SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
INDRA LESMANA HADINATA NIM: 105046101679
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
E. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep ... 10
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II PENDAMPINGAN, USAHA MIKRO DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH A. Pendampingan 1. Pengertian Pendampingan ... 18
2. Tujuan Pendampingan ... 19
3. Proses dan Pola Pendampingan ... 20
4. Tugas Pendamping ... 24
5. Tolok Ukur Efektifitas Pendampingan ... 26
B. Pengertian Usaha Mikro ... 29
C. Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah... 32
2. Perhitungan Return Bagi Hasil ... 36
BAB III PENDAMPINGAN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT TA'AWUN A. Gambaran Umum BMT Ta'awun 1. Sejarah Berdiri ... 39
v
1. Praktek Pembiayaan Mudharabah di BMT Ta'awun ... 45
2. Pola pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah BMT
Ta'awun ... 49
C. Kriteria Usaha Yang Didampingi ... 51
D. Biaya Operasional Yang Disebabkan Adanya Pendampingan ... 55
BAB IV EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN USAHA MIKRO DALAM
PENINGKATAN RETURN PADA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
A. Efektifitas Pendampingan Usaha Mikro Terhadap Tingkat
Return Pada Pembiayaan Mudharabah
1. Esensi Pendampingan Pada Pembiayaan Mudharabah ...
... 57
2. Indikasi Keberhasilan Pendampingan ... 59
a. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah
Pendampingan dan Non Pendampingan ... .. 63
b. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah Pada
Usaha Sebelum dan Sesudah Pendampingan ... 67
B. Kendala Serta Solusi Yang Dilakukan BMT Ta'awun Dalam
Proses Pendampingan Kepada Para Pengusaha Mikro Dalam
Rangka Peningkatan Return
1. Kendala Yang Dihadapi BMT Ta'awun dalam Proses
Pendampingan Pembiayaan Mudharabah ... 70
2. Solusi Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kendala Yang
Dihadapi ... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 75
1
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah satu dari sekian banyak Negara berkembang di dunia. Tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraannya terdapat pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Ini terbukti dengan eksistensi dan peran UMKM yang pada tahun 2008 mencapai 51,26 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional dan investasi nasional.1
Melihat pada kenyataan ini, harus ada lembaga keuangan yang mengakomodasi kebutuhan finansial UMKM yang merupakan sektor yang mendominasi usaha di Indonesia. Untuk usaha menengah yang kebutuhan finansialnya cukup besar maka kebutuhan dananya dapat diback-up oleh lembaga keuangan bank, mengingat orientasi penyaluran kredit perbankan lebih memusatkan pada korporasi yang dianggap lebih memberikan keuntungan besar secara ekonomis. Sedangkan sektor usaha kecil dan mikro (UKM) dapat diakomodasi oleh lembaga keuangan mikro (LKM) yang lebih memprioritaskan pemberdayaan masyarakat.
1
Di Indonesia, LKM dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang besifat formal dan informal. Lembaga yang bersifat formal ada yang berbentuk bank, adapula yang berbentuk non-bank. Sedangkan LKM yang bersifat informal biasanya berbentuk lembaga swadaya masyarakat. Salah satunya adalah baitul maal wat tamwil (BMT)2 yang menggunakan prinsip syari’ah. Walaupun ada beberapa BMT yang bersifat formal dibawah payung hukum koperasi jasa keuangan syari’ah (KJKS).
BMT adalah penggabungan dari baitul mal dan baitut tamwil. Baitul mal
adalah lembaga lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Sumber dana didapat dari zakat, infak dan sedekah atau sumber lain yang halal. Kemudian dana tersebut disalurkan kepada mustahik atau untuk kebaikan. Adapun baitut tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.3 Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.
2 “Pemberdayaan Mikro Syariah”,
Republika, (Jakarta), 11 November 2005, h.2
Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitut tamwil.4
BMT adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Sejak awal pendiriannya, BMT dirancang sebagai lembaga ekonomi. Secara lebih spesifik adalah suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). Agenda kegiatannya yang utama adalah pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha pembiayaan (financing) tersebut, maka BMT berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di sekitarnya. Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling tolong menolong antar warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi.5
Selama lebih dari satu dasawarsa ini pertumbuhan BMT diakui cukup fantastis. Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia. Menurut perkiraan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk), sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia, yang melayani sekitar 3 juta orang. Pinbuk memproyeksikan jumlahnya akan meningkat menjadi 10 juta orang pada tahun 2010, yang akan dilayani oleh lebih banyak BMT lagi, yang
4 Muhammad Ridwan,
Manajmen Baitul Maal Wat Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 126.
diperkirakan bertambah 1000-2000 BMT per tahun sampai dengan tahun tersebut. Pinbuk juga membuat perkiraan akan aset total BMT, yang diperhitungkan telah mencapai Rp 2 triliun pada pertengahan tahun 2006. Aset tersebut tumbuh pesat dibandingkan setengah tahun sebelumnya, pada Desember 2005 sebesar Rp 1,5 triliun. Dan jika perhitungan ini benar, maka pembiayaan yang berhasil diberikan oleh BMT juga mendekati jumlah itu, mengingat kinerja BMT yang sangat tinggi dalam hal pembiayaan. Padahal, dalam waktu yang bersamaan perbankan konvensional sedang mengalami perlambatan pertumbuhan dalam hal aset dan penyaluran dananya kepada pihak ketiga.6
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa segmentasi BMT adalah usaha-usaha informal menengah ke bawah. Dalam proses penghimpunan dan pembiayaan tentulah terdapat banyak kesulitan yang ditemukan, terlebih dalam kegiatan pembiayaan. Kemungkinan tidak terbayarnya kewajiban oleh nasabah peminjam pasti ada mengingat usaha yang mereka lakukan punya nilai uncertainty yang tinggi. Kesulitan ini tidak serta merta membuat para penggiat BMT patah arang. Seperti tidak pernah kehabisan akal, mereka menciptakan banyak inovasi untuk membuat maslahat baik bagi BMT sebagai pihak yang memberikan pembiayaan atau pengusaha sebagai pihak yang diberi fasilitas pembiayaan.
Adalah mudharabah salah satu produk pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT. Dalam operasionalnya pedagang/pengusaha adalah pihak yang diberi amanah oleh BMT untuk menjalankan usaha dengan modal pembiayaan yang telah diberikan. BMT sebagai pemilik modal tentu menginginkan uangnya dapat berputar dan mendapatkan keuntungan, terlebih karena pembiayaan mudhorobah adalah pembiayaan yang memiliki resiko paling tinggi. Begitu juga dengan pengusaha menginginkan usahanya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Banyak upaya yang dilakukan untuk membuat ekspektasi mereka agar mendapat keuntungan dari usahanya. Diantaranya adalah pendampingan yang dilakukan BMT kepada para pengusaha. Pola pembiayaan dengan melakukan pendampingan usaha, adalah pembiayaan usaha yang telah diberikan pinjaman (modal) akan diberikan pendampingan usaha yang berguna untuk mengawasi aktifitas perdagangan atau usaha tersebut. Pendampingan yang dilakukan akan meminimalisasi resiko, meningkatkan keefektifitasan dan keuntungan dari usaha tersebut akan semakin besar, yang kemudian bagi hasil dari usaha yang telah dijalankan itu pun dapat dibagi antara pengusaha dan pemberi modal. Saat ini telah banyak BMT yang telah memberikan fasilitas pendampingan kepada para usaha kecil menengah yang meminjam dana di BMT tersebut.
pada pembiayaan mudharabahnya. Namun pendampingan ini belum tentu memberikan return yang lebih dibanding dengan pembiayaan mudharabah yang dilakukan tanpa pendampingan.
