PENGARUH
SELF INSTRUCTION
DAN
NUMBERED
HEADS TOGETHER
TERHADAP
COOPERATIVE SKILLS
PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING
FKIP UNS ANGKATAN TAHUN 2013
TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan
Oleh:
AGUS TRI SUSILO
0105513015
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Untuk meraih hal yang besar, anda harus pintar menjalin kerja sama dengan orang-orang yang memiliki kemampuan yang tidak anda miliki”.
“Orang hebat tahu kalau mereka tidak hebat. Karena itu mereka bekerja sama sehingga kelemahannya dapat tertutupi dan yang tampak hanyalah kehebatannya”.
“Self instruction dan numbered heads together memberikan pengaruh terhadap
cooperative skills”.
Persembahan: Teriring syukur pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:
“Bapak – Ibu tercinta” Atas doa yang selalu mengiringi, pengorbanan, dan kasih sayang tulus yang tak terbatas, melangkahkan kakiku menuju puncak prestasi,.
“Calon pendamping hidupku” Terima kasih untuk waktumu, perhatianmu, selalu memberikan semangat, mendengarkan setiap keluh kesahku dan memotivasiku yang luar biasa untuk senantiasa berjuang.
“Teman - teman mahasiswa Bimbingan dan Konseling” Bersamamu, membuat hidupku lebih berwarna, terima kasih untuk kerjasama,
semangat dan perjuangannya bersama.
vii ABSTRAK
Susilo, Agus Tri. 2015. Pengaruh Self Instruction dan Numbered Heads Together terhadap Cooperative Skills Mahasiswa BK FKIP UNS Tahun Angkatan 2013. Tesis. Program Studi Bimbingan dan Konseling. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr. Sutarno, M.Pd., Pembimbing II Dr. Edy Purwanto, M.Si.
Kata kunci : cooperative skills, numbered heads together, self instruction
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pelaksanaan teknik self instruction dalam peningkatan cooperative skills, (2) untuk mengetahui pelaksanaan teknik numbered heads together dalam peningkatan cooperative skills, (3) untuk mengetahui pengaruh teknik self instruction terhadap cooperative skills, (4) untuk mengetahui pengaruh teknik numbered heads together terhadap cooperative skills, (5) untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara kelompok self instruction dan numbered heads together dengan kelompok kontrol terhadap cooperative skills mahasiswa BK FKIP UNS tahun angkatan 2013.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan jenis rancangan nonequivalent group pretest-posttest control design. Populasi adalah mahasiswa BK FKIP UNS. Pengambilan sampel pada populasi yaitu mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013 yang berjumlah 60 orang. Lokasi penelitian bertempat di
Program Studi BK FKIP UNS. Sumber data berasal dari data primer, yakni mahasiswa. Instrumen pengumpulan data adalah skala penilaian cooperative skills. Analisis data menggunakan One-Way Anova dengan aplikasi SPSS 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh teknik self instruction dan
numbered heads together terhadap cooperative skills. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ada perbedaan signifikan dari data sebelum perlakuan antar kelompok dengan nilai signifikansi 0,118>0,05. Tetapi terdapat hasil yang berbeda dari data setelah perlakuan antar kelompok, dengan dilakukan uji lanjut Least Significant Defference-test (LSD). Hasilnya ada perbedaan tingkat cooperative skills yang signifikan sesudah perlakuan antara kelompok self instruction dan kelompok numbered heads together dengan kelompok kontrol dengan nilai signifikansi 0,000<0,05. Artinya bahwa perbedaan tingkat cooperative skills disebabkan pengaruh dari treatment pada kelompok eksperimen, sehingga terbukti bahwa teknik self instruction dan numbered heads together berpengaruh terhadap cooperative skills mahasiswa BK FKIP UNS tahun angkatan 2013.
viii ABSTRACT
Susilo, Agus Tri. 2015. The Effect of Self Instruction and Numbered Heads Together on Cooperative Skills of Guidance and Counseling Students in Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University year of 2013. Thesis. Guidance and Counseling Study Program. Postgraduate Program. Semarang State University. First Adviser: Dr. Sutarno, M.Pd., Second Adviser: Dr. Edy Purwanto, M.Si.
Keywords: cooperative skills, numbered heads together, self instruction
The purpose of this research were: (1) to assessed the implementation of self-instruction technique to fostered students’ cooperative skills, (2) to assessed the implementation of Numbered Heads Together technique to fostered students’ cooperative skills, (3) to determined the effect of using self instruction to fostered students’ cooperative skills, (4) to determined the effect of Numbered Heads Togetherto fostered students’ cooperative skills, (5) to determine the difference of students’ cooperative skills between self-instruction group, Numbered Heads Together group, and the control group.
This research was experimental research using nonequivalent pretest-posttest design. The subject of this research were 60 students of guidance and counseling department FKIP UNS year of 2013. Data of this research were collected with cooperative skills rating scale instrument and analized using One-Way ANOVA.
The result of these research showed the value of F = 224.626 and p <0.05 (p = 0.000), which means there are significant differences of students’ cooperative skills between the groups. Posthoct test used the Least Significant Difference (LSD) test shown the significance value (0.000 <0.05), so there were significant difference of students’ cooperative skills between self-instruction group and the control group. The second test showed a significance value of 0.000 (0.00 <0.05), so there were a significant difference of students’ cooperative skills between Numbered Heads Together group and the control group.
ix
PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh
Self Instruction dan Numbered Heads Together terhadap Cooperative Skills pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP UNS Angkatan Tahun 2013”. Tesis ini
disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan untuk pertama kali kepada para pembimbing:
Dr. Sutarno, M.Pd (Pembimbing I) dan Dr. Edy Purwanto, M.Si (Pembimbing II).
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, di antaranya:
1. Direksi Program Pascasarjana Unnes, yang telah memberikan kesempatan serta
arahan selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.
2. Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling
Program Pascasarjana Unnes yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam
x
3. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Unnes, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.
4. Dekan dan Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin
dan kesempatan untuk mengadakan penelitian.
5. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan tahun 2013 Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah bersedia menjadi
subjek penelitian dan sangat membantu penyelesaian penelitian.
6. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah bersedia berpartisipasi dalam
penelitian ini.
7. Sahabat - sahabat terbaik Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana
angkatan 2013 terima kasih untuk persaudaraan dan kebersamaan selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dengan
ikhlas membantu dan memberikan semangat sampai terselesaikannya penelitian ini.
