ABSTRAK
KAJIAN INTERAKSI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DENGAN MASYARAKAT KUYUNG ARANG,
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
DINA FARIDA UTAMI
Kajian interaksi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dengan masyarakat Kuyung Arang, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus telah dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2014, untuk mengetahui interaksi dan dampaknya pada masyarakat, dengan metode pengamatan langsung dan tidak langsung, dan wawancara. Interkasi masyarakat Dusun Kuyung Arang dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) bersifat amensalisme. Dampak negatif interkasi berupa gagal panen (29,58%; n=21), dengan perusakan, penginjakan, dan perobohan tanaman (60,56%; n=43), dan gubuk dirusak, perusakan, penginjakan, dan perobohan tanaman (9,86%; n=7).
ABSTRACT
STUDY ON INTERACTION OF SUMATRAN ELEPHANT (Elephas
maximus sumatranus) AND LOCAL PEOPLE IN KUYUNG ARANG, TANGGAMUS
By
DINA FARIDA UTAMI
Study on the interaction and its effects between sumateran elephants and Kuyung
Arang’s local people, Tanggamus was conducted in October-December 2014, direct and indirect observation, by questionnaire was applied. Amensalism is the interaction found between sumatran elephants and local people of Kuyung arang. Negative impacts include harvest fail (29,58%; n=21), crop (60,56%; n=43), and hut (9,86%; n=7) destruction.
KAJIAN INTERAKSI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DENGAN MASYARAKAT SEDAYU KECAMATAN SEMAKA
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
Dina Farida Utami
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis (Dina Farida Utami) dilahirkan di Bandar
Lampung pada tanggal 11 September 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan
Bapak Khairuz Zaman dan Ibu Dian Rihati.
Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1997
Taman Kanak-kanak Tunas Mekar Indonesia. Pada tahun
1998 melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negri 02 Rawa Laut dan lulus pada
tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negri
25 Bandar Lampung pada tahun 2004 hingga tamat pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negri 01
Bandar Lampung dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun 2010
penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek Umum selama ± 1 bulan di KPH
Unit III Jawa Barat dan Banten pada bulan Juni hingga Agustus 2013.
Selanjutnya, pada bulan Januari hingga Maret tahun 2014 penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda,
Untuk menambah pemahaman keilmuan, selama menjadi mahasiswa penulis
pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Statistika Dasar, Inventarisasi
Hutan, Analisis Keanekaragaman Flora dan Fauna, dan Wisata Hutan
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa bahagia dan kerendahan hati, Ku persembahkan
karya kecil ini untuk Ayahnda (Khairuz Zaman) dan Ibunda (Dian
Rihati) tercinta yang selalu memberikan doa dan ksih sayangnya
sampai saat ini.
Adik ku tersayang Fenty Dwi Jayanti dan Fahru Hidayahtulloh
yang menjadi alasan ku untuk selalu bersemangat dan pantang
menyerah, Septian Tono yang selalu menyemangati dan menemaniku
dan terimaksih untuk semua sahabat yang selalu mendoakan dan
menyemangatiku.
Teman se-angkatan 2010 (Sylvaten), abang/mbak dan adik tingkat
terima kasih atas bantuan dan motivasinya selama ini serta
kebersamaan yang tak kan dilupakan mulai dari awal di Kehutanan
SANWACANA
Asslamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Kajian Interaksi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dengan Masyarakat Sedayu Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus” skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Dra. Ely L. Rustiati, M.sc. sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto selaku dosen penguji, atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Pihak BBTNBBS yang telah memberi kesempatan untuk penulis melakukan penelitian.