Berdasarkan realitas di atas, maka perlu kiranya penulis mengkaji lebih dalam tentang sejauh mana efektivitas pendampingan ini terhadap peningkatan return pembiayaan mudharabah dalam sebuah penelitian. Penelitian. Ini nantinya akan dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul:“ Efektifitas Pendampingan Usaha Mikro dalam Peningkatan Return Pada Pembiayaan Mudharabah: Studi pada BMT Ta’awun”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN
1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam analisis dan menghindari pembahasan yang terlalu luas maka permasalahan akan dibatasi pada lembaga keuangan mikro syari’ah yang dalam hal ini BMT yang telah mempunyai program pendampingan terhadap pembiayaan mudharabah. Masalah utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sejauh mana efektifiitas pendampingan pembiayaan mudhorobah berpengaruh terhadap return BMT Ta’awun.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dan implementasi pendampingan terhadap usaha mikro pada pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun?
b. Sejauh mana efektifitas pendampingan usaha mikro terhadap tingkat return pembiayaan mudharabah pada BMT Ta’awun?
c. Apa kendala serta solusi yang dilakukan BMT Ta’awun dalam proses pendampingan kepada para pengusaha mikro dalam rangka meningkatkan return?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dan implementasi pendampingan terhadap usaha mikro pada pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun. 2. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pendampingan usaha mikro
terhadap pembiayaan mudharabah pada BMT Ta’awun.
3. Untuk mengetahui kendala serta solusi yang dilakukan oleh BMT Ta’awun kepada para pengusaha mikro dalam rangka meningkatkan return.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penulis
pendampingan terhadap usaha mikro pada pembiayaan mudharabah yang diaplikasikan oleh BMT.
2. Akademisi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana pendampingan bisa membantu para pengusaha mikro dalam usaha mereka dan mempengaruhi tingkat return BMT.
3. Praktisi
Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan peningkatan dan perkembangan kinerja pelayanan BMT.
4. Masyarakat
Membantu mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya para pengusaha kecil mengenai pendampingan yang dilakukan BMT pada pembiayaan mudharabah.
D. Kajian Pustaka
Pamulang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi anggota sebesar 28%, sedangkan 72% lainnya adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh variable lain.
“Strategi Pendampingan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (Studi Kasus pada Yayasan Microfin Indonesia)”, skripsi tahun 2005 oleh Luthfianto, mahasiswa Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsinya menjelaskan tentang beberapa strategi yang dilakukan oleh yayasan microfin Indonesia dalam mendampingi lembaga keuangan mikro syari’ah.
Skripsi Alfiah, mahasiswa Muamalat Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Efektifitas Pendampingan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Harta Insan Karimah dalam Menunjang Keberhasilan Usaha Debitur”. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pendampingan yang dilakukan oleh BPRS Harta Insan Karimah mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menunjang keberhasilan usaha debitur.
E. Kerangka Konsep
Efektifitas berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya).7 Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil. Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif.
Pendampingan menurut departemen sosial adalah proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan masyarakat dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuuhan hidup serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja dan fasilitas pelayanan public lainnya.8
Usaha Mikro menurut Awali Rizky sebagaimana dikutip oleh Dr. Euis Amalia, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul keadilan distributive dalam islam mengatakan bahwa usaha mikro adalah usaha informal yang memiliki asset, modal, omzet yang sangat kecil. Ciri lainnya adalah jenis komoditi usahanya sering berganti, tempat usaha kurang tetap, tidak dapat dilayani oleh perbankan dan umumnya tidak memiliki legalitas usaha.9
7 J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1994), h. 371
8 Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin, 2005
9 Euis Amalia, Keadilan Distributive dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)
Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata creder yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayan oleh lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan.10 Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan bab I pasal I ayat 25 Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; 4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.11
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usahanya, secara teknis, al-mudharabah
10 Moch. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Perbankan: Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT Gramedia
Pusaka Utama, 1999), Ed. I, h. 1.
11 ”Undang-undang No. 21 tahun 2008”, diakses pada tanggal 09 Maret 2010, Pukul 03.50
WIB.,
adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut12.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data yang ada lalu di analisis lebih lanjut kemudian di ambil suatu kesimpulan.
2. Jenis Data a. Data Primer
Yaitu data yang bersumber dari data-data serta informasi-informasi yang diperoleh dari lapangan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan.
12 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press dengan
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu sumber data primer yang merupakan data pokok yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan (field research) dan sumber data sekunder yang merupakan data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan (library research).
a. Field Research
Dalam penelitian ini, penulis langsung meneliti pada obyek penelitian yaitu BMT Ta’awun Cipulir Kebayoran Lama. Sehingga data yang diperoleh merupakan data primer, dengan instrument sebagai berikut:
1) Pengumpulan data arsip berupa laporan keuangan, prospectus perusahaan, data marketing, technical support dll. Untuk selanjutnya dianalisa (Content Analysis).
2) Wawancara (interview) adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari karyawan BMT Ta’awun. Wawancara ini dilakukan dengan instrument pedoman wawancara.
b. Library Research
4. Teknik Analisis
Dalam melakukan analisa data, penulis menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu pemikiran atau suatu kelas peristiwa sekarang, dengan tujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan sistematis, actual dan akurat mengenai fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.13 Untuk mengetahui efektifitas pendampingan dalam peningkatan return pembiayaan mudharabah, maka penulis membandingkan laporan mutasi rekening pembiayaan mudharabah BMT Ta’awun dengan perbandingan sebagai berikut:
a. membandingkan dua usaha yang didampingi dan tidak didampingi dengan sama-sama dibiayai dengan pembiayaan mudharabah;
b. membandingkan tingkat return sebelum dan sesudah didampingi pada satu usaha dengan pembiayaan mudharabah.
5. Pedoman Penulisan Laporan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kajian terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : KONSEP PENDAMPINGAN, USAHA MIKRO DAN
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Membahas mengenai pengertian pendampingan, tujuan, proses dan pola pendampingan, tugas pendamping serta tolook ukur efektifitas pendampingan. Pengertian usaha mikro, pengertian pembiayaan mudharabah dan perhitungan return bagi hasil.
