HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KETERAMPILAN GURU
MENGAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS
AKSELERASI UNTUK MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DI
SMA SWASTA AL-AZHAR MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
SURI HANDAYANI DAMANIK
061301012
FAKULTAS PSIKOLOGI
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi Untuk Mata Pelajaran Sosiologi di
SMA Swasta Al-Azhar Medan
adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai denga peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Maret 2010
SURI HANDAYANI DAMANIK
NIM : 061301012
Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi Untuk Mata Pelajaran Sosiologi di
SMA Swasta Al-Azhar Medan
Suri Handayani Damanik dan Filia Dina Anggaraeni, M.Pd
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Azhar Medan. Studi lapangan di kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan menunjukkan bahwa dilihat dari aspek keterampilan guru mengajar, motivasi belajar siswa rendah pada mata pelajaran sosiologi walaupun kriteria kemampuan guru mengajar sama. Jika diasumsikan kemampuan guru mengajar sudah relatif baik, maka hal yang mungkin berkaitan dengan motivasi belajar siswa adalah persepsi siswa tentang kemampuan guru mengajar yang tampak pada keterampilan guru mengajar. Motivasi belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar untuk mendapatkan imbalan dan menghindari hukuman (ekstrinsik), serta karena keinginan dan tanggung jawab personal, dan untuk menghadapi tantangan (intrinsik). Persepsi tentang keterampilan guru mengajar yaitu adanya proses kognisi, afeksi, interpretasi, dan evaluasi siswa mengenai keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang meliputi mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback), memberikan latihan mandiri, dan mengulas kembali materi yang telah diajarkan secara berkala.
Penelitian ini melibatkan seluruh siswa kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan tahun ajaran 2009/2010, yaitu sebanyak 34 siswa. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar, baik ekstrinsik mauipun intrinsik. Pembuatan alat ukur dan analisa data pada variabel motivasi belajar dilakukan secara terpisah antara motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik karena berdasarkan teori Santrock (2007), motivasi ekstrinsik dan intrinsik memiliki pembahasan yang berbeda (dikotomi) dan sulit untuk digabungkan sebagai suatu kesatuan (kontinum).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar ekstrinsik dan tidak ada hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar intrinsik pada siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan, yaitu: (1) rata-rata persepsi siswa tentang keterampilan guru mengajar berada pada kategori ragu-ragu, (2) rata-rata kecenderungan motivasi belajar ekstrinsik siswa pada kategori sedang, dan (3) rata-rata kecenderungan motivasi belajar intrinsik siswa pada kategori sedang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti haturkan pada ALLAH Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan baik fisik maupun pikiran serta ketabahan kepada peneliti
sehingga dapat menyelesaikan skripsi Psikologi Pendidikan ini. Adapun judul
skripsi ini adalah: “Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar
dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi Untuk Mata Pelajaran
Sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan”.
Perlu usaha yang keras, kegigihan, dan kesabaran untuk menyelesaikan
karya ini. Bagi peneliti karya ini merupakan proses pembelajaran yang sangat
bernilai. Peneliti menyadari karya ini tidak akan selesai tanpa orang-orang tercinta
di sekeliling peneliti yang telah mendukung dan membantu. Untuk itu terima
kasih yang sebesar-besarnya peneliti sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi
USU.
2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd selaku dosen pembimbing dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini. Terima kasih atas diskusi-diskusi,
kesabaran dan bimbingan, serta dukungannya.
3. Ibu Desvi Yanti, M.PSi, psikolog sebagai Kordinator Bidang Psikologi
Pendidikan. Terima kasih karena telah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk bergabung dalam keluarga Psikologi Pendidikan.
4. Ibu Etty Rahmawati, M.Si. dan Ibu Lili Garliah, M.Si, psikolog., atas
5. Buat Buya tercinta, Ibnu Hajar Damanik, atas kritik, saran, dukungan, serta
teladan dan kesabaran yang engkau tunjukkan membuat penulis kuat dalam
menyelesaikan proposal seminar ini. Ummi terkasih Yusniarti, terima kasih
telah menjadi ladang latihan kesabaran penulis, serta adik-adikku tersayang
Ulfa, Dayah, dan Nabilah atas dukungannya selama ini.
6. Ibu Lili Garliah, M. Si, psikolog. selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih buat nasehat dan tuntunan yang ibu berikan.
7. Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Psikologi yang telah mendidik
melalui berbagai disiplin ilmu selama proses perkuliahan mulai dari
semester satu hingga selesai.
8. Terima kasih terdalam buat sahabat-sahabat penulis, Tia, Wina, Ela, Dara,
Kiki, dan Bang Geri yang telah dengan penuh keikhlasan membantu penulis
dalam penyelesaian proposal ini.
9. Buat teman-teman seperjuangan di Departemen Psikologi Pendidikan,
terima kasih buat dukungan dan semangatnya selama ini.
10. Keluarga besar SMA Swasta Al-Azhar Medan, terima kasih atas bantuan
dan kesediannya dalam menerima penulis untuk melakukan penelitian
disana.
11. Para senior dan juniorku di Fakultas Psikologi USU.
Akhirnya peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan ilmu yang peneliti miliki. Untuk itu peneliti
dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
Harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Medan, serta para pembaca pada umumnya.
