• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENARIKAN BARANG OLEH JASA PENAGIH UTANG (DEBT COLLECTOR) DARI KONSUMEN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (Studi Pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENARIKAN BARANG OLEH JASA PENAGIH UTANG (DEBT COLLECTOR) DARI KONSUMEN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (Studi Pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENARIKAN BARANG OLEH JASA PENAGIH UTANG (DEBT COLLECTOR) DARI KONSUMEN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

(Studi Pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro) Oleh

Chelsilia Hernidons

PT Mandiri Tunas Finance bergerak di bidang usaha pembiayaan konsumen, membutuhkan jasa penagih utang dalam hal penagihan konsumen yang melakukan wanprestasi (gagal bayar). Jasa penagih utang lahir karena perjanjian kerjasama, untuk itu dapat mewakili PT Mandiri Tunas Finance menarik barang milik konsumen. Apabila konsumen merasa tidak puas atas tindakan jasa penagih utang, maka dapat melakukan upaya hukum. Tujuan penelitian ini adalah agar dapat mengetahui bentuk perjanjian kerjasama antara PT Mandiri Tunas Finance dan jasa penagih utang, prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang serta upaya hukum yang dapat dilakukan apabila konsumen merasa dirugikan atas penarikan barang oleh jasa penagih utang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian analisis deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer data sekunder serta pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, studi dokumen dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, seleksi data, klasifikasi data dan sistematika data. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa jasa penagih utang dapat menarik barang milik konsumen jasa pembiayaan konsumen yang melakukan wanprestasi (gagal bayar) dengan surat kuasa yang diberikan PT Mandiri Tunas Finance, namun sebelumnya PT Mandiri Tunas Finance melakukan perjanjian kerjasama dengan jasa penagih utang yang berbentuk Perjanjian Kerjasama Eksekutor Eksternal, didalamnya berisi penunjukan jasa penagih utang, hak dan

kewajiban para pihak serta pengakhiran perjanjian. Prosedur penarikan barang

(2)

yang dapat dilakukan konsumen yang merasa dirugikan terhadap penarikan barang oleh jasa penagih utang dapat melalui dua jalur yaitu jalur non letigasi berupa mediasi, dan jalur letigasi yaitu melakukan gugatan ke pengadilan negeri.

Kata Kunci : Upaya Hukum Konsumen, Jasa Penagih Utang, Perusahaan

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Chelsilia Hernidons. Penulis

dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 13 September

1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putri

dari pasangan yang berbahagia Bapak Yau Yoq Anidon

S.Sos dan Ibu Herawati Asnawi BBA.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu Taman Kanak-Kanak (TK)

Pembina 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1998. Pada tahun 2004

penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rawa Laut. Lalu

penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri

29 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2008 dan menyelesaikan Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui Jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif

mengikuti kegiatan mahasiswa yakni Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata

(HIMA PERDATA) angkatan 2011. Penulis telah selesai melaksanakan Praktik

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat

ridho-Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik, maka dengan ini

penulis persembahkan karya ini dengan segenap cinta kasih kepada:

Kedua orang tuaku tercinta mama Herawati Asnawi dan papa Yau Yoq

Anidons, S.Sos, kakakku tersayang Cynthia Hernidon, kakak iparku Febria

Nolvian, ponakanku tercantik Zalika yang selama ini tidak pernah berhenti

berdoa dan memberikan semangat yang kuat sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Seluruh keluarga besar Asnawi dan Marzuki.

Almamater tercinta Universitas Lampung.

Tempatku menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga yang menjadi

(8)

MOTO

“Always Be Yourself and Never Be Anyone Else Even If They Look Better

Than You.”

“To Get aSuccess, Your Courage Must Be Greater Than Your Fear.”

(9)

SANWACANA

Assalammulaaikum wr.wb.

Segala puji dan syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Penarikan Barang oleh Jasa Penagih Utang (Debt

Collector) dari Konsumen Perusahaan Pembiayaan (Studi pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)”, skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis berharap agar apa yang tersaji dalam skripsi ini dapat menjadi acuan

pembanding yang bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak, baik secara langsung, maupun tidak langsung, untuk itu pada

kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heriyandi, S.H.,M.S. sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.Hum. sebagai Ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung serta sebagai Pembahas I

yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan

(10)

mengajarkan saya banyak hal tentang hidup dan telah meluangkan banyak

waktunya kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Ahmad Zazili, S.H.,M.H. sebagai Pembimbing II yang dengan sabar

membimbing dan banyak memberikan saran kepada penulis sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan;

5. Ibu Siti Nurhasanah, S.H.,M.H. sebagai Pembahas II yang telah banyak

memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;

6. Ibu Marlia Eka Putri A.T, S.H.,M.H. sebagai Pembimbing Akademik atas

bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

7. Teristimewa untuk Ayahandaku Yau Yoq Anidons, S.sos dan Ibundaku

Herawati Asnawi yang telah menjadi orangtua terhebat yang tiada hentinya

memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tidak pernah putus untuk

kebahagiaan dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak

dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa menjadi alasan dibalik

senyum tawa kalian;

8. Kakakku tersayang Cynthia Hernidons dan kakak iparku Febria Nolvian serta

ponakanku tercinta Zalika Azizia terima kasih untuk kasih sayang, perhatian,

semangatnya dan selalu ada untukku.