BAB III : PENDAMPINGAN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT TA’AWUN
BAB IV : EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN TERHADAP RETURN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Beirisi analisa dan pembahasan tentang sejauh mana efektifitas pendampingan pembiayaan mudharabah terhadap return pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT. BAB V : PENUTUP
17
Pembiayaan mudharabah sebagaimana yang diketahui adalah pembiayaan dengan resiko paling tinggi. BMT sebagai penyedia dana bagi usaha mikro yang merupakan sektor usaha yang mendominasi di Indonesia harus melakukan berbagai usaha untuk meminimalisasi resiko ini. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan pendampingan.
A. Pendampingan
1. Pengertian Pendampingan
Karjono mengatakan, seperti yang dikutip oleh Ismawan bahwa pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana hubungan antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan dialogis (saling mengisi) di antara dua subjek. Diawali dengan memahami realitas masyarakat dan memperbaharui kualitas realitas kearah yang lebih baik.14
Departemen Sosial Republik Indonesia mendefinisikan pendampingan sosial sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan pekerjaan dan fasilitas pelayanan publik lainnya.15 Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan dan penguatan (empowerment).16
Dari definisi yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendampingan merupakan upaya untuk menyertai masyarakat dalam
14 Ismawan Bambang, Pamuji, Otok S., LSM dan Program Inpres Desa Tertinggal, (Jakarta:
PT Penebar Swadata, 1994), h. 40.
15 Lihat Departemen Sosial RI, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan (Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun 2006-2010), (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2005), h. 14
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan Pendampingan merupakan upaya berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Pendamping merupakan salah satu motivator bagi pengembangan masyarakat.
Berkaitan dengan pengertian pendampingan di atas, Ismawan mengatakan bahwa pendamping adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan kelompok swadaya maysrakat yang sukses dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan dan keterampilan anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha (produktif) anggota.17 Dalam kaitannya dengan pendampingan yang dilakukan di BMT, maka BMT adalah bertindak sebagai pendamping yang mendampingi para pengusaha mikro yang melakukan pembiayaan di BMT yang bersangkutan.
2. Tujuan Pendampingan
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari pendampingan adalah sebagai pemberdayaan dan penguatan. Namun lebih spesifik Twelvetrees sebagaimana yang dikutip oleh Meerada Saryati Aryani bahwa tujuan dari pendampingan adalah:18
17 Bambang, dkk., LSM dan Program Inpres Desa Tertinggal, h. 30.
a. Memastikan bahwa perubahan yang konkret terjadi di lingkungan tersebut.
b. Memungkinkan orang-orang yang diajak bekerja untuk
menggabungkan kepercayaan dan kemampuan dalam menangani permasalahan.
Seperti juga yang dikemukakan oleh Pincus dan Minahan dalam Adriani:19 a. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan masalah
dan mencontohkannya.
b. Menghubungkan orang dengan system yang menyediakan mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-kesempatan. c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sistem
tersebut.
d. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan sosial dan memperbaiki kebijakan sosial.
3. Proses dan Pola Pendampingan
Menurut Aslihan Burhan beberapa macam pola pendampingan adalah sebagai berikut:20
19 Andriani Sumampouw dkk, Ada Bersama Tradisi, (Semarang: Swisscontact & Limpad,
2000), h. 36.
20
a. Motivasi
Memotivasi atau memberi dukungan baik dengan moril maupun materi untuk berwirausaha dan menumbuhkan semangat swadaya dan memulai langkah maju dengan semangat kemandirian dan professional.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan dilakukan berdasarkan tingkat perkembangan kelompok, mulai dari penyadaran diri, motivasi kelompok, administrasi organisasi dan keuangan, motivasi usaha kolektif, kepemimpinan sampai analisa situasi.
c. Bimbingan dan Konsultasi
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pendidikan yang telah dijalankan dan lebih banyak diarahkan pada program perorangan atau kelompok yang lebih kecil dengan kasus-kasus setempat dan spesifik.
d. Monitoring dan Evaluasi
Agar perubahan kondisi yang lebih baik berhasil dilakukan, seorang pendamping harus melalui suatu tahap perubahan berencana seperti yang dikemukakan oleh Lippit, Watson dan Westley yang dikutip oleh Adi, yakni:21
a. Tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan
Sebelum proses perubahan berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat harus diterjemahkan sebagai kesadaran mengenai masalah yang ada. Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk berubah dan keinginan untuk mencari bantuan dari luar system. Tetapi pada suatu kasus tertentu, masyarakat tidak mengetahui bagaimana harus menggali kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan kebutuhan riil (riil needs) mereka, serta tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan riil mereka. Dalam kasus seperti ini mereka memerlukan hadirnya agen perubahan (change agent) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan.
b. Tahap pemantapan relasi kebutuhan
Pada tahap ini, antara pendamping dan klien melakukan pemantapan hubungan. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerja sama dengan
mereka kearah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat memperoleh data yang akurat mengenai kebutuhan dan sumber daya system klien, serta membentuk kepercayaan warga yang ikut aktif melakukan perubahan dalam masyarakat.
c. Tahap klarifikasi atau diagnosis masalah sistem klien
Adalah proses dimana pendamping mempelajari sistem klien, setelah sebelumnya pendamping mengumpulkan data yang akurat mengenai sistem kllien.
d. Tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan serta penentuan tujuan program dan kehendak untuk melakukan tindakan
Dari data yang telah dianalisis kemudian ditentukan tujuan operasional dari program ataupun kegiatan yang akan dilakukan serta alternative cara yang akan ditempuh guna mencapai tujuan tersebut.
f. Tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan
Adalah tahap institusionalisasi atau pelembagaan perubahan menjadi bagian yang tetap bagi masyarakat.
g. Tahap terminasi
Merupakan akhir dari suatu relasi perubahan. Berakhirnya suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah habis atau karena masyarakat itu sudah siap untuk mandiri untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan masyarakat terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat untuk mandiri, sehingga tidak diperlukan pendamping di daerah tersebut.
4. Tugas Pendamping
Mayo yang dikutip oleh Adi menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang pendamping, yaitu:22
a. Menjalin kontak dengan individu, kelompok atau organisasi
b. Mengembangkan profil komunitas, menilai (asses), kebutuhan dan sumber daya masyarakat.
c. Mengembangakn analisis strategis, merencanakan sasaran, tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
d. Memfasilitasi kemapaman kelompok-kelompok sasaran
e. Bekerja secara produktif dalam mengatasi konflik, baik konflik antar kelompok ataupun organisasi
f. Mengelola sumber daya yang ada termasuk waktu dan dana
g. Mendukung kelompok dan organisasi guna mencapai sumber daya yang dibutuhkan, misalnya dalam hal dana dilakukan dengan membuat proposal permohonan dana
h. Memonitor perkembangan program atau kegiatan terutama pemanfaatan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
i. Menarik diri dari kelompok yang sudah berkembang dan memfasilitasi proses perpisahan yang efektif
j. Mengembangkan, memantau dan mengevaluasi strategi yang serupa.
penyelenggaraab kelompok, sebagai fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung) ataupun dinamisator (penggerak).23
5. Tolok Ukur Efektifitas Pendampingan
Efektifitas diartikan sebagai padanan kata yang menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain bahwa suatu usaha dapat dikatakan efektif jika usaha tersebut mencapai tujuannya. Secara ideal efektifitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti, sehingga ada standardisasi tercapainya tujuan X dan lain sebagainya.24
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan efektifitas adalah berasal dari kata efektif yang mempunyai beberapa arti antara lain:
a. Ada efeknya (akibat, pengaruh dan kesan) b. Manjur atau mujarab
c. Membawa hasil, berhasil guna (usaha tindakan) dan mulai berlaku
23
Onny S. Prijono dan A. M. W. Pranarka, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996), h. 142.
