ABSTRACT
THE EFFECT OF CLAY-MADE GRANULES MATERIAL ON THE VEGETABLES HYDROPONIC GROWTH WITH WICK SYSTEMS
By Iis Marlina
This study aimed to determine the effect of granul growing media on growth and yield of hidroponic vegetables in a wick system. The design of this study used Randomized Complete Block (RCB) with factorial arrangement and three replications. The first factor consisted of three levels : kale (S1), spinach (S2), mustard (S3). The second factor ware the sizes of the granules with four levels : size 12 mm (M1), 6 mm (M2), 4 mm (M3) and husk char (M4) as the control. Each plan was grown in a wicked pot. There were 12 treatment combinations, with three replications. Parameters observed were physical properties of the media, evapotranspirasi, number of leaves, growth, and yield. Data was analyzed using the Analysis of Variance (ANOVA) 1% and 5% levels of significance, followed by LSD comparasion. Results showed that there was no significant interaction between media and types of plant. However; sizes of media significantly affected the evapotranspiration, growth, and yield.
ABSTRAK
PENGARUH MEDIA TANAM GRANUL DARI TANAH LIAT TERHADAP PERTUMBUHAN SAYURAN HIDROPONIK SISTEM
SUMBU (Wick System)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam granul terhadap pertumbuhan dan hasil dari sayuran hidroponik dalam sistem sumbu. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dan dilakukan tiga kali ulangan. Faktor pertama terdiri dari tiga tingkat : kangkung (S1), bayam (S2), sawi (S3). Faktor kedua yaitu ukuran granul dengan empat tingkat : ukuran granul 12 mm (M1),6 mm (M2),4 mm (M3) dan arang sekam (M4) sebagai kontrol. Setiap rencana ditanam dalam pot sumbu. Ada 12 kombinasi perlakuan, dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah sifat fisik media, evapotranspirasi, jumlah daun, pertumbuhan, biomassa, dan hasil. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Varians (ANOVA) 1% dan 5% tingkat signifikan, diikuti oleh LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara media dan jenis tanaman. Namun, Ukuran media secara signifikan mempengaruhi evapotranspirasi, pertumbuhan, dan hasil.
PENGARUH MEDIA TANAM GRANUL DARI TANAH LIAT TERHADAP PERTUMBUHAN SAYURAN HIDROPONIK SISTEM
SUMBU (Wick System)
Oleh IIS MARLINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Candra Kencana kabupaten
Tulang Bawang Barat pada tanggal 27 Juli 1991 sebagai, anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Abdul Somad dan Ibu Rustini. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) Tunas Harapan Candra Kencana
diselesaikan tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 05 Candra Kencana pada tahun 2004, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) di SMP Negeri 01 Tulang Bawang Tengah diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA PGRI 01 Tumijajar diselesaikan pada tahun 2010.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif di bidang organisasi dalam Lembaga Kemahasiswaan internal kampus sebagai Anggota Pengabdian Masyarakat (2011-2012) Perhimpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Universitas Lampung.
Penulis melaksanakan Praktik Umum pada Bulan Juli-Agustus 2013 di Parung
Rumah Tangga dengan Sistem DFT ” dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata
PERSEMBAHAN
”Dengan menyebut nama Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang”
Puji Syukur Kepada Allah SWT
Atas Segala Nikmat dan
Karunia
-Nya sebagai
wujud ungkapkan kasih sayang, dan terima kasih,
kupersembahkan karyaku ini untuk:
Ibu, Ayahku, dan saudara perempuanku,serta atas dukungan
teman-teman sejawat, berkat doa, kesabaran, dan segala bentuk
kasih sayangnya.
Almamater UNILA yang telah menjadi tempat saya menimba ilmu pengetahuan dan
pengalaman.
serta
Sahabat-sahabat TEP Angkatan ‘10
terimakasih atas kebersamaan, canda tawa
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, tauladan sepanjang zaman.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Media Tanam Granul dari Tanah Liat Terhadap
Pertumbuhan Sayuran Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System)” ini adalah salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.
Penulis memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak cobaan, suka dan duka yang dihadapi, namun berkat ketulusan do’a, semangat, bimbingan,
motivasi, dan dukungan orang tua serta berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Maka pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku pembimbing pertama dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, bantuan, saran dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku pembahas bukan pembimbing dan selaku
Ketua Jurusan Teknik Pertanian yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini lebih sempurna.
4. Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S., beserta para Wakil Dekan
5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Pertanian yang telah memberikan pengetahuan
dan pengalaman yang berharga selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Orang tua ku tercinta, Ibu dan Bapak yang tak henti-hentinya memberikan semangat, dukungan, motivasi, material, dan kasih sayang yang diberikan.
7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 2010 yang telah menjadi teman seperjuangan dan pemberi dukungan serta motivasi selama ini.
