• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus)

DI PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

Debby Desmarini Herdaus

Identifikasi dan prevalensi protozoa parasitik pada sampel feses gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa, jumlah ookista dan prevalensi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terinfeksi protozoa parasitik telah dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode pemeriksaan natif dan metode pengapungan (floatation method). Hasil pemeriksaan dengan metode natif diperoleh dua kelompok protozoa yaitu protozoa parasitik dan protozoa non parasitik. Protozoa parasitik diperoleh tiga famili yaitu Eimeriidae, Endamoebidae, dan Balantiidae dengan lima spesies yaitu, Entamoeba coli, Entamoeba dispar, Balantidium coli, spesies A, dan spesies B. Sedangkan hasil identifikasi protozoa non parasitik diperoleh empat famili yaitu Ophryoscolecidae, Cyclophostiidae, Buetschliidae, Oxytrichidae dengan tujuh spesies yaitu

Polydinium sp., Triplumaria sp., Tripalmaria sp., Prototapirella sp., Didesmis sp.,

Oxytricha sp., dan spesies C. Hasil penghitungan dengan metode pengapungan diperoleh ookista Eimeria sp. dengan jumlah 100 sel/gram. Prevalensi gajah sumatera yang terinfeksi protozoa parasitik yaitu 60% pada anak gajah sumatera 64% pada betina dewasa dan 64 % pada jantan dewasa.

Kata kunci: Elephas maximus sumatranus, Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas, protozoa parasitik

(2)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI

PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

Debby Desmarini Herdaus

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI

PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

(Skripsi)

Oleh

Debby Desmarini Herdaus

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Taman Nasional Way Kambas, Lampung ... 7

Gambar 2. Gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas ... 10

Gambar 3. Susunan sistem pencernaan gajah mulai dari lambung sampai dengan anus ... 12

Gambar 4. Cryptosporidium parvum ... 21

Gambar 5. Siklus hidup Cryptosporidium parvum ... 22

Gambar 6. Triplumaria selenica ... 23

Gambar 7. Entamoeba histolytica bentuk tropozoit ... 24

Gambar 8. Entamoeba histolytica bentuk kista ... 24

Gambar 9. Fase tropozoit Balantidium ... 25

Gambar 10. Fase kista Balantidium ... 26

Gambar 11. Tripalmaria sp. ... 27

Gambar 12. Bentuk tropozoit dan kista Entamoeba coli ... 28

Gambar 13. Bagan alir penelitian identifikasi dan penghitungan protozoa parasitik pada sampel feses gajah sumatera ... 34

Gambar 14. Ookista Eimeria sp. yang ditemukan di sampel feses gajah sumatera 60

Gambar 15. Ukuran satu boli (feses) gajah sumatera ... 80

(5)

vi

Gambar 17. Kolam minum di PKG ... 80

Gambar 18. Kolam mandi di PKG terdapat feses gajah ... 80

Gambar 19. Kolam yang berdekatan dengan kolam mandi ... 80

Gambar 20. Kondisi kandang gajah sumatera di PKG ... 80

Gambar 21. Sekelompok gajah sumatera ... 81

Gambar 22. Kondisi tempat penggembalaan ... 81

Gambar 23. Sekelompok babi hutan ditempat penggembalaan ... 81

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ... 6

2.2. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ... 9

2.2.1. Klasifikasi ... 9

2.2.2. Morfologi ... 9

2.2.3. Fisiologi dan Anatomi ... 10

2.2.4. Habitat dan Penyebaran ... 13

(7)

ii

2.2.6. Kondisi Pusat Konservasi Gajah (PKG) Terkait Pakan Gajah ... 15

2.2.7. Defekasi pada Gajah Sumatera ... 15

2.3. Protozoa Parasitik ... 16

2.3.1. Klasifikasi ... 17

2.3.2. Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi ... 18

2.3.3. Reproduksi ... 19

2.4. Protozoa Parasitik pada Gajah sumatera ... 20

2.4.1. Crytosporodium parvum ... 21

3.5.2. Penghitungan Jumlah Ookista ... 33

3.6. Bagan Alir Penelitian ... 34

(8)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Protozoa Parasitik pada Sampel Feses Gajah Sumatera dengan

Metode Natif ... 36

4.2. Penghitungan Ookista pada Sampel Gajah Sumatera dengan Metode Pengapungan ... 59

4.3. Prevalensi ... 61

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 64

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 72

Tabel 7 ... 73

Perhitungan ... 76

Kunci determinasi protozoa parasitik dan protozoa non parasitik pada sampel gajah sumatera dengan metode natif di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas ... 78

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil pemeriksaan identifikasi protozoa parasitik pada sampel feses

gajah sumatera dengan metode natif ... 37 Tabel 2. Hasil pemeriksaan identifikasi protozoa non parasitik pada sampel feses

gajah sumatera dengan metode natif ... 38

Tabel 3. Identifikasi protozoa parasitik pada sampel feses gajah sumatera dengan metode natif ... 43 Tabel 4. Identifikasi protozoa non parasitik pada sampel feses gajah sumatera

dengan metode natif ... 52 Tabel 5. Hasil penghitungan ookista pada sampel feses gajah sumatera

(10)
(11)
(12)

MOTO

Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah

kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat

itulah negeri yang kekal (QS. Al-Mukmin: 39)

Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula

kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang

yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang

yang beriman (QS. Al-Imran: 139)

Ilmu itu lebih baik dari harta. Ilmu menjaga engkau

dan engkau menjaga harta. Ilmu itu hakim dan harta

terhukum. Harta akan kurang apabila dibelanjakan

tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan.

(13)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah Ta’ala, Tiada Tuhan Selain Allah

yang telah memberikan kesabaran, kekuatan, dan nikmat

kesehatan untukku dalam mengerjakan skripsi ini

Ku persembahkan karya ini sebagai cinta kasihku, tanda

bakti, serta rasa terima kasihku yang terdalam kepada :

Ayahku Ir. Herdaus dan Ibuku Hutadarawati yang telah

mendidik, menyayangi dan mencintai, selalu mendoakanku

tiada henti, memberikan semangat dan nasehat, serta

pengorbanan besar untuk kesuksesanku.

Adikku Derry Al Raihan dan keluarga besarku tercinta yang

selalu memberikan dukungan, dorongan, motivasi, dan

semangat untuk keberhasilanku.

Guru-guruku, dosen-dosenku, khususnya pembimbingku Ibu

Dr. Emantis Rosa, M.Biomed, Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati,

M.Sc., dan Ibu Nismah Nukmal, Ph.D. yang tak pernah lelah

dan selalu sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku

Sahabat-sahabatku yang senantiasa menjadi penyemangat,

selalu membantu, tempat berbagi cerita baik suka dan duka.

Tiada hari yang indah tanpa kalian semua.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 15 Desember 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Ir. Herdaus dan Ibu Hutadarawati.

