problem Focused Coping
Koefisien Korelasi (r) Indeks Analisis
Koefisien Korelasi (r) 0,637
Koefisien Determinasi ( ) 0,406
Taraf Kemungkinan Kesalahan 1%
P (Nilai Signifikansi) 0,000
Berdasarkan skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari perhitungan dengan menggunakan SPSS, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time dengan taraf signifikansi sebesar 1%. Hubungan optimisme dan problem focused coping signifikan karena nilai signifikansi yang ditunjukkan yaitu 0,000, yang artinya lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan yaitu 0,01 (0,000 < 0,001). Kemudian arah korelasi kedua variabel adalah positif yaitu 0,0637, maka korelasi kedua variabel bersifat searah. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi optimisme maka problem focused coping semakin baik.
Koefisien Determinasi ( ) variabel optimisme berdasarkan hasil analisa data diatas adalah sebesar 0,406 yang berarti sumbangan efektif dari optimisme tarhadap problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time sebesar 40,6% sedangkan pengaruh faktor lain terhadapi problem focused coping sebesar 59,4%.
DISKUSI
Berdasarkan hasil analisa data dalam penelitian ini diperoleh koefesien korelasi sebesar 0,637 dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 < 0,001 yang menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara optimisme dan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time. Artinya adalah ketika skor optimisme tinggi maka skor problem focused coping cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, apabila skor optimisme rendah maka problem focused coping cenderung rendah.
15
mahasiswa yang memiliki optimisme yang tinggi, maka mahasiswa mampu memunculkan problem focused coping yang baik dalam menghadapi masalah.
Secara teori, sikap optimisme pada individu membawa kearah kebaikan karena adanya keinginan dalam diri individu untuk tetap menjadi orang yang ingin menghasilkan sesuatu (produktif) yang menjadi tujuan untuk mencapai keberhasilan. Seseorang yang memiliki sikap optimis cenderung untuk menggunakan strategi coping yaitu problem focused coping dalam menghadapi tekanan atau stres, sedangkan orang yang pesimis lebih rentan untuk menghindar (Carver & Scheier, 2005). Dengan adanya sikap optimisme pada mahasiwa yang bekerja part time, tentunya dalam menghadapi masalah dapat berpikiran positif dan mampu memunculkan problem focused coping yang baik, seperti berusaha melakukan negosiasi dengan atasan mengenai jadwal kuliah dan pekerjaan, berusaha mencari solusi dari permasalahan yang dihadapai baik dari perkuliahan maupun pekerjaan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranandari (2012) yang menunjukkan bahwa individu-individu yang optimis lebih sering mengatasi stres dengan problem focused coping dan terorientasi pada tindakan serta menekankan penilaian positif terhadap peristiwa- peristiwa yang menimbulkan stres (Carver dan Scheier, 1985. Kemudian hasil penelitian Mariana (2013) menunjukkan hasil perolehan skor dari bentuk strategi coping stress dapat dilihat bahwa 67% mahasiswa cenderung menggunakan problem focused coping dan 33% mahasiswa cenderung menggunakan emotion focused coping dalam mengatasi stressor atau tekanan yang sedang dialaminya. Dari hasil penelitian diatas, mahasiswa yang bekerja part time yang berada di kota Malang dalam menghadapi permasalahannya sebagian besar mereka lebih conderung mampu memunculkan problem focused coping dengan memfokuskan masalah yang dihadapi untuk mencari penyelesaian dari masalah tersebut.