Bandar Lampung, 17 Februari 2015
DAFTAR ISI
2.1.2 Hubungan antara Larutan Nutrisi dan Jenis Tanaman ... 6
2.2 Hidroponik ... 7
2.2.1 Teknologi Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System)... 8
2.3 Larutan Nutrisi ... 9
2.3.1 EC Larutan Nutrisi ... 9
2.3.2 Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik ... 10
2.4 Media Tanam ... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
3.2 Alat dan Bahan ... 14
ii
3.3.1 Rancangan Percobaan ... 14
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 16
3.4 Pengamatan ... 22
4.2 Pengamatan Lingkungan ... 25
4.3 Pengamatan Larutan Nutrisi ... 28
4.3.1 Electrical Conductivity (EC) ... 28
4.3.2 Hubungan antara EC dengan pH ... 29
4.3.3 Derajat Keasaman (pH) ... 31
4.3.4 Suhu Larutan ... 33
4.3.5 Hubungan antara suhu larutan dengan pH ... 33
4.4. Pertumbuhan Vegetatif ... 35
4.4.1 Evapotranspirasi... 35
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Tata Letak Percobaan ... 15
2. Sifat Fisik Tanah ... 24
3. Daya Serap Air ... 24
4. Hasil analisis sidik ragam pada nilai evapotranspirasi ... 38
5. Hasil analisis sidik ragam pada nilai bobot brangkasan... 42
6. Kadar Air Tanah ... 52
7. Kapasitas Lapang (%) ... 53
8. Daya serap granul ... 53
9. Intensitas cahaya (lux)... 54
10. Pengamatan suhu di dalam greenhouse ... 55
11. Electrical conduktivity (EC) yang digunakan pada 1 MST ... 56
12. Electrical conduktivity (EC) yang digunakan pada 2 MST ... 56
13. Electrical conduktivity (EC) yang digunakan pada 3 MST ... 57
14. Electrical conduktivity (EC) yang digunakan pada 4 MST ... 57
15. Pengamatan suhu larutan pada pagi hari ... 58
16. Pengamatan suhu larutan pada siang hari ... 59
17. Pengamatan suhu larutan pada sore hari ... 60
iv
19. Evapotranspirasi rata-rata harian (mm/botol/hari) ... 62
20. Evapotranspirasi kumulatif (mm/botol/hari) ... 63
21. Pengaruh jenis tanaman dan ukuran granul terhadap evapotranspirasi ... 64
22. Pengaruh jenis tanaman dan ukuran granul pada tinggi tanaman 1 MST ... 65
23. Pengaruh jenis tanaman dan ukuran granul pada tinggi tanaman 2 MST .... 66
24. Pengaruh jenis tanaman dan ukuran granul pada tinggi tanaman3 MS ... 67
25. Jumlah daun pada 1 MST ... 68
26. Jumlah daun pada 2 MST ... 68
27. Jumlah daun pada 3 MST ... 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Tahap pembuatan granul ... 16
2. Granul ukuran (a), 12 mm, (b), 6 mm dan (c) 4 mm... 25
3. Intensitas cahaya harian Greenhouse ... 26
4. Temperatur hariangreenhouse ... 27
5. Electrical conductivity larutan nutrisiselama penelitian ... 28
6. Grafik hubungan antara EC dengan pH ... 31
7. Derajat keasaman (pH) selama penelitian ... 31
8. Tanaman mengalami defisiensi unsur Fe dan Ca ... 32
9. Hubungan Suhu larutan dengan pH ... 35
10. Pengaruh jenis sayuran terhadap evapotranspirasi ... 36
11. Pengaruh ukuran granul terhadap evapotranspirasi ... 36
12. Evapotranspirasi kumulatif ... 38
13. Grafik jumlah daun per minggu ... 40
14. Grafik pengaruh jenis tanaman terhadap nilai bobot brangkasan ... 42
15. Grafik pengaruh ukuran granul terhadap nilai bobot brangkasan ... 43
16. Skema Hidroponik Sistem Sumbu (Wick system) ... 50
vi
18. Granul ukuran 12 mm ... 71
19. Granul ukuran 6 mm ... 71
20. Ukuran granul... 71
21. Lux meter ... 72
22. TDS meter ... 72
23. pH meter ... 72
24. Tinggi tanaman 1 MST ... 73
25. Tinggi tanaman 2 MST ... 73
26. Tinggi tanaman 3 MST ... 73
27. Hasil panen kangkung ulangan 1 ... 74
28. Hasil panen kangkung ulangan 2 ... 74
29. Hasil panen kangkung ulangan 3 ... 74
30. Hasil panen bayam ulangan 1 ... 75
31. Hasil panen bayam ulangan 2 ... 75
32. Hasil panen bayam ulangan 3 ... 75
33. Hasil panen sawi ulangan 1 ... 76
34. Hasil panen sawi ulangan 2 ... 76
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sayuran banyak digemari masyarakat karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, protein nabati, dan serat. Kandungan gizi yang terkandung dalam
sayuran dapat memberi asupan gizi yang cukup untuk mencegah segala penyakit
yang berbahaya bagi tubuh. Banyak jenis sayuran yang dikonsumsi, baik dalam bentuk segar (lalapan) maupun olahan seperti bayam, kangkung dan sawi
(Supriati dan Herliana, 2014).
Pada umumnya masyarakat lebih menyukai sayuran segar, sehingga
membutuhkan penanganan yang baik dalam produksinya agar memiliki kualitas
yang baik. Penyediaan sayuran secara langsung untuk konsumen dapat menjadi alternatif yang tepat, akan tetapi terkendala dengan semakin sempitnya lahan di perkotaan, karena itu sistem bercocok tanam yang tidak memerlukan lahan yang
luas sangat diperlukan. Salah satu solusi untuk menanam sayuran tanpa memerlukan lahan yang luas adalah dengan budidaya secara hidroponik.
