• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN

TINDAK PIDANA PERKOSAAN Oleh

MUFTY ARDIAN

Perlindungan hukum bagi anak dapat dilakukan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak. Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai pelaku, namun juga anak sebagai korban dan saksi. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah (1).Bagaimanakah penerapan diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap pelaku anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan (2).Apakah faktor penghambat dalam penerapan diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara. Narasumber penelitian terdiri dari Aktivis LSM LADA Bandar Lampung, Penyidik Anak Kepolisian Daerah Lampung, Jaksa Anak di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Anak di Pengadilan Negeri Bandar Lampung dan, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data penelitian dianalisis secara deskriptif-kualitatif.

(2)

Mufty Ardian

(3)

ANALISIS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP

ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

Oleh

Mufty Ardian

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Kerta, pada tanggal 25 September 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis merupakan buah hati pasangan Bapak Mufrizan Saleh. dan Ibu Helliyah.

(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dengan kasih

sayang-Nya yang tiada tertandingi sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan

tepat pada waktunya

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang saya

sayangi dan saya hormati dalam hidup saya

Terimakasih kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

kesehatan, keselamatan, serta limpahan berkah, rahmat dan segala kecerdasan

kepada saya

Teruntuk ayah dan mama tercinta “Mufrizan Saleh” dan “Helliyah” , anugerah

Allah yang paling tulus yang diberikan kepada saya karena telah memiliki orang

tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa mendoakan dalam

setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala pengorbanan dan

kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan memberkahi serta

selalu memberi limpahan kesehatan kepada Ayah dan Mama. Amin

Teruntuk Kakak dan adik-adikku yang ku sayangi

“Elsa Asri Yulizanita”.

“Shintia Aisya” dan “Fadilah Arifin” yang selalu memberikan penyegaran dan

(9)

Untuk seluruh ibu dan bapak dosenku di Fakultas Hukum Universitas

Lampung , terutama untuk dosen Pembimbing Akademik Ibu Hj. Wati Rahmi

Ria, S.H, M.H. dosen Pembimbing I Bapak

Tri Andrisman. S.H., M.H

dan dosen

Pembimbing II Ibu

Diah Gustiniati M. S.H., M.H.

terimakasih atas segala ilmu,

bimbingan, pelajaran, seluruh kebaikan serta waktu yang diluangkan

demi terselesaikannya Skripsi ini.

Untuk Almamater Universitas Lampung yang telah menjadi jalan untuk

tempatku melangkah menuju masa depan

Dan untuk semua yang menjadi bagian hidupku, yang tak mampu kusebutkan

satu persatu. Kupersembahkan ini untuk kalian semua, terimakasih atas doa

(10)

MOTO

“Berfikirlah seribu kali sebelum mengambil keputusan, tapi saat anda telah mengambil sebuah keputusan jangan pernah menyesal meskipun anda

mendapatkan seribu pemikiran baru”

-Adolf Hitler-

“Kebanggaan dalam hidup ini bukan karena kita tidak pernah terjatuh namun kita mampu bangkit setelah kita terjatuh”

-Nelson Rolihlahla Mandela-

“Jika kamu tidak dapat melakukan hal yang hebat, maka lakukan lah hal kecil dengan cara yang hebat”

-Napoleon Hill-

“Pikirkan, Imajinasikan, Realisasikan”

(11)

SANWACANA

Dengan nama Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas pula peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Mauliani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung serta selaku Pembimbing II yang telah membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H,.M.H., selaku pembimbing I pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu sampai menuju ujian akhir.

(12)

5. Ibu Rini Fathonah. S.H., M.H., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun

6. Ibu Wati Rahmi Ria. S.H., M.H. selaku pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan masukan arahan saran dan kritik yang penulis tidak dapat melupakannya

7. Bapak dan Ibu Dosen Hukum Pidana Unila. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.

8. Mbak Sri, Mbak Yanti dan juga Babe, Kiay Apri, Kiay Basri, Kiay Zamroni terimakasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.

9. Keluargaku tercinta Ayahku Mufrizan Saleh, Ibuku tercinta Helliyah yang tak henti-hentinya menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta menantikan keberhasilanku. Kakakku Elsa Asri YulizaNita yang selalu memberikan semangat Serta adikku Shintya aisha dan Fadil yang selalu membuat penulis tersenyum, terimakasih untuk do’a dan semangat yang selalu terucap untukku. Untuk Fakih, Kak Mila, bang saleh yang selalu memberikan keceriaan dalam hari-hariku.

(13)

11.Untuk sepupu-sepupuku di Fakultas Hukum Ferdian, Lia, Gery Doyok, Odi, Mamed, Putra, Dery Mangau, Eri, Tyo, Danan Tcuk, Himawan, Fahmi, Revan, Hilman, Udin. Terima kasih atas motivasi dan kegilaan pernah kita lewati bersama.

