ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008
TENTANG PERBANKAN SYARIAH
TESIS
Oleh
DIAN MANDAYANI ANANDA NASUTION 067005086/HK
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008
TENTANG PERBANKAN SYARIAH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAN MANDAYANI ANANDA NASUTION 067005086/HK
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH Nama Mahasiswa : Dian Mandayani Ananda Nasution
Nomor Pokok : 067005086 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA) Anggota Anggota
Ketua Program Studi D e k a n
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)
Telah diuji pada Tanggal 11 Mei 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 2. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
ABSTRAK
Interdependensi kebutuhan antar negara menjadikan perdagangan lintas negara menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh tiap negara maupun penduduknya. Transaksi bisnis internasional melahirkan hubungan hukum antara eksportir dan importir yang terpisah secara geografis, geopolitis dan sistem hukum, bahkan tidak jarang para pebisnis internasional ini tidak saling mengenal antara satu sama lain. Untuk menopang transaksi yang mengandung banyak resiko ini diperlukan suatu alat pembayaran transaksi internasional yang aman dan efisien. Dewasa ini,
letter of credit atau yang lebih sering disingkat dengan L/C sudah menjadi alat
pembayaran dalam transaksi internasional yang paling sering digunakan, karena resiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.
Bagi pebisnis muslim yang ingin menjalankan keislamannya secara kaffah, L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sangat diharapkan keberadaannya karena L/C konvensional yang berjalan selama ini dianggap kurang syar’i dimana dalam prakteknya masih menerapkan sistem bunga.
Pengaturan L/C Syariah telah ada di dalam Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 19 huruf p. Bahkan jauh sebelum Undang-Undang ini lahir, eksistensi L/C Syariah telah disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI NO. 35/DSN-MUI IX/2002 tentang L/C Ekspor Syariah. Baik Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional tidak mengatur prinsip-prinsip L/C secara khusus. Karena L/C merupakan perjanjian yang termasuk dalam ranah muamalat maka prinsip-prinsip muamalat pada umumnya berarti juga harus diterapkan dalam perjanjian L/C, seperti: dilakukan atas dasar sukarela tanpa adanya unsur paksaan, mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dan tidak mengandung unsur riba.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah dapat mengaplikasikan berbagai macam model akad yaitu : akad wakalah bil
ujrah, wakalah bil ujrah dan qardh, murabahah, salam dan murabahah, wakalah bil ujrah dan mudharabah, musyarakah dan al bai’. Dari berbagai macam model akad
yang dapat diaplikasikan tersebut, akad wakalah bil ujrah dinilai paling tepat dan paling minim resiko serta sesuai dengan tujuan keberadaan L/C yaitu mempermudah proses perdagangan internasional.
Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada norma hukum yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan bagaimana harusnya hubungan antara kontrak dasar dengan perjanjian L/C itu sendiri sebagaimana UCP 600 telah mengatur prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang berbagai akad yang dapat daplikasikan dapat perjanjian L/C, ternyata hanya L/C dengan akad wakalah bil ujrah saja yang dapat diterapkan prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With
Dengan eksistensi L/C syariah yang benar-benar syar’i dengan mekanisme yang praktis, aman dan mudah serta ditopang oleh peraturan yang memadai, maka transaksi bisnis internasional tidak akan menjadi suatu hal meragukan bagi pebisnis yang ingin menjalankan prinsip syariah dalam bisnisnya. Bahkan konsep L/C Syariah ini juga dapat melintasi ruang dan waktu, apalagi wilayah dan negara, karena kesempurnaannya dapat dijadikan pedoman oleh siapa saja, dan tidak kalah bersaing dengan L/C konvensional.
ABSTRACT
Interdependency of needs amoung countries, makes the trans national trade be an avoidable affair by a nation also its citizens. International bussiness transaction makes law relationship between exportir and importir which are geographicalli, geopolitically, and law sistematically separated, even some of them are not knowing each other. In supporting the risky transaction, a tool of international transaction payment is so needed. The tool must be safed and efficient. Nowadays, letter of credit or L/C has been a well known tool of international transaction that people often use in their bussiness. The risks wich may occurs in the transaction can be handled by banks.
The existence of letter of credit which is really accordance with Islamic syariah principles has been waited by moslem bussinessmen who want to run their religion values in all their life. The conventional L/C has been existed is considered as un syariah L/C due to its practice still applicates the interest system.
The regulation of L/C Syariah has been existed in Act No. 21/2008 concerning Perbankan Syariah, in article 19 p, and long before the act was born, the existence of L/C Syariah has been mentioned in Fatwa Dewan Syariah Nasional NUI NO.34/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Impor Syariah and Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 35/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Ekspor Syariah.
Both of Act No. 21/2008 and Fatwa DSN MUI do not regulate the L/C Syariah principles specifically. By considering L/C as one of muamalat aspects, so the principles of muamalat must be applicated in L/C syariah, such as : Done according to the aggreement of each parties, makes utilities and avoids riskies or dangers, and does not applicate interest/ riba.
In according to the result of the research on Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah can applicate some models of akads/ contracts, such as : wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah and qardh, murabahah, salam and mudharabah, musyarakah and al bai’.
From the variety of contract models which can be applicated to the L/C Syariah, wakalah bil ujrah is considered as the most efficient, safest, and the most minimum risky. Wakalah bil ujrah is also an aggreement that closest to the goal of L/C existence, that is : makes the international trade process become easier.
Norms concerning with L/C Syariah do not regulate how the relation between Sales Contract and L/C Aggreement itself should be. Meanwhile, the UCP 600 has regulated the relation by Independency Principles, Complying Presentation Principles, and Deals With Documents Only Principles. The result of this research has shown that only L/C Syariah applicates wakalah bil ujrah contract can adopt the three principles mentioned above.
transaction be an undoubtful thing for bussinessmen who want to run their syariah principles in their bussiness life. Thus, the concept of L/C Syariah can across the time and place, countries and nations, due to its perfectness can be reffered by anyone. With such qualifications, L/C Syariah also can be more competitive than the conventional ones.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia,
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat merampungkan tesis ini.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Magister Humaniora pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Hukum Terhadap Letter Of
Credit Syariah Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.” Di dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan
baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para pembimbing
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Prof. Dr. H. M.
Hasballah Thaib, MA. Dimana ditengah-tengah kesibukan beliau masih berkenan
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan mendorong
semangat penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatara Utara.
2. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Hukum sekaligus Pembimbing Utama penulis.