Hidroponik merupakan sistem bercocok tanam yang menggunakan media selain tanah (Mas’ud, 2009). Kelebihan dari bercocok tanam secara hidroponik yaitu :
2
dan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Budidaya hidroponik terdiri dari
dua sistem yaitu sistem hidroponik substrat dan non substrat. Salah satu sistem yang terdapat dalam budidaya hidroponik adalah sistem sumbu (wick system)
(Lingga, 2005).
Sistem sumbu (wick system) merupakan sistem yang paling sederhana dalam
budidaya hidroponik. Sumbu sebagai perantara penyalur larutan makanan tanaman dalam media tanam (Soeseno, 1985). Sistem sumbu bersifat pasif, karena tidak ada bagian-bagian yang bergerak. Sumbu yang digunakan harus
memiliki daya kapilaritas tinggi dan tidak cepat lapuk sehingga dapat berfungsi untuk menyerap larutan nutrisi (Karsono, 2013).
Dalam budidaya hidroponik hal yang perlu diperhatikan adalah larutan nutrisi. Larutan nutrisi merupakan sumber pasokan nutrisi bagi tanaman untuk
mendapatkan makanan dalam budidaya hidroponik. Pada umumnya kepekatan
larutan nutrisi yang sesuai untuk sayuran daun berkisar antara 2,5 – 4 mS/cm, namun setiap sayuran memiliki kepekatan larutan nutrisi yang berbeda-beda untuk pertumbuhan agar mendapatkan hasil yang lebih baik (Untung, 2004). Nutrisi
terdiri dari unsur hara makro dan mikro yang merupakan unsur hara yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Kelengkapan unsur hara yang
terkandung pada larutan nutrisi serta jumlah yang sesuai ditentukan oleh
kepekatan larutan yang dibutuhkan untuk tanaman. Larutan nutrisi yang terlalu pekat atau encer mengakibatkan kematian sel sehingga daun menjadi kecoklatan
3
Selain larutan nutrisi, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu
media tanam. Fungsi dari media tanam ini sebagai tempat tumbuh dan tempat penyimpanan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Media
tanam untuk hidroponik harus memenuhi persyaratan media tanam yang baik bagi tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin serta drainase lancar. Media tanam yang digunakan tidak
boleh mengandung racun (toksik). Media tanam yang biasa digunakan dalam budidaya hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam,
spons, dan sebagainya (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Menurut penelitian Perwtasari, dkk (2012) penggunaan media arang sekam memperoleh hasil terbaik. Hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata tanaman dengan parameter panjang, luas
daun, bobot basah, dan bobot kering total tanaman pakcoy. Lebih lanjut, Silvina dan Syafrina (2012) menyatakan bahwa interaksi medium campuran pasir dan arang sekam dengan pemberian pupuk organik cair 3 cc/liter air memberikan hasil
yang lebih baik untuk semua parameter yang diamati. Tetapi media tanam arang sekam memiliki kekurangan yaitu tidak dapat digunakan berulang kali dalam
budidaya serta tidak memiliki nutrisi ataupun unsur hara untuk pertumbuhan tanaman karena proses pembakaran (Primanthoro dan Indriani, 1995). Selain itu, arang sekam juga tidak memiliki daya topang yang kuat terhadap tanaman
4
Pada penelitian ini media tanam yang digunakan yaitu granul yang dibuat dari
tanah liat. Granul merupakan gumpalan-gumpalan dari partikel yang berukuran lebih kecil. Ukuran granul biasanya berkisar antara 4-12 cm. Walaupun
demikian, bermacam-macam ukuran granul dapat dibuat tergantung dari tujuan pemakaiannya. Kelebihan dari media tanam granul yaitu tidak perlu mengganti granul saat akan digunakan kembali. Penelitian media tanam granul masih sedikit
dilakukan, sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan media tanam granul dalam budidaya hidroponik.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh ukuran media tanam granul terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa jenis sayuran.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penggunaan media tanam granul untuk sayuranhidroponik sistem sumbu dengan pertumbuhan dan hasil
produksi yang optimal.
1.4 Hipotesis
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ragam Jenis Sayuran
Setiap jenis sayuran memiliki karakteristik dan manfaat kandungan gizinya masing-masing. Jenis sayuran dapat dikelompokkan dalam tiga macam berdasarkan bagian yang dikonsumsi yaitu :
1. Sayuran Buah
Sayuran buah memilki waktu yang lama untuk pertumbuhannya karena tanaman
ini harus mengalami dua tahap dalam pertumbuhannya dimulai dari fase vegetatif terlebih dahulu kemudian ke masa berbuah. Untuk sayuran buah yang dimakan yaitu bagian buahnya maka dari itu disebut sayuran buah. Yang termasuk dalam
sayuran buah yaitu tomat, terong, dan cabai. 2. Sayuran Daun
Jenis tanaman sayuran daun merupakan sayuran yang memanfaatkan bagian
daunnya untuk dikonsumsi. Pada umumnya ada bagian – bagian sayuran daun yang digunakan untuk dikonsumsi. Sayuran daun yang dapat dikonsumsi banyak
sekali diantaranya selada, sawi, bayam, dan kangkung. 3. Sayuran Umbi
6
2.1.1 Manfaat Sayuran Bagi Tubuh
Sayuran memiliki kadar air yang tinggi dan banyak mengandung vitamin dan mineral, rendah kalori, serta kaya akan serat. Dengan kandungan gizi yang
dimiliki sayuran maka sayuran dipercaya memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Berbagai khasiat sayuran bagi tubuh seperti yang terkadung pada bayam yaitu
dapat membantu meningkatkan kerja ginjal dan melancarkan pencernaan. Untuk mendapatkan khasiat dari sayuran maka perlu adanya pengolahan yang benar sebelum dikonsumsi. Biasanya pengelolahan sayuran jangan terlalu matang
karena zat-zat yang berkhasiat yang terkandung didalamnya akan hilang atau rusak (Supriati dan Herliana, 2014).