9. Keluarga Besar Hi. Marzuki Ahmad dan Keluarga Besar Asnawi Jafar Anom

(11)

10.Seluruh Keluarga besarku…….. tante, om serta sepupuku yang selalu

menemaniku di saat senang ataupun sedih;

11.Taufik Priandaru, seseorang yang selalu membantu, menemani dan

memberikan kasih sayangnya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

12.Teman-Teman seperjuanganku yang selalu memberikan dukungannya, Rani,

kak Ardi, kak Jefri, Marulfa, Eva, Birsye, Yola, Caca, Juju dan yang tak dapat

disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih;

13.Sahabat-sahabatku tercinta dan tergila di Fakultas Hukum: Astari, Ninis,

Clara, Bram, Gerry, Abung, Himawan, Danan, Ega, Yolanda, Dhana, Susan,

April, Cidut, Uca, Bella terima kasih atas dukungan dan semangat

kebersamaan yang telah terjalin selama ini;

14.Keluarga KKNku, keluarga besar Tulung Balak: Yulia, Devi, Debby, mbak

Dian, kak Diago, kak Doni, Deni dan Bram terima kasih telah menjadi bagian

indah yang tak terlupa selama ini;

15.Sahabat-sahabatku LBI-LIA: Jenfabella, Gella, Febby, Windi, Yasmine,

Made, Maria dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas

motivasi yang kalian berikan dan canda tawa yang selalu kalian berikan,

penulis mengucapkan terima kasih;

16.Sahabat yang tak pernah terlupa: Windi, Manda, Hiday, Nadia, Tintun, Isra,

Faiga, Anggi, Ila, Ude, Ade terima kasih telah menjadi bagian indah dalam

hidup penulis yang selalu menemani penulis saat suka dan duka, semoga kita

semua sukses;

(12)

19.Almamaterku tercinta dan Keluarga Besar HIMA PERDATA beserta seluruh

Mahasiswa Fakultas Hukum Unila Angkatan 2011 “VIVA JUSTICIA”.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat

imbalan dari Allah SWT, Amin.

Wassalammualaikum, wr.wb.

Bandar Lampung, 2015

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SAN WACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Pembiayaan ... 8

B. Pembiayaan Konsumen ... 13

C. Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 30

D. Penyelesaian Sengketa ... 34

E. Kerangka Pikir ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Tipe Penelitian ... 39

B. Pendekatan Masalah dan Data, Sumber Data ... 40

C. Pengumpulan Data ... 41

D. Pengolahan Data ... 42

E. Analisis Data ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perjanjian Kerjasama antara PT. Mandiri Tunas Finance dan Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 44

B. Prosedur Penarikan Barang oleh Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 51

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga

keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi

karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan memang relatif masih baru

jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan (selanjutnya disebut Perpres No. 9 Tahun 2009) menyatakan bahwa

lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan lembaga pembiayaan

ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak

menarik dana langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan

dan surat sanggup bayar. Bidang usaha dalam lembaga pembiayaan antara lain

sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan

konsumen.

Salah satu sistem pembiayaan alternatif yang cukup berperan aktif dalam

membantu memberikan dana pada masyarakat yaitu pembiayaan konsumen atau

dikenal dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen merupakan salah

(16)

pembiayaan barang kebutuhan konsumen seperti komputer, barang elektronik,

kendaraan bermotor dan lain-lain, serta sistem pembayaran secara berkala.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 7 Perpres No. 9 Tahun 2009 yang berbunyi pembiayaan

konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan

barang kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Pembiayaan

konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan finansial (consumer finance company).

Perjanjian merupakan sumber hukum utama pembiayaan konsumen. Konsumen

merupakan pihak yang paling mengetahui barang yang dibutuhkannya, untuk itu

menghubungi perusahaan pemasok. Sebelum menghubungi pemasok, konsumen

telah menetapkan daftar barang yang dibutuhkan dengan harga berdasarkan

penawaran dari pihak pemasok.1 Permohonan pembiayaan konsumen biasanya

dilakukan oleh konsumen di tempat kedudukan pemasok penyedia barang

kebutuhan konsumen. Pemasok ini biasanya telah bekerja sama dengan

perusahaan pembiayaan konsumen untuk para konsumen yang tidak mampu

membayar barang yang diinginkan secara tunai.

Atas permohonan konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen menyiapkan

dokumen pendahuluan berupa borang permohonan kredit (credit application

form) untuk diisi oleh konsumen. borang permohonan kredit tersebut kemudian

diperiksa oleh petugas yang ditunjuk oleh perusahaan (surveyor report), dan bila

sudah memenuhi syarat, perusahaan menerbitkan surat persetujuan kredit (credit

approval memorandum). Selanjutnya tahap pengikatan yaitu badan legal akan

1

(17)

3

mempersiapkan perjanjian pembiayaan konsumen, jaminan pribadi serta jaminan

perusahaan (jika ada) yang dilegalisir oleh notaris atau secara notariil.

Perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian jual beli antara perusahaan

pembiayaan konsumen, konsumen dan pemasok berisi syarat yang ditetapkan

bahwa pihak perusahaan akan membayar harga barang secara tunai kepada

pemasok dan pihak konsumen akan membayar harga barang secara angsuran

kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Sebagai jaminan pokok dari pihak

konsumen adalah barang yang dibeli dengan pembiayaan konsumen, dan sebagai

jaminan tambahan (pelengkap) adalah surat pengakuan hutang (promissory notes)

atau surat kuasa menjual barang (authority to sale of goods) dari pihak konsumen.

Apabila perjanjian pembiayaan konsumen yang telah dilaksanakan telah sesuai,

maka pihak konsumen membayar harga barang kepada perusahaan pembiayaan

konsumen secara angsuran sampai lunas. Sebelum pembayaran lunas, semua

dokumen kepemilikan atas barang diserahkan kepada dan dikuasai oleh

perusahaan pembiayaan konsumen sebagai jaminan secara fiducia.2 Apabila

konsumen melakukan wanprestasi, maka perusahaan pembiayaan konsumen

berdasarkan kuasa untuk menjual, melakukan penjualan barang guna menutup

hutang konsumen yang belum dilunasi.3

Perusahaan pembiayaan konsumen yang bermodal besar menggunakan jasa

penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan bagi konsumen yang

wanprestasi dalam arti tidak mampu lagi membayar(gagal bayar). Salah satu

2

Ibid, hlm. 254

(18)

perusahaan pembiayaan konsumen yang menggunakan jasa penagih utang adalah

PT Mandiri Tunas Finance.