3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu
Hukum sekaligus Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran
4. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, sebagai Komisi Pembimbing yang telah
dengan begitu sabar memberikan arahan, semangat bagi penulis untuk
menyelesaikan studi ini.
6. Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum, sebagai Penguji dalam tesis ini.
7. Kepada Kedua Orang Tua yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang.
8. Kepada Suamiku Ibnu Faisal Siregar, Thanks for colouring my life.
9. Kepada adik-adikku tersayang, Ade, Riris dan Indah terima kasih atas doanya
10. Kepada Mertuaku Almarhum H. Parluhutan Siregar, SH dan Hj. Rosmalenna
Lubis terima kasih atas doanya
11. Kepada semua Rekan-rekan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Semoga Allah SWT membalas jasa, amal dan budi baik tersebut dengan
pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat dan
menyampaikan permohonan maaf yang tulus jika terhdapa kekurangan dan
kekeliruan disana-sini. Kritis dan saran yang membangun penulis harapkan demi
penyempurnaan tesis ini.
Medan, April 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
N a m a : Dian Mandayani Ananda Nasution
Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 11 September 1979
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen Kopertis Wil. I NAD – SUMUT
dpk. UNIVA Medan
Alamat : Jl. Selamat No. 36 A Medan
Pendidikan : a. SD Negeri 122340 P. Siantar Tamat Tahun 1991
b. SMP Negeri 2 P. Siantar Tamat Tahun 1994
c. SMU Negeri 2 P. Siantar Tamat Tahun 1997
d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta Tamat Tahun 2001
e. Strata Dua (S2) Magister Ilmu Hukum Fakultas
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT ………... iii
KATA PENGANTAR ……….. v
RIWAYAT HIDUP ……….. vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penulisan ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ……….... 11
1. Kerangka Teori... 12
2. Kerangka Konsepsi ... 27
G. Metodologi Penelitian ……… 30
1. Tipe atau Jenis Penelitian... 30
2. Sumber Data... 31
3. Teknik Pengumpulan Data... 32
4. Analisis Data ... 32
BAB II LETTER OF CREDIT BERDASARKAN PRINSIP- PRINSIP SYARIAH ……… 34
A. Tinjauan Umum Tentang Letter Of Credit ………. 34
1. Letter of Credit Pada Umumnya... 34
2. Independensi L/C Terhadap Kontrak Dasar ... 37
4. Mekanisme Letter of Credit... 39
5. Klasifikasi Letter of Credit... 41
B. L/C Menurut Hukum Islam ... 48
1. L/C Sebagai salah satu bentuk akad dalam hukum Islam ... 48
2. Klasifikasi L/C Berbasis Syariah... 52
3. Dasar Hukum L/C Syariah ... 52
4. Beberapa Kontrak/Akad Yang Berkaitan Dengan L/C Syariah ... 55
BAB III PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP L/C DALAM UCP 600 TERHADAP L/C SYARIAH ... 95
A. Prinsip-prinsip L/C Pada Umumnya Yang Terdapat Dalam UCP 600 1. Prinsip Independensi ... 95
2. Prinsip Complying Presentation... 96
3. Prinsip Deals With Documents Only ... 100
B. Prinsip-Prinsip L/C Syariah... 100
C. Penerapan Prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only dalam L/C Syariah ... 102
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN L/C SYARIAH ……….. 109
A. Hubungan Hukum Dalam Perjanjian L/C Syariah... 109
B. Pilihan Hukum Dalam Perjanjian L/C Syariah ... 112
C. Arbitrase (Tahkim) ... 117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 126
A. Kesimpulan ... 126
B. Saran... 128
ABSTRAK
Interdependensi kebutuhan antar negara menjadikan perdagangan lintas negara menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh tiap negara maupun penduduknya. Transaksi bisnis internasional melahirkan hubungan hukum antara eksportir dan importir yang terpisah secara geografis, geopolitis dan sistem hukum, bahkan tidak jarang para pebisnis internasional ini tidak saling mengenal antara satu sama lain. Untuk menopang transaksi yang mengandung banyak resiko ini diperlukan suatu alat pembayaran transaksi internasional yang aman dan efisien. Dewasa ini,
letter of credit atau yang lebih sering disingkat dengan L/C sudah menjadi alat
pembayaran dalam transaksi internasional yang paling sering digunakan, karena resiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.
Bagi pebisnis muslim yang ingin menjalankan keislamannya secara kaffah, L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sangat diharapkan keberadaannya karena L/C konvensional yang berjalan selama ini dianggap kurang syar’i dimana dalam prakteknya masih menerapkan sistem bunga.
Pengaturan L/C Syariah telah ada di dalam Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 19 huruf p. Bahkan jauh sebelum Undang-Undang ini lahir, eksistensi L/C Syariah telah disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI NO. 35/DSN-MUI IX/2002 tentang L/C Ekspor Syariah. Baik Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional tidak mengatur prinsip-prinsip L/C secara khusus. Karena L/C merupakan perjanjian yang termasuk dalam ranah muamalat maka prinsip-prinsip muamalat pada umumnya berarti juga harus diterapkan dalam perjanjian L/C, seperti: dilakukan atas dasar sukarela tanpa adanya unsur paksaan, mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dan tidak mengandung unsur riba.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah dapat mengaplikasikan berbagai macam model akad yaitu : akad wakalah bil
ujrah, wakalah bil ujrah dan qardh, murabahah, salam dan murabahah, wakalah bil ujrah dan mudharabah, musyarakah dan al bai’. Dari berbagai macam model akad
yang dapat diaplikasikan tersebut, akad wakalah bil ujrah dinilai paling tepat dan paling minim resiko serta sesuai dengan tujuan keberadaan L/C yaitu mempermudah proses perdagangan internasional.
Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada norma hukum yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan bagaimana harusnya hubungan antara kontrak dasar dengan perjanjian L/C itu sendiri sebagaimana UCP 600 telah mengatur prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang berbagai akad yang dapat daplikasikan dapat perjanjian L/C, ternyata hanya L/C dengan akad wakalah bil ujrah saja yang dapat diterapkan prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With
Dengan eksistensi L/C syariah yang benar-benar syar’i dengan mekanisme yang praktis, aman dan mudah serta ditopang oleh peraturan yang memadai, maka transaksi bisnis internasional tidak akan menjadi suatu hal meragukan bagi pebisnis yang ingin menjalankan prinsip syariah dalam bisnisnya. Bahkan konsep L/C Syariah ini juga dapat melintasi ruang dan waktu, apalagi wilayah dan negara, karena kesempurnaannya dapat dijadikan pedoman oleh siapa saja, dan tidak kalah bersaing dengan L/C konvensional.