2.1.2 Hubungan antara Larutan Nutrisi dan Jenis Tanaman
Batasan jenis tanaman yang dapat dihidroponikkan sampai saat ini masih belum jelas. Jenis sayuran yang dapat dihidroponikkan antara lain paprika, tomat,
mentimun, selada, sawi, kangkung dan bayam (Prihmantoro dan Indriani, 1999). Budidaya hidroponik sama seperti halnya dengan budidaya secara konvensional yang menggunakan pupuk. Tetapi dalam budidaya secara hidroponik, pupuk
disebut sebagai larutan nutrisi. Larutan nutrisi yang dibutuhkan harus mengandung unsur makro dan mikro. Unsur makro merupakan unsur yang
banyak dibutuhkan bagi tanaman seperti Nitrogen (N) 250 ppm, Posfor (P) 62 ppm, Kalium (K) 300 ppm, Kalsium (Ca) 175 ppm, dan Magnesium (Mg) 62 ppm. Sedangkan unsur mikro yaitu unsur yang sedikit dibutuhkan bagi tanaman
7
biasanya lebih banyak digunakan agar daunnya berukuran besar. Namun, jika
daunnya berukuran sangat besar maka laju evapotranspirasinya besar juga sehingga daunnya bisa menjadi cepat layu. Saat musim hujan biasanya udara
akan lembab sehingga intensitas cahaya matahari berkurang sebaiknya kandungan Mg harus ditingkatkan. Peningkatan ini akan menyebabkan kualitas klorofil meningkat sehingga fotosintesisnya dapat berlangsung walaupun tidak optimal.
Sebaliknya jika cuaca dalam keadaan cerah maka tanaman akan cepat dan banyak meyerap unsur hara (Sutiyoso, 2003).
2.2 Hidroponik
Hidroponik merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah tetapi menggunakan media tanam selain tanah seperti kerikil, pasir, gambut, vermiculite, dan serbuk gergaji, yang diberi tambahan larutan nutrisi yang mengandung unsur
essensial yang dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Resh, 2004). Menurut Wijayani dan Widodo (2005), menyatakan bahwa hidroponik merupakan salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil dan kualitas tanaman. Dalam budidaya hidroponik tanaman yang biasa dibudidayakan yaitu tanaman hortikultura seperti tanaman sayuran,
tanaman hias dan tanaman buah (Prihmantoro dan Indriani, 1998).
Beberapa keuntungan dari budidaya tanaman secara hidroponik dibandingkan dengan budidaya tanaman secara konvensional adalah sebagai berikut :
1. produksi tanaman lebih tinggi
2. tanaman lebih terjamin bebas dari serangan hama dan penyakit
8
4. proses penyulaman lebih mudah
5. tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit 6. budidaya tanaman tidak bergantung iklim
7. lebih efisien karena dapat dilakukan di lahan yang sempit
Berdasarkan jenis media tanam yang digunakan dalam hidroponik dibagi menjadi
tiga macam yaitu kultur air, kultur pasir, dan kultur bahan porous seperti kerikil dan pecahan genting (Lingga, 2005). Menurut Karsono (2013) terdapat enam tipe dasar dari sistem hidroponik, yaitu wick system (sistem sumbu), water culture
(kultur air), nutrient film technique (NFT), aeroponic, ebb and flow (flood and drain), drip irrigation (irigasi tetes).
2.2.1 Teknologi Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System)
Sistem sumbu (Wick system) juga dikenal dengan istilah capillary wick system (CWS) yang merupakan suatu sistem pengairan dengan menggunakan prinsip kapilaritas. Sistem sumbu dalam teknik hidroponik dikenal sebagai sistem pasif
karena tidak ada bagian yang bergerak, kecuali air yang mengalir melalui saluran kapiler dari sumbu yang digunakan. Sistem sumbu memanfaatkan prinsip
kapilaritas dimana larutan nutrisi diserap langsung oleh tanaman melalui sumbu. Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana. Beberapa kelebihan dari sistem ini yaitu tidak memerlukan biaya investasi yang besar, dapat
memanfaatkan barang bekas, dan bahan yang digunakan mudah dicari. Namun sistem ini memiliki kelemahan yaitu apabila tanaman yang ditanam membutuhkan
9
terjadi resirkulasi larutan karena proses kapilarisasi hanya terjadi dari media
larutan ke media tanam saja (Lee et al., 2010).
2.3 Larutan Nutrisi
Pada teknologi hidroponik larutan nutrisi merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman sehingga pemberian larutan nutrisi harus
sesuai dengan jumlah komposisi yang dibutuhkan. Larutan nutrisi dibagi menjadi dua yaitu unsur makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn,
B, dan Mo) (Sutiyoso, 2003).