Dari hasil penelitian diatas, semakin memperkuat teori Lopez & Snyder (2003) yang menyatakan orang yang optimis akan lebih menggunakan strategi coping yang lebih berfokus untuk menangani tantangan atau masalah yang dihadapinya. Selanjutnya, optimis seseorang dapat merespon stressor yang dapat dihadapi langsung dengan memunculkan problem focused coping seperti tuntutan akademik (Solberg Nes & Segerstom, 2006). Begitu pula yang dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja part time. Optimisme yang dimiliki mahasiswa yang bekerja part time dalam menghadapi tuntutan dan masalah merupakan sikap positif yang mampu memunculkan problem focused coping yang baik, dimana mahasiswa mau berusaha untuk menangani masalah yang dihadapi dengan memfokuskan pada masalah sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Mahasiswa yang bekerja, mereka memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri Spickard (Diaz, 2007). Salah satu keuntungannya mahasiswa adalah mereka mendapatkan pengalaman lebih awal terhadap karir yang mereka akan tempuh, hal ini memberi informasi melalui apa yang mereka alami di lapangan kerja pada saat kuliah. Kerugiannya, tidak sedikit mahasiswa yang bekerja mengalami permasalahan dalam pembagian waktu dan penyelesaian tugas dibangku kuliah berkaitan dengan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, sikap optimisme yang ada pada diri mahasiswa yang bekerja part time tuntu akan memperoleh banyak keuntungan dan meminimalisir kerugian-kerugian yang dapat menghambat kegiatannya baik pada proses perkuliahan maupun pada proses bekerja. Optimisme dalam mahasiswa dapat berpikir lebih luas lagi mengenai masa depan kuliah mereka, dengan begitu mahasiswa dapat mengembangkan pikiran mereka lebih maju lagi melalui proses dunia perkuliahan maupun pekerjaan yang mereka jalani saat ini.
terhadap problem focused coping sebesar 59,4% yang tidak diteliti oleh peneliti. Faktor lain yang dapat mempengaruhi problem focused coping menurut Lazarus & Filkman (1984) antara lain: kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, kemampuan pemecahan masalah, keterampilan sosial dan sumber material.
Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan hambatan pada saat proses penelitian. Hambatan yang paling sulit adanya menyebarkan skala kebeberapa tempat dimana subjek mahasiswa sedang bekerja misalnya di laboratorium kampus atau caffe, sehingga subjek memerlukan beberapa hari untuk mengisi skala dan tidak jarang pula subjek tidak bersedia mengisi skala karena sedang disibukkan dengan pekerjaannya. Namun pada akhirnya peneliti dapat memperoleh jumlah data untuk memenuhi syarat penelitian serta dapat mengetahui adanya hubungan antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah terdapat beberapa item dari alat ukur yang tidak sesuai dengan indikator penelitian, sehingga tidak disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk menggunakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesa dapat diterima karena ada hubungan yang sangat signifikan antara optimisme dengan kemampuan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time. Adapun hasil analisis dengan dengan nilai korelasi sebesar 0,637 dengan nilai p sebesar 0,000. Semakin tinggi optimisme mahasiswa yang bekerja part time maka kemampuan problem focused coping yang dimunculkan cenderung baik. Adapun sumbangan efektif dari optimisme terhadap kemampuan problem focused coping sebesar 40,6%, artinya bahwa optimisme merupakan variabel yang berkontribusi kuat terhadap kemampuan problem focused coping. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi problem focused coping sebesar 59,4% tidak diteliti oleh peneliti.
Implikasi dari penelitian ini meliputi bagi subjek penelitian yaitu mahasiswa khususnya pada mahasiswa yang bekerja part time, diharapkan dapat menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang biasa ada pada saat kuliah ataupun dalam bekerja. Memiliki sikap optimisme berpengaruh dalam memunculkan problem focused coping sebesar 40,6% sehingga mahasiswa dapat mengatasi tekanan atau tingkat stress dan menyelelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan begitu mahasiswa yang kuliah memutuskan untuk kuliah sambil bekerja dapat bersikap optimis meskipun perkuliahan dan pekerjaan mereka juga terus berjalan secara bersamaan sehingga dapat meminimalisir kerugian yang dapat terjadi baik sebagai mahasiswa maupun sebagai pekerja. Kemudian bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian terkait dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi problem focused coping dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya juga dapat disarankan agar tidak menggunakan alat ukur yang sama atau dapat memperhatikan setiap item alat ukur sebelum digunakan agar sesuai dengan tujuan penelitian.
REFERENSI
17
pada mahasiswa FKIP bimbingan dan konseling Universitas Muria Kudus. Skripsi, Universitas Muara Kudus, Kudus.
Adilia, M. D. (2010). Hubungan self esteem dengan optimisme meriah kesuksesan karier pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skiripsi, Universitas Islam Negeri, Jakarta.
Aldwin, C. M. (2007). Stress, coping, and development: An integrative perspective (2nd ed). New York: Guilford Publications, Inc.
