• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ASIA PACIFIC ECONOMIC COORPORATION (APEC) DALAM LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN ASIA PACIFIC ECONOMIC COORPORATION (APEC) DALAM LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION

(APEC) DALAM LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN

INVESTASI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Strata 1 (S1) Pada Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Komputer Indonesia

Oleh: Denny Sylvester B

44302013

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

B A N D U N G

(2)

i ABSTRACT

Denny Sylvester B. Role of Asian Pacific Economic Cooperation (APEC) in Trade Liberalization and Invesment in Indonesia. Bandung: International Relation Departement, Faculty of Social and Political Sciences, Indonesian Computer University, 2007.

Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) represent formed forum effect of existence of influence of is conditions of economic and political changing quickly in Unisoviet and Europe East, triggered by care fail consultation of Uruguay Round will peep out group protectionism of regiolal and also incidence of depended among nation in Asia Pacific. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) very taft and strong and also become exponent in execution of trade liberalization and invesment in reaching fair trade. Transprance and open in improving growth of economic of regional in Indonesian represent one of member.

From the background above, this research to analyse how far role of Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) in executing it’s cooperation in trade liberalization of Asia Pacific and also how preparation of Asia Pacific Economic Coopertion (APEC) member, specially Indonesian in face of trade liberalization and invesment in globalization era.

Histories and descriptive methods are utulized to accomplished this research while empirical datas found in the bibiliography.

Conclusion of this research indicate that Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) give influence very determine to nations of member especially in overcoming the problem of economic. When Indonesia experiencing of economic crisis. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) assist to correct economics of Indonesian through the make-up of trade facility and invesment and also Economic Cooperation and Technical (ECOTECH). In this time Indonesia still experience of some resistance in execution of trade liberalization and invesment that is existence of development issues covering the problem of development of human resource, infrastructure, and also the problem of middle small industry and private sector. Besides existence of the problem of monopolic practice, collution, corruption and nepotism which difficult to be eliminated and also heaping overseas debt of Indonesian.

(3)

ii ABSTRAK

Denny Sylvester B. Peranan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Dalam Liberalisasi Perdagangan dan Investasi di Indonesia. Bandung: Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, 2007.

Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum yang terbentuk akibat adanya pengaruh kondisi politik dan ekonomi yang berubah secara cepat di Unisoviet dan Eropa Timur, yang dipicu kekhawatiran gagalnya perundingan putaran uruguay akan memunculkan proteksionisme kelompok regional serta timbulnya ketergantungan diantara negara-negara di kawasan Asia Pasific. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) sangat tangguh dan kuat serta menjadi pelopor dalam pelaksanaan liberalisasi perdagangan dan investasi untuk mencapai perdagangan yang adil, terbuka dan transparan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional dan global termasuk Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi anggotanya.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peranan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dalam melaksanakan kerjasamanya dalam liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik serta bagaimana persiapan dari negara-negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) khususnya Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan dan investasi di era globalisasi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis dan analisis deskriptif berdasarkan data empiris yang didapatkan melalui studi kepustakaan.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) memberikan pengaruh yang sangat menentukan bagi negara-negara anggotanya, terutama dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi. Saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, Asia Pacific Economic Cooperation

(APEC) membantu membenahi perekonomian Indonesia melalui peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi serta Economic and Technical Cooperation

(ECOTECH). Indonesia sendiri saat ini masih mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaan liberalisasi dan Investasi yaitu adanya isu-isu pembangunan yang meliputi masalah pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur, serta masalah usaha kecil menengah dan swasta. Selain itu adanya masalah praktek monopoli, kolusi, nepotisme dan korupsi yang sukar untuk dihilangkan serta menumpuknya hutang luar negeri Indonesia.

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kepada-Mu ya Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Setia-Mu

yang telah menuntun perjalanan saya dari awal menempuh kuliah hingga saya

dapat menyelesaikan proses penyususnan skripsi ini sebagai syarat untuk

memenuhi tugas akhir pada Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih banyak

terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis,

dalam penyususnan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang

bersifat membangun ke arah penyempurnaan sangat penulis harapkan untuk

penulisan di masa yang akan datang.

Setelah melewati sejumlah hambatan dan rintangan penulis sangat

bersyukur dan berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

proses penyusunan skripsi hingga penulis berhasil menyelesaikannya. Untuk itu

melalui kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan sepenuh hati penulis ingin

mengucapkan syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat, Dr. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor

Universitas Komputer Indonesia.

2. Yang terhormat, Prof. Dr. J.M. Papasi., Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia.

3. Yang terhormat, Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Selaku Ketua Jurusan Hubungan

Internasional, Universitas Komputer Indonesia.

4. Yang terhormat, Bapak Drs. Ade Priangani, M.Si., Selaku Pembimbing

utama, Terima kasih bapak atas waktu, kesempatan yang diberikan dalam

menuntun saya menulis skripsi ini. dan membantu memberikan saran-saran

dan masukan-masukan yang berharga sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Yang terhormat, Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., Selaku

(5)

iv

saran-saran dan kesabarannya yang sangat berguna bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Yang terhormat, Ibu Yesi Marince, S.IP., Selaku Staf Dosen Hubungan

Internasional FISIP UNIKOM yang turut memberikan dorongan semangat

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Yang terhormat, Bapak Budi Mulyana, S.IP., Selaku Staf Dosen Hubungan

Internasional FISIP UNIKOM yang turut memberikan dorongan semangat

dalam penyusunan skripsi ini.

8. Yang terhormat, Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si., Selaku Staf Dosen

Hubungan Internasional FISIP UNIKOM yang turut memberikan dorongan

semangat dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Dwi Endah

Susanti, S.E., Selaku Sekretariat Jurusan Hubungan Internasional

Universitas Komputer Indonesia.

10. Seluruh Staf Pengajar pada Jurusan Hubungan Internasional khususnya dan

Seluruh Staf Pengajar di lingkungan FISIP UNIKOM.

11. Kepada rekan-rekan seperjuangan angkatan 2002 (Zaki, Donny, Andi

Rosan, Togar, Alif, Vian, Deni Adang, Agung, Candra, Topan, Royke,

Kusdinar, Hendra, Freitas Naru, Mbak’Yulia, Illa, Rani, Sugi, Ike), di

Jurusan Hubungan Internasional atas persatuan, persahabatan dan

dukungannya yang penuh semangat.

12. Kepada rekan-rekan angkatan 2003 – 2006, Terima Kasih atas dukungannya

salam persahabatan dan kembangkan terus Jurusan Hubungan Internasional

FISIP UNIKOM.

13. Kepada Seluruh Keluarga Bapak Tata Hermawan, Ibu Nani, Aa Lukman,

Nita, De’Gung, Terima Kasih atas perhatiaanya, dukungan, dan doanya,

sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

14. Onald Photo Copy THaNK’S Boy telah membantu dan memberikan harga

yang murah dalam menggandakan skripsi ini, Semoga sukses selalu

(6)

v

15. Kepada seluruh keluarga, teristimewa Papa dan Mama tercinta serta

Adik-adikku Eca dan Dean, yang tiada hentinya memberikan nasehat, dorongan

dan kasih sayang. Bu’Lina berserta keluarga Om’Yani dan Gino. Om’Iwan,

Bu’Nining, Om’Ii, terima kasih atas dukungan dan doanya. Almh. “Nenek

dan Kakek” tercinta, semoga Tuhan memberikan tempat yang sempurna di

sisi-Nya amin. Keluarga besar di Selili Mama Tua, Kak Ani, Kak Ita, Kak

Susan. Salam Hormat dan Sayang Serta semua keluarga yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, Terima Kasih atas dukungan dan doanya………….

…..I Love You…..

16. Tak terkecuali ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan

yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu dan seseorang yang selalu

hadir untuk memberikan dorongan semangatnya dalam menyelesaikan

skripsi ini Good Luck Guy’s and God Bless You.