Menurut Lingga (2005) tanaman memerlukan unsur makro lebih banyak
dibandingkan dengan unsur mikro. Meskipun demikian, dalam budidaya hidroponik unsur mikro tidak dapat digantikan dengan unsur yang lain karena apabila tanaman kekurangan salah satu unsur tersebut maka, akan berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
2.3.1 Daya Hantar Listrik Larutan Nutrisi
Kualitas larutan nutrisi pada umumnya dapat diketahui dengan mengukur daya
hantar listrik/electrical conductivity (EC) larutan. Kepekatan kadar garam yang terkandung dalam nutrisi mempengaruhi nilai electrcal conductivity (EC) dan sebaliknya (Lingga, 2005). Electrical conductivity (EC) untuk sayuran daun
berkisar 1,5-2,5 mS/cm. Tanaman tidak dapat menyerap unsur hara yang bersifat jenuh jika EC yang digunakan terlalu tinggi. Batasan jenuh untuk sayuran daun
10
EC yang terlalu tinggi akan menyebabkan toksisitas atau keracunan dan sel-sel
akan mengalami plasmolisis (Sutiyoso, 2003).
2.3.2 Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik
Menurut Lingga (2005) kepekatan pupuk organik cair dalam sejumlah air yang dilarutkan harus tepat sesuai kebutuhan tanaman. Jika kepekatan larutan nutrisi rendah akan mengakibatkan efektivitas pupuk menjadi berkurang sedangkan jika
berlebihan mengakibat tanaman menjadi layu bahkan mati. Larutan yang pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimal hal ini dikarenakan oleh tekanan osmose sel lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel akibat dari aliran
balik cairan dari sel – sel tanaman (plasmolisis) (Wijayani dan Widodo, 2005).
Untung (2004) menyatakan bahwa untuk tanaman yang masih kecil, pengaturan
EC berkisar antara 1-1,5. Namun, setelah menjelang berbunga atau berbuah, EC bisa ditingkatkan sampai 2,5-4. Pada umumnya nilai EC lebih dari 4 akan menimbulkan toksisitas atau keracunan pada tanaman.
Selain EC, pH juga menentukan tingkat keberhasilan dari budidaya hidroponik. Umumnya untuk derajat keasaman (pH) suatu larutan pupuk dalam budidaya
hidroponik berkisar antara 5,5-6,5 atau bersifat asam. Kisaran tersebut memiliki daya larut unsur-unsur hara makro dan mikro yang baik. Apabila nilai pH kurang dari 5,5 atau lebih dari 6,5 maka daya larut unsur hara tidak sempurna lagi
bahkan, unsur hara mulai mengendap sehingga tidak bisa diserap oleh akar
tanaman. pH yang lebih dari 6,5 menyebabkan kondisi larutan menjadi basa yang
11
tanaman. Hal ini disebabkan oleh unsur Mn yang menggantikan unsur Fe di
dalam selimut EDTA yang menyelubungi Fe. Akibatnya Fe bergerak bebas di dalam larutan sehingga membentuk ferrifosfat yang mengendap sehingga Fe tidak
dapat diserap oleh akar tanaman (Sutiyoso, 2003).
2.4 Media Tanam
Dalam teknologi hidroponik, media tanam merupakan salah satu bagian yang penting untuk mendukung keberhasilan pertumbuhan tanaman. Media tanam
yang digunakan harus disesuaikan dengan tanaman yang akan ditanam. Secara umum, media yang baik harus menjaga kelembaban daerah disekitar akar,
menyediakan cukup oksigen, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Harjoko (2009) menyatakan bahwa penggunaan media dakron mampu mendukung pertumbuhan akar lebih baik dibandingkan dengan media krikil
maupun kertas. Selain itu, pendapat lain menyatakan bahwa media arang sekam memberikan hasil paling baik pada pertumbuhan dan hasil tanaman bayam secara hidroponik pada parameter tinggi tanaman umur 28 hst, luas daun, panjang akar,
volume akar, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman (Kirani, 2011).
Media tanam hidroponik biasanya bermacam-macam seperti arang sekam, pasir,
zeolit, rockwool, gambu (peat moss), dan serbuk sabut kelapa (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
1. Arang sekam
12
dengan cara disanggrai dan dibakar. Arang sekam dapat dibuat sendiri maupun
dibeli di toko saprotan atau kios penjual tanaman. Arang sekam mengandung unsur Mangan (Mn) dan silikon (Si). Tetapi arang sekam tidak memiliki nutrisi
ataupun hara untuk pertumbuhan tanaman karena proses pembakaran (Supriati dan Herliana, 2014).
Media arang sekam biasanya digunakan untuk tanaman hidroponik seperti tomat, mentimun, dan paprika. Tetapi bukan berarti tanaman jenis sayuran lain tidak bisa menggunakannya. Media arang sekam memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam penggunaannya. Kelebihan dari arang sekam antara lain yaitu harganya relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan mempunyai
porositas yang baik. Kekurangannya yaitu jarang tersedia di pasaran, biasanya bahannya masih berupa kulit gabah yang belum diolah, hanya dapat digunakan dua kali dan jika digunakan dalam skala komersial harganya menjadi mahal
(Prihmantoro dan Indriani, 1999). Media arang sekam memiliki banyak rongga untuk bersirkulasi sehingga aerasi dan drainasenya baik.