12.Sahabat penulis dari Reska Gentjis and crew Yunan, Papa Bakoye, Jahrol, David Epe, Wilson, Naw, Iyok, Zombie, Erika, Sekar, Rizky “Ik”, Baim, Erik, Iam. Semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih semuanya, we are Reska Gentijis.

13.Untuk keluarga besar Teater Pelopor yang sudah seperti keluarga kecil yang harmonis Ardi Jonansa, Parji, fiter, Taufik, Arif, Heru Toge, Adhe Lepay, Akiong, Fajar, Jessa, Naw, Diera, Adi Doyok, Gerardes, Andika dan keluarga lainnya yang tidak bisa sebutkan satu persatu, terima kasih atas pelajaran yang kalian ajarkan terima kasih atas semua pengalaman itu dan tetaplah mejadi lalat.

14.sahabatku yang sudah menjadi teman dikala susah dan sedih Indra, Deka, Nopri, Amin, Wahyu, Rendi, Fajar, Ridho, Panji, Yaying, Jodi, Kimung, Adit, Riko Jono, Fran, Jupri, Idung, Jondot, Adi Gawir, .

(14)

17.Semua yang mengisi dan mewarnai hidupku, terima kasih atas kasih sayang, kebaikan dan dukungannya yang telah memberikan pelajaran buatku. Serta semua pihak yang telah memberi hikmah dan membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amiin ya Rabbal Alamin..

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

I. PENDAHULUAN Halaman

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ……….... 7

1. Permasalahan ………..……….. 7

2. Ruang Lingkup Penelitian ……..………. 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………8

1. Tujuan Penelitian ……….. 8

2. Kegunaan Penelitian …..………... 8

a. Kegunaan Teoritis ……….. 8

b. Kegunaan Praktis ……… 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 9

1. Kerangka Teoritis ………. 9

2. Konseptual ……….……... 11

E. Sistematika Penulisan ………...….. 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi ………. 16

1. Pengertian Diversi ………... 16

2. Tujuan Diversi ……….... 19

B. Tindak Pidana Perkosaan ……….…. 24

1. Pengertian Tindak Pidana ………..…….… 24

2. Pengertian Perkosaan ……….. 26

(16)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ………... 36

B. Sumber dan Jenis Data ………. 37

C. Penentuan Narasumber ………. 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ……….………... 40

1. Prosedur Pengumpulan Data ……….…... 40

2. Prosedur Pengolahan Data ………....………… 40

E. Analisis Data ………. 41

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber ………. 42

B. Penerapan Diversi yang Diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap Pelaku Anak yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan ………..………... 44

C. Faktor Penghambat dalam Penerapan Diversi terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan ……….………..….….. 53

V. PENUTUP A. Simpulan ………..………. 63

B. Saran ………..………...… 66

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka merupakan generasi bangsa yang dimasa yang akan datang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa Indonesia. Setiap anak selain wajib mendapatkan pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral sehingga meraka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa dan negara. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang– Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang dan menghargai partisipasi anak.

(18)

2

tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai pelaku, namun mencakup juga anak yang sebagai korban dan saksi. Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH agar tidak hanya mengacu pada Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penanganan ABH, namun lebih mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal yang mulai diberlakukan 2 tahun setelah Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) diundangkan (Pasal 108 UU No. 11 Tahun 2012).

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur tentang Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.1

Mahkamah Agung merespon Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan sangat progresif. Ketua Mahkamah Agung RI menandatangani Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak bahkan sebelum Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana dikeluarkan. Poin penting PERMA tersebut bahwa Hakim wajib menyelesaikan persoalan ABH dengan acara Diversi yang merupakan prosedur hukum yang masih sangat anyar dalam sistem dan pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Disamping itu juga, PERMA ini

1

(19)

3

memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian pidana anak mengingat belum ada regulasi yang memuat hukum acara khusus diversi Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus ABH. Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan serta Pembimbing Kemasyarakatan atau Balai Pemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) sebagai institusi atau lembaga yang menagani ABH mulai dari anak bersentuhan dengan sistem peradilan, menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman dalam koridor keadilan restorative.

(20)

4

Penghukuman bagi pelaku Tindak Pidana Anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum. Melihat prinsip-prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi. Institusi penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak. Karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekedar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodifikasi sistem peradilan pidana yang ada, sehingga semua tujuan yang dikehendaki oleh hukumpun tercapai. Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah dialog yang dikalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah untuk mufakat”. Sehingga diversi khususnya melalui konsep restoratif justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.

(21)

5

Pelaksanaan metode sebagaimana telah dipaparkan diatas ditegakkannya demi mencapai kesejahteraan anak dengan berdasar prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Dengan kata lain, diversi tersebut berdasarkan pada perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak anak (protection child and fullfilment child rights based approuch).