Anwar, H. (2001). Persepsi terhadap kecenderungan jenis perilaku coping orang tua dan optimisme pada remaja awal. Skripsi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Amartiwi, A. (2008). Problem focused coping pada perawat ditinjau dari self-efficacy dan dukungan sosial. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Azwar, S. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aveeq. (2009, Nov 28 td). Penelitian koreasional.Diakses tanggal 22 Oktober, 2015, dari http://id.scribd.com/doc/23272077/Penelitian-korelasional#scribd.
Bartram, D., & Gardner, D. (2008). Coping with stress (in practice).London: article.Accessed on September 15, 2015 from http://www.vetlife.org.uk/sites/default/files/resource files/PDF%20David%20Bartram%20Coping%20with%20Stress.pdf
Bungin, B. (2005). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Carver, C. S., Scheir M.F., Segerstrom S.C. (2010, February 1 st). Optimism.Retrieved January 08, 2015, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4161121/ Chang, W. (2014). Metodologi penulisan ilmiah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dani, S.C., dkk. (2012). Hubungan antara tingkat stres dengan strategi coping pada mahasiswa kepaniteraan klinik fakultas kedokteran Universitas Riau. Jurnal Psikologi. Universitas Riau, Riau.
Dermawan, D. (2013). Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Diaz, R. (2007). Hubungan antara burnout dengan motivasi berprestasi akademis pada
mahasiswa yang bekerja. Skripsi, Universitas Gunadarma, Depok.
Ekasari, A., & Susanti, N. D. (2009). Hubungan antara optimisme dan penyesuaian diri dengan stress pada narapidana kasus napza di lapas kelas ii a bulak kapal Bekasi,
2.Diakses pada tanggal 2 September, 2015, dari
www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/soul/a rticle/view/722.
Eunike R., Rustiana., & Widya Hary Cahyati. (2012). Hubungan antara stress kerja dengan pemilihan strategi coping pada dosen. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Diakses tanggal 01 April 2015 dari http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
Furr dan Elling. (2000). The influence of work on college student devolepment. Naspa Journal. Vol. 37, 454-470.
Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than iq for character, healthy, and life long achievement. New York: Bantam Books.
Hendryadi. (7 November 2012). Populasi dan sampel.Diakses tanggal 13 Desember 2015, dari http://teorionline.net/populasi-dan-sampel/
Jembarwati, O. (2012). Stres dalam menyelesaikan skripsi ditinjau dari optimisme dan coping strategi pada mahasiswa Universitas Semarang (USM). Skripsi, Universitas Semarang, Semarang.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer Lopez, J. S., & Synder. R.C. (2003). Positive psychologycal assesment. A hand book of
models and measurement. Americant Psychological Associations: Washington DC. Mariana, R. (2013). Hubungan antara optimisme dengan problem focused coping pada
mahasiswa tingkat akhir yang bekerja part time dalam menghadapi skripsi. Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang.
Muhonen, T., Torkelson, E. (2011). Exploring Coping Effectiveness and Optimism among Municipal Employees.Journal of Internet Psycholog. Accessed on January 08, 2015 from /PSYCH20110600008_77702278%20(4).pdf
Nasa, A. F. (2012). Hubungan antara relisansi keluarga dan optimisme pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Skripsi, Program Studi Sarjana Reluler, Depok Noordjanah, A. (2013). Hubungan harga diri dan optimisme dengan motivasi belajar pada
siswa MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. Skripsi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Pranandari, K. (2011). Perbedaan adversity quotient ditinjau dari problem focused coping dan emotion focused coping pada orang tua tunggal wanita. Skripsi, Universitas Gunadarman, Jakarta.
Prasetyo, B., & Jannah, L, M. (2005). Metode penelitian kuantitatif: Teori dan aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Ruryarnesti. (2014). strategi coping remaja korban parental abuse ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua dan gender korban. Jurnal ilmiah.Diakses tanggal 12 Januari, 2016 dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=175585&val=5455 &title=STRATEGI%20COPING%20REMAJA%20KORBAN%20PARENTAL% 20ABUSE%20DITINJAU%20DARI%20STATUS%20SOSIAL%20EKONOMI% 20ORANGTUA%20DAN%20GENDER%20KORBAN.