Peneliti sadar bahwa dalam tesis ini mungkin masih terdapat kekurangan, baik
isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan
merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, 1 September 2015
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL LUAR ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
SAMPUL DALAM ... iii
PERSETUJUAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
PRAKATA ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 19
1.3 Cakupan Masalah ... 20
1.4 Rumusan Masalah ... 20
1.5 Tujuan Penelitian ... 21
1.6 Manfaat Penelitian ... 22
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 22
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka ... 25
2.1.1 Kajian Cooperative ... 25
2.1.2 Kajian Cooperative Skills ... 27
2.1.3 Kajian Aspek-Aspek Cooperative Skills ... 32
2.1.4 Kajian Self Instruction ... 39
2.1.4.1 Pengertian Self Instruction ... 39
2.1.4.2 Langkah-Langkah Self Instruction ... 41
2.1.5 Kajian Numbered Heads Together ... 46
2.1.5.1 Pengertian Numbered Heads Together ... 46
2.1.5.2 Langkah-Langkah Numbered Heads Together ... 48
2.1.5.3 Implementasi Numbered Heads Together ... 52
2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together ... 54
2.1.6 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan ... 55
2.2 Kerangka Teoritis ... 58
2.3 Kerangka Berpikir ... 60
2.4 Hipotesis Penelitian ... 61
BAB III METODE PENELITIAN ... 62
3.1 Desain Penelitian ... 62
3.2 Populasi dan Sampel ... 65
3.3 Variabel Penelitian ... 66
3.3.1 Variabel Dependen ... 66
3.3.2 Variabel Independen ... 68
3.4 Lokasi Penelitian ... 70
3.5 Instrumen Pengumpulan Data ... 71
3.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 91
xiii
3.6.2 Reliabilitas ... 93
3.7 Teknik Analisis Data ... 94
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97
4.1 Hasil Penelitian ... 97
4.1.1 Diskripsi Data ... 97
4.1.1.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 98
4.1.1.2 Penyajian Data ... 146
4.1.2 Pengujian Persyaratan Analisis ... 165
4.1.3 Pengujian Hipotesis ... 169
4.2 Pembahasan ... 173
BAB V PENUTUP ... 186
5.1 Simpulan ... 186
5.2 Implikasi ... 187
5.3 Saran ... 189
DAFTAR PUSTAKA ... 192
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Ilustrasi Pelaksanaan Teknik Numbered Heads Together... 51 Gambar 2.2. Kerangka Berpikir ... 61 Gambar 3.1. Desain Eksperimen “nonequivalent group pretest-posttest control
design” ... 63 Gambar 3.2. Pola Pemberian Teknik Self Instruction terhadap Cooperative Skills .. 89 Gambar 3.3. Pola Pemberian Teknik Numbered Huads Together terhadap Coope-
rative Skills ... 90 Gambar 4.1. Desain Eksperimen “nonequivalent group pretest-posttest control
design” ... 110 Gambar 4.2. Perbandingan skor mean pretest-posttest tingkat keterampilan self
instruction ... 154 Gambar 4.3. Perbandingan skor mean pretest-posstest tingkat keterampilan
numbered heads together ... 157 Gambar 4.4. Perbandingan skor mean pretest-posstest tingkat cooperative skills
kelompok eksperimen A ... 160 Gambar 4.5. Perbandingan skor mean pretest-posstest tingkat cooperative skills
kelompok eksperimen B ... 161 Gambar 4.6. Perbandingan skor mean pretest-posstest tingkat cooperative skills
kelompok eksperimen kontrol ... 163 Gambar 4.7. Perbandingan Presentase kenaikan tingkat keterampilan self instruct-
tion terhadap tingkat cooperative skills ... 164 Gambar 4.8. Perbandingan Presentase kenaikan tingkat keterampilan numbered
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Subjek dalam Melaksanakan
Teknik Self Instruction ... 72
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Tes Uraian Mengenai Teknik Self Instruction ... 76
Tabel 3.3 Kategori Penilaian Tingkat Keterampilan Subjek dalam melaksanakan self instruction ... 77
Tabel 3.4 Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Subjek dalam teknik numbered heads together ... 77
Tabel 3.5 Pedoman Penilaian Tes Uraian Mengenai numbered heads together ... 81
Tabel 3.6 Kategori Penilaian Tingkat Keterampilan Subjek dalam melaksanakan numbered heads together ... 82
Tabel 3.7 Kisi-kisi skala penilaian (rating scale)cooperative skills ... 84
Tabel 3.8 Kategori tingkat cooperative skills ... 87
Tabel 3.9 Daftar Nama Tutor Penelitian ... 91
Tabel 3.10 Klasifikasi Nilai Reliabilitas Butir Soal ... 94
Tabel 4.1 Perhitungan validitas item dengan rumus Product Moment Pearson Correlation ... 107
Tabel 4.2 Uji Koefisien Alpha Cronbach ... 109
Tabel 4.3 Agenda Self Instruction ... 116
Tabel 4.4 Hasil pre test tingkat keterampilan self instruction ... 147
Tabel 4.5 Hasil pre test tingkat keterampilan numbered heads together ... 148
Tabel 4.6 Hasil pre test tingkat cooperative skills ... 149
Tabel 4.7 Hasil post test tingkat keterampilan self instruction ... 150
Tabel 4.8 Hasil post test tingkat keterampilan numbered heads together ... 151
xvi
Tabel 4.10 Hasil pre test-post test tingkat keterampilan self instruction ... 153
Tabel 4.11 Presentase kenaikan hasil pretest-posttest tingkat keterampilan self instruction... 154
Tabel. 4.12 Hasil perhitungan paired sample t-test keterampilan subjek melaksa- nakan self instruction ... 155
Tabel 4.13 Hasil pretest-post test tingkat keterampilan numbered heads together .. 156
Tabel 4.14 Presentase kenaikan hasil pretest-posttest tingkat keterampilan num- bered heads together ... 157
Tabel 4.15 Hasil perhitungan paired sample t-test keterampilan subjek melaksa- nakan numbered heads together ... 158
Tabel 4.16 Hasil pre test-post test tingkat cooperative skills... 159
Tabel 4.17 Presentase kenaikan hasil pretest-posttest tingkat cooperative skills pada kelompok eksperimen A dengan menggunakan teknik self ins- truction ... 160
Tabel 4.18 Presentase kenaikan hasil pretest-posttest tingkat cooperative skills pada kelompok eksperimen B dengan menggunakan teknik numbered heads together ... 161
Tabel 4.19 Presentase kenaikan hasil pretest-posttest tingkat cooperative skills pada kelompok kontrol ... 163