Dan dari kata itu muncul pula kata keefektifan yang diartikan dengan keadaan berpengaruh, berkesan, kemanjuran dan keberhasilan25. Salah satu konsep utama dalam mengukur prestasi kerja adalah efektifitas. Menurut ahli manajemen Peter Brucker efektifitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right). Efektifitas merupakan kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu.26
Dari banyak pengertian mengenai efektifitas diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah keadaan dimana suatu pekerjaan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan tujuannya. Untuk mencapai keadaan ini tentunya harus melalui mekanisme yang berfungsi sebagai komponen pendukung.
Menurut Georgopoulus yang dikutip oleh Rini Yulianti dalam skripsinya bahwa mekanisme efektivitas terdapat dalam beberapa komponen, yakni:27
a. Produktivitas adalah sama artinya dengan efisien
b. Luwes, artinya mematuhi norma-norma dan memuaskan anggota dan konsep daya suai. Maksudnya adalah kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri pada perubahan, baik perubahan di dalam maupun di luar organisasi.
25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1998), h. 219.
26
T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 7
27 Rini Yulianti, Efektivitas “Pemanfaatan Al Qardhul Hasan bagi Pedagang Kecil”, Skripsi
c. Ketegangan, adalah konflik dan pertentangan di antara anggota-anggota organisasi, yang erat kaitannya dengan peningkatan (kalau terkendali) dan penurunan (kalau dibiarkan berlarut-larut).
Dalam usaha memahami efektivitas yang bersifat abstrak ini, beberapa analisa organisasi berusaha mengidentifikasi segi-segi yang menonjol kaitannya dengan konsep ini. Walaupun ada sederetan panjang kriteria kerja yang dipakai, namun kriteria yang paling banyak dipakai meliputi hal-hal berikut:28
a. Kemampuan menyesuaikan diri b. Produktivitas
c. Kepuasan kerja d. Kemampuan berlaba e. Pencarian sumber dana
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas dalam sebuah usaha dilihat dari kriteria menyesuaikan diri, produktifitas yang meningkat, kepuasan kerja, kenaikan kemampuan berlaba dan pencarian sumber dana. Dalam tahap pendampingan dikenal dengan tahap terminasi, tahap dimana kemandirian komunitas untuk terus melakukan kegiatannya tanpa ketergantungan kepada pendamping lapangan. Dalam tahap ini pemutusan hubungan formal
28 Bambang Kustianto, Ikhtisar Studi Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia, 1991),
memang sudah dilakukan oleh pendamping. Community worker hanya bertindak sebagai tempat konsultasi.29
B. Pengertian Usaha Mikro
Usaha mikro adalah usaha yang bersifat menghasilkan pendapatan dan dilakukan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. Sedangkan Pengusaha Mikro adalah orang yang berusaha di bidang usaha mikro. Ciri-ciri usaha mikro antara lain, modal usahanya tidak lebih dari Rp 10juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), tenaga kerja tidak lebih dari lima orang dan sebagian besar mengunakan anggota keluarga/kerabat atau tetangga, pemiliknya bertindak secara naluriah/alamiah dengan mengandalkan insting dan pengalaman sehari-hari. Maka itulah, kegiatan usaha mikro ini belum disertai analisis kelayakan usaha dan rencana bisnis yang sistematis, namun ditunjukkan oleh kerja keras pemilik/sekaligus pemimpin usaha. Kegiatan usaha menggunakan teknologi sederhana dengan sebagian besar bahan baku lokal, dipengaruhi faktor budaya, jaringan usaha terbatas, tidak memiliki tempat permanent,
29 Masdariyah, “Pelaksanaan Program Sinergis Pemberdayaan Komunitas Pos Keadilan
usahanya mudah dimasuki atau ditinggalkan, modal relatif kecil, dan menghadapi persaingan ketat30.
Menurut pada bab I pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Dalam pasal 6 Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:31
1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil dalam Pasal 3 mengenai kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:32
1. usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia;
30
“Mengenal Kelompok Usaha Mikro”, diakses pada 17 november 2010 pukul 23.30 WIB dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1094&catid=2&
31 “Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008”, artikel diakses
pada tanggal 17 Nopember 2010 pukul 23.30 WIB dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC75-9858774DF852/17681/UU20Tahun2008UMKM.pdf
32 “ Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003”, diakses pada tanggal 17 november
2. memiliki hasil penjualan yang banyak RP 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha mikro mempunyai peran yang strategis di negara kita. Indikasi yang menunjukkan peran usaha mikro dapat dapat dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cukup berati.33 Fakta ini dapat kita lihat dari hasil Pendaftaran (Listing) Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006 (SE06) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)34:
Tabel 2.1 Jumlah Perusahaan/Usaha menurut Skala Usaha dan Pulau,
Tahun 2006 (dalam ribuan)
33 Panji Anaraga dan Djokon Sudantoko, Koperasi KewirausahaandanUsaha Kecil, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2002), h. 244
34 “Pendaftaran (Listing) Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006 (SE06)”, diakses pada 17
november 2010, http://www.bps.go.id/brs_file/se06-02jan07.pdf? Skala Usaha
Kalimantan 888,0 202,5 6,4 2,5 1 099,4 1,4 1 100,8 Sulawesi 1 404,8 172,4 5,9 2,2 1 585,4 0,6 1 585,9 Maluku & 256,9 42,3 1,4 0,6 301,2 0,4 301,6 Papua
Indonesia 18 951,2 3 597,3 120,8 45,6 22 714,9 12,6 22 727,4 (83,43) (15,84) (0,53) (0,20) (100,00)
Sumber: BPS 2007
Dari 22,7 juta perusahaan/usaha, 12,6 ribu perusahaan/usaha diantaranya (0,06 persen) merupakan perusahaan/usaha yang tidak dapat diklasifikasikan skala usahanya, karena berdasarkan hasil pencacahan di lapangan, perusahaan/usaha tersebut hanya merupakan unit kegiatan ekonomi yang melayani keperluan perusahaan pusat/induknya.35 Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa mayoritas usaha di Indonesia adalah usaha mikro, yakni sebanyak 83,43%.