Jasa penagih utang (debt collector) tidak diatur secara khusus dalam peraturan

perundang-undangan. Dalam praktiknya, jasa penagih utang (debt collector)

bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan untuk

menagih utang kepada konsumennya.4 Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam

Pasal 1792 KUHPerdata (Burgerlijk Wetbook) dalam hal ini PT Mandiri Tunas

Finance kepada jasa penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan

pada konsumen pembiayaan yang lalai membayar kewajiban utangnya.

Tata cara dan prosedur yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen untuk

melakukan penarikan barang apabila terjadi wanprestasi oleh konsumen antara

lain, pertama yaitu jasa penagih utang memberikan surat pemberitahuan atau

somasi kepada konsumen sebanyak 3(tiga) kali yang berisikan bahwa konsumen

telah jatuh tempo untuk membayar uang angsuran kepada perusahaan. Jika surat

pemberitahuan atau somasi yang diberikan jasa penagih utang tidak diindahkan

oleh konsumen, jasa penagih utang datang langsung menemui konsumen dan

menagih uang angsuran serta denda kepada dan jika konsumen tetap tidak

melaksanakan pembayaran, jasa penagih utang akan melakukan penarikan atas

kendaraan yang dijadikan jaminan pembiayaan.

Dalam praktik, prilaku pihak jasa penagih utang dalam menjalankan tugasnya

dalam kacamata konsumen menyalahi peraturan perundang-undangan karena

menarik barang milik konsumen. Tugas utama dari jasa penagih adalah

4

(19)

5

melakukan penagihan terhadap konsumen yang belum membayar atau jatuh

tempo dari yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, tetapi jasa penagih

utang menagih uang kepada konsumen jasa pembiayaan dengan ancaman untuk

membayar, bahkan mengambil barang milik konsumen jasa pembiayaan secara

paksa, jika para konsumen tidak membayar uang dalam waktu yang telah

ditentukan oleh jasa penagih utang. Dengan demikian konsumen dapat melakukan

upaya hukum apabila merasa dirugikan atas tindakan jasa penagih utang.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan membahas

mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat penarikan barang

secara paksa. Untuk itu judul peneliti ini adalah: “Penarikan Barang oleh Jasa

Penagih Utang (Debt Collector) dari Perusahaan Pembiayaan (Studi pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini yaitu:

1. Apa saja substansi yang diatur dalam perjanjian kerjasama antara PT. Mandiri

Tunas Finance dan jasa penagih utang (debt collector)?

2. Bagaimanakah prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang kepada

konsumen yang melakukan wanprestasi dalam hal gagal membayar uang

angsuran sesuai dengan ketentuan perusahaan?

3. Apa upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila konsumen merasa

(20)

Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang menggambarkan

batas penelitian, mempersempit penelitian, dan membatasi area penelitian.

Lingkup penelitian juga menunjukan secara pasti faktor-faktor mana yang akan

diteliti, dan mana yang tidak, atau untuk menentukan apakah semua faktor yang

berkaitan dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dileminasi sebagian. 5

Berdasarkan permasalahan di atas agar tidak meluas dan terarahnya pembahasan

maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada penarikan barang oleh jasa

penagih utang pada perusahaan pembiayaan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memperoleh deskripsi mengenai bentuk perjanjian kerjasama antara PT.

Mandiri Tunas Finance dan pihak jasa penagih utang(debt collector)

2. Memperoleh deskripsi mengenai prosedur penarikan barang oleh jasa penagih

utang kepada konsumen jasa pembiayaan yang melakukan wanprestasi (gagal

bayar).

3. Memperoleh deskripsi mengenai bentuk-bentuk upaya yang dapat dilakukan

konsumen apabila konsumen merasa dirugikan atas penarikan barang oleh

jasa penagih utang (debt collector).

5

(21)

7

D. Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum lembaga

pembiayaan.

2. Secara praktis, penulisan ini dituangkan berguna sebagai:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

pembaca yang ingin mengetahui dan mempelajari bentuk perjanjian

kerjasama antara PT. Mandiri Tunas Finance dan pihak jasa penagih

utang (debt collector).

b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan saran

kepada pihak perusahaan pembiayaan konsumen, jasa pihak penagih

utang (debt collector) dan konsumen jasa pembiayaan

c. Memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai upaya

hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen jasa pembiayaan apabila

terjadi penarikan barang oleh jasa penagih utang (debt collector)

d. Salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi pada fakultas

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lembaga Pembiayaan

1. Pengertian Lembaga Pembiayaan

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan

dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara

langsung dari masyarakat.5 Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa

unsur-unsur:

a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk

melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.

b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara

membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.

c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.

d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.

e. Tidak menarik dana secara langsung.

f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.6

5

Dahlan Siamat. Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2001. hlm. 281.

(23)

9

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan,

lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

2. Peranan Lembaga Pembiayaan

Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagi salah satu

lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang

pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut di atas, lembaga

pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu

menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif

dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau

pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor

permodalan.7

3. Bidang Usaha Lembaga Pembiayaan

1. Sewa Guna Usaha (Leasing)

Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing ituberasal dari

kata lease (Inggris) yang berarti menyewakan. Kegiatan sewa guna usaha

(Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal

baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna

usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama

jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan barang

7

(24)

modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah

tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva

dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat

lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau

meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh

Lessee.