Tabel 4.20 Perbandingan kenaikan presentase... 164
Tabel 4.21 Uji Normalitas Kolmogorov – Smirnov Pretest ... 167
Tabel 4.22 Uji Normalitas Kolmogorov – Smirnov Posttest ... 167
Tabel 4.23 Hasil uji homogenitas... 168
Tabel 4.24 Uji One Way Anova rerata tingkat cooperative skills kelompok pre- test ... 170
Tabel 4.25 Uji One Way Anova rerata tingkat cooperative skills kelompok post- test ... 171
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Tabulasi Pylot Study ... 196
Lampiran 2. Hasil Wawancara Pylot Study... 197
Lampiran 3. Panduan Pelaksanaan Eksperimen... 203
Lampiran 4. Instrumen Skala Penilaian (Rating Scale) Cooperative Skills ... 277
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian... 291
Lampiran 6. Hasil Ujicoba Kualitatif Skala Penilaian Tahap 1 ... 292
Lampiran 7. Hasil Ujicoba Kualitatif Skala Penilaian Tahap 2 ... 293
Lampiran 8. Hasil Ujicoba Kualitatif Skala Penilaian Tahap 3 ... 294
Lampiran 9. Tabulasi Hasil Ujicoba Kualitatif Skala Penilaian ... 295
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Product Moment Pearson Correlations dan Reliability Statistics Cronbach’s AlphaSkala Penilaian ... 296
Lampiran 11. Tabulasi Pretest Skala Penilaian Pada Kelompok Eksperimen A (Self Instruction) ... 297
Lampiran 12. Tabulasi Pretest Skala Penialaian Pada Kelompok Eksperimen B (Numbered Heads Together) ... 298
Lampiran 13. Tabulasi Pretest Skala Penilaian Pada Kelompok Kontrol ... 299
Lampiran 14. Tabulasi Pretest Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Teknik Self Instruction ... 300
Lampiran 15. Tabulasi Pretest Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Teknik Numbered Heads Together ... 301
Lampiran 16. Materi Pemahaman Kognitif tentang Cooperative Skills ... 302
Lampiran 17. Materi Pemahaman Kognitif tentang Self Instruction ... 306
Lampiran 18. Materi Pemahaman Kognitif tentang Numbered Heads Together ... 312
xviii
Lampiran 20. Materi 2 Latihan Melaksanakan Teknik Self Instruction ... 321
Lampiran 21. Materi 1 Latihan Melaksanakan Teknik Numbered Heads Together .. 322
Lampiran 22. Materi 2 Latihan Melaksanakan Teknik Numbered Heads Together .. 325
Lampiran 23. Tabulasi Posttest Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Teknik Self Instruction ... 326
Lampiran 24. Tabulasi Posttest Pedoman Penilaian Tingkat Keterampilan Teknik Numbered Heads Together ... 327
Lampiran 25. Rekap Kenaikan Presentase Keterampilan Teknik Self Instruction dan Numbered Heads Together ... 328
Lampiran 26. Materi 1 Pelaksanaan Treatment Teknik Self Instruction ... 329
Lampiran 27. Materi 2 Pelaksanaan Treatment Teknik Self Instruction ... 334
Lampiran 28. Materi 3 Pelaksanaan Treatment Teknik Self Instruction ... 337
Lampiran 29. Materi 4 Pelaksanaan Treatment Teknik Self Instruction ... 338
Lampiran 30. Materi 5 Pelaksanaan Treatment Teknik Self Instruction ... 341
Lampiran 31. Materi 1 Pelaksanaan TreatmentNumbered Heads Together ... 346
Lampiran 32. Materi 2 Pelaksanaan TreatmentNumbered Heads Together ... 347
Lampiran 33. Materi 3 Pelaksanaan TreatmentNumbered Heads Together ... 348
Lampiran 34. Materi 4 Pelaksanaan TreatmentNumbered Heads Together ... 349
Lampiran 35. Materi 5 Pelaksanaan TreatmentNumbered Heads Together ... 350
Lampiran 36. Tabulasi Posttest Skala Penilaian pada Kelompok Eksperimen A (Self Instruction) ... 351
Lampiran 37. Tabulasi Posttest Skala Penilaian pada Kelompok Eksperimen B (Numbered Heads Together) ... 352
Lampiran 38. Tabulasi Posttest Skala Penilaian pada Kelompok Kontrol ... 353
Lampiran 39. Rekap Kenaikan Presentase Tingkat Cooperative Skills ... 354
Lampiran 40. Daftar Hadir Kegiatan Penelitian ... 355
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa merupakan aktor utama dalam pembelajaran, sebab yang
belajar adalah mahasiswa. Gaya belajar mahasiswa pada umumnya beragam,
namun gaya belajar yang dibawa dari sekolah tentu masih mendominasi mereka.
Sikap menunggu perintah dari dosen, sikap menunggu ditegur dulu dari sesama
teman maupun dosen, dan sikap acuh atau seenaknya saja masih mewarnai
kehidupan mahasiswa. Di tingkat perguruan tinggi, lebih-lebih di LPTK, belajar
lebih banyak terjadi di dalam kelas, yang mempertemukan dosen dengan
mahasiswa. Situasi pertemuan beragam sesuai dengan kondisi setempat. Namun,
kenyataan menunjukkan, masih ada ruang belajar yang tidak nyaman baik secara
fisik maupun secara psikologis.
Permendikbud Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi menjelaskan tentang metode pembelajaran yang
dapat dipilih untuk pelaksanaan pembelajaran mata kuliah antara lain: diskusi
kelompok, simulasi, studi kasus, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, atau
metode pembelajaran lain, yang dapat secara efektif memfasilitasi pemenuhan
capaian pembelajaran lulusan. Sedangkan karakteristik proses pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri atas sifat interaktif,
holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan
2
Interaktif sebagaimana dimaksud di atas menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interaksi dua arah
antara mahasiswa dan dosen. Holistik menekankan pada proses pembelajaran
mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas dengan
menginternalisasi keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional. Selanjutnya,
integratif merupakan capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses
pembelajaran yang terintegrasi untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan
secara keseluruhan dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin
dan multidisiplin. Saintifik menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan
diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pendekatan ilmiah
sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem nilai, norma, dan
kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
kebangsaan.