Medan, Maret 2010
Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Manfaat Penelitian... 9
1. Manfaat Teoritis... 9
2. Manfaat Praktis... 10
E. Sistematika Penulisan... 10
BAB II LANDASAN TEORI... 12
A. Motivasi Belajar... 12
1. Pengertian Motivasi Belajar... 12
2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar... 13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar... 14
4. Motivasi Belajar pada Anak Berbakat... 15
B. Keterampilan Guru Mengajar... 16
1. Pengertian Keterampilan Guru Mengajar... 16
2. Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar... 17
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar... 19
D. Persepsi... 24
E. Hubungan Antara Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi... 25
F. Hipotesis Penelitian... 28
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Identifikasi Variabel Penelitian... 30
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 31
1. Motivasi Belajar... 31
2. Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 31
C. Populasi dan Sampel... 32
1. Populasi... 32
2. Sampel... 32
D. Metode dan Alat Pengambilan Data... 32
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 38
1. Validitas... 38
2. Reliabilitas... 45
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 47
1. Tahap Persiapan... 47
2. Tahap Pelaksanaan... 49
3. Tahap Pengolahan Data... 49
G. Metode Analisa Data... 49
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 52
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 52
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian... 52
2. Tingkat/Kelas Subjek Penelitian... 52
B. Hasil Penelitian... 53
1. Uji Asumsi... 53
C. Pembahasan Hasil Penelitian... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 69
A. Kesimpulan... 69
B. Saran... 70
1. Saran Metodologis... 70
2. Saran Praktis... 71
DAFTAR PUSTAKA... 72
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar... 19
Tabel 2 Distribusi Butir Kuesioner Motivasi Belajar... 33
Tabel 3 Blue Print Kuesioner Motivasi Belajar... 33
Tabel 4 Distribusi Butir Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 34
Tabel 5 Blue Print Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 36
Tabel 6 Butir Kuesioner Motivasi Belajar Setelah Uji Coba... 40
Tabel 7 Blue Print Kuesioner Motivasi Belajar Setelah Uji Coba... 40
Tabel 8 Distribusi Butir Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar Setelah Uji Coba... 41
Tabel 9 Blue Print Butir Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar Setelah Uji Coba... 43
Tabel 10 Reliabilitas Kuesioner Motivasi Ekstrinsik... 46
Tabel 11 Reliabilitas Kuesioner Motivasi Intrinsik... 47
Tabel 12 Reliabilitas Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 47
Tabel 13 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 52
Tabel 14 Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkatan... 52
Tabel 15 Linearitas Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Ekstrinsik... 54
Tabel 16 Linearitas Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Intrinsik... 56
Tabel 17 Gambaran Skor Motivasi Belajar Ekstrinsik... 57
Tabel 18 Kategorisasi Data Empirik Motivasi Belajar Ekstrinsik... 58
Tabel 19 Gambaran Skor Motivasi Belajar Intrinsik... 58
Tabel 20 Kategorisasi Data Empirik Motivasi Belajar Intrinsik... 59
Tabel 22 Kategorisasi Data Empirik Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 60
Tabel 23 Korelasi Antara Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Ekstrinsik... 61
Tabel 24 Korelasi Antara Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Intrinsik... 63
Tabel 25 Skor Rata-Rata pada Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Guru Mengajar... 65
Tabel 26 Skor Rata-Rata pada Motivasi Belajar Ekstrinsik... 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Scatter Plot Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dan Motivasi Belajar Ekstrinsik... 55
Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi Untuk Mata Pelajaran Sosiologi di
SMA Swasta Al-Azhar Medan
Suri Handayani Damanik dan Filia Dina Anggaraeni, M.Pd
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Azhar Medan. Studi lapangan di kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan menunjukkan bahwa dilihat dari aspek keterampilan guru mengajar, motivasi belajar siswa rendah pada mata pelajaran sosiologi walaupun kriteria kemampuan guru mengajar sama. Jika diasumsikan kemampuan guru mengajar sudah relatif baik, maka hal yang mungkin berkaitan dengan motivasi belajar siswa adalah persepsi siswa tentang kemampuan guru mengajar yang tampak pada keterampilan guru mengajar. Motivasi belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar untuk mendapatkan imbalan dan menghindari hukuman (ekstrinsik), serta karena keinginan dan tanggung jawab personal, dan untuk menghadapi tantangan (intrinsik). Persepsi tentang keterampilan guru mengajar yaitu adanya proses kognisi, afeksi, interpretasi, dan evaluasi siswa mengenai keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang meliputi mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback), memberikan latihan mandiri, dan mengulas kembali materi yang telah diajarkan secara berkala.
Penelitian ini melibatkan seluruh siswa kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan tahun ajaran 2009/2010, yaitu sebanyak 34 siswa. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar, baik ekstrinsik mauipun intrinsik. Pembuatan alat ukur dan analisa data pada variabel motivasi belajar dilakukan secara terpisah antara motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik karena berdasarkan teori Santrock (2007), motivasi ekstrinsik dan intrinsik memiliki pembahasan yang berbeda (dikotomi) dan sulit untuk digabungkan sebagai suatu kesatuan (kontinum).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar ekstrinsik dan tidak ada hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar intrinsik pada siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan, yaitu: (1) rata-rata persepsi siswa tentang keterampilan guru mengajar berada pada kategori ragu-ragu, (2) rata-rata kecenderungan motivasi belajar ekstrinsik siswa pada kategori sedang, dan (3) rata-rata kecenderungan motivasi belajar intrinsik siswa pada kategori sedang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Layanan pendidikan menyangkut tentang keseluruhan upaya yang
dilakukan untuk mengubah tingkah laku manusia demi menjaga kesinambungan
dan peningkatan kualitas hidupnya. Layanan pendidikan merupakan salah satu
program strategis jangka panjang yang senantiasa memerlukan perbaikan serta
peningkatan kualitas yang tidak bisa dijalankan secara reaktif, sambil lalu dan
sekenanya, melainkan mesti dengan cara proaktif, intensif, dan strategis (Sidi,
2001).
Layanan pendidikan yang bermutu akan menentukan tinggi atau
rendahnya perolehan hasil belajar siswa. Selain itu, hasil belajar siswa berkaitan
dengan seberapa besar siswa memiliki keinginan yang kuat untuk terlibat secara
aktif dalam proses belajar. Keinginan yang kuat serta keterlibatan aktif dalam
proses belajar menunjukkan kadar atau kondisi motivasi belajar yang dimiliki
siswa (Sidi, 2001).
Kata motivasi digunakan untuk menjelaskan apa yang membuat orang
melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka
dalam menyelesaikan tugas-tugas (Pintrich, 2003). Hal ini berarti bahwa konsep
motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (yang
menunjukkan pilihan dalam berperilaku), intensitas perilaku (yang menunjukkan
sesungguhnya. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dinyatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan memberikan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu
dapat tercapai (Sardiman, 2000). Sejalan dengan pendapat tersebut, Brophy
(2004) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa untuk
mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Terdapat dua aspek motivasi
belajar yang dimiliki siswa, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik
(Santrock, 2007). Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk
mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik
sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya,
murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
Sedangkan motivasi intrinsik yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi
ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Motivasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti harapan
guru, instruksi langsung, umpanbalik (feedback) yang tepat, hadiah, dan hukuman
(Brophy, 2004). Pemberian angka, persaingan/kompetisi, ego-involvement, memberi
ulangan, pujian, memberitahukan hasil, hasrat untuk berhasil, minat, dan tujuan yang
ingin dicapai juga dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa (Sardiman, 2000).