2. Modal Ventura

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura

(Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima

bantuan pembiayaan (Investee Company) sebagai pasangan usahanya untuk

jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui

pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas

hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang

tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan

suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain

atau deviden. 8

Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut (venture capitalist) adalah

seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura dan

perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura disebut Perusahaan Pasangan

Usaha (PPU) atau (investee company). Dana ventura ini mengelola dana investasi

8

(25)

11

dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada

perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan

standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal pinjaman

dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian

bantuan manajerial dan teknikal. Dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok

investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya

yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi

tersebut.

Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan

terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu

riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman.

Sebagai bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak

suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham

yang dimilikinya.9

3. Anjak Piutang

Anjak Piutang (Factoring) menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah anjak

kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek

suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir anjak

piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang

kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau

pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran

9

(26)

tertentu dari perusahaan (klien).10 Kemudian pengertian anjak piutang menurut

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan

serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari

transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Dari definisi tersebut, setidaknya

dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:

(1) Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor

sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga

pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta

pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;

(2) Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan

yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;

(3) Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien,

dan piutang tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring.

Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak

piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain halnya dengan

bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak

piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien

yang memiliki nasabah atau customer. 11

10

Neni Sri Imaniyati. Op.cit. Hlm. 69.

(27)

13

4. Kartu Kredit

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, usaha kartu kredit adalah

kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan

kartu kredit.

Pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor

7/52/PBI/2005, kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu

yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul

dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk

melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu

dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu

berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu

yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.12

B. Pembiayaan Konsumen

1. Pengertian Pembiayaan Konsumen

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen

(Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang

berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu

pengertian lainnya, pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang

diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa

yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan

12

(28)

produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut

perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). 13

2. Jenis Pembiayaan Konsumen

Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:

a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari

pemasok.

b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan

pemasok.

c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan

kepemilikan dengan pemasok.14

3. Kajian Umum dalam Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah satu bentuk peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang

lain atau keduanya berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sesuatu hal yang

harus dilaksanakan dinamakan “prestasi”, yang dapat berupa:

(1) Menyerahkan suatu barang,

(2) Melakukan suatu perbuatan, atau

(3) Tidak melakukan suatu perbuatan

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan suatu perikatan.

Memang perikatan itu paling banyak oleh suatu perjanjian, tetapi juga ada

13

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Rajawali Pers. 2008. Hal.23

(29)

15

sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini

tercangkup dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari

“perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”.

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang/pihak, dimana

orang/pihak mempunyai hak untuk menuntut sesuatu hal dari pihak lain,

sedangkan orang atau pihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Hubungan hukum di sini artinya hak orang atau pihak dijamin oleh hukum, yaitu

apabila tuntutan tidak dipenuhi secara sukarela maka pihak debitur dapat dituntut

dimuka pengadilan. Perikatan dapat lahir dari 2 hal yaitu dikarenakan suatu

perjanjian dan undang-undang.

b. Syarat Sah Perjanjian

Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah

pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: Syarat sah

umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPdt., yang terdiri dari: Kesepakatan

kehendak;

(1) Wewenang berbuat;

(2) Perihal tertentu; dan

(3) Kausa yang sah. 15

15

(30)

Yang merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih

dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana

yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut:

a. Batal demi hukum, misalnya dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam

pasal 1320 KUHPdt. Syarat objektif tersebut adalah:

(1) Perihal tertentu, dan

(2) Kausa yang sah.

b. Dapat dibatalkan, misalnya dalam hal tidak terpenuhi syarat subjektif dalam

pasal 1320 KUHPdt. Syarat subjektif tersebut adalah:

(1) Kesepakatan kehendak, dan

(2) Kecakapan berbuat.

c. Perjanjian tidak dapat dilaksanakan

Perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang tidak begitu saja

batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum

tertentu. Sedangkan bedanya dengan perjanjian yang dapat dibatalkan adalah

bahwa dalam perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian tersebut sudah sah,

mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan perjanjian tersebut,

sementara perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan

hukum sebelum dikonversi menjadi perjanjian yang sah.16

(31)

17

4. Wanprestasi

a. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi (atau yang disebut juga dengan istilah breach of contract) adalah

tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang

dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan

dalam kontrak yang bersangkutan.17

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak dari pihak

yang dirugikan untuk menuntuk pihak yang melakukan wanprestasi untuk

memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak

pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Dalam hukum kontrak apabila

terjadi wanprestasi, maka pengaturan terhadap konsekuensi pelanggaran tersebut

haruslah dibuat seadil-adilnya, sehingga dengan demikian tidak ada pihak yang

dirugikan. Karena itu, pengaturan tentang kerugian dan ganti rugi menjadi salah

satu sasaran utama bahkan merupakan tujuan akhir dari hukum kontrak.18

Ada 3 (tiga) macam dari wujud wanprestasi ini, yaitu:

(1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan (unsur kesengajaan),

(2) Debitur terlambat memenuhi perikatan (unsur kelalaian),

(3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan (unsur tanpa

kesalahan, tanpa kesengajaan atau kelalaian).19

17

Ibid hlm.87

18

Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 137

19

(32)

Pasal 1243 KUHPdt. mengatakan:

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan,

barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi

perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.”

Terdapat hak-hak kreditur dalam terjadinya wanprestasi, hak-hak kreditur tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Hak menuntut pemenuhan perikatan;

b. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal

balik, menuntut pembatalan perikatan;

c. Hak menuntut ganti rugi;

d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;

e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.20

Perjanjian adalah kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikat para pihak

untuk melakukan hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tersebut.21 Perjanjian

terdiri dari berbagai macam yaitu perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa,

perjanjian pinjam-pakai, perjanjian tukar-menukar, perjanjian pemberian kuasa

dan lain-lain.22 Pasal 1792 KUHPdt memberikan pengertian pemberian kuasa

yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan (wewenang)

kepada seorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan

suatu urusan.