Selanjutnya tentang kontekstual menyatakan bahwa capaian pembelajaran
lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan
kemampuan menyelesaikan masalah dalam ranah keahliannya. Kemudian tematik
mengarahkan pada capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik keilmuan program studi dan
dikaitkan dengan permasalahan nyata melalui pendekatan transdisiplin. Efektif
menekankan pada capaian pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna
dengan mementingkan internalisasi materi secara baik dan benar dalam kurun
waktu yang optimum. Kolaboratif menyatakan bahwa capaian pembelajaran
3
antar individu pembelajar untuk menghasilkan kapitalisasi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Selanjutnya, berpusat pada mahasiswa menyatakan bahwa
capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang
mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan
mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan
pengetahuan. Mengacu pada beberapa karakteristik proses pembelajaran sesuai
dengan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tersebut, salah satu keterampilan
yang perlu dimiliki mahasiswa dalam proses pembelajaran adalah mengenai pola
interaksi dan kerjasama.
Sebelumnya, Dirjen Dikti (2005:33) menjelaskan bahwa situasi belajar
atau sering disebut sebagai iklim kelas, mengacu pada suasana yang terjadi ketika
pembelajaran berlangsung, dan lebih luas lagi adalah kepada pola interaksi dan
kerjasama antara dosen-mahasiswa, maupun mahasiswa-mahasiswa, baik di
dalam maupun di luar kelas. Keberlangsungan iklim kelas tergantung kepada
saling ketergantungan yang positif diantara mahasiswa, selain itu mahasiswa
memiliki tanggungjawab terhadap pencapaian belajar mereka sendiri. Dalam hal
interaksi ini memang diperlukan proses tatap muka dan komunikasi yang baik
antar anggota mahasiswa dan atau dengan dosen selama proses perkuliahan di
dalam maupun di luar kelas. Beberapa unsur yang diperlukan dalam pembentukan
iklim kelas yang kondusif, inovatif, dan menyenangkan juga sangat bergantung
pada sikap, pikiran dan perilaku yang positif dari mahasiswa dalam menjalin
kerjasama saat proses belajar berlangsung. Sikap, pikiran, dan perilaku positif ini
4
sehingga mereka mampu menjalani proses pembelajaran yang kooperatif, menarik
dan menyenangkan terhadap sesama mahasiswa, dosen dan selama proses
pembelajaran.
Proses pembelajaran yang kooperatif, menarik dan menyenangkan
memerlukan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah
afektif dan psikomotor berkaitan dengan pendidikan keterampilan hidup.
Keterampilan hidup terkait dengan upaya mendukung perkembangan mahasiswa
dan dapat membangun perilaku yang lebih baik. Seseorang yang memiliki dan
menerapkan keterampilan hidup akan menjadi manusia yang berkualitas, meliputi:
kepemilikan harga diri, berperilaku sosial, toleransi, dan berpastisipasi aktif. Hal
tersebut sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 pasal 13 ayat 2, yaitu bahwa secara
umum keterampilan hidup diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (1)
keterampilan personal (personal skills) yang mencakup keterampilan mengenal
diri (self awareness) dan keterampilan berpikir rasional (thinking skill), (2)
keterampilan sosial (social skill), (3) keterampilan akademik (academic skill), dan
(4) keterampilan vokasional (vocational skill).
Salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai oleh mahasiswa yaitu
cooperative skills. Cooperative skills harus dimiliki oleh mahasiswa karena dapat
bermanfaaat bagi mereka yang meningkatkan kerja kelompok dan menentukan
keberhasilan hubungan sosial terhadap sesama teman mahasiswa, dosen maupun
lingkungan perkuliahan. Cooperative skills merupakan sub konstruk dari social
skills, salah satu dari jenis keterampilan hidup yang diperlukan seseorang.
5
affiliation (kerjasama), (2) cooperation and resolution conflict (kerjasama dan
penyelesaian konflik), (3) kindness, care and affection/emphatic (keramahan,
perhatian dan kasih sayang). Keterampilan yang disarankan untuk dilatihkan
adalah cooperative skills, dengan cooperative skills akan membantu proses belajar
peserta didik. Hal senada juga disampaikan Eggen dan Kauchak (2004)
mengatakan bahwa social skills termasuk cooperative skills merupakan
keterampilan yang penting untuk diajarkan kepada peserta didik sepenting
kemampuan kognitif akademik.
Johnson dan Johnson (1991) mengartikan cooperative adalah bekerja
bersama untuk mencapai tujuan bersama (cooperative is working together to
accomplish share goals). Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa kerjasama adalah kumpulan/kelompok yang terdiri dari beberapa orang
anggota yang saling membantu dan saling tergantung satu sama lain dalam
melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Individu-individu
yang ada dalam kelompok tersebut mempunyai tanggungjawab yang sama,
sehingga tujuan yang diinginkan akan bisa dicapai oleh mereka, apabila mereka
saling bekerjasama.
Berkaitan dengan cooperative skills itu, Michaelis (1986) serta Cove dan
Goodsell (1999) mengatakan cooperative skills merupakan hal penting yang
diunggulkan dalam kehidupan dan budaya demokratis di masyarakat, disamping
sikap tanggung jawab. Hal senada juga dikemukakan oleh Dansereau (1985;
1988), Bartkus (2001), serta De Lisi (dalam Faweett dan Garton, 2005)
6
skills merupakan basis bagi pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan
belajar anak. Ada lima komponen dalam cooperative skills, yaitu membentuk dan
memelihara keberlangsungan kelompok, berkomunikasi interpersonal,
mem-bangun dan menjaga kepercayaan, melaksanakan kepemimpinan, dan mengelola
perbedaan atau konflik.