Namun ada kesenjangan dalam proses penerapan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana, contoh dalam tindak pidana perkosaan. Jika kita mengacu Pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA) maka anak yang dapat dikenakan diversi adalah dengan hukuman dibawah 7 tahun dan bukan pengulangan Tindak Pidana. Ketentuan tentang perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP sebagai berikut :

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang

wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam menetapkan Diversi. Sehingga Masih banyak orang yang berpendapat bahwa Diversi tidak dapat dikenakan terhadap anak yang melakukan perkosaan dikarenakan ancaman Tindak Pidana tersebut adalah 12 tahun

(22)

6

mengikuti kemauan Atn. Sesampainya di rumah Atn, Suci tak menemukan kekasihnya disana. Tanpa banyak bicara, satu persatu pakaiannya dilucuti oleh Atn. Sebelumnya, mulutnya dibekap setelah itu ia digarap oleh Atn.

Setelah puas menikmati tubuh Suci, si bejat itu mengabadikan moment tersebut dengan sebuah kamera. Tidak sampai di situ. Di saat bersamaan, juga ada teman Atn, yakni Bm yang kini masuk dalam daftar DPO pihak kepolisian ikut menggarap Suci. Saat itu Atn mengancam Suci untuk melayani nafsu biadap Bm. Merasa takut dan bingung ketika itu, Suci pasrah kembali disetubuhi oleh Bm.

Namun, karena usia pelaku di bawah 18 tahun dan masih masuk dalam katagori anak, polisi menyediakan pendamping kuasa hukum dan memberlakukan diversi. Yakni penyelesaian hukum yang dilakukan secara kekeluargaan. Hasilnya Atn tidak dipenjara, langsung bebas. Pihak keluarga korban merasakan tidak adil. Terlebih lagi perbuatan yang dilakukan oleh pelaku saat merenggut keperawanan Suci dengan paksa, dilakukan di bawah ancaman2.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam proposal dengan judul “Analisis Penerapan Diversi Terhadap

Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan”.

2

(23)

7

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

1. Bagaimanakah penerapan diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap pelaku anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan ?

2. Apakah faktor penghambat dalam penerapan diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

(24)

8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penerapan diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap Anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam penerapan diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan Hukum Pidana, hasil penilitan ini diharapkan memberikan masukkan dalam perkembangan Hukum Pidana nantinya, khususnya yang mempelajari tentang upaya perlindungan hukum bagi anak melalui upaya diversi

b. Kegunaan Praktis

(25)

9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.3

Negara maju adalah negara yang memberikan perhatian serius terhadap anak, sebagai wujud kepedulian akan generasi bangsa. Karena anak adalah penerus masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu, anak memerlukan pembinaan agar dapat berkembang baik fisik, mental, dan spiritualnya secara maksimal.

Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.4 Konsep diversi merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa bangsa di kemudian hari.5

Pengertian diversi dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Konsep diversi merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian konsep

diversi diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan

3

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986. Hlm 124

4

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, RefikaAditama, Bandung, 2006. Hlm 33

(26)

10

bermasyarakat. Kegiatan konsep diversi membawa akibat hukum, baik dalam kaitanya dengan hukum tertulis maupun tidak tertulis.

Penerapan diversi juga harus mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Serta di dukung pula dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang kesejahteraan anak, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protocol to The Convention on The Right Of The Child on The Sale of Children, Child

Prostitusion and Child Pornography ( Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak ),

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Serta konsep divesi juga terlahir dari nilai-nilai yuridis, filosofis, serta nilai sosiologis. Nilai nilai Yuridis dari konsep

diversi ini terdapat pada beberapa instrumen hukum HAM internasional, Nilai Filosofis dari konsep diversi ini digambarkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai sosiologis masyarakat didasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang mengacu pada beragam suku adat masyarakat indonesia. Pertimbangan dilakukan

(27)

11

Amerika serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitutionalisation dari sistem peradilan pidana formal.

Penegakan Hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dimaksud adalah peraturan-peraturan yang mengatur adanya penegakan hukum,

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-puhak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum,

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan,

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2.Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti.6

Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah. Maksudnya tidak lain untuk menghindari kesalah pahaman dalam melaukan penelitian.

6

(28)

12

Istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Analisis

Analsis merupakan kegiatan penelitian suatu peristiwa atau kejadian (karangan, perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya), dan analisis juga merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan;

b. Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

c. Diversi dan Restoratif justice

Pengertian diversi dalam Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sedangkan

(29)

13

dan memikirkan bagaimana mengatasi masalah tersebut serta akibat yang akan terjadi pada masa yang akan datang.7

d. Anak

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.8

e. Perkosaan

Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP adalah: “Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa

perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

7

http://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada hari rabu tanggal 08 oktober 2014

8

(30)

14

E. Sistematika Penulisan

Pembahasan terhadap keseluruhan isi skipsi ini secara berturut-turut terdiri atas lima bab, masing-masing mempunyai keterikatan satu dengan yang lainnya, sebagaimana dapat dijelaskan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang diversi dan restoratif justice, tinjauan umum tindak pidana perkosaan , tinjauan umum tentang anak dalam Undang-undang anak.