Penulis mulai menempuh pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak Arafah Medan pada tahun 1998. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Pertiwi Medan pada tahun pertama dan kedua, Sekolah Dasar Negeri Impres Medan dari tahun ketiga sampai kelima, dan Sekolah Dasar Negeri 1 Garuntang Bandar Lampung pada tahun keenam. Kemudian, penulis

melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2005. Setelah itu, pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung.

(15)

penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Botani Umum Jurusan Agroteknologi. Penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota Biro Dana dan Usaha PO 2012-2013 dan Kepala Biro Dana dan Usaha periode 2013-2014.

Pada tahun 2014 bulan Juli-Agustus, penulis melaksanakan Kerja Praktik di Laboratorium Kesehatan Daerah, Provinsi Lampung bagian Mikrobiologi dengan

judul “Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) Suspect Tuberkulosis (TBC) dengan

Metode Ziehl Neelsen di Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung. Penulis

(16)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warrahmatullaahi Wabarrakatuh

Puji syukur kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat, rahmat, serta hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT

KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS ” tepat pada waktunya.

Penulis menyadari banyak sekali pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil hingga terselesainya skripsi ini. Dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed., selaku Pembimbing I atas segala arahan, bimbingan, kesabaran, nasehat, semangat, motivasi, saran, dan atas

kepercayaan selama penulis melaksanakan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

(17)

3. Ibu Nismah Nukmal, Ph.D., selaku Pembahas atas segala bimbingan, saran, nasehat, dan dukungan kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini. 4. Bapak Ir. Zulkifli, M.Sc., selaku Prmbimbing Akademik atas arahan,

bimbingan, nasehat, dan semangat kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi, FMIPA, Unversitas Lampung.

5. Bapak Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang sudah diberikan kepada penulis selama penulis melaksanakan studi di Jurusan Biologi.

6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Karyawan dan staff laboran di Jurusan Biologi serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

9. Bapak Ir. Dulhadi, selaku Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Taman Nasional Way Kambas.

(18)

11. Bapak drh. Syamsul Ma’arif, M.Si., selaku Kepala Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner. 12. Ibu drh. Sulisnawati, selaku Kepala Bagian Laboratorium Parasitologi Balai

Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Laboratorium Parasitologi. 13. Ibu drh. Diah Esti Anggraeni, bapak Catur, bapak Diki Dzulkifli dan seluruh

pihak Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas terimakasih banyak atas izin, bimbingan, bantuan, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

14. Bapak Tutung Hadipriono, drh. Hamdu Hamjaya P., ibu Suyati, A.Md., bapak Rusmantoro, dan bapak Kasiman terimakasih banyak atas bantuan,

bimbingan, dukungan semangat, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

15. Kedua orang tua yang kucintai, Papaku, Ir. Herdaus, Mamaku, Hutadarawati, Adik yang kusayangi, Derry Al Raihan, dan seluruh keluarga besarku

terimakasih yang sedalamnya atas doa, nasihat, bimbingan, cinta dan kasih sayang yang tak terhingga, pengorbanan, semangat dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

(19)

17. Teman-temanku Biologi angkatan 2011, Adi, Mbak Agra, Agung, Iyan, Mbak Aini, Isro, Anggi, Astrid, Ayssca, Christy, Dany, Dewi, Debby S, Diah, Dwi, Edel, Eka, Fadil, Suci, Fenida, Cendana, Kadek, Sobran, Mardha, Maria, Melinda, Mery, Mirna, Nindia, Nori, Hani, Putri Ori, Rangga, Reni, Ria, Rilla, Riska, Robit, Sa’adah, Siti, Tiara, Umi, Vista, Wayan, Wendy,

Widamay, dan Yuliani terimakasih atas kebersamaan, dukungan, motivasi, semangat untuk penulis.

18. Kakak tingkat 2008, 2009, 2010, adik-adik tingkat 2012, 2013, 2014, dan seluruh Wadya Balad HIMBIO terimakasih atas dukungan dan

kebersamaannya.

19. Keluarga besar KKN Desa Tulung Balak di Lampung Timur dan kelompok KKN (Devi, Chelsi, Yulia, Mbak Dian, Dara, Bram, Kak Diago, Deni, dan Kak Doni) untuk kebersamaan, semangat, serta dukungan yang besar bagi penulis.

Semoga Tuhan membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, 10 Agustus 2015 Penulis

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Potensi sumber daya alam Taman Nasional Way Kambas memiliki lima megasatwa yang sangat khas di Indonesia yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang merupakan satwa endemik khas Sumatera (Departemen Kehutanan, 2002).

Menurut IUCN (2014), status konservasi gajah sumatera terdaftar dalam

(21)

2

Masalah lain yang dihadapi adalah status kesehatan gajah, khususnya gajah yang berada di penangkaran seperti di Pusat Konservasi Gajah (PKG), TNWK. Kesehatan harus menjadi salah satu fokus utama dalam

meningkatkan populasi gajah di penangkaran. Salah satu penyakit yang sering menyerang gajah yaitu penyakit yang disebabkan oleh protozoa (Sarma dan Wisnu, 2004).

Protozoa parasitik yang dapat ditemukan dalam feses gajah sumatera antara lain protozoa dari genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium,

Ophryoscolecidae, Cycloposthiidae, Tripalmaria, Triplumaria, dan

Spirodinium. Genus Cryptosporidium banyak ditemukan di feses gajah sumatera (Octalia, 2007).

Gajah yang terinfeksi protozoa dapat menderita diare, kekurangan nutrisi, bahkan kematian. Pada kasus infeksi kriptosporidiasis, amoebiasis, dan balantidiasis yang parah akan menyebabkan diare berkepanjangan (Charon-cruz, 2014). Tidak hanya itu, penularan pun dapat terjadi dari hewan satu ke hewan lainnya, bahkan penularan dapat terjadi dari hewan yang terjangkit ke manusia ataupun sebaliknya (zoonosis) (Brown, 1979).

(22)

3

Nasional Way Kambas (TNWK) juga digunakan sebagai alat transportasi sekaligus sebagai sarana hiburan dan edukasi yang berhubungan langsung dengan manusia sehingga kontak langsung antara protozoa parasitik dengan manusia sangat besar.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis protozoa parasitik, jumlah ookista dan prevalensi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terinfeksi protozoa parasitik.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi mengenai jenis protozoa parasitik dan mengetahui jumlah ookista pada feses gajah sumatera sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut dan tepat untuk mencegah perkembangan protozoa serta bermanfaat bagi pihak pengelola Pusat

(23)

4

1.4. Kerangka Pemikiran

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa endemik Pulau Sumatera karena satwa ini tidak dapat ditemukan di daerah lainnya. Penyebaran gajah sumatera meliputi hutan di Pulau Sumatera termasuk Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung. Keberadaannya sebagai spesies payung dapat mempertahankan keanekaragaman dalam ekosistem dianggap sangat penting.