Universitas Sebelas Maret Surakarta memiliki budaya kerja dengan slogan
UNS ACTIVE yang ada kaitannya dengan cooperative skills. Penjabaran dari
ACTIVE, yaitu: Achievement Orientation (Orientasi berprestasi), bekerja dengan baik dan melampaui standar prestasi yang ditetapkan dan terus menerus meraih
keunggulan. Customer Satisfaction (Kepuasan pengguna jasa), Melayani dan memenuhi kebutuhan pengguna jasa secara memuaskan. Teamwork (Kerjasama),
Mampu bekerjasama dalam institusi. Integrity (Integritas), Terbuka, jujur, adil dan disiplin, Satunya kata dengan perbuatan. Visionary (Visioner), Mampu menetapkan sasaran jangka panjang dan mudah menerima perubahan dalam
institusi. Entrepreneurship (Kewirausahaan), Mengolah sumber daya agar memiliki nilai tambah dan keunggulan dari peluang yang ada.
Salah satu budaya kerja UNS yang menunjang profil lulusan Universitas
Sebelas Maret diharapkan mampu memiliki teamwork skills / cooperative skills
yang baik. Mahasiswa diharapkan mampu bekerja sama dengan siapapun,
termasuk dengan sesama teman mahasiswa, dosen maupun lingkungan sekitar
dimana mereka berada nanti.
Selanjutnya secara lebih spesifik, profil lulusan Bimbingan dan Konseling
7
professional konselor. Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi
akademik dan profesional menjadi sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik
merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional
bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi
pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1) memahami secara
mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik
bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan
profesionalitas konselor secara berkelanjutan (Permendiknas No. 27 tahun 2008).
Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke
empat kompetensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan
pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara
terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKA-KK) telah
dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam 4
(empat) kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam PP No.19 tahun 2005,
maka rumusan kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan
dan dirumuskan ke dalam 4 (empat) kompetensi, yaitu: pedagogik, kepribadian,
sosial, dan professional. (Permendiknas No. 27 tahun 2008). Berkaitan dengan
pentingnya cooperative skills bagi mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP
8
dimiliki, yaitu pada kompetensi sosial. Di dalam kompetensi sosial tersebut
dijabarkan bahwa konselor harus mampu mengimplementasikan kolaborasi intern
di tempat bekerja. Secara spesifik dijelaskan pada butir ketiga penjabaran
kompetensi sosial yang harus dimiliki seorang konselor, yaitu bahwa konselor
harus mampu bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja
(seperti guru, orang tua, tenaga administrasi) ataupun dimanapun mereka berada.
Peningkatan dan pengembangan cooperative skills bagi mahasiswa
bimbingan dan konseling FKIP UNS dirasa sangat diperlukan karena menunjang
budaya kerja universitas maupun salah satu aspek kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang konselor. Namun, berdasarkan hasil studi awal pada beberapa
mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Semester IV, untuk
mengetahui adanya mahasiswa yang memiliki karakteristik cooperative skills
yang masih kurang, dilakukan melalui wawancara dengan dosen maupun
mahasiswa, serta penyebaran skala psikologis cooperative skills oleh peneliti.
Dari hasil studi awal menunjukkan bahwa dari 60 orang mahasiswa, terdapat
63,8% mahasiswa yang memiliki karakteristik cooperative skills yang masih
kurang.
Hal ini ditandai dengan gejala-gejala karakteristik seperti: terlihat bahwa
menunjukkan keengganan untuk masuk dan bergabung dalam kelompok tertentu,
terjadi gap diantara teman sebaya dalam satu kelas. Mahasiswa senang
berkelompok dan menghindari beberapa teman yang dianggap tidak mereka sukai.
Perilaku tidak menyukai ini ditujukan kepada mereka yang tidak mau
9
sementara mahasiswa yang diabaikan atau tidak disukai juga bersikap cuek dan
memiliki hubungan yang kurang positif dengan teman sebaya yang kurang
menyukainya tersebut. Tanggung jawab untuk memaksimalkan produktivitas diri
sendiri dan orang lain dirasa masih kurang dimiliki mahasiswa sehingga
cenderung pasif dan menunggu diberikan instruksi. Dengan keadaan tersebut
mengindikasikan kurangnya keterbukaan (openness) untuk memberi dan
menerima ide-ide, perasaan, kemampuan untuk berbagi (sharing) informasi,
saling memberikan dukungan (support) dan penerimaan (acceptance) terhadap
teman yang lain. Akibatnya terkadang terdapat suatu perbedaan gagasan yang
menimbulkan situasi yang kurang kondusif.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa dosen Program
Studi Bimbingan dan Konseling yang mengampu mata kuliah di Semester IV,
pola interaksi komunikasi di kelas terkadang hanya satu arah. Mahasiswa belum
mampu maksimal berperan sebagai pengirim pesan (sender) maupun penerima
pesan (receiver). Dosen yang lebih dominan dan proaktif saat proses
pembelajaran, meskipun terkadang dosen juga mampu membangkitkan minat
mahasiswa untuk bertanya. Inisiatif untuk mengajukan tanggapan ini dinilai
beberapa dosen masih kurang. Hanya ada beberapa mahasiswa saja yang mampu
terlibat aktif dan sering bertanya di kelas. Itupun hanya orang-orang tertentu saja.
Kemudian saat proses pembelajaran kelompok, beberapa mahasiswa terkesan
pasif saat proses pemaparan presentasi kelompok di depan kelas. Tanggungjawab
pemaparan materi dan menanggapi pertanyaan teman yang lain saat sesi diskusi
10
yang disampaikan tidak semua mahasiswa memahami. Baik penyaji sendiri
maupun teman-teman yang menjadi audience.
Kondisi yang kontraproduktif ketika dihubungkan dengan pendapat
Johnson dan Johnson (2009), karakteristik suatu kelompok kerjasama terlihat dari
adanya lima komponen yang melekat pada program kerjasama tersebut, yakni (1)
adanya saling ketergantungan positif (positive interdependence), (2) adanya
tanggung jawab individu (individual accountability and personal responsibility),
(3) adanya interaksi promotif (promotive interaction), (4) keterampilan sosial atau
dalam pendapat sebelumnya disebut interpersonal and small group skill, (5)
terjadinya proses kelompok.
Hasil studi awal di lapangan mengindikasikan bahwa mahasiswa Program
Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2013 memerlukan kegiatan yang dapat
meningkatkan cooperative skills. Asumsi yang akan terjadi bila cooperative skills
tidak diajarkan pada mahasiswa khususnya mahasiswa BK angkatan 2013,
mahasiswa akan cenderung menunjukkan kurang terampil dalam bergaul,
terisolasi dari lingkungan sosialnya, kurang terampil dalam bidang sosial dan
akademik.