Bandung, 28 Maret 2007

(7)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRACT ………..i

ABSTRAK .………ii

KATA PENGANTAR ………....iii

DAFTAR ISI ………vi

1.2.1 Identifikasi Masalah ………..……9

1.2.2 Pembatasan Masalah ………..…..10

1.2.3 Perumusan Masalah ………..…………..11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………..………..11

1.3.1 Maksud Penelitian ………..…………..11

1.3.2 Tujuan Penelitian ………..……..11

1.4 Kegunaan Penelitian ……….……...12

1.5 Kerangka Pemikiran ……….……...12

1.5.1 Hipotesis ………....20

1.5.2 Definisi Operasional ………..…..20

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………...….21

1.6.1 Metode Penelitian ………..…..21

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ………....23

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ………..……..23

1.7.1 Lokasi Penelitian ……….………...23

1.7.2 Waktu Penelitian ……….………...24

(8)

vii BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional ……….………...26

2.2 Kerja sama Internasional ……….…...29

2.3 Regionalisme ………...……….31

2.4 Organisasi Internasional ……….……...34

2.4.1 Teori Peranan Dalam Organisasi Internasional ………....…37

2.5 Ekonomi Internasional ……….………...……39

2.5.1 Konsep Interdependensi ………..………...40

2.6 Ekonomi Politik Internasional ………..………..43

2.6.1 Teori Merkantilisme ………44

2.6.2 Teori Liberal ……….………...……45

2.7 Perdagangan Internasional ………..…...…...47

2.7.1 Liberalisasi ……….………...……49

2.7.2 Liberalisasi Perdagangan ………..……...….. 51

2.7.3 Investasi Internasional ………..…..53

BAB III OBYEK PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum AsiaPacific Economic Cooperation (APEC) …....57

3.1.1 Sejarah Berdirinya APEC ………...……….62

3.1.2 Struktur dan Keanggotaan APEC ………...……….64

3.1.3 Tujuan dan Prinsip APEC ………...……….67

3.1.4 Program Kerja APEC ………..…………..71

3.1.5 Kronologis Deklarasi Bersama Para Pemimpin APEC …………....73

3.2 Perekonomian Indonesia ………78

3.2.1 Liberalisasi Ekonomi Indonesia ………....80

3.2.2 Perdagangan dan Investasi Indonesia ………82

3.2.3 Tantangan Perdagangan dan Investasi Indonesia. …………....82

3.2.4 Pendekatan Perdagangan dan Investasi Indonesia …………....84

(9)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

APEC Terhadap Indonesia ………87

4.1.1 Proses Kerja sama APEC ………89

4.1.2 Perkembangan Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

APEC di Indonesia ………91

4.1.3 Manfaat Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

APEC Bagi Indonesia ………93

4.1.4 Tahun 2020 BatasRealisasi Liberalisasi

Perdagangan dan Investasi APEC ………95

4.2 Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Liberalisasi

Perdagangan dan Investasi di Indonesia ………...………….97

4.3 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Investasi APEC

Terhadap Indonesia ………..…103

4.4 Upaya-Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk

Melaksanakan Liberalisasi Perdagangan dan Investasi di Indonesia …..110

4.4.1 Kebijakan Ekonomi Indonesia ………...112

4.4.1.1 Kebijakan di Bidang Perdagangan Luar Negeri …..114

4.4.1.2 Kebijakan di Bidang Investasi ………..118

4.4.1.3 Kebijakan di Bidang Bantuan Luar Negeri ………..…125

4.4.2 Langkah-Langkah Di Dalam Negeri ………..128

4.5 Prospek Liberalisasi Perdagangan dan Investasi APEC

Terhadap Indonesia ………..131

4.5.1 Prospek Liberalisasi dan Investasi APEC Melihat Peluang

dalam Pengembangan Dunia Usaha Berwawasan Kemitraan …..131

4.5.2 Kesiapan Indonesia Menghadapi Liberalisasi

Perdagangan dan Investasi APEC ………..135

(10)

ix BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ………..146

5.2 Saran ………..147

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Negara-negara APEC Berdasarkan Tingkat

Kemajuan Ekonomi ………95

Tabel 4.2 Dampak Liberalisasi Perdagangan

Dunia 2020 ……….………...97

Tabel 4.3 Problem Utama dalam Investasi (%) ………..……102

Tabel 4.4 Dampak Liberalisasi Perdagangan Dunia 2020

Sesudah Pengurangan Tarif dan Subsidi 30% …………..110

Tabel 4.5 Kebijakan dan Perilaku Pemerintah yang

Memperngaruhi Keputusan Investasi ………..122

Tabel 4.6 Nilai Neto Arus PMA ke Indonesia,

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Faktor-faktor Penghambat Bisnis dalam

The Global Competitiveness Report 2005-2006 …………..102

Gambar 4.2 Dunia Usaha di Dalam Lingkungan Langsung

dan yang Lebih Luas ………..125

Gambar 4.3 Pertumbuhan Dalam Jumlah Proyek

PMA dan PMDN yang Disetujui, 1967-2005 …………..142

Gambar 4.4 Pertumbuhan PDB Indonesia:

(13)

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memperoleh pijakan dalam penelitian ini, maka peneliti

menggunakan beberapa teori yang digunakan dan konsep yang berkaitan dengan

objek penelitian, yang akan berguna dalam menganalisa masalah. Tujuannya

adalah agar jalannya penelitian konsisten dari awal hingga akhir dan dapat

mencapai tujuan penelitian sebagaimana telah digariskan dalam bab I.

2.1 Hubungan Internasional

Secara konseptual, Hubungan Internasional bermula saat manusia mulai

tinggal menetap di suatu daerah dan membentuk diri mereka sendiri ke dalam

wilayah terpisah dengan berdasarkan komunitas politik. Setiap komunitas politik

yang terbentuk tidak bisa menghindari terjadinya kontak dengan komunitas

lainnya. Interaksi yang terjadi antar komunitas yang ada menimbulkan efek yang

saling mempengaruhi. Realitas politik kontemporer menunjukan bahwa seluruh

populasi dunia terbagi ke dalam komunitas-komunitas wilayah politik, atau negara

merdeka, yang sangat berpengaruh terhadap bentuk kehidupan mereka.

Selanjutnya, negara-negara tersebut membentuk suatu sistem internasional. Oleh

karena itu, setiap individu yang ada di bumi merupakan anggota atau warga

negara dari negara yang bersangkutan. Konsekuensinya adalah hampir dapat

(14)

27

masing-masing merupakan bagian yang integral dari sebuah sistem internasional.

(Jackson & Sorensen, 1999:2).

Studi Hubungan Internasional adalah studi tentang interaksi yang terjadi

antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor

bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan

negara-bangsa. Hubungan Internasional mengacu pada segala aspek bentuk interaksi.

Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota

masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain. Terjadinya

Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling

ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam

masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya

suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar.

Hubungan Internasional akan berkaitan dengan segala bentuk interaksi

antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh negara ataupun warga

negara. Hubungan Internasional mencakup pengkajian terhadap politik luar negeri

dan politik internasional, dan meliputi segala segi hubungan di antara berbagai

negara di dunia. Hubungan Internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan

negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan aktor-aktor

non-negara. Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin tidak relevan.

Bagi beberapa aktor non-negara bahkan batas-batas wilayah geografis tidak

dihiraukan. (Perwita & Yani, 2005:3-4).

Hubungan Internasional berkaitan dengan politik, sosial, ekonomi, budaya

(15)

28

Hubungan Internasional juga mengkaji tentang politik internasional walaupun

istilah-istilah seperti Hubungan Internasional, politik dunia (world politics) dan

politik internasional memiliki arti yang sama. ( Viotti dan Kauppi, 1993:585).

