• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA PT MITRA BINA PERSADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA PT MITRA BINA PERSADA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA

PT MITRA BINA PERSADA

Oleh

Christianto Sitinjak

Pengelolaan perparkiran di Bandar Lampung yang pada awalnya dikelola oleh pemerintah kota melalui Dinas Perhubungan Bandar Lampung, akan tetapi saat ini beralih kepada pihak ketiga atau swasta, yaitu PT Mitra Bina Persada. Pemerintah Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa proses kerja sama ini telah sesuai dan mengacu Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 dan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan permasalahan: a) Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada? b) Faktor-faktor apasajakah yang menghambat pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada? Pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: a) Pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada dilakukan di 20 wilayah perparkiran di Kota Bandar Lampung. Jangka waktu perjanjian kerja sama perpakiran antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra Bina Persada adalah 3 tahun 2 bulan sejak tanggal berita acara serah terima tanggal 22 Oktober 2012. b) Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada, yaitu pelayanan perpakiran belum didukung dengan sarana prasarana yang baik dan SDM perparkiran yang mengalami pengurangan. Peneliti menyarankan: a) Memperpanjang kontrak jika perjanjian ini lebih efektif dalam peningkatan APBD khususnya retribusi parkir. b) Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung dengan rutin melakukan monitoring dan evaluasi ke lapangan untuk mengetahui secara langsung pelayanan parkir yang diberikan oleh PT Mitra Bina Persada kepada masyarakat kota bandar lampung.

(2)
(3)

KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA

PT MITRA BINA PERSADA

(Skripsi)

Oleh:

Christianto Sitinjak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1. 2. 1 Permasalahan... 5

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. 3. 1 Tujuan ... 6

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2. 1 Tinjauan Tentang Kebijakan ... 8

2. 1. 1 Pengertian Kebijakan ... 8

2. 1. 2 Macam-Macam Kebijakan Pemerintah ... 11

2. 2 Tinjauan Terhadap Retribusi Daerah ... 13

2. 2. 1 Pengertian Retribusi Daerah ... 13

2. 2. 2 Obyek Retribusi ... 18

2. 2. 3 Retribusi Jasa Umum ... 19

2. 2. 4 Retribusi Jasa Usaha ... 20

2. 2. 5 Retribusi Perizinan Tertentu ... 21

2. 2. 6 Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah ... 22

2. 2. 7 Perhitungan Retribusi Daerah ... 23

2. 2. 8 Penetapan Tarif Retribusi Daerah ... 24

2. 2. 9 Sistem Perhitungan Retribusi ... 26

2. 3 Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir... 27

2. 3. 1 Pengertian Retribusi Parkir ... 27

2. 3. 2 Manfaat Retribusi Pelayanan Perparkiran ... 27

2. 4 Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Parkir ... 29

2. 4. 1 Kewenangan Pihak Swata Dalam Mengelola Parkir di Kota Bandar Lampung ... 29

(5)

3. 2 Sumber Data ... 34

3. 3 Metode Pengumpulan Data ... 34

3. 4 Metode Pengolahan Data ... 35

3. 5 Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4. 1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 37

4. 1. 1 Sejarah Kota Bandar Lampung ... 37

4. 1. 2 Organisasi Perangkat Daerah ... 40

4. 1. 3 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ... 41

4. 2 Pelaksanaan Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada PT Mitra Bina Persada... 43

4. 3 Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada PT Mitra Bina Persada ... 60

4. 3. 1 Pelayanan Perpakiran Yang Dikelola Oleh PT Mitra Bina Persada Belum Didukung Dengan Sarana Dan Prasarana Yang Baik ... 61

4. 3. 2 Sumber Daya Manusia Pelayanan Perparkiran Yang Mengalami Pengurangan ... 62

V. PENUTUP ... 65

5. 1 Kesimpulan ... 65

5. 2 Saran ... 66

(6)
(7)
(8)

MOTO

Jalan-Mu tak terselami oleh setiap hati kami, Namun satu hal kupercaya “Ada

Rencana yang Indah”

(Yeremia 29:11)

“Segala perjuangan dimulai dari langkah kakimu. Jangan pernah takut akan

ketinggalan, selama kakimu tak berhenti melangkah, Percayalah! Kau pun bisa

berada digaris depan”.

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan YME.

Ku persembahkan karya skripsi ini untuk:

Ayah dan Ibu, serta kakak tercinta yang dengan penuh pengorbanan memberikan

dorongan moril dan kasih sayang, sehingga penulis berhasil menyelesaikan

perkuliahan ini.

Seseorang yang telah membantu dan memberikan motivasi selama ini.

Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah yang telah

banyak membantu, baik dalam suka maupun duka.

Para dosen pembimbingku, terima kasih untuk bantuan dan dukungannya

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukit Kemuning Lampung Utara, pada

Tanggal 26 Juli 1989 yang merupakan putra kedua dari tiga

bersaudara pasangan Bapak Biro Sitinjak dan Ibu Dermina

Bakara. Penulis menyelesaikan studi di TK PGRI 1 Bukit

Kemuning pada Tahun 1996, SD Negeri 2 Bukit Kemuning lulus pada Tahun

2002. Penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bukit Kemuning lulus pada

Tahun 2005, kemudian SMA Negeri 1 Bukit Kemuning lulus pada Tahun 2008.