Rustina, E., & Cahyati, W. H. (2012). Hubungan antara stress kerja dengan pemilihan strategi coping pada dosen. Jurnal kesehatan masyarakat.Diakses pada tanggal 1 April 2015 dari http://journal.unnes.ac.id/indek.php/kemas
Sabela, O. I., Ariati, J. Setyawan. I. (2014). Ketangguhan mahasiswa yang berwirausaha: Studi kasus. Jurnal Psikologi Undip, 13, 170 – 189.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence perkembnagan remaja / john w. Santrock: alih bahasa, (Sinto B. Adelar; Sherly Saragih; editor, Wisnu C. Kristiaji. Yati Sumiharti). Jakarta: Erlangga.
19
Sarafino, E. (1990). Health psychology: A biopsycho-social interactions. New York: John Wiley & Sons.
Seligman, PH.D., & Martin, P.E. (2008). Menginstal optimisme. Bandung: PT Karya Kita Shrestha, T. (2013). Self-esteem and stress coping among proficiency certificate level nursing
students in nursing campus maharajgunjand lalitpur nursing campus. Journal of Nepal Health Research Council. Accesed on October 12, 2015, from http://www.jnhrc.com.np/index.php/jnhrc/article/view/406
Solberg Nes, L., & Segerstrom S. C. (2006). Dispositional optimism and coping: A meta- analytic review. Personality and Social Psychology Review. Acceses on January 04, 2015 from http://hopeoptimism.com/resources/dispositional-optimism-and- coping-a-meta-analytic-review
Sugiyono. (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sujono. (2014). Hubungan antara efikasi diri (self efficacy) dengan problem focused coping
dalam proses penyusunan skripsi pada mahasiswa fmipa unmul. eJournal Psikologi. Diakses tanggal 20 Oktober 2015 dari http://ejournal.psikologi.fisip- unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/11/jurnalku%20(11-17-14-05-21-08).pdf Sundari, J. (2012). Hubungan antara tingkat stress dengan intensitas olahraga pada
mahasiswa regular 2008 fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas Indonesia. Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Surnadiyasa. (21 November, 2011). Kesehatan mental (konsep stres). Diakses tanggal 21 September 2015 dari http://id.scribd.com/doc/73301874/Makalah-Kesehatan- Mental-Konsep-Stress
Suryabrata, S. (2005). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sutriani, N. M. (22 Juni, 2012). Karakteristik perkembangan masa dewasa. Diakses tanggal 25 Oktober 2015 dari https://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/22/karakteristik- perkembangan-masa-dewasa/
Taylor, S. E. (1991). Healthy psychology (2nd ed.). New York: McGraw-Hill.
T, Shrestha. (2006). Self-esteem and stress coping among proficiency certificate level nursing students in nursing campus maharajgunjand lalitpurnursing campus.Retrieved Oct 12, 2015 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24908532
Ulfah, S. H. (2010). Efikasi diri mahasiswa yang bekerja pada saat penyusunan skripsi. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
21
Blue print skala Penelitian optimisme
No Aspek
Optimisme Indikator Favorable Jumlah Item Unfavorable Jumlah
1 Pemanence Yakin bahwa hal yang 2, 12, 13, 14, 16, 15, 18 8
20
baik bersifat
permanen atau
buruk bersifat
sementara
2 Pervasiveness Menjelaskan secara 3, 5, 7, 8, 17 9, 10, 19, 21 9
spesifik ketika menghadapi masalah
buruk dan
menjelaskan secara
umum dalam
menghadapi sesuatu yang baik
3 Personalization Meyakini ketika gagal 1, 4, 11 6, 22 5
pada suatu peristiwa fakor luar sedangkan keberhasilan karena fakor internal
Total 14 8 22
Blue print skala penelitian problem focused coping
No Aspek Indikator Jumlah Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Direct action
2 Seeking Information
3 Turning to other Berusaha menyelesaikan masalah secara langsung Berusaha mencari informasi atau pendapat mengenai masalah Berusaha mencari bantuan kepada orang lain untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
2, 3, 6, 7 1, 4, 5 7
8, 13, 14 9, 10, 11, 12, 15 8
bersifat permanen atau menetap dan hal yang buruk bersifat
sementara
Total 10 13 23
Blue print skala optimisme
No Aspek
Optimisme Indikator Favorable Jumlah Item Unfavorable Jumlah
1 Pemanence Yakin bahwa
hal yang baik 1. Setiap masalah yang saya hadapi adalah titik awal dari setiap keberhasilan saya 2. Jika saya tidak pernah
putus asa, saya yakin kesuksesan saya akan terus berlanjut
