• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

PDRB Kabupaten Deli Serdang Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, BPS

PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka, BPS

No Lap.Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 3.621,22 6.134,94 6.708,38 7.178,48 7.818,19 2 Pertambangan &

Penggalian 309,09 387,66 438,51 472,80 512,32 3 Industri 17.002,51 15.843,48 17.897,80 19.013,99 20.685,45 4 Pengadaan Listrik, Gas,

Air Minum 70,53 82,52 95,42 104,09 107,49

5 Konstruksi 740,20 6.543,22 7.348,55 8.061,37 9.025,98 6 Perdagangan, Hotel,

Restoran 6.793,46 7.063,04 7.879,64 8.702,41 9.757,26 7 Pengangkutan 538,85 2.332,31 2.684,23 3.240,99 6.130,94 8 Jasa Keuangan Dan

Asuransi 820,43 1.334,89 1.566,54 1.684,82 2.034,47 9 Jasa-Jasa 3.842,47 2.889,14 3.241,14 3.616,30 3.971,21 10 PDRB 34.172,49 43.040,01 48.370,56 52.695,59 60.825,74

No Lap.Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 54.431,19 62.984,34 70.655,87 103.933,11 115.194,75 2 Pertambangan &

Penggalian 3.229,57 3.759,75 4.341,19 4.848,02 6.581,44 3 Industri 55.050,58 63.013,45 70.672,27 86.171,93 93.241,47 4 Pengadaan Listrik, Gas,

Air Minum 2.324,64 2.602,69 2.966,49 1.040,96 1.028,03 5 Konstruksi 14.901,55 17.519,79 20.172,80 51.426,26 60.997,62 6 Perdagangan, Hotel,

Restoran 44.941,66 52.395,32 60.387,52 70.891,92 78.324,82 7 Pengangkutan 21.040,75 24.907,45 28.964,29 37.114,84 43.183,41 8 Jasa Keuangan Dan

(2)

Tenaga Kerja Di Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara

Sumber : BPS

Nilai Output dan Input Industri Kabupaten Deli Serdang Tahun Output Input

2009 14217880 10390620 2010 19025800 13796430 2011 21664090 15758090 2012 18852180 20431940 2013 19985330 12669790

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, BPS

Tahun Tenaga Kerja Sektor Industri Sumut

Jumlah Tenaga Kerja

Sumut

Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Deli

Serdang

Tenaga Kerja Deli Serdang

2009 141348 9108738 44018 833767

2010 145349 9520274 47987 853907

2011 147761 8759321 45500 796645

2012 153108 8834317 48311 744133

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Raharjo H. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ari Wibowo, Wisnu. 2013. Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri, Angkatan Kerja dan Tingkat Upah Terhadap Pertumbuhan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2010. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga. Yogyakarta: STIE YKPN.

_______.Badan Pusat Statistik.2014, diakses dari _______.Badan Pusat Statistik.2015, diakses dari

Didik, N. 2009. Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia, Parallel Session IVA : Urban & Regional 13 Desember 2007, Jam 13.00-14.30 Wisma Makara, Kampus UI – Depok . Diakses dari http :

Drucker, Joshua., & Edward Feser. (2012). Regional industrial structure and agglomeration economies: An analysis of production in three manufacturing industries. Regional Science and Urban Economics, 42, 1-14.

Gujarati, Damodar N. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.

Kuncoro, Mudrajad. 2000. Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

LIN, Hui-Lin., Hsiao-Yun LI, & Chih-Hai YANG. (2011). Agglomeration and Productivity: Firm-level evidence from China’s textile industry. China Economic Review, 22, 313-329.

Novalliansyah. 2008. Analisa Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan.Skripsi Tidak Dipublikasi, Univesitas Sumatera Utara.

Porter, E.Michael & Agus M. 1991. Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Jakarta: Erlangga.

(4)

Sirojuzilam. 2015. Pembangunan Ekonomi Regional. Medan: USU Press.

Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi : Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam mencapai tujuan penelitian. Metode dapat memberikan gambaran pada peneliti mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan dan pemilihan metode yang tepat dapat membantu peneliti dalam memecahkan permasalahannya. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, suatu penelitian bertujuan untuk mengembangkan, membuktikan, menemukan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Jenis penelitian desktriptif kuantitatif bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Dengan demikian diharapkan fenomena tentang kesiapan pemerintah kabupaten serta kendala - kendala yang dihadapi di daerah dapat dideskripsikan secara gamblang untuk kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk menarik suatu kesimpulan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

(6)

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional adalah penentuan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantif dari suatu konsep. Alasan peneliti menetapkan batasan operasional adalah untuk menghindari timbulnya salah pengertian atau salah tafsir terhadap istilah-istilah dalam judul penelitian. Tujuan dari batasan operasional adalah agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah didefenisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses atau operasional alat ukur yang akan digunakan untuk kuantifikasi gejala atau variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu, batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Daerah yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Deli Serdang 2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Deli Serdang (Y)

3. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Aglomerasi (X1), tenaga kerja (X2) dan produktivitas (X3).

3.4 Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah subjek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 3.4.1 Variabel Dependen (Y)

(7)

digunakan dalam penelitian ini merupakan data laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2010 Per Kabupaten tahun 2009-2013 di Kabupaten Deli Serdang yang diperoleh dari BPS Deli Serdang.

3.4.2 Variabel Independen (X)

Variabel bebas (variabel independen) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah :

a) Aglomerasi (X1)

Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi dikawasan Kabupaten Deli Serdang karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies ofproximity) di daerah tersebut.

b) Tenaga Kerja (X2)

Tenaga kerja adalah syarat efektif dalam alokasi sumber daya manusia pada proses produksi. Dalam penelitian ini tenaga kerja yang dimaksud ialah tenaga kerja yang tergabung dalam industri yang berada di Kabupaten Deli Serdang dan Sumatera Utara.

c) Produktivitas (X3)

(8)

3.5 Skala Pengukuran 3.5.1 Aglomerasi

Untuk mencari aglomerasi, penelitian ini menggunakan indeks Balassa. Indeks Balassa :

Σij

ΣjEij ΣJEiJ ΣiΣJEiJ

Dimana:

i = Sektor Industri pengolahan E = Tenaga Kerja

j = Kabupaten Deli Serdang J = Provinsi Sumatera Utara

Pembilang dari indeks ini menyajikan bagian wilayah dari total tenaga kerja di sektor industri manufaktur. Semakin terpusat suatu industri, semakin besar indeks Balassanya. Aglomerasi dikatakan kuat bila angka indeks balassa diatas 4, rata – rata atau sedang bila nilainya antara 2 dan 4, lemah bila nilainya diantara 1 sampai 2, sedangkan nilai 0 sampai satu berarti tidak terjadi aglomerasi atau wilayah tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif untuk terjadinya aglomerasi.