III. METODE PENELITIAN

Berisikan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(31)

15

tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak tentang anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan dan apakah faktor penghambat dalam penerapan diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan.

V. PENUTUP

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diversi

1. Pengertian Diversi

Diversion as program and practices which are employed for young people who

have initial contact with the police, but are diverstedfrom the traditional juvenile

justice processes before children's court adjudication.1

(Diterjemahkan oleh penulis sebagai berikut: Diversi adalah suatu program dan latihan-latihan yang mana diajarkan bagi anak - anak yang mempunyai urusan dengan polisi, sebagai pengalihan dari proses peradilan anak seperti biasanya, sebelum diajukan ke pemeriksaan pengadilan).

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Konsep diversi tertuang dalam Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Konsep Diversi serta konsep Restorative Justice telah muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan Restorative Justice sebagai suatu proses semua

1

(33)

17

pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan dating. Proses ini pada dasarnya dilakukan melalui diskresi

(kebijakan) dan diversi, yaitu pengalihan dari proses pengadilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan secara musyawarah. Penyelesaian melalui musyawarah sebetulnya bukan hal baru bagi Indonesia, bahkan hukum adat di Indonesia tidak membedakan penyelesaian perkara pidana dan perdata, semua perkara dapat diselesaikan secara musyawarah dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau pemulihan keadaan. Dengan menggunakan metode restorative, hasil yang diharapkan ialah berkurangnya jumlah anak anak yang ditangkap, ditahan dan divonis penjara, menghapuskan stigma dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari. Adapun sebagai mediator dalam musyawarah dapat diambil dari tokoh masyarakat yang terpercaya dan jika kejadiannya di sekolah, dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru.2

Ide diversi sebagai bentuk pengalihan atau penyampingan penanganan kenakalan anak dari proses peradilan anak konvesional, kearah penanganan anak yang lebih bersifat pelayanan kemasyarakatan, dan ide diversi dilakukan untuk menghindarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek penyelenggaraan peradilan anak.

2

(34)

18

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya seperti anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana.Di Indonesia tujuan ide diversi yaitu; untuk menghindari penahanan; untuk menghindari cap jahat/label sebagai penjahat; untuk meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku; agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya; untuk mencegah pengulangan tindak pidana; untuk mengajukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal; program diversi akan menghindari anak mengikuti proses-proses sistem pengadilan. Langkah lanjut akan program ini akan menjauhkan anak-anak dari pengaruh-pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan tersebut.

Hubungan Diversi dengan Restoratif Justice Pada dasarnya suatu penegakan hukum akan berhasil dan berjalan maksimal jika tidak terlepas dari tiga pilar yang saling mempengaruhi, yakni memenuhi struktur (structure), substansi (substance), dan kulturhukum (legal culture).

Pertama, sistem hukum harus mempunyai struktur. Dalam hal ini sistem hukum yang

berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dengan kecepatan yang berbeda,

dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka

panjang yang berkesinambungan struktur sistem hukum, dengan kata lain ini adalah

kerangka atau rangkaian, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam

(35)

19

substansi. Yang dimaksud dengan substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku

manusia yang nyata dalam sistem hukum. Dan yang ketiga sistem hukum mempunyai

kultur (budaya hukum) adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum,

didalamnya terdapat kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.

2. Tujuan Diversi

konsep diversi dimulai dengan pendirian peradilan anak pada abad ke-19 yang bertujuan untuk mengeluarkan anak dari proses peradilan orang dewasa agar anak tidak lagi diperlakukan sama dengan orang dewasa.

Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahan. Petugas dalam melaksanakan diversi menunjukkan pentingnya ketaatan kepada hukum dan aturan. Petugas melakukan diversi dengan cara pendekatan persuasif dan menghindari penangkapan yang menggunakan tindakan kekerasan dan pemaksaan.

(36)

20

Philipina. Di negara Philipina angka keterlibatan anak dengan tindak pidana dan menjalani peradilan sampai pemenjaraan cukup tinggi dan 94% adalah anak pelaku pidana untuk pertama kalinya (first-time offender). Jumlah anak yang menjalani pemenjaraan tidak diiringi dengan adanya kebijakan diversi program pencegahan tindak pidana anak secara formal, sebaliknya usaha dukungan untuk mengembalikan anak ke komunitasnya sangat rendah. Makanya tahun 2001 organisasi Save The Children dari Inggris bekerja sama dengan LSM local Philipina, sehingga pada tahun 2003 telah ada 2000 orang anak didiversikan dari sistem peradilan pidana formal.