Permasalahan yang terjadi mengenai gajah sumatera ini adalah populasinya yang terus menurun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya habitat alami gajah sumatera akibat adanya alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan pemukiman dan konflik antara gajah dan manusia tidak dapat terhindarkan. Selain itu, permasalahan yang diakibatkan oleh penyakit juga menjadi salah satu faktor utama menurunnya populasi gajah khususnya yang berada di penangkaran. Salah satu penyakit yang sering menyerang gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa parasitik.

(24)

5

Metode yang dipakai untuk identifikasi protozoa parasitik adalah metode natif yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis protozoa pada feses gajah sumatera dan metode pengapungan yang digunakan untuk menghitung jumlah ookista dari protozoa.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua taman nasional di Provinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang menjadi aset penting bagi Provinsi Lampung sebagai sumber daya alam dan sumber keanekaragaman hayati. Taman nasional ini secara administratif terletak di Kecamatan Way Jepara, Labuhan Meringgai, Sukadana, Purbolinggo, Rumbia, dan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur (Gambar 1).

Kawasan ini ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan sebagai taman nasional pada tahun 1990 dan ditetapkan berdasarkan SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas 125.621,3 hektar. Secara astronomi terletak pada106° 32' - 106° 52' BT dan 04° 37' - 05° 15' LS. TNWK termasuk hutan dataran rendah karena memiliki ketinggian antara 0 m-60 m dpl,

bertemperatur udara berkisar 28oC-37o C, dan memiliki curah hujan berkisar 2.500 mm/tahun -3.000 mm/tahun. Ada beberapa ekosistem yang dimiliki TNWK yaitu, hutan rawa air tawar, hutan bakau, padang alang-alang atau

(26)

7

Flora yang terdapat di TNWK antara lain, api-api (Avicenia marina), pidada

(Sonneratia sp.), nipah (Nypa fructicans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Eugenia polyantha), rawang (Glocchidion boornensis), ketapang

(Terminalia cattapa),cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan

(Pandanus sp.),puspa (Schima walichii), meranti (Shorea sp.), minyak

(Diptorecapus gracilis), merbau (Instsia sp.), pulai (Alstonia angustiloba), Gambar 1. Taman Nasional Way Kambas, Lampung (Departemen

Kehutanan, 2002) Keterangan :

: Kota : Kecamatan

: Jalan

(27)

8

bayur (Pterospermum javanicum), keruing (Dipterocarpus sp.), laban (Vitex pubescens) (Departemen Kehutanan, 2002).

Taman Nasional Way Kambas merupakan habitat bagi lima megasatwa di Indonesia dan kelima megasatwa tersebut merupakan endemik pulau Sumatera. Megasatwa tersebut adalah gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Selain itu, potensi fauna lainnya yaitu anjing hutan (Cuon alpinus), rusa (Cervus unicolor), ayam hutan (Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), owa (Hylobatesmoloch), lutung merah (Presbytis rubicunda), siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), mentok rimba (Cairina scutulata), burung pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan sebagainya (Departemen Kehutanan, 2002).

(28)

9

2.2. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

2.2.1. Klasifikasi

Gajah sumatera termasuk ke dalam kelas Mammalia. Klasifikasi gajah sumatera menurut Benson dan Nagel (2004) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata Class : Mammalia Order : Proboscidea Family : Elephantidae Genus : Elephas

Species : Elephas maximus

Sub species : Elephas maximus sumatranus

2.2.2. Morfologi

(29)

10

tinggi tubuh mencapai pnya (Sukumar, 2003).

Gambar 2. Gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas

tinggi tubuh mencapai 2,54 m (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Hanya gajah jantan yang memiliki gading, gading akan terus tumbuh selama rentang hidupnya (Sukumar, 2003). Warna kulit gajah asia termasuk gajah sumatera memiliki warna cenderung abu-abu terang. Ciri khas pada kulit gajah sumatera ialah mempunyai bintik kecil terang di permukaan telinga dan belalai (Deraniyagala, 1955).

2.2.3. Fisiologi dan Anatomi

(30)

11

memiliki sistem imun yang sudah berkembang sempurna seiring dengan pertambahan usia (Arina, 2003).

Sistem imun merupakan sel, molekul, dan jaringan yang bergabung berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sedangkan respon imun merupakan reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul, dan bahan lainnya terhadap zat asing (Baratawidjaja, 2013). Pada semua spesies, termasuk gajah sumatera, infeksi yang masuk ke dalam tubuh dicegah oleh respon imun (sistem kekebalan tubuh). Individu dewasa sehat cenderung memiliki sistem imun yang sudah berkembang dengan baik sehingga dapat mencegah munculnya penyakit. Sedangkan sistem imun pada individu yang berusia muda belum berkembang dengan baik sehingga rentan terhadap paparan penyakit dan resiko penularan penyakit juga tinggi. Semakin tua suatu individu pertahanan tubuh yang dimiliki akan mengalami penurunan sehingga organ tubuh lebih mudah terserang penyakit (Arina, 2003).

(31)

12

adalah sistem imun seluler yaitu sel limfosit T terutama TH1 (T Helper 1). Individu yang sakit didasarkan dengan tidak adanya respon dari TH1 (Al-Attiyah et al., 2006; Supali et al., 2010; Al-Attiyah et al., 2012).

Gajah memiliki sistem pencernaan (Gambar 3) yang terdiri dari mulut, faring, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar, sekum, rektum. dan anus. Gigi molar, lidah, kelenjar ludah, hati dan pankreas termasuk organ aksesoris

Pada gajah dewasa, usus halus memiliki panjang sekitar 66 m sampai dengan 74 m. Usus halus ini terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum dengan panjang sekitar 1,5 m, jejunum dengan panjang sekitar 11 m. Usus besar gajah Gambar 3. Susunan sistem pencernaan gajah mulai dari lambung sampai

dengan anus. (A) lambung, (B) usus kecil (gabungan dari duodenum, ileum, dan jejunum), (C) kolon, (D) rektum (Clemens dan Ole, 1983)

A

B

C

D

(32)

13

dewasa memiliki panjang sekitar 11,4 – 12,9 m. Usus besar terdiri dari colon dengan panjang 6 m hingga 6,6 m, diikuti dengan rektum dengan panjang 3,6 m sampai 4,2 m dan diakhiri dengan anus di bawah ekor. Sekum pada gajah memiliki panjang 1,5 m smpai 2,1 m yang terletak di persimpangan ileum dan usus besar. Sekum merupakan bagian dari usus yang berfungsi dalam fermentasi zat makanan oleh bakteri (Somgird, 2014).

Sistem pencernaan gajah tidak efisien dalam penyerapan nutrisi. Nutrisi hanya diserap dan dicerna sekitar 44 persen dari total pakan yang

dikonsumsi. Konsumsi pakan gajah dewasa asia adalah sekitar 150-200 kilogram (10 persen dari berat badan) dan 200 liter air per hari (Somgird, 2014).

2.2.4. Habitat dan Penyebaran

Gajah sumatera dapat ditemukan di hutan Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung (Altevogt dan Kurt, 1997). Gajah dapat hidup mulai dari hutan basah berlembah dan hutan payau di dekat pantai sampai hutan pegunungan pada ketinggian 2.000 m (Abdullah

et al., 2005).