Hubungan Internasional dapat mengacu pada semua bentuk interaksi antar

anggota masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori oleh pemerintah

maupun tidak. Hubungan Internasional akan meliputi kebijakan luar negeri atau

proses politik antar bangsa, tetapi dengan memperhatikan keseluruhan segi

hubungan itu. Hubungan Internasional juga akan mencakup studi-studi perusahaan

dagang internasional (MNC), palang merah internasional, turisme, perdagangan

internasional, transportasi, komunikasi dan perkembangan nilai-nilai dan etika

internasional. (Holsti, 1987: 29).

Hubungan Internasional pada masa lampau berfokus kepada kajian

mengenai perang dan damai kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan,

perubahan dan kesinambungan yang belangsung dalam hubungan antar negara

bangsa dalam konteks sistem global tetapi masih betitik berat kepada hubungan

politik yang lazim disebut sebagai “High Politics”. Sedangkan Hubungan

Internasional kontemporer selain tidak lagi hanya memfokuskan perhatian dan

kajiannya kepada hubungan politik yang berlangsung antar negara, juga telah

mencakup peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara (

non-state actors).

Hubungan Internasional kontemporer, selain mengkaji hubungan politik,

juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi

(16)

29

internasional, hak-hak asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga

swadaya masyarakat (LSM) internasional, lingkungan hidup, gender, dan lain

sebagainya. (Jackson dan Sorensen, 1999: 34-35).

Dengan demikian ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu Hubungan

Internasional menjadi lebih luas dengan mencakup pengkajian mengenai berbagai

aspek dalam kehidupan masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial,

budaya. Batasannya adalah bahwa Hubungan Internasional mengkaji hal-hal atau

aspek-aspek tersebut dari segi keterhubungan global (global connection), yang

non-domestik, yang melintasi batas wilayah masing-masing entitas negara.

2.2 Kerja sama Internasional

Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerja sama

internasional. Dalam suatu kerja sama internasional bertemu berbagai macam

kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi

di dalam negerinya sendiri. Kerja sama internasional adalah sisi lain dari konflik

internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam Hubungan

Internasional. Isu utama dari kerja sama internasional yaitu berdasarkan pada

sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerja sama dapat

mendukung konsepsi dari kepentingan tidakan yang unilateral dan kompetitif.

(Doughterty & Pfaltzegraff, 1997: 419).

Dengan kata lain, kerja sama internasional dapat terbentuk karena

kehidupan internasional meliputi berbagai bidang, seperti ideologi, politik,

(17)

30

tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga

mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai

masalah tersebut maka beberapa negara membentuk suatu kerja sama

internasional. (Holsti, 1992: 650).

Dewasa ini tumbuh berbagai berbagai kerja sama internasional sesuai

dengan berbagai bidang kehidupan sosial, namun pada hakekatnya terdapat empat

bentuk kerja sama internasional. (Kusumohamidjojo, 1987: 92-100).

1. Kerja sama Universal

Hakekat dari kerjasama internasional yang univresal (global) adalah

memadukan semua bangsa di dunia dalam suatu wadah yang mampu

mempersatukan mereka dalam cita-cita bersama dan menghindari disintegrasi

internasional.

2. Kerja sama Regional

Merupakan kerja sama antar negara yang berdekatan secara geografis.

Kesamaan pandangan politik dan kebudayaan atau perbedaan struktur

produktifvitas ekonomi dari negara-negara yang melakukan kerja sama,

banyak menemukan apakah suatu kerja sama regional dapat diwujudkan.

3. Kerja sama Fungsional

Negara-negara yang terlibat masing-masing diasumsikan mendukung fungsi

tertentu sedemikian rupa, sehingga kerja sama itu akan melengkapi berbagai

kekurangan pada masing-masing negara. Kerja sama fungsional berdasarkan

dari cara berpikir pragmatis yang mensyaratkan kemampuan tertentu pada

(18)

31

4. Kerja sama Ideologi

Merupakan alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan

dari perjuangan kekuasaannya. Kelompok-kelompok kepentingan tersebut

berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan

yang terbuka dalam forum global.

Jadi kerja sama internasional adalah usaha yang dilakukan dua negara atau

lebih, dengan tidak didasari paksaan guna mencapai kepentingan dan tujuan yang

menguntungkan bagi kedua belah pihak.

2.3 Regionalisme

Salah satu konsep dalam Hubungan Internasional yang juga kembali

dibicarakan baik oleh para praktisi maupun akademisi Hubungan Internasional

adalah konsep regionalisme. Perbincangan mengenai konsep ini sejalan dengan

perubahan-perubahan mendasar yang terjadi dalam Hubungan Internasional

dewasa ini. Fenomena globalisasi di satu sisi menjadikan dunia menjadi lebih

kecil dan memungkinkan terjadinya penyatuan wilyah baik dalam arti geografi,

ekonomi, politik dan budaya namun di sisi lain, upaya pengelompokan

negara-negara dalam sebuah unit kecil yang bersatu juga mengemuka.

Secara praktis, konsep regionalisme sering digunakan secara silih berganti

dengan konsep kawasan (region) dan sub kawasan (sebregion) atau subsistem.

Beberapa teoritisi mengklasifikasikan suatu kawAsan dalam lima karakteristik.

Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawsan memiliki kedekatan

(19)

32

terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti yang tercermin dalam

organisasi internasional. Keempat, kesamaan keanggotaan dalam organisasi

internasional. Kelima, adanya ketergantungan ekonomi yang diukur dari

perdagangan luar negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan nasional.

Kerja sama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk

mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya

regionalisme. Dengan membentuk organisasi regional dan menjadi anggota

organisasi regional, negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerja sama

intra-regional. Dengan kata lain, negara-negara dalam satu kawasan telah

melakukan distribusi kekuasaan di antara mereka untuk mencapai tujuan bersama.

Bentuk tertinggi dari kerja sama ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk

integrasi ini sendiri terbagi ke dalam dua tingkat. Pertama, disebut sebagai

integrasi dangkal (shallow integration) yang hanya mengacu pada upaya regional

untuk mengurangi atau menghapuskan kendala-kendala perdagangan. Sedangkan

bentuk kedua berupa integrasi dalam (deep integration) yang bertujuan untuk

mencapi kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (full economic and

moneytary union).

Bentuk berikutnya adalah inter regionalism dan regional transnationalism.

Bila yang pertama mengacu pada kerja sama antar kawasan untuk mencapai

tujuan yang lebih besar, maka bentuk kedua mengacu pada proses kerja sama

yang melibatkan aktor-aktor ekstra regionalyang memiliki kesamaan kepentingan

ekonomi, politik dan kultural. Inter regionalism juga merujuk pada perluasan

(20)

33

hubungan antar kelompok atau organisasi regional seperti yang tercermin dalam

kerja sama antara Uni Eropa dan ASEAN. Inisiatif kerja sama antara ASEAN –

UE pada awalnya datang dari ASEAN sebagai respon terhadap perubahan

ekonomi politik di tubuh UE dan pergeseran pada power equation yang melanda

Asia. Interaksi antara ASEAN – UE ini dapat dikategorikan sebagai bilateral inter

regionalism relationship sehingga kebutuhan untuk meningkatkan dan

memperbanyak dialog antar kelompok dalam berbagai pertemuan formal maupun

informal berupa pertukaran informasi dan pelaksanaan proyek bersama dalam

berbagai bidang yang lebih spesifik.

Bentuk kedua adalah hubungan dua kawasan (bi-regional) dan antar

kawasan (trans-regional). Hingga kini paling tidak, tercatat lima hubungan

bi-regional dan transbi-regional yang mencakup kawsan Amerika, Eropa, Asia Pasifik,

dan Afrika.