Diversi dilakukan dengan alasan untuk memberikan suatu kesempatan kepada pelanggar hukum agar menjadi orang yang baik kembali melalui jalur non formal dengan melibatkan sumber daya masyarakat. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum. Kedua keadilan tersebut dipaparkan melalui sebuah penelitian terhadap keadaan dan situasi untuk memperoleh sanksi atau tindakan yang tepat (appropriate treatment). Tiga jenis pelaksanaan program diversi yaitu:

1. Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat. 2. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation),

(37)

21

menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. 3. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative

justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.

Menurut Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2012 Diversi bertujuan untuk;

1. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; 2. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; 3. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; 4. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan 5. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

3. Konsep Diversi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang ini membahas mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Pengertian diversi dalam Undang-Undang ini terdapat dalam Pasal 1 ayat 7 serta Tujuan dibuatnya konsep

diversi ini terdapat dalam Pasal 6 yang menyebutkan bahwa Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan Anak, menyelesaikan perkara Anak di

luar proses peradilan, menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan,

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab

(38)

22

Upaya Diversi sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang No. 11

tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mempunyai kriteria dimana

perbuatan yang dilakukan pelaku masih tergolong pidana ringan dan ancaman dengan

pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun serta bukan merupakan pengulangan tindak

pidana. Upaya diversi dalam hal baik penyidikan, penuntutan umum seperti yang

termuat dalam Pasal 9 harus mempertimbangkan3 :

a. Kategori tindak pidana b. Umur anak

c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Menurut Undang-Undang ini juga terdapat berbagai macam pengertian anak yang termuat dalam Pasal 2 sampai Pasal 5 diantaranya adalah :

1) Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana

2) Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana

3) Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana

3

(39)

23

4) Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri

Undang-Undang sistem peradilan pidana anak ini juga sudah tercantum semua hak-hak anak dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Upaya yang di berikan untuk melindungi anak di berikan dalam bentuk hak-hak yang dalam undang-undang ini termuat pada Pasal 3 dan Pasal 4; Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:

a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b. dipisahkan dari orang dewasa;

c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. melakukan kegiatan rekreasional;

e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i. tidak dipublikasikan identitasnya;

j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;

k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh kehidupan pribadi;

m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. memperoleh pendidikan;

o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan

(40)

24

Pasal 4 :

(1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:

a. mendapat pengurangan masa pidana; b. memperoleh asimilasi;

c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d. memperoleh pembebasan bersyarat; e. memperoleh cuti menjelang bebas; f. memperoleh cuti bersyarat; dan

g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan kepada Anak yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Tindak Pidana Perkosaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah mengenai tindak pidana merupakan terjemahan paling umum untuk istilah

strafbaarfeit atau delict dalam Bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan untuk strafbaarfeit.4 namun dalam perkembangan hukum istilah

strafbaarfeit atau delict memiliki banyak definisi yang berbeda-beda, sehingga untuk memperoleh pendefinisian tentang tindak pidana secara lebih tepat sangatlah sulit mengingat banyaknya pengertian mengenai tindak pidana itu sendiri.

Terdapat beberapa pendefinisian tindak pidana oleh para sarjana hukum, dimana pendefinisian tersebut digolongakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang merumuskan tindak pidana sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat yang lebih dikekenal dengan kelompok yang berpandangan monistis,

4

(41)

25

sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok dengan aliran dualistis yang memisahkan antar perbuatan yang dilarang dalam undang-undang dan diacam pidana disatu pihak dan pertanggungjawaban dilain pihak. Pengertian mengenai

strafbaarfeit menurut sarjana sangatlah banyak, pengertian tersebut antara lain berasal dari :

1) Simons

Merumuskan pengertian strafbaarfeit sebagai suatu tindakan melanggar hak yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum.

2) Pompe

Menurut hukum positif Pompe mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.5

3) Moeljanto

Memberikan pengertian yaitu perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diacam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.6

4) Vos

Merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.

5

Efendi, Erdianto, Hukum Pidana Indoneia Op.cit. Hlm 97

6Ibid

(42)

26

5) Van Hamel

Merumuskan “stafbaarfeit” itu sebagian “suatu serangan atau ancaman

terhadap hak-hak orang lain”.

2. Pengertian Perkosaan

Tindak pidana kesusilaan dalam KUHP dibedakan menjadi dua, yaitu Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 KUHP dan tindak pidana perkosaan untuk berbuat cabul yang diatur dalam Pasal 289 dan Pasal 296 KUHP.