1. Tanah Liat
Tanah liat merupakan jenis tanah yang bertekstur paling halus dan lengket atau berlumpur. Karakteristik dari tanah liat itu sendiri adalah memiliki pori-pori
berukuran kecil (pori-pori mikro) yang lebih banyak dari pada pori-pori yang berukuran besar (pori-pori makro) sehingga memilki kemampuan untuk menyerap air yang cukup kuat (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
13
kurang dari 2 µm dan terdiri dari mineral liat silikat, bahan amorf dan merupakan
bahan aktif penyusun tanah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya >35%, porositasnya relatif tinggi 60% tetapi sebagian besar merupakan ruang pori
kecil. Akibatnya, daya hantar air lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.
2. Proses Granulasi
Granulasi adalah proses pelekatan partikel serbuk menjadi partikel yang lebih
besar. Tujuan dari proses granulasi yaitu mencegah segresi campuran serbuk, memperbaik sifat alir campuran, memperbaiki kompresibilitas serbuk, mengontrol kecepatan pelepasan obat, memperbaiki penampilan produk, dan mengurangi
terjadinya debu. Efektifitas dan hasil granulasi tergantung pada beberapa sifat yaitu besarnya ukuran partikel bahan aktif dan tambahan, tipe bahan pengikatyang
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – Oktober 2014 di
greenhouse Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan, TDS meter, pH meter, lux meter, ayakan, penyemprot, mesin granulator, tampah, camera digital, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih kangkung, bayam, sawi, air, pupuk hidroponik, arang sekam, tanah liat, sumbu kompor, botol air mineral volume 1,5 liter.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok
15
a. Faktor pertama jenis sayuran : kangkung (S1), bayam (S2), sawi (S3).
b. Faktor kedua media tanam : granul 12 mm (M1),6 mm(M2), 4 mm (M3), arang sekam (M4).
c. Kombinasi Perlakuan yang diperoleh adalah: S1M1, S1M2, S1M3, S1M4, S2M1, S2M2, S2M3, S2M4, S3M1, S3M2, S3M3, S3M4.
d. Rancangan percobaan ini menggunakan tiga kelompok, sehingga akan
diperoleh 36 satuan percobaan dengan tata letak hasil sebagai berikut : Tabel 1. Tata Letak Percobaan
Perlakuan Kelompok
I II III
1 S1M2 S1M3 S1M1
2 S2M2 S3M3 S2M2
3 S3M2 S2M4 S3M3
4 S2M1 S1M2 S1M3
5 S1M1 S2M3 S2M4
6 S2M3 S2M2 S2M3
7 S3M1 S1M1 S1M2
8 S3M3 S3M2 S3M1
9 S1M3 S1M4 S2M1
10 S2M4 S3M4 S3M4
11 S3M4 S3M1 S1M4
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Tahap pembuatan granul dari tanah liat dapat digambarkan pada diagram alir sebagai berikut :
Gambar 1. Tahap pembuatan granul Mulai
Penjemuran tanah liat
Penggilingan tanah liat
Pembuatan granul untuk ukuran 4 mm dan 6 mm menggunakan
granulator
Pembuatan granul ukuran 12 mm secara manual
Penjemuran granul
Pembakaran granul
17
Pelaksanan penelitian di lapangan terdiri dari dua tahap, yaitu :
1. Persiapan
1.1 Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah diambil dari lahan yang telah disiapkan untuk diuji sehingga
diketahui sifat fisiknya. Sampel tanah yang diambil dengan ring sampel berupa contoh tanah terganggu (disturbed soil sample). Data yang diambil dalam
penelitian meliputi:
- Data sifat fisik tanah, yaitu tekstur tanah, kerapatan isi, dan kapasitas lapang, kadar air tanah
- Daya serap Media Tanam
a) Uji Sifat fisik tanah
Penentuan tekstur tanah menggunakan contoh tanah terganggu. Tekstur tanah ditentukan dengan cara memasukkan tanah ke dalam gelas ukur sebanyak
sepertiga jumlah air yang ada dalam gelas ukur tersebut dan ditambahkan sedikit
deterjen. Kemudian tanah dan deterjen diaduk secara merata atau dikocok dan didiamkan selama beberapa hari untuk melihat kandungan yang ada pada tanah. Jika kandungan tanah sudah didapat maka dapat dihitung persentase untuk
kandungan tanah tersebut, selanjutnya persentase yang sudah didapat dilihat pada segitiga tekstur (lampiran 51) untuk menentukan tekstur dari tanah yang
digunakan sebagai media tanam. Kerapatan isi dihitung dengan rumus (2), Kadar air tanah menggunakan rumus (3). Pengukuran kapasitas lapang tanah dilakukan
18
sampai seluruh ruang pori terisi air dan menetes dari permukaan bawah. Contoh
tanah tersebut didiamkan selama 24 jam sampai tidak ada lagi air yang menetes dari permukaan bawah. Kapasitas lapangdihitung dengan menggunakan
persamaan matematis sebagai berikut :
� = �1−�2
Berat tanah kering = Bobot wadah berisi tanah kering 105°C – bobot
19
b) Daya serap granul
Daya serap = − � 100%
Keterangan:
BB = bobot basah granul yang sudah ditetesi air
BK = bobot kering granul
2. Uji pendahuluan pH granul
Uji pendahuluan pH dilakukan dengan cara membuat larutan nutrisi yang terdiri dari nilai EC yang berbeda-beda seperti EC 1 mS/cm, EC 1,5 mS/cm dan EC 2
mS/cm dengan tiga ukuran granul. Setelah larutan nutrisi dibuat kemudian masukkan granul kedalam masing-masing wadah. Granul yang dimasukkan sesuai ukuran dan EC yang digunakan. Uji pendahuluan ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui kenaikan pH yang terjadi pada semua ukuran media granul dengan penggunaan EC yang berbeda-beda.