ABSTRACT
Interdependency of needs amoung countries, makes the trans national trade be an avoidable affair by a nation also its citizens. International bussiness transaction makes law relationship between exportir and importir which are geographicalli, geopolitically, and law sistematically separated, even some of them are not knowing each other. In supporting the risky transaction, a tool of international transaction payment is so needed. The tool must be safed and efficient. Nowadays, letter of credit or L/C has been a well known tool of international transaction that people often use in their bussiness. The risks wich may occurs in the transaction can be handled by banks.
The existence of letter of credit which is really accordance with Islamic syariah principles has been waited by moslem bussinessmen who want to run their religion values in all their life. The conventional L/C has been existed is considered as un syariah L/C due to its practice still applicates the interest system.
The regulation of L/C Syariah has been existed in Act No. 21/2008 concerning Perbankan Syariah, in article 19 p, and long before the act was born, the existence of L/C Syariah has been mentioned in Fatwa Dewan Syariah Nasional NUI NO.34/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Impor Syariah and Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 35/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Ekspor Syariah.
Both of Act No. 21/2008 and Fatwa DSN MUI do not regulate the L/C Syariah principles specifically. By considering L/C as one of muamalat aspects, so the principles of muamalat must be applicated in L/C syariah, such as : Done according to the aggreement of each parties, makes utilities and avoids riskies or dangers, and does not applicate interest/ riba.
In according to the result of the research on Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah can applicate some models of akads/ contracts, such as : wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah and qardh, murabahah, salam and mudharabah, musyarakah and al bai’.
From the variety of contract models which can be applicated to the L/C Syariah, wakalah bil ujrah is considered as the most efficient, safest, and the most minimum risky. Wakalah bil ujrah is also an aggreement that closest to the goal of L/C existence, that is : makes the international trade process become easier.
Norms concerning with L/C Syariah do not regulate how the relation between Sales Contract and L/C Aggreement itself should be. Meanwhile, the UCP 600 has regulated the relation by Independency Principles, Complying Presentation Principles, and Deals With Documents Only Principles. The result of this research has shown that only L/C Syariah applicates wakalah bil ujrah contract can adopt the three principles mentioned above.
transaction be an undoubtful thing for bussinessmen who want to run their syariah principles in their bussiness life. Thus, the concept of L/C Syariah can across the time and place, countries and nations, due to its perfectness can be reffered by anyone. With such qualifications, L/C Syariah also can be more competitive than the conventional ones.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Adalah suatu hal yang kodrati, dimana suatu negara tidak akan pernah bisa
memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa memerlukan negara lainnya, walaupun
negara superpower seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya di dunia
ini. Satu negara tidak dapat benar-benar mandiri dalam memenuhi dan memuaskan
segala kebutuhannya. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda,
baik sumber daya alam, sumber daya manusia, letak geografis, tingkat perekonomian
dan situasi sosial politiknya, dengan kata lain masing-masing negara mempunyai
keunggulan disatu sisi dengan kelemahan / kekurangan disisi yang lain, misalnya
suatu negara yang unggul dengan sumber daya manusianya kadang-kadang minim
dalam hal sumber daya alamnya, demikian juga sebaliknya, oleh karena itu terdapat
hubungan interdependensi antar negara yang satu dengan negara lainnya didunia ini.1
Transaksi bisnis internasional timbul berdasarkan interdependensi
kebutuhan antar negara. Untuk lebih memperinci, berikut ini disebutkan faktor yang
mendorong suatu negara melakukan transaksi bisnis internasional, antara lain sebagai
berikut :2
1
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli ), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) hal 1.
2
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
2. Keinginan memperoleh keuntungan dan pendapatan negara.
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengolah sumber daya ekonomi.
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual
produk tersebut.
5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya
dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7. Keinginan membuka kerjasama, hubungan politikdan dukungan dari negara lain.
8. Terjadinya globalisasi sehingga tidak ada suatu negarapun didunia ini yang dapat
hidup sendiri.
Subjek dalam transaksi bisnis internasional tidak hanya negara. Menurut
ensiklopedia Wikipedia Indonesia3, perdagangan internasional adalah perdagangan
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan
(individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
3
Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.
Transaksi bisnis internasional sebagaimana transaksi-transaksi lainnya
mengakibatkan adanya pihak penjual (eksportir) dan pembeli (importir). Masing-
masing pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik dimana ekportir wajib
melakukan penyerahan barang dan berhak menerima pembayaran atas penyerahan
barang. Disisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak menuntut
penyerahan barang yang dibelinya.
Perdagangan antar negara lebih rumit dibandingkan perdagangan dalam
negeri, karena perdagangan antar negara melintasi batas-batas negeri dan
berhubungan dengan pemerintahan lain, meliputi mata uangnya, politik ekonominya
ataupun sistem atau peraturan tata niaga pemerintah tersebut.4
Kehadiran lembaga keuangan dalam hal ini bank sangat dibutuhkan untuk
mempermudah transaksi bisnis internasional yang mana para pelakunya (ekspotir dan
importir) terpisah secara geografis dan geopolitis, bahkan tidak saling kenal mengenal
antara satu sama lain.
Dewasa ini untuk membagi serta mengurangi resiko masing-masing pihak
dimana adanya jarak dan faktor tidak saling mengenal antara eksportir dan importir,
maka lazim dikenal cara pembayaran dengan Letter of Credit (L/C), yang sudah
menjadi kebiasaan internasional yang paling sering digunakan sebagai alat
pembayaran transaksi.
4
Letter of Credit yang biasa disingkat L/C atau dalam bahasa Indonesia
disebut Surat Kredit Berdokumen adalah suatu bentuk jasa yang ditawarkan oleh
bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran oleh pembeli
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.5
L/C menjadi alat pembayaran primadona dalam transaksi bisnis
internasional karena merupakan alat pembayaran yang paling aman dimana risiko
bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.
Hal ini dapat dilihat dari pengertian L/C sebagai “jaminan pembayaran
bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas
permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain di negara eksportir
(advising/negotiating bank) untuk kepentingan pihak eksportir (beneficiary/penikmat)
dimana eksportir diberi hak untuk menarik wesel-wesel atas importir yang
bersangkutan sebesar jumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.6
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pembukaan L/C yaitu:
1. Pembeli sebagai importir barang yang mengajukan permohonan pembukaan L/C.
Pembeli disebut juga sebagai importir, accountee atau principal.