Kajian-kajian mengenai cooperative skills antara lain, penelitian yang
dilakukan oleh Djoko Apriono (2011) meneliti meningkatkan cooperative skills
peserta didik dalam belajar melalui pembelajaran kolaboratif, dan hasilnya
pembelajaran kalaboratif dapat meningkatkan cooperative skills peserta didik,
peserta didik yang memiliki cooperative skills menunjukkan hasil belajar yang
11
belajarnya, semakin peserta didik terampil bekerjasama akan semakin baik
prestasi belajarnya. Selain itu, Elsje Teodora (2011) juga meneliti kemampuan
kerjasama yang dikembangkan melalui metode pembelajaran inkuiri pada peserta
didik kelas VII SMP, hasilnya menunjukkan metode inkuiri dapat meningkatkan
kemampuan kerjasama peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemampuan
kerjasama yang tinggi juga menunjukkan rata-rata nilai yang lebih baik
dibandingkan peserta didik kemampuan kerjasamanya rendah.
Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan menandakan bahwa
implementasi peningkatan cooperative skills berperan dalam proses belajar dan
peningkatan prestasi belajar peserta didik, peserta didik yang memiliki
cooperative skills cenderung lebih terampil dan aktif dalam kegiatan
pembelajaranya. Selain itu cooperative skills juga membantu peserta didik dalam
pergaulan sosialnya, peserta didik yang memiliki cooperative skills cenderung
lebih mudah bergaul, diterima anggota kelompok sebaya dan menjadi pribadi
yang menyenangkan.
Melihat dari paparan di atas, menggambarkan bahwa masalah cooperative
skills bukan sekedar masalah biasa lagi, tetapi perlu mendapatkan perhatian
sebagai solusi untuk mengatasinya. Alternatif solusi yang bisa dilakukan dalam
peningkatan cooperative skills dapat digunakan dua pendekatan, yaitu secara
kognitif dan perilaku. Salah satu upaya untuk meningkatkan cooperative skills
dengan pendekatan kognitif yaitu dengan menggunakan Self Instruction.
Sedangkan peningkatan cooperative skills dengan pendekatan perilaku dapat
12
Pemikiran ini muncul didasarkan pada suatu kajian bahwa untuk
menangani masalah cooperative skills diperlukan pendekatan khusus yang mampu
membuka dan membenahi pola pikir dan perilaku peserta didik. Hal ini
dikarenakan masalah cooperative skills peserta didik yang rendah lebih banyak
disebabkan karena kognitif atau pola pikirnya yang kurang realistis, perilaku yang
kurang terkontrol dan cara berfikirnya kurang terstruktur dengan baik. Dibutuhkan
strategi pengubahan pola berpikir dan perilaku untuk membantu peserta didik
yang memiliki cooperative skills yang rendah karena peserta didik termasuk
individu yang normal dan memiliki kemampuan untuk melihat masalah yang
dialami dengan logika pemikiran yang benar dan berperilaku yang positif.
Self Instruction merupakan salah satu teknik dari pendekatan cognitive
behavior therapy, yang melibatkan identifikasi keyakinan-keyakinan
disfungsi-onal yang dimiliki seseorang dan mengubahnya menjadi lebih realistis, serta
melibatkan teknik-teknik modifikasi perilaku (Bos dkk, 2006). Selanjutnya
menurut Cormier (2003), pendekatan cognitive behavior memiliki beberapa
metode antara lain cognitive restructuring, self instruction, problem solving dll.
Dari ketiga metode cognitive behavior tersebut, metode self instruction memiliki
keunggulan, yaitu selain dapat mengganti pandangan negatif individu menjadi
positif, metode ini juga dapat mengarahkan individu untuk mengubah kondisi
di-rinya agar memperoleh konsekuensi yang efektif dari lingkungan. Individu tidak
hanya diajak untuk mengubah pandangannya, tetapi juga diarahkan untuk
mengubah perilaku yang lebih efektif. Berkaitan dengan usaha untuk
13
dapat dilihat dari beberapa pernyataan para tokoh serta penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya.
Pada teknik self instruction ini, terdapat strategi-strategi kognitif yang bisa
digunakan, seperti self verbalization atau self talk yang bertujuan untuk menuntun
seseorang mengatasi masalah yang dihadapinya (dalam Escamillia, 2000). Hal ini
sejalan dengan yang disampaikan Gerald L. Stone (1985) bahwa “ targets of
assessment by self instruction to a great variety of performance deficits,
depression, low stress tolerance, and social skills inadequacies”. Menurut Gerald
L. Stone, ada beberapa kategori masalah yang mampu diatasi dengan
menggunakan teknik self instruction yang salah satunya adalah social skills,
secara spesifik juga termasuk cooperative skills yang merupakan sub konstruk
dari social skills.
Sementara itu, teknik self instruction sendiri merupakan suatu teknik
modifikasi perilaku yang memiliki dua kegunaan, yaitu untuk mengganti
pemikiran negatif terhadap diri sendiri menjadi pemikiran yang positif serta dapat
digunakan untuk mengarahkan perilaku (Meichenbaum dalam Martin & Pear,
2003). Dalam hal ini yaitu mengganti pemikiran negatif tentang dirinya sendiri
terhadap kurang mampu kerjasama menjadi pemikiran yang positif untuk
mengarahkan perilakunya. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh teknik self
instruction terhadap cooperative skills belum dilakukan. Tetapi terdapat penelitian
mengenai self instruction terhadap variabel yang lain, seperti yang dilakukan
14
untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa self instruction pada dasarnya tepat untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Karena inti dari teknik ini adalah merestrukturasi sistem kognisi konseli,
namun terpusat pada perubahan pola verbalisasi overt dan covert (Oemarjoedi,
2003). Mainchenbaum (dalam Sharf, 2004) mengungkapkan bahwa
tek-nik self instruction adalah cara untuk individu mengajarkan pada diri mereka
sendiri bagaimana menangani secara efektif terhadap situasi yang sulit bagi diri
mereka sendiri. Jadi, teknik self instruction ini akan membantu peserta didik
mengontrol segala perilaku dan pemikiran-pemikiran kognitifnya yang mengarah
ke arah negatif dimana dapat menyebabkan kurangnya percaya diri, sehingga pada
penelitian ini diketahui perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
diberikan teknik self instruction.