3. Saya berusaha lebih keras setelah mencapai kesuksesan untuk mepertahankan
kesuksesan yang telah saya raih
4. Saya gagal mencapai target kuliah saya, namun saya masih bisa mencapai target baru dan yakin kali ini pasti berhasil
5. Saya mengalami kegagalan saat ini, tapi belum tentu besok saya gagal lagi
6. Saya yakin kejadian buruk saya masih bisa dirubah dengan usaha dan doa
1. Meskipun saya sudah 8 belajar tapi mendapat nilai jelek, maka kedepannya saya tidak akan belajar lagi karena pasti akan mendapat nilai jelak lagi
2. Karena kemampuan saya minim, betapa pun saya berusaha saya tidak akan berhasil
2 Pervasiven ess Menjelaskan secara spesifik ketika menghadapi masalah buruk dan menjelaskan secara umum dalam
menghadapi sesuatu yang baik
1. Jika saya gagal pada ujian, saya tetap akan bisa menjalani aktivitas kuliah saya dengan baik 2. Saya mampu tetap
produktif dalam kuliah walaupun lelah
3. Meskipun saya gagal mendapat nilai A disalah satu mata kuliah, itu tidak akan membuat saya gagal dalam menargetkan IPK 4. Saya selalu optimis dengan masa depan saya
5. Kualitas diri saya membuat saya yakin,
1. Saya gagal dalam 9 pekerjaan karena saya sial
2. Ilmu-ilmu dikampus tidaklah berguna dalam mencari pekerjaan yang layak 3. Kemampuan saya
23
3 Personaliz ation
Meyakini ketika gagal pada suatu peristiwa fakor luar sedangkan keberhasilan karena fakor internal
saya dapat bertanggung jawab dengan kuliah saya walaupun sambil bekerja
1. Saya percaya dengan diri dan kemampuan saya
2. Saya dapat focus dalam
kuliah dan pekerjaan, karena saya telah berusaha keras
3. Jika saya berusaha keras, saya pasti bisa bertanggung jawab dengan tugas kuliah dan pekerjaan
1. Saya tidak percaya 5 diri dengan kemampuan saya 2. Saya tidak yakin
dengan kesuksesan masa depan saya karena saya tidak memiliki banyak kemampuan
Total 14 8 22
Blue print skala problem focused coping
No Aspek Indikator Jumlah Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Direct action
2 Seeking Information Berusaha menyelesaikan masalah secara langsung Berusaha mencari
informasi atau pendapat mengenai masalah
1. Saya melakukan negosiasi dengan atasan untuk menyesuaikan waktu bekerja dan kuliah 2. Saya mampu
mengatasi
permasalahan dalam kuliah ataupun pekerjaan
3. Jika saya melakukan kesalahan, saya segera
memperbaikinya 4. Saya merasa optimis
dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik
1. Saya mendapat informasi mengenai masalah yang biasa saya hadapi dari berbagai Sumber 2. Saya mendapatkan
arahan yang jelas dari atasan guna memperbaiki
kesalahan saya 3. Ketika saya
mengalami
1. Saya tidak mempunyai 7
target untuk
menyelesaikan suatu tugas
2. Saya tidak mampu mengatasi kesulitan yang timbul dalam proses kuliah dan pekerjaan
3. Saya bingung, apa yang harus saya dahulukan ketika jadwal kuliah dan pekerjaan berbenturan
1. Saya tidak yakin akan 8 kemampuan yang saya miliki sehingga saya melakukan pekerjaan setengah-setengah 2. Saya tidak dapat
berpikir jernih apabila sedang menghadapi masalah
3 Turning to other
Berusaha
mencari 1. Saya meminta saran dari sahabat ketika 1. Saya patah semangat ketika ada teman yang 8
bantuan
kepada ora ng 2. mengalami kesulitan Saran maupun kritik 2. menjatuhkan saya Sulitnya mencari solusi
lain unt k dari teman saya membuat saya tertekan
menyelesaik n u terima dengan sehingga menjadi putus
kesulitan, saya berusaha mencari solusi yang tepat untuk
menyelesaikannya
menentukan sikap dengan tepat
4. Saya susah menerima masukan dari orang lain 5. Saya mudah menyerah
ketika dihadapkan masalah
a masalah yang sedang
dihadapi
lapang dada sebagai bahan pertimbangan dalam
menyelesaikan masalah
3. Bantuan dari orang lain dalam tugas kuliah dan pekerjaan membuat saya tenang
asa
3. Saya kurang
mempedulikan saran- saran dari teman dalam menyelesaikan masalah 4. Saya tidak berinteraksi
dengan teman-teman selama berada pada tekanan
5. Tidak adanya teman untuk sharing
membuat saya putus asa ketika menghadapi permasalahan yang sulit
25
Assalamualaikum.wr.wb
Saya Siti Faridah Azmi mahasiswa psikologi semester tujuh Universitas Muhammadiyah Malang sedang melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar serjana. Karena itu di sini saya mohon bantuan dan kesediaan Anda dalam mengisi kuesioner, demi kelancarannya penelitian ini, saya pribadi mengucapkan terima kasih.