2. Penjual sebagai eksportir untuk siapa L/C dibuka. Penjual ini disebut juga vendor
atau beneficiary.
3. Bank pembuka L/C yang melakukan pembukaan kredit setelah adanya
permohonan dari pembeli. Bank ini disebut juga opening bank atau issuing bank.
5
Y. Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal.90.
6
4. Bank penerus L/C yang meneruskan kepada kantor cabang atau salah satu bank
koresponden di luar negeri dimana eksportir berada. Bank ini disebut juga
confirming bank, paying bank, atau disebut juga negotiating bank.7
Peranan bank dalam cara pembayaran ekspor impor dengan sarana L/C yaitu
pihak bank penerbit bertindak sebagai pengganti importir. L/C yang diterbitkan oleh
bank tersebut adalah atas nama dan untuk kepentingan importir. Pembayaran akan
dilakukan oleh pihak bank sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di
dalam L/C.8 Fasilitas yang diberikan oleh bank adalah berupa penangguhan
pembayaran. Terdapat dua kemungkinan dalam hal ini, kemungkinan pertama adalah
importir membayar lunas tepat waktu kepada bank penerbit sehingga proses L/C
selesai. Kemungkinan kedua adalah, importir tidak membayar tepat waktu kepada
bank penerbit, sehingga bank merubah kredit tersebut menjadi kredit biasa yang harus
dibayar beserta bunga. Ini merupakan gambaran umum proses L/C yang dilaksanakan
bank konvensional, dimana masih terlihat adanya unsur riba yang dalam perspektif
syariah Islam riba merupakan hal yang diharamkan.
Dalam transaksi bisnis yang menggunakan L/C, masing-masing pihak tentu
menghendaki hukum nasionalnya masing-masinglah yang akan berlaku dalam hal
terjadi perbedaan pemahaman tentang L/C. Disini bargaining power masing-masing
pihak akan sangat menentukan pilihan hukum yang akan diterapkan. Untuk mengatasi
hal tersebut Internasional Chamber of Commerce (ICC) telah membuat konvensi
7
Ibid, hal.26.
8
berupa Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) yang menjadi
model law yang dapat menjadi acuan bagi sebagian besar negara-negara didunia
dalam pelaksanaan transaksi perdagangan dengan menggunakan L/C.9 UCP yang
berlaku sekarang adalah UCP 600 sebagai perbaikan dari UCP 500.
Sebagai model law, keberlakuan UCP terhadap suatu kontrak bukanlah
suatu keharusan. Para pihak boleh mempergunakan UCP sebagai acuan boleh juga
tidak.
Telah disinggung sebelumnya bahwa perdagangan yang melewati
batas-batas negara lebih kompleks jika dibandingkan dengan perdagangan dalam negeri,
karena perdagangan antar negara melibatkan pihak-pihak dengan perbedaan geografis
dan yang paling penting perbedaan sistem hukum. Secara garis besar di dunia ini
dikenal lima sistem hukum yaitu Cyvil Law, Common Law, Socialis Law, Islamic
Law dan sistem hukum adat. Indonesia yang merupakan negara bekas jajahan
Belanda, menganut Cyvil Law System sebagai konsekwensi logis dimana negara
jajahan mengadopsi sistem hukum dari negara penjajah. Namun dalam prakteknya
dalam berbagai transaksi bisnis internasional dan dapat dilihat dalam berbagai
peraturan perundangan yang mengandung ketentuan yang bersinggungan dengan
transaksi bisnis internasional, kita juga mengadopsi beberapa ketentuan yang biasa
dipakai oleh negara-negara dengan sistem hukum common law. Oleh karena itu dapat
dikatakan, tiada suatu negara yang benar-benar mengeksklusifkan dirinya hanya
menganut satu sistem hukum tertentu saja, masing-masing sistem hukum terlihat
9
saling mentransfer masing-masing corak dan karakteristiknya terhadap
ketentuan-ketentuan tertentu mengenai hal-hal tertentu pula.
Indonesia dengan pluralisme penduduknya pun tidak tertutup dari berbagai
pengaruh sistem hukum. Islam dengan perangkat hukumnya sebagai sebuah sistem
turut memperkaya khasanah hukum nasional.
Hukum perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional
di bidang perikatan, disamping hukum perikatan adat dan hukum perikatan menurut
KUH Perdata.10
Salah satu wujud yang paling nyata telah diakuinya eksistensi hukum
perikatan Islam disamping hukum nasional adalah dengan diundangkannya
Undang-Undang No.10/1998 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang No. 7/1992 tentang
perbankan dimana sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem
perbankan nasional.11 Hal ini mendapat tanggapan positif dari kalangan perbankan,
sehingga perkembangan kelembagaan bank syariah mengalami peningkatan dari
tahun ketahun.12
Puncaknya adalah pada tanggal 16 Juli 2008 pemerintah dengan
persetujuan DPR telah mengundangkan UU No.21 Tahun/2008 tentang Perbankan
Syariah sehingga pengaturan perbankan syariah lebih spesifik dan terperinci dan tidak
sekedar ”menumpang” pada Undang-undang No.10/1998 tentang perbankan.
10
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal.6.
11
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal.8.
12
Fenomena ini merupakan jawaban terhadap keinginan masyarakat muslim
sebagai ummat mayoritas di negara ini yang ingin mengaplikasikan keislaman
mereka secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan termasuk dalam melakukan
transaksi bisnis. Oleh karena itu, jasa perbankan syariah yang melayani transaksi
bisnis seperti Letter of Credit (L/C) sangat diharapkan keberadaannya, mengingat L/C
yang dilaksanakan oleh bank-bank konvensional dalam prakteknya masih
menerapkan bunga, hal mana yang sangat ditentang oleh syariat Islam.
Berkaitan dengan hal ini, jauh sebelum diundangkannya UU No.21/2008
tentang Perbankan Syariah, sebenarnya telah ada aturan tentang L/C Syariah yaitu
fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah dan
fatwa no.35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia. Kedua fatwa ini
memaparkan prinsip-prinsip syariah tentang perdagangan antar negara sebagai solusi
bagi kedua belah pihak.