3. Pembuatan Media Tanam Granul Liat
Pertama-tama bahan atau tanah dikeringkan terlebih dahulu dengan penjemuran, setelah proses penjemuran selesai tanah digiling agar tanah menjadi lebih halus
seperti debu. Tanah yang sudah digiling kemudian dimasukkan ke dalam pan granulator yang sudah dihidupkan dengan kecepatan putar sebesar 28 RPM (Hardika, 2013). Pada saat pan granulator berputar semprotkan air sedikit demi
sedikit menggunakan sprayer tetapi air semprotan dari sprayer tidak boleh mengenai pan granulator karena bahan dari tanah liat akan lengket pada pan.
20
6 mm. Namun untuk mendapatkan ukuran lebih dari 12 mm sangat sulit dengan
menggunakan granulator, sehingga khusus untuk ukuran tersebut proses
pembuatannya secara manual dengan membasahi tanah yang ditaruh pada tampah
kemudian tanah dibulat-bulatkan menggunakan tangan. Setelah proses granulasi selesai baik secara manual ataupun dengan menggunakan mesin, granul-granul tersebut dijemur hingga kering. Granul-granul yang sudah kering kemudian
diayak sesuai ukuran dan setelah diayak semua ukuran granul dibakar. Proses pembakaran granul dilakukan selama 2 hari agar granul yang dibakar benar-benar
matang/berwarna merah seperti batu bata. Pembakaran tersebut bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung dalam granul.
4. Pembuatan Larutan Nutrisi
Pembuatan larutan nutrisi untuk tanaman daun biasanya tergantung jenis tanaman.
Apabila semakin tinggi kepekatan kadar garam akan meningkatkan nilai EC dan sebaliknya. Pembuatan larutan nutrisi dengan perbandingan 18 ml stok A dan 18 ml stok B serta 1 liter air. Untuk tanaman yang masih kecil EC yang digunakan
yaitu 1 – 1,5, setelah dewasa atau menjelang panen EC dapat ditingkatkan sampai 2 dengan perbandingan 54 ml stok A dan 54 stok B.
5. Pembuatan Sistem Sumbu (Wick system)
Hidroponik sistem sumbu (Wick system) dibuat dengan botol air mineral volume
1,5 liter. Botol air mineral dipotong menjadi dua bagian yaitu dengan ketinggian ¼ bagian botol untuk bagian atas dan ¾ bagian bawah botol. Jumlah keseluruhan
21
tanam yang berbeda seperti menggunakan granul berukuran 12 mm, 6 mm, 4 mm
dan arang sekam. Masing-masing botol diisi dengan granul dan terdapat sembilan botol yang diisi granul yang berukuran 12 mm, 6 mm, 4 mm dan tiga botol diisi
dengan arang sekam. Pada setiap botol air mineral diberi satu sumbu kompor, sumbu ini berfungsi sebagai penyerap larutan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman.
6. Persemaian Tanaman
Sebelum dilakukan persemaian benih direndam terlebih dahulu dengan air hangat
agar benih cepat tumbuh. Benih yang sudah direndam kemudian disemai dengan sterofoam atau pin blok yang berisi campuran media tanah halus dan arang sekam
atau rockwool. Persemaian benih dilakukan selama 2 minggu dan diberi
penyiraman menggunakan larutan nutrisi dengan EC 1 mS/cm. Setelah 2 minggu benih siap di pindahkan ke media tanam granul dan arang sekam yang telah
disiapkan sebelumnya. Sebelum ditanam dilakukan pensortiran bibit yang berkualitas baik. Dilakukan pensortiran terlebih dahulu sebelum dipindahkan untuk melihat kualitas dari tanaman yaitu seperti memiliki daun yang lebar dan
batang yang tegak. Bibit yang berkualitas baik kemudian ditanam pada botol air mineral yang sudah dibuat seperti sistem sumbu. Masing-masing media tanam
ditanami satu bibit.
7. Penanaman
Penanaman bibit dilakukan setelah berumur 15 hari. Bibit yang sudah siap
22
dimasukkan bibit tidak boleh miring agar akar berada tepat pada saluran sumbu.
Apabila ada bibit yang mati setelah ditanam maka perlu dilakukan penyulaman.
8. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan pada bibit berusia 15 hari setelah tanam. Kegiatan ini bertujuan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Kegiatan
pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pemberian larutan nutrisi, penggantian larutan nutrisi setiap minggu, suhu, pH, dan menjaga tanaman dari
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
3.4 Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan pengamatan kondisi tanaman fisik tanaman, pengukuran intensitas cahaya di dalam greenhouse, pengamatan harian,
pengamatan mingguan dan pengamatan saat panen.