Pertama, adalah Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang

terbentuk 1989 lalu dan merupakan pengaturan trans-regional yang meliputi

kawasan Asia Pasifik, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Hubungan kedua,

adalah Asia Europe Meeting (ASEM) yang terbentuk 1996 yang merupakan

pengaturan bi-regional Asia dan Eropa. ASEM yang melibatkan 10 negara Asia

dan 15 negara anggota Uni Eropa. Hubungan ketiga, Kerja sama Eropa dan

Amerika Latin yang tergabung dalam The European- Latin America Summit, kerja

sama ini dibentuk tahun 1999 dan merupakan kerja sama dua kawasan antara 15

negara anggota Uni Eropa dan 33 negara Amerika latin dan Karibia. Hubungan

(21)

34

melibatkan 52 negara Afrika dan 15 negara Eropa dan terakhir adalah The East

Asia-Latin America Forum (EALAF) yang diluncurkan 2001 lalu meliputi 13

negara Asia Timur, Australia, Selandia Baru dan 12 negara Amerika Latin.

Dari beberapa pemaparan diatas terlihat bahwa regionalisme merupakan

sebuah fenomena Hubungan Internasional yang terus berkembang. Konsep ini,

misalnya, tidak semata-mata hanya membicarakan unsur geografis semata, bahkan

dalam banyak kasus regionalisme elemen-elemen yang terkait begitu beragam dari

ekonomi hingga politik keamanan. Hal ini tentu saja akan menambah

kompleksitas regionalisme sebagai sebuah konsep dan fenomena dalam Hubungan

Internasional. (Perwita & Yani, 2005: 103-110).

2.4 Organisasi Internasional

Salah satu perwujudan dari kerja sama internasional adalah dengan

terbentuknya organisasi internasional, sesuai dengan konstitusi pendiriannya

setiap organisasi memiliki lapangan kerja yang spesifik, dimana kegiatan-kegiatan

tersebut merupakan pencerminan dari fungsi dan tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan dapat bersifat abstrak dan fleksibel sehingga dapat dikatakan sebagai

situasi dan kondisi yang akan terwujud pada masa yang akan datang. (Coulumbus

& Wolfe, 1999: 279).

Organization dalam kata international organization sering menjadi

permasalahan dengan bentuk tunggalnya (singular) yaitu organization. Dalam hal

ini dijelaskan bahwa Organization adalah suatu proses sedangkan international

(22)

35

tersebut yang telah dicapai dalam suatu waktu tertentu. Hubungan Internasional,

antara pemerintah, kelompok individu, tidaklah bersifat acak tetapi bersifat

terorganisir. Suatu bentuk dari Hubungan Internasional tersebut adalah institusi

yaitu bentuk kolektif atau struktur dasar dari suatu organisasi sosial yang dibentuk

dasar hukum atau tradisi manusia yang dapat berupa pertukaran, perdagangan,

diplomasi, konferensi, atau organisasi internasional. (Archer, 1984: 2).

Organisasi Internasional didefinisikan sebagai pola kerjasama yang

melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi jelas dan lengkap

serta dihadapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan

fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan

tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara

pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah

pada negara yang berbeda. (Rudy, 2002, 93-94).

A Leroy Bennet menyatakan organisasi internasional mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut (Bennet, 1995: 2-3)

1. Organisasi tetap untuk melaksanakan fungsi yang berkelanjutan.

2. Keanggotaan yang bersifat sukarela dari peserta yang memenuhi syarat.

3. Instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur dan metode operasional.

4. Badan pertemuan perwakilan konsultatif yang luas.

5. Sekertariat tetap untuk melanjutkan fungsi administrasi, penelitian dan

informasi secara berkelanjutan.

T. May Rudy mengemukakan dari segi ruang lingkupnya, fungsinya,

(23)

36

Suatu organisasi internasional dapat sekaligus menyandang lebih dari satu macam

penggolongan, bergantung pada segi yang ditinjau dalam menggolongkannya.

Secara terperinci penggolongan organisasi internasional ada bermacam-macam

segi tinjauan berdasarkan delapan hal, yaitu sebagai berikut: (Rudy, 2002: 94-97).

1. Kegiatan Administrasi: organisasi internasional antar pemerintah

(intergovernmental organization / IGO) dan organisasi internasional

non-pemerintah (non-governmental organization / NGO).

2. Ruang Lingkup (wilayah) kegiatan dan keanggotaan: organisasi internasional

global dan organisasi internasional regional.

3. Bidang Kegiatan (operasional) organisasi, seperti bidang ekonomi, lingkungan

hidup, pertambangan, komoditi (pertanian, industri) bidang bea cukai dan

perdagangan internasional.

4. Tujuan dan Luas bidang kegiatan organisasi: organisasi internasional umum

dan organisasi internasional khusus.

5. Ruang Lingkup (wilayah) dan bidang kegiatan: umum dan

global-khusus, regional-umum dan regional-khusus.

6. Menurut Taraf Kewenangan (kekuasaan): organisasi supranasional

(supranational organization) dan organisasi kerjasama (cooperative

organization).

7. Bentuk dan Pola Kerja sama: kerja sama pertahanan keamanan (collective

security) yang biasanya disebut institutionalized alliance dan kerja sama

(24)

37

8. Fungsi Organisasi: organisasi politik (political organization), yaitu organisasi

yang dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam

Hubungan Internasional. Organisasi administratif, yaitu organisasi yang

sepenuhnya hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administartif.

Organisasi peradilan (judical organization), yaitu organisasi yang menyangkut

penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek (politik, ekonomi,

sosial dan budaya) menurut prosedur hukum dan melalui proses peradilan

(sesuai ketentuan internasional dan perjanjian internasional).

2.4.1 Teori Peranan dalam Organisasi Internasional

Organisasi internasional memiliki dan melakukan sejumlah peranan

penting, yaitu menyediakan sarana kerja sama di antara negara-negara dalam

berbagai bidang dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi

sebagian besar ataupun keseluruhan anggotanya, selain tempat dimana keputusan

tentang kerja sama ini dibuat, juga menyediakan perangkat administratif untuk

menerjemahkan keputusan menjadi tindakan, selain itu organisasi internasional

menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara-negara sehingga

dapat dieksplorasi dan akan mempermudah aksesnya apabila timbul masalah.

(Bennet, 1995:3)

Peranan organisasi internasional dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

(Archer, 1984: 130-147).

1. Sebagai Instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara

anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar

(25)

38

2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi

anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah

yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa

negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, ataupun masalah dalam

negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.

3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat

keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan

dari luar organisasi.

Kemudian eksplorasi dan analisis aktivitas organisasi internasional akan

menampilkan sejumlah peranannya, yaitu: (1) Inisiator, (2) Fasilitator, (3)

Mediator, (4) rekonsiliator, (5) Determinator. (Pareira, 1999: 135).

Organisasi internasional dalam isu-isu tertentu berperan sebagai aktor

yang independen dengan hak-haknya sendiri. Organisasi internasional juga

memiliki peranan penting dalam mengimplementasikan, memonitor, dan

menengahi perselisihan yang timbul dari adanya keputusan-keputusan yang dibuat

oleh negara-negara. (Viotti & Kauppi, 1999: 228).

Suatu organisasi internasional yang bersifat fungsional sudah tentu

memiliki fungsi dalam menjalankan aktivitasnya. Fungsi ini bertujuan untuk

mencapai kepentingan yang hendak dicapai, berhubungan dengan pemberian

bantuan dalam mengatasi masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait.

(26)

39

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerja sama yang dilakukan antar

negara dimana kerja sama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi

seluruh bangsa.

2. Menyediakan banyak saluran-saluran komunikasi antar pemerintahan

sehingga ide-ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke permukaan.

2.5 Ekonomi Internasional

Ekonomi internasional membahas hubungan ekonomi antar negara di

dunia. Hubungan tersebut menimbulkan saling ketergantungan (interdependence)

antara satu negara dengan negara yang lainnya, dan merupakan hal yang sangat

penting terhadap peningkatan kesejahteraan hidup hampir semua negara di dunia.