Islam melarang adanya bunga,13maka untuk mematuhi norma ini, bank
syariah telah memberikan solusi yang memberikan keuntungan bagi kedua belah
pihak. Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C tersebut dengan
13
menggunakan skema transaksi yang islami seperti musyarakah, mudharabah ataupun
murabahah.14
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional tentang L/C Impor Syariah,
maka pelaksanaan L/C impor syariah dapat menggunakan akad-akad Wakalah bil
Ujrah, Murabahah, Salam/Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Hawalah. Dan
untuk L/C ekpor syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad Wakalah bil
Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al Bai’15.
Adapun pengaturan L/C dalam UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah
dapat dilihat pada pasal 19 ayat(1) huruf p yang menyebutkan salah satu kegiatan
usaha bank syariah adalah memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan prinsip syariah.16 Undang-undang ini tidak mengatur lebih lanjut
mengenai bagaimana L/C yang sesuai dengan prinsip syariah secara khusus, namun
pada pasal 1 angka 12 dijelaskan tentang prinsip syariah yaitu prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.17
14
M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.166.
15
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Diterbitkan Atas Kerjasama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan Bank Indonesia, 2003, hal.211-222.
16
Lihat pasal 19 ayat (1) huruf p Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
17
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah ketentuan L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?
2. Apakah prinsip-prinsip L/C yang terkandung dalam UCP 600 dapat diterapkan
pada L/C Syariah?
3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perjanjian L/C
Syariah?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, maka yang menjadi
tujuan penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui ketentuan L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Untuk mengetahui apakah prinsip-prinsip yang terkandung dalam UCP 600 dapat
diterapkan pada L/C Syariah.
3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi dalam
perjanjian L/C Syariah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian yang bersifat teoritis diharapkan bahwa hasil penelitian
dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum terutama di bidang hukum
khususnya yang menyangkut hukum tentang L/C.
2. Secara Praktis
Manfaat penelitian secara praktis dapat dijadikan bahan masukan bagi para
praktisi bisnis yang menggunakan L/C sebagai alat pembayaran. Penelitian ini
bermanfaat pula bagi para akademisi dan pihak perbankan syariah untuk lebih
mengembangkan L/C syariah. Sedangkan untuk mayarakat umum, hasil penelitian ini
dapat berguna untuk lebih memperkenalkan konsep-konsep L/C yang syar’i.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap L/C Syariah
Berdasarkan Undang-undang No.21/2008 tentang Perbankan Syariah” yang diketahui
berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian khususnya di Lingkungan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Hukum, belum pernah
dilakukan penelitian analisis hukum terhadap L/C berbasis syariah dalam pendekatan
dan perumusan masalah yang sama. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai
dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Dengan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Ketentuan internasional L/C dimuat dalam Uniform Customs and Practice
for Documentary Credit (UCP).18 UCP mengatur pelaksanaan L/C secara
internasional tetapi hanya bersifat pengaturan umum. Sebagai model law, keberlakuan
UCP adalah berdasarkan kesepakatan para pihak. Oleh karena itu agar
ketentuan-ketentuan UCP dapat berlaku, maka dalam L/C harus memuat pernyataan tunduk
pada UCP terhadap seluruh atau sebagian ketentuan UCP.19
Pasal 2 UCP 600 memberikan definisi tentang Letter of Credit, yaitu setiap
perjanjian, apapun nama dan bentuknya yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan
merupakan jaminan dari issuing bank untuk membayar atas penyerahan dokumen
yang disyaratkan L/C.20
C.F.G. Sunaryati Hartono mengatakan; sebagaimana yang dikutip oleh
Ramlan Ginting:21
“Secara harfiah L/C dapat diterjemahkan sebagai surat hutang atau surat piutang atau surat tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.”
18
UCP 600 telah resmi disetujui oleh Banking Commission Meeting International Chamber of Commerce Paris pada tanggal 25 Oktober 2006 dan berlaku pada tanggal 1 Juli 2007. UCP 600 ini merupakan revisi UCP 500, karena baik UCP 500 maupun UCP 600 mempunyai pengertian yang sama. Tjarsim Adisasmita, Menangani Transaksi Ekspor Berdasarkan Letter of Credit, (Jakarta: Puja Almasar Consultant, 2007), hal.23.
19
Ramlan Ginting, Letter of Credit, Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal.7.
20
Tjarsim Adisasmita, Op.cit, hal.31
21
L/C sebagai suatu perjanjian atau kontrak pembayaran yang terpisah dari
kontrak dasarnya. Realisasi L/C dilakukan atas dasar penyerahan dokumen-dokumen
yang dipersyaratkan L/C, sedangkan realisasi kontrak dasar dilaksanakan berdasarkan
pengiriman barang sesuai dengan persyaratan kontrak dasar.22 Hal ini dijelaskan
dalam article 4 UCP 600 sebagai berikut:23
“A credit by its nature is separate transaction from the sale or other
contract on which it may be based. Banks are in no way concerned with or bound by such contract…”
Kerangka teori yang akan dipakai dalam penelitian ini, adalah teori-teori
tentang akad dalam hukum Islam sesuai dengan judul penelitian ini yang mencoba
menganalisis L/C berbasis syariah. Dalam perbankan syariah L/C merupakan salah
satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (pemberian kuasa),24 oleh
karena itu teori-teori tentang wakalah juga akan dikembangkan sebagai landasan teori
dalam penelitian ini.
Terminologi L/C tentu tidak akan dijumpai dalam nash-nash Al qur’an
maupun Al Hadist sebagai sumber hukum Islam yang utama, namun konsep-konsep
yang menjiwai pembentukan L/C Syariah tentunya bersumber dari Al Qur’an dan Al
Hadist ditambah dengan pendapat para ulama sebagai hasil ijtihad dan
22
Ramlan Ginting, Op.cit, hal.8
23
Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 600, article 4.
24
sumber hukum Islam lainnya yang terkait dengan perjanjian dan perikatan (kontrak).
Hukum Islam (syariah) mempunyai kemampuan untuk ber -evolusi dan berkembang
dalam menghadapi soal-soal dunia Islam masa kini. Semangat dan prinsip umum
hukum Islam berlaku di masa lampau, masa kini dan akan tetap berlaku dimasa yang
akan datang25. Pola hukum Islam menyerahkan soal-soal rincian kepada akal
manusia dalam berbagai kegiatannya26, hal ini memberikan elastisitas pada hukum
Islam itu sendiri sehingga hukum Islam selalu up to date dan applicable sepanjang
zaman dan dalam setiap permasalahan, termasuk salah satunya adalah L/C.