Selain efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri, teknik self instruction
juga telah teruji efektif digunakan pada berbagai macam populasi, misalnya pada
anak yang hiperaktif, membantu mengontrol kemarahan, membantu siswa yang
mengalami learning disability, dan meningkatkan self efficacy. Rath, Sekiguchi dan Taylor & O’Reilly (dalam Cormier, 2003) melakukan penelitian di India,
Jepang dan Irlandia untuk mengujicobakan keefektifan dari pelatihan self
instruction pada anak cacat agar bisa meningkatkan self efficacynya, kemudian
diperoleh hasil, ternyata self efficacy mereka meningkat dengan bertambahnya
teman-teman baru dalam pergaulan sosial mereka. Teknik self instruction juga
digunakan Larmar (2006) dalam penelitiannya pada kelompok terapi selama lebih
15
konsentrasi siswa yang berusia 12 tahun di SD Brisbane Metropolitan,
Queensland, Australia. Hasilnya diperoleh dengan teknik self instruction, perilaku
yang mengganggu menurun secara signifikan sejalan dengan meningkatnya daya
konsentrasi siswa.
Maka, dalam menggunakan teknik self instruction, ada beberapa prosedur
yang harus dilakukan agar intervensi yang dilakukan efektif. Prosedur
penggunaan teknik self instruction dalam meningkatkan cooperative skills
diarahkan untuk restrukturisasi sistem berpikir (core beliefe) melalui perubahan
pola verbalisasi diri (self statement) yang positif sehingga lebih adaptif. Prosedur
penggunaan self instruction pada awalnya digunakan oleh Meichenbaum dan
Goodman untuk menangani anak yang impulsif. Selanjutnya prosedur teknik self
instruction dapat diadaptasi untuk menangani masalah orang dewasa dengan
beragam masalah, salah satunya yaitu cooperative skills Martin & Pear, 2007;
Rokke & Rehm, 2001; Shapiro & Cole, 1994).
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa teknik self
instruction ini dihipotesakan berpengaruh untuk meningkatkan cooperative skills
pada mahasiswa, karena metode ini bertujuan untuk membentuk ulang pola-pola
kognitif, asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan dan penilaian-penilaian yang
irasional, merusak dan menyalahkan diri sendiri. Dengan intervensi teknik self
instruction ini, dapat membantu mahasiswa mengubah distorsi-distorsi kognitif
tersebut dengan menguji ulang keyakinan mahasiswa dengan berbagai teknik
persuasi verbal dan aktivitas yang diberikan secara berulang-ulang sampai
16
Selanjutnya, Numbered Heads Together pertama kali dikenalkan oleh
Spencer Kagan dkk (1993). Teknik Numbered Heads Together menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
peserta didik. Keunggulan Numbered Heads Together adalah mencakup suatu
kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Numbered Heads Together merupakan
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta
didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Suherman, 2003).
Penelitian secara spesifik tentang pengaruh teknik numbered heads
together terhadap cooperative skills memang belum dilakukan. Tetapi Spancer
Kagan dalam bukunya Cooperative Learning mengatakan bahwa teknik numbered
heads together menekankan pada struktur-struktur khusus untuk mempengaruhi
social skills. Cooperative skills merupakan sub konstruk dari social skills, salah
satu dari jenis keterampilan hidup yang diperlukan seseorang.
Penelitian sebelumnya mengenai teknik numbered heads together pernah
dilakukan oleh Pradnyani, I.A.R (2013) yang meneliti tentang pengaruh numbered
head together terhadap prestasi belajar matematika. hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan teknik numbered head together pada dasarnya tepat untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika. Selain efektif untuk meningkatkan
prestasi belajar matematika, metode numbered head together juga telah teruji
17
pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar, dan meningkatkan interaksi sosial.
Nanik Wijayati, Ika Kusumawati, Titik Kushandayani (2008) melakukan
penelitian di siswa kelas X semester 2 SMA N 15 Semarang untuk
mengujicobakan keefektifan dari penggunaan teknik numbered head together
untuk meningkatkan hasil pembelajaran pada mata pelajaran kimia, kemudian
diperoleh hasil, ternyata kemampuan hasil belajar mereka meningkat dengan
bertambahnya informasi dan kerjasama dari teman-teman dalam diskusi dan
pergaulan sosial mereka. Teknik numbered head together juga digunakan Alfina
Fedora Kotta (2013) dalam penelitiannya pada siswa di mata pelajaran PKn kelas
XI. Hasilnya diperoleh dengan teknik numbered head together, perilaku yang
tergantung pada orang atau teman yang lain dapat menurun secara signifikan
sejalan dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dalam kelompok belajarnya.
Kajian di atas mengandung makna bahwa teknik Numbered Heads
Together mampu berpengaruh dalam peningkatan cooperative dan pola interaksi
siswa dalam proses pembelajaran kelompok. Sehingga diperoleh hubungan yang
positif dengan hasil belajar maupun motivasi belajar mereka. Teknik Numbered
Heads Together ini sesuai dengan struktur Kagan menghendaki agar para peserta
didik bekerjasama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Numbered Heads Together menurut Slavin dalam Isjoni (2010) adalah
suatu model pembelajaran dimana peserta didik dalam kelompok kecil terdiri 4-6
orang, peserta didik belajar dan bekerja secara kolaboratif dengan struktur
kelompok yang heterogen. Dalam kelompok ini peserta didik yang dipilih
18
kemampuan akademiknya. Sebagai anggota kelompok, peserta didik bekerjasama
untuk membantu dan memahami suatu bahan materi serta tugas-tugas yang
diberikan oleh guru/pendidik.
Kegiatan numbered heads together berupa diskusi, pembuatan kelompok
heterogen dimana tiap siswa memiliki nomor tertentu, kemudian pemberian
persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak
sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas
yang sama, kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor
siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis
individual dan pembuatan skor perkembangan tiap siswa). Langkah terakhir
pengumuman hasil diskusi dan pemberian hadiah, skor (reward).
Teknik Numbered Head Together merupakan salah satu kegiatan yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik.