(33)

14

ketersediaan pohon dengan frekuensi jarang (< 3 pohon), ketinggian lahan (0 m- 400 m), ketersediaan pakan yang banyak (75%), penutupan tajuk yang jarang (0%-25%), dan gajah lebih suka memilih hutan dengan tipe hutan sekunder. Pemilihan hutan sekunder disebabkan prilaku menggaram gajah yang membutuhkan kubangan untuk memenuhi kebutuhan akan mineral. Ketersediaan kubangan biasanya banyak terdapat di hutan sekunder (Abdullah et al., 2012).

2.2.5. Pakan Gajah Sumatera

Pada dasarnya gajah memiliki pakan yang beragam yang terdiri dari

tumbuhan ilalang, semak, ranting pohon, kulit kayu, pohon palem, biji-bijian, dan berbagai macam jenis rumput (Murray dan Mikota, 2006).

Menurut Saragih (2014) terdapat dua jenis tumbuhan yang menjadi preferensi paling tinggi dipilih oleh gajah sumatera. Jenis tumbuhan tersebut adalah tepus (Alpinia spp.) dan alang-alang (Imperata cylindrica). Tepus merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari suku Zingiberaceae yaitu banyak ditemukan di tipe habitat hutan sekunder dan hutan primer dan alang-alang (Imperata cylindrica) yang berasal dari suku Poaceae banyak ditemukan di tipe habitat semak belukar.

(34)

15

2.2.6. Kondisi Pusat Konservasi Gajah (PKG) Terkait Pakan Gajah

Kondisi naungan di PKG memperlihatkan vegetasi hutan yang tidak lebat dan tidak cukup memadai untuk keberadaan gajah sumatera dalam penangkaran. Vegetasi jenis pohon sudah jarang ditemukan dan hanya terlihat hamparan lahan luas dengan rumput-rumputan. Di PKG, kandang gajah berada di alam

terbuka yang hanya terdapat patok−patok yang bediri sekitar setengah meter

yang digunakan untuk mengikat kaki gajah (Meytasari dkk., 2014).

Gajah sumatera di penangkaran memiliki daerah jelajah tidak sesuai karena gajah sumatera ini hanya memiliki daerah jelajah di sekitar pusat konservasi gajah (PKG), TNWK dan setiap harinya gajah di penangkaran hanya

menempuh 2 km/ hari -3 km/ hari. Sebagian gajah dilepaskan untuk merumput di sekitar PKG, sedangkan sebagian gajah lainnya yang terikat rantai di kandang diberikan pakan daun kelapa dan rumput (Meytasari dkk., 2014).

2.2.7. Defekasi pada Gajah Sumatera

(35)

16

2.3. Protozoa Parasitik

Protozoa termasuk hewan pertama dan termasuk dalam sel eukariotik. Protozoa dibedakan dari organisme eukarotik lainnya karena keterbatasan mereka dalam berpindah, tahapan siklus hidup yang memiliki banyak fase dan bahkan beberapa membutuhkan inang dan vektor bagi protozoa yang bersifat parasit dalam siklus hidupnya. Protozoa ditemukan di hampir semua habitat, mulai dari laut, tanah, dan air yang jernih. Protozoa hidup dengan cara soliter dan berkoloni (Assafa et al., 2004).

Parasit adalah organisme hidup yang tinggal dan mengambil makanan serta kebutuhan lainnya dari inang. Inang merupakan organisme yang mendukung parasit. Parasitologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara organisme parasit dengan inangnya. Parasit yang termasuk dalam

(36)

17

2.3.1. Klasifikasi

Protozoa diklasifikasikan menjadi tiga filum yaitu Sarcomastigophora (termasuk Amoeba dan Flagellata), Apicomplexa (termasuk Sporozoa), dan Ciliophora (termasuk Ciliata). Klasifikasi ini terus berkembang sehingga protozoa dibagi lagi menjadi empat subfilum, yaitu Mastigophora

(Flagellata), Sarcodina (Amoeba), Sporozoa, dan Ciliophora (Ciliata) (Brooks et al., 2004).

Protozoa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan masing-masing alat gerak, Mastigophora bergerak dengan menggunakan flagel (bulu cambuk), contoh: Giardia lamblia, Trypanosoma evansi. Sarcodina bergerak dengan menggunakan pseudopodia (kaki semu), contoh: Entamoeba histolytica,

Endolimax. Sporozoa merupakan subfilum yang tidak mempunyai alat gerak sehingga sporozoa memiliki siklus hidup yang kompleks untuk berpindah dari inang satu ke inang lainnya. Pergerakannya hampir menyerupai spora. Biasanya sporozoa memiliki dua inang, seperti Plasmodium vivax,

(37)

18

2.3.2. Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi

Protozoa terdiri dari satu sel dan sudah memiliki membran pada nukleusnya (eukariot) yang secara morfologi dan fisiologi lengkap serta dapat melakukan semua fungsi kehidupan. Secara morfologi, protozoa mempunyai

protoplasma yang dibagi menjadi dua yaitu, sitoplasma dan nukleoplasma. Sitoplasma terdiri dari ektoplasma dan endoplasma. Ektoplasma merupakan lapisan terluar mengandung hyalin (tidak berwarna/transparan) berfungsi dalam perlindungan, pergerakan, mengambil makanan, ekskresi dan respirasi. Sedangkan endoplasma merupakan cairan dalam sel dengan

granula sebagai tempat letaknya nukleus dan organel-organel sel dan sebagai tempat proses metabolisme. Nukleoplasma merupakan cairan yang ada di dalam nukleus (inti sel) (Assafa et al., 2004).

Organel-organel sel di endoplasma pada protozoa umumnya terdiri dari nukleus, nukleolus, vakuola kontraktil, dan vakuola makanan, serta organel khusus yang hanya terdapat pada protozoa tertentu, seperti stigma dan kloroplas pada Euglena, organel apical complex pada Toxoplasma,

(38)

19

membran berbentuk gelembung yang mengandung partikel-partikel makanan (Hickman et al., 2004).

Protozoa memiliki perubahan bentuk baik secara morfologi maupun fisiologi yaitu dari bentuk aktif (tropozoit) ke bentuk tidak aktif atau dorman (kista). Dalam bentuk kista, protozoa akan kehilangan motilitas, tidak akan tumbuh dan berkembang biak dan membentuk dinding sangat tebal. Hal ini

dikarenakan kondisi tempat hidup protozoa berubah sangat ekstrem, seperti perubahan suhu, lingkungan dan pH sehingga tidak memungkinkan protozoa hidup dalam bentuk tropozoit. Pada bentuk ini merupakan bentuk yang paling kuat daya tahan terhadap ancaman dan juga merupakan bentuk yang bersifat infektif ke tubuh inang (Assafa et al., 2004).