3.5.2 Tenaga Kerja

(9)

3.5.3 Produktivitas

Produktivitas dihitung dengan menggunakan rumus: Produktivitas : Output

Input 3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karaterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karaktertistik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. (Sugiyono dalam Sukirno 2007;90). Populasi dalam penelitian ini adalah semua sektor industri yang berada di Kabupaten Deli Serdang dengan 22 kecamatan di dalamnya.

Sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tergabung dalam kawasan aglomerasi yakni seluruh industri pengolahan yang berada pada kawasan aglomerasi.

3.7 Jenis dan Sumber Data

(10)

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan kurun waktudari tahun 2009 sampai 2013.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi berupa laju PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009-2013, data jumlah tenaga kerja pada industri besar dan sedang di seluruh perusahaan industri Kabupaten Deli Serdang tahun 2009-2013, data jumlah produktivitas di perusahaan industri Kabupaten Deli Serdang tahun 2009-2013.

3.9 Teknik Analisis

Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama sebagai teknik analisis penelitian ini yaitu analisis Indeks Balassa. Dalam metode ini akan dibahas seberapa besar kontribusi dari kawasan aglomerasi yang ada di Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang yang dapat dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang. Dan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua digunakan metode analisis Location Quetion (LQ) untuk melihat potensi dari aglomerasi tersebut atas kontribusi yang diberikan dan metode analisis Shift Share.

3.9.1 Location Quetion (LQ)

Analisis sektor basis dengan pendekataan LQ untuk mengetahui potensi suatu daerah terhadap aktivitas ekonomi utama di dalam lokasi tertentu. Dengan rumusan:

(11)

Keterangan:

LQi = Nilai LQ pada sektor i di Kabupaten Deli Serdang Si = PDRB sektor i Kabupaten Deli Serdang

Ni = Total PDRB dari seluruh sektor perekonomian Kabupaten Deli Serdang S = PDRB sektor i Sumatera Utara

N = Besaran total dari seluruh kegiatan sektor perekonomian Sumatera Utara

Dari hasil perhitungan LQ tersebut maka ada tiga kondisi yang dapat dicirikan pada suatu wilayah, yaitu:

• Apabila nilai LQ > 1, artinya peranan sektor/komoditi tersebut di daerah

itu lebih menonjol dibandingkan peran sektor/komoditi secara nasional atau lebih luas dan sebaliknya.

• Apabila nilai LQ < 1, artinya peranan sektor/komoditi tersebut di daerah

itu lebih kecil dibandingkan peranan sektor/komoditi secara nasional. Dalam analisis ini menggunakan data PDRB Kabupaten Deli Serdang atas dasar harga berlaku tahun 2010, mulai tahun 2009 - 2013 dan PDRB atas dasar berlaku tahun 2010 Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 – 2013.

• Apabila LQ = 1, artinya peranan sektor tersebut hanya dapat memenuhi

kebutuhan wilayah itu sendiri. 3.8.2 Shift Share Analisys (SSA)

(12)

Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan berdasarkan perbandingan tersebut. Jika penyimpangan positif maka daerah tersebut mempunyai keunggulan komperatif dan memiliki potensi untuk pengembangan dan pembangunan.

Analisis shift share ini menggunakan data PDRB Kabupaten Deli Serdang berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2010. Menurut Arsyad (1999) analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu:

1. Perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2. Pergeseran proposional (propotional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian yang dijadikan acuan. 3. Pergerseran diferensiasi (differenial shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing sektor daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu sektor adalah posotif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada sektor yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Secara matematis, Regency Share (RS), Proportional Shift (P), dan Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88) :

1. Regency Share (RS)

PSitKDS = PDRBKDSt-1 �

PDRBSUMUTt

(13)

2. Proportional Shift (P)

PitKDS = PDRBiKDSt-1 �

PDRBKDSt

PDRBKDSt 1−

PDRBTOTSUMUTt

PDRBTOTSUMUTt 1�

3. Differential Shift (D)

DitKDS = PDRBiKDS-1 �

PDRBiKDSt

PDRBiKDSt −1−

PDRBiSUMUTt

PDRBiSUMUTt −1� Dimana:

SUMUT = Sumatera Utara sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi

KDS = Kawasan Aglomerasi/Kabupaten Deli Serdang sebagai wilayah analisis PDRB = Nilai PDRB

i = Sektor dalam PDRB

t = Tahun 2013

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Deli serdang

Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari

yang memiliki

keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk yaitu di Perbaungan.

Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 2057’’ Lintang Utara, 3016’’ Lintang Selatan dan 98033’’ - 99027’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut.

Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2/ 249.772 Ha. Wilayah Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara berbatasan dengan:

(15)

4.1.2 Kondisi Demografis

Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 Kecamatan dan 394 Desa/Kelurahan Definitif. Berikut 22 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang beserta ibukota dan luas wilayahnya:

Tabel 4.1

No Kecamatan Ibukota Luas Wliayah

(Km2)

1 Gunung Meriah G. Meriah 76,65

2 STM. Hulu Tiga Juhar 223,38

3 Sibolangit Bandar Baru 179,96

4 Kutalimbaru Kutalimbaru 174,92

5 Pancur Batu Pancur Batu 122,53

15 Hamparan Perak Hamparan Perak 230,15

16 Labuhan Deli Helvetia 127,23

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka 2014

4.1.3 Iklim

(16)

banyak mengandung uap air berhembus sehingga terjadi musim hujan. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November.

Menurut catatan Stasiun Klimatologi Sampali, pada tahun 2014 terdapat rata-rata 15 hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak rata-rata 170 mm. Curah hujan terbesar terjadi bulan Mei yaitu 427 mm dengan hari hujan sebanyak 23 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Februari sebesar 24 mm dengan hari hujan 14 hari.

4.2 Gambaran Perekonomian Kabupaten Deli Serdang

Seiring adanya berbagai kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan berbagai kebijakan pembangunan daerah yang cukup terkendali, membawa dampak yang positif bagi perkembangan perekonomian daerah Kabupaten Deli Serdang. Meskipun perekonomian ekonomi Kabupaten Deli Serdang mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya, namun sampai dengan tahun 2014 kondisi perekonomian daerah Kabupaten Deli Serdang relatif stabil dengan kondisi fluktatif di beberapa tahun terakhir.

Tabel 4.2

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan PDB Sumatera Utara (persen) Tahun 2011 s/d 2013.

Sumber : BPS PDRB Deli Serdang 2015

Tahun Deli Serdang Sumatera Utara

2011 5,15 6,66

2012 4,99 6,45

(17)

Gambar 4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan PDB SUMUT (persen) Tahun 2011-2014

Sumber : BPS PDRB Deli Serdang 2015

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang mengalami perubahan pola pertumbuhan yang berbeda dengan Sumatera Utara yaitu mengalami perlambatan pertumbuhan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 dan meningkat di tahun 2013. Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan, posisi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang berada diatas pertumbuhan Sumatera Utara yaitu 7,67 persen.