20

Ibid., hlm. 21

21 Ibid

22

(33)

19

Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum dalam suatu tulisan

dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan

suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan

kuasa itu oleh si kuasa. Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa pemberian kuasa

itu adalah bebas dari sesuatu bentuk cara (formalitas) tertentu; dengan perkataan

lain, perjanjian pemberian kuasa adalah suatu perjanjian konsensual, artinya

sudah mengikat (sah) tercapainya sepakat antara si pemberi dan penerima

kuasa.23

Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

memberikan kuasa kepada pihak yang lain penerima kuasa (lasthebber), yang

menerimanya untuk atas namanya sendiri atau tidak menyelenggarakan satu

perbuatan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa itu.24

Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan

menjadi enam macam, yaitu:

a. Akta Umum, pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian

kuasa dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan

menggunakan akta notaris atau akta notariel.

b. Surat di Bawah Tangan, pemberian kuasa dengan surat di bawah tangan

adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan

penerima kuasa,

c. Lisan, pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan secara

lisan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.

23 Ibid 24

(34)

d. Diam-Diam, pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang

dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa

e. Cuma-Cuma, pemberian kuasa secara cuma-cuma adalah suatu pemberian

kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,

f. Kata Khusus, pemberian kuasa khusus, yaitu suatu pemberian kuasa yang

dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,

g. Umum, pemberian kuasa umum, yaitu pemberian kuasa yang dilakukan oleh

pemberi kuasa kepada penerima kuasa.25

Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat:

(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

(2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

(3) Mengenai suatu hal tertentu

(4) Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai

orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua

syarat yang terahir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai

perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Orang

yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap

orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap

menurut hukum. 26

25 Ibid 26

(35)

21

Dalam perjanjian antara pemberi kuasa dan penerima kuasa akan menimbulkan

akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban para pihak.

Kewajiban penerima kuasa disajikan berikut ini.

a. Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian,

dan bunga yang timbul dari tidak dilaksanakannya kuasa itu.

b. Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi

kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera

diselesaikan.

c. Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan

kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.

d. Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan,

serta memberi perhitungan segala sesuatu yang diterimanya.

e. Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya

dalam melaksanakan kuasanya:

(1) bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai

penggantinya;

(2) bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan

orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak

mampu

Hak penerima kuasa adalah menerima jasa dari pemberi kuasa. Hak pemberi

kuasa adalah menerima hasil atau jasa dari penerima kuasa. Kewajiban pemberi

kuasa adalah

a. memenuhi perjanjian yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan

(36)

b. mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa;

c. membayar upah kepada penerima kuasa;

d. memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian yang

dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya;

e. membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa

terhitung mulai dikeluarkannya persekot tersebut (Pasal 1807 s.d. Pasal

1810 KUH Perdata).

Ada enam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu

(1) penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa;

(2) pemberitahuan penghentian kuasanya oleh pemberi kuasa;

(3) meninggalnya salah satu pihak;

(4) pemberi kuasa atau penerima berada di bawah pengampuan; atau

(5) pailitnya pemberi kuasa atau penerima kuasa;

(6) kawinnya perempuan yang memberi dan menerima kuasa (Pasal 1813 KUH

Perdata)

5. Hubungan Hukum dalam Pembiayaan Konsumen

a. Perjanjian Pembiayaan antara Pihak Perusahaan Pembiayaan (Kreditur) dengan Konsumen

Hubungan antara pihak kreditur (perusahaan pemberi biaya) dengan konsumen

(debitur sebagai pihak yang menerima biaya), adalah hubungan yang bersifat

kontraktual, yang artinya didasarkan pada kontrak yang dalam hal ini adalah

kontrak pembiayaan konsumen. Pihak perusahaan pemberi biaya berkewajiban

utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi,

(37)

23

membayar kembali uang tersebut secara cicilan/angsuran kepada pihak pemberi

biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana dengan pihak konsumen

adalah sejenis perjanjian kredit yang di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur) dengan demikian dapat

dijelaskan, bahwa setelah seluruh kontrak ditandatangani dan dana sudah

dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka

barang yang bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun

kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang melalui perjanjian

fidusia.

b. Perjanjian Jual Beli Bersyarat antara Pihak Konsumen dengan Pemasok

Antara pihak konsumen dengan supplier terdapat hubungan jual beli (bersyarat),

di mana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku

pembeli dengan syarat, bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak

pemberi biaya.27 Syarat tersebut memiliki arti, bahwa apabila karena alasan

apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli

antara supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal.

c. Perjanjian Jual Beli antara Perusahaan Pembiayaan (Pemberi Biaya) dengan Pemasok.

Antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier tidak ada hubungan

hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang

disyaratkan untuk menyediakan dana dan digunakan dalam perjanjian jual beli

antara pihak pemasok dengan konsumen. Oleh karena itu apabila pihak penyedia

27

(38)

dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli

maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilakukan, maka jual beli

bersyarat antara pemasok dengan konsumen akan batal, sehingga konsumen

dapat menggugat pihak pemberi dana atas wanprestasinya

6. Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen

a. Jaminan Utama

Berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur bahwa pihak konsumen dapat di

percaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Berkaitan dengan hal ini

berlaku prinsip pemberian kredit, seperti prinsip 5 C (Collateral, Capacity,

Character, Capital, Condition of Economy). 28

b. Jaminan Pokok

Berupa barang yang dibeli dengan dana tersebut. Apabila dana tersebut diberikan

misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan

pokoknya. Biasanya jaminan ini di buat dalam bentuk Fiduciary Transfer of

Ownership (fidusia), sehingga seluruh dokumen yang berkenaan dengan

kepemilikan barang yang bersangkutan akan di pegang oleh pihak pemberi dana

(kreditur) hingga kredit di bayar lunas. 29

c. Jaminan Tambahan

Dalam transaksi pembiayaan konsumen, jaminan tambahan juga disertakan.