Hukum perikatan Islam adalah bagian dari hukum Islam di bidang
muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam menjalankan hubungan
ekonominya.27
Menurut H.M. Tahir Azhary, sebagaimana yang dikutip oleh Gemala
Dewi,Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, hukum perikatan Islam adalah
seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al Quran, As-Sunnah (Al-Hadist),
dan Ar-Ra’yu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau lebih
mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.28
Dalam bahasa hukum Islam, perikatan atau perjanjian disebut dengan
“akad”. Ensiklopedi Hukum Islam mengartikan akad sebagai pertalian ijab
25
Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal.26.
26
Ibid.
27
Gemala Dewi, Wirdyanigsih, Yeni Salma Barlinti, Op.cit, hal.3.
28
(pernyataan melakukan ikatan), sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh
pada obyek perikatan.29
Pencantuman kalimat yang sesuai dengan kehendak syariat maksudnya
adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak
dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’.Sedangkan pencantuman
kalimat ”berpengaruh pada obyek perikatan” maksudnya adalah terjadinya
pemindahan pemilikan dari suatu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain
(yang menyatakan kabul)30
Perikatan atau akad adalah salah satu cara untuk memperoleh harta dalam
Hukum Islam merupakan cara yang banyak dilakukan sehari-hari dan merupakan cara
yang diridhai Allah.31
Akad atau perikatan merupakan hal yang diatur dalam fiqh muamalat. Ada
dua kaidah hukum asal dalam syariah. Kaidah hukum asal muamalat adalah boleh,
artinya semua bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangannya.
Berbeda dengan kaidah hukum asal ibadah yang melarang semua bentuk peribadatan
kecuali ada ketentuannya.32
29
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.101.
30
H.M.Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah, ( Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005), hal.1.
31
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.11.
32
Berdasarkan kaidah hukum asal muamalat, maka perjanjian L/C adalah
boleh dalam perspektif syariah, kecuali dalam pelaksanaannya mengandung hal-hal
yang dilarang oleh syariah, misalnya mengandung unsur riba.
Lebih jauh akan dipaparkan beberapa kaidah pokok yang harus dipegang
dalam fiqh Islam yang akan menjadi pedoman umum bagi teori, konsep dan praktek
ekonomi Islam:
1. Pada dasarnya setiap bentuk muamalat adalah dibolehkan kecuali terdapat
larangan dalam Al Quran atau Sunnah.
2. Hanya Allah lah yang berhak mengharamkan atau menghalalkan suatu hal.
manusia hanya memiliki hak untuk berijtihad, yaitu menafsirkan atas apa yang
dijelaskan oleh Al Quran dan Sunnah.
3. Sesuatu yang bersifat najis dan merusak harkat manusia dan lingkungan adalah
haram.
4. Sesuatu yang menyebabkan kepada yang haram adalah haram.
5. Tujuan atau niat baik tidak dapat membuat yang haram menjadi halal.
6. Halal dan haram adalah berlaku bagi siapapun yang muslim, berakal dan
merdeka.
7. Keharusan dalam menentukan skala prioritas dalam pengambilan keputusan,
yaitu:
a) menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mencari kebaikan,
b) kepentingan sosial dan luas diutamakan daripada kepentingan individu yang
c) manfaat kecil dapat dikorbankan untuk mendapat manfaat yang lebih besar,
d) bahaya kecil dapat dikorbankan untuk menghindari bahaya yang lebih besar.33
Al Quran dan Sunnah dengan tegas menguraikan prinsip dasar hukum
kontrak atau akad Islam. Prinsip yang pertama adalah bahwa harta merupakan ciptaan
dan pemberian Allah, bedanya dengan konsep harta yang sekularistik, yang
menganggap harta merupakan nilai yang ditetapkan dan ditetapkan ulang sesuai
kebutuhan untuk memanfaatkan kegunaannya. Prinsip yang kedua adalah, kontrak
merupakan cara yang bermoral dan absah untuk mendapatkan kekayaan.34
Adapun rukun akad menurut jumhur (mayoritas) fuqoha, rukun akad terdiri
dari:
1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al aqad).
2. Pihak-pihak yang berakad.
3. Obyek akad.35
Setiap akad memiliki syarat-syarat khusus. Tetapi secara umum ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu akad. Para ulama fiqih menetapkan
syarat-syarat umum tersebut sebagai berikut:36
33
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal.35.
34
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes,III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan Praktik, di alih bahasakan oleh M. Sobirin Asnawi, Siwi Purwandari dan Waluyati Handayani, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 87-88.
35
Ulama mazhab Hanafi berpendapat, bahwa rukun akad itu hanya satu yaitu sighah al-aqad, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad tidak termasuk rukun akad, tetapi syarat akad. M. Ali Hasan, Op.cit, hal.103.
36
1. Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mampu bertindak menurut
hukum (mukallaf).37
2. Obyek akad harus diakui oleh syara’. Untuk itu obyek akad ini harus memenuhi
syarat: berbentuk harta, dimiliki seseorang, dan bernilai harta menurut syara’.
Para ulama fiqih menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan
syarat, mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak-pihak yang
melakukan akad.38 Mengenai hal ini Allah SWT telah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…”(QS.Al Maidah:1)
Dapat juga dilihat pada Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
“Perjanjian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslim terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalakan yang haram.”
Syariah Islam sangat menjunjung asas kebebasan berkontrak sebagaimana
dapat dilihat dari kaidah usul fiqih yang menyatakan pada dasarnya semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena
itu, seorang muslim bebas untuk mengadakan berbagai macam akad dengan segala
inovasinya sepanjang tidak ada mengandung unsur atau hal-hal yang diharamkan oleh
Al Quran dan atau Sunnah.
37
Berdasarkan ketentuan ini akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belum mumayyiz atau dilakukan oleh orang yang kurang waras secara langsung hukumnya tidak sah kecuali dilakukan oleh wali mereka dan mendatangkan manfaat bagi mereka. Ibid.
38
Dengan demikian syariah Islam menganut asas kebebasan berkontrak
dengan batasan-batasan tertentu. Di antara beberapa transaksi yang dilarang dalam
Islam adalah Israf dan tabzir (menafkahkan hartanya untuk berbagai hal yang
diharamkan oleh Allah seperti digunakan untuk menyuap), taraf (berfoya-foya
dengan jalan menyalahgunakan nikmat) dan taqtir( tidak mau memberikan hartanya
untuk keperluan yang hak seperti enggan membayar zakat).39
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa L/C adalah salah satu produk
perbankan syariah yang merupakan aplikasi dari akad wakalah.