Ekonomi internasional mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan

hubungan ekonomi antar satu negara dengan negara lainnya. tujuan dari ekonomi

internasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran manusia

yang dalam pelaksanaannya merupakan kerja sama antar bangsa dan negara,

dimana dalam kerja sama itu suatu kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh

suatu negara dapat dipenuhi oleh negara lain.

Hubungan negara dengan ekonomi internasional selalu mempunyai

masalah karena menurut teori realis, sistem internasional adalah anarki. Anarki

sangat sulit untuk diatur walau pun dengan rezim yang efektif sekalipun. Apabila

ekonomi internasional sangat penting terhadap kesejahteraan dari suatu negara

maka otomatis menjadi suatu isu-isu politikal yang signifikan. Secara keseluruhan

(27)

40

perdagangan, sumber daya, finansial, akan membuat beberapa isu-isu ekonomi

politik, dimana resolusi akan menjadi berbeda menurut keadaan yang spesifik dari

industri dan sektor-sektor nasional ekonomi lainnya.

Seperti melindungi industri domestik melalui ketentuan perdagangan

(term of trade), proteksi, tarif prinsip (pajak), dan quota (limit dari jumlah impor),

telah menjadi cara konvesional untuk meyakinkan produksi domestik bukanlah

tumpahan oleh import yang murah saja. Tapi apabila suatu industri sukses di

perdagangan internasional maka perhatian industri tersebut kemungkinan tidak

harus dilindungi, karena harus memikirkan biaya dari komponen-komponen yang

essensial dan karena kekhawatiran dari ancaman-ancaman pesaingnya. Maka

sangat wajar apabila sebagian sektor industri atau ekonomi menginginkan

dukungan dan perlindungan. (Rudy, 2003: 11).

2.5.1 Konsep Interdependensi

Kesadaran adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan negara

lain inilah yang mendasari pemikiran akan perlunya suatu konsep yang mampu

menjembatani berbagai kepentingan khususnya dalam bidang ekonomi. Ada dua

pendapat mengenai konsep interdependensi. Pertama, ada pendapat yang

menyatakan bahwa konsep interdependensi merupakan penyempurnaan dari teori

ketergantungan (dependensia), yang pada dasarnya ingin menjelaskan struktur

ekonomi global yang semakin kompleks daripada sekedar dikotomi pusat-periferi.

Kompleksitas ini merupakan refleksi dari meningkatnya persaingan dan

ketegangan di dalam negara-negara pusat (Eropa Barat menjadi semakin

(28)

41

negara periferi (misal: Korea, Selatan), dan deindustrialisasi di

negara-negara pusat (misal: Inggris), dan munculnya kekuatan-kekuatan regional (Brazil,

India, Nigeria). Kedua, konsep interdependensi menyiaratkan bahwa manusia di

planet bumi ini berada dalam satu perahu yang sama. Kendati demikian pendapat

ini mengabaikan fakta bahwa penumpang-penumpang dalam perahu yang sama

tidak berpergian pada kelas yang sama, bahkan tidak punya akses yang sama

terhadap pelampung maupun kapal penyelamat.

Ada beberapa dimensi yang mendasari lahirnya konsep interdependensi

sebagai perkembangan dari konsep ketergantungan. Dimensi tersebut meliputi:

1. Dimensi Fisik, muncul pertama kali pada tahun 1970an, terutama setelah

diadakannya konferensi lingkungan oleh PBB pada tahun 1972. konferensi

lingkungan tersebut memunculkan kesadaran akan adanya satu bumi, dimana

kegiatan suatu negara akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan secara

global.

2. Dimensi Ekonomi, muncul yang mendasari konsep interdependensi ini

pertama kali dikemukakan dalam proposal yang diajukan oleh Brandt

Commission Report pada tahun1980. Dalam proposal tersebut, menghendaki

adanya hubungan ekonomi yang saling menguntungkan. Dalam huhungan

tersebut memungkinkan terciptanya kondisi win-win position (posisi saling

menguntungkan) dan bukan lagi kondisi zero sum game (yang satu untung

yang lain rugi) sebagaimana diterapkan dalam konsep ketergantungan.

Adanya keterkaitan antar negara dalam dimensi fisik maupun ekonomi

(29)

42

perdamaian dan pembangunan dunia. Perkembangan konsep ketergantungan

menuju konsep interdependensi ini mengakibatkan adanya transisi dalam

perekonomian dunia. Kondisi pendukung tersebut meliputi: Pertama, aliran dana

dan pola investasi. Kedua, perubahan teknologi dan internasionalisasi produk.

Ketiga, adanya perdagangan dan aturan-aturan internasional lainnya. (Kuncoro,

1997: 107).

Interdependensi sebenarnya merupakan turunan dari persepektif

liberalisme yang terdapat dalam studi hubungan internasional. Liberalisme

interdependensi miliki asumsi bahwa modernisasi akan meningkatkan tingkat

interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting,

kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan

merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdependensi kompleks akan

menciptakan dunia Hubungan Internasional yang jauh akan lebih kooperatif.

Saling ketergantungan (interdependensi) dapat terjadi dalam berbagai isu,

seprti ekonomi, politik, dan sosial. Saling ketergantungan mengacu pada situasi

yang dikarakteristikan dengan adanya efek resiprokal antara negara atau antara

aktor negara yang berbeda, dimana efek ini sering kali merupakan hasil dari

transaksi internasional, yaitu aliran arus barang, uang, manusia dan informasi

yang melewati batas negara.

Dalam interdependensi keberhasilan suatu negara dalam bekerjasama

berpijak pada dua hal yakni power dan kemampuan tawar menawar (bargaining

position), dan rezim internasional. Power dan kemampuan tawar menawar

(30)

43

dikarenakan meski dalam teorinya hubungan interdependensi mengarahkan pada

suatu hubungan yang timbal balik, namun dalam kenyataannya hubungan yang

simetris tersebut jarang terjadi. Karena itu power aktor dalam hubungan

interdependensi akan beragam sesuai dengan isunya. Kemudian, rezim

internasional akan bertumpu pada saling ketergantungan asimetris yang

menyediakan setiap pihak untuk saling mempengaruhi melalui

kebijakan-kebijakan ekonomi politiknya dalam mencapai kesepakatan di antara mereka.

(Perwita & Yani, 2005: 78-79).

2.6 Ekonomi Politik Internasional

Secara umum ekonomi politik internasional merupakan studi yang saling

mempelajari saling keteruhubungan antara ekonomi internasional dengan politik

internasional, yang muncul akibat berkembangnya masalah-masalah yang terjadi

dalam sistem internasional. Pengkajian ekonomi politik internasional

membutuhkan integrasi teori-teori dari disiplin ekonomi dan masing-masing

bergantung pada sumberdaya dan produk dari negara lainnya. Karena itu

kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu negara akan memberikan akibat yang cepat

dan serius pada negara lainnya, bahkan kebijakan domestik pun bisa memiliki

implikasi yang lebih luas ke negara lainnya. (Robert, 1997: 24).

Studi ekonomi politik internasional secara luas mempunyai arti sebagai

studi yang membahas tentang variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi

perilaku politik suatu negara dalam arena internasional, yaitu bagaimana soal-soal

(31)

44

modal asing, efisiensi produksi dan sebagainya berkaitan dengan urusan politik

internasional dapat diartikan sebagai studi yang mempelajari hubungan fenomena

politik dan ekonomi yang saling berkaitan dan interaksi antar negara, pasar antara

lingkungan domestik dengan lingkungan internasional dan antara pemerintah

dengan masyarakat. (Mas’oed, 1994: 2-3).