Beberapa faktor di atas yang mempengaruhi motivasi belajar berkaitan dengan
langsung dan pemberian umpanbalik. Selain itu, penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa berhubungan dengan persepsi siswa
terhadap cara mengajar guru (Tarmidi & Hadiati, 2005) dan persepsi siswa terhadap
kompetensi profesionalisme guru (Rangkuti & Anggaraeni, 2005).
Kajian yang berkenaan dengan motivasi belajar siswa sebagaimana dilakukan
oleh Susilowati (2004) pada kelas akselerasi di SMP Islam Al-Azhar 1 Jakarta
menemukan bahwa terdapat 68,2% yang berminat pada pelajaran IPA dan 25%
pada pelajaran IPS. Dari 68,2% siswa yang berminat pada pelajaran IPA, motivasi
terbesar bukan berasal dari dalam diri siswa melainkan dari faktor pelajaran itu
sendiri (53,7%). Selain faktor pelajaran, terdapat faktor cara mengajar guru bidang
studi (17%), faktor guru yang tidak berkaitan dengan cara mengajar (12,2%),
faktor suasana kelas ketika kegiatan belajar mengajar (4,9%), dan faktor lainnya
(12,2%). Selain itu, dari 25% siswa kelas akselerasi yang meminati pelajaran IPS
diketahui bahwa motivasi siswa belajar adalah faktor pelajaran itu sendiri
(38,1%). Selebihnya, karena faktor guru (33,3%), cara mengajar guru (23,8%),
suasana kelas (4,8%), dan faktor lainnya (0%).
Karakteristik motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa berbakat berkaitan
dengan konsistensi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya, senang
mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan sedikit
pengarahan, serta ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi
(Heward, 1996). Siswa-siswi berbakat memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam
hal pembelajaran, seperti mudah menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya
dalam menangani siswa berbakat, terutama bagi mereka yang ditempatkan dalam
kelas akselerasi, lebih berperan sebagai fasilitator, sedangkan tanggungjawab belajar
ada pada peserta didik (Widyorini, 2002).
Pencapaian hasil belajar yang tinggi oleh siswa tidak bisa dilepaskan dari
standar proses yang menampilkan kualitas layanan pembelajaran. Untuk itu
pencapaian hasil belajar siswa tidak dapat dielakkan dari keharusan menganalisis
setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran.
Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, seperti
guru, siswa, kurikulum, metode, anggaran, fasilitas, evaluasi, dan sebagainya.
Namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan
memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain
komponen-komponen itu keberadaannya terpencar, juga sulit menentukan kadar
keterpengaruhan setiap komponen. Diantara banyaknya komponen, yang selama
ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru
(Sanjaya, 2008).
Sistem pengajaran kelas telah menempatkan guru pada suatu tempat yang
sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap aktivitas
pembelajaran yang dipimpinnya. Seorang guru perlu memiliki kemampuan
merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang
dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan
siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media
pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran. Menurut Cooper, guru
belajar dan berperilaku dengan cara baru yang berbeda. Dengan demikian,
seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak
mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru (Sanjaya, 2008).
Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia
sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga puluh persen keberhasilan
pendidikan yang ditunjukkan oleh indikator prestasi belajar siswa ditentukan oleh guru
(Supriadi, 1998). Ketika banyak orang mempersoalkan masalah kualitas pendidikan,
tidak dapat dielakkan bahwa figur guru menjadi unsur yang dibicarakan, terutama
yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal ini memang wajar,
sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa
sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun baik dan idealnya kurikulum
pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam
mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab
itu, untuk mencapai standar proses pendidikan, sebaiknya dimulai dengan
menganalisis komponen guru (Sanjaya, 2008).
Terdapat beragam peranan guru yang semuanya membutuhkan pengetahuan
dan keterampilan dalam pelaksanaannya. Keterampilan guru mengajar merupakan
salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki
keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik
yang berimplikasi pada peningkatan kualitas lulusan sekolah. Terdapat enam
aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar. Keenam aspek tersebut
latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback),
memberikan latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali materi yang
telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya
keenam aspek tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang
mendorong atau menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan aktivitas belajar
dengan baik (Pintrich & Schunk, 2002).
Suatu studi lapangan melalui wawancara dengan beberapa siswa di SMA
Swasta Al-Azhar Medan, baik kelas X^XI (sepuluh-sebelas) maupun kelas
XI^XII (sebelas-dua belas), menunjukkan bahwa mereka tidak termotivasi untuk
belajar pada mata pelajaran sosiologi karena faktor persepsi mereka yang
cenderung negatif terhadap guru yang mengajar. Hal ini terlihat dari pernyataan
siswi yang bernama Fika (siswi kelas XI^XII), yang mengemukakan bahwa
“Bapak itu nggak enak kak ngajarnya, kami jadi ngantuk. Dia asik sendiri aja.