Ensiklopedi hukum Islam menjelaskan pengertian wakalah, yaitu
perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama orang yang diwakilinya. Dalam fiqih
Islam wakalah merupakan salah satu bentuk transaksi dalam rangka tolong menolong
antarpribadi dalam masalah perdata dan pidana.40
Pengertian wakalah menurut Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam
adalah mewakilkan seseorang atas wewenangnya dalam hal yang dibolehkan untuk
diwakilkan, seperti dalam jual beli dan lain-lainnya.41
Secara etimologi wakalah berasal dari kata “wakalah” yang berarti menjaga.
Seperti dalam firman Allah: “waqaalu hasbunallahu wani’mal wakiil” artinya Maha
Suci Allah Dialah yang memberikan segala nikmat dan Allah adalah sebaik-baik
39
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.136.
40
Abdul Azis Dahlan, et.al., (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hal.1911.
41
wakil (QS. Ali Imran (3): 173). Kata wakil disini berarti Al Hafizh, “Yang Menjaga”.
Juga dalam firman Allah: “Laa ilaa ha illa huwa fat takhidzuhu wakila” (QS. Al
Muzammil (73): 9).42
Hukum wakalah adalah jaiz dan masyru’ (disyariatkan).43 Dengan demikian
akad al wakalah dibolehkan dalam Islam.
Landasan hukum dari pemberian fasilitas di Bank Syariah dalam bentuk
wakalah seperti dalam pembukaan L/ C adalah:
1. Al Quran
Surat Al Kahfi (18) : 19 yang artinya:
“…maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini,…”
Surat An Nisa (4): 35 yang artinya:
“…Maka jikalau kamu kuatirkan ada persengketaan antara keduanya maka
kirimkanlah seorang juru damai, dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan.”
2. Hadist
Banyak hadist yang mengandung hukum perwakilan diantaranya sebagai berikut:
Dikabarkan Rasulullah SAW telah mengutus Assaah untuk mengumpulkan zakat,
Urwah Bin Umayah untuk menjadi wali dalam pernikahan beliau dengan Ummu
Habibah Binti Abi Sofyan, Abu Rafi’i dalam menerima pernikahan Maimunaah Binti
Haris (HR.Malik, Syafi’i, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Hibban) dan
42
HM. Hasballah Thaib, Op.cit., hal.91.
43
diriwayatkan Rasulullah telah mengangkat Hakim Bin Hajam dikala membeli ternak
kurban (HR. Abu Dawud dan At Tirmizi).44
Rukun wakalah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu yang mewakilkan,
wakil, hal yang diwakilkan, dan sigah (lafal) wakil. 45
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi oleh suatu akad wakalah adalah:
1. Orang yang mewakilkan (muwakkil, pen) disyaratkan
a) telah cakap bertindak hukum, yaitu telah balig dan berakal sehat, baik
laki-laki maupun perempuan,
b) boleh tidak berada ditempat maupun berada di tempat,
c) boleh dalam keadaan sakit maupun dalam keadaan sehat46;
2. Wakil disyaratkan:
a) cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain serta memiliki
pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya,
b) wakil ditunjuk secara langsung oleh orang yang mewakilkan dan
penunjukannya harus tegas sehingga benar-benar tertuju kepada wakil yang
dimaksud,
c) syarat bahwa wakil harus secara tegas dan serius menjalankan tugasnya47.
Menurut HM. Hasballah Thaib, syarat wakalah adalah pemberian kuasa dari
muwakkil kepada wakil dicantumkan dalam akad, dan kedua-duanya cakap hukum.
44
HM.Hasballah Thaib, Op.cit, hal. 92.
45
Abdul Azis Dahlan, et.al., Loc.cit.
46
Ibid.
47
Wakil yang ditunjuk tidak ada hubungan darah langsung dengan mitra (pihak)
muwakkil. Kelalaian wakil dalam menjalankan kuasa dari muwakkil menjadi
tanggung jawab wakil. Tetapi apabila kegagalan tersebut disebabkan forcemajeur,
menjadi tanggung jawab muwakkil. Apabila wakil yang ditunjuk ada beberapa orang
maka masing-masing wakil tidak dibenarkan bertindak sendiri sebelum
bermusyawarah dengan wakil yang lain, kecuali dengan seizin muwakkil.48
3. Hal yang diwakilkan disyaratkan:
a) bukan sesuatu yang mubah (boleh) dilakukan oleh setiap orang atau dengan
kata lain yang menjadi objek perwakilan bukan milik umum,
b) merupakan milik sah dari orang yang mewakilkan,
c) memiliki identitasyang jelas,
d) bukan berbentuk utang kepada orang lain seperti pernyataan:”saya tunjuk
engkau sebagai wakil saya untuk meminjam uang kepada Ahmad.” Jika hal
ini terjadi maka utang itu merupakan utang wakil,
e) merupakan sesuatu yang dibolehkan menurut syarak. Apabila objek
perwakilan adalah sesuatu yang diharamkan maka perwakilan tersebut tidak
sah.49
4. Keuntungan wakil, disyaratkan:50
a) tidak merugikan pemberi kuasa dan mitra pemberi kuasa,
48
HM. Hasballah Thaib, Op.cit, hal.94-95.
49
Abdul Azis Dahlan, et.al., Loc.cit.
50
b) wakil berhak mendapatkan upah (fee) berdasarkan kesepakatan bersama yang
didasarkan pada ‘urf (kebiasaan).
Akibat hukum wakalah dalam hal jual beli, menurut ulama fikih dibedakan
antara perwakilan mutlak dan perwakilan secara terbatas. Dalam perwakilan secara
mutlak maka wakil bebas melakukan segala tindakan dalam jual beli yang diwakilkan
itu. Sedangkan dalam perwakilan terbatas, tindakan wakil hanya terbatas pada hal-hal
yang telah ditentukan oleh muwakkil dan tidak boleh bertindak melampaui
batas-batas tersebut.51
Kebijakan-kebijakan wakalah menurut Persepakatan Ulama dalam Hukum
Islam adalah:
1. Wakalah dapat ditetapkan berdasarkan setiap perkataan yang menunjukkan
adanya izin. Dalam hal wakil mewakilkan itu, tidak disyaratkan bentuk ungkapan
khusus.
2. Perwakilan itu sah dalam segala hak perdata seperti dalam hal jual beli,
nikah-ruju’, fasakh, cerai dan khulu’, begitu pula perwakilan sah dalam hal menunaikan
hak-hak Allah yang memang boleh diwakilkan seperti memberikan zakat, haji
atau umrahnya orang yang telah meninggal atau orang yang lemah.