Pemaknaan umum yang ditemukan dari hakekat pendekatan ekonomi

politik internasional, adalah sebagai suatu studi tentang saling ketergantungan

antara masalah ekonomi politik dan sosial dalam arena internasional. Konfigurasi

pendekatan ekonomi politik internasional adalah tidak tunggal (monodisiplin),

artinya bahwa implementasi alat-alat analisisnya dapat dilihat pada sejumlah teori

dan konsep-konsep yang mendasari substansi ekonomi politik itu, seperti

interdependensi, dependensi, keterbelakangan, petumbuhan, perkembangan,

pembangunan ekonomi sosial, idealisme, linier, strukturalis internasional,

globalisasi dan regionalisme. (Ikbar, 1995:21).

2.6.1 Teori Merkantilisme

Paham merkantlis berpandangan bahwa dalam Hubungan Internasional

negara-negara saling bersaing untuk memenuhi kepentingan ekonominya

masing-masing. Istilah lain yang dikenal untuk paham ini seperti nasionalisme ekonomi,

ekonomi politik, proteksionisme, isolasionalisme. Pendekatan Hubungan

Internasional yang digunakan dalam perspektif ini yakni melalui hubungan

bilateral. Dalam pelaksanaan politik luar negeri suatu negara, paham merkantilis

kerap memunculkan kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan proteksi,

(32)

45

menghasilkan keuntungan (profit) dan surplus ekonomi bagi negara tersebut (

misal: Jepang, China, AS).

Neo-merkantilisme merupakan versi dari merkantilisme yang berkembang

pada periode setelah PD II. Pada dasarnya neo-merkantilisme merupakan

kebijakan merkantilisme yang digunakan pada sistem liberalisasi perdagangan

internasional. Dalam buku Global Political Economy: Understanding the

International Economic Order, Robert Gilpin menjelaskan bahwa perspektif

neo-merkantilisme mencakup bantuan dari negara lain, regulasi dan proteksi sektor

industri spesifik untuk meningkatkan rasa kompetitif internasional mereka dan

meraih commanding heights dari ekonomi global. (Perwita & Yani, 2005:

27,79-80).

Kaum merkantilis menyatakan bahwa perekonomian seharusnya tunduk

pada tujuan utama peningkatan kekuatan negara, politik harus diutamakan

daripada ekonomi. Ringkasnya, merkantilisme menganggap perekonomian tunduk

pada komunitas politik dan khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat

dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Organisasi

yang bertanggung jawab dalam mempertahankan dan memajukan kepentingan

nasional, yang disebut negara, memerintah di atas kepentingan ekonomi swasta.

Kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkapi, bukan saling

bertentangan. Ketergantungan ekonomi pada negara-negara lain seharusnya

dihindari sejauh mungkin. Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan pecah,

kepentingan keamanan mendapat prioritas. (Jackson & Sorensen, 1999: 233-234).

(33)

46

Para penganut liberalisme berpendapat bahwa negara bukan satu-satunya

aktor dalam hubungan internasional. Selain negara terdapat juga aktor-aktor

non-negara (non-state actors) yang mempunyai pengaruh dan legitimasi yang

independen dari negara. Istilah lain untuk paham ini yaitu liberalism, liberal

institutionalism, dan transnasionalism. (Perwita & Yani, 2005: 27).

Kaum liberal memiliki pilihan yang berbeda dari kaum merkantilisme,

pencapaian kesejahteraan ekonomi melalui perdagangan bebas dan pertukaran

ekonomi terbuka melawan pencapaian kekuatan melalui kekuatan militer dan

perluasan wilayah. Dengan kata lain negara-negara dapat memilih jalan

pembangunan ekonomi dan perdagangan dan kemudian menjadi negara pedagang

seperti yang dilakukan Jerman Barat dan Jepang setelah Perang Dunia II.

Liberalisme ekonomi muncul sebagai kritik terhadap kontrol politik dan

pengaturan permasalahan ekonomi yang menyeluruh, mendominasi pembentukan

negara Eropa di abad ke-16 dan ke-17, yakni merkantilisme. Kaum ekonomi

liberal menolak teori dan kebijakan yang men-subordinat ekonomi pada politik.

Ringkasnya, kaum ekonomi liberal berpendapat bahwa perekonomian

pasar merupakan suatu wilayah otonom dari masyarakat yang berjalan menurut

hukum ekonominya sendiri. Pertukaran ekonomi bersifat positive sum game, dan

pasar cenderung akan memaksimalisasi keuntungan bagi semua individu, rumah

tangga, dan perusahaan yang berpartisipasi dalam pertukaran pasar. Perekonomian

merupakan wilayah kerja sama bagi keuntungan timbal balik antar negara dan

juga antar individu. Dengan demikian, perekonomian internasional seharusnya

(34)

47

peran negara seolah-olah meninggalkan pasar sendirian, termasuk pasar

internasional dan juga pasar nasional: laissez-faire. Tetapi beberapa kaum

ekonomi liberal abad keduapuluh mendukung keterlibatan negara yang meningkat

dalam pasar. (Jackson & Sorensen, 1999: 234,236,237-238).

2.7 Perdagangan Internasional

Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan

internasional, sebenarnya sudah sejak jaman dahulu, namun dalam ruang ligkup

dan jumlah yang terbatas, di mana pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang tidak

dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter, yaitu pertukaran barang dengan

barang yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, di mana masing-masing negara

tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri. Hal ini

terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangannya mempunyai

beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim,

penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis,

teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial politik dan sebagainya.

Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar kebutuhan yang saling

menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam skala luas dikenal

sebagai perdagangan internasional. Beberapa teori yang menerangkan tentang

timbulnya perdagangan internasional pada dasarnya adalah sebagai berikut:

(Priangani, 2006: 7-11).

1. Teori Klasik

(35)

48

Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) rill bukan moneter

sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)

perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan

perhatiaanya pada variabel rill seperti misalnya, nilai suatu barang diukur

dengan banyakanya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan

barang.

b. Kemanfaatan Relatif (comparative advantage) oleh Jhon Stuart Mill.

Teori menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian

mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar

dan mengimpor barang barang yang memiliki comparative disadvantage,

yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan sendiri memakan ongkos yang

besar.

c. Biaya Relatif (comparative cost) oleh David Ricardo.

Teori ini menyatakan tentang nilai (value) suatu barang tergantung dari

banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang

tersebut (labour cost value theory).

2. Teori Modern

a. Faktor Proporsi (Hecker dan Ohlin)

Teori ini menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu

negara dengan negara lain karena adanya perbedaan jumlah faktor

produksi yang dimilikinya. Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih

(36)

49

banyak daripada negara tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya

pertukaran.

b. Kesamaan harga faktor produksi (factor price equalization) oleh P.

Samuelson.

Inti dari teori ini adalah bahwa perdagangan bebas cenderung

mengakibatkan harga faktor-faktor produksi sama di beberapa negara.

c. Permintaan dan Penawaran (teori parsial).

Pada dasarnya perdagangan antara dua negara timbul karena adanya

perbedaan di dalam permintaan mapun penawaran.

d. Kurva kemungkinan produksi dan indifference (production possibilities

dan indifference curves)

Maksudnya kurva dapat dihasilkan dengan sejumlah faktor produksi

tertentu yang dikerjakan dengan sepenuhnya (full employment). Bentuk

daripada kurva ini tergantung daripada anggapan tentang ongkos alternatif

(opportunity cost) yang digunakan.

e. Offer curve

Alat analisa offer curve dikemukakan oleh James Meade seorang ahli

ekonomi dari Inggris untuk menjelaskan terjadinya keseimbangan harga

internasional.