4.3 Perindustrian Kabupaten Deli Serdang

Sektor ini mencakup kegiatan untuk mengubah atau mengolah suatu barang organik dan anorganik menjadi barang baru yang mempunyai nilai yang lebih tinggi, sedang pengolahannya dapat dilakukan dengan tangan atau mesin. Kegiatan sektor industri amat beragam dilihat dari komoditi yang dihasilkan dengan cara pengolahannya, sehingga pengelompokkan kegiatan industri antar provinsi yang telah dilakukan oleh BPS didasarkan pada proses pembuatan dan banyaknya tenaga kerja yang terlibat. Di sini dibedakan empat kelompok idustri yang meliputi industri besar, sedang, kecil, dan industri rumah tangga. Industri

0 2 4 6 8 10

2011 2012 2013

(18)

besar adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja lebih atau sama dengan 100 orang, industri sedang antara 20 sampai dengan 99 orang, industri kecil antara 5 sampai dengan 19 orang, dan industri rumah tangga lebih kecil atau sama dengan 4 orang.

Pengelompokkan lain dari kegiatan industri dibuat berdasarkan jenis komoditi utama yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan. Di sini secara garis besarnya kegiatan industri dikelompokkan menjadi: 1. Industri makanan, minuman, dan tembakau. 2. industri kayu dan barang dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga. 3. Industri kertas dan barang-barang dari kertas. 4. Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara,

karet dan plastik

5. Industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan batu bata.

6. Industri logam.

7. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. 8. Industri pengolahan lainnya.

Gambar 4.2 Banyaknya Industri Besar Dan Sedang Tahun 2011-2013

Sumber : BPS Deli Serdang 2015

340 345 350 355

2011 2012 2013

349 351

345

(19)

Dari gambar diatas terlihat bahwa jumlah industri besar dan sedang dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2012 merupakan jumlah industri terbanyak dibanding tahun 2011 dan 2013, dapat dipastikan karena dinilai pada tahun 2012 adalah puncak dari munculnya industri besar dan sedang di Kabupaten Deli Serdang karena sektor industri pengolahan Kabupaten Deli Serdang tidak terlepas dari sumbangan sub sektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet dan sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang di dapat dari Dana Alokasi Khusus Daerah. Namun pada tahun 2013 beberapa tenaga kerja yang berada pada industri besar dan sedang memilih untuk menciptakan industri kecil dan industri rumah tangga, sehingga menurut jumlah pekerja yang berada dalam industri besar dan sedang mengalami perubahan karena pengelompokan golongan industri besar dan sedang dilihat berdasarkan dari jumlah tenaga kerja yang ada.

Gambar 4.3 Persebaran Industri Besar dan Sedang Di Kabupaten Deli Serdang

(20)

Keterangan: Industri Besar

Industri Sedang

Dari gambar diatas terlihat bahwa secara geografis terjadi konsentrasi industri di Kecamatan Tanjung Morawa dan sekitarnya. Fenomena inilah yang mempertegas bahwa di Kabupaten Deli Serdang terjadi aglomerasi industri. aglomerasi ini terbentuk bukan atas rancangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah melainkan perusahaan industri manufaktur tersebut yang ingin mencari potensi laba yang besar. Hal ini juga dikarenakan adanya pembatasan terkait izin pendirian perusahaan industri pengolahan oleh pemerintah di Sumatera Utara sehingga banyak perusahaan besar dan menengah mendirikan industri pengolahan mereka di Kabupaten Deli Serdang melalui perizinan oleh pemerintah daerah karena dianggap masih dekat dengan pusat kota atau pangsa pasar yang besar. Adapun kecamatan dengan industri yang banyak dan terkonsentrasi ialah Kecamatan Tanjung Morawa sebanyak 104 perusahaan industri, Kecamatan Sunggal sebanyak 131 perusahaan industri, Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 31 perusahaan industri, dan Kecamatan Patumbak sebanyak 25 perusahaan industri, kecamatan lainnya hanya terdapat kurang lebih 10 perusahaan industri dan bahkan ada beberapa kecamatan yang tidak terdapat industri pengolahannya.

4.4 Tenaga Kerja Kabupaten Deli Serdang

(21)

Tabel 4.3

Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2011-2013

N

Kemasyarakatan 19.086 19.743 67.590 25.011 25.454 67.897

224.781

Jumlah 142.382 146.683 510.429 102.254 104.347 244.025 1.250.120 Sumber : BPS Deli Serdang

(22)
(23)

dan 57.562 dan disusl dengan Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel sebanyak 28.451 dan 29.569. Sedangkan untuk sektor industri pengolahan hanya 564 dan 1.042 orang. Itulah jumlah tenaga kerja yang terserap pada setiap sektor lapangan usaha di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011-2013 baik jumlah pekerja laki-laki maupun perempuan.

4.5 Keadaan Perhubungan Transportasi Kabupaten Deli Serdang

Jalan merupakan sarana yang sangat penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Sarana jalan yang baik dapat meningkatkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu tempat ke tempat lain. Panjang jalan seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang mencapai 3.697,695 kilometer. Panjang jalan yang berada di bawah wewenang negara ada 106,500 kilometer, di bawah wewenang provinsi ada 90,960 kilometer dan sisanya di bawah wewenang kabupaten sebanyak 3.500,235 kilometer. Dan ini menjadi sebuah investasi yang baik bagi pemerintahan daerah Kabupaten Deli Serdang baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tabel 4.4

Panjang Jalan Negara, Provinsi Dan Kabupaten Di Kabupaten Deli Serdang Menuut Jenis Permukaan Kondisi Dan Kelas Jalan Tahun 2013 Keadaan Negara Provinsi Kabupaten Jumlah I. JENIS

PERMUKAAN

Aspal 106,500 90,960 1.804,684 2.002,144

Kerikil - - 1.507,305 1.507,305

Batu - - 34,059 34,059

Beton - - 154,187 154,187

Tanah - - - -

Tidak Terperinci

- - - -

(24)

II. KONDISI

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, BPS 2014

(25)

4.6 Hasil Analisis dan Pembahasan 4.6.1 Analisis Aglomerasi

Analisis Aglomerasi menggunakan Indeks Balassa, semakin tinggi nilai Indek Balasaa menunjukkan aglomerasi yang semakin kuat. Aglomerasi dikatakan kuat bila angka indeks balassa diatas 4, rata-rata atau sedang bila nilainya antara 2 dan 4, lemah bila nilainya diantara 1 sampai 2, sedangkan nilai 0 sampai 1 berarti tidak terjadi aglomerasi atau wilayah tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif untuk terjadinya aglomeras

Indeks Balassa :

Σij

ΣjEij ΣJEiJ ΣiΣJEiJ Dimana:

i = Sektor Industri pengolahan E = Tenaga Kerja

j = Kabupaten Deli Serdang J = Provinsi Sumatera Utara

Tabel 4.5

Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kabupaten Deli Serdang tahun 2009-2013

Sumber : BPS Sumatera Utara dan Deli Serdang (diolah)

Tingkat aglomerasi industri besar dan sedang Kabupaten Deli Serdang tahun 2009-2013 tergolong sedang atau bisa dikatakan Kabupaten Deli Serdang

Tahun Indeks Balassa

(26)

merupakan daerah yang memiliki keunggulan komparatif untuk terjadinya aglomerasi sektor industri dengan tingkat yang lebih tinggi lagi.