6. Bapak dan Ibu Yasir yang telah bersedia menerima saya dengan tangan terbuka.
7. Tim yang membantu saat penelitian Annisa, Kurnia, Ade, Novia A., Ema, dan Bagus.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu saya dalam penyelesaian penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, Juni 2015
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... ii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Kerangka Pemikiran ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Gajah Sumatera ... 6
1. Biologi Gajah sumatera ... 6
2. Habitat Gajah Sumatera ... 7
3. Persyaratan Hidup Gajah di Alam ... 7
4. Perilaku Sosial Gajah sumatera ... 9
B. Interaksi ... 10
1. Netral ... 10
2. Predasi ... 10
4. Komensalisme ... 11
5. Mutualisme ... 11
6. Amensalisme ... 11
C. Kategori Status Konservasi IUCN Red List ... 12
D. Gambaran Umum TNBBS... 14
III. METODE PENELITIAN ... 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
B. Alat dan Objek Penelitian ... 16
C. Survei Pendahuluan ... 16
D. Batasan Penelitian ... 16
E. Jenis Data ... 17
F. Metode Pengumpulan Data ... 17
G. Analisis Data ... 19
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20
A. Wilayah Sukaraja Atas ... 20
1. Geografis dan Luas ... 20
2. Iklim ... 21
3. Topografi ... 21
B. Desa Sedayu ... 21
1. Geografis dan Luas ... 21
2. Kependudukan ... 22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. Interaksi Gajah Sumatera Dengan Masayarakat ... 25
B. Dampak Akibat Interaksi ... 35
C. Aspek Konservasi Gajah sumatera ... 36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
A. Kesimpulan ... 38
B. Saran ... 38
i
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah penduduk Desa Sedayu ... 22
2. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sedayu ... 23
3. Mata pencaharian masyarakat Desa Sedayu ... 24
4. Kelompok gajah sumatera yang keluar ke lahan pertanian masyarakat Dusun Kuyung Arang, Kecamatan Semaka,
Kabupaten Tanggamus ... 27
5. Data pengamatan tidak langsung saat gajah masuk ke lahan
pertanian masyrakat ... 28
6. Jenis tumbuhan yang berada di daerah jalur gajah masuk ke lahan
pertanian masyarakat ... 30
7. Bagian- bagian tanaman yang dimakan oleh gajah saat masuk ke lahan pertanian masyarakat Dusun Kuyung Arang, Kecamatan
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5
2. Lokasi Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus ... 15
3. Peta jalur aktif gajah sumatera menuju Dusun Kuyung Arang di
Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus ... 26
4. Gubuk yang rusak di Dusun Talang Sunda Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus ... 29
5. Pohon karet (Hevea brasiliensis) bagian batang yang dimakan oleh gajah sumatera (atas), pohon karet (Hevea brasiliensis) yang dirobohkan oleh gajah sumatera di Dusun Kuyung Arang, Desa
Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus ... 30
6. Tanaman padi (Oryza sativa) yang rusak dan dimakan oleh gajah sumatera di Dusun Kuyung Arang, Desa Sedayu, Kecamatan Semaka,
Kabupaten Tanggamus dan kotoran gajah yang ditemukan... ... 31
7. Kotoran gajah yang ditemukan di jalur gajah di Dusun Kuyung Arang,
Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus. ... 31
8. Plang yang berada di Dusun Kuyung, Desa Sedayu, Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus. ... 32
9. Alat bom karbit yang digunakan masyarakat untuk mengusir gajah
dari lahan pertanian dan pemukiman... .... 33
10. Kerusakan yang dialami masyarakat Dusun Kuyung Arang dan Sridadi, Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten
Tanggamus. ... ... 36
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan Sumatera menyimpan beranekaragam mamalia, termasuk gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus). Gajah sumatera merupakan sub spesies dari gajah asia yang penyebarannya di Indonesia terdapat di Sumatera dan
Kalimantan bagian timur (Zannah, 2014). Sebagai satwa langka Indonesia,
gajah sumatera yang dilindungi menurut menurut Undang-Undang No 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur
dalam peraturan pemerintah PP 7/1999 tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan
Satwa. Ancaman yang dihadapi gajah sumatera termasuk pembalakan liar,
fragmentasi habitat, serta pembunuhan akibat konflik (World Wide Fund, 2013).
Alih fungsi lahan menyebabkan penyempitan habitat alami gajah sumatera,
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, serta meningkatnya
pembangunan. Sejak tahun 1980-an sering muncul masalah gangguan satwa liar
terhadap pemukiman, perkebunan dan perladangan masyarakat di Sumatera
(Yogasara, Zulkarnaini, dan Saam, 2012). Dengan kondisi habitat yang rusak,
gajah melakukan aktivitas untuk mendapatkan makanan dan naungan keluar dari
2
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu kawasan
yang menjadi habitat gajah sumatera. Kawasan hutan TNBBS meliputi area
seluas +356.800 ha, membentang dari ujung selatan bagian barat Propinsi
Lampung seluas +280.300 ha. Menurut administrasi pemerintahan kawasan
TNBBS termasuk dalam wilayah Kabupaten Tenggamus, Kabupaten Pesisir
Barat, dan Kabupaten Bengkulu Selatan sedangkan bagian tengah hingga utara
sebelah timur TNBBS berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan (Tanto,
2010). Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mencakup wilayah Sukaraja Atas,
Tampang-Belimbing, Suoh, Pemerihan, dan Kubu Perahu (Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, 2012).