Penulis pada Tahun 2008 diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Lampung. Penulis pada Tahun 2011 mengikuti kegiatan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rumbih, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten

(11)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul

”KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS

PERHUBUNGAN KEPADA PT MITRA BINA PERSADA” adalah salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah sabar

memberi saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini dan

penyelesaian studi;

2. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah membantu

memberikan saran dan masukan sehingga penulisan skripsi ini lebih baik

dan bermanfaat;

3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan

masukan dan saran untuk perbaikkan skripsi ini;

4. Bapak Agus Triono, S.H, M.H. selaku Pembahas II yang yang telah

memberi masukan guna perbaikan skripsi ini;

5. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian HAN yang telah

(12)

7. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi

pengembangan wawasan penulis;

8. Kedua orang tuaku yang sabar mengasuh, mendidik dan membesarkan

penulis sampai menjadi seorang Sarjana Hukum. Semoga Tuhan YME

memberikan rahmat-Nya kepada kalian hingga akhir kelak;

9. Kakak dan adikku yang tak henti hentinya memberikan semangat, terima

kasih atas dukungannya selama ini;

10. Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah: Ahadi Fajrin Prasetya,

Immanuel Christianson Mangitua Lumban Tobing, Azwir Ade Putra, Devi

Santoso, Agung Waluyo, Bambang Wardoyo, Ferdiansyah, Rangga

Canvarianda, Sulis Trianto, Herdi SDA, Dandy Zavero, Alviananta, Asrul

Septian Malik dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu baik dalam suka maupun duka; dan

11. Rekan-rekan semasa KKN

12. Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 27 Oktober 2014 Penulis

(13)

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Keberhasilan penyelenggaraan perparkiran dalam era otonomi daerah dapat

terlihat pada kemampuan daerah dan memanfaatkan kewenangan luas, nyata, dan

bertanggung jawab secara profesional dalam menggali sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan

nasional pada hakekatnya diharuskan untuk mengembangkan kemandirian

tiap-tiap daerah sesuai potensi sumber daya yang dimilikinya dan bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan merata dan terpadu.

Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah

daerah juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk

menunjang pembangunan daerah. Retribusi parkir sebagai salah satu sumber

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari masyarakat, dimana

pengelolaannya dahulu dilakukan oleh dinas pendapatan daerah yang berdasarkan

pada peraturan daerah.

Dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan pembangunan secara efektif

dan efesien, maka setiap daerah harus secara kreatif mampu menciptakan dan

(14)

Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah dari

sektor retribusi jasa perparkiran, sumber-sumber keuangan atau sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Perparkiran adalah merupakan bagian dari subsistem lalu lintas angkutan jalan

penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dalam rangka

meningkatkan penyelenggaraan kepada masyarakat di bidang perparkiran,

penataan lingkungan, ketertiban, dan kelancaran arus lalu lintas serta sebagai

sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Perparkiran secara umum juga diartikan

sebagai suatu usaha untuk melancarkan arus lalu lintas dan meningkatkan

produktifitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh

negara.

Setiap daerah dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan perparkiran

secara efektif dan efisien harus memiliki kreatifitas untuk menciptakan dan

mendorong semakin meningkatnya sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah sektor

jasa perparkiran, sumber keuangan atau sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah,

seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah. Sumber pendapatan daerah tersebut salah satunya berasal dari

pungutan pajak dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pendapatan Asli Daerah

dari sektor retribusi daerah, yang memiliki kontribusi yang cukup besar berasal

(15)

Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi parkir di Kota Bandar Lampung,

selama ini masih kurang optimal. Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N.

mengatakan, kebocoran di Pendapatan Asli Daerah dari retribusi parkir memang

telah menjadi rahasia umum. Pendapatan dari sektor retribusi parkir dengan

jumlah kendaraan yang terus meningkat, tidak pernah mencapai target.

Pemerintah Kota Bandar Lampung mengharapkan dengan adanya pengelolaan

pihak ketiga, kebocoran akan berkurang. Jika tidak mencapai target, sanksi untuk

pihak ketiga menurutnya telah diatur.1

Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan transportasi dan kendaraan

bermotor di sebuah kota, kebutuhan sarana berupa jalan dan tempat parkir

kendaraan makin meningkat. Kebutuhan tempat parkir mengakibatkan muncul

badan pengelola parkir, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pengelola

swasta. Pengelolaan perparkiran di Bandar Lampung yang selama ini dikelola

oleh pemerintah kota melalui Dinas Perhubungan Bandar Lampung. Akan tetapi,

pengelolaan perparkiran yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan mendapatkan

keluhan-keluhan dari masyarakat, diantaranya karena ketidaknyaman pelayanan

dan tidak ada jaminan keamanan bagi kendaraan yang di parkir. Dari segi

penerimaan dari retribusi parkir yang dikelola oleh Dinas Perhubungan juga

dinilai tidak maksimal. Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah Kota Bandar

Lampung mengeluarkan kebijakan berupa menyerahkan pengelolaan parkir

kepada pihak ketiga atau swasta.

1

(16)

Keluhan terhadap berbagai masalah seputar perparkiran di Kota Bandar Lampung

diharapkan segera tuntas setelah Pemerintah Kota Bandar Lampung resmi

menyerahkan pengelolaan parkir kepada PT Mitra Bina Persada. Hal tersebut

ditandai dengan penandatanganan memory of agreement (MoA) untuk pengelolaan parkir pada hari Selasa tanggal 9 Oktober 2012. Terhitung sejak

penandatanganan MoA itu, seluruh masalah retribusi parkir akan dikelola oleh PT

MBP sebagai pihak ketiga. Perusahaan ini menjanjikan akan memberikan

pendapatan retribusi parkir yang besar kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung.

PT MBP juga menjanjikan akan menjamin keamanan, kenyamanan, dan

ketertiban lebih kepada pengguna jasa parker, salah satunya dengan memberikan

jaminan asuransi kepada kendaraan yang diparkir. Tujuan diadakannya kerja sama

ini adalah untuk meningkatkan PAD sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan

parkir bagi pengguna jasa. Pemerintah Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa

proses kerja sama ini telah sesuai dan mengacu Peraturan Pemerintah No. 50

Tahun 2007 dan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Kerja Sama Daerah.2

Dasar hukum yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam

mengeluarkan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan

kepada pihak PT Mitra Bina Persada adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007

tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja

Sama Daerah, Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011

2

(17)

tentang Retribusi Jasa Umum dan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.

06 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha.

Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Perparkiran di Wilayah Kota

Bandar Lampung Antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra

Bina Persada No. 28/PK/ZK/2012 dan No. 14/PT.MBP/MoA/X/2012 tertanggal

22 Oktober 2012, Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Mitra Bina Persada

bersama-sama sepakat mengikatkan diri dalam sebuah kerja sama pengelolaan

parkir di wilayah Kota Bandar Lampung.

Sementara itu, dalam menyikapi pengelolaan parkir yang berpindah ke pihak

swasta, pengamat transportasi Kota Bandar Lampung IB, Ilham Malik

mengatakan perlu dilihat dari empat sundut pandang, yakni Pemerintah Kota

Bandar Lampung, juru parkir, masyarakat, dan Unit Pelaksana Teknis Dinas

(UPTD) Parkir. Pemerintah Kota, swastanisasi ini berdampak baik bagi

Pendapatan Asli Daerah dan tata kelola perparkiran. Beberapa standar pelayanan

parkir akan lebih mudah diterapkan karena dapat langsung dikerjakan oleh swasta.

Hal ini berbeda jika masih dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).3

Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas

Perhubungan Kepada Pihak PT Mitra Bina Persada”.

3

(18)

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. 2. 1 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari

Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada?

b. Faktor-faktor apasajakah yang menghambat pelaksanaan kebijakan

penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina

Persada?

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pajak dan retribusi parkir, serta instansi

yang melakukan Perjanjian Kerja Sama dalam tempo waktu 3 tahun 2 bulan

antara Pihak Kota Bandar Lampung ( Pihak Pertama) dan PT. Mitra Bina Persada

(Pihak Kedua) serta Dinas Perhubungan selaku pihak pengelola sebelum

dkeluarkannya kebijakan ini. Lingkup pembahasan yaitu kebijakan penyerahan

(19)

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari

Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan

penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina

Persada.

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian ini, yaitu:

a. Secara teoritis yaitu sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan

pengetahuan terhadap kebijakan pemerintahan khususnya dalam hal

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

b. Secara praktis adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis mengenai

dinas pendapatan daerah dan juga untuk bahan masukan kepada Pemerintah

Kota Bandar Lampung dalam melakukan pengelolaan retribusi daerah

khususnya retribusi parkir, serta peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Tinjauan Tentang Kebijakan

2. 1. 1 Pengertian Kebijakan

Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang

biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang

mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan

bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian

publik itu sendiri dalam Bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat

atau umum.1

Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam

mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah,

kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting. Pembahasan

mengenai hukum dapat meliputi dua aspek: aspek keadilan menyangkut tentang

kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak dinamika dan

konflik di tengah masyarakat dan aspek legalitas ini menyangkut apa yang disebut

dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan

negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama

1

(21)

hukum.2 Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh

pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk

mencapainya.

Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Kebijaksanaan atau kebijakan secara praktikal erat

kaitannya dengan hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai

obyek berupa gejala-gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada

waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat

(negara) tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum

tersebut).3

Hubungan antara teori hukum dengan hukum positif dengan demikian merupakan

hubungan yang bersifat dialektis, karena hukum positif ditetapkan berdasarkan

pada teori-teori hukum yang dianut (pada waktu tertentu, mengenai hal tertentu,

dan di masyarakat/negara tertentu), dan bagaimana dalam pencapaiannya

(implementasinya). Ini berarti bahwa hukum positif ditetapkan, berdasarkan pada

teori-teori hukum yang dianut. Hukum positif dalam penerapannya

(implementasinya) tidak jarang dihadapkan pada suatu gejala yang memaksa

untuk dilakukan peninjauan kembali teori-teori hukum yang dianut, dan

memperbaharuinya, sehingga mempunyai sifat timbal-balik.4

2

Wibowo Edi. Hukum dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), Hlm. 18

3Ibid. 4

(22)

Hukum dan kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan pemerintah

sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini

juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak

sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan,

keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara

hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya,

kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada sebuah

Negara dan ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan dengan implementasi kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling

tergantung.

Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam kenyataan bahwa

pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk

mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya

produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat

umum dan karena cakupannya yang luas dan bersifat nasional maka tidak jarang

produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu mengatur

seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di daerah tertentu.

Hubungan hukum dan kebijakan publik yang merupakan kebijakan publik dapat

dilihat adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan publik umumnya harus

dilegalisasikan dalam bentuk hukum, disini berlaku suatu pendapat bahwa sebuah

hukum adalah hasil dari kebijakan publik. Dari pemahaman yang demikian itu

dapat dilihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa

(23)

praktek yang tak dapat dipisahkan. Keduanya berjalan masing-masing dengan

prinsip-prinsip saling mengisi, sebab logikanya sebuah produk hukum tanpa ada

proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu kehilangan makna

substansi. Dengan demikian sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa ada

legalisasi dari hukum tertentu akan sangat lemah dimensi operasionalnya.5

2. 1. 2 Macam-Macam Kebijakan Pemerintah

Setiap negara terdiri dari berbagai macam bidang kehidupan, seperti: sosial,

budaya, ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan. Dalam kehidupannya, suatu

negara pasti akan menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, setiap negara pasti

punya kebijakan masing-masing untuk mengatasi masalah yang

bermacam-macam. Kebijakan pemerintah adalah seperangkat keputusan yang saling

berhubungan, diambil oleh seorang atau sekelompok aktor politik berkenaan

dengan pemilihan tujuan dan sarana pencapaiannya dalam suatu situasi khusus

dimana keputusan-keputusan itu seharusnya, secara prinsip, berada dalam

kekuasaan para aktor politik tersebut. Kebijakan pemerintah terdiri dari, yaitu

kebijakan publik dan kebijakan sosial.6

Kebijakan Publik adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama, harus

ditaati dan berlaku mengikat bagi seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan

diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan dan sanksi

dijatuhkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Kebijakan

Sosial adalah suatu cara pengambilan tindakan dalam melanjutkan proses

pemerintahan, kepartaian, kekuasaan, kepemimpinan negara, dan lain-lain ; arah

5

Muchsin. Hukum Dan Kebijakan Publik, (Malang: Aneroes Press, Malang, 2002), Hlm. 57-58.

6

(24)

dalam pengambilan suatu tindakan itu haruslah sesuai dengan keadaan yang

sedang dihadapi.7

Kebijakan Publik memiliki kaitan dengan bidang-bidang kehidupan suatu negara,

contohnya perekonomian negara. Perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada

produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain melalui mekanisme

pasar. Disinilahi diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan

pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna.

Selain itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mengatasi eksternalitas

dan untuk pengadaan barang-barang publik, seperti jalan tol. Berbagai keputusan

yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi

yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik karena isi kebijakan itu

menyangkut bonum commune atau kesejahteraan umum

Dari uraian di atas, jelas bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara

bidang-bidang kehidupan (terutama bidang-bidang ekonomi) dengan kebijakan publik, di mana

disiplin Ilmu Ekonomi Politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan antara

berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi seperti

produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan lain

sebagainya mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan

implementasi kebijakan publik tersebut.

Sedangkan kebijakan sosial sangat berfungsi dalam menciptakan kesejahteraan

bagi penduduk di suatu negara. Pekerja sosial sebagai tenaga yang sangat

dibutuhkan kontribusinya untuk ikut menentukan dan membuat perancangan

7

(25)

kebijakan sosial strategis. Pekerja sosial haruslah aktif dalam merespon situasi

perubahan dan perkembangan kondisi global, sehingga dapat bersama dengan

pemerintah melakukan rancangan yang efektif dalam mensejahterakan

masyarakat.

2. 2 Tinjauan Terhadap Retribusi Daerah

2. 2. 1 Pengertian Retribusi Daerah

Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup memiliki andil dalam

pendapatan daerah yaitu retribusi daerah. Hal ini karena retribusi daerah

merupakan sumber penerimaan terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah, selain

dari pajak. Untuk memperoleh gambaran tentang retribusi daerah, terlebih dahulu

perlu diketahui apa penerimaan retribusi itu sendiri, dan perlu juga dibedakan

pengertian pajak dan retribusi. Retribusi merupakan sumber penerimaan yang

sudah umum bagi semua bentuk pemerintah daerah, bahkan ada beberapa daerah

menjadikan retribusi sebagai sumber utama dari pendapatan daerahnya.8

Pengertian retribusi daerah menurut Kunarjo adalah pemungutan uang, sebagai

pembayaran pemakain atau memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik

pemerintah baik yang berkepentingan atau berdasarkan peraturan umum yang

dibuat oleh pemeritah.9 Menurut Munawir retribusi adalah iuran kepada

pemerintah yang dapat dilaksanakan dan jasa yang baik secara langsung ditunjuk

8

Kunarjo. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan (Jakarta: UI Press, 1996), Hlm. 17

9Ibid

(26)

pemerintah. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak

bersifat merasakan jasa baik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran ini.10

Selanjutnya pengertian retribusi daerah menurut Panitia Nasrun Kaho disebutkan

bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian

atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau milik daerah untuk

kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik secara

langsung maupun tidak langsung.11

Pengertian retribusi menurut Rochmad Sumitro menyatakan bahwa

pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan

jasa-jasa negara.12 Sedangkan menurut S. Munawir menyatakan bahwa retribusi adalah

iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung

dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak

merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu.13

Menurut Marihot P. Siahaan bahwa pengertian retribusi adalah pembayaran wajib

dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh

negara bagi penduduknya secara perorangan.14 Jasa tersebut dapat dikatakan

bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa

dari negara, sehingga retribusi daerah adalah suatu pemungutan daerah sebagai

pembayaran atas pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau

10

J. Riwu Kaho. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. (Jakarta: Bina aksara, 1997), Hlm. 153

11Ibid 12

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), Hlm. 205

13

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Op. cit. Hlm. 205

14

(27)

milik daerah yang berkepentingan, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah

baik langsung maupun tidak langsung.

Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang menyatakan bahwa

ciri-ciri dari retribusi pada umumnya adalah:15

a. Retribusi dipungut oleh negara;

b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;

c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan

d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang

menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.

Menurut Marihot P. Siahaan bahwa terdapat beberapa ciri yang melekat pada

retribusi daerah yaitu:16

a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.

b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.

c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.

e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Retribusi yang ditarik oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan PAD

adalah merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan guna mendukung

pembangunan di daerah tersebut. Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak

daerah merupakan salah satu PAD yang diharapkan menjadi salah satu sumber

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk

15

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Op. cit. Hlm. 205

16

(28)

meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Ahmad Yani,

daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi

sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah

ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan

aspirasi masyarakat.17

Menurut Marihot P. Siahaan, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan.18 Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang

menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh

orang pribadi atau badan, dengan demikian bila seseorang ingin menikmati jasa

yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang

ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.19 Ciri-ciri retribusi daerah,

yaitu:

a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah;

b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;

c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan

d. Retribusi dikenakan pada setiap orang atau badan yang

mengunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.

Kontribusi retribusi terhadap penerimaan PAD Pemerintah kabupaten/pemerintah

kota yang relatif tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara

17

Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm. 55

18

Marihot P. Siahaan, Op. cit. Hlm. 6

(29)

teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai

peranan/kontribusi yang lebih besar terhadap PAD. Retribusi daerah berdasarkan

Pasal 1 angka 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat

diketahui ciri-ciri pokok dari retribusi daerah, yaitu sebagai berikut:

a. Retribusi adalah pungutan daerah atas penyediaan jasa nyata dan langsung

kepada yang berkepentingan;

b. Wewenang atas pungutan retribusi adalah pemerintah daerah;

c. Dalam pemungutan retribusi terdapat potensi yang diberikan daerah yang

langsung dapat ditunjuk; dan

d. Retribusi dikenakan pada siapa saja yang memanfaatkan atau menggunakan

jasa yang disediakan oleh pemerintah.20

Tujuan dari retribusi daerah bukanlah mencari keuntungan, karena yang

ditentukan oleh hasil tersebut adalah untuk memelihara atas kelangsungan

pekerjaan, milik dan jasa masyarakat, di samping agar sarana dan prasarana

unit-unit jasa pelayanan dapat ditingkatkan dan dikembangkan sebaik mungkin sesuai

dengan perkembangan masyarakat serta perbedaan zaman. Oleh karena itu,

penentuan tarif retribusi yang berlaku pada suatu waktu ditetapkan untuk

mencapai maksud di atas, yang wajar sesuai dengan imbalan yang diharapkan

dapat mereka peroleh karena memakai jasa atau pelayanan yang disediakn oleh

pemerintah.

20

(30)

2. 2. 2 Obyek Retribusi

Obyek Retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh

pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah

dapat dipungut retribusinya namun hanya jasa-jasa tertentu yang menurut

pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan sebagai obyek retribusi. Jasa

tertentu tersebut dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha,

dan perizinan. Obyek retribusi berdasarkan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang

No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu:

a. jasa umum;

b. jasa usaha; dan

c. perizinan tertentu.

Retribusi yang dikenakan atas jasa umum huruf a digolongkan sebagai retribusi

jasa umum. Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha huruf b digolongkan sebagai

retribusi jasa usaha. Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu huruf c

digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah, obyek retribusi ada tiga yaitu jasa umum, jasa usaha dan perizinan

tertentu. Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang

Pajak dan Retribusi Daerah, obyek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang

disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

(31)

retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil/dan atau

atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan secara cuma-cuma.21

Menurut Ahmad Yani prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa

umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya

penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek

keadilan.22 Terdapat penambahan 4 (empat) jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi

Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi

Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.

2. 2. 3 Retribusi Jasa Umum

Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, obyek Retribusi Jasa

Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk

tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang

pribadi atau badan. Jenis retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi

penerimaannya kecil/dan atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan

pelayanan secara cuma-cuma.

Menurut Ahmad Yani, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa

umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya

penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek

keadilan.23 Terdapat penambahan 4 (empat) jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi

Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi

Pelayanan Pendidikan,dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.

21

Pasal 110 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

22

Ahmad Yani, Op. cit. Hlm. 63

(32)

Ketentuan Pasal 110 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah telah mengatur mengenai jenis Retribusi Jasa Umum, yaitu

sebagai berikut:

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;

b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

f) Retribusi Pelayanan Pasar;

g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

l) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan

n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

2. 2. 4 Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 126

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009tentang Pajak dan Retribusi Daerah, obyek Retribusi

Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan

menganut prinsip komersial yang meliputi:

1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum

dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

2) Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara

memadai oleh pihak swasta.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan

(33)

yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien

dan berorientasi pada harga pasar.24

Menurut Pasal 127 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah, jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari:

a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c) Retribusi Tempat Pelelangan;

d) Retribusi Terminal;

e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g) Retribusi Rumah Potong Hewan;

h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j) Retribusi Penyeberangan di Air; dan

k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

2. 2. 5 Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu diatur dalam Pasal 140 Undang-Undang No. 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Pasal 140

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,

obyek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh

pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk

pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan

sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna

melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan

pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan

pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi

24

(34)

penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,

penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.25

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 141

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yaitu

sebagai berikut:

a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

c) Retribusi Izin Gangguan;

d) Retribusi Izin Trayek; dan

e) Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Adapun tujuan dari pengelolaan jenis tarif retribusi ini dimaksudkan guna

menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif

retribusi. Jenis-jenis retribusi yang termasuk golongan jenis retribusi jasa umum,

jasa usaha dan retribusi perisinan tertentu ditetapkan dengan peraturan

pemerintah.

2. 2. 6 Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah

Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses

kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh

bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses

pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama

badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut

25

(35)

melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih

efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan

pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang,

pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.26

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah

(SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan

retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang

dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan. Jika

wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang

membayar, yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga

sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang

dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah

(STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau

sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan

pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah.27

2. 3. 7 Perhitungan Retribusi Daerah

Penentuan jumlah dan besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara

mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian,

besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat

penggunaan jasa.28

26

Ahmad Yani, Op. cit, Hlm. 64

27Ibid,

Hlm. 65

28Ibid,

(36)

a. Tingkat Penggunaan Jasa

Tingkat Penggunaan Jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa

sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan

jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, berapa

kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Akan tetapi, ada pula

penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat

penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang

didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan

rencana penggunaan bangunan.

b. Tarif Retribusi Daerah

Tarif Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang

ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif

dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan

tarif sesuai dengan sasaran dan tarif tertentu, misalnya perbedaan Retribusi

Tempat Rekreasi antara anak dan dewasa.

Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan

sasaran penetapan tarif retribusi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi

perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan obyek retribusi yang

bersangkutan.

2. 2. 8 Penetapan Tarif Retribusi Daerah

Penetapan tarif retribusi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tertentu

wajib untuk memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda

(37)

agar tarif retribusi sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah

sebagai pengelola kepada masyarakat sebagai konsumen. Prinsip dan sasaran

dalam penetapan tarif retribusi daerah telah ditentukan dalam Undang-Undang

No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, prinsip dan sasaran dalam

penetapan tarif retribusi daerah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan

mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan

masyarakat, dan aspek keadilan.

b. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk

memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap

memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

c. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk

menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang

bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan

meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan

hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin

tersebut.

Menurut Kesit Bambang Prakosa, prinsip dasar untuk mengenakan retribusi

biasanya didasarkan pada total cost (biaya) dari pelayanan-pelayanan yang disediakan.29 Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan tingkat pembiayaan

mengakibatkan tarif retribusi tetap di bawah tingkat biaya (full cost) ada 4 (empat) alasan utama mengapa hal ini terjadi:

29

(38)

a. Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi airminum.

b. Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi merupakan good public. Misalnya tarif kereta api atau bis disubsidi guna mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dibandingkan angkutan swasta, guna mengurangi kemacetan.

c. Pelayanan seluruhnya merupakan privat good yang dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasidari kolam renang. d. Privat good yang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan group-group

berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma.30

2. 2. 9 Sistem Perhitungan Retribusi

Umumnya besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau

badan yang menggunakan jasa yang diberikan oleh pemerintah dihitung dari

perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa. Untuk menilai tingkat

keefektivitasan dari pemungutan retribusi daerah ada beberapa kriteria yang harus

dipenuhi, yaitu:

a. Kecukupan dan Elastisitas

Elastisitas retribusi harus responsif kepada pertumbuhan penduduk dan

pendapatan, selain itu juga tergantung pada ketersediaan modal untuk

memenuhi pertumbuhan penduduk.

b. Keadilan

Dalam pemungutan retribusi daerah harus berdasarkan asas keadilan, yaitu

disesuaikan dengan kemampuan dan manfaat yang diterima.

c. Kemampuan Administrasi

Dalam hal ini retribusi mudah ditaksir dan dipungut. Mudah ditaksir karena

pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur.

30

(39)

2. 3 Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir

2. 3. 1 Pengertian Retribusi Parkir

Pengertian parkir berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan

bermotor yang bersifat sementara. Definisi lain tentang parkir terdapat dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu parkir adalah menghentikan kendaran

bermotor untuk beberapa saat lamanya.31

Dari kedua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa parkir adalah

memberhentikan kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan.

Dari uraian terdahulu jika digabung, pemungutan retribusi parkir di sini adalah

keseluruhan aktifitas untuk menarik atau memungut retribusi parkir sesuai dengan

yang digariskan dalam rangka usaha untuk memperoleh pemasukan balas jasa dari

sarana atau faisilitas yang telah disediakan oleh pemerintah daerah.

Adapun umumnya subyek dari retribusi parkir adalah pemakaian jasa atau

masyarakat yang memarkir kendaraan di pinggir jalan umum atau tempat-tempat

khusus, misalnya pusat pertokoan dan pusat perbelanjaan. Sedangkan obyek dari

retribusi parkir adalah pelayanan penyediaan parkir di tepi jalan umum.

2. 3. 2 Manfaat Retribusi Pelayanan Perparkiran

Penertiban kawasan parkir memiliki sejumlah dampak positif. Upaya tersebut

tidak hanya membantu mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi juga

mengembalikan fungsi ruang kota. Ruang publik yang dimaksud adalah badan

31

(40)

jalan dan trotoar atau jalur pedestrian yang sering dimanfaatkan pengguna

kendaraan pribadi sebagai tempat parkir. Selain mengganggu kelancaran lalu

lintas, pemanfaatan sarana umum yang tidak sesuai dengan peruntukkannya

mengganggu pengguna jalan lainnya seperti pejalan kaki.

Penertiban parkir dapat pula memperbaiki kondisi lingkungan, menjamin

keamanan kendaraan yang diparkir, menghindari kemacetan dan membatasi ruang

gerak aksi premanisme, serta dapat menjadi sumber pendapatan daerah dari sektor

retribusi. Penyelenggaraan perparkiran perlu dilakukan secara terancana dan

terpadu. Perencanaan perparkiran dapat dimulai dengan menentukan lokasi parkir,

sistem pembayaran parkir, petugas parkir dan pelayanan yang akan diberikan

kepada konsumen.

Berkaitan dengan penerimaan PAD dari sektor retribusi, retribusi parkir

merupakan salah satu retribusi yang memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini

seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, baik roda

dua maupun roda empat, serta perkembangan pusat-pusat perbelanjaan dan

hiburan yang terus mengalami peningkatan. Pertambahan jumlah kendaraan dan

jumlah pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, tentunya diiringi oleh kebutuhan

lahan atau tempat parkir yang mendukung.

Untuk meningkatkan penerimaan retribusi parkir, diperlukan pengelolaan yang

baik oleh pemerintah. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat dan mencegah terjadi kebocoran atau penyelewengan

penerimaan retribusi dari pelayanan parkir yang disediakan oleh pemerintah.

(41)

seiring pertumbuhan kendaraan yang semakin pesat tiap tahunnya. Pengelolaan

parkir yang baik tentunya akan memberikan manfaat yang baik pula bagi

masyarakat dan pemerintah.

2. 4 Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Parkir Di Kota Bandar Lampung

Pemungutan retribusi parkir telah ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan. Pasal 127 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah, menyatakan bahwa Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan

salah satu jenis Retribusi Jasa Usaha. Obyek Retribusi Tempat Khusus Parkir

berdasarkan Pasal 132 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan,

dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pemungutan retribusi parkir di Kota Bandar Lampung didasarkan pada

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang

diimplementasikan dalam peraturan daerah. Peraturan Daerah Kota Bandar

Lampung yang mengatur mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi

Jasa Usaha.

2. 4 1 Kewenangan Pihak Swata Dalam Mengelola Parkir di Kota Bandar Lampung

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya

menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dengan asas

desentralisasi kewenangan Pemerintah diserahkan kepada daerah otonom dan

(42)

sesuai kepentingan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemerintahannya,

daerah diberi kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan daerah lain dan

pihak ketiga.

Kerja sama daerah merupakan sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan

keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah, mensinergikan

potensi antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga serta meningkatkan pertukaran

pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiskal. Melalui kerja sama daerah

diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan

umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antardaerah dan

daerah tertinggal.

Kerja sama daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sumber

Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu, kerja sama daerah yang membebani

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan masyarakat harus mendapat

persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Obyek yang dapat

dikerjasamakan meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah

otonom, aset daerah dan potensi daerah serta penyediaan pelayanan umum.

Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas,

sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan

kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum. Obyek kerja

sama merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kerja

(43)

dilaksanakan. Hasil kerja sama yang diperoleh daerah berupa uang harus disetor

ke kas daerah, sedangkan yang berupa barang harus dicatat sebagai aset daerah.

Adanya pergantian kepala daerah pada dasarnya tidak dapat atau mempengaruhi

atas pelaksanaan kerja sama yang telah disepakati oleh kepala daerah sebelumnya.

Salah satu kerja sama yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pihak

ketiga adalah pengelolaan parkir. Hal ini seudah ditempuh oleh Pemerintah Kota

Bandar Lampung dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan

Perparkiran di Wilayah Kota Bandar Lampung Antara Pemerintah Kota Bandar

Lampung dengan PT Mitra Bina Persada No. 28/PK/ZK/2012 dan No.

14/PT.MBP/MoA/X/2012 tertanggal 22 Oktober 2012. Dasar hukum yang

digunakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melakukan kerja sama

ini adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang

Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Peraturan Daerah

Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum dan

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi

Jasa Usaha.

2. 4. 2 Impikasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Terhadap Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada Pihak PT Mitra Bina Persada

Dengan disepakatinya Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Perparkiran di wilayah

Kota Bandar Lampung antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT

(44)

Perhubungan menjadi kewenangan PT Mitra Bina Persada. Bentuk timbal balik

dari kerja sama ini adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung menerima bagi hasil

retribusi parkir atas pengelolaan parkir yang dilakukan oleh PT Mitra Bina

Persada sesuai dengan perjanjian, sedangkan bagi PT Mitra Bina Persada

diberikan kewenangan untuk mengelola parkir di lokasi-lokasi milik Pemerintah

Kota Bandar Lampung dan memanfaatkan fasilitas perparkiran yang telah tersedia

(45)

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

dimaksudkan sebagai usaha mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yuridis empiris

dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan yang ada di

lapangan dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya

mengenai kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan

kepada PT Mitra Bina Persada.

3. 2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil studi lapangan yaitu

wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dengan penelitian.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan

hukum yang terdiri dari:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa

(46)

1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

2) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah;

3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah;

4) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Kerja Sama Daerah; dan

5) Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja

Sama Daerah.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari

buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus

hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia majalah, surat kabar dan jurnal

penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui

internet.

3. 3 Metode Pengumpulan Data

Peneliti dalam pengumpulan data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksud adalah usaha untuk memperoleh data sekunder.

Dalam hal ini peneliti melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara

mengumpulkan, membaca atau mempelajari, membuat catatan-catatan dan

kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis

(47)

perundang-Undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang

dibahas dalam penelitian ini.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data

primer dengan mengajukan pertanyaan kepada beberapa pihak yang berkaitan

permasalahan dalam penelitian dengan teknik wawancara. Teknik yang

digunakan adalah wawancara langsung yang bersifat terbuka, dengan

menyiapkan daftar pertanyaan yang berupa pokok-pokok sebagai panduan

yang dapat dikembangkan pada saat wawancara dilakukan. Wawancara

dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada

nara sumber, yaitu:

a. Yurni Thaib Selaku Kasubbag Tata Usaha Dinas Perhubungan Kota

Bandar Lampung; dan

b. Ir. Ermansyah selaku Manajer Operasional PT Mitra Bina Persada.

3. 4 Metode Pengolahan Data

Data sekunder dan data primer terkumpul dan diolah, maka untuk menentukan hal

yang baik dalam melakukan pengolahan data, peneliti melakukan kegiatan sebagai

berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna

atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

2. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah

(48)

3. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis

data.

3. 5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara

menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat

sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang dibahas

dan kesimpulan atas permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dari analisis

menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir dalam menarik

kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang khusus yang merupakan

(49)

BAB V. PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan penelitian

yang pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan

kepada PT Mitra Bina Persada dilakukan di 20 wilayah perparkiran di Kota

Bandar Lampung. Jangka waktu perjanjian kerja sama perparkiran antara

Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra Bina Persada adalah

selama 3 tahun 2 bulan sejak tanggal berita acara serah terima pekerjaan

pengelolaan perparkiran, yaitu tanggal 22 Oktober 2012 dan dapat

diperpanjang kembali setelah dilakukan evaluasi oleh tim monitoring dan evaluasi. Berdasarkan berita acara serah terima pekerjaan pengelolaan

perparkiran, perjanjian kerja sama ini berakhir pada tanggal 22 Desember

2015 dan dapat diperpanjang kembali setelah dilakukan evaluasi oleh tim

monitoring dan evaluasi. Pemerintah Kota Bandar Lampung berhak menerima Pendapatan Asli Daerah atas hasil kerja sama dari pihak PT Mitra Bina

Persada, yaitu: Tahun 2012 sebesar Rp 13.000.000,00 (tiga belas juta rupiah)

perhari, tahun 2013 sebesar Rp 6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah)

(50)

juta rupiah) dan pada tahun 2015 sebesar Rp 7.200.000.000,00 (tujuh milyar

dua ratus juta rupiah) pertahun.

2. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan penyerahan

pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada,

antara lain sebagai berikut:

a. Pelayanan perparkiran yang dikelola oleh PT Mitra Bina Persada belum

didukung dengan sarana dan prasarana yang baik; dan

b. Sumber Daya Manusia pelayanan perparkiran yang mengalami

pengurangan.

5. 2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

1. Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung dengan rutin melakukan monitoring

dan evaluasi ke lapangan untuk mengetahui secara langsung pelayanan parkir

yang diberikan oleh PT Mitra Bina Persada kepada masyarakat demi

menjamin pelayanan parkir yang diberikan lebih baik daripada sebelum

pengelolaannya diberikan kepada PT Mitra Bina Persada.

2. Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung membuka layanan saran dan kritik

dari masyarakat pengguna jasa parkir yang dikelola PT Mitra Bina Persada

untuk menjamin pelayanan yang diberikan maksimal dan juga sebagai media

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosdirjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Edi, Wibowo. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.

Hadjon, Philipus M. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hadiati Koeswadji, Hermien. 2002. Hukum Untuk Perumahsakitan. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kaho, J. Riwu. 1997. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Bina Aksara, Jakarta.

Kunarjo. 1996. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. UI Press, Jakarta.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.

Muchsin. 2002. Hukum Dan Kebijakan Publik. Aneroes Press, Malang.

Muhammad, Abdulkadir. 2008. Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Mustafa, Bacshan. 1985. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Penerbit Alumni, Bandung.

Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Ridwan, H. R. 2011. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Rajawali Press, Jakarta.

(52)

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang. 1994. Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah. Sinar Grafika, Jakarta.

Yani, Ahmad. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha

Perjanjian Kerja Sa

Referensi

Dokumen terkait

c) Quick Ratio atau Acid Test Ratio, rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban finansial jangka pendek dengan mengunakan aktiva lancar yang lebih likuid

Variasi kandungan mineral liat ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya mineral liat tersebut berasal dari campuran mineral liat di daerah hulu yang terbawa oleh air

Begug Poernomosidi yang mendapat julukan sebagai “Bandung Bondowoso “ (mantan Bupati tahun 2000-2010) beliau mendapat julukan tersebut karena tekadnya yang kuat

Due to these reasons, Structure lecturers in the English Depart ment of Widya Mandala Catholic University Surabaya think of different ways to help students in mastering

Para perempuan rentenir ini menjalankan bisnis ini adalah karena.. ingin memperbaiki taraf

Belajar Autodidak Word, Excel, Powerpoint 2007, Atang Gumawang, Informatika, Bandung, 2009.. Excel Missa Lamsani

Dengan menerapkan skenario pembangunan check dam , diharapkan dapat memberikan informasi mengenai signifikansi dari skenario yang diterapkan dalam mengendalikan laju

Meskipun Spam terjadi penurunan jumlah pengaduan tetapi masih menempati urutan pertama dalam jumlah pengaduan yaitu mencapai 60% dari total pengaduan di bulan