3.4.1 Pengamatan Harian
Pengamatan harian meliputi pengamatan fisik keadaan tanaman, intensitas cahaya,
suhu udara dan kelembaban udara, EC larutan, DO larutan, pH larutan dan
evapotranspirasi tanaman (ETc). Pengamatan harian dilakukan pada pagi dan sore
hari.
3.4.2 Pengamatan Mingguan
Pengamatan mingguan dilakukan sekali dalam seminggu. Pengamatan dilakukan
23
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang pada media tanam sampai daun tertinggi. Pengukuran dilakukan satu minggu setelah tanam sampai panen.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur tinggi tanaman yaitu penggaris.
2. Jumlah daun per tanaman
Jumlah daun dapat dihitung dengan menghitung daun yang telah membuka
sempurna pada setiap tanaman. Pengukuran dilakukan satu minggu setelah tanam hingga panen.
3.4.3 Pengamatan Saat Panen
Pengamatan saat panen yaitu menghitung Bobot berangkasan atas (tajuk)
tanamandengan cara mengurangi bobot total tanaman per botol dengan bobot akar per tanaman.
3.5 Analisis Data
Data perhitungan dan pengamatan yang diperoleh akan diuji dengan uji F dan kemudian data dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak ada interaksi antara jenis tanaman dengan ukuran granul baik pada pertumbuhan dan hasil tanaman untuk parameter tinggi tanaman, jumlah
daun dan brangkasan atas dibandingkan dengan menggunakan media granul.
2. Media arang sekam (kontrol) memberikan hasil paling baik pada pertumbuhan dan hasil tanaman pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot brangkasan dibandingkan dengan menggunakan media
granul (ukuran 12, 6, 4 mm).
5.2 Saran
1. Penggunaan media tanam granul dari tanah liat mampu meningkatkan nilai pH maka perlu dilakukan pengecekkan pH setiap hari.
2. Botol yang digunakan sebagai wadah media tanam sebaiknya dimodifikasi
dengan memberikan warna gelap pada botol agar suhu larutan tidak terlalu
45
3. Sebaiknya penggunaan media tanam granul dari tanah liat direndam atau
46
DAFTAR PUSTAKA
Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Press. Bogor. 457 hlm.
Hadisoewignyo, L. dan A. Fudholi. 2013. Sediaan Solid. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 258 hlm.
Hardika, G., Warji, dan B. Lanya. 2013. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mesin Granulator Beras Jagung. Jurnal Teknik Pertanian. 2 (2): 67- 76.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 506 hlm.
Hardika, G., Warji, dan B. Lanya. 2013. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mesin Granulator Beras Jagung. Jurnal Teknik Pertanian. 2 (2): 67- 76.
Harjoko. 2009. Studi Macam Media dan Debit Aliran Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Secara Hidroponik NFT. Agrosains 11 (2): 58-62.
Iqbal, M. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Bayam Secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Islami, T., dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP : Semarang Press. 293 hlm.
Karsono, S. 2013. Exploring Classroom Hydroponics.
http://www.gardening.com/HIDROPONICGUIDE/hydro1-1-into.asp. Tidak dipublikasikan. 2 Januari 2015.
Kirani, W. S. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Bayam (Amaranthus sp) pada Berbagai Macam Media Tanam Secara Hidroponik. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta.
47
Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hlm.
Mas’ud, H. 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Media Litbang Sulteng, 2 (2): 131-136.
Mechram, S. 2006. Aplikasi Teknik Irigasi Tetes dan Komposisi Media Tanam pada Selada (Lactuca Sativa). Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 (1): 27-36.
Perwtasari, B., M. Tripatsari, dan C. Wasonosari. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica juncea L.) Dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Agrovigor, Vol. 5 (1):15-25. Prihmantoro, H. dan Y. H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk
Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hlm.
Puspitaningrum, M., M. Izzati, dan S. Haryanti. 2012. Produksi Dan Konsumsi Oksigen Terlarut Oleh Beberapa Tumbuhan Air. Buletin Anatomi dan Fisiologi20 (1):47-55.
Resh, H. M. 2004. Hydroponic Food Production. Woodbridge Press Publ. Santa Barbara. 635 pages.
Sesmininggar, A. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Tanaman Pak Choi (Brassica rapa L.cv group pak choi) pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Silvina, F. dan Syafrinal. 2012. Penggunaan Berbagai Media Tanam dan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair pada pertumbuhan dan produksi Mentimun Jepang (Cucumis sativus) Secara Hidroponik. Jurnal Sagu 7 (1): 7-12. Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Hidroponik untuk Budidaya Tanaman.
Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 28-40 hlm.
Susila, A. D. 2009. Pengembangan Teknologi Maju untuk Meningkatkan Produksi Sayuran Berkualitas Sepanjang Tahun. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB.
Supriati, Y. dan E. Herliana. 2014. 15 Sayuran Organik dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. 148 hlm.
Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hlm.
48
Soeseno, S. 1985. Bercocok Tanam Secara Hidroponik. PT Gramedia. Jakarta. 119 hlm.
Tim DDIT. 2013. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Agroekoteknologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33 hlm.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. Nuansa Aulia. Bandung. 160 hlm.
Untung, O. 2004. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hlm.
Wachjar, A dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Effisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L). Bul. Agrohorti 1 (1): 127-134.
Widiastoety, D. dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium. J. Hort 5 (4): 72-75.