Inisial :
Universitas & Semester :
Jenis Kelamin :
Usia :
Jenis Pekerjaan Part time : a. Awal Memulai Bekerja :
b. Lama Bekerja :
c. Tempat Bekerja :
d. Waktu Bekerja :
e. Alasan Bekerja :
PETUNJUK MENGERJAKAN
Berikut adalah sejumlah pernyataan, Anda diminta untuk memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut dengan cara memilih salah satu jawaban sebagaimana dijelaskan pada petunjuk cara mengerjakan:
1. Kesediaan Anda untuk mengerjakan adalah “ PENTING”
2. Usahakan agar semua jawaban nomor terjawab dan tidak ada yang terlewatkan 3. Semua jawaban BENAR, asalkan dijawab dengan jujur sesuai keadaan Anda
4. Berilah tanda ( ) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia pada lembar jawaban: SS = Apabila sangat sesuai dengan pernyatan
S = Apabila sesuai dengan pernyataan
TS = Apabila tidak sesuai dengan pernyataan
STS = Apabila sangat tidak sesuai dengan pernyataan Contoh:
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Setiap masalah yang saya hadapi adalah titik awal dari setiap keberhasilan saya
Jawaban di atas menunjukkan kesesuaian dengan diri Anda 5. Jawaban Anda di rahasiakan
27
Skala 1
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Saya percaya dengan diri dan kemampuan saya
2 Setiap masalah yang saya hadapi adalah titik awal dari setiap
keberhasilan saya
3 Jika saya gagal pada ujian, saya tetap akan bisa menjalani aktivitas kuliah
saya dengan baik
4 Saya dapat focus dalam kuliah dan pekerjaan, karena saya telah berusaha
keras
5 Saya mampu tetap produktif dalam kuliah walaupun lelah
6 Saya tidak percaya diri dengan kemampuan saya
7 Meskipun saya gagal mendapat nilai A disalah satu mata kuliah, itu tidak
akan membuat saya gagal dalam menargetkan IPK
8 Saya selalu optimis dengan masa depan saya
9 Saya gagal dalam pekerjaan karena saya sial
10 Ilmu-ilmu dikampus tidaklah berguna dalam mencari pekerjaan yang
layak
11 Jika saya berusaha keras, saya pasti bisa bertanggung jawab dengan tugas
kuliah dan pekerjaan
12 Jika saya tidak pernah putus asa, saya yakin kesuksesan saya akan terus
berlanjut
13 Saya berusaha lebih keras setelah mencapai kesuksesan untuk
mempertahankan kesuksesan yang telah saya raih
14 Saya gagal mencapai target kuliah saya, namun saya masih bisa mencapai
target baru dan yakin kali ini pasti berhasil
15 Meskipun saya sudah belajar tapi mendapat nilai jelek, maka kedepannya
saya tidak akan belajar lagi karena pasti akan mendapat nilai jelak lagi 16 Saya mengalami kegagalan saat ini, tapi belum tentu besok saya gagal
lagi
17 Kualitas diri saya membuat saya yakin, saya dapat bertanggung jawab
dengan kuliah saya walaupun sambil bekerja
18 Karena kemampuan saya minim, betapa pun saya ber