Persentase perusahaan/usaha skala usaha mikro terhadap seluruh perusahaan/usaha sejalan dengan persentase tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan/usaha skala usaha mikro. Bila persentase perusahaan/usaha mikro terhadap jumlah seluruh perusahaan/usaha sebesar 83,43 persen maka persentase tenaga kerjanya sebesar 62,68 persen (31.210.900 dari 49.990.400 tenaga kerja). Sementara jumlah tenaga kerja pada perusahaan/usaha besar tercatat hampir 5 juta
orang (10,02 persen), dan pada perusahaan/usaha menengah sebanyak 2,7 juta orang (5,39 persen).36
C. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan bab I pasal I No. 25, yang dimaksud Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil37”.
Sedangkan mudhãrabah berasal dari kata dharib, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usahanya, secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut38.
Dalam pembiayaan Bank Syariah dan BMT, mudharabah merupakan suatu bentuk kerjasama usaha yang terjadi, antara satu pihak sebagai penyedia modal sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola, agar kedua pihak berbagi keuntungan menurut kesepakatan bersama dengan kesanggupan untuk menanggung resiko39. Walaupun bank bukanlah pemilik modal sebenarnya. Ini
37 “Undang-undang No. 21 tahun 2008”, artikel diakses pada tanggal 17 Nopember 2010 dari
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf
38 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press dengan
Tazkia Cendikia, 2001), h. 96.
adalah inovasi dari skema mudharabah klasik yang telah dikembangkan oleh para ulama kontemporer.
Hal tersebut di atas menurut M. Anwar Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Adiwarman Karim dilakukan dengan alasan karena skema mudharabah klasik40 sudah tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan pada bank atau lembaga keuagan lainnya termasuk BMT dengan beberapa pertimbangan berikut:41
a. sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya terjadi hubungan yang langsung dan professional;
b. banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahibul maal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu;
c. lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.
Dengan alasan inilah ulama memperbolehkan adanya indirect financing, yakni bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga
40 Mudharabah yang dilakukan hanya di antara dua pihak. Shahibul maal sebagai pemilik
dana berhubungan langsung dengan mudharib yang membutuhkan dana (direct financing).
41 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT
sebagai sumber dananya. Selanjutnya dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning asset).42
Secara umum, mudharabah dibagi menjadi dua yaitu mudharabah mutlaqah (Unrestricted Investment Account) dan mudharabah muqoyyadhah (Restricted Investment Account).
a. Mudharabah Mutlaqah (bebas)
Mudharabah Mutlaqah atau disebut dengan Unrestricted Investment Account adalah akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara
shahibul maal selaku investor dengan mudharib selaku pengusaha yang berlaku secara luas. Atau dengan kata lain pengelola (mudharib) mendapatkan hak keleluasaan (disrectionary right) dalam pengelolaan dana, jenis usaha, daerah bisnis, waktu usaha, maupun yang lain.
b. Mudharabah Muqoyyadah (terikat)
Disebut juga dengan istilah Restricted Investment Account yaitu kerjasama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal selaku investor dengan pengusaha atau mudharib, investor memberikan batasan tertentu baik dalam hal jenis usaha yang akan dibiayai, jenis instrumen, resiko, maupun pembatasan lain yang serupa43.
42 Ibid., h. 211.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah penyediaan dana oleh lembaga keuangan yang transaksinya menggunakan akad
mudharabah, dimana lembaga keuangan bertindak sebagai shahibul maal yang menyalurkan dana dari pihak ketiga kepada nasabah
mudharib, sedang pembagian keuntungan dan kerugian adalah sesuai dengan kesepakatan.
2. Perhitungan Return Bagi Hasil
Karena investasi adalah menempatkan uang untuk bekerja, maka dirasa penting untuk mengetahui bagaimana uang akan digunakan dan apakah akan digunakan secara efektif. Akal sehat investor perlu dipersenjatai dengan konsep-konsep yang membantu untuk mengukur kualitas sebuah investasi. Salah satunya adalah dengan menghitung return, secara singkat return berarti hasil investasi.
Berikut Rumus yang digunakan oleh penulis dalam perhitungan return bagi hasil:44
Angsuran Pokok =
Laba = %laba x Saldo Pembiayaan
BAHAS BMT = Nisbah BAHAS x laba
Simpanan Pembiayaan = 0,25% x Plafon Pembiayaan
44 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (Yogyakarta, UII Press,
2004), h. 176.
Total Angsuran = Angsuran Pokok + BAHAS+ Simpanan Pembiayaan
Saldo Bulan Kedua = Saldo Bulan 1 - Angsuran Pokok Dimana :
a. Angsuran Pokok : Pembayaran angsuran pembiayaan tanpa ditambah dengan bagi hasil yang dibayarkan setiap bulan.
b. Plafon Pembiayaan : Batas maksimal pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.
c. Jangka Waktu : Waktu pembayaran pelunasan pembiayaan.
d. Laba : Keuntungan yang diperoleh BMT dari hasil usaha nasabah pembiayaan mudharabah.
e. BAHAS : Bagi Hasil.
f. Nisbah BAHAS : Prosentase yang ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan antara pihak BMT dengan pihak nasabah.
g. Simpanan Pembiayaan : Simpanan nasabah yang besarnya ditentukan oleh BMT pada saat aqad sebesar 0,25% dari plafon pembiayaan. h. Total Angsuran : Angsuran yang terdiri dari angsuran pokok,
BAHAS dan simpanan pembiayaan.
39
A. GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN 1. Sejarah Berdiri
Usaha mikro, kecil dan menengah adalah usaha yang mendominasi di
Indonesia. Kiprahnya dalam penyerapan tenaga kerja juga sumbangannya
terhadap PDB yang mencapai 53% sudah tidak diragukan lagi. Sayangnya
kesulitan mengakses dana membuat mereka tersendat dalam mengembangkan
usahanya, mengingat sebagian besar meeka berasal dari sector informal yang
tidak bankable. Inilah yang membuat lembaga keuangan mikro ”menjamur”
di Indonesia. Ada banyak pilihan yang dapat dipilih sebagai alternatif
pencarian dana bagi pengusaha mikro dan kecil, mulai dari koperasi, BPR,
LKMD yang kesemuanya dijalankan dengan sistem konvensional hingga
lembaga keuangan yang dijalankan dengan sistem syar’ah seperti BPRS,
koperasi syari’ah dan BMT.
BMT TA’AWUN adalah salah satu lembaga keuangan mikro syari’ah
yang meramaikan kancah permodalan bagi usaha mikro dan kecil, berlokasi
di Jl. Amsar No. 4 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan Legalitas
SK Menkop dan UKM No: 0254/BH/-1.82/VII/2005 dan Akta Notaris:
ARNASYA PATTINAMA, SH No: 6 Tanggal 18 Juli 2005 dan telah
Tanggal 09 September 2009 Notaris TITIEK IRAWATI No. 24 Tanggal 05
Agustus 2009.