Numbered Head Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Numbered Head Together mendorong untuk meningkatkan kerjasama.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang pengaruh teknik Self Instruction dan Numbered Heads Together
terhadap cooperative skills mahasiswa bimbingan dan konseling FKIP UNS
19
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Mahasiswa menunjukkan keengganan untuk masuk dan bergabung dalam
kelompok tertentu, terjadi gap diantara teman sebaya dalam satu kelas.
2. Mahasiswa tidak mau mendengarkan pendapat orang lain yang tidak disukai,
ingin menang sendiri, suka pilih-pilih teman, sementara mahasiswa yang
diabaikan atau tidak disukai juga bersikap cuek dan memiliki hubungan yang
kurang positif dengan teman yang kurang menyukainya tersebut.
3. Tanggung jawab untuk memaksimalkan produktivitas diri sendiri dan orang
lain dirasa masih kurang dimiliki mahasiswa sehingga cenderung pasif dan
menunggu diberikan instruksi.
4. Kurangnya keterbukaan (openness) untuk memberi dan menerima ide-ide,
perasaan, kemampuan untuk berbagi (sharing) informasi, saling memberikan
dukungan (support) dan penerimaan (acceptance) terhadap teman yang lain.
5. Pola interaksi komunikasi di kelas terkadang hanya satu arah, mahasiswa
belum mampu maksimal berperan sebagai pengirim pesan (sender) maupun
penerima pesan (receiver).
6. Inisiatif untuk mengajukan tanggapan yang masih kurang, terkesan pasif saat
proses pemaparan presentasi kelompok, dan tanggungjawab pemaparan materi
dan menanggapi pertanyaan teman yang lain saat sesi diskusi dan tanya jawab
20
7. Belum diberikannya teknik self instruction dalam kegiatan pembelajaran
mahasiswa BK FKIP UNS, khususnya pada saat mahasiswa menunjukkan
perilaku kurang kooperatif dalam menerima materi pembelajaran.
8. Belum dilaksanakannya teknik numbered heads together oleh dosen pengampu
mata kuliah kepada mahasiswa BK FKIP UNS dalam menumbuhkan dinamika
kelompok pada saat kegiatan diskusi.
1.3 Cakupan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, agar pembahasan pada
penelitian ini tidak meluas dan lebih terfokus, sehingga dilakukan pembatasan
masalah. Adapun cakupan masalah pada penelitian ini yaitu difokuskan pada
pengaruh variabel independen yaitu teknik self instruction dan numbered heads
together terhadap variabel dependen yaitu cooperative skills pada mahasiswa
bimbingan dan konseling FKIP UNS angkatan tahun 2013.
1.4 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka dapat disajikan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan teknik self instruction dalam meningkatkan
cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013?
2. Bagaimana pelaksanaan teknik numbered heads together dalam
meningkatkan cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan
21
3. Bagaimana pengaruh teknik self instruction terhadap cooperative skills
pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013?
4. Bagaimana pengaruh teknik numbered heads together terhadap
cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013?
5. Bagaimana perbedaan pengaruh antara kelompok yang mendapatkan
perlakuan teknik self instruction dan numbered heads together dengan
kelompok kontrol terhadap cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP
UNS angkatan tahun 2013?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan teknik self instruction dalam
meningkatkan cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan
tahun 2013.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan teknik numbered heads together dalam
meningkatkan cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan
tahun 2013.
3. Untuk mengetahui pengaruh teknik self instruction terhadap cooperative
skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013.
4. Untuk mengetahui pengaruh teknik numbered heads together terhadap
cooperative skills pada mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013.
5. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara kelompok yang
22
together dengan kelompok kontrol terhadap cooperative skills pada
mahasiswa BK FKIP UNS angkatan tahun 2013.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoretis
1. Secara teoretis menambah wawasan bagi konselor dalam
menggunakan teknik-teknik yang lebih kreatif dan inovatif dalam
penyelenggaraan layanan BK selain dari teknik yang sudah ada
sebelumnya. Teknik-teknik tersebut diantaranya adalah Self Instruction
dan numbered heads together.
2. Self Instruction sebagai teknik dari pendekatan Cognitive Behavior,
teknik Self Instruction sendiri merupakan suatu teknik modifikasi
perilaku yang memiliki dua kegunaan, yaitu untuk mengganti
pemikiran negatif terhadap diri sendiri menjadi pemikiran yang positif
serta dapat digunakan untuk mengarahkan perilaku cooperative skills.
sedangkan Numbered heads together menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
peserta didik. Teknik ini menghendaki agar para peserta didik
bekerjasama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Sehingga konselor dapat membantu peserta didik
menganalisis dan memecahkan masalah-masalah sosial mereka melalui
23
1.6.2 Manfaat Praktis 1.6.2.1Manfaat bagi Dosen
1. Dosen dapat menggunakan teknik Self Instruction dan Numbered Heads
Together untuk meningkatkan cooperative skills peserta didik dalam
memahami dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam
lingkungan diri peserta didik.
2. Dosen dapat menggunakan teknik self instruction dan numbered heads
together dalam kegiatan pembelajaran di kelas yang masih jarang
digunakan selama kegiatan pembelajaran selama ini, sehingga
menumbuhkan antusias dan semangat peserta didik.
1.6.2.2Manfaat bagi Program studi BK FKIP UNS
1. Program studi BK FKIP UNS mampu fleksibel untuk merancang
model pembelajaran yang diwujudkan pada kurikulum program studi
BK FKIP UNS yang menekankan pola interaksi dan komunikasi
mahasiswa. Mahasiswa mampu mengaktualisasikan diri dalam pola
interaksi dengan sesama teman mahasiswa maupun pola interaksi
pada saat perkuliahan dengan dosen untuk mewujudkan cooperative
skills.
2. Program Studi BK FKIP UNS mampu menciptakan integrasi yang
padu antara visi dan misi program studi dengan profil lulusan
mahasiswa BK, mahasiswa diharapkan mampu mewujudkan
transaksi yang positif dengan orang lain sehingga dapat mencapai
24
ACTIVE, yaitu: achievement orientation (orientasi berprestasi),
customer satisfaction (kepuasan penggunaan jasa), teamwork
(kerjasama), integrity (integritas), visionary (visioner),
entrepreneurship (kewirausahaan). Adapun tujuan tersebut
mendukung budaya kerja dari UNS. Satu diantara budaya kerja UNS
yang perlu dimiliki lulusan mahasiswa BK yaitu memiliki
keterampilan teamwork/cooperative (kerjasama) yang baik