4.6.2 Tenaga Kerja di Kabupaten Deli Serdang

Tenaga kerja yang terserap dari lapangan pekerjaan yang tersedia di Kabupaten Deli Serdang baik di sektor industri maupun secara keseluruhan tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Tenaga Kerja yang Terserap di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2013 Tahun Jumlah Tenaga Kerja Sektor

Industri

Jumlah Tenaga Kerja

2009 44.018 833.767

2010 47.987 853.907

2011 45.500 796.645

2012 48.311 744.133

2013 47.459 754.454

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, BPS (diolah)

Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Deli Serdang dari kurun waktu tahun 2009 sampai 2013 mengalami penurunan jumlah tenaga kerja, namun untuk penyerapan tenaga kerja di sektor industri meningkat mulai dari kurun waktu 2009-2010 yang mencapai hingga 48.311 orang meskipun di tahun 2013 jumlah tenaga kerja turun menjadi 47.459. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri ini cukup menjawab bahwa di Kabupaten Deli Serdang terjadi keunggulan komparatif dari aglomerasi industri yang juga berpangaruh baik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang.

4.6.3 Produktivitas

(27)

Produktivitas : Output Input

Berikut adalah hasil dari perhitungan produktivitas industri Kabupaten Deli Serdang tahun 2009-2013, sebagai berikut:

Tabel 4.7

Produktivitas Industri Kabupaten Deli Serdang Tahun Produktivitas

2009 1,3683 2010 1,3790 2011 1,3748 2012 0,9227 2013 1,5774

Sumber : Hasil Olahan Data

Dari hasil perhitungan tabel 4.7 diatas diketahui dari kurun waktu tahun 2009-2013 produktivitas industri Kabupaten Deli Serdang meningkat mencapai 1,58. Ini menyatakan bahwa peningkatan produksi berpengaruh positif atau meningkat terhadap kontribusi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang.

4.6.4 Analisis Potensi Industri Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Location Quotient (LQ)

Untuk menganilisis potensi sektor industri di Kabupaten Deli Serdang digunakan metode analisis Location Quetion (LQ). LQ merupakan perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di Kabupaten Deli Serdang terhadap besarnya peranan sektor tersebut di tingkat Provinsi Sumatera Utara. Maka dalam perhitungannya dibutuhkan sumbangan PDRB tiap sektor dan PDRB baik di Kabupaten Deli Serdang maupun Provinsi Sumatera Utara.

(28)

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian 3.Industri

4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Jasa Keuangan dan Asuransi 9. Jasa-jasa

Dari perhitungan nilai koefisien LQ, maka sektor-sektor aka dikategorikan ke dalam sektor unggulan / keunggulan atau sektor tidak unggul. Suatu sektor yang dikategorikan unggul atau berpotensi apabila sektor terssebut memiliki nilai koefisien LQ > 1. Dengan hasil perhitungan nilai koefisien LQ > 1 maka sekaligus mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang unggul/potensi untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan suatu sektor yang dikategorikan tidak unggul/non basis apabila sektor tersebut memiliki nilai koefisien LQ < 1. Yang mengindikasikan bahwa sektor tersebut kurang potensial untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang.

(29)

1. Apabila nilai LQ > 1 artinya peranan sektor industri di Kabupaten Deli Serdang lebih menonjol dibandingkan peranan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

2. Apabila nilai LQ < 1 artinya peranan sektor industri di Kabupaten Deli Serdang lebih kecil dibandingkan dengan peranan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

3. Apabila nilai LQ = 1 artinya peranan sektor industri di kabupaten Deli Serdang adalah sama dengan peranan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Dalam perhitungan nilai koefisien LQ, penulis menggunakan data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010 menurut lapangan usaha. Hasil perhitungan Location Quetion (LQ) Kabupaten Deli Serdang dalam kurun waktu 2009-2013 pada lampiran.

Tabel 4.8

Hasil LQ Analisis Nilai PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2013

LQ 2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 0,460143 0,622483 0,617068 0,546721 0,524673 Pertambangan dan

Penggalian 0,661951

0,658934 0,656499

0,77197 0,601777 Industri 2,136175 1,606819 1,645940 1,746605 1,715029 Listrik, Gas dan Air

Minum 0,209848

0,202622 0,209055

0,791521 0,80831 Bangunan 0,343561 2,386779 2,367548 1,240827 1,143924 Perdagangan, Hotel

dan Restoran 1,045508 0,861487 0,848052 0,971695 0,963039 Pengangkutan dan Jasa-jasa 1,07575 0,621466 0,613703 0,593716 0,548877

(30)

Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.7 nilai Location Quation (LQ) Kabupaten Deli Serdang dalam kurun waktu 2009-2013 maka dapat teridentifikasi sektor-sektor basis dan non-basis. Yang termasuk sektor basis di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai perhitungan LQ>1 yaitu:

1. Sektor Industri (1,72). Hal ini terkait dengan fungsi kota Medan sebagai pusat pertumbuhan wilayah Sumatera Bagian Utara. Karena di kota Medan lokasi industri sudah dibatasi, sehingga industri baru umumnya mengambil lokasi Deli Serdang. Prospek ini diperkirakan akan terus berlanjut.

2. Bangunan (1,14). Hal ini menjadi semakin baik dibanding tahun 2009 karena semakin banyaknya penambahan bangunan pertokoan baik untuk transaksi hasil industri maupun bukan hasil produksi sehingga peran kabupaten semakin baik atau meningkat.

3. Pengangkutan dan Komunikasi (1,10). Hasil LQ sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun hingga di tahun 2013 mencapai lebih besar dari 1. Ini terkait juga dengan adanya perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang baru di buat oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang yakni salah satunya ialah Bandara Kualanamu dengan akses jalan yang bisa didapat dengan berbagai moda transportasi.

Sedangkan Sektor non basis yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai perhitungan LQ<1 adalah:

(31)

lahan pertanian di Deli Serdang sudah terbatas sedangkan kabupaten lain masih mampu melakukan perluasan areal.

2. Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas, dan Air Minum, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa Keuangan dan Asuransi, Jasa-jasa umumnya rendah. Disebabkan karena pesatnya pertumbuhan sektor ini di pertokoan sehingga peran kabupaten menjadi menurun.

Yang menjadi pokok acuan penulis dalam nilai perhitungan ini yaitu sektor Industri yang termasuk sektor basis dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang yakni bernilai (1,72). Hal inilah yang menyebabkan industri menjadi peluang baik bagi untuk daerah Kabupaten Deli Serdang. Ini didukung juga oleh sektor bangunan atau konstruksi (1,14) yang berada di Kabupaten Deli serdang juga pengangkutan dan komunikasi termasuk infrastruktur (1,10). Sektor basis ini merupakan sektor yang memiliki peranan sangat besar terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Deli Serdang serta memiliki kekuatan dan potensi untuk dikembangkan. Meskipun demikian sektor non-basis lainnya tidak dapat begitu saja diabaikan karena sektor non-basis tersebut dapat dikembangkan menjadi sektor basis baru.