2.3.3. Reproduksi

Reproduksi protozoa dibagi menjadi dua cara yaitu dengan cara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dapat dilakukan dengan proses

(39)

20

sel progeni terbentuk lebih kecil daripada induk dan kemudian tumbuh menjadi ukuran dewasa (Hickman et al., 2004).

Reproduksi secara seksual dapat dilakukan dengan proses syngami dan konjugasi. Syngami terjadi dimana nukleus dari masing –masing gamet dicapai dengan proses meiosis dan difusi untuk membentuk zigot. Konjugasi terjadi dimana pertukaran nukleus dari masing-masing gamet terjadi jika individu saling berdekatan (Hickman et al., 2004).

2.4. Protozoa Parasitik pada Gajah Sumatera

Protozoa terbanyak yang ditemukan pada feses gajah sumatera adalah dari ordo Entodiniomorphida dan genus Cryptosporidium (Octalia, 2007).

Triplumaria selenica dari subfilum Ciliophora pernah ditemukan pada usus gajah afrika dan gajah asia. Jenis protozoa ini menyebar secara luas sebagai parasit pada gajah (Timoshenko dan Imai, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan protozoa parasitik pada gajah sumatera antara lain kondisi lingkungan (sanitasi) yang buruk dan konsumsi air minum dari sumber air tertentu, seperti sungai. Selain itu, daerah-daerah yang memiliki iklim tropis dan sub-tropis, seperti Indonesia juga

(40)

21

2.4.1. Cryptosporidium parvum

Cryptosporidium merupakan protozoa parasit yang sering ditemukan pada rodensia, unggas, primata, hewan ternak, dan hewan-hewan herbivora lainnya. Spesies yang banyak ditemukan pada hewan mamalia herbivora khususnya pada gajah adalah Cryptosporidiumparvum (Gambar 4).

Cryptosporidiumparvum hidup di tepi sel-sel epitel dari saluran pencernaan khususnya di permukaan vilia-vilia dari usus besar. Protozoa ini berbentuk bulat dan sering ditemukan dalam jumlah besar. Ookista berukuran 4-5 µm dan mengandung empat sporozoit. Infeksi Cryptosporidium didapatkan dari air atau makanan yang mengandung kista protozoa ini (Brooks et al., 2004). Penyakit yang disebabkan karena Cryptosporidiumparvum adalah

kriptosporidiosis. Penyakit ini memperlihatkan gejala-gejala pada hewan, seperti diare, kurang nafsu makan, dehidrasi, dan demam (Bjorkman et al., 2003).

Gambar 4. Cryptosporidium parvum. (a) sporozoit berubah menjadi

(41)

22

Cryptosporidium parvum memiliki siklus hidup yang lengkap (Gambar 5).

Gambar 5. Siklus hidup Cryptosporidium parvum (Hijjawi et al., 2004)

2.4.2. Triplumaria selenica

(42)

23

Gambar 6. Triplumaria selenica. Tubuh bagian atas dilihat dari samping. AP, adoral polybrachykinety; PAD, polybrachykinety dari dorsal anterior caudalium; PK, paralabial kineties; PVP, perivestibular polybrachykinety. Bar=20 mm (Ito et al., 2010)

daerah bukal. Silia tersebut terdiri dari polybrachykinety adoral,

perivestibular polybrachykinety, dan kineties paralabial (Ito et al., 2010).

2.4.3. Entamoeba histolytica

(43)

24

Gambar 7. Entamoeba histolytica bentuk tropozoit (100 x) (Assafa et al., 2004)

10 µm-20 µm. Kista hanya ditemukan pada lumen kolon (usus besar) dan dalam bentuk feses (Brooks et al., 2004). Entamoeba histoytica dapat masuk ke dalam tubuh berawal dari kista (Gambar 8) yang tertelan masuk ke dalam tubuh selanjutnya masuk ke saluran pencernaan. Kista mengaktivasi dirinya di jaringan epitel perut dan duodenum. Kista berubah menjadi satu sampai dengan empat tropozoit kecil per kista infektif. Tropozoit bereproduksi dengan pembelahan biner. Tropozoit-tropozoit ini menginvasi epitelium usus dengan enzim proteolitik membentuk ulkus (luka terbuka pada mukosa atau selaput lendir) (Brooks et al., 2004).

(44)

25

2.4.4. Balantidium coli

Protozoa ini dapat menyebabkan disentri balantidial atau balantidiasis.

Balantidium coli (Gambar 9) berbentuk oval dan berukuran 60 µm x 45 µm atau lebih besar. Dinding sel terdiri dari barisan silia berebentuk spiral. Di dalam sitoplasma terdiri dari dua vakuola kontraktil, vakuola makanan, dua nukleus dengan salah satu nukleus lebih besar, makronuleus dan

mikronukleus (Brooks et al., 2004).

Balantidium coli dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara kista (Gambar 10) yang tertelan. Dinding sel larut dan melepaskan tropozoit turun dan masuk ke kolon. Mereka berkembang biak dengan cara aseksual dan seksual (Brooks et al., 2004), yaitu dengan pembelahan biner (aseksual) dan konjugasi (seksual). Tropozoit dapat menginvasi mukosa dan submukosa Gambar 9. Fase tropozoit Balantidium. Permukaan tubuh ditutupi oleh silia,

(45)

26

Gambar 10. Fase kista Balantidium. (1) dinding sel, (2) makronukleus. Sitoplasma dilindungi oleh dua lapis dinding sel (40 x) (Schuster dan Ramirez-Avila, 2008)

usus besar dan terminal ileum, ulkus di jaringan dapat terjadi karena

Balantidium coli mensekresikan enzim hialuronidase (Levine, 1985).

2.4.5. Tripalmaria sp.

Genus Tripalmaria (Gambar 11) mempunyai karakteristik, antara lain berukuran 77-210 μm x 46-91 μm, mempunyai tiga cilia-bundle, yaitu dua di bagian dorsal, dan satu di bagian ventral. Di ujung anterior atau pada sitostoma terdapat membranel adoral melingkar. Makronukleus berbentuk lobus iregular seperti huruf U terbalik (Levine, 1985).

1

(46)

27

2.4.6. Entamoeba coli

Entamoeba coli merupakan jenis protozoa yang hidup alami di saluran pencernaan hewan mammalia seperti pada gajah (Gambar 12). Entamoeba coli tidak bersifat patogen atau tidak dapat menimbulkan penyakit pada inangnya jika dalam jumlah yang terkontrol (Al-Hindi, 2009).

Tropozoit Entamoeba coli berukuran lebih besar dari Entamoeba histolytica

yaitu sekitar 15-50 μm. Kista Entamoeba coli berukuran sekitar 10-35 μm. Kista biasanya mengandung massa glikogen padat dan batang-batang kromatin yang cenderung berbentuk pecahan dan tidak teratur. Tropozoit juga membentuk kista yang berjumlah tidak lebih dari delapan (Al-Hindi, 2009).