Pemerkosaan adalah "penetrasi vagina atau anus dengan menggunakan penis, anggota-anggota tubuh lain atau suatu benda dengan cara pemaksaan baik fisik atau Non-fisik.7 "

Perkosaan adalah bentuk hubungan seksual yang dilangsungkan bukan berdasarkan kehendak bersama. Karena bukan berdasarkan kehendak bersama, hubungan seksual didahului oleh ancaman dan kekerasan fisik atau dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya, di bawah umur, atau yang mengalami keterbelakangan mental.8

Perkosaan dengan wanita yang belum cukup umur ialah perkosaan dengan wanita bukan istrinya yang umurnya belum genap 15 tahun. Berdasarkan Pasal 287 KUHP, jika umur wanita itu belum genap 12 tahun termasuk delik biasa dan jika umurnya sudah genap 12 tahun tetapi belum genap 15 tahun termasuk delik

7

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemerkosaan&action=edit di akses pada hari senin tanggal 13 oktober 2014 pada jam 10.23

8

(43)

27

aduan. Sedangkan yang dimaksud perkosaan dengan wanita tidak berdaya sebagaimana diuraikan dalam Pasal 286 KUHP ialah perkosaan dengan wanita bukan istrinya yang keadaan kesehatan jiwanya tidak memungkinkan wanita itu dapat diminta persetujuannya ataupun izinnya. Wanita tak sadar, gila, atau idiot tidak mungkin dapat diminta persetujuan ataupun izinnya untuk disetubuhi, kalaupun ia memberikan persetujuan ataupun izinnya maka persetujuan tersebut harus dianggap tidak sah, begitu juga wanita yang pingsan, dengan catatan pingsannya itu bukan karena perbuatan laki-laki yang menyetubuhinya, namun jika pingsannya itu akibat perbuatan laki-laki itu maka tindak pidana tersebut termasuk pemerkosaan, bukan perkosaan dengan wanita yang tidak berdaya.9

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan arti dari Tindak Pidana Perkosaan merupakan perbuatan persetubuhan atau hubungan suami istri yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan tanpa kehendak bersama yang di barengi dengan paksaan secara yang melanggar undang-undang serta aturan-aturan yang berlaku di indonesia.

3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Melakuan Tindak Pidana

Romli Atmasasmita, mengemukakan pendapatnya mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari terjadinya tindak pidana yang di lakukan oleh anak yaitu10 :

1. Yang termasuk motivasi intrinsik dari perilaku yang menyebabkan timbulnya tindak pidana pada anak adalah :

9

http://eprints.uns.ac.id/298/1/167650309201002131.pdf di akses pada hari senin tanggal 23 oktober 2014 pada jam 13.34

10

(44)

28

a. Faktor Intelegentia;

Intelegentia adalah kecerdasan seseorang, menurut pendapat Wundt dan Eisler adalah kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan.11

b. Faktor usia;

Stephen Hurwitz mengungkapkan “age is importance factor in the

causation of crime” (usia adalah faktor yang paling penting dalam

sebab-musabab timbulnya kejahatan).

c. Faktor kelamin;

Paul W. Tappan mengemukakan pendapatnya, bahwa kenakalan anak dapat dilakukan oleh anak laki-laki maupun oleh anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang melakukan kenakalan jauh lebih banyak dari pada anak perempuan pada batas usia tertentu.

d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga;

Kedudukan anak dalam keluarga adalah kedudukan seorang anak dalam keluarga menurut urutan kelahiran misalnya anak pertama, kedua, dan seterusnya.

2. Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah :

a. Faktor Keluarga;

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan, dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang

11Ibid

(45)

29

pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah12. Oleh karena itu, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif.

b. Faktor pendidikan dan sekolah;

Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan jiwa anak-anak atau dengan kata lain, sekolah ikut bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak, baik pendidikan keilmuan maupun pendidikan tingkah laku ( character ).

c. Faktor pergaulan anak;

Besarnya pengaruh yang dimainkan oleh lingkungan pergaulan anak, terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturalnya. Dalam situasi sosial yang menjadi semakin longgar, anak-anak kemudian menjauhkan diri dari keluarganya untuk kemudian menegakkan eksistensi dirinya yang dianggap sebagai tersisih dan terancam.

d. Faktor media masa.

Pengaruh media masa tidak kalah besarnya terhadap perkembangan anak. Keingginan atau kehendak yang tertanam pada diri anak untuk berbuat jahat kadang-kadang timbul karena pengaruh bacaan, gambar-gambar dan film. Bagi anak yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan-bacaan yang buruk, maka hal itu akan berbahaya dan dapat menghalang-halangi

12

(46)

30

mereka untuk berbuat hal-hal yang baik. Demikian juga tontonan yang dapat menimbulkan rangsangan seks. Rangsangan seks tersebut akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa anak.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan, dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai – nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.13

Sistem peradilan pidana pelaksanaan dan penyelenggaraan penegakan hukum pidana melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya.

Penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur di dalamnya sebagai suatu kesatuan yang saling interelasi dan mempengaruhi. Artinya penegakan hukum merupakan satu kesatuan yang tidak

13

(47)

31

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena saling berkaitan dan mempengaruhi.

Munurut Joseph Goldstein sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro penegakan hukum harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu 14:

1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali.

2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.

3. Konsep penegakkan hukum actual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana, kualitas sumber daya manusianya, perundang – undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk meniptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup . Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.

Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

14

(48)

32

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.15

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia.16

1. Undang-undang

Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah .

Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain

a. Undang-undang tidak berlaku surut.

b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

c. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.

d. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu.

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

15

Soekanto, Soerjono, Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 1986. Hlm.8-11

(49)

33

f. Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan (inovasi).

2. Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan sasaran atau penegak hukum, hambatan tersebut, adalah:

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

b. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.

c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

d. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.

e. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Hambatan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan sikap-sikap, sebagai berikut:

(50)

34

2. Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu.

3. Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.

4. Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.

5. Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.

6. Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya.

7. Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib.

8. Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

9. Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan ihak lain.

10.Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitingan yang mantap.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran, sebagai berikut.

a. Yang tidak ada-diadakan yang baru betul.

b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan. c. Yang kurang-ditambah.

d. Yang macet-dilancarkan.

(51)

35

4. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengident’ifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan (system) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut :

a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

b. Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan.

(52)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode sistematika, dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul.

A. Pendekatan Masalah

Untuk membahas permasalahan yang akan dikemukakan penulis di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan yuridis normatif, adalah dengan melihat masalah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mempelajari asas-asas hukum yang ada dalam pendapat sarjana dan dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku serta menelaah kasus-kasus hukum yang telah menjadi putusan pengadilan yang yang sudah mempunyai kekuatan hukum.

(53)

37

hukum yang sedang berlaku secara efektif.1 Dengan cara menganalisis pelaksanaan penegakkan hukum dan akibat hukum terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan. Pendekatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan (observasi) ataupun wawancara (interview) dilokasi penelitian sebagai upaya mendapakan data primer baik melalui pengamatan (observasi) ataupun wawancara (interview).

B. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua data yaitu primer dan skunder :

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah Prosedur pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mengutip, dan menelaah teori-teori hukum asas-asas hukum, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mrngikat berupa peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undamg Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP di Indonesia.

1 Ronny Hanitijo Soemitro” Metodiologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri”, Ghalia Indonesia,

(54)

38

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang ada hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer, yang meliputi buku-buku literatur, laporan, teori-teori, rancangan perundangan (RUU KUHP) dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah.2

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum, kamus bahasa, biografi, artikel-artikel pada surat kabar.

2

Khudzaifah Dimyanti, dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas

(55)

39

2. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan (field research) secara langsung pada objek penelitian yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara, data primer ini sifatnya hanya untuk penunjang untuk kelengkapan data skunder.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberikan informasi yang kita inginkan. Narasumber adalah orang yang mengetahui mengenai sesuatu hal yang ingin diketahui oleh masyarakat.3 Dari pengertian tersebut penulis memberikan pengertian mengenai arti dari narasumber dimana narasumber adalah orang yang dapat memberikan informasi dari suatu masalah yang tentunya ia menguasai hal tersebut atau bisa dikatakan orang yang ahli dalam suatu bidang. Narasumber dalam penelitian ini adalah Aktivis LSM LADA Bandar Lampung, Penyidik Anak Kepolisian Daerah Bandar Lampung, Jaksa Anak di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Anaka di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Fakultas Hukum Pidana Unila.

Narasumber dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlihat dalam penyidikan dalam kasus anak yang akan di teliti tersebut.

a. Lembaga Advokasi Anak Bandar Lampung (LADA) : 1 orang b. Penyidik Anak Polresta Bandar Lampung : 1 orang c. Jaksa Anak di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang

(56)

40

d. Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang

e. Dosen Fakultas Hukum Pidana Unila : 1 orang

Jumlah Responden : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan studi kepustakaan dimana studi kepustakaan disini adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara : 1) Identifikasi

Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses perlindungan hukum pada tahap penyidikan dengan pelaku tindak pidana anak.

2) Editing

(57)

41

ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul diseleksi dan diambil data yang diperlukan.

3) Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.

4) Penyusunan Data

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.

E. Analisis Data

(58)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Penerapan diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap pelaku anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan

(59)

64

2. Faktor penghambat dalam penerapan diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana Perkosaan

Faktor penghambat dalam penerapan Diversi terhadap anak. dalam penerapannya diversi memiliki beberapa faktor penghambat yaitu :

1. Faktor Hukumnya Sendiri

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak belum terlalu mengakomodir hak-hak Anak, bahwasanya undang undang tersebut hanya mewajibkan diversi apabila ancaman peraturan yang dilanggar dibawah 7 Tahun sesuai pada Pasal 7, namun dalam praktiknya Anak sering melakukan tindak pidana penyertaan dengan orang dewasa yang dimana Anak hanya menjadi alat/suruhan orang dewasa untuk melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 7 Tahun atau lebih.

2. Faktor penegak hukum

Penegakan hukum dalam proses diversi dalam penanganan perkara ini terdapat banyak hambatan. Proses diversi dalam tingkat penyidikan tidak terlaksana karena penyidik tidak mengerti proses diversi sehingga perkara dilanjutkan ke tahap penuntutan.