BMT Ta’awun didirikan oleh Bapak Abdul Hoir dengan modal awal
pendirian sebesar Rp. 92.751.700 dan asset perusahaan senilai Rp.
194.026.901 dengan jumlah karyawan sebanyak 6 orang. Dan pada tahun
2008 modal BMT At-Ta’awun meningkat menjadi Rp. 11.249.872.446 dan
asset perusahaan senilai Rp. 3.496.262.384, dengan jumlah karyawan
sebanyak 16 orang. Kehadiran BMT Ta’awun telah memberikan harapan bagi
rakyat kecil untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha ke arah yang
lebih baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui lembaga ini sebagai salah satu pilihan terbaik dalam
bermuamalah.
2. Visi dan Misi
a. Visi BMT Ta’awun
• Bersama membangun perekonomian umat dengan pembinaan
usaha mikro dan pemberdayaan dhu’afa produktif secara
amanah dan profesional
• Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang professional
dan amanah.
b. Misi BMT Ta’awun
• Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang professional
• Melayani dan membina masyarakat mikro dengan
produk-produk perbankan syari’ah dalam pengembangan usaha
• Mengelola zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat secara
profesional dan amanah
• Melkukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap mustahik
untuk menjadi muzaki
3. Struktur Organisasi
BMT Ta’awun memiliki susunan kepengurusan yang terstruktur.
Kepengurusan ini dibagi menjadi dua bagian, pengurus yang sifatnya hanya
memantau dan membuat kebijakan serta pengurus yang mengelola langsung
kegiatan bisnis di BMT. Pengurus yang sifatnya sebagai pemantau adalah
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang bertugas sebagai pemantau kegiatan,
produk dan jasa BMT apakah telah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah, Dewan Pengawas Manajemen yang bertugas mengawasi
manajemen, organisasi BMT dan lain sebagainya, serta sebagai pembuat
kebijakan yakni Ketua Pengurus, Sekretasis Pengurus dan bendahara
pengurus. Sedangkan pada pengelola BMT terdapat banyak bagian yang
meliputi semua aktifitas keseharian BMT. Untuk lebih lanjut maka akan
disebutkan struktur organisasi yang ada pada BMT Ta’awun.
a. Pengurus KJKS Ta’awun
Dewan Pengawas Syari’ah : H. Masyhuri Husein, S. Ag.
: Ir. Abdul Mukhlis
: Sarah Bulkis
Ketua Pengurus : Ir. H. Hilwin Manan
Sekretaris Pengurus : Ir. H. Moch. Agustiono, MM.
Bendahara : H. Abdul Hoir
b. Pengelola BMT Ta’awun
General Manager : Subandikot, A. Md.
Manajer Keuangan & HRD : Syahruddin, S. Kom.
Manajer Pembiayaan
& Operasional : Abdul Kodir, S.H.I.
Kepala Bagian Marketing : Kamaluddin
: Aris, S.Sos.
: Irwansyah, S.Pdi.
Kepala Bagian Baitul Maal :Irfan Abdullah
Senior Marketing : Iim Arif Iman Nudin
: Mulyadi
: Nur Achmad
: Zuriyat
Staff Teller, Customer Service
& ADM : Dian Amrulloh, S.E.
: Septian Pratama, A.Md.
: Fitriyani
: Rathna Shopianti
4. Produk dan Jasa BMT
a. Produk Penghimpunan Dana
1) Simpanan Ta’awun : Jenis simpanan yang bersifat umum dan
dapat diambil kapan saja pada waktu jam kerja.
2) Simpanan Pendidikan : Produk simpanan yang biasa
digunakan untuk kebutuhan persiapan pendidikan dan proses
pengambilannya sesuai dengan masa-masa pendidikan yaitu
persemester yang tepatnya pada bulan Juli dan Desember.
3) Simpanan Idul Fitri : Produk simpanan yang digunakan untuk
kebutuhan menjelang Idul Fitri dan proses pengambilannya
hanya bisa dilakukan 1 bulan sebelum hari raya idul fitri.
4) Simpanan Qurban : Simpanan yang memang dipersiapkan
untuk mereka yang berniat untuk menjadi seorang mudhahi
(pequrban) pada saat hari raya Idul Adha, yang dananya
tersebut akan digunakan untuk membeli hewan qurban dan
dapat diambil 1 bulan sebelum hari raya Idul Qurban.
5) Investasi Mudharabah Berjangka : Simpanan berjangka yang
sistem pengambilannya hanya pada jangka tertentu yaitu 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Simpanan ini pun juga
dapat di rool over (perpanjang) waktunya sesuai keinginan
mitra.
b. Produk Penyaluran Dana
1) Pembiayaan Murabahah: Salah satu jenis produk pembiayaan
dengan sistem jual – beli syariah, dimana harga jualnya terdiri
dari harga pokok barang (pembiayaan) ditambah keuntungan
(margin) yang disepakati, sementara pembayarannya bisa
dilakukan dengan tunai, tangguh, ataupun dicicil.
2) Pembiayaan Mudharabah : Kerjasama antara pemilik modal
dengan pemilik tenaga (pekerja). Dalam hal ini, BMT 100%
memberikan permodalan kepada pengusaha yang sudah
memiliki skill dan tenaga kerja tetapi belum memiliki modal
sama sekali, dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.
3) Pembiayaan Musyarakah : Penyertaan modal atau kerjasama
antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha
tertentu yang halal dan produktif dengan pembagian nisbah
(bagi hasil) sesuai kesepakatan dan resiko usaha ditanggung
porsi kerjasama.
4) Pembiayaan Qardh : Pembiayaan kebajikan/lunak dengan
memberikan pembiayaan/ pinjaman kepada mitra yang dapat
ditagih atau diminta kembali dengan tanpa minta imbalan atau
kelebihan dari pokok pinjaman. Pembaiayaan ini hanya
diberikan kepada para dhuafa atau mustahik zakat.
5) Pembiayaan Ijarah : Pembiayaan dengan memindahkan hak
upah sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan barang
atau jasa tersebut.
6) Pemberdayaan zakat dalam bentuk santunan, beasiswa
pendidikan, qardhul hasan, amilin, muqayyadah.
c. Jasa Pelayanan
1) Pembayaran rekening listrik, telepon, dan PAM
2) Pengurusan BPKB, STNK, dan SIM
B. Praktek dan Pola Pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah 1. Praktek Pembiayaan Mudharabah Di BMT Ta’awun
Mekanisme pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh BMT,
umumnya menetapkan suatu ketentuan teknis yang ditujukan bagi nasabah
atau para pengusaha yang hendak menjalin kemitraan usaha dengan BMT.