4.6.5 Analisis Potensi Sektor Industri Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Analisis Shift-Share

(32)

Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2010 berdasarkan lapangan sektor Kabupaten Deli serdang dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2013. Perubahan relatif stuktur ekonomi Kabupaten Deli Serdang dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:

1. Provincial Share (PS) atau pertumbuhan ekonomi provinsi menunjukkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang.

2. Proportional Shift (P) atau pergeseran proporsional menunjukkan perubahan relatif naik atau turunnya kinerja sektor industri Kabupaten Deli Serdang terhadap sektor industri Provinsi Sumatera Utara. Apabila P>0, maka artinya pada sektor industri Kabupaten Deli Serdang pada tingkat Provinsi Sumatera Utara mempunyai spesialisasi yang tumbuh relatif cepat/naik. Dan apabila P<0 maka artinya sektor industri Kabupaten Deli Serdang pada tingkat Provinsi Sumatera Utara mempunyai spesialisasi yang pertumbuhan lebih lambat atau sedang turun.

3. Differential Shift (D) atau pergeseran differensial menunjukkan tingkat kekompetitifan kinerja sektor industri Kabupaten Deli Serdang dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara. Pergeseran ini disebut juga dengan pengaruh daya saing. Apabila D>0, artinya sektor industri Kabupaten Deli Serdang mempunyai daya saing yang baik. Apabila D<0, artinya sektor industri Kabupaten Deli Serdang tidak dapat bersaing / tidak mempunyai daya saing.

(33)

Tabel 4.9

Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2013 Sektor Provincial Pertanian 28.892,60 677,30 1.056,61 30.626,51 Pertambangan

dan Penggalian 1.935,00 21,40 127,71 2.084,11 Industri 79.624,00 3.448,78 6.187,28 89.260,06 Listrik, Gas

dan Air Minum 305,30 -111,04 -80,22 114,04 Bangunan 36.695,61 9.521,77 5.720,50 51.937,88 Perdagangan,

Hotel dan Restoran

34.921,73 1.318,03 1.523,38 37.763,14

Pengangkutan dan

Komunikasi

10.556,55 52,67 -3.827,92 6.781,30

Jasa Keuangan

dan Asuransi 5.483,88 -970,43 -1.132,84 3.380,61 Jasa-jasa 16.702,69 555,78 2.988,90 20.247,37

Sumber :Hasil Olahan Data

(34)

serta Jasa Keuangan dan Asuransi.

Hasil perhitungan shift-Share PDRB Kabupaten Deli Serdang dalam kurun waktu 2009-2013 nilai Differenial Shift (D) terdapat nilai yang positif dan negatif. Untuk Differential Shift (D) yang bernilai positif artinya terdapat sektor ekonomi pada sektor yang sama tumbuh cepat di Kabupaten Deli Serdang dibandingkan Provinsi Sumatera Utara. Sebaliknya, jika nilai proportional shift (P) negatif artinya terdapat sektor ekonomi yang tumbuh lebih lambat di Kabupaten Deli serdang dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara. Maka dapat dilihat sektor ekonomi yang terdapat di Kabupaten Deli serdang yang mempunyai nilai differential-shift (D) positif yaitu sektor Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Jasa-jasa. Dengan demikian sektor di Kabupaten Deli Serdang tersebut memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi sumatera Utara. Sedangkan sektor ekonomi yang mempunyai nilai differential shift (D) negatif adalah sektor Listrik, Gas dan Air Minum, Pengangkutan dan Komunikasi, serta Jasa Keuangan dan Asuransi. Dengan demikian pertumbuhan setiap sektor ekonomi yang bernilai negatif tersebut berjalan lebih lambat di Kabupaten Deli Serdang dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara.

(35)

1.Pertumbuhan Regional (Ps) Komponen pertumbuhan regional (Ps) di dapat dari hasil perkalian antara PDRB sektor Industri Kabupaten Deli Serdang tahun awal dengan perbandingan antara PDRB Sumatera Utara tahun akhir dengan PDRB Sumatera Utara tahun awal yang dikurang 1.

Tabel 4.10

Analisis Shift-Share Sektor Industri Kabupaten Deli SerdangBerdsarkan Nasional/regional

Tahun 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Pertumbuhan

Regional (Ps) 19.460,86 17.768,14 21.822,10 20.572,90

Sumber :Hasil Olahan Data

Tabel 4.9 menunjukkan tahun 2009-2013 kontribusi sektor industri Kabupaten Deli Serdang mengalami peningkatan. Sektor industri Kabupaten Deli Serdang memiliki nilai Pertumbuhan Nasional/Regional (Ps) positif yang cenderung meningkat di tahun 2009 hingga 2012, meskipun di tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 20.572,90. Ini disebabkan besarnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang yang tidak terlepas dari sumbangan sub sektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet dan sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau.

2. Komponen Perumbuhan Proporsional

(36)

Tabel 4.11

Analisis Shift-Share sektor industri kabupaten deli serdang berdasarkan komponen industri proporsional tahun 2009-2013

Lapangan

Usaha Komponen

Tahun

2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Sektor

Industri P 324,81 338,97 1.924,33 860,67

Sumber :Hasil Olahan Data

Tabel 4.10 menunjukkan dari tahun 2009-2013 pertumbuhan proporsional yang bernilai positif atau P>0. Pada tahun 2009-2013 sektor industri Kabupaten Deli Serdang memiliki nilai P sebesar (860,67) artinya bahwa industri Kabupaten deli Serdang mempunyai pertumbuhannya lebih cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri Kabupaten Deli Serdang mempunyai peluan besar dalam pengembangan yang diharapkan dapat menambah sumbangan terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang dan lapangan pekerjaan.

3. komponen pertumbuhan pangsa wilayah

Komponen pertumbuhan pangsa Wilayah/Pergeseran Differential (D) merupakan hasil dari perkalian antara PDRB sektor industri Kabupaten Deli serdang tahun akhir dengan PDRB sektor industri Kabupaten Deli Serdang Tahun awal dikurang perbandingan antara PDRB sektor industri Sumatera Utara pada tahun akhir dengan PDRB sektor industri Sumatera Utara tahun awal.

Tabel 4.12

Analisis Shift-Share Sektor Industri Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2009-2013

Lapangan

Usaha Komponen

Tahun

2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Sektor

(37)

Tabel 4.11 menunjukkan perkembangan nilai D sektor industri, apabila nilai D>0 artinya sektor industri memiliki daya saing yang baik. Sebaliknya apabila D<0, artinya sektor industri tersebut memiliki daya saing yang kurang baik. Sektor industri Kabupaten deli Serdang yang termasuk ke dalam kategori daya saing baik (D>0) terjadi pada tahun 2009-2010 sebesar (3.618,38) dan tahun 2011-2012 sebesar (2.809,11). Hal ini berarti sektor industri mempunyai potensi daya saing yang tinggi karena pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan sektor industri Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan industri Kabupaten Deli Serdang yang termasuk ke dalam kategori daya saing kurang baik (D<0) terjadi pada tahun 2010-2011 sebesar (-128,66) dan tahun 2012-2013 sebesar (-111,55).