Biasanya jaminan ini berupa pengakuan hutang (Promissory Notes) atau

28

Munir Fuady. Op.cit. Hlm. 105

(39)

25

Actknowledgement of Indebtedness, kuasa menjual barang, dan Assignment of

Proceed (Cessie) dari asuransi. Selain itu, sering juga dimintakan persetujuan

suami/isteri (untuk konsumen perorangan) dan persetujuan komisaris/RUPS

sesuai anggaran dasarnya (untuk konsumen perusahaan).30

7. Syarat dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen

Dokumen yang diperlukan selama proses pembiayaan konsumen, sejak adanya

pembiayaan awal sampai dengan proses pelunasan pinjaman, meliputi

dokumen-dokumen berikut ini:

a. Dokumen kelayakan konsumen.

Adalah dokumen yang diperlukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen untuk

menentukan apakah suatu konsumen layak dibiayai ataukah tidak. Dokumen ini

antara lain berupa:

(1) Identitas konsumen (KTP, Paspor, SIM, NPWP, anggaran dasar, surat izin

usaha, dan lain-lain).

(2) Bukti penghasilan atau keadaan keuangan konsumen (slip gaji, neraca, laba

rugi dan lain-lain).

(3) Laporan survey lapangan oleh petugas pembiayaan konsumen pada tempat

tanggal atau usaha dari konsumen.

(4) Dokumen pendukung, seperti: persetujuan suami atau istri, rekomendasi

pihak yang dapat dipercaya, dan lain-lain.31

30 Ibid 31

(40)

b. Dokumen perjanjian

Adalah dokumen yang menunjukkan kesepakatan-kesepakatan antara pihak-pihak

yang terkait dalam proses pembiayaan konsumen, dokumen ini antara lain berupa:

(1) Perjanjian kerja sama antara pemasok dengan perusahaan pembiayaan

konsumen.

(2) Perjanjian jual beli antara konsumen dengan pemasok.

(3) Perjanjian pembiayaan antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan

konsumen.

(4) Perjanjian pengikatan berbagai macam bentuk jaminan (cassie piutang,

fidusia, akta pembebanan hak tanggungan, dan lain-lain).32

c. Dokumen kepemilikan objek pembiayaan.

Adalah dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang yang dibiayai

dengan pembiayaan konsumen. Dokumen ini antara lain berupa: BPKB, faktur,

setifikat, bukti penyarahan barang, bukti pemesanan barang, dan lain-lain.33

d. Dokumen kepemilikan jaminan.

Adalah dokumen yang terkait dengan kepemilikan jaminan atas pemenuhan

kewajiban calon debitur. Dokumen ini antara lain berupa: BPKB, sertifikat,

faktur, tanah, dan lain-lain. 34

8. Mekanisme Pembiayaan Konsumen

Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen menurut Budi Rahmat

adalah:

32 Ibid 33

Ibid

(41)

27

a. Tahap permohonan.

Permohonan pembiyaan konsumen biasanya dilakukan oleh konsumen di tempat

kedudukan supplier atau dealer penyedia barang kebutuhan konsumen. Supplier

atau dealer ini biasanya telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan

konsumen.35

b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan.

Berdasarkan aplikasi pemohon, perusahaan pembiayaan konsumen akan

melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut

dengan melakukan analisis dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah di

terima. Selanjutnya dilakukan:

(1) Kunjungan ketempat calon konsumen (plant visit)

(2) Pengecekan ketempat lain (credit checking)

(3) Observasi secara umum atau khusus lainnya.36

c. Tahap pembuatan customer

Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, marketing department dari perusahaan

pembiayaan konsumen tersebut akan membuat customer profile yang isinya

memuat tentang nama calon konsumen dan istri/suami, alamat dan nomor rumah,

pekerjaan, alamat kantor, kondii pembiayaan yang diajukan, jenis dan tipe barang

kebutuhan konsumen dan lainnya.

d. Tahap pengajuan proposal kepada panitia kredit

Marketing department akan mengajukan proposal atas permohonan yang diajukan

oleh calon konsumen tersebut kepada credit komite.

35 Ibid 36

(42)

e. Tahap keputusan panitia kredit

Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi perusahaan pembiyaan konsumen

untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan calon konsumen

ditolak, maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila

disetujui maka oleh marketing department akan meneruskan ke tahap

berikutnya.37

f. Tahap pengikatan

Berdasarkan keputusan kredit komite, selanjutnya oleh Bagian Legal akan

mempersiapkan pengkitan sebagai berikut:

(1) Perjanjian pembiayaan Konsumen beserta lampirannya

(2) Jaminan Pribadi (jika ada)

(3) Jaminan Perusahaan (jika ada)38

Pengikatan perjanjian pembiayaan konsumen usaha dapat dilakukan secara bawah

tangan, dilegalisir oleh notaries, atau secara notariil.

e. Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen

Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak,

selanjutnya perusahaan pembiayaan konsumen akan melakukan:

(1) Pemesanan barang kebutuhan konsumen kepada supplier. Pesanan ini

dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm purchse order

dan bukti pengiriman dan surat tandan penerimaan barang

(2) Penerimaan pembayaran dari konsumen kepada perusahaan pembiayaan

konsumen (dapat melalui supplier/dealer).