Ngajarnya juga ceramah aja, bosen kami. Pokoknya gak enaklah kak”. Akbar
(siswa kelas XI^XII) juga menambahkan bahwa ”Iya kak, bosen kali kalo belajar
sosiologi, nggak enak bapak itu ngajarnya”. Selain itu, Rina (siswi kelas X^XI)
juga menyatakan bahwa ”Saya nggak suka pelajaran sosiologi kak. Gurunya gak
enak. Ngajarnya cuma dari satu buku pelajaran itu aja, gak dari banyak sumber,
misalnya dari buku lain atau dari internet”. Jika dilihat berdasarkan aspek
keterampilan guru mengajar, hal ini berkaitan dengan pemberian materi baru yang
kurang terstruktur, kurang diperkaya, dan tidak mendetail, serta tidak melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran, misalnya tidak memberikan pertanyaan atau
Siswa yang berada di kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan telah
mengikuti psikotes terlebih dahulu, sehingga yang diterima memiliki kapasitas
intelektual di atas rata-rata, dengan nilai IQ 130 atau lebih. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan dari Pak Binawan, seorang manajer bagian kelas akselerasi di SMA
Swasta Al-Azhar Medan, yang mengemukakan bahwa:
“Anak-anak yang mau masuk kesini harus ikut psikotes dulu, IQ 130 atau lebih yang bisa masuk. Ada juga beberapa anak yang waktu SMP bandel dan nilainya rendah, tapi pas dites ternyata IQnya lebih dari 130, ya kami harus tetap terbuka menerimanya. Mungkin saja mereka jadi nakal karena sekolahnya yang dulu tidak bisa memfasilitasi mereka. Setelah masuk sini mereka juga harus buat kontrak, yang menyatakan kalau terjadi penurunan prestasi mereka harus bersedia dikeluarkan. Tapi alhamdulillah sampai saat ini belum ada yang dikeluarkan, karena saya lihat mereka selalu berusaha untuk mempertahankan prestasinya”.
Berdasarkan kapasitas intelektual yang mereka miliki, hal ini
menunjukkan bahwa anak-anak yang berada di dalam kelas akselerasi SMA
Swasta Al-Azhar Medan bisa dikategorikan sebagai anak-anak berbakat, yaitu
dengan IQ 130 atau lebih (Heward, 1996).
Sehubungan dengan fenomena lapangan, Pak Binawan menyatakan bahwa
guru-guru yang mengajar di kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan
memiliki kapasitas intelektual di atas rata-rata, karena guru-guru tersebut juga
harus mengikuti psikotes jika ingin mengajar di kelas akselerasi SMA Swasta
Al-Azhar Medan. Hal ini terlihat dengan pernyataan beliau yang mengemukakan
bahwa “Guru-guru disini juga ikut tes psikotes. Guru yang IQnya di atas rata-rata
baru bisa ngajar disini”.
Dilihat dari aspek keterampilan guru mengajar, motivasi belajar siswa
mengajar sama karena sebelumnya mereka mengikuti psikotes. Jika diasumsikan
kemampuan guru mengajar sudah relatif baik, maka hal yang mungkin berkaitan
dengan motivasi belajar siswa adalah persepsi siswa tentang kemampuan guru
mengajar yang tampak pada keterampilan guru mengajar. Persepsi adalah proses
dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan
(Atkinson, 1997). Ittelson (dalam Bell dkk, 1996) menyatakan bahwa terdapat
empat aspek dari persepsi, yaitu kognitif (berpikir), afektif (emosional),
interpretasi, dan evaluatif. McCombs, et al (dalam Santrock, 2007) menemukan
bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi
untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan
diperhatikan gurunya. Dalam kaitannya dengan bidang studi sosiologi, persepsi
tentang keterampilan guru mengajar adalah proses kognitif, afektif, interpretasi,
dan evaluatif yang diberikan siswa mengenai stimulus yang diberikan oleh guru
berupa metode dan keterampilan guru sosiologi dalam menjalankan profesi
keguruannya, terutama dalam hal melaksanakan proses belajar mengajar bidang
studi sosiologi di kelas. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa perlu
untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Tentang Keterampilan
Guru Mengajar dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi Untuk Mata
Pelajaran Sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini
mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran
sosiologi?”. Rumusan masalah tersebut dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru
mengajar dengan motivasi belajar ekstrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata
pelajaran sosiologi?
2. Apakah terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru
mengajar dengan motivasi belajar intrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata
pelajaran sosiologi?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan antara persepsi tentang
ketermapilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk
mata pelajaran sosiologi, dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan
motivasi belajar ekstrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran
sosiologi.
2. Hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan
motivasi belajar intrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran
sosiologi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan
ilmu Psikologi Pendidikan, khususnya berkaitan dengan persepsi tentang
pembelajaran, peningkatan keterampilan guru mengajar, dan motivasi belajar
siswa pada kelas akselerasi.
b. Merumuskan strategi penumbuhan motivasi belajar siswa kelas akselerasi
melalui peningkatan keterampilan guru mengajar.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain:
a. Bagi guru akan menjadi masukan dalam menentukan cara meningkatkan
motivasi belajar siswa khususnya di kelas akselerasi.
b. Bagi sekolah akan menjadi masukan dalam menetapkan kebijakan pembinaan
kemampuan guru dalam pembelajaran terutama strategi meningkatkan
motivasi belajar siswa khususnya di kelas akselerasi.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
BAB II Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang motivasi
belajar, keterampilan guru mengajar, kelas akselerasi, dan persepsi.
BAB III Metode penelitian
Bab ini menguraikan variabel penelitian, definisi operasional, populasi
dan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode
analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak
BAB II
LANDASAN TEORI
A. MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti
bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan
sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan
untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas
perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang
sesungguhnya (Pintrich, 2003).
Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah,
dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku
yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan
belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai
(Sardiman, 2000).
Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan
bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan
mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang
memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan,
membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi
belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan
yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari
bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah
aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.
Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh
Santrock (2007), yaitu:
a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang
lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh
insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras
dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua
kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas,
dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi
ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid
termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi
tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan
yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol,
misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi
intrinsik, yaitu:
1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan
sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan
eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai
pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas
pembelajaran mereka.
2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal
kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh
saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka
anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siwa, yaitu:
b. Instruksi langsung
c. Umpanbalik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman
Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa
bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan
belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan
utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b. Persaingan/kompetisi
c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan
pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras
dengan mempertaruhkan harga diri.
d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar
kalau mengetahui akan ada ulangan.
e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar
terutama kalau terjadi kemajuan.
f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini
merupakan bentuk penguatan positif.
4. Motivasi Belajar pada Anak Berbakat
Menurut Heward (1996), karakteristik perilaku belajar dengan motivasi tinggi
a. Konsisten dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya.
b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan
sedikit pengarahan.
c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah
menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik, dan
lain sebagainya.
B. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR
1. Pengertian Keterampilan Guru Mengajar
Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan
yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat
mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada motivasi
belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah (Uno, 2006).
Sejalan dengan pernyataan Uno di atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999)
menyatakan bahwa keterampilan guru mengajar berkaitan dengan kemampuan
berkomunikasi dengan siswa, pengetahuan yang dimiliki serta bagaimana
menginformasikan pengetahuan tersebut kepada siswa sehingga siswa menjadi
sadar terhadap pengetahuan tersebut. Pintrich & Schunk (2002) menambahkan
bahwa guru yang memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan
2. Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar
Terdapat enam aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar
(Pintrich & Schunk, 2002). Keenam aspek tersebut yaitu:
a. Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan pengulangan
singkat mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas yang diberikan di
hari sebelumnya, dan ajarkan kembali materi tersebut jika dibutuhkan.
Keterampilan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan siswa dalam
belajar materi yang baru dan menciptakan kesadaran awal mengenai
kemampuan siswa dalam belajar. Selain itu, guru dapat mengeluarkan
informasi di dalam memori jangka panjang siswa dan memberikan suatu
struktur kognitif untuk memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi
siswa untuk memperoses informasi jika mereka menggabungkan informasi
baru dengan pembelajaran sebelumnya karena akan membangun jaringan
pengetahuan yang lebih terorganisir.
b. Memberikan materi baru. Pemberian materi baru dilakukan dengan
menggunakan langkah-langkah sederhana serta instruksi dan penjelasan yang
jelas dan mendetail. Langkah-langkah yang sederhana bertujuan untuk
memastikan bahwa kemampuan siswa dalam memproses informasi tidak
berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses informasi dengan efektif
dan menyimpannya dalam memori sebelum materi yang baru diberikan.
Instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail bertujuan untuk memastikan
siswa memahami isi materi dan tidak terikat dalam proses mental yang
c. Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus disertai dengan bimbingan
guru sehingga guru dapat memeriksa pemahaman siswa. Latihan merupakan
suatu bentuk dari pengulangan, yang akan membantu untuk
mengorganisasikan dan menyimpan informasi dalam memori. Dengan latihan
yang berulang, materi dan keahlian yang dipelajari dapat dipahami dengan
sedikit perhatian.
d. Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik merupakan sumber lain
dari pembelajaran yang efektif. Guru yang memberitahukan kepada siswa
bahwa penampilan mereka baik, memberikan informasi yang benar saat terjadi
kesalahpahaman pada siswa, dan jika dibutuhkan mengajarkan kembali materi
yang belum dipahami siswa akan membantu memperkuat kesadaran awal
siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.
e. Memberikan latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan
kemampuan. Siswa yang bisa mengerjakan tugas karena kemampuan mereka
sendiri akan merasa sangat mampu dalam belajar dan termotivasi untuk
meningkatkannya.
f. Mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak
(mingguan atau bulanan). Pengulangan secara periodik dimana siswa memiliki
penampilan yang baik menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan
mempertahankan informasi, yang akan meningkatkan motivasi untuk
pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar
Borich (1996) menyatakan terdapat empat hal yang mempengaruhi
keterampilan guru dalam mengajar, yaitu karakteristik kepribadian (seperti
motivasi berprestasi, ketepatan (directness), dan fleksibilitas), sikap (seperti
motivasi untuk mengajar, empati terhadap siswa, dan komitmen), pengalaman
(seperti lama mengajar, pengalaman dalam mengajar suatu materi, dan
pengalaman pada level kelas tertentu), dan bakat atau prestasi (seperti skor pada
tes kemampuan, indeks prestasi, dan hasil evaluasi mengajar). Untuk lebih
jelasnya, keempat faktor tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar
No. Kepribadian Sikap Pengalaman Bakat/Prestasi
1. Suka memberi
kebebasan (permissiveness)
Motivasi untuk mengajar
Lama mengajar Ujian guru tingkat nasional
2. Dogmatisme Sikap terhadap
siswa
3. Otoritarian Sikap terhadap
proses Aptitude Test), terdiri dari verbal dan kuantitatif
verbal (verbal
fluency)
(abstractness )-Konkret (concreteness)
dirinya (indirectness)
Sikap terhadap papers written)
Evaluasi siswa atau hanya pada saat mengajar)
Sumber: Borich (1996)
C.KELAS AKSELERASI
Akselerasi adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalani
kurikulum yang ada dengan lebih cepat (Heward, 1996). Terdapat beberapa jenis
dari akselerasi, yaitu:
1. Memasuki sekolah formal pada usia dini
2. Loncat kelas
3. Mengikuti bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi
4. Kurikulum yang dipadatkan atau dipersingkat
5. Memasuki sekolah menengah atas dan universitas secara bersamaan.
6. Memasuki universitas lebih awal
Bagaimanapun akselerasi ini dilakukan, pada akhirnya peserta didik tetap
menyelesaikan pendidikan sekolah, namun dalam waktu yang lebih singkat.
Menurut Silverman (dalam Heward, 1996) akselerasi adalah suatu respon dalam
menjawab kebutuhan belajar dengan lebih cepat yang dimiliki oleh anak-anak
tepat, maka ketertarikan siswa terhadap sekolah akan meningkat, mencapai level
prestasi akademis yang lebih tinggi, memiliki perhatian terhadap prestasi, dan
menyelesaikan level pendidikan yang lebih tinggi dalam waktu singkat, yang akan
meningkatkan waktu untuk berkarir di akhir sekolah.
Widyastono (dalam Tarmidi & Hadiati, 2005) menyatakan ada delapan hal
yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program akselerasi, yaitu:
1. Masukan (input, intake) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan
kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria
yang digunakan adalah: (1) prestasi belajar, dengan indikator angka raport,
Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan/atau hasil tes prestasi akademik, berada 2
standar deviasi (SD) di atas Mean populasi siswa; (2) skor psikotes, yang
meliputi: intelligency quotient (IQ) minimal 125, kreativitas, tanggung jawab
terhadap tugas (task commitment), dan emotional quotient (EQ) berada 2 SD
di atas Mean populasi siswa; (3) kesehatan dan kesemaptaan jasmani, jika
diperlukan.
2. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional standar, namun
dilakukan improvisasi alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar peserta
didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar lebih tinggi
dibandingkan dengan kecepatan belajar dan motivasi belajar siswa seusianya.
Dalam hal ini, misalnya SMA, yang biasanya memakan waktu selama 3 tahun,
terdiri atas 6 semester, setiap tahun 2 semester; dipercepat menjadi selama 2
3. Tenaga kependidikan. Karena siswanya memiliki kemampuan dan kecerdasan
luar biasa, maka tenaga kependidikan yang menanganinya terdiri atas tenaga
kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran,
penguasaan metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas.
4. Sarana-prasarana yang menunjang, yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kecerdasan siswa, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
belajar serta menyalurkan kemampuan dan kecerdasannya, termasuk bakat dan
minatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
5. Dana. Untuk menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan perlu
adanya dukungan dana yang memadai, termasuk perlunya disediakan insentif
tambahan bagi tenaga kependidikan yang terlibat, berupa uang maupun
fasilitas lainnya.
6. Manajemen,bersangkut paut dengan strategi dan immplementasi seluruh
sumberdaya yang ada dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh sebab itu, bentuk manajemen pada sekolah dengan sistem
kelas percepatan, harus memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, realitas, dan
berorientasi jauh ke depan. Dengan demikian, pengelolaannya didasari oleh
komitmen, ketekunan, pemahaman yang sama, kebersamaan antara semua
pihak yang terlibat dalam kegiatan ini.
7. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan
menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan dalam arti fisik maupun
8. Proses belajar-mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat
dipertanggungjawabkan (accountable) kepada siswa, orangtua, lembaga,
maupun masyarakat.
Menurut Somantri (2006), bagi siswa berbakat dengan kapasitas
intelektual di atas rata-rata, program akselerasi ini memberikan beberapa
keuntungan, antara lain:
1. Terpenuhinya kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas siswa dalam belajar
3. Memberikan kesempatan untuk memiliki “intellectual peers”
4. Menambah rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi siswa
5. Memberi kesempatan untuk menghemat waktu dalam menempuh pendidikan,
sehingga lebih banyak waktu untuk mengembangkan minat, spesialisasi, dan
karir.
Guru merupakan faktor yang memiliki peran penting dalam
memberhasilkan kelas akselerasi. Dalam kelas akselerasi peran guru mengelola
pembelajaran lebih tepat disebut sebagai fasilitator, yang menunjukkan bahwa
tanggungjawab akhir belajar ada pada anak untuk mengaktualisasikan potensi
dirinya.
Namun begitu ada beberapa hal yang dapat disebut sebagai kelemahan
dalam penerapan program akselerasi ini. Salah satunya adalah materi ajar yang
padat membuat guru kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang
D. PERSEPSI
Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola
stimulus dalam lingkungan (Atkinson, 1997). Pengertian kita akan lingkungan
atau dunia di sekitar kita melibatkan unsur interpretasi terhadap
rangsang-rangsang yang diterima. Interpretasi ini menyebabkan kita menjadi subjek dari
pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima dan inilah yang
menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Proses
diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa)
sampai rangsang itu disadari dan dapat dimengerti disebut persepsi (Irwanto,
2002).
Dalam kegiatan belajar, McCombs, et al (dalam Santrock, 2007)
menemukan bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih
termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak
didukung dan diperhatikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa
memiliki persepsi yang positif mengenai keterampilan guru dalam mengajar,
maka motivasi siswa dalam belajar akan meningkat.
Menurut Ittelson (dalam Bell dkk, 1996), persepsi terdiri dari empat
komponen, yaitu:
1. Kognitif (Berpikir)
Dalam proses kognitif, kita akan membandingkan situasi tersebut dengan
pengalaman kita sebelumnya atau sesuatu yang pernah kita baca. Hal ini berarti
2. Afektif (Emosional)
Komponen afektif (emosional) merupakan bagaimana perasaan kita
mengenai suatu situasi. Perasaan yang kita miliki ini akan mempengaruhi persepsi
kita tentang situasi tersebut.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan penilaian yang kita lakukan mengenai apa-apa saja
yang ada dalam suatu situasi. Menurut Hawkins dkk (2007), interpretasi
berhubungan dengan bagaimana kita memahami dan membuat pengertian tentang
informasi yang kita terima.
4. Evaluatif
Dalam proses evaluatif, kita akan menentukan apakah situasi tersebut
merupakan situasi yang baik atau buruk. Kita melakukan evaluasi terhadap suatu
situasi dan menentukan apakah elemen-elemen yang ada di dalamnya merupakan
suatu hal yang baik atau buruk.
E. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KETERAMPILAN
GURU MENGAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS AKSELERASI
Layanan pendidikan yang bermutu akan menentukan tinggi atau
rendahnya perolehan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa tersebut berkaitan
dengan seberapa besar siswa memiliki keinginan yang kuat untuk terlibat secara
proses belajar menunjukkan kadar atau kondisi motivasi belajar yang dimiliki
siswa.
Motivasi belajar siswa adalah kecenderungan siswa untuk mencapai
aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Menurut Santrock, terdapat dua
aspek motivasi belajar yang dimiliki siswa, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi
intrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu
yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi
oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar
keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Sedangkan
motivasi intrinsik yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu
itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena
dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Karakteristik motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa berbakat di kelas
akselerasi berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
menjadi minatnya, senang mengerjakan tugas secara independen dengan sedikit
pengarahan siswa ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
Siswa kelas akselerasi memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran,
seperti mudah menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, dan daya
konsentrasi baik. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas akselerasi
memang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa kelas akselerasi, terutama pada
yaitu faktor pelajaran, faktor guru, keterampilan guru mengajar, suasana kelas,
dan lain sebagainya. Sedangkan pada siswa kelas akselerasi di SMA Swasta
Al-Azhar Medan, motivasi belajar yang mereka miliki pada mata pelajaran sosiologi
dipengaruhi oleh bagaimana interpretasi mereka terhadap keterampilan mengajar
yang dimiliki oleh guru sosiologi. Hal ini terlihat dari hasil studi lapangan yang
telah dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasilnya menunjukkan
bahwa motivasi mereka dalam belajar sosiologi rendah, dimana siswa-siswa yang
berada di kelas akselerasi tersebut menyatakan bahwa sistem pengajaran yang
dilakukan oleh guru sosiologi membuat mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Mereka merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Walaupun
karakteristik motivasi belajar siswa kelas akselerasi terbilang sudah sangat baik,
motivasi belajar mereka terutama dalam pelajaran sosiologi tetap dipengaruhi oleh
bagaimana persepsi mereka tentang keterampilan guru mengajar.
Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan
yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat
mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada peningkatan
kualitas lulusan sekolah. Menurut Pintrich & Schunk, terdapat enam aspek yang
menggambarkan keterampilan guru mengajar. Keenam aspek tersebut yaitu
mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan materi baru, memberikan
latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback),
memberikan latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali materi yang
telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya
mendorong atau menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan aktivitas belajar
dengan baik. Misalnya, guru sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan memberikan
materi baru dengan kurang terstruktur dan tidak melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran, seperti tidak memberikan pertanyaan atau umpan balik kepada
siswa sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran
tersebut. Selain dari fenomena tersebut, ketika guru memberitahukan kepada siswa
bahwa penampilan mereka baik, motivasi belajar siswa khususnya motivasi intrinsik
akan meningkat. Siswa yang diberikan latihan mandiri oleh guru diharapkan akan
memandang tugas tersebut sebagai suatu tantangan dan pengulangan secara periodik
dimana siswa yang memiliki penampilan baik menunjukkan bahwa ia telah belajar
dan mempertahankan informasi, akan meningkatkan motivasi untuk pembelajaran
selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai
kemampuan mereka.
Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara
persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas
akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi.
F. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar
dengan motivasi belajar ekstrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran
2. Terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar
dengan motivasi belajar intrinsik siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional
kuantitatif, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2000) bertujuan untuk
menguji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dan motivasi
belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta
Al-Azhar Medan.
Dalam penelitian jenis ini, data yang dikumpulkan hanya untuk
memverifikasi dan menggambarkan ada tidaknya hubungan antarvariabel yang
diteliti, namun tidak dapat menerangkan sebab-sebab hubungan tersebut (Hadi,
2000).
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Dalam penelitian ini ada dua variable yang akan diuji yakni
masing-masing satu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel-variabel yang diukur
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel terikat (dependent variable) : motivasi belajar
2. Variabel bebas (independent variable) : persepsi tentang keterampilan guru
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Motivasi belajar
Yang dimaksud dengan motivasi belajar dalam kajian ini adalah
keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar untuk mendapatkan imbalan,
menghindari hukuman, karena keinginan dan tanggung jawab personal, dan untuk
menghadapi tantangan. Motivasi belajar diukur dengan menggunakan skala
motivasi belajar berdasarkan teori Santrock yang disusun sendiri oleh peneliti.
Semakin tinggi skor subjek pada skala motivasi belajar siswa, makin tinggi
kecenderungan motivasi siswa dalam belajar.
2. Persepsi tentang keterampilan guru mengajar
Batasan tentang persepsi dalam kajian ini adalah adanya proses kognisi,
afeksi, interpretasi, dan evaluasi siswa mengenai keterampilan guru melaksanakan
pembelajaran yang meliputi mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan
materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan
balik (feedback), memberikan latihan mandiri, dan mengulas kembali materi yang
telah diajarkan secara berkala.
Persepsi tentang keterampilan guru mengajar diukur dengan menggunakan
skala persepsi tentang keterampilan guru mengajar berdasarkan teori Ittelson dan
Pintrich & Schunk yang disusun sendiri oleh peneliti. Semakin tinggi skor subjek
pada skala persepsi tentang keterampilan guru mengajar, makin positif
C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan karakteristik atau unit analisis
yang menjadi perhatian dalam penelitian. Populasi penelitian merupakan subjek
yang berada pada suatu wilayah dengan syarat-syarat tertentu berkaitan dengan
masalah penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
siswa kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan tahun ajaran 2009/2010,
yaitu sebanyak 34 siswa.
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan seluruh anggota populasi menjadi sampel,
yakni semua siswa dalam populasi digunakan sebagai sampel atau subjek
penelitian. Istilah yang lazim untuk pendekatan ini adalah sampel total
(Sundayana, 2009).
D. METODE DAN ALAT PENGAMBILAN DATA
Pengambilan data dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang
merupakan suatu alat ukur konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan
aspek kepribadian individu (Azwar, 2000).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kuesioner dengan skala untuk
guru mengajar. Distribusi butir penelitian untuk skala motivasi belajar siswa
seperti dituangkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Distribusi Butir Kuesioner Motivasi Belajar
No Aspek Indikator Perilaku Jlh Butir Total Bobot
(%)
Fv Unfv
1 Motivasi ekstrinsik
Untuk mendapatkan imbalan 5 5 10 50
Untuk menghindari hukuman 5 5 10
2 Motivasi intrinsik
Karena keinginan dan tanggung jawab personal
5 5 10 50
Untuk menghadapi tantangan 5 5 10
Total 20 20 40 100
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk mengukur motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsik digunakan masing-masing 20 butir dengan blue print instrumen
penelitian disajikan sebagai berikut.
Tabel 3. Blue Print Kuesioner Motivasi Belajar
No Aspek Indikator Perilaku Nomor Butir Total Bobot
Distribusi butir kuesioner penelitian untuk skala persepsi siswa tentang
keterampilan guru mengajar yaitu:
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa aspek mengulas pembelajaran
sebelumnya diukur dengan menggunakan 25 butir, memberikan materi baru
diukur dengan menggunakan 25 butir, memberikan latihan dengan bimbingan
guru diukur dengan menggunakan 10 butir, memberikan umpan balik (feedback)
diukur dengan menggunakan 20 butir, memberikan latihan mandiri diukur dengan
menggunakan 10 butir, dan mengulas kembali pembelajaran selama sebulan
diukur dengan menggunakan 10 butir. Blue print penelitian dapat disajikan
sebagai berikut.
pembel ajaran secara berkala
materi yang telah dipelajari secara berkala
Total 11 11 13 12 16 11 17 12 100 100
Penyusunan kuesioner motivasi belajar dan kuesioner persepsi tentang
keterampilan guru mengajar dibuat dalam bentuk skala Likert. Skor untuk
masing-masing butir bergerak dari STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), R
(Ragu-Ragu), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Semakin tinggi skor subjek pada
skala motivasi belajar siswa, makin tinggi kecenderungan motivasi siswa dalam
belajar. Semakin tinggi skor subjek pada skala persepsi tentang keterampilan guru
mengajar, makin positif kecenderungan persepsi siswa tentang keterampilan guru
dalam mengajar.