Wilayah Sukaraja Atas yang merupakan salah satu habitat gajah sumatera,
Sukaraja Atas terdapat pemukiman masyarakat yaitu Desa Sedayu dan gajah
sering memasuki permukiman masyarakat tersebut dan merusak lahan. Dengan
adanya gajah memasuki pemukiman tersebut maka terjadi interaksi antara
masyarakat dengan gajah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
kajian interaksi antara gajah dengan masyarakat Sedayu, Kecamatan Semaka,
Kabupaten Tanggamus.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana interaksi yang terjadi
3
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui interaksi antara gajah sumatera dengan masyarakat Dusun
Kuyung Arang dan Sridadi Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten
Tanggamus.
2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif akibat interaksi tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Sebagai dasar informasi tentang keberadaan gajah sumatera di Desa Sedayu,
Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus.
2. Sebagai informasi kepada pengelola TNBBS kondisi interaksi masyarakat
dengan gajah sehingga dapat dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut dalam
upaya perlindungan satwa.
E. Kerangka Pemikiran
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mempunyai keanekaragaman jenis flora
dan fauna yang tinggi, dan mempunyai nilai penting bagi perlindungan mamalia
besar. Di kawasan ini terdapat +122 jenis mamalia termasuk enam spesies
terancam punah menurut Red Data Book IUCN, salah satunya gajah sumatera (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2012). Kerusakan dan fragmentasi
habitat merupakan salah satu faktor penurunan populasi gajah sumatera
4
Wilayah Sukaraja Atas merupakan salah satu habitat gajah sumatera dan terdapat
pemukiman masyarakat di sekitar TNBBS, yaitu Desa Sedayu, Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus. Gajah sumatera sering memasuki pemukiman
dan lahan pertanian masyarakat Sedayu, sehingga terjadi interaksi antara gajah
sumatera dengan masyarakat Sedayu.
Dengan adanya gajah memasuki pemukiman dan lahan pertanian masyarakat
tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui tipe interaksi
antara gajah sumatera dengan masyarakat sehingga dapat dijadikan sumber
informasi dan acuan pemikiran lebih lanjut dalam upaya perlindungan satwa dan
pengelolaan kawasan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi
langsung dan teknik wawancara menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada
5
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian kajian interaksi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dengan masyarakat Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus. masyarakat Sedayu dan dampak positif
dan negatif akibat interaksi tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gajah Sumatera
1. Biologi Gajah Sumatera
Gajah merupakan mamalia besar dan satwa endemik Pulau Sumatera, termasuk kelas Mammalia (Fowler, 2006):
Gajah sumatera memiliki berat mencapai 6 ton dan memiliki tinggi mencapai
3,5m (Saputra, 2013), dan gajah sumatera jantan relatif lebih pendek jika
dibandingkan subspesies gajah lainnya, sedangkan gajah betina memiliki gading
yang sangat pendek dan bersembunyi di balik bibir atas (World Wide Fund,
2005). Kerajaan :
Filum :
Animalia
Chordata Anak Filum:
Kelas :
Vertebrata
Mammalia Bangsa : Proboscidea Suku : Elephantidae Marga : Elephas
Jenis : Elephas maximus
7
2. Habitat Gajah Sumatera
Habitat merupakan tempat satwa melangsungkan hidupnya berupa makan,
berkembang biak, dan beristirahat (Maharani dkk., 2012). Gajah sumatera banyak
melakukan pergerakan dalam daerah jelajah dan menggunakan lebih dari satu tipe
habitat di antaranya adalah hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah,
dan hutan hujan pegunungan rendah yang didominasi oleh suku Dipterocarpaceae,
dan hutan hujan pegunungan rendah (ketinggian 750-1500 mdpl) yang jenis
tumbuhannya didominasi oleh Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., serta Castanopsis spp. (Hariyanto, 2009).