37 Ibid 38

(43)

29

f. Tahap pembayaran kepada pemasok

Setelah barang model diserahkan oleh pemasok kepada konsumen, selanjutnya

supplier akan melakukan penagihan kepada perusahaan pembiayaan konsumen.

Sebelum melaksanakan pembayaran, perusahaan pembiayaan konsumen akan

melakukan hal-hal sebagai berikut:39

(1) Melakukan penutupan perjanjian asuransi kepada perusahaan asuransi yang

telah ditunjuk.

(2) Pemeriksaan ulang terhadap seluruh dokumentasi perjanjian pembiayaan

konsumen.

g. Tahap penagihan/monitoring pembayaran

Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya

adalah pembayaran angsuran oleh konsumen sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Pada tahap ini collection department akan memonitor pembayaran angsuran

berdasarkan jatuh tempo yang telah ditetapkan, dan berdasarkan sistem

pembayaran yang telah disepakati. Disamping itu, juga akan dilakukan monitoring

terhadapa jaminan, jangka waktu berlakunya jaminan, dan masa berlakunya

penutupan angsuransi.40

h. Tahap pengambilan surat jaminan

Setelah konsumen melunasi seluruh kewajibannya kepada perusahaan

pembiayaan konsumen, maka perusahaan pembiayaan konsumen akan

mengembalikan kepada konsumen berupa:

(1) Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau faktur/invoice)

39

Ibid. Hlm 110

(44)

(2) Dokumen lainnya (jika ada).

C. Jasa Penagih Utang (Debt Collector)

1. Pengertian Jasa Penagih Utang (Debt Collector)

Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dan

debitur dalam hal penagihan kredit, Penagihan tersebut hanya dapat dilakukan

apabila kualitas tagihan konsumen dimaksud telah termasuk dalam kategori

kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kolektibilitas yang digunakan

oleh perusahaan pembiayaan konsumen yang bersangkutan. Hal ini tercantum

dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1

dan 2 bahwa apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atau

Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit

dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan

marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial

Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan

kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara,

mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh

Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri.41

2. Tata Cara Penagihan oleh Jasa Penagih Utang

Pada umumnya dunia collector sering dianggap negatif seperti apa yang

dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya. Dunia collector sebenarnya cukup

luas dan memiliki cara kerja yang berbeda pula.Cara kerja tersebut,berdasarkan

41

(45)

31

pada lama tunggakan debitur.Cara kerja atau tingkatan collector secara umum

adalah sebagai berikut:

a. Desk collector

Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah level yang pertama

dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan oleh collector-collector ini

adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan debitur dan dilakukan

dengan media telepon. Pada level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat

(reminder) bagi debitur atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di

gunakan pun sangat sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan

nasabah.42

b. Debt collector

Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila ternyata debitur

yang telah dihubungi tersebut belum melakukan pembayaran, sehingga terjadi

keterlambatan pembayaran. Cara yang dilakukan oleh penagih utang (debt

collector) pada level ini adalah mengunjungi debitur dengan harapan mengetahui

kondisi debitur beserta kondisi keuangannya.

Pada level ini collector memberikan pengertian secara persuasif mengenai

kewajiban debitur dalam hal melakukan pembayaran angsuran. Hal hal yang

dijelaskan biasanya mengenai akibat yang dapat ditimbulkan apabila

keterlambatan pembayaran tersebut tidak segera diselesaikan. Collector juga

memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar

angsurannya,dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun sebenarnya bank

(46)

memnerikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan,karena

hal tersebut berhubungan dengan target collector.

Collector diperbolehkan menerima pembayaran langsung dari debitur, namun hal

yang perlu diperhatikan oleh debitur adalah memastikan bahwa debitur tersebut

menerima bukti pembayaran dari collector tersebut,dan bukti tersebut merupakan

bukti pembayaran dari perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban

kredit bukan bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual belikan

begitu saja.43

c. Collector Remedial

Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran, maka tunggakan

tersebut akan diberikan kepada level yang selanjutnya yaitu juru sita (collector

remedial). Pada level ini yang memberikan kesan negatif mengenai dunia

collector, karena pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara

mengambil barang jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan)

debitur.

Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini tergantung dari

tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan menyerahkan jaminannya dengan

penuh kesadaran, maka dapat dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap

baik dan sopan. Namun apabila debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik

untuk menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut dengan sangat

terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur

tersebut. Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak, merampas

(47)

33

dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak debitur. Namun apabila

dilihat dari segi hukum, collector tersebut tidak dibenarkan apabila sampai

melakukan perkara pidana, seperti memukul, merusak barang dan lain

sebagaiannya, atau bahkan hal yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik

debitur.

Untuk beberapa perusahaan perbankan, apabila kredit tidak memiliki barang

jaminan, maka tugas collector akan semakin berat karena tidak ada yang bertindak

sebagai juru sita, hal tersebut yang memberikan kesan kurang baik mengenai

prilaku debt collector.44

D. Penyelesaian Sengketa

Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana

pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara

langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada

pihak lain.45 Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan

pelanggan. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak mendapatkan atau

menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena pihak lawan tidak

memenuhi kewajibannya.46 Penyelesaian sengketa dalam penarikan barang secara

44 Ibid 45

Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003. hlm. 1.

46

(48)

paksa pun dibagi dua, yaitu mediasi (non letigasi) dan pengajuan gugatan melalui

pengadilan (letigasi).47

Penyelesaian sengketa secara hukum ini bertujuan untuk memberi penyelesaian

yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa.

Dengan begitu, rasa keadilan dapat ditegakkan dan hukum dijalankan

sebagaimana mestinya.

1. Mediasi

Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak

ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk

melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi

b. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi

antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan

sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.48

2. Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di

kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan

kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas

47

Ibid. hlm. 145.