2.7.1 Liberalisasi

Seiring dengan adanya proses pembangunan yang berlangsung di negara

sedang berkembang liberalisasi dan pengurangan campur tangan pemerintah

(37)

50

Liberalisasi mempunyai beberapa karakteristik khusus. Karakteristik tersebut

setidaknya meliputi: Pertama, liberalisasi lebih mudah diterapkan dibandingkan

penyesuaian struktural. Kedua, proses liberalisasi yang terjadi pada umumnya

didorong oleh kegagalan dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan milik

pemerintah (BUMN). Ketiga, liberalisasi banyak meperoleh dukungan terutama di

kalangan swasta. Keempat, pengurangan campur tangan pemerintah, deregulasi

dan liberalisasi terbukti mampu menurunkan defisit serta meningkatkan

penerimaan pajak. Kelima, liberalisasi yang dilaksanakan hendaknya bersifat

luwes sehingga mampu mengantisipasi kegagalan dari kebijakan exportled growth

yang diterapkan oleh pemerintah.

Liberalisasi di negara sedang berkembang merupakan usaha pemerintah

yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja dari persuhaan-perusahaan pemerintah

melalui peningkatan efisiensi, likuidasi dan swastanisasi. Menurut Wilber,

Charles. K & Kenneth. P. Jameson, Liberalisasi di negara sedang berkembang

mempunyai beberapa perbedaan bila dibandingkan dengan liberalisasi di negara

industri. Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi setidaknya pada dimensi berikut:

(Kuncoro, 1997: 440)

1. Liberalisasi di negara sedang berkembang menitikberatkan pada pengurangan

defisit anggaran dan tingkat inflasi. Sedangkan di negara-negara industri,

liberalisasi ditunjukan untuk meningkatkan anggaran pemerintah melalui

penjualan aset-aset negara kepada swasta.

2. Tujuan pelaksanaan Liberalisasi di negara sedang berkembang ditekankan

(38)

51

industri liberalisasi lebih ditujukan pada pembentukan kelas menengah baru

sebagai pendukung sistem pasar.

3. Terbatasnya kelas menengah di negara sedang berkembang menyulitkan

pembentukan modal melalui pasar modal. Dengan meningkatnya kelas

menegah di negara industri sebagai akibat adanya liberalisasi, mendorong

tumbuhnya investasi swasta.

4. Untuk meningkatkan modalnya, kebanyakan perusahaan swasta di negara

sedang berkembang lebih senang menggunakan sistem perbankan (hutang

pada bank) dibandingkan menjual sahamnya di pasar modal. Sedangkan

perusahaan swasta di negara industri lebih menyukai menjual sahamnya

melaui pasar modal dibandingkan meminjam modal dari bank.

5. pelaksanaan liberalisasi di negara sedang berkembang tidak terlepas dari

pertimbangan unsur kedaerahan dan perbedaan etnik, dimana pertimbangan

tersebut jarang ditemui di negara-negara industri.

2.7.2 Liberalisasi Perdagangan

Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar

hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah

semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak,

hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal

tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan

pelaksanaan pembangunan nasional.

Dalam kerangka hubungan perdagangan internasional, berbagai upaya

(39)

52

perundingan perdagangan multilateral dalam kerangka, yaitu perundangan dalam

Putaran Uruguay, dapat segera memberi hasil positif, yaitu terciptanya

perdagangan dunia yang adil, bebas dan terbuka .

Ada tiga alasan pokok dalam kerangka paradigma neoklasik yang

dipercayai melandasi kebijakan liberlaisasi total perdagangan luar negeri, yang

dianjurkan sebagai lawan terhadap restriksi perdagangan yaitu:

1. Untuk menghindarkan apa yang disebut X-inefficiency. Kebijakan liberalisasi

perdagangan internasional diantisipasikan akan mampu mendorong

berlangsungnya proses rasionalisasi industri, bersamaan dengan proses alokasi

sumber-sumber ekonomi yang optimal.

2. Untuk menghindari dan meminimumkan ketidakstabilan ekonomi makro yang

menjurus kepada timbulnya apa yang disebut stop-go macroeconomic cycles.

Kebijakan proteksi yang disertai oleh adanya kurs mata uang yang tidak

realistis (over valued currency) cenderung akan mengakibatkan terjadinya

foreign exchange bootlenecks.

3. Untuk mendorong berlangsungnya proses produksi dalam skala penuh,

dengan memperluas produksi untuk ekspor. Liberalisasi perdagangan

internaisonal diantisipasikan akan menimbulkan situasi produksi yang berciri

increasing retrun to scale, sehingga dapat kompetitif di pasaran internasional.

Situasi produksi ini dapat di raih melalui ekspansi pasar, baik pasar domestik

maupun pasar eksternal.

Selama ini setiap negara pada umumnya meyakini bahwa tidak satupun

(40)

53

demikian penerapan perdagangan dan investasi bebas adalah pilihan baik yang

harus dilaksanakan.

Namun kenyataan menunjukan lain, dimana hasil studi membuktikan

bawa manfaat yang lahir dari penerapan liberalisasi perdagangan dan investasi

tidak sama bagi setiap bangsa. Bahkan yang lebih memprihatinkan, ternyata yang

paling banyak menerima manfaat dari liberalisasi tersebut pada umumnya adalah

negara-negara maju dan bukan negara-negara berkembang atau negara yang

paling membutuhkan.

Para pejuang perdagangan bebas pada umumnya berpendapat bahwa pada

awal penerapan liberalisasi perdagangan, bobot keuntungan liberalisasi akan

dinikmati oleh negara-negara maju. Namun kalau di lihat jangka panjang, baik

negara berkembang maupun negara maju akan dapat memetik manfaat dari

liberalisasi perdagangan. Kalau pun kenyataan ini benar adanya, tentu yang

menjadi pertanyaan apakah negara-negara berkembang cukup sabar menanti

datangannya keuntungan dan menyaksikan negara-negara maju menikmati

keuntungan tersebut terlebih dahulu. (Halwani, 2002: 224-228).

2.7.3 Investasi Internasional

Teori penanaman modal internasional telah cukup banyak dikembangkan

dari teori klasik, yang berdalil bahwa perbedaan-perbedaan dalam suku bunga

investasi dengan risiko yang sama adalah alasan pindahnya modal internasional

dari satu negara ke negara lain. Agar hal ini tidak terjadi, harus ada persaingan

sempurana, tetapi seperti yang dinyatakan oleh Kindleberger seorang ahli

(41)

54

negeri tidak akan terjadi, juga kemungkinan tidak akan terjadi di dunia yang

kondisinya bahkan agak kompetitif.

Investasi luar negeri dapat dibagi menjadi dua komponen:

(Ball,dkk, 2005: 87).

1. Investasi Portopolio, yang merupakan pembelian saham-saham dan obligasi

semata-mata dengan tujuan memperoleh laba atas dana yang ditanamkan

2. Investasi Langsung, di mana investor berpartisipasi dalam manajemen

perusahaan selain mendapatkan laba atas uang mereka.

Perbedaan antara kedua komponen ini telah mulai kabur, khusunya dengan

semakin besarnya ukuran dan jumlah merger, akuisisi, dan aliansi internasional

pada tahun-tahun terakhir. Sebagai contoh, investasi oleh investor asing dalam

saham perusahaan domestik pada umumnya diperlakukan sebagai investasi

langsung apabila rasio penyertaan modal investor adalah 10% atau lebih.

Sebaliknya, transaksi yang bukan akibat investor asing memperoleh paling sedikit

adalah 10% kepemilikan saham digolongkan sebagai investasi portopolio.