(47)

28

Gambar 12. Bentuk tropozoit dan kista Entamoeba coli. (A) Tropozoid dan (B) Kista (perbesaran objektif 100 kali) (Al-Hindi, 2009)

(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini sudah dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Taman Nasional Way Kambas (TNWK) untuk pengambilan sampel feses dan di laboratorium Parasitologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Lampung untuk identifikasi protozoa parasitik. Penelitian in dilaksanakan pada bulan Januari 2015-Februari 2015.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat dan Bahan di Lapangan

3.2.1.1. Alat

(49)

30

3.2.1.2. Bahan

Bahan penelitian adalah feses gajah sumatera, air, dan kalium dikromat (K2Cr2O7) 2% (Kurniawan dkk., 2009).

3.2.2. Alat dan Bahan di Laboratorium

3.2.2.1. Alat

Alat yang digunakan di laboratorium adalah gelas ukur, saringan dengan lubang berukuran 200 mesh (74 μm), spatula, gelas objek, gelas beaker, gelas penutup, mikroskop cahaya, lemari es, timbangan digital, pipet tetes, alat tulis, McMaster slide, lembar kerja, dan kamera digital canon powershot

A2300 HD.

3.2.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan di laboratorium adalah feses gajah sumatera, larutan NaCl jenuh, dan aquades. Larutan NaCl jenuh dibuat dengan cara

(50)

31

3.3. Parameter Penelitian

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis protozoa parasitik yang ditemukan pada metode natif dan jumlah protozoa per gram sampel feses yang ditemukan pada metode pengapungan (flotation method).

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Populasi target adalah gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, TNWK. Pengambilan sampel feses dilakukan dengan metode stratified random sampling (sampel acak terstratifikasi) berdasarkan jenis kelamin dan usia gajah sumatera.

Sampel feses diambil 20% dari 68 total populasi gajah sumatera di PKG yaitu 15 sampel feses terdiri dari lima gajah sumatera jantan dewasa berumur 19-36 tahun, lima gajah sumatera betina dewasa berumur 19-46 tahun, dan lima anak gajah sumatera berumur 1-3 tahun (Nurhayati, 2008).

Feses gajah sumatera yang diambil sebanyak 10% dari 1-3 kilogram jumlah total feses gajah pada saat defekasi (Cheeran, 2002) yaitu sebanyak 100-300 gram, dimasukkan ke dalam toples plastik yang sudah ditutupi dengan kertas karbon, dan diberi larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 2% secukupnya

(51)

32

Lembar kerja dibuat meliputi nama gajah, nama mahout (pawang), kondisi feses, lokasi pengambilan, waktu dan tanggal pengambilan, cuaca, dan kondisi tempat pada saat pengambilan feses

3.5.Prosedur Penelitian

3.5.1. Identifikasi Protozoa

Untuk menentukan jenis dan keberadaan protozoa parasitik pada feses gajah sumatera digunakan metode pemeriksaan natif. Metode natif dapat

digunakan untuk mengidentifikasi Amoeba, Flagellata, Ciliata dan ookista dari Coccidia (Apicomplexa) (Kofoid, 1935; Hoare, 1937; Lindsay et al., 1997; Zaman, 1997; Van Hoven et al., 1998; Al-Hindi, 2009; Santoso dkk., 2002; Duszynski et al., 2007; Obanda et al., 2007; Bassert dan McCurnin, 2010; Kwon dan Shin, 2013).

(52)

33

Protozoa yang ditemukan selanjutnya diidentifikasi dan didokumentasikan. Identifikasi disesuaikan pada bentuk morfologi dan struktur dari hasil pengamatan dengan menggunakan rujukan atlas parasitologi kedokteran menurut Zaman (1997) dan Santoso dkk. (2002) serta jurnal parasitologi menurut Kofoid (1935), Hoare (1937), Lindsay et al.(1997), Van Hoven et al. (1998), Al-Hindi (2009), Duszynski et al. (2007), Obanda et al. (2007), dan Kwon dan Shin (2013).

3.5.2. Penghitungan Jumlah Ookista

Untuk menghitung ookista dari coocidia digunakan metode pengapungan (floatation method) dengan alat hitung McMaster slide. Metode ini menggunakan prinsip pengapungan dengan larutan NaCl jenuh (Colville, 1991).

(53)

34

Jumlah ookista = Ookista yang ditemukan pada kamar hitung x 100 (sel/gram)

3.6. Bagan Alir Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pengambilan sampel feses gajah sumatera, tahap identifikasi dan penghitungan jumlah ookista seperti bagan di bawah ini (Gambar 13).

Tahap pengambilan ke dalam toples dan diberi

larutan K2Cr2O7 2%

sampai sampel feses terendam

Tahap identifikasi dan penghitungan jumlah protozoa

Sampel feses sebanyak 12 gram diperiksa dengan

(54)

35

3.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui identifikasi protozoa dan hasil penghitungan protozoa. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan didokumentasikan dalam bentuk foto. Penentuan angka prevalensi didapat dari jumlah gajah yang terinfeksi parasit protozoa dibagi dengan jumlah total gajah yang diperiksa menggunakan rumus :

Prevalensi = x 100 % , dimana

N : jumlah gajah sumatera positif terinfeksi protozoa

(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil identifikasi protozoa parasitik pada feses menggunakan metode natif diperoleh tiga famili protozoa yaitu Eimeriidae, Endamoebidae, dan Balantiidae dengan lima spesies protozoa yaitu, Entamoeba coli,

Entamoeba dispar, Balantidium coli, spesies A, dan spesies B. Sedangkan hasil identifikasi protozoa non parasitik diperoleh empat famili yaitu Ophryoscolecidae, Cyclophostiidae, Buetschliidae, Oxytrichidae dengan tujuh spesies yaitu Polydinium sp., Triplumaria sp., Tripalmaria sp.,

Prototapirella sp., Didesmis sp., Oxytricha sp., dan spesies C. 2. Hasil jumlah penghitungan ookista dengan metode pengapungan

ditemukan ookista Eimeria sp. dengan jumlah 100 sel/ gram.

(56)

65

5.2. Saran

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., A.H. Lichtman. 2003. Effector Mechanisms of Immune Responses. In: Cellular and Molecular Immunity. Abbas, A.K., A. H. Lichtman (eds.), Saunders, Philadelphia, Pennsylvania. Pp 241-345.

Abdullah, Asiah, dan T. Japisa. 2012. Karakteristik Habitat Gajah Sumatera

(Elephas Maximus Sumatranus) di Kawasan Ekosistem Seulawah kabupaten Aceh Besar. J.Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi

Vol. 4 No. 1. Universitas Syiah Kuala. 41-45 hlm.

Abdullah, D.N. Choesin dan A. Sjarmidi. 2005. Estimasi Daya Dukung Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick) di Kawasan Hutan Tessonilo. Prov Riau. J. Ekologi dan Biodiversitas Vol. 4 No. 2. Intitut Teknologi Bandung, Bandung. 37-41 hlm.