(49)

35

memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di

tingkat pertama.49

(50)

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir

sebagai berikut:

Wanprestasi (gagal bayar)

Jasa penagih utang (debt collector)

Penarikan barang secara paksa

Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Pembiayaan Konsumen

Perusahaan Pembiayaan Konsumen

(51)

37

Keterangan:

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat

diberikan kepada konsumen dengan objek pembiayaan barang kebutuhan

konsumen seperti komputer, barang elektronik, kendaraan bermotor dan lain-lain,

serta sistem pembayaran secara berkala.

Perjanjian merupakan sumber utama hukum pembiayaan konsumen. Perjanjian

pembiayaan konsumen dan perjanjian jual beli antara perusahaan pembiayaan

konsumen, konsumen dan supplier berisi syarat yang ditetapkan bahwa pihak

perusahaan akan membayar harga barang secara tunai kepada supplier dan pihak

konsumen akan membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan

pembiayaan konsumen. Dalam perjalanannya, para konsumen ada yang tidak

memenuhi perjanjian (wanprestasi) dalam arti tidak mampu lagi membayar

(macet).

Dengan banyaknya debitur yang wanprestasi, perusahaan pembiayaan konsumen

menggunakan jasa penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan

bagi konsumen yang wanprestasi dalam arti tidak mampu lagi membayar (macet).

Salah satu perusahaan pembiayaan konsumen yang menggunakan jasa penagih

utang adalah PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro.

Perusahaan pembiayaan kosumen memiliki hubungan hukum dengan jasa penagih

utang (debt collector) yaitu adanya perjanjian pemberian kuasa antara kedua belah

pihak. Jasa penagih utang (debt collector) tidak diatur secara khusus dalam

(52)

collector) bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih

utang kepada debiturnya

Dalam praktek, pihak jasa penagih utang (debt collector) dalam menjalankan

tugasnya ada yang tidak sesuai dengan surat kuasa yang diberikan oleh

perusahaan. Jasa penagih utang bukan hanya menagih, tetapi juga mengancam

hingga melakukan penarikan barang secara paksa dari konsumen, tak kenal waktu

dan tak kenal tempat. Maka dari itu banyak konsumen yang dirugikan karena

perbuatan para jasa penagih utang (debt collector) tersebut. Konsumen dapat

melakukan upaya hukum untuk menjamin mengenai konsumen yang telah

dirugikan oleh jasa penagih utang (debt collector).

Penelitian ini akan mendeskripsikan hubungan hukum antara pihak perusahaan

pembiayaan dan jasa penagih utang (debt collector), mekanisme penarikan barang

yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen yang

wanprestasi. Selain itu, menjelaskan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan

konsumen pembiayaan apabila terjadi penarikan barang secara paksa oleh jasa

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.52

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris, yaitu dilakukan

dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum tertulis, dan literatur-literatur

hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diteliti sedangkan

penelitian secara empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara

mengetahui kenyataan-kenyataan yang terjadi.53 Penelitian ini akan mengkaji

permasalahan dengan melihat kepada norma, peraturan perundang-undangan dan

kenyataan yang terjadi berkaitan dengan penarikan barang oleh jasa penagih utang

(debt collector) dari pembiayaan konsumen.

B. Tipe penelitian

Tipe penelitian ini adalah analisis deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat

pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaram (deskripsi) lengkap

tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu

52

Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1981, hlm.43

53

(54)

yang terjadi dalam masyarakat.54 Untuk itu, penelitian ini akan menggambarkan

secara jelas, sistematis, dan rinci mengenai penarikan barang oleh jasa penagih

utang (debt collector) dalam pembiayaan konsumen dan upaya hukumnya.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

secara yuridis teoritis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari

dan mengkaji hal-hal yang terdapat dalam bahan-bahan hukum berupa literatur

dan peraturan perundang-undangan, ketentuan lain yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.55 Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan hubungan

hukum antara perusahaan pembiayaan dengan jasa penagih utang (debt collector),

mekanisme penarikan barang oleh perusahaan pembiayaan, dan upaya hukum

yang dapat dilakukan konsumen apabila terjadi penarikan barang oleh jasa

penagih utang (debt collector).

D. Data dan sumber data

Berdasarkan jenis penelitian yang telah ditentukan diatas, maka data yang

digunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier sebagai berikut:

1. Data primer adalah data yang berasal dari sumbernya langsung (pihak

pertama) dari lokasi penelitian melalui wawancara langsung dengan pihak

terkait sesuai dengan pokok pembahasan. Untuk itu, data primer didapat

melalui wawancara langsung dengan pihak manager Collection Officer Macet

PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro.

54

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.24

55

(55)

41

2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan, dokumen perjanjian antara pihak perusahaan dan konsumen dan

literatur terkait. Data sekunder terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan–bahan yang mengikat, yang terdiri dari

berbagai peraturan perundang–undangan, meliputi:

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(2) Peraturan Presiden No 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan

(3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang

Perusahaan Pembiayaan

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa peraturan yang menjelaskan lebih lanjut

bahan hukum primer berupa literatur, buku–buku yang berkaitan dengan

upaya hukum konsumen jasa pembiayaan apabila terjadi penarikan barang

secara paksa oleh jasa penagih utang (debt collector).

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus besar

bahasa Indonesia, kamus hukum dan internet.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Studi pustaka, yaitu dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat,

mengutip buku-buku, literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasi

data yang berkaitan dengan upaya hukum konsumen jasa pembiayaan apabila

terjadi penarikan barang secara paksa oleh jasa penagih utang (debt

(56)

2. Studi dokumen, yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti dan

mempelajari serta menelaah dokumen yang ada.

3. Wawancara yaitu kegiatan yang dilakukan sifatnya sebagai pendukung dat

Referensi

Dokumen terkait