E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes atau instrumental pengukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2004).
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi (content
validity). Suryabrata (2008) menyatakan bahwa validitas isi ditegakkan pada
tersebut, Azwar (2004) menyatakan bahwa validitas isi bertujuan untuk
mengungkap sejauh mana soal-soal dalam alat ukur tersebut mencakup
keseluruhan kawasan isi yang diukur, berdasarkan pendapat profesional
(professional judgement).
Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan
uji daya beda butir pertanyaan/pernyataan. Uji daya beda butir
pertanyaan/pernyataan dilakukan untuk melihat sejauh mana setiap butir
pertanyaan/pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok
individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan
diukur (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda butir pertanyaan/pernyataan menghendaki
dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor butir
pertanyaan/pernyataan dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor
skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item-total ( )
yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda. Penghitungan daya beda
butir pertanyaan/pernyataan dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 13.0 for Windows.
Kuesioner persepsi tentang keterampilan guru mengajar dan motivasi
belajar dalam penelitian ini diujicobakan pada 192 siswa di SMA Swasta Sutomo
1 Medan, yang terdiri dari 24 siswa kelas akselerasi, 54 siswa kelas XI, 31 siswa
kelas XII, dan 83 siswa kelas X di SMA Swasta Al-Azhar Medan.
Pada kuesioner motivasi belajar, perhitungan daya beda butir kuesioner
disebabkan karena berdasarkan teori Santrock (2007), motivasi ekstrinsik dan
intrinsik memiliki pembahasan yang berbeda (dikotomi) dan sulit untuk
digabungkan sebagai suatu kesatuan (kontinum). Pada motivasi ekstrinsik, jumlah
butir yang diujicobakan adalah 20 butir dan dari 103 butir tersebut, terdapat 13
butir yang dianggap memenuhi kriteria korelasi minimal aitem. Hasil uji coba
menunjukkan nilai butir kuesioner bergerak dari 0,363-0,634. Sedangkan pada
motivasi intrinsik, jumlah butir yang diujicobakan adalah 20 butir dan semuanya
memenuhi kriteria korelasi minimal butir pertanyaan/pernyataan. Hasil uji coba
menunjukkan nilai butir skala bergerak dari 0,345-0,613. Berikut distribusi
butir untuk skala motivasi belajar:
Tabel 6. Distribusi Butir Kuesioner Motivasi Belajar Setelah Uji Coba
No Aspek Indikator Perilaku Aitem Total Bobot
(%)
Fv Unfv
1 Motivasi ekstrinsik
Untuk mendapatkan imbalan 4 4 8 39,39
Untuk menghindari hukuman - 5 5
2 Motivasi intrinsik
Karena keinginan dan tanggung jawab personal
5 5 10 60,60
Untuk menghadapi tantangan 5 5 10
Total 14 19 33 100
Berdasarkan distribusi butir pada Tabel 6, blue print penelitian disajikan
Tabel 7. Blue Print Kuesioner Motivasi Belajar Setelah Uji Coba
No Aspek Indikator Perilaku Aitem Total Bobot
(%) dan tanggung jawab personal
Pada kuesioner persepsi tentang keterampilan guru mengajar, jumlah butir
yang diujicobakan adalah 103 butir dan dari 103 butir tersebut, terdapat 64 butir
yang dianggap memenuhi kriteria korelasi minimal butir. Hasil uji coba kuesioner
persepsi tentang keterampilan guru mengajar menunjukkan nilai butir
kuesioner bergerak dari 0,286-0,644. Berikut ini distribusi butir kuesioner
persepsi tentang keterampilan guru mengajar:
Tabel 8. Distribusi Butir Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar Setelah Uji Coba
ck) mereka
Berdasarkan distribusi butir pada Tabel 8, blue print penelitian disajikan
sebagai berikut:
Tabel 9. Blue Print Butir Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar Setelah Uji Coba
ck) mereka
Menurut Azwar (2004) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur
menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila
diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang sama.
Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang
merupakan indikator konsistensi butir-butir kuesioner dalam menjalankan fungsi
konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung kecermatan
pengukuran (Azwar, 2004).
Reliabilitas alat ukur digunakan untuk menguji konsistensi hasil
pengukuran terhadap subjek. Uji reliabilitas digunakan pada butir-butir yang
valid. Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka koefisien
reliabilitas.
Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat
dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan
oleh faktor error (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya.
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang
angkanya berada dalm rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien
reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach. Teknik ini merupakan teknik yang sesuai
untuk memeriksa konsistensi internal dalam sebuah tes karena koefisien
konsistensi internal adalah indeks homogenitas isi dan kualitas setiap butir
pertanyaan/pernyataan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan mengolah
data-data pada program SPSS 13.0 for Windows.
Dari hasil uji coba kuesioner motivasi belajar dan kuesioner persepsi
tentang keterampilan guru mengajar yang diujikan pada 192 siswa, diperoleh nilai
reliabilitas α 0,864 untuk motivasi ekstrinsik, α 0,883 untuk motivasi intrinsik,
keterampilan guru mengajar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10, 11,
dan 12 di bawah ini:
Tabel 10. Reliabilitas Kuesioner Motivasi Ekstrinsik
Cronbach's
Tabel 11. Reliabilitas Kuesioner Motivasi Intrinsik
Cronbach's
Tabel 12. Reliabilitas Kuesioner Persepsi Tentang Keterampilan Guru Mengajar
Cronbach's
F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap
tersebut adalah tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini hal-hal yang dilakukan peneliti adalah: