ABSTRAK
KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA
PT MITRA BINA PERSADA
Oleh
Christianto Sitinjak
Pengelolaan perparkiran di Bandar Lampung yang pada awalnya dikelola oleh pemerintah kota melalui Dinas Perhubungan Bandar Lampung, akan tetapi saat ini beralih kepada pihak ketiga atau swasta, yaitu PT Mitra Bina Persada. Pemerintah Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa proses kerja sama ini telah sesuai dan mengacu Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 dan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan permasalahan: a) Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada? b) Faktor-faktor apasajakah yang menghambat pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada? Pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: a) Pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada dilakukan di 20 wilayah perparkiran di Kota Bandar Lampung. Jangka waktu perjanjian kerja sama perpakiran antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra Bina Persada adalah 3 tahun 2 bulan sejak tanggal berita acara serah terima tanggal 22 Oktober 2012. b) Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada, yaitu pelayanan perpakiran belum didukung dengan sarana prasarana yang baik dan SDM perparkiran yang mengalami pengurangan. Peneliti menyarankan: a) Memperpanjang kontrak jika perjanjian ini lebih efektif dalam peningkatan APBD khususnya retribusi parkir. b) Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung dengan rutin melakukan monitoring dan evaluasi ke lapangan untuk mengetahui secara langsung pelayanan parkir yang diberikan oleh PT Mitra Bina Persada kepada masyarakat kota bandar lampung.
KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS PERHUBUNGAN KEPADA
PT MITRA BINA PERSADA
(Skripsi)
Oleh:
Christianto Sitinjak
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ... 1
1. 1 Latar Belakang ... 1
1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1. 2. 1 Permasalahan... 5
1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
1. 3. 1 Tujuan ... 6
1. 3. 2 Kegunaan Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2. 1 Tinjauan Tentang Kebijakan ... 8
2. 1. 1 Pengertian Kebijakan ... 8
2. 1. 2 Macam-Macam Kebijakan Pemerintah ... 11
2. 2 Tinjauan Terhadap Retribusi Daerah ... 13
2. 2. 1 Pengertian Retribusi Daerah ... 13
2. 2. 2 Obyek Retribusi ... 18
2. 2. 3 Retribusi Jasa Umum ... 19
2. 2. 4 Retribusi Jasa Usaha ... 20
2. 2. 5 Retribusi Perizinan Tertentu ... 21
2. 2. 6 Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah ... 22
2. 2. 7 Perhitungan Retribusi Daerah ... 23
2. 2. 8 Penetapan Tarif Retribusi Daerah ... 24
2. 2. 9 Sistem Perhitungan Retribusi ... 26
2. 3 Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir... 27
2. 3. 1 Pengertian Retribusi Parkir ... 27
2. 3. 2 Manfaat Retribusi Pelayanan Perparkiran ... 27
2. 4 Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Parkir ... 29
2. 4. 1 Kewenangan Pihak Swata Dalam Mengelola Parkir di Kota Bandar Lampung ... 29
3. 2 Sumber Data ... 34
3. 3 Metode Pengumpulan Data ... 34
3. 4 Metode Pengolahan Data ... 35
3. 5 Analisis Data ... 36
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
4. 1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 37
4. 1. 1 Sejarah Kota Bandar Lampung ... 37
4. 1. 2 Organisasi Perangkat Daerah ... 40
4. 1. 3 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ... 41
4. 2 Pelaksanaan Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada PT Mitra Bina Persada... 43
4. 3 Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada PT Mitra Bina Persada ... 60
4. 3. 1 Pelayanan Perpakiran Yang Dikelola Oleh PT Mitra Bina Persada Belum Didukung Dengan Sarana Dan Prasarana Yang Baik ... 61
4. 3. 2 Sumber Daya Manusia Pelayanan Perparkiran Yang Mengalami Pengurangan ... 62
V. PENUTUP ... 65
5. 1 Kesimpulan ... 65
5. 2 Saran ... 66
MOTO
Jalan-Mu tak terselami oleh setiap hati kami, Namun satu hal kupercaya “Ada
Rencana yang Indah”
(Yeremia 29:11)
“Segala perjuangan dimulai dari langkah kakimu. Jangan pernah takut akan
ketinggalan, selama kakimu tak berhenti melangkah, Percayalah! Kau pun bisa
berada digaris depan”.
PERSEMBAHAN
Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan YME.
Ku persembahkan karya skripsi ini untuk:
Ayah dan Ibu, serta kakak tercinta yang dengan penuh pengorbanan memberikan
dorongan moril dan kasih sayang, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
perkuliahan ini.
Seseorang yang telah membantu dan memberikan motivasi selama ini.
Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah yang telah
banyak membantu, baik dalam suka maupun duka.
Para dosen pembimbingku, terima kasih untuk bantuan dan dukungannya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukit Kemuning Lampung Utara, pada
Tanggal 26 Juli 1989 yang merupakan putra kedua dari tiga
bersaudara pasangan Bapak Biro Sitinjak dan Ibu Dermina
Bakara. Penulis menyelesaikan studi di TK PGRI 1 Bukit
Kemuning pada Tahun 1996, SD Negeri 2 Bukit Kemuning lulus pada Tahun
2002. Penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bukit Kemuning lulus pada
Tahun 2005, kemudian SMA Negeri 1 Bukit Kemuning lulus pada Tahun 2008.
Penulis pada Tahun 2008 diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Penulis pada Tahun 2011 mengikuti kegiatan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rumbih, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul
”KEBIJAKAN PENYERAHAN PENGELOLAAN PARKIR DARI DINAS
PERHUBUNGAN KEPADA PT MITRA BINA PERSADA” adalah salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah sabar
memberi saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini dan
penyelesaian studi;
2. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah membantu
memberikan saran dan masukan sehingga penulisan skripsi ini lebih baik
dan bermanfaat;
3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan
masukan dan saran untuk perbaikkan skripsi ini;
4. Bapak Agus Triono, S.H, M.H. selaku Pembahas II yang yang telah
memberi masukan guna perbaikan skripsi ini;
5. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian HAN yang telah
7. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi
pengembangan wawasan penulis;
8. Kedua orang tuaku yang sabar mengasuh, mendidik dan membesarkan
penulis sampai menjadi seorang Sarjana Hukum. Semoga Tuhan YME
memberikan rahmat-Nya kepada kalian hingga akhir kelak;
9. Kakak dan adikku yang tak henti hentinya memberikan semangat, terima
kasih atas dukungannya selama ini;
10. Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah: Ahadi Fajrin Prasetya,
Immanuel Christianson Mangitua Lumban Tobing, Azwir Ade Putra, Devi
Santoso, Agung Waluyo, Bambang Wardoyo, Ferdiansyah, Rangga
Canvarianda, Sulis Trianto, Herdi SDA, Dandy Zavero, Alviananta, Asrul
Septian Malik dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, yang telah banyak membantu baik dalam suka maupun duka; dan
11. Rekan-rekan semasa KKN
12. Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 27 Oktober 2014 Penulis
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Keberhasilan penyelenggaraan perparkiran dalam era otonomi daerah dapat
terlihat pada kemampuan daerah dan memanfaatkan kewenangan luas, nyata, dan
bertanggung jawab secara profesional dalam menggali sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan
nasional pada hakekatnya diharuskan untuk mengembangkan kemandirian
tiap-tiap daerah sesuai potensi sumber daya yang dimilikinya dan bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan merata dan terpadu.
Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah
daerah juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk
menunjang pembangunan daerah. Retribusi parkir sebagai salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari masyarakat, dimana
pengelolaannya dahulu dilakukan oleh dinas pendapatan daerah yang berdasarkan
pada peraturan daerah.
Dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan pembangunan secara efektif
dan efesien, maka setiap daerah harus secara kreatif mampu menciptakan dan
Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah dari
sektor retribusi jasa perparkiran, sumber-sumber keuangan atau sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Perparkiran adalah merupakan bagian dari subsistem lalu lintas angkutan jalan
penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dalam rangka
meningkatkan penyelenggaraan kepada masyarakat di bidang perparkiran,
penataan lingkungan, ketertiban, dan kelancaran arus lalu lintas serta sebagai
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Perparkiran secara umum juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk melancarkan arus lalu lintas dan meningkatkan
produktifitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh
negara.
Setiap daerah dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan perparkiran
secara efektif dan efisien harus memiliki kreatifitas untuk menciptakan dan
mendorong semakin meningkatnya sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.
Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah sektor
jasa perparkiran, sumber keuangan atau sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah,
seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Sumber pendapatan daerah tersebut salah satunya berasal dari
pungutan pajak dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pendapatan Asli Daerah
dari sektor retribusi daerah, yang memiliki kontribusi yang cukup besar berasal
Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi parkir di Kota Bandar Lampung,
selama ini masih kurang optimal. Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N.
mengatakan, kebocoran di Pendapatan Asli Daerah dari retribusi parkir memang
telah menjadi rahasia umum. Pendapatan dari sektor retribusi parkir dengan
jumlah kendaraan yang terus meningkat, tidak pernah mencapai target.
Pemerintah Kota Bandar Lampung mengharapkan dengan adanya pengelolaan
pihak ketiga, kebocoran akan berkurang. Jika tidak mencapai target, sanksi untuk
pihak ketiga menurutnya telah diatur.1
Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan transportasi dan kendaraan
bermotor di sebuah kota, kebutuhan sarana berupa jalan dan tempat parkir
kendaraan makin meningkat. Kebutuhan tempat parkir mengakibatkan muncul
badan pengelola parkir, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pengelola
swasta. Pengelolaan perparkiran di Bandar Lampung yang selama ini dikelola
oleh pemerintah kota melalui Dinas Perhubungan Bandar Lampung. Akan tetapi,
pengelolaan perparkiran yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan mendapatkan
keluhan-keluhan dari masyarakat, diantaranya karena ketidaknyaman pelayanan
dan tidak ada jaminan keamanan bagi kendaraan yang di parkir. Dari segi
penerimaan dari retribusi parkir yang dikelola oleh Dinas Perhubungan juga
dinilai tidak maksimal. Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah Kota Bandar
Lampung mengeluarkan kebijakan berupa menyerahkan pengelolaan parkir
kepada pihak ketiga atau swasta.
1
Keluhan terhadap berbagai masalah seputar perparkiran di Kota Bandar Lampung
diharapkan segera tuntas setelah Pemerintah Kota Bandar Lampung resmi
menyerahkan pengelolaan parkir kepada PT Mitra Bina Persada. Hal tersebut
ditandai dengan penandatanganan memory of agreement (MoA) untuk pengelolaan parkir pada hari Selasa tanggal 9 Oktober 2012. Terhitung sejak
penandatanganan MoA itu, seluruh masalah retribusi parkir akan dikelola oleh PT
MBP sebagai pihak ketiga. Perusahaan ini menjanjikan akan memberikan
pendapatan retribusi parkir yang besar kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung.
PT MBP juga menjanjikan akan menjamin keamanan, kenyamanan, dan
ketertiban lebih kepada pengguna jasa parker, salah satunya dengan memberikan
jaminan asuransi kepada kendaraan yang diparkir. Tujuan diadakannya kerja sama
ini adalah untuk meningkatkan PAD sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
parkir bagi pengguna jasa. Pemerintah Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa
proses kerja sama ini telah sesuai dan mengacu Peraturan Pemerintah No. 50
Tahun 2007 dan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah.2
Dasar hukum yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam
mengeluarkan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan
kepada pihak PT Mitra Bina Persada adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Daerah, Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011
2
tentang Retribusi Jasa Umum dan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.
06 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha.
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Perparkiran di Wilayah Kota
Bandar Lampung Antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra
Bina Persada No. 28/PK/ZK/2012 dan No. 14/PT.MBP/MoA/X/2012 tertanggal
22 Oktober 2012, Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Mitra Bina Persada
bersama-sama sepakat mengikatkan diri dalam sebuah kerja sama pengelolaan
parkir di wilayah Kota Bandar Lampung.
Sementara itu, dalam menyikapi pengelolaan parkir yang berpindah ke pihak
swasta, pengamat transportasi Kota Bandar Lampung IB, Ilham Malik
mengatakan perlu dilihat dari empat sundut pandang, yakni Pemerintah Kota
Bandar Lampung, juru parkir, masyarakat, dan Unit Pelaksana Teknis Dinas
(UPTD) Parkir. Pemerintah Kota, swastanisasi ini berdampak baik bagi
Pendapatan Asli Daerah dan tata kelola perparkiran. Beberapa standar pelayanan
parkir akan lebih mudah diterapkan karena dapat langsung dikerjakan oleh swasta.
Hal ini berbeda jika masih dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).3
Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “Kebijakan Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas
Perhubungan Kepada Pihak PT Mitra Bina Persada”.
3
1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. 2. 1 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari
Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada?
b. Faktor-faktor apasajakah yang menghambat pelaksanaan kebijakan
penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina
Persada?
1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pajak dan retribusi parkir, serta instansi
yang melakukan Perjanjian Kerja Sama dalam tempo waktu 3 tahun 2 bulan
antara Pihak Kota Bandar Lampung ( Pihak Pertama) dan PT. Mitra Bina Persada
(Pihak Kedua) serta Dinas Perhubungan selaku pihak pengelola sebelum
dkeluarkannya kebijakan ini. Lingkup pembahasan yaitu kebijakan penyerahan
1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari
Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan
penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina
Persada.
1. 3. 2 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian ini, yaitu:
a. Secara teoritis yaitu sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan
pengetahuan terhadap kebijakan pemerintahan khususnya dalam hal
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
b. Secara praktis adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
dinas pendapatan daerah dan juga untuk bahan masukan kepada Pemerintah
Kota Bandar Lampung dalam melakukan pengelolaan retribusi daerah
khususnya retribusi parkir, serta peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Tinjauan Tentang Kebijakan
2. 1. 1 Pengertian Kebijakan
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang
biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang
mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan
bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian
publik itu sendiri dalam Bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat
atau umum.1
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah,
kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting. Pembahasan
mengenai hukum dapat meliputi dua aspek: aspek keadilan menyangkut tentang
kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak dinamika dan
konflik di tengah masyarakat dan aspek legalitas ini menyangkut apa yang disebut
dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan
negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama
1
hukum.2 Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh
pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk
mencapainya.
Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Kebijaksanaan atau kebijakan secara praktikal erat
kaitannya dengan hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai
obyek berupa gejala-gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada
waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat
(negara) tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum
tersebut).3
Hubungan antara teori hukum dengan hukum positif dengan demikian merupakan
hubungan yang bersifat dialektis, karena hukum positif ditetapkan berdasarkan
pada teori-teori hukum yang dianut (pada waktu tertentu, mengenai hal tertentu,
dan di masyarakat/negara tertentu), dan bagaimana dalam pencapaiannya
(implementasinya). Ini berarti bahwa hukum positif ditetapkan, berdasarkan pada
teori-teori hukum yang dianut. Hukum positif dalam penerapannya
(implementasinya) tidak jarang dihadapkan pada suatu gejala yang memaksa
untuk dilakukan peninjauan kembali teori-teori hukum yang dianut, dan
memperbaharuinya, sehingga mempunyai sifat timbal-balik.4
2
Wibowo Edi. Hukum dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), Hlm. 18
3Ibid. 4
Hukum dan kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan pemerintah
sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini
juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak
sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan,
keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara
hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya,
kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada sebuah
Negara dan ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan dengan implementasi kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling
tergantung.
Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam kenyataan bahwa
pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk
mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya
produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat
umum dan karena cakupannya yang luas dan bersifat nasional maka tidak jarang
produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu mengatur
seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di daerah tertentu.
Hubungan hukum dan kebijakan publik yang merupakan kebijakan publik dapat
dilihat adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan publik umumnya harus
dilegalisasikan dalam bentuk hukum, disini berlaku suatu pendapat bahwa sebuah
hukum adalah hasil dari kebijakan publik. Dari pemahaman yang demikian itu
dapat dilihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa
praktek yang tak dapat dipisahkan. Keduanya berjalan masing-masing dengan
prinsip-prinsip saling mengisi, sebab logikanya sebuah produk hukum tanpa ada
proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu kehilangan makna
substansi. Dengan demikian sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa ada
legalisasi dari hukum tertentu akan sangat lemah dimensi operasionalnya.5
2. 1. 2 Macam-Macam Kebijakan Pemerintah
Setiap negara terdiri dari berbagai macam bidang kehidupan, seperti: sosial,
budaya, ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan. Dalam kehidupannya, suatu
negara pasti akan menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, setiap negara pasti
punya kebijakan masing-masing untuk mengatasi masalah yang
bermacam-macam. Kebijakan pemerintah adalah seperangkat keputusan yang saling
berhubungan, diambil oleh seorang atau sekelompok aktor politik berkenaan
dengan pemilihan tujuan dan sarana pencapaiannya dalam suatu situasi khusus
dimana keputusan-keputusan itu seharusnya, secara prinsip, berada dalam
kekuasaan para aktor politik tersebut. Kebijakan pemerintah terdiri dari, yaitu
kebijakan publik dan kebijakan sosial.6
Kebijakan Publik adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama, harus
ditaati dan berlaku mengikat bagi seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan
diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan dan sanksi
dijatuhkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Kebijakan
Sosial adalah suatu cara pengambilan tindakan dalam melanjutkan proses
pemerintahan, kepartaian, kekuasaan, kepemimpinan negara, dan lain-lain ; arah
5
Muchsin. Hukum Dan Kebijakan Publik, (Malang: Aneroes Press, Malang, 2002), Hlm. 57-58.
6
dalam pengambilan suatu tindakan itu haruslah sesuai dengan keadaan yang
sedang dihadapi.7
Kebijakan Publik memiliki kaitan dengan bidang-bidang kehidupan suatu negara,
contohnya perekonomian negara. Perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada
produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain melalui mekanisme
pasar. Disinilahi diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan
pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna.
Selain itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mengatasi eksternalitas
dan untuk pengadaan barang-barang publik, seperti jalan tol. Berbagai keputusan
yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi
yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik karena isi kebijakan itu
menyangkut bonum commune atau kesejahteraan umum
Dari uraian di atas, jelas bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara
bidang-bidang kehidupan (terutama bidang-bidang ekonomi) dengan kebijakan publik, di mana
disiplin Ilmu Ekonomi Politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan antara
berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi seperti
produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan lain
sebagainya mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan
implementasi kebijakan publik tersebut.
Sedangkan kebijakan sosial sangat berfungsi dalam menciptakan kesejahteraan
bagi penduduk di suatu negara. Pekerja sosial sebagai tenaga yang sangat
dibutuhkan kontribusinya untuk ikut menentukan dan membuat perancangan
7
kebijakan sosial strategis. Pekerja sosial haruslah aktif dalam merespon situasi
perubahan dan perkembangan kondisi global, sehingga dapat bersama dengan
pemerintah melakukan rancangan yang efektif dalam mensejahterakan
masyarakat.
2. 2 Tinjauan Terhadap Retribusi Daerah
2. 2. 1 Pengertian Retribusi Daerah
Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup memiliki andil dalam
pendapatan daerah yaitu retribusi daerah. Hal ini karena retribusi daerah
merupakan sumber penerimaan terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah, selain
dari pajak. Untuk memperoleh gambaran tentang retribusi daerah, terlebih dahulu
perlu diketahui apa penerimaan retribusi itu sendiri, dan perlu juga dibedakan
pengertian pajak dan retribusi. Retribusi merupakan sumber penerimaan yang
sudah umum bagi semua bentuk pemerintah daerah, bahkan ada beberapa daerah
menjadikan retribusi sebagai sumber utama dari pendapatan daerahnya.8
Pengertian retribusi daerah menurut Kunarjo adalah pemungutan uang, sebagai
pembayaran pemakain atau memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik
pemerintah baik yang berkepentingan atau berdasarkan peraturan umum yang
dibuat oleh pemeritah.9 Menurut Munawir retribusi adalah iuran kepada
pemerintah yang dapat dilaksanakan dan jasa yang baik secara langsung ditunjuk
8
Kunarjo. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan (Jakarta: UI Press, 1996), Hlm. 17
9Ibid
pemerintah. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak
bersifat merasakan jasa baik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran ini.10
Selanjutnya pengertian retribusi daerah menurut Panitia Nasrun Kaho disebutkan
bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian
atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau milik daerah untuk
kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik secara
langsung maupun tidak langsung.11
Pengertian retribusi menurut Rochmad Sumitro menyatakan bahwa
pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan
jasa-jasa negara.12 Sedangkan menurut S. Munawir menyatakan bahwa retribusi adalah
iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung
dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak
merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu.13
Menurut Marihot P. Siahaan bahwa pengertian retribusi adalah pembayaran wajib
dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh
negara bagi penduduknya secara perorangan.14 Jasa tersebut dapat dikatakan
bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa
dari negara, sehingga retribusi daerah adalah suatu pemungutan daerah sebagai
pembayaran atas pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau
10
J. Riwu Kaho. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. (Jakarta: Bina aksara, 1997), Hlm. 153
11Ibid 12
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), Hlm. 205
13
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Op. cit. Hlm. 205
14
milik daerah yang berkepentingan, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah
baik langsung maupun tidak langsung.
Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang menyatakan bahwa
ciri-ciri dari retribusi pada umumnya adalah:15
a. Retribusi dipungut oleh negara;
b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;
c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan
d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang
menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
Menurut Marihot P. Siahaan bahwa terdapat beberapa ciri yang melekat pada
retribusi daerah yaitu:16
a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Retribusi yang ditarik oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan PAD
adalah merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan guna mendukung
pembangunan di daerah tersebut. Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak
daerah merupakan salah satu PAD yang diharapkan menjadi salah satu sumber
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk
15
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Op. cit. Hlm. 205
16
meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Ahmad Yani,
daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi
sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah
ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
aspirasi masyarakat.17
Menurut Marihot P. Siahaan, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.18 Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan, dengan demikian bila seseorang ingin menikmati jasa
yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.19 Ciri-ciri retribusi daerah,
yaitu:
a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah;
b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;
c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan
d. Retribusi dikenakan pada setiap orang atau badan yang
mengunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
Kontribusi retribusi terhadap penerimaan PAD Pemerintah kabupaten/pemerintah
kota yang relatif tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara
17
Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm. 55
18
Marihot P. Siahaan, Op. cit. Hlm. 6
teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai
peranan/kontribusi yang lebih besar terhadap PAD. Retribusi daerah berdasarkan
Pasal 1 angka 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat
diketahui ciri-ciri pokok dari retribusi daerah, yaitu sebagai berikut:
a. Retribusi adalah pungutan daerah atas penyediaan jasa nyata dan langsung
kepada yang berkepentingan;
b. Wewenang atas pungutan retribusi adalah pemerintah daerah;
c. Dalam pemungutan retribusi terdapat potensi yang diberikan daerah yang
langsung dapat ditunjuk; dan
d. Retribusi dikenakan pada siapa saja yang memanfaatkan atau menggunakan
jasa yang disediakan oleh pemerintah.20
Tujuan dari retribusi daerah bukanlah mencari keuntungan, karena yang
ditentukan oleh hasil tersebut adalah untuk memelihara atas kelangsungan
pekerjaan, milik dan jasa masyarakat, di samping agar sarana dan prasarana
unit-unit jasa pelayanan dapat ditingkatkan dan dikembangkan sebaik mungkin sesuai
dengan perkembangan masyarakat serta perbedaan zaman. Oleh karena itu,
penentuan tarif retribusi yang berlaku pada suatu waktu ditetapkan untuk
mencapai maksud di atas, yang wajar sesuai dengan imbalan yang diharapkan
dapat mereka peroleh karena memakai jasa atau pelayanan yang disediakn oleh
pemerintah.
20
2. 2. 2 Obyek Retribusi
Obyek Retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh
pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah
dapat dipungut retribusinya namun hanya jasa-jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan sebagai obyek retribusi. Jasa
tertentu tersebut dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha,
dan perizinan. Obyek retribusi berdasarkan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu:
a. jasa umum;
b. jasa usaha; dan
c. perizinan tertentu.
Retribusi yang dikenakan atas jasa umum huruf a digolongkan sebagai retribusi
jasa umum. Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha huruf b digolongkan sebagai
retribusi jasa usaha. Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu huruf c
digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah, obyek retribusi ada tiga yaitu jasa umum, jasa usaha dan perizinan
tertentu. Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah, obyek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang
disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil/dan atau
atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan secara cuma-cuma.21
Menurut Ahmad Yani prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa
umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek
keadilan.22 Terdapat penambahan 4 (empat) jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi
Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi
Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.
2. 2. 3 Retribusi Jasa Umum
Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, obyek Retribusi Jasa
Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan. Jenis retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi
penerimaannya kecil/dan atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan
pelayanan secara cuma-cuma.
Menurut Ahmad Yani, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa
umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek
keadilan.23 Terdapat penambahan 4 (empat) jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi
Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi
Pelayanan Pendidikan,dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.
21
Pasal 110 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
22
Ahmad Yani, Op. cit. Hlm. 63
Ketentuan Pasal 110 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah telah mengatur mengenai jenis Retribusi Jasa Umum, yaitu
sebagai berikut:
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
f) Retribusi Pelayanan Pasar;
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
l) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2. 2. 4 Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 126
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009tentang Pajak dan Retribusi Daerah, obyek Retribusi
Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip komersial yang meliputi:
1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
2) Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan
yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien
dan berorientasi pada harga pasar.24
Menurut Pasal 127 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari:
a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c) Retribusi Tempat Pelelangan;
d) Retribusi Terminal;
e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g) Retribusi Rumah Potong Hewan;
h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
2. 2. 5 Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu diatur dalam Pasal 140 Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Pasal 140
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,
obyek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh
pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan
pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan
pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi
24
penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.25
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 141
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yaitu
sebagai berikut:
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c) Retribusi Izin Gangguan;
d) Retribusi Izin Trayek; dan
e) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Adapun tujuan dari pengelolaan jenis tarif retribusi ini dimaksudkan guna
menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif
retribusi. Jenis-jenis retribusi yang termasuk golongan jenis retribusi jasa umum,
jasa usaha dan retribusi perisinan tertentu ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
2. 2. 6 Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah
Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses
kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh
bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses
pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama
badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut
25
melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih
efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan
pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang,
pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.26
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah
(SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang
dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan. Jika
wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang
membayar, yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah
(STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan
pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah.27
2. 3. 7 Perhitungan Retribusi Daerah
Penentuan jumlah dan besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara
mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian,
besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat
penggunaan jasa.28
26
Ahmad Yani, Op. cit, Hlm. 64
27Ibid,
Hlm. 65
28Ibid,
a. Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat Penggunaan Jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa
sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan
jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, berapa
kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Akan tetapi, ada pula
penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat
penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang
didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan
rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Daerah
Tarif Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang
ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif
dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan
tarif sesuai dengan sasaran dan tarif tertentu, misalnya perbedaan Retribusi
Tempat Rekreasi antara anak dan dewasa.
Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan
sasaran penetapan tarif retribusi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan obyek retribusi yang
bersangkutan.
2. 2. 8 Penetapan Tarif Retribusi Daerah
Penetapan tarif retribusi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tertentu
wajib untuk memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda
agar tarif retribusi sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
sebagai pengelola kepada masyarakat sebagai konsumen. Prinsip dan sasaran
dalam penetapan tarif retribusi daerah telah ditentukan dalam Undang-Undang
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, prinsip dan sasaran dalam
penetapan tarif retribusi daerah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan
mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat, dan aspek keadilan.
b. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk
memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap
memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.
c. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan
hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin
tersebut.
Menurut Kesit Bambang Prakosa, prinsip dasar untuk mengenakan retribusi
biasanya didasarkan pada total cost (biaya) dari pelayanan-pelayanan yang disediakan.29 Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan tingkat pembiayaan
mengakibatkan tarif retribusi tetap di bawah tingkat biaya (full cost) ada 4 (empat) alasan utama mengapa hal ini terjadi:
29
a. Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi airminum.
b. Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi merupakan good public. Misalnya tarif kereta api atau bis disubsidi guna mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dibandingkan angkutan swasta, guna mengurangi kemacetan.
c. Pelayanan seluruhnya merupakan privat good yang dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasidari kolam renang. d. Privat good yang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan group-group
berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma.30
2. 2. 9 Sistem Perhitungan Retribusi
Umumnya besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau
badan yang menggunakan jasa yang diberikan oleh pemerintah dihitung dari
perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa. Untuk menilai tingkat
keefektivitasan dari pemungutan retribusi daerah ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi, yaitu:
a. Kecukupan dan Elastisitas
Elastisitas retribusi harus responsif kepada pertumbuhan penduduk dan
pendapatan, selain itu juga tergantung pada ketersediaan modal untuk
memenuhi pertumbuhan penduduk.
b. Keadilan
Dalam pemungutan retribusi daerah harus berdasarkan asas keadilan, yaitu
disesuaikan dengan kemampuan dan manfaat yang diterima.
c. Kemampuan Administrasi
Dalam hal ini retribusi mudah ditaksir dan dipungut. Mudah ditaksir karena
pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur.
30
2. 3 Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir
2. 3. 1 Pengertian Retribusi Parkir
Pengertian parkir berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
bermotor yang bersifat sementara. Definisi lain tentang parkir terdapat dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu parkir adalah menghentikan kendaran
bermotor untuk beberapa saat lamanya.31
Dari kedua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa parkir adalah
memberhentikan kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan.
Dari uraian terdahulu jika digabung, pemungutan retribusi parkir di sini adalah
keseluruhan aktifitas untuk menarik atau memungut retribusi parkir sesuai dengan
yang digariskan dalam rangka usaha untuk memperoleh pemasukan balas jasa dari
sarana atau faisilitas yang telah disediakan oleh pemerintah daerah.
Adapun umumnya subyek dari retribusi parkir adalah pemakaian jasa atau
masyarakat yang memarkir kendaraan di pinggir jalan umum atau tempat-tempat
khusus, misalnya pusat pertokoan dan pusat perbelanjaan. Sedangkan obyek dari
retribusi parkir adalah pelayanan penyediaan parkir di tepi jalan umum.
2. 3. 2 Manfaat Retribusi Pelayanan Perparkiran
Penertiban kawasan parkir memiliki sejumlah dampak positif. Upaya tersebut
tidak hanya membantu mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi juga
mengembalikan fungsi ruang kota. Ruang publik yang dimaksud adalah badan
31
jalan dan trotoar atau jalur pedestrian yang sering dimanfaatkan pengguna
kendaraan pribadi sebagai tempat parkir. Selain mengganggu kelancaran lalu
lintas, pemanfaatan sarana umum yang tidak sesuai dengan peruntukkannya
mengganggu pengguna jalan lainnya seperti pejalan kaki.
Penertiban parkir dapat pula memperbaiki kondisi lingkungan, menjamin
keamanan kendaraan yang diparkir, menghindari kemacetan dan membatasi ruang
gerak aksi premanisme, serta dapat menjadi sumber pendapatan daerah dari sektor
retribusi. Penyelenggaraan perparkiran perlu dilakukan secara terancana dan
terpadu. Perencanaan perparkiran dapat dimulai dengan menentukan lokasi parkir,
sistem pembayaran parkir, petugas parkir dan pelayanan yang akan diberikan
kepada konsumen.
Berkaitan dengan penerimaan PAD dari sektor retribusi, retribusi parkir
merupakan salah satu retribusi yang memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, baik roda
dua maupun roda empat, serta perkembangan pusat-pusat perbelanjaan dan
hiburan yang terus mengalami peningkatan. Pertambahan jumlah kendaraan dan
jumlah pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, tentunya diiringi oleh kebutuhan
lahan atau tempat parkir yang mendukung.
Untuk meningkatkan penerimaan retribusi parkir, diperlukan pengelolaan yang
baik oleh pemerintah. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan mencegah terjadi kebocoran atau penyelewengan
penerimaan retribusi dari pelayanan parkir yang disediakan oleh pemerintah.
seiring pertumbuhan kendaraan yang semakin pesat tiap tahunnya. Pengelolaan
parkir yang baik tentunya akan memberikan manfaat yang baik pula bagi
masyarakat dan pemerintah.
2. 4 Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Parkir Di Kota Bandar Lampung
Pemungutan retribusi parkir telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Pasal 127 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, menyatakan bahwa Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan
salah satu jenis Retribusi Jasa Usaha. Obyek Retribusi Tempat Khusus Parkir
berdasarkan Pasal 132 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan,
dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Pemungutan retribusi parkir di Kota Bandar Lampung didasarkan pada
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang
diimplementasikan dalam peraturan daerah. Peraturan Daerah Kota Bandar
Lampung yang mengatur mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi
Jasa Usaha.
2. 4 1 Kewenangan Pihak Swata Dalam Mengelola Parkir di Kota Bandar Lampung
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya
menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dengan asas
desentralisasi kewenangan Pemerintah diserahkan kepada daerah otonom dan
sesuai kepentingan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemerintahannya,
daerah diberi kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan daerah lain dan
pihak ketiga.
Kerja sama daerah merupakan sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan
keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah, mensinergikan
potensi antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga serta meningkatkan pertukaran
pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiskal. Melalui kerja sama daerah
diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan
umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antardaerah dan
daerah tertinggal.
Kerja sama daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sumber
Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu, kerja sama daerah yang membebani
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan masyarakat harus mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Obyek yang dapat
dikerjasamakan meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah
otonom, aset daerah dan potensi daerah serta penyediaan pelayanan umum.
Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas,
sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum. Obyek kerja
sama merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kerja
dilaksanakan. Hasil kerja sama yang diperoleh daerah berupa uang harus disetor
ke kas daerah, sedangkan yang berupa barang harus dicatat sebagai aset daerah.
Adanya pergantian kepala daerah pada dasarnya tidak dapat atau mempengaruhi
atas pelaksanaan kerja sama yang telah disepakati oleh kepala daerah sebelumnya.
Salah satu kerja sama yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pihak
ketiga adalah pengelolaan parkir. Hal ini seudah ditempuh oleh Pemerintah Kota
Bandar Lampung dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan
Perparkiran di Wilayah Kota Bandar Lampung Antara Pemerintah Kota Bandar
Lampung dengan PT Mitra Bina Persada No. 28/PK/ZK/2012 dan No.
14/PT.MBP/MoA/X/2012 tertanggal 22 Oktober 2012. Dasar hukum yang
digunakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melakukan kerja sama
ini adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Peraturan Daerah
Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum dan
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi
Jasa Usaha.
2. 4. 2 Impikasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Terhadap Penyerahan Pengelolaan Parkir Dari Dinas Perhubungan Kepada Pihak PT Mitra Bina Persada
Dengan disepakatinya Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Perparkiran di wilayah
Kota Bandar Lampung antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT
Perhubungan menjadi kewenangan PT Mitra Bina Persada. Bentuk timbal balik
dari kerja sama ini adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung menerima bagi hasil
retribusi parkir atas pengelolaan parkir yang dilakukan oleh PT Mitra Bina
Persada sesuai dengan perjanjian, sedangkan bagi PT Mitra Bina Persada
diberikan kewenangan untuk mengelola parkir di lokasi-lokasi milik Pemerintah
Kota Bandar Lampung dan memanfaatkan fasilitas perparkiran yang telah tersedia
III. METODE PENELITIAN
3. 1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif
dimaksudkan sebagai usaha mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yuridis empiris
dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan yang ada di
lapangan dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya
mengenai kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan
kepada PT Mitra Bina Persada.
3. 2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil studi lapangan yaitu
wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dengan penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan
hukum yang terdiri dari:
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa
1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah;
3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah;
4) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah; dan
5) Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Daerah.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari
buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus
hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia majalah, surat kabar dan jurnal
penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui
internet.
3. 3 Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam pengumpulan data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan dimaksud adalah usaha untuk memperoleh data sekunder.
Dalam hal ini peneliti melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara
mengumpulkan, membaca atau mempelajari, membuat catatan-catatan dan
kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis
perundang-Undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang
dibahas dalam penelitian ini.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data
primer dengan mengajukan pertanyaan kepada beberapa pihak yang berkaitan
permasalahan dalam penelitian dengan teknik wawancara. Teknik yang
digunakan adalah wawancara langsung yang bersifat terbuka, dengan
menyiapkan daftar pertanyaan yang berupa pokok-pokok sebagai panduan
yang dapat dikembangkan pada saat wawancara dilakukan. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada
nara sumber, yaitu:
a. Yurni Thaib Selaku Kasubbag Tata Usaha Dinas Perhubungan Kota
Bandar Lampung; dan
b. Ir. Ermansyah selaku Manajer Operasional PT Mitra Bina Persada.
3. 4 Metode Pengolahan Data
Data sekunder dan data primer terkumpul dan diolah, maka untuk menentukan hal
yang baik dalam melakukan pengolahan data, peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna
atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
2. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah
3. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis
data.
3. 5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara
menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat
sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang dibahas
dan kesimpulan atas permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dari analisis
menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir dalam menarik
kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang khusus yang merupakan
BAB V. PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan penelitian
yang pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kebijakan penyerahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan
kepada PT Mitra Bina Persada dilakukan di 20 wilayah perparkiran di Kota
Bandar Lampung. Jangka waktu perjanjian kerja sama perparkiran antara
Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Mitra Bina Persada adalah
selama 3 tahun 2 bulan sejak tanggal berita acara serah terima pekerjaan
pengelolaan perparkiran, yaitu tanggal 22 Oktober 2012 dan dapat
diperpanjang kembali setelah dilakukan evaluasi oleh tim monitoring dan evaluasi. Berdasarkan berita acara serah terima pekerjaan pengelolaan
perparkiran, perjanjian kerja sama ini berakhir pada tanggal 22 Desember
2015 dan dapat diperpanjang kembali setelah dilakukan evaluasi oleh tim
monitoring dan evaluasi. Pemerintah Kota Bandar Lampung berhak menerima Pendapatan Asli Daerah atas hasil kerja sama dari pihak PT Mitra Bina
Persada, yaitu: Tahun 2012 sebesar Rp 13.000.000,00 (tiga belas juta rupiah)
perhari, tahun 2013 sebesar Rp 6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah)
juta rupiah) dan pada tahun 2015 sebesar Rp 7.200.000.000,00 (tujuh milyar
dua ratus juta rupiah) pertahun.
2. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan penyerahan
pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan kepada PT Mitra Bina Persada,
antara lain sebagai berikut:
a. Pelayanan perparkiran yang dikelola oleh PT Mitra Bina Persada belum
didukung dengan sarana dan prasarana yang baik; dan
b. Sumber Daya Manusia pelayanan perparkiran yang mengalami
pengurangan.
5. 2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:
1. Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung dengan rutin melakukan monitoring
dan evaluasi ke lapangan untuk mengetahui secara langsung pelayanan parkir
yang diberikan oleh PT Mitra Bina Persada kepada masyarakat demi
menjamin pelayanan parkir yang diberikan lebih baik daripada sebelum
pengelolaannya diberikan kepada PT Mitra Bina Persada.
2. Sebaiknya Pemerintah Bandar Lampung membuka layanan saran dan kritik
dari masyarakat pengguna jasa parkir yang dikelola PT Mitra Bina Persada
untuk menjamin pelayanan yang diberikan maksimal dan juga sebagai media
DAFTAR PUSTAKA
Atmosdirjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Edi, Wibowo. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.
Hadjon, Philipus M. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadiati Koeswadji, Hermien. 2002. Hukum Untuk Perumahsakitan. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kaho, J. Riwu. 1997. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Bina Aksara, Jakarta.
Kunarjo. 1996. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. UI Press, Jakarta.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.
Muchsin. 2002. Hukum Dan Kebijakan Publik. Aneroes Press, Malang.
Muhammad, Abdulkadir. 2008. Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Mustafa, Bacshan. 1985. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Penerbit Alumni, Bandung.
Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Ridwan, H. R. 2011. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Rajawali Press, Jakarta.
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang. 1994. Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah. Sinar Grafika, Jakarta.
Yani, Ahmad. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 06 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha
Perjanjian Kerja Sa