4.6.5.2 Analisis Sektor Industri Kabupaten Deli Serdang

Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Deli serdang pada tahun 2013 sebesar 45,98 persen. Dengan demikian sektor industri merupakan sektor terbesar yang memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan analisis indeks Location Quotient (LQ) kurun waktu 2009-2013 memiliki nilai lebih besar dari satu (LQ>1) yakni sebesar 1,72. Artinya sektor industri Kabupaten Deli Serdang tidak hanya merupakan sektor basis tetapi juga merupakan potensi yang dapat dipertimbangkan untuk pengembangannya.

Tabel 4.13

Analisis Sektor Industri Kabupaten Deli Serdang No Aspe

k Parameter Makna

1 LQ >1 Sektor Basis

2 P Positif Tumbuh lebih cepat di Provinsi Sumatera Utara 3 D Positif Pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan Provinsi

Sumatera Utara

(38)

Hasil perhitungan Shift-Share nilai komponen P mempunyai nilai positif yang menunjukkan bahwa sektor yang tumbuh lebih cepat di Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan nilai komponen D yang positif mempunyai arti bahwa sektor industri Kabupaten Deli Serdang mempunyai potensi daya saing yang tinggi karena pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan uraian diatas maka sektor industri Kabupaten Deli Serdang dapat digunakan ke dalam sektor basis dan sektor unggulan industri Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai potensi daya saing di Provinsi Sumatera Utara.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari uraian dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat, mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil perhitungan alat analisis indeks balassa didapat bahwa tingkat aglomerasi industri besar dan sedang di Kabupaten Deli Serdang termasuk dalam kategori sedang yang bernilai 3,38. Ini berarti bahwa aglomerasi industri yang terjadi masih akan terus naik dan beriringan dengan itu maka kontribusi sektor industri pengolahan yang berada pada wilayah aglomerasi Kabupaten Deli Serdang akan semakin meningkat terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang.

2. Dari perhitungan produktivitas dan data tenaga kerja industri yang diolah didapat bahwa secara umum variabel ini mengalami peningktan yang dapat mempengaruhi peningkatan tehadap kontribusi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang.

(40)

4. Dari hasil perhitungan shift-share untuk kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang menunjukkan nilai positif. Yang berarti bahwa sektor industri Kabupaten Deli Serdang memiliki daya saing yang kuat.

5. Dari perhitungan secara keseluruhan juga berdasarkan analisis secara global, diketahui bahwa sektor industri yang banyak menyumbang tambahan lapangan kerjadi Deli Serdang (88,8%) adalah sama dengan sektor industri yang banyak menyumbang tambahan lapangan kerja di Provinsi Sumatera Utara. Deli Serdang memiliki industri yang dalam ukuran Sumatera Utara berkembang pesat. Artinya industri seperti ini agak terkonsentrasi di Deli Serdang dan hal ini menyumbang tambahan lapangan pekerjaan sebesar 6,1%. Ada industri khusus yang memiliki keunggulan komparatif di Deli Serdang dibanding dengan Sumatera Utara dan hal ini menyumbang tambahan lapangan kerja sebesar 5,1%. Dan dari sumbangan lapangan pekerjaan ini maka akan terserap juga tenaga kerja sebesar tambahan yang diberikan yakni 6,1% di daerah aglomerasi atau terkonsentrasi dan 5,1% di daerah lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat meningkatkan sektor industri Kabupaten Deli Serdang, yaitu:

1. Melihat aglomerasi industri di Kabupaten Deli serdang yang sudah mencapai kategori sedang dan akan mencapai kuat karena semakin memusatnya industri di

(41)

menambah wilayah aglomerasi dan menyebar disejumlah daerah-daerah yang lainnya

di Kabupaten Deli Serdang maupun kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara

sehingga sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat baik di kabupaten maupun di provinsi.

2. Tenaga kerja merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi namun perlu diingat bahwa dalam penelitian ini tenaga kerja merupakan angkatan kerja yang sudah bekerja dan bukan lagi mencari pekerjaan.

3. Melihat potensi tenaga kerja yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan pemerintah dan perusahaan swasta menyediakan

perusahaan padat karya atau industri pengolahan sehingga angkatan kerja yang

semakin bertambah diharapkan mampu diserap oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

4. Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya memperhatikan dan mengoptimalkan

atau menambah fasilitas penunjang perekonomian di wilayah Kabupaten Deli Serdang untuk meningkatkan aglomerasi industri. Mengingat aglomerasi atau

pemusatan industri didorong oleh tersedianya fasilitas- fasilitas penunjang kegiatan

ekonomi. Fasialitas tersebut bisa berupa akses

jalan yang lancar, fasilitas kesehatan, pendidikan kerajinan, tanah bersubsidi untuk

pembangunan pabrik pada suatu lokasi yang optimal di berbagai kabupaten sehingga

(42)
(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Sadono, 2004:17).

Pembanguan ekonomi dipandang sebagai kenaikan pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditujukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional. Tingkat PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk, dimana laju pertumbuhan penduduk yang lebih besar dari PDRB akan mempengaruhi perubahan pendapatan perkapita.

Rodinelli (1961) dalam (Sadono,2004:18) menyatakan pembangunan adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mengubah cara berpikir, yaitu selalu memikirkan perlunya investasi pembangunan. Dengan adanya pembangunan akan terjadilah peningkatan nilai-nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik, saling menghargai antar sesama, serta terhindar dari tindakan sewenang-wenang.

(44)

bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup dengan bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi

Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono,2004:19), sehingga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku. Perubahan dalam nilai pendapatan nasional hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi.

Pertumbuhan harus berjalan beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin dan tertinggal dan tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution with Growth”.

(45)

2.1.3 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (2001) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

2.1.4 Teori Pusat/Kutub Pertumbuhan

(46)

1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan.

Hubungan internal dimaksudkan sebagai keterkaitan satu sektor dengan sektor lain, sehingga pertumbuhan satu sektor akan mempengaruhi sektor lain. Hal ini akan menciptakan pertumbuhan yang saling melengkapi dan bersinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.

2. Adanya efek pengganda (multiplier effect)

Keberadaan sektor-sektor yang sling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga ikut meningkatdan akan terjadi bebrapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang pertama meingkat permintaannya). Unsur efek penggandasangat berperan dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan belakangnya. Karena kegiatan beberapa sektor dikota meningkat tajam maka kebutuhan kota akan bahan baku/tenaga kerja yang dipasok dari belakannya akan meningkat tajam.

3. Adanya konsentrasi geografis

(47)

transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisien lanjutan.