Ketentuan teknis tersebut berintikan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak
BMT kepada nasabah yang mengajukan pembiayaan. Dilihat dari kerangka
praktisnya, ketentuan bagi pengajuan bantuan pembiayaan di Bmt tidal jauh
dengan lembaga keuangan konvensional, akan tetapi yang membedakan
adalah tata cara berinteraksi dan memperhitungkan bagi hasil yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Mekanisme perhitungan bagi
hasil yang diterapkan di BMT Ta’awun adalah profit sharing . Profit sharing
adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total
memperoleh pendapatan tersebut.45 Keuntungan yang didapat dari hasil usaha
tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih
dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha.
Gambar 3.1 Tentang skema proses pembiayaan
45
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264
Sumber: BMT TA’AWUN
Adapun beberapa proses pengajuan permohonan pembiayaan di BMT
TA’AWUN seperti terlihat pada gambar 3.1 Tentang skema proses
pembiayaan untuk tahap awal, mengajukan sebuah permohonan pembiayaan
dengan membuat surat permohonan pembiayaan, proses selanjutnya pihak
BMT Ta’awun akan melakukan penilaian kelayakan dan menjadi wewenang
BMT Ta’awun dalam memberikan persetujuan atau penolakan permohonan
pembiayaan. Ketentuan persyaratan dokumentasi yang diterapkan
berbeda-beda, dalam hal ini beberapa langkah yang di berlakukan oleh pihak BMT
Ta’awun antara lain:
a. Persyaratan-persyaratan
1) Mengajukan permohonan melalui marketing BMT Ta’awun di pasar
atau datang langsung ke kantor.
2) Mengisi surat permohonan pembiayaan
3) Melengkapi persyaratan administrasi/surat-menyuratnya seperti:
a) Foto copy KTP Suami istri (bila menikah)
b) Foto copy Kartu Keluarga/surat nikah
c) Foto copy Jaminan (BPKB, Sertifikat tanah, Surat kios)
d) Slip gaji asli (bagi karyawan)
4) Survey usaha dan tempat tinggal
b. Analisis kelayakan usaha
Setelah persyaratan dipenuhi maka BMT akan meninjau langsung ke
Laporan keuangan, pendapatan perbulan, penetapan jaminan. Analisis
kelayakan usaha yang BMT Ta’awun lakukan mencakup:
1) Character, yaitu penilaian selektif terhadap mudharib dan mengukur
profitabilitas bagi pengembalian pembiayaan.
2) Capacity, yaitu kemampuan pemohon dalam pengelolaan
menunjukan prestasi, baik dari segi kegiatan bisnis maupun dalam
prilaku usahanya.
3) Capital, yaitu penilaian terhadap modal yang dapat diberikan kepada
calon debitur sesuai dengan kelayakan atas usaha yang akan
dijalankannya atau yang sedang dijalankannya.
4) Condition, yaitu keadan usaha calon mudharib yang berkaitan
dengan peluang dan prospek usaha mudharib atau nasabah dalam
mengelola dana pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT
5) Collateral, yaitu adanya jaminan yang diberikan oleh mudharib atau
nasabah kepada pihak BMT, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Keharusan adanya jaminan ini bersifat kondisional
c. Komite
Setelah bagian marketing BMT Ta’awun melakukan survey kepada calon
mudharib dan menganalisisnya maka, bagian marketing akan membuat
proposal pembiayaan yang akan di presentasikan pada sidang komite.
Terjadinya penolakan atas pengajuan pembiayaan pada BMT Ta’awun
ditantukan, kemudian disampaikan kepada pemohon dengan lisan dan
tertulisan.
d. Persetujuan dan pengikatan pembiayaan
Persetujuan dan pengikatan pembiayaan terjadi setelah anggota sidang
komite menerima proposal yang dipresentasikan marketing pembiayaan.
Kemudian marketing menghubungi nasabah dan melakukan pengikatan
perjanjian. Setelah pengikatan terjadi antar BMT Ta’awun dan pemohon
pembiayaan maka pencairan dana pun langsung bisa dicairkan.
Pengawasan yang dilakukan BMT Ta’awun kepada mudharib dilakukan
oleh bagian marketing langsung yang meliputi penyelesaian masalah dan
memberikan solusinya.
2. Pola Pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah BMT Ta’awun
Pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun baru ada sejak awal 2009,
fawalnya BMT Ta’awun tidak mempraktekkan pola pendampingan, namun
dengan banyaknya masalah pada pembiayaan mudharabah tanpa
pendampingan akhirnya BMT Ta’awun melakukan praktek pendampingan
pada semua pembiayaan mudharabah. Pola pendampingan yang dilakukan
oleh BMT Ta’awun adalah sebagai berikut:46
a. Motivasi
46
Dalam rangka meningkatkan kinerja dari usaha yang dilakukan
nasabah pembiayaan mudharabahnya, BMT Ta’awun senantiasa
menumbuhkan semangat kemandirian dan profesionalisme
nasabahnya melalui dukungan moril. Ini dilakukan agar nasabah
termotivasi untuk dapat melunasi kewajiban tepat pada waktunya.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun
adalah berdasarkan tingkat perkembangan nasabahnya. Untuk
nasabah pembiayaan mudharabah yang usahanya adalah lembaga
keuangan mikro atau BMT, BMT Ta’awun memberikan
pendidikan berupa bagaimana pola pelemparan dana pada nasabah
mereka, analisa pelaporan dana. Selain itu juga BMT memberikan
pelatihan keBMT-an untuk mereka. Dan untuk usaha yang dibiayai
selain BMT, maka BMT Ta’awun melakukan pendampingan
berupa pembuatan laporan keuangan yang accountable, pembuatan
laporan keuangan bulanan.
c. Bimbingan dan Konsultasi
Bimbingan dan konsultasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun pada
nasabahnya. Selain itu juga BMT Ta’awun membantu melakukan
promosi bagi nasabahnya.
BMT Ta’awun melakukan monitoring kepada pengusaha yang
merupakan nasabah pembiayaan mudharabahnya. Kegiatan ini
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan atau pemantauan terhadap
biaya, apakah biaya yang dihabiskan sudah dilakukan dengan
seefisien mungkin. Ini perlu dilakukan karena perhitungan bagi
hasilnya menggunakan profit and lost sharing. Dan pada
pembiayaan mudharabah yang hitungan bagi hasilnya
menggunakan revenue sharing, maka monitoring tetap dilakukan
pada aktifitas bisnis nasabah untuk menghindari kerugian. Setiap
perkembangan yang terjadi dicatat oleh BMT Ta’awun untuk
kemudian dievaluasi dan dinilai seberapa jauh keberhasilan yang
telah dicapai oleh nasabahnya.
C. Kriteria Usaha yang Didampingi
BMT Ta’awun merupakan salah satu lembaga mikro yang cukup besar.