Al-Attiyah, R., N.M. Madi , A.M. El-Shamy, H.G. Wiker, P. Anderson, A.S. Mustafa. 2006. Cytokine Profiles in Tuberculosis Patients and Healthy Subjects in Response to Complex and Single Antigens of

Mycobacterium tuberculosis. F.E.M.S. Immunol. Med. Microbiology

Vol. 47. Scandinavia. Pp 254-261.

Al-Attiyah, R., A. El-Shazly, A.S. Mustafa, 2012. Comparative Analysis of Spontaneous and Mycobacterial Antigen-Induced Secretion of TH1, TH2 and Pro-Inflammatory Cytokines by Peripheral Blood

Mononuclear Cells of Tuberculosis Patients. Scand. J. Immunol. Vol. 75(6). Scandinavia. Pp 623-632.

Al-Hindi, A. I. 2009. A Practical Guide to Diagnostic Medical Parasitology. Islamic University of Gaza Press. Islamic University of Gaza. Al-Saraj, A. 2010. Use of Saturated Sodium Chloride Solution As A Tissue

Fixative. Iraqi J. Of Veterinary Sciences, Vol. 24, No. 1, 2010 (53-58). Department of Dental Basic Sciences, College of Dentistry, University of Mosul, Mosul, Iraq.

(58)

67

Arina, Y. M. D. 2003. Pengaruh Aging Terhadap Sistem Imun. J. Kesehatan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Juli, 2003. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember. 6 hlm.

Assafa, D., E. Kibru, S. Nagesh, S. Gebreselassie, F. Deribe, dan J. Ali. 2004.

Medical Parasitology. Ethiopia Public Health Training Initiative. The Carter Center, The Ethiopia Ministry of Health, and The Ethiopia Ministry of Education. Pp 150.

Bassert, J. M., dan D. M. McCurnin. 2010. McCurnin’s Clinical Textbook for Veterinary Technicians 7th edition. St. Louis, MO. Saunders Elsevier. Baratawidjaja, K. G. 2013. Imunologi Dasar edisi ke-10. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

Benson, S., dan R. Nagel. 2004. Endangered Species 2nd edition. The Gale Group, Inc. USA. Pp 79-82.

Bjorkman, C., C. Svensson, B. Christensson, K. de Verdier. 2003.

Cryptosporidiumparvum and Giardia intestinalis in Calf Diarrhoea in Sweden. Acta vet. Scand. Vol 44. Pp 145-152.

Brooks, G. F., J. S. Butel, dan S. A. Morse. 2004. Medical Microbiology 23rd Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Pp 661-701. Brown, H. W. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. PT Gramedia. Jakarta. 535 hlm. Charon-Cruz, E. 2014. Intestinal Protozoal Clinical Presentation.

http://emedicine.medscape.com/article/999282-clinical#showall. Pediatric Infectious Disease Society diakses pada tanggal 12 November 2014 pukul 17.05 WIB.

Cheeran, J. V. 2002. Elephant Facts. J. Of Indian Vet. Assoc. 7(3) : 12-14

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). 2014. Appendices I, II, and III.

http://www.cites.org/eng/app/appendices.php dikunjungi pada tanggal 6 Oktober 2014 pukul 15.05 WIB.

Clemens, E. T., dan M. G. M. Ole. 1983. Nutrient Digestibility and

Gastrointestinal Electrolyte Flux in The Elephant and Rhinoceros.

Comp. Biochem. Physiol. 75 A, 4: 653-658.

(59)

68

Deraniyagala, P. E. P. 1955. Some Extinct Elephants, Their relatives and Two Living Species. Ceylon Nat. Mus. Publ. Pp 161.

Departemen Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi lampung. Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. Badan Planologi

Kehutanan, Departemen Kehutanan. 13 hlm.

Departemen Kesehatan Rl. 1999. Buku Ajar Diare. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta.

Diamond, L.S. and C.G. Clark. 1993. A Redescription of Entamoeba histolytica

Schaudinn, 1903 (Emended Walker, 1911) Separating It from

Entamoeba dispar Brumpt, 1925. J. Euk. Microbiol. 40: 340–344. Dogiel, V. 1951. General Protozoology (In Russian). Moscow.

Dorland, N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Penerbit EGC. Jakarta. 1765 hlm.

Duszynski, D. W., M. G. Bolek & S. J. Upton. 2007. Coccidia (Apicomplexa: Eimeriidae) of Amphibians of The World. Zootaxa 1667 © 2007. Magnolia Press. Auckland, New Zealand.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan . Armico. Bandung Graffeo, R., C. M. Archibusacci, S. Soldini, L. Romano, dan L. Masucci. 2014.

Entamoeba dispar: A Rare Case of Enteritis in a Patient Living in a Nonendemic Area. Case Reports in Gastrointestinal Medicine. Institute of Microbiology, Catholic University of the Sacred Heart, Policlinico

“Agostino Gemelli”, Largo Agostino Gemelli, 8-00168 Rome, Italy. Pp

4.

Hickman, C. P., L. S. Robert, A. Larson, dan H. I’Anson. 2004. Integrated Principles of Zoology 12th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Pp 208-232.

Hijjawi, N. S., Meloni, B. P., Ng’anzo, M., Ryan, U. M., Olson, M. E., Cox, P. T., Monis, P. T., dan Thompson, R. C. A. 2004. Complete Development of

Cryptosporidium parvum in Host Cell-Free Culture. Int. J. Of

Parasitology. The Australian Society for Parasitology Inc. Pp 769-777. Hoare, C. A. 1937. A New Cyclophostiid Ciliate (Triplumaria hamertoni GEN.

(60)

69

Ito, A., H. Honma, G. Gürelli, B. Göçmen, T. Mishima, Y. Nakai, dan S. Imai. 2010. Redescription of Triplumaria selenica Latteur et al., 1970 (Ciliophora, Entodiniomorphida) and Its Phylogenetic Position Based on The Infraciliary Bands and 18SSU rRNA Gene Sequence. Eur. J. Protistol. 46 (2010). Federation of European Protistological Societies. Pp 159-252.

Ito, A., dan G. Gürelli. 2014. Intestinal Ciliated Protozoa of the Asian elephant

Elephas maximus Linnaeus, 1758 with The Description of Triplumaria izmirae n. sp.. European J. Of Protistology 2014, 50(1):25-32. Biology Department, Faculty of Science and Art, Kastamonu University, Turkey.

IUCN (International Union for Concervation of Nature). 2014. Elephas maximus ssp. sumatranus. http://www.iucnredlist.org/details/199856/0

dikunjungi pada tanggal 6 Oktober 2014 pukul 14. 25 WIB.

Kofoid, C. A. 1935. On Two Remarkable Ciliata Protozoa from The Caecum of The India Elephant. Proc. N. A. S. Vol. 21. Department of Zoology, University of California. Pp 6.

Kornilova, O.A. 2004. History of Study of Enbiotic Ciliates of Mammalia. TESSA Publ. St-Petersburg.