4. Bersifat mendorong daerah belakangnya

Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri.

Kegiatan ekonomi di suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar titik pusat (Adisasmita, 2005: 44). Teori kutub pertumbuhan terutama bersumber pada ahli ekonomi perancis khususnya Perroux yang berpendapat bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada saat bersamaan, tetapi kehadirannya akan muncul pada beberapa tempat atau pusat pertumbuhan (growth poles) dengan intensitas yang berbeda-beda melalui saluran yang berbeda. Ia mengatakan bahwa kota merupakan suatu “tempat sentral” dan sekaligus merupakan kutub pertumbuhan. Pertumbuhan hanya terjadi dibeberapa tempat, terutama daerah perkotaan, yang disebutu pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.

(48)

merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan (Arsyad dalam Kuncoro, 2002: 29-30). 2.1.5 Faktor-Faktor yang Menentekun Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sadono Sukirno (2004 : 429-432) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya

Kekayaan alam meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat. Kekayaan alam akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.

2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja

(49)

3. Barang – Barang Modal dan Tingkat Teknologi

Barang – barang modal penting artinya dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Pada masyarakat yang kurang maju sekalipun barang – barang modal sangat besar perannya dalam kegiatan ekonomi. Begitu juga dengan kemajuan teknologi, kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi, efek yang utama adalah: (i) Kemajuan teknologi dapat mempertinggi keefisienan kegiatan memproduksi sesuatu barang. Kemajuan seperti itu akan menurunkan biaya produksi dan meninggikan jumlah produksi. (ii) Kemajuan teknologi menimbulkan penemuan barang – barang baru yang belum pernah diproduksi sebelumnya. Kemajuan seperti itu menambah barang dan jasa yang dapat digunakan masyarakat. (iii) Kemajuan teknologi dapat meninggikan mutu barang – barang yang diproduksi tanpa meningkatkan harganya.

4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat

(50)

2.1.6 Aglomerasi

2.1.6.1 Konsep Aglomerasi

Istilah aglomerasi pada dasarnya berawal dari ide Marshall tentang penghematan aglomerasi (agglomeration economies) atau disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Menurut Montgomery dalam (Kuncoro 2002:24), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen. Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa- jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002: 26).

Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik benang merah bahwa suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan kluster industri dan merupakan konsentrasi dari aktifitas ekonomi dari penduduk secara spasial yang muncul karena adanya penghematan yang diperoleh akibat lokasi yang berdekatan.

2.1.6.2 Teori Aglomerasi 1. Teori Neo Klasik

(51)

Aglomerasi ini mencerminkan adanya sistem interaksi antara pelaku ekonomi yang sama: apakah antar perusahaan antara industri yang sama, antar perusahaan antara industri yang berbeda, ataupun antar individu, perusahaan dan rumah tangga. Di lain pihak, kota adalah suatu daerah keanekaragaman yang menawarkan manfaat kedekatan lokasi konsumen maupun produsen.

2. Teori Ekonomi Geografi Baru (The New Economic Geography)

Teori ekonomi geografi baru berupaya untuk menurunkan efek-efek aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi dan increasing return dari perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglomerasi tidak di asumsikan tetapi diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya transportasi dan mobilitas faktor produksi.

Teori ekonomi geografi baru (Krugman’s dalam Lin,2011) menekankan pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi. Dalam model tersebut kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragamnya intermediate good pada sisi produksi. Kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Jika biaya transportasi cukup rendah maka akan terjadi aglomerasi.

(52)

perusahaan menghasilkan informasi yang berbeda-beda, manfaat interaksi meningkat seiring dengan jumlah perusahaan. Karena interaksi ini informal, perluasan pertukaran informasi menurun dengan meningkatnya jarak. Hal ini memberikan insentif bagi pengusaha untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain sehingga menghasilkan aglomerasi.

3. Teori Pemilihan Lokasi Kegiatan Industri

Menurut (Weber dalam Tarigan, 2005), ada 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan pada industri dalam menentukan lokasi, yaitu:

a. Perbedaan Biaya Transportasi.

Produsen cenderung mencari lokasi yang memberikan keuntungan berupa penghematan biaya transportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, mengemukakan tentang penghematan biaya transaksi (biaya transportasi, biaya transaksi, biaya kontrak, biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuan lokasi perusahaan. Pada akhir dekade ini biaya tranportasi sedikit berkurang karena inovasi sehingga sekarang lebih sering dijumpai perusahaan berlokasi pada orientasi input lokal daripada berorientasi pada bahan baku.

b. Perbedaan Biaya Upah.

(53)

daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Perlu diingat bahwa pedesaan yang relatif tertinggal tingkat upah paling tinggi akan tetap masih rendah dibanding pada daerah yang memiliki tingkat usaha pada bidang industri karena terdapat persyaratan administraif seperti UMR.

c. Keuntungan dari Aglomerasi

Aglomerasi akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi. Penghematan lokalisasi terjadi apabila biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat (terjadi increasing return of scale). Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi secara berdekatan. Penghematan urbanisasi terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wilayah yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi akibat skala perekonomian, dan bukan akibat skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan (extended metropolitan regions). Marshall menyatakan bahwa jarak yang tereduksi dengan adanya aglomerasi akan akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge spillover) pada lokasi tersebut (Kuncoro, 2007).

(54)

produsen, produk komplementer, dan perusahaan lain dalam industri yang terkait, baik terkait dalam keahlian, teknologi maupun input. Aglomerasi menginterprestasikan jaringan yang terbentuk dan menjadi semakin kokoh dengan sendirinya tidak hanya oleh perusahaan dalam aglomerasi tersebut tetapi oleh organisasi yang lain yang terkait sehingga menciptakan kolaborasi dan kompetisi dalam tingkatan yang tinggi untuk dapat meningkatkan daya saing berdasarkan keunggulan komparatif.

2.1.6.3 Keuntungan Aglomerasi

Menurut Perroux terjadinya aglomerasi industri mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu yaitu skala ekonomis (usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya (Arsyad, 1999: 356), yaitu :

1. Keuntungan Internal Perusahaan

Keuntungan ini muncul karena adanya faktor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi yang hanya diperoleh dalam jumlah tertentu. Kalau dipakai dalam jumlah yang lebih banyak, biaya produksi per unit akan jauh lebih rendah dibandingkan jika dipakai dalam jumlah yang lebih sedikit.

2. Keuntungan Lokalisasi (Localization Economies)

Keuntungan ini berhubungan dengan sumber bahan baku atau fasilitas sumber. Artinya dengan menumpuknya industri, maka setiap industri merupakan sumber atau pasar bagi industri yang lain.

3. Keuntungan Ekstern (keuntungan urbanisasi)

(55)

pekerjaan tertentu dan semakin mudah memperoleh tenaga-tenaga yang berbakat. Selain itu aglomerasi akan mendorong didirikannya perusahaan jasa pelayanan masyarakat yang sangat diperlukan oleh industri, misal : listrik, air minum, maka biaya dapat ditekan lebih rendah.