3. Persyaratan Hidup Gajah di Alam
a. Naungan
Naungan mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai tempat untuk hidup dan
tempat berkembang biak bagi satwa, dan sebagai tempat berlindung dari sinar
matahari (Alikodra, 1979). Tempat yang sering dipakai sebagai naungan dan
istirahat pada siang hari adalah vegetasi hutan yang lebat (World Wide Fund,
2005).
b. Makanan
Gajah sumatera merupakan satwa herbivora membutuhkan makanan berupa
tumbuhan hijau yang cukup di habitatnya. Gajah membutuhkan banyak makanan
yaitu sekitar 200-300 kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah dewasa atau
8
dan kondisi ketersediaan pakan yang banyak (75%) merupakan kondisi yang
disukai oleh gajah (Abdullah, Asiah, dan Japisa, 2012).
c. Air
Alikodra (2010) menyatakan air memiliki peranan yang besar terhadap
kelangsungan hidup, selain untuk minum air juga digunakan untuk mandi. Gajah
termasuk satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada sore hari biasanya
mencari sumber air untuk minum, mandi dan berkubang. Seekor gajah sumatera
membutuhkan air minum sebanyak 20-50 liter/hari. Ketika sumber air mengalami
kekeringan, gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50-100 cm dengan
menggunakan kaki depan dan belalainya (World Wide Fund, 2005).
d. Garam mineral
Perilaku menggaram dilakukan oleh gajah untuk menjaga daya tahan tubuhnya
(Ribai, 2011). Garam mineral yang dibutuhkan oleh gajah, antara lain: kalsium,
magnesium, dan kalium. Garam-garam ini diperoleh dengan cara memakan
gumpalan tanah yang mengandung garam, menggemburkan tanah tebing yang
keras dengan kaki depan dan gadingnya, dan makan pada saat hari hujan atau
setelah hujan (World Wide Fund, 2005).
e. Ruang atau wilayah jelajah (home range)
Wilayah jelajah gajah sumatera membutuhkan daerah jelajah yang luas dan
bervariasi, hal tersebut disebabkan gajah merupakan mamalia darat yang paling
besar (Ribai, 2011). Wilayah jelajah kelompok gajah di hutan primer mempunyai
9
kelompok gajah betina wilayah jelajah gajah sumatera sekitar 100-500 km2
dengan jalur yang relatif tetap (Padmanaba, 2003).
4. Perilaku Sosial Gajah Sumatera
a. Hidup berkelompok
Gajah sumatera termasuk satwa sosial dengan satu kelompok dipimpin oleh induk
betina dengan 3-20 ekor individu anggota. Jumlah anggota setiap kelompok
bervariasi tergantung pada musim dan kondisi sumber daya habitatnya terutama
makanan dan luas wilayah jelajah yang tersedia (Padmanaba, 2003). Gajah jantan
dewasa hanya berada dalam kelompok pada periode tertentu untuk melakukan
aktivitas kawin dengan beberapa individu betina pada kelompok tersebut dan pada
gajah jantan muda yang sudah dewasa dipaksa meninggalkan kelompoknya atau
pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan kelompok jantan lain (World
Wide Fund, 2005).
b. Menjelajah
Jarak jelajah gajah dapat mencapai 7 km dalam satu malam, bahkan pada musim
kering atau musim berbuah di hutan dapat mencapai 15 km per hari (World Wide
Fund, 2005). Saat menjelajah gajah melakukan komunikasi dengan gajah lainnya
melalui suara yang dihasilkan dari getaran pangkal belalainya yang dapat didengar
sampai radius 5 km (Alamendah, 2014).
c. Perilaku kawin
Gajah membutuhkan ruang atau daerah jelajah yang luas serta memerlukan
10
gestasi gajah sekitar 22 bulan sampai melahirkan (Saputra, 2013). Gajah dapat
melakukan perilaku kawin sepanjang tahun, dengan frekuensinya mencapai
puncak pada musim hujan (World Wide Fund, 2005).
B. Interaksi
Interaksi adalah suatu hubungan timbal balik dari setiap anggota populasi baik
sejenis maupun berbeda jenis. Organisme hidup tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
melainkan menjadi satu kumpulan individu yang menempati suatu tempat
tertentu, sehingga antar organisme akan terjadi interaksi (Indriyanto, 2006).
Interaksi antar organisme dalam komunitas beragam.
Menurut Praweda (2000) dan Sukasains (2012), interaksi antar organisme dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak,
disebut netral. Sebagai contoh interaksi netral yaitu antara capung dengan kerbau.
2. Predasi
Predasi adalah hubungan antara hewan mangsa dan pemangsa (predator).
Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Predator
berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Sebagai contoh interaksi predasi
yaitu harimau dengan kijang.
3. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antar organisme yang berbeda spesies, bila salah
11
dan bersifat merugikan. Sebagai contoh interaksi parasitisme adalah cacing pita
melekat pada dinding usus manusia dan sekaligus menyerap sari makanan yang
ada, untuk melangsungkan kehidupannya. Sehingga tubuh manausia akan semakin
kurus dan tak memiliki tenaga.
4. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies
dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan, salah satu
spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Sebagai contoh interaksi
komensalisme yaitu ikan remora yang memakan serpihan daging disekitar mulut
ikan hiu.
5. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Sebagai contoh interaksi mutualisme
yaitu burung yang memakan kutu kerbau, sedangkan kerbau merasa diuntungkan
dengan burung memakan kutu pengganggu kerbau.
6. Amensalisme
Amensalisme merupakan hubungan antara dua jenis organisme yang satu
menghambat atau merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak berpengaruh apa-apa
dari organisme yang dihambat atau dirugikan, seperti pada beberapa ganggang
12
C. Kategori Status Konservasi IUCN Red List
Kategori Status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan. IUCN Red List menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu spesies, tujuannya untuk
memperingatkan pentingnya masalah konservasi dan pembuat kebijakan untuk
menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies
(Alamendah, 2010). Kategori status konservasi menurut IUCN Red List terbagi dalam tujuh kelompok, antara lain (Alamendah, 2010):
1. Punah (Extinct) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah
mati. Dalam IUCN Redlist tercatat 723 hewan dan 86 tumbuhan yang berstatus
punah. Sebagai contoh satwa yang telah punah diantaranya harimau jawa dan
harimau bali.
2. Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau
di luar habitat alami mereka. Dalam IUCN Redlist tercatat 38 hewan dan 28 tumbuhan yang berstatus punah di alam liar.
3. Kritis (Critically Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Dalam IUCN
13
badak jawa, badak sumatera, jalak bali, orangutan sumatera, elang jawa, trulek
jawa, rusa bawean.
4. Genting atau Terancam (Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi resiko kepunahan di alam liar
yang tinggi pada waktu yang akan datang. Terdapat 2.573 hewan dan 2.316
tumbuhan yang berstatus terancam. Sebagai contoh satwa yang berstatus terancam
antara lain banteng, anoa, mentok rimba, maleo, tapir, trenggiling, bekantan, dan
tarsius.
5. Rentan (Vulnerable) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan
datang. Tercatat 4.467 hewan dan 4.607 tumbuhan yang berstatus rentan, sebagai
contoh satwa yang berstatus rentan antara lain kasuari, merak hijau, dan kakak tua
maluku.
6. Hampir Terancam (Near Threatened) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau
mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam.
Dalam IUCN Red list tercatat 2.574 hewan dan 1.076 tumbuhan yang berstatus hampir terancam. Sebagai contoh satwa yang berstatus hampir terancam antara
lain alap-alap doria, punai sumba.
7. Berisiko Rendah (Least Concern) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori
manapun. Dalam IUCN Red list tercatat 17.535 hewan dan 1.488 tumbuhan yang berstatus berisiko rendah. Sebagai contoh satwa yang berstatus berisiko rendah
14
D. Gambaran Umum Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) 1. SejarahTaman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
Pada tahun 1935 kawasan ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa melalui
Besluit Van der Gouverneur-General van Nederlandsch Indie No. 48 stbl. 1935
dengan nama Sumatera Selatan I (SS I). Pada tanggal 1 April 1979, memperoleh
status kawasan pelestarian alam yang kemudian ditetapkan sebagai taman
nasional melalui Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982
tanggal 14 Oktober 1982. Pada tahun 2004 TNBBS ditetapkan oleh UNESCO
pada sidang komisi warisan dunia sebagai tapak warisan dunia (Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1
Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksanaan teknis Taman
Nasional Bahwa Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ditetapkan menjadi
Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, 2014).
2. Resort Sukaraja Atas
Resort Sukaraja Atas merupakan wilayah Sekski Pengelolaan Taman Nasional
(SPTN) Wilayah I Sukaraja dengan luas ± 94.745 ha. Resort Sukaraja Atas
merupakan satu dari lima resort lingkup SPTN Wilayah I Sukaraja, pondok kerja
resort Sukaraja yang berfungsi sebagai pusat administrasi dan operasional resort
berkedudukan di Dusun Wonosari Pekon Sukaraja, Kecamatan Semaka
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2014 di Desa
Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus (Gambar 2), bekerja sama
dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
16
B. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System)
Garmin78S, kamera digital Sony 141 MP, jam tangan digital casio.
Objek dalam penelitian adalah gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan masyarakat di Dusun Kuyung Arang dan Sridadi, Desa Sedayu, Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus.
C. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan di Resort Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan. Survei pendahuluan dilakukan untuk melihat lokasi yang sering
terjadi konflik antara gajah sumatera dan masyarakat di TNBBS secara langsung
dan berdasarkan data sekunder konflik manusia dengan satwa dari Balai Besar
TNBBS. Berdasarkan data tersebut Sedayu merupakan salah satu wilayah yang
sering terjadi konflik antara gajah sumatera dengan manusia (Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, 2014).
D. Batasan Penelitian
Batasan pada penelitian ini adalah
1. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat Dusun Kuyung Arang dan
Sridadi, Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus (N=71).
Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah perilaku gajah sumatera yang
17
2. Pengamatan gajah masuk ke dalam pemukiman masyarakat dilakukan secara
tidak langsung. Berdasarkan pada info dan dibantu oleh Masyarakat Mitra Polhut
(MMP) (Sutrisno, press.comm) untuk dilakukan pencatatan jumlah gajah yang masuk, titik masuk dan titik keluar gajah, kerusakan yang terjadi saat gajah masuk
ke dalam pemukiman, dan karakteristik wilayahnya. Kemudian dilakukan
pengamatan langsung setelah gajah berhasil masuk ke dalam kawasan dengan
mencatat kerusakan.
E. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini meliputi data mengenai perilaku gajah sumatera
saat masuk ke pemukiman dan lahan pertanian warga, interaksi masyarakat
dengan gajah sumatera, dan dampak akibat interaksi tersebut.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan untuk mendukung data
primer. Data sekunder berupa data statistik konflik manusia dengan satwa,
monografi desa yaitu jumlah kepala keluarga (KK), batasan desa, luas desa, dan
literatur-literatur yang menunjang penelitian.
F. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengambilan data primer dilakukan dengan observasi. Pengamatan ini dilakukan
18
gajah masuk ke dalam pemukiman masyarakat dilakukan secara tidak langsung.
Berdasarkan pada info dan dibantu oleh Masyarakat Mitra Polhut (MMP)
(Sutrisno, press.comm) untuk dilakukan pencatatan jumlah gajah yang masuk, titik masuk dan titik keluar gajah, kerusakan yang terjadi saat gajah masuk ke
dalam pemukiman, lalu dilakukan pengamatan langsung setelah gajah berhasil
masuk ke dalam kawasan dengan mencatat kerusakan akibat gajah masuk.
Teknik wawancara menggunakan kuisioner dilakukan dengan ditujukan kepada
masyarakat Desa Sedayu. Kuisioner merupakan pertanyaan tertulis untuk
memperoleh informasi dari responden tentang gajah sumatera yang berinteraksi
dengan masyarakat (Arikunto, 2010). Masyarakat yang dijadikan responden
adalah masyarakat Dusun Kuyung Arang dan Sridadi, pemilihan kedua dusun dari
lima dusun dilakukan secara purposive sampling dikarenakan letak dari kedua dusun tersebut dekat dengan kawasan TNBBS dan paling sering berinteraksi
dengan gajah sumatera (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2014).
Jumlah kepala keluarga (KK) Kuyung Arang 21 dan Dusun Sridadi 55 KK,
sehingga didapatkan jumlah responden sebanyak 76 KK. Menurut Arikunto
(2010) jika populasi kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semua secara
sensus, namun jika populasi lebih dari 100 orang pengambilan jumlah responden
dilakukan secara sampel dengan batas error 10-15% atau 20-25%. Sehingga pada
penelitian ini dilakukan dengan metode sensus, menggunakan kuisioner dengan
19
2. Data sekunder
Pengambilan data sekunder dilakukan dengan mendapatkan informasi tentang
gajah sumatera yang ada di daerah Sukaraja Atas dari kantor Balai Besar Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan secara
menyeluruh tentang interaksi yang terjadi antara gajah sumatera dengan
masyarakat Desa Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus serta
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Wilayah Sukaraja Atas
1. Letak Geografis dan Luas
Berdasarkan administrasi pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, Resort Sukaraja Atas sebagai bagian dari unit pengelolaan
terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Resort Suoh-SPTN Wilayah III Krui
2. Sebelah timur berbatasan dengan kawasan Hutan Lindung Register 31
Pematang Arahan dan lahan milik (Marga).