Foreign Direct Investment (FDI) diartikan sebagai transfer sumber daya

finansial oleh suatu perusahaan, yang sering berbentuk sebuah perusahaan

multinasional. Transfer ini melintasi batas-batas negara dan dilakukan untuk

menghadirkan diri secara komersial dalam ekonomi yang lain (host economy),

juga dalam perusahaan. Hal ini dapat dilakukan melalui investasi baru (greenfield

investments). Dalam hal ini investor asing membangun suatu perusahaan di

ekonomi tuan rumah dengan membeli sumber daya langsung, atau ia

(42)

55

perusahaan yang ada. Ini terjadi bila suatu perusahaan asing membeli saham

perusahaan lokal yang terdaftar dalam pasar modal domestik. Pemilikan asing

sebesar 10% dari ordinary shares of voting stock dalam suatu perusahaan

merupakan tingkat kepemilikan minimal bagi investasi langsung umumnya

dilakukan tanpa perubahan dalam pimpinan perusahaan, kecuali apabila

perusahaan tuan rumah itu dibeli seluruhnya atau sebagian (BIE Report, 1995: 21)

Suatu perbedaan yang sering dibuat antara investasi langsung dan

portopolio terletak pada derajat pengaruh yang dimiliki investor. Ciri utama unit

investasi langsung adalah bahwa perusahaan asing yang membeli kekuasaan dapat

melakukan pengendalian atas proses pengambilan keputusan dalam unit di mana

ia menanamkan modalnya. Sebaliknya, perusahaan asing yang membeli saham

dari perusahaan di pasar modal tuan rumah dengan nilai di bawah ambang itu

dianggap sebagai ciri investasi portopolio.

Dari sudut pandang negara, investasi modal portopolio terutama dilakukan

oleh individu dan lembaga kepada individu dan institusi secara lintas batas

melalui mekanisme pasar modal. Investasi semacam ini kurang disenangi oleh

pemerintah tuan rumah karena ia tidak memberikan manfaat yang biasanya

didatangkan oleh investasi langsung. Lagi pula, investasi portopolio kurang stabil

dan rentan terhadap capital flight. Oleh karena pemerintah tuan rumah biasanya

memberlakukan peraturan yang berbeda bagi FDI dan investasi portopolio.

(PECC, 1995a). Jadi, ciri khas investasi langsung ialah, pertama, sebagai

perusahaan yang melakukan investasi, ia membeli kekuasaan untuk

(43)

56

Jangkauan kekuasaan itu bergantung kepada ekuiti partisipasinya, terutama

terhadap investor-investor lainnya. Kedua, FDI biasanya disertai transfer masukan

faktor lain dalam bentuk pengetahuan dan ide. Dengan demikian, FDI biasanya

datang sebagai suatu paket yang terdiri dari modal, teknologi dan keterampilan

yang dapat mempunyai spill-over effect atas pertumbuhan dan pembanguanan

ekonomi.(Jamtomo, 1997: 2-5).

(44)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Archer, Clive, 1985, International Organization, George Allen & Unwin. London: Publisher Company.

Ball, Donald A,dkk, 2005, International Busines: Bisnis Internasional Tantangan dan Persaingan Global, Jakarta: Salemba Empat.

Banyu Perwita, Anak Agung & Yani, Mochamad Yanyan, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan International, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Bennet, A. Leroy, 1995, International Organization: Principal and Issues, New Jersy: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs.

Rachbini, Didick J, 1997, Pembangunan Ekonomi Nasional: Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Intermasa.

Gilpin, Robert, 1987. The Political Economy of International Relation, New Jersy: Princenton University Press.

Hamid, Edy, Suandi & Anto M.B. Hendri, 2000, Ekonomi Indonesia Memasuki Millenium III, Yogyakarta: UII Press

Halwani, R Hendra, 2002, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Gahlia Indonesia.

James E. Dougherty & Robert L. Pfaltze graff, Jr, 1986, Contending Theories of International Relation: a Comprehensive Survey, New York: Longman.

Kartasasmita, Koesnadi, 1987, Administrasi Internasional, Bandung: FISIP Press UNPAD.

Kerlinger, F.N, 1986, Foundations of Behavioral Research, Edisi ke-3, New York: Holt, Rineheart, ad Winston.

Mandala, Mochtar, 1997, Pembangunan Ekonomi Nasional: Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Intermasa.

(45)

Khor Martin, 2002, Globalisasi: Perangkap Negara-negara Selatan, Yogyakarta, Cinderlaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Prawiro, Radius, 1998, Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi: Pragmatisme dalam Aksi, Jakarta: PT. Primamedia Pustaka.

Rudy, T. May, 2002, Bisnis internasional Teori, Aplikasi, Operasionalisasi, Bandung: PT. Refika Aditama.

Rudy, T. May, 1993, Administrai dan Organisasi Internasional, Bandung: PT. Refika Aditama.

Rodee, Carlton Clymer (dkk), 2000, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Silalahi, Ulbert,1999, Metode dan Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Stern, N.H. (2002), A Strategy for Development, Washington, D.C.: World Bank.

Suherman, Ade, Maman, 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sukmana, Oman, 2005, Sosiologi & Politik Ekonomi, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Suriasumantri, J.S, 2000, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tambunan, Tulus T.H, 2004, Globalisasi & Perdagangan Internasional, Bogor: Gahlia Indonesia.

Tirtosudiro, H. Achmad, 1997, Pembangunan Ekonomi Nasional:Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Intermasa.

Wechsler, H., Reinherz, H.Z, & Dobbin, D.D, 1976, Social Work Research in the Human Services, New York: Human Sciences Press.

(46)

B. Media Massa & Jurnal :

Analisis CSIS, 1994, Abad Pasifik; Mitos atau Realitas, Jakarta: CSIS.

Sekretariat Nasional, Departemen Luar Negeri, 1996-1997, Pembentukan Wilayah Investasi ASEAN dan Implikasinya bagi Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Kerjasama Antar Negara ASEAN.

McGuire, Greg. dkk. 2004. Pilihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia. Jakarta. Dokumen Konsultasi Jaringan Kebijakan Publik Indonesia (JAJAKI).

Priangani, Ade. 2006. Ekonomi Politik Internasional. Bandung. Tutorial Materi Kuliah.

Chandra, Alexander C, 2005, Indonesia dan Ancaman Perjanjian Perdagangan Bebas Bilateral, Jakarta: Institute for Global Justice-ICJ.

C. Website

(http://www.csis.or.id/events_past_view.asp.id). Diakses pada tanggal 29 April 2006.

(http://www.dprin.go.id/Ind/publikasi/djkipi/apec.htm.). Diakses pada tanggal 29 April 2006.

(http://www.geocities.com/edicahy/anti-imperialisme/buruhapec.html). Diakses pada tanggal 29 April 2006.

(http://www.going-global.com/articles/understanding_foreign_direct_investment. htm).

Diakses pada tanggal 21 November 2006.

(http://www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/majalah_balitfo/volume_2_1/apec_ manfaat.php).

Diakses pada tanggal 21 November 2006

(http://www.kadin-indonesia.or.id /Ind/publikasi/jetro.htm.) Diakses pada tanggal 15 Februari 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Krisis ekonomi negara ASEAN pada tahun 1997, telah menjadi pijakan untuk membentuk kerjasama sektor perdagangan dan investasi yang lebih kuat.. Pertanyaannya adalah sejauh

Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk yang terjadi di Indonesia dan dunia terhadap perdagangan pupuk di pasar domestik maupun di

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN TATANSAGA GULA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI TEBU DI INDONESIA. (Simulasi Kebijakan Pra dan Pasca Liberalisasi

the participation of member economies in ongoing regional undertakings. 26 “Fact Sheet: 22nd Annual APEC Economic Leaders' Meeting.. 122 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume

Adapun skripsi ini sedikit banyak akan membahas mengenai bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan, terutama setelah dihapusnya kuota impor tekstil secara bertahap

Penelitian ini ditujukan untuk melihat deskripsi kondisi sosial ekonomi setiap negara di kawasan Asia Pasifik (spesifik di negara-negara terhimpun paa forum APEC),

Simulasi kebijakan dengan memberlakukannya liberalisasi perdagangan antara Indonesia dan Trans Pacific Partnership (TPP) akan berdampak pada perubahan agregat ekspor dan

Agenda ini yang dicetuskan pada pertemuan para pemimpin APEC di Osaka, Jepang tahun 1995 memberikan kerangka kerja bagi APEC untuk mencapai Bogor Goals melalui