3. Faktor sarana atau fasilitas

(60)

65

tidak boleh ditahan di sel tahanan kepolisian. Tetapi harus di Lembaga Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial (LPKS) milik Dinas Sosial di bawah kewenangan Kementrian Sosial.Namun faktanya, Anak yang berkonflik dengan hukum tetap ditahan ditahanan kepolisian karena peraturan pelaksana dan lembaga yang diamanatkan dalam undang-undang belum terbentuk

4. Faktor masyarakat

Hukum mempunyai peran penting dalam pergaulan hidup atau bermasyarakat yang bertujuan mewujudkan sebuah masyarakat yang nyaman dan berkeadilan, namun terkadang pernyataan seperti diatas tidak disadari oleh sebagaian dalam masyarakat. Banyak sekali masyarakat yang belum memahami apakah diversi itu dan apakah dampak yang akan timbul jika diversi diterapkan dan tidak diterapkan, sda beberapa korban tindak pidana yang dilakukan oleh Anak tidak mau berdamai dengan pelaku Anak, sehingga proses diversi mencapai kebuntuuan dan syarat diversi yang diharuskan oleh undang-undang tidak terpenuhi. Tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selian menyerahkan berkas perkara ke tahap selanjutnya sampai ke tahap proses persidangan di pengadilan.

5. Faktor Kebudayaan

(61)

66

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan diatas, maka saran yang dapat penulis berikan untuk memberikan perlindungan bagi anak yang melakukan Tindak Pidana baik itu Perkosaan maupun bentuk Tindak Pidana lain adalah :

1. Para penegak Hukum seharusnya lebih mengerti tentang Diversi sehingga Diversi dapat diterapkan dengan semaksimal mungkin agar tidak ada lagi perbedaan pendapat dalam proses penerapan Diversi terhadap anak yang melakukan Tindak Pidana.

2. Harus adanya pelatihan tentang diversi untuk aparat penegak hukum agar penerapan diversi berjalan dengan sebagaimana mestinya dan konsep diversi

tersebut dapat melindungi kepentingan hak anak juga dapat terwujudnya rasa keadilan terhadap korban dan masyarakat.

(62)

DAFTAR PUSTAKA Literature :

Andrisman, Tri. Hukum Peradilan Anak, Buku Ajar Bagian Hukum Pidana. FH. Unila Bandar Lampung.

Efendi, Erdianto. 2011 Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hilman hadikusuma. 1984. bahasa hukum Indonesia, alumni, bandung,.

Kenneth Polk. 2003 "Juvenile Diversion in Australia: A National Review", Departement of JuvenileJustice and Held Sydney Australia.

Khudzaifah Dimyanti, dan Kelik Wardiono. 2004 Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum UMS.

Lukman Ali. 1991. kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: balai pustaka.

Maidin Gultom. 2006. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Bandung: RefikaAditama.

Mardjono Reksodiputro. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Jakarta: Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum.

Muladi dan Nawawi Arief, Barda. 1998. “Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana”. Bandung:

Alumni

P.A.F Lamintan. 1997.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. R. Subekti dan Tjitrosoedibio. 1973. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres.

---. 1986. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Jakarta: Rineka Cipta Sunarjati Hartono. 1994. Metodelogi Penelitian Hukum. Yogyakarta: UGM Pres.

Sutrisno. 2011. Analisis Perlindungan Hukum Dalam Penjatuhan Pidana Berorientasi Pada Perlindungan Hak Anak, Universitas Lampung

Referensi

Dokumen terkait

Program ini juga memiliki kemampuan yang hampir sama dengan sebuah command prompt, kemampuan itu antara lain membuat direktori, mengubah nama direktori dan file, menghapus file

2 Permaslahan pokok yang dihadapi adalah belum tertatanya arsip dokumen pencatatan sipil secara teratur, sehingga menyulitkan petugas dalam mencari berkas akta data yang akan

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL D ENGAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) PAD A KONSEP TINGKAT KEJENUHAN LARUTAN.. Universitas Pendidikan Indonesia

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK PADA MATA DIKLAT SISTEM KONTROL TERPROGRAM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA..

Dalam Islam, konsumsi tidak hanya berkenaan dengan makanan, minuman dan pemenuhan kebutuhan materil saja, tetapi juga berkenaan dengan tujuan akhir konsumsi, yakni

psikomotor tidak ada, (6) tidak ada interaksi antara kreativitas dengan sikap peduli lingkungan siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotor

Dalam Gambar 4.13 Form Registrasi Kamar, terdapat 5 bagian yaitu bagian paling atas / header yang menunjukkan fungsi aplikasi yang berjalan saat ini (registrasi kamar),

Suatu cara untuk menghitung jumlah penduduk di suatu tempat adalah dengan jalan yang biasa disebut sensus atau cacah jiwa.. Dengan cacah jiwa, jumlah penduduk di suatu tempat