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Resort Way Nipah
4. Sebelah barat berbatasan dengan Resort Pemerihan
Resort Sukaraja Atas merupakan wilayah Seksi pengelolaan taman nasional
(SPTN) wilayah I Sukaraja dengan luas ± 94.745 ha. Resort Sukaraja Atas
merupakan satu dari lima resort lingkup SPTN Wilayah I Sukaraja, pondok kerja
resort Sukaraja yang berfungsi sebagai pusat administrasi dan operasional resort
berkedudukan di Dusun Wonosari, Pekon Sukaraja, Kecamatan Semaka
21
2. Iklim
Kawasan hutan Resort Sukaraja Atas terletak pada bagian timur TNBBS dengan
curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm per tahun. Berdasarkan klasifikasi
Schmidt dan Ferguson termasuk dalam tipe iklim B. Musim hujan berlangsung
dari Bulan November sampai Mei. Musim kemarau dari Bulan Juni sampai
Agustus, sedangkan bulan agak kering adalah September-Oktober (Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, 2014).
3. Topografi
Kawasan hutan Resort Sukaraja umumnya memiliki topografi yang masuk
kategori dataran rendah (0-600 m dpl) dan berbukit (600-1000 m dpl). Keadaan
lapangan wilayah hutan Resort Sukaraja Atas merupakan daerah berbukit dengan
beberapa bukit yang agak tinggi dengan kemiringan berkisar antara 5–45%
(Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2014).
B. Desa Sedayu
1. Letak Geografis dan Luas
Wilayah Sukaraja Atas terdapat pemukiman masyarakat yaitu Desa Sedayu, Desa
Sedayu memiliki luasan 1236 ha yang berada di Kecamatan Semaka, Kabupaten
Tanggamus (104018’- 105012’ BT dan 505’- 5056’ LS). Desa Sedayu berbatasan
22
Sukaraja, sebelah timur dengan Pekon Bangun Rejo, dan sebelah barat dengan
TNBBS (Monografi Desa Sedayu, 2012).
2. Kependudukan
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh pengurus desa pada tahun 2012,
masyarakat Sedayu memiliki 1.074 laki-laki (52,01%) dan 991 perempuan
(47,99%) (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah penduduk dan jenis kelamin Desa Sedayu
(Sumber: Monografi Desa Sedayu, 2012)
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Sedayu tergolong rendah yaitu dengan lulusan SD
dan SMP sebesar 44,79% dari total jumlah penduduk (Tabel 3).
23
Tabel 2. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sedayu
No RT Jumlah
(Sumber: Monografi Desa Sedayu, 2012)
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Sedayu mayoritas sebagai petani (75,25%),
pedagang (7,75%), pegawai (1,38%), dan bidang jasa (8,06%) (Tabel 4). Jenis
pertanian yang dipilih oleh masyarakat adalah padi sawah dan perkebunan, dilihat
dari tingkat perekonomian masyarakat dapat digolongkan dalam kelas menengah
keatas (Monografi Desa Sedayu, 2012).
d. Suku dan Budaya
Masyarakat Sedayu mayoritas bersuku Jawa dan adat istiadat yang diterapkan dan
bahasa yang digunakan sehari-hari adalah adat dan bahasa Jawa. Kebudayaan
yang berkembang dan diterapkan oleh masyarakat Sedayu adalah budaya Jawa,
baik dalam kegiatan sehari-hari, kebiasaan dalam penyelenggaraan hari besar dan
24
Tabel 3. Mata pencaharian masyarakat Desa Sedayu
No RT Jumlah
(Sumber: Monografi Desa Sedayu, 2012)
3. Suhu dan Iklim
Suhu udara Desa Sedayu bekisar 26,70C dan curah hujan tertinggi pada wilayah
Sedayu sebesar 99,3 mm, sedangkan curah hujan terendah 29,1 mm (Monografi
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Interaksi masyarakat Dusun Kuyung Arang dan Sridadi dengan gajah
sumatera (Elephas maximus sumatranus) bersifat amensalisme.
2. Dampak negatif interaksi gajah sumatera dengan masyarakat Dusun Kuyung
Arang dan Sridadi berupa gagal panen (n=21; 29,58%), kerusakan tanaman
(n=43; 60,56%), serta gubuk roboh dan kerusakan tanaman (n=7; 9,86%).
3. Aspek konservasi yang dapat dilakukan di wilayah Sukaraja Atas TNBBS dengan menerapkan wisata minat khusus berbasis masyrakat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan:
1. Perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan dan
peran ekologis gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus)
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang karakteristik tempat keluarnya gajah dari
39
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang palatabilitas gajah sumatera di Wilayah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Asiah, dan Japisa, T. 2012. Karakteristik Habitat Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Di Kawasan Ekosistem Seulawah
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi
Edukasi Vol. 4 No.1 Hal. 41-45.
Alamendah. 2010. Kategori Status Konservasi IUCN Red List.
http://alamendah.org/2010/01/14/kategori-status-konservasi-iucn-red-list/. Diakses tanggal 3 Juni 2015 pukul 19.50 WIB.
_________. 2014. Gajah Sumatera Sang Raksasa Tiada Daya. http://alamendah. org /2014/04/28/gajah-sumatera-sang-raksasa-tiada-daya/. Diakses tanggal 26 Agustus 2014 pukul 14.00 WIB.
Alikodra, H.S. 1979. Dasar-Dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
___________. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian. Yogyakarta: Bina aksara.
Borah, J dan Deka, K. 2008. Nutrition Evaluation of Forage Preffered by Wild Elephants in the Rani Range Forest, Assam, India. Jurnal Gajaha 28:41-43. Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Fowler, M.E., SK. Mikota (Editor). 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. Blackwell Publishing, Oxford, UK.
Harahap, W. H., Patana, P., Afifuddin, Y. 2012. Mitigasi Konflik Satwaliar dengan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Desa Timbang Lawan dan Timbang Jaya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat). Jurnal Penelitian. Universitas Sumatera Utara.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Maharani, A.I, Ign. Boedi, Tri Retnaningsih. 2012. Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus Temminck) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hal. 28-30.
Meytasari, P., Bakri, S., dan Herwanti, S. 2014. Penyusunan Kriteria Domestikasi Dan Evaluasi Praktek Peng-asuhan Gajah: Studi Di Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari Vol. 2 No. 2 Hal. 79-88.
Padmanaba, M. 2003. Konsumsi Buah dan Implikasinya dalam Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Nasional Sukit Barisan Selatan, Lampung. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Praweda. 2000. Interaksi Antar Komponen. http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/-Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/-0028%20Bio%201-6c.html. Diaks-es tanggal 13 Januari 2014 pukul 09.20 WIB.
Profil Desa Sedayu Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. 2012. Tanggamus
Ribai. 2011. Studi Perilaku Makan Alami Gajah Sumatera (Elephas maximus sumateranus) di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Saputra, G. 2013. Gajah Sumatera. http://www.satwa.net/248/gajah-sumatera-
.html. Diakses tanggal 13 Januari 2014 pukul 08.44 WIB.
Saragih, C.O. 2014. Kajian Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumateranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Sukasains. 2012. Ekosistem (3): Pola Interaksi dalam Ekosistem. http://sukasaiins. com/materi/ekosistem-3-pola-interaksi-dalam-ekosistem/. Diakses tanggal 27 Agustus 2014 pukul 10.54 WIB.
Syarifuddin, H. 2008. Preferensi Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus di Kawasan Seblat. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. 11 No. 4 Hal. 42-51.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2012. The Tropical Rainforest Heritage of Sumatera. Bukit Barisan Selatan National Park.
________________________________. 2014. Data Statistik Konflik Manusia Dengan Satwa. Unpublish.
Tanto. 2010. Mengenal TNBBS. http://tantomedi.blogspot.com/2010/05/meng-enal-tnbbs.html. Diakses tanggal 26 Maret 2013 pukul 19.22 WIB.
Wandasari, A. 2011. Interaksi Antar Spesies. http://andawandasari.blogspot.com/ 2011/12/interaksi-antar-spesies.html. Diakses tanggal 8 Januari 2015 pukul 11.50 WIB.
Widowati, A. 1985. Studi Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumateranus Temminck,1847)di Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas, Lampung Tengah. Skripsi. IPB. Bogor.
Wihardandi, A. 2012. IUCN: Gajah Sumatera Kini Masuk Kategori Kritis. http://www.mongabay.co.id/2012/07/07/iucn-gajah-sumatera-kini-masuk-kategori-kritis/. Diakses tanggal 13 April 2015 pukul 12.45 WIB.
World Wide Fund. 2005. Mengenal Gajah Sumatera. http://www.wwf. or.id/?5484/Mengenal-Gajah-Sumatra. Diakses tanggal 25 Juni 2014 pukul 20.21 WIB.
_________________. 2013. Gajah Sumatera. http://www.wwf.or.id/. Diakses tanggal 13 Januari 2014 pukul 09.20 WIB.
Yogasara, F. A., Zulkarnaini, Saam, Z. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mem- pengaruhi Intensitas Konflik Antara Gajah Dengan Manusia di Kecamatan Mandau dan Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol. 6 No. 1 Hal. 63-81.