Disamping keuntungan skala ekonomis tersebut, aglomerasi mempunyai keuntungan lain yaitu menurunnya biaya tarnsportasi. pemusatan industri pada suatu daerah akan mendorong didirikannya perusahaan jasa angkutan dengan segala fasilitasnya. Dengan adanya fasilitas tersebut, industri-industri tidak perlu menyediakan atau mengusahakan jasa angkutan sendiri.

Menurut Tarigan (2004), aglomerasi terjadi karena adanya hubungan saling membutuhkan produk diantara berbagai industri, seperti tersedianya fasilitas (tenaga listrik, air, perbengkelan, jalan raya, pemondokan, juga terdapat tenaga kerja terlatih).

2.1.7 Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Richardson (dalam Tarigan 2005:55-56), berpendapat bahwa dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biayaper unit yang berdampak relokasi aktivitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah tersebut karena akan tercipta efisiansi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya.

(56)

mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Dari kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aglomerasi merupakan sekumpulan kluster wilayah yang merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomidan disebabkan oleh adanya penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan sehingga dapat berpengaruh dalam berkontribusi baik untuk wilayah sekitar maupun di luar wilayah sekitar serta pada pendapatan wilayah tersebut yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

2.1.8 Potensi Wilayah

2.1.8.1 Keunggulan Komperatif

Istilah Comperative Advantage (keunggulan komperatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1971) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara. Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan untuk mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komperatif maka negara tersebut akan beruntung. Pemikiran Ricardo tentang keunggulan komperatif tidak hanya berlaku pada perdagangan internasional saja tetepi juga pada ekonomi regional.

Keunggulan komperatif suatu daerah dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komperatif. Comperative advantage

(57)

komperatif dapat dilihat apakah suatu daerah dapat menjual produknya diluar negeri secara menguntungkan, tidak lagi membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu negara dengan negara lain, melainkan membandingkan potensi komoditi suatu negara terhadap komoditi negara pesaingnya di pasar global.

Menurut Tarigan (2005) suatu daerah memiliki keunggulan komperatif (comperative advantage) karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat membuat suatu wilayah memiliki keunggulan komperatif dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi akhirnya wilayah tersebut memiliki keunggulan untuk menghasilkan produk tertentu.

2. Masyarakatnya menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru) atau jenis produk tertentu.

3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus. 4. Wilayah itu dekat dengan pasar.

5. Wilayah dengan aksesibilitas yang tinggi.

6. Daerah konsentrasi/sentral dari suatu kegiatan sejenis. 7. Daerah aglomerasi dari berbagai kegiatan.

8. Upah buruh yang rendah dan tersedia jumlah yang cukup serta didukung oleh keterampilan memadai dan mentalitas yang mendukung.

(58)

2.1.8.2 Kuesion Lokasi (Location Quosient)

Kuesion Lokasi (Location Quosient) disingkat dengan LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau komoditi di suatu daerah (kabupaten/kota) terhadap peranan sektor atau komoditi di daerah yang lebih yinggi (provinsi/nasional). Dengan kata lain LQ menghitung share output sektor I di kabupaten dengan share output sektor I di provinsi.

Dengan rumus:

LQi = ��/�� �/�

=

��/� ��/�

Keterangan:

LQi = Nilai LQ pada sektor i di Kabupaten Deli Serdang Si = PDRB sektor i Kabupaten Deli Serdang

Ni = Total PDRB dari seluruh sektor perekonomian Kabupaten Deli Serdang S = PDRB sektor i Sumatera Utara

N = Besaran total dari seluruh kegiatan sektor perekonomian Sumatera Utara

Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor atau komoditi tersebut di daerah itu lebih menonjol dibandingkan dengan peranan sektor atau komoditi secara nasional atau lebih luas. Apabila nilai LQ < 1, artinya peranan sektor/komoditi tersebut di daerah itu lebih kecil dibandingkan peranan sektor/komoditi secara nasional. Apabila LQ = 1, artinya peranan sektor tersebut hanya dapat memnuhi kebutuhan wilayah itu sendiri.

Ada bebrapa keuntungan meggunakan metode LQ antara lain:

(59)

Analisis LQ sesuai dengan rumusannya memang sederhana dan apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tida begitu besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi, analisis LQ dapat dibuat menarik apabila digunakan dalam bentuk time-series/trend, artinya dianalisis dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sektor pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini dapat memancing analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik maka dapat dilihat faktor-faktor yang membuat daerah tersebut tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional, demikian juga sebaliknya. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah lemah, perlu dipikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas. (Robinson Tarigan, 2005).

2.1.8.3 Analisis Shift-Share (Shift-Share Analysis)

Analisis shift-share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor di daerah dengan wilayah nasional. Menurut Tambunan (2005) metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan. Analisis ini juga digunakan untuk menganalisis sumbangan (share) kecamatan ke kabupaten dan sektor yang mengalami kemajuan selama pengukuran. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan keunggulan kompetitif suatu wilayah.

Suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif bila komponen

(60)

potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal (komponen share

dan proportional share) tidak mendukung.

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (National Share)

Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebujakan ekonomi nasional dan perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component)

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component)

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.

2.1.9 Teori-teori Ketenagakerjaan 2.1.9.1 Teori Klasik Adam Smith

(61)

alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi. Teori Malthus Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dalam (Tarigan 2004) dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung.

Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi perkepala dan satu-satunya cara untuk menghindari hal tersebut adalah melakukan kontrol atau pengawasan pertumbuhan penduduk. Beberapa jalan keluar yang ditawarkan oleh malthus adalah dengan menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak.Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.

2.1.7.2 Teori Keynes

(62)

masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunya harga-harga. Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor ( marginal value of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.

2.1.7.3 Teori Harrod-domar

Teori Harod-domar (1946) dalam (Tarigan 2004) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.

2.1.10 Teori Produktivitas

Gambar

Tabel 4.1 Ibukota Luas Wliayah
Tabel 4.2
Gambar 4.2  Grafik Laju Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan PDB
Gambar 4.2 Banyaknya Industri Besar Dan Sedang Tahun 2011-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wibowo, Wisnu Ari. “Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri, Angkatan Kerja Dan Tingkat Upah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh indeks balassa aglomerasi, indeks pembangunan manusia, dan tingkat pengangguran terbuka terhadap pertumbuhan ekonomi di

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh aglomerasi industri, angkatan kerja dan human capital investment terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota

ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT INDUSTRI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

Dari hasil analisis pada Tabel 3.1 diperoleh bahwa secara umum bahwa variabel aglomerasi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh aglomerasi industri, angkatan kerja dan human capital investment terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di

Pengaruh Aglomerasi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2019 Anastasia Sisilia Christiari Fakultas Ekonomi dan

Dampak Negatif Pertumbuhan Ekonomi Kota Balikpapan Meskipun pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat memberikan dampak positif terhadap wilayah Kota Balikpapan, terdapat juga dampak negatif