Hingga tahun 2009 aset BMT Ta’awun mencapai Rp. 4.366.505.695,- dengan
realisasi pembiayaan sebesar Rp. 4.398.781.000,-. Dari jumlah pembiayaan yang
terealisasi tersebut porsi pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah kurang
dari Rp. 200.000.000,- Kebanyakan pembiayaan yang dilakukan adalah
murabahah sedang sisanya adalah ijaroh dan qord. Dan pada tahun 2010 jumlah
TAHUN PLAFON
PLAFON
MURABAHAH MUDHAROBAH MUSYAROKAH IJARAH QORD
2009 Rp.4.398.781.000 Rp.3.934.443.000 Rp .130.000.000 Rp. 35.000.000 Rp. 285.850.000 Rp.13.488.000
2010 Rp.8.225.772.500 Rp.7.119.642.200 Rp. 254.165.800 Rp. 36.200.000 Rp. 810.003.500 Rp. 5.761.000
Kenaikan
53,4 % 55,2% 51% 68% 21,6% 32,9%
Perputaran keuangan yang sangat cepat ini harus diimbangi dengan
manajemen yang baik dalam rangka mengurangi resiko yang dapat saja terjadi.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk meminimalisasi resiko adalah melakukan
pendampingan pada usaha mikro yang dibiayai.
Hingga bulan Januari 2011 tercatat ada 16 pembiayaan mudharabah dengan
total plafon sebesar Rp. 344.165.800,-. Semua pembiayaan tersebut didampingi
oleh pihak BMT Ta’awun dengan memenuhi syarat sebagai berikut:47
1. Usaha Karyawan (Test Case Product)
Pembiayaan mudharabah awalnya diberikan pada karyawan BMT, ini
adalah sebagai bentuk test case product sebelum nantinya dilakukan
pembiayaan mudharabah pada pihak luar atau masyarakat sekitar.
Pembiayaan ini ini selalu dipantau oleh pihak BMT Ta’wun. Setiap
perkembangan dicatat dan dievaluasi oleh BMT. Pendampingan yang
dilakukan pada usaha milik karyawan BMT Ta’awun sendiri akan lebih
mudah dilakukan. Karena dapat setiap saat meantau perkembangan yang
terjadi pada usaha karyawan BMT yang dibiayai.
2. Usaha yang bukan temporary (Continue)
Usaha yang didampingi haruslah usaha yang sifatnya berkesinambung,
bukan usaha sementara, mengingat ada beberapa tahapan yang dilakukan
dalam pendampingan. Pola pendampingan yang sifatnya monitoring
47
laporan keuangan harus dilakukan pada usaha yang terus mnerus. Usaha
yang sifatnya temporary hanya dilakukan pada waktu tertentu dan tidak
memungkinkan untuk dimonitoring secara terus menerus.
3. Pendanaan yang sesuai dengan apa yang dimiliki BMT (usaha mikro).
Pembiayaan BMT Ta’awun yang sebagian besar digulirkan pada
pembiayaan murabahah, ijaroh dan selebihnya pada musyarakah dan
mudharabah. Jika dibandingkan dengan bank maka jumlah pembiayaan
yang digulirkan jauh leih sedikit, segmentasinya pun hanya pada
pengusaha menengah ke bawah. Karenanya BMT Ta’awun hanya
memberikan pendampingan pada usaha yang dibiayai dengan akad
mudharabah yang kebanyakan merupakan usaha mikro.
4. Mudharib bekerjasama (kooperatif) dan bertanggung jawab dalam
akuntabilitas laporan.
Pembiayaan mudharabah digulirkan dengan studi kelayakan pembiayaan.
Karakter mudharib sangat mempengaruhi pada digulirkan atau tidaknya
suatu pembiayaan. Tercapainya target dan tujuan dari pendampingan
sangat dipengaruhi juga oleh karakter mudharib. Pendampingan yang
dilakukan pada pembiayaan mudharabah akan berjalan lancar dan
maksimal dengan karakter mudharib yang bertanggung jawab.
5. Usaha informal yang minim manajemen
Tujuan utama dari pedampingan adalah sebagai pemberdayaan dan
usaha di Indonesia adalah sasaran utama dari pendampingan.
Usaha-usaha ini kebanyakan bersifat informal yang minim manajemen.
Manajemen yang berlaku bersifat sangat tradisional dan tidak terstruktur.
Pendampingan dilakukan untuk membuat manajemen mereka lebih
teratur yang akhirnya dapat memperkuat dan meningkatkan kinerja.
D. Biaya Operasional yang disebabkan Adanya Pendampingan
Pendampingan oleh BMT Ta’awun dilakukan dengan beberapa pola. Praktek
pendampingan ini akan sangat berguna baik dari sisi pengusaha sebagai nasabah
maupun BMT sebagai penyedia jasa pembiayaan. Para pengusaha akan sangat
terbantu dengan adanya pendampingan yang dilakukan BMT. Pengusaha akan
mengerti bagaimana manajemen keuangan yang baik, bagaimana membuat
laporan keuangan dan lain sebagainya.
Manfaat pendampingan juga dapat dirasakan oleh pihak BMT selaku
penyedia modal atau shahibul maal. Pendampingan dapat berfungsi sebagai salah
satu manajemen resiko. Melalui pendampingan, BMT Ta’awun tau persis kemana
dan bagaimana uang mereka diusahakan, karena BMT mengawasi, membimbing
dan memberi pendidikan tentang bagaimana mengusahakan uang mereka dengan
baik.
Karena pendampingan yang dilakukan berfungsi sebagai manajemen resiko,
maka pendampingan dilakukan cuma-cuma atau tanpa pembebanan biaya kepada
nasabah. Pembuatan laporan keuangan, promosi pemantauan biaya dan
dapat menjalankan usaha mereka dengan profesional. Usaha-usaha ini mempunyai
nilai timbal balik baik bagi nasabah pembiayaan mudharabah maupn BMT
Ta’awun.48
Pendampingan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun kepada nasabah
pembiayaan mudharabahnya dilakukan baik terjun langsung ke lapangan maupun
hubungan yang dilakukan via telpon. Pihak BMT yang ditugaskan untuk
melakukan pendampingan adalah kepala bagian saja yang tentunya sudah
mumpuni dalam bidangnya. Baik pendampingan yang dilakukan dengan terjun
langsung ke lapangan maupun via telpon tentu mengeluarkan biaya yang harus
ditanggung oleh BMT Ta’awun. Namun biaya ini tidak banyak dan sangat tidak
berpengaruh pada kegiatan pembiayaan nasabah dan BMT.49
48
Hasil Wawancara pribadi dengan Bagian Marketing BMT Ta’awun, Bpk. Irwansyah. Tanggal 17 Desember 2010.
49
57
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
A. Efektifitas Pendampingan Usaha Mikro terhadap Tingkat Return pada Pembiayaan
Mudharabah
1. Esensi Pendampingan dalam Pembiayaan Mudharabah
Salah satu faktor yang membuat para pengusaha mikro bisa bertahan dan terus tumbuh, yaitu adanya proses pendampingan yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro yang memiliki kepedulian terhadap perekonomian rakyat. Selain memberikan bantuan berupa materi kepada pengusaha mikro ini, lembaga keuangan juga harusnya memberikan pengetahuan dan bimbingan manajemen, keuangan dan lainnya yang berhubungan dengan usaha mereka.