Kurniawan, A., S. W. Dwintasari, H. A. Soetomenggolo, dan S. I. Wanandi. 2009. Detection of Cryptosporidium sp Infection by PCR and Modified Acid Fast Staining from Potassium Dichromate Preserved Stool. Med. J. Indones. Vol. 18 No. 3. Universitas Indonesia, Jakarta. 16 hlm. Kwon, C. B., dan Shin, M. K. 2013. Two Oxytrichid Ciliates, Cyrtohymena

primicirrata and Oxytricha granulifera (Ciliophora: Sporadotrichida: Oxytrichidae) Unknown from Korea. Anim. Syst. Evol. Divers. Vol. 29, No. 1: 23-30. Department of Biological Science, University of Ulsan, Ulsan, Korea. Pp 8.

Levine, N. D. 1985. Protozoologi Veteriner. Department of Pathobiology. College of Veterinary Medicine. University of Illinois. Pp 585.

Lindsay, D. S., J. P. Dubey, dan B. L. Blagburn. 1997. Biology of Isospora spp. from Humans, Nonhuman Primates, and Domestic Animals. Clin. Microbiol. Rev.Vol. 10, Jan. 1997. American Biology for Society. Pp 16.

(61)

70

Maharani, A. R. 2014. Kajian Perilaku Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.Skripsi. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung. Meytasari, P., S. Bakri, dan S. Herwanti. 2014. Penyusunan Kriteria Domestikasi

dan Evaluasi Praktek Pengasuhan Gajah: Studi di Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur. J. Sylva Lestari Vol. 2 No. 2 Mei 2014. Jurusan kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 79-88 hlm.

Murray, E. F., dan S. K. Mikota. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephant. Wiley-Blackwell Publishing. New Jersey, United States. Murray, E. F., dan S. K. Mikota. 2008. Biology, Medicine, and Surgery of

Elephant. Wiley-Blackwell Publishing. New Jersey, United States. Pp 565.

Nolan, T. 2006. McMaster Egg Couting Technique.

http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit06/website/mcmaster.htm

diakses pada tanggal 12 Februari 2015 pukul 14.20 WIB.

Nowrin, N. 2011. Development of Immune Response in Different Age Group of Children from Birth to Two Years og Age. Thesis. Department of Mathematics and Natural Science, BRAC University. Pp 124. Nurhayati. 2008. Studi Perbandingan Metode Sampling Antara Simple Random

dengan Stratified Random. J. Basis Data Vol. 3 No. 1 Mei 2008. Fakultas Teknologi dan Informatika, Universitas Nasional, Jakarta. 15 hlm.

Obanda, V., I. Lekolool, J. Kariuki, dan F. Gakuya. 2007. Composition of Intestinal Ciliate Fauna of Free-ranging African Elephants in Tsavo West National Park, Kenya. Pachyderm No. 42 Januari–Juni 2007. Kenya Wildlife Service, Veterinary Department, Nairobi, Kenya. Pp 5. Octalia, R. 2007. Protozoa Parasitik Pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus

sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephasmaximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 58 hlm.

Parkavi, V., M. Vignesh, K. Selvakumar, J. M. Mohamed, J. J. Ruby. 2012. Antibacterial Activity of Aerial Parts of Imperata cylindrica (L) Beauv.

(62)

71

Sabri, M. 2014. Entamoeba Species.

http://www.uobabylon.edu.iq/uobcoleges/ad_downloads/6_7939_469.p df dikunjungi pada tanggal 2 November 2014 pukul 21.30 WIB. Santoso, S. H. B., Y. P. Dachlan, dan S. Yotopranoto. 2002. Atlas Parasitologi

Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 164 hlm. Saragih, C. O. 2014. Kajian Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Skripsi. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung. 48 hlm.

Sarma, K.K., dan Wisnu, W. 2004. Medical Evaluation, Health Care and Management Protocols for Captive Elephant ini Riau, Sematera, Indonesia. WWF-Indonesia. AREAS (Asian Rhino and Elephant Action Strategy). Tesso Nilo, Riau. 59 hlm.

Schuster, F. L., dan L. Ramirez-Avila. 2008. Current World Status of Balantidium coli. Clin. Microbiol. Rev. 2008, 21(4):626. American Society for Microbiology, California. Pp 626-638.

Soehartono, T., H. D. Susilo, A. F. Sitompul, D. Gunaryadi, E. M. Purastuti W. Azmi, N. Fadhli dan C. Stremme. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gahah Sumatera dan Gajah Kalimantan 2007-2017.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan RI. 36 hlm.

Somgird, C. 2014. Elephant Anatomy and Biology.

http://www.asianelephantresearch.com/about-elephant-anatomy-and-biology-p1.php dikunjungi pada tanggal 13 Oktober 2014 pukul 21.05 WIB.

Shoshani, J., and J. F. Eisenberg. 1982. Mammalian Species :Elephas maximus. The American Society of Mammalogist. Department of Biological Science, Wayne State University. Pp 1-8.

Sukumar, R. 2003. The Living Elephant : Evolutionary Ecology, Behavior, and Conservation. Oxford University Press. England.

Supali, T., J. J. Veirweij, A. D. Wiria, Y. Djuardi, F. Hamid, M. M.M. Kaisar, L. J. Wammes, Lisette van Lieshout, A. J.F. Luty, E. Sartono dan M. Yazdanbaksh. 2010. Polyparasitism And Its Impact on The Immune System. International J. Of Parasitology 40 (2010). Pp 1171-1176. Timoshenko, O., dan S. Imai. 1995. Eleven new species of the genus Triplumaria

(63)

72

Van Hoven, W., F. M. C. Gilchrist, H. Liebenberg, dan C. F. Van Der Merwe. 1998. Three New Species of Ciliated Protozoa from The Hindgut Both White and Black Wild African Rhinoceros. Onderstepoort J. Of Veterinary Research, 6537-95 (1 998). University of Pretoria, Pretoria, South africa. Pp 9.

Wiser, M. F. 2010. Protozoa and Human Disease 1st edition. Garland Science. USA. Pp 300.

Gambar

Gambar 8.             Entamoeba histolytica bentuk kista (100 x) (Sabri, 2014)
Gambar 11.  Tripalmaria sp. (40 x) (Octalia, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan pada Revitalisasi Pusat Konservasi Gajah di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur adalah Bagaimana wujud rancangan Revitalisasi Pusat Konservasi Gajah di

Interaksi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dengan masyarakat Di Dusun Kuyung Arang terdapat dua lokasi yang ditemukan sebagai titik keluar gajah sumatera dari

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya Skripsi yang berjudul ” PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus

Preferensi Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus di Kawasan Seblat.. Hutwan

Mengenai bagaimana perilaku makan dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) Flying Squad dan jenis vegetasi yang dimakan oleh gajah sumatera (Elephas

Faktor cuaca juga diketahui sangat berpengaruh terhadap frekuensi makan gajah, karena dari hasil pengamatan ternyata gajah akan menghentikan aktivitas makan ketika

Mengenai bagaimana perilaku makan dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) Flying Squad dan jenis vegetasi yang dimakan oleh gajah sumatera (Elephas

Preferensi Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus di Kawasan Seblat.. Hutwan