3. Perwakilan sah bila dilakukan dalam penerapan hudud dan dalam pemenuhannya.
4. Perwakilan itu tidak boleh dalam hal bertaqarrub kepada Allah.
51
5. Perwakilan itu batal dengan adanya fasakh (pembatalan) dari salah seorang yang
menjadi wakil, atau yang mewakilkan, atau salah satu pihak meninggal dunia,
gila, atau muwakkil mencabut perwakilan terhadap wakil.
6. Wakil dilarang untuk membeli atau menjual barang yang serupa dengan objek
yang diwakilkan dari dan kepada orang-orang yang masih dalam ikatan
kekerabatan.
7. Wakil tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang
diwakilkan kepadanya kecuali dia yang merusaknya.
8. Perwakilan mutlak adalah sah, maka seseorang boleh mewakilkan segala urusan
perdata dan wakil dapat melakukan apa saja yang termasuk hak-hak perdata orang
yang diwakilinya.
9. Apabila wakil membeli atau menjual barang tidak sesuai dengan apa yang
ditetapkan muwakkil kepadanya, membeli barang yang cacat, atau membeli
dengan maksud menipu , maka muwakkil berhak menolaknya.
10. Perwakilan itu sah dengan pemberian upah dan ketentuan batas kerja yang
dijelaskan oleh pihak yang mewakilkan.52
Menurut Sayid Sabiq sebagaimana yang dikutip oleh Chairuman Pasaribu
dan Suhrawardi k. Lubis, wakalah berakhir dengan sendirinya apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:
52
1. Pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia, atau menjadi tidak waras,
sebab dengan terjadinya kematian dan ketidakwarasan berarti syarat syahnya
perjanjian kuasa tidak terpenuhi.
2. Dihentikannya pekerjaan dimaksud, yang berarti secara otomatis pemberian
kuasa tidak bermanfaat lagi.
3. Pencabutan kuasa oleh orang yang memberikan kuasa.
4. Penerima kuasa memutuskan sendiri.
5. Orang yang memberikan kuasa keluar dari status kepemilikan.53
Dalam konteks L/C, maka berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
34 tentang L/C Impor Syariah, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C
impor adalah:
1. Wakalah bil Ujrah;
2. Wakalah bil Ujrah dengan Qardh;
3. Murabahah;
4. Salam atau Istishna dan Murabahah;
5. Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah
6. Musyarakah; dan
7. Wakalah bil Ujrah dan Hawalah.
53
Sedangkan akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C ekspor
berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.35 tentang L/C Ekspor Syariah
adalah:
1. Wakalah bil Ujrah;
2. Wakalah bil Ujrah dan Qardh;
3. Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah;
4. Musyarakah;
5. Bai’ dan Wakalah.
Aplikasi wakalah dalam pembukaan L/C adalah sebagai berikut:
1. Nasabah memberi tahu bank kebutuhan membuka L/C dan meminta bank untuk
menyediakan fasilitas tersebut.
2. Bank meminta nasabah untuk menempatkan dana di bank dalam jumlah yang
cukup atas dasar prinsip al wadiah (dalam giro).
3. Bank membuka L/C dan membayar kepada bank koresponden dengan
mempergunakan uang nasabah yang didepositokan dan menyerahkan dokumen
terkait kepada nasabah.
4. Bank menarik fee dan komisi kepada nasabah atas penggunaan fasilitas
pembukaan L/C. 54
54
2. Kerangka Konsepsi
Untuk menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang
dipergunakan, maka di bawah ini akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.55
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).56
Letter of Credit (L/C) adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan
pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran
kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya konosemen, faktur,
sertifikat asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C.57
55
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
56
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
57
Wakalah adalah perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama orang yang
diwakilinya.58
Wakalah bil Ujrah adalah perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama
orang yang diwakilinya dengan memberikan upah kepada wakil.
Qardh secara syariah bermakna harta yang diberikan kepada orang lain
untuk ditagih kembali dengan yang sepadan dengan itu. Secara teknis perbankan
qardh adalah akad pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan
untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan / cerukan (over draft) dengan
kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian
pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama
dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.59
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.60
Salam adalah penjualan sesuatu dengan kriteria tertentu (yang masih berada)
dalam tanggungan dengan pembayaran segera/disegerakan. Atau akad yang
disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar
harganya dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli di kemudian
hari.61
58
Abdul Azis Dahlan, et.al., (ed.),Op.cit hal.1911.
59
Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Op.cit, hal. 131 dan 134.
60
Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal.113.
61
Istishna’ adalah perjanjian jual beli antara Mustashni’ (pemesan/pembeli)
dan Shani’ (produsen/penjual), dimana barang (mashnu’) yang akan diperjualbelikan
tersebut harus dipesan terlebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Menurut jumhur
ulama istishna’ sama dengan salam yaitu dari segi obyek pesanannya harus dibuat
atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Pebedaannya hanya terletak pada
sistem pembayarannya, dimana salam pembayarannya dilakukan sebelum barang
diterima sedangkan istishna’ bisa di awal, di tengah atau diakhir pesanan.62
Mudharabah adalah pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya
kepada pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan
keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.63
Musyarakah atau syirkah adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang
dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan
mencari keuntungan.64
Hawalah adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang
(pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang dari/atau
membayar utang kepada pihak ketiga, karena pihak ketiga berutang kepada pihak
pertama dan pihak pertama berutang kepada pihak kedua , atau karena pihak pertama
berutang kepada pihak ketiga dan pihak kedua berutang kepada pihak pertama, baik
62
Ibid, hal.58.
63
HM. Hasballah Thaib, Op. cit, hal.114.
64
pemindahan itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran yang ditegaskan dalam akad
ataupun tidak.65
Bai’ adalah jual beli, yaitu menjual, mengganti dan menukar (sesuatu
dengan sesuatu yang lain.66
G. Metode Penelitian
Metode mutlak harus digunakan dalam suatu penelitian ilmiah, karena ciri
khas ilmu adalah dengan menggunakan metode.67 Inti daripada metodologi dalam
setiap penelitian hukum adalah bagaimana suatu penelitian hukum itu harus
dilakukan.68
1. Tipe atau Jenis Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini,
digunakan metode penelitian normatif. Penelitian normatif adalah metode penelitian
yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan.69 Dapat disimpulkan bahwa metode penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum
normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum
65
Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Op.cit, hal.138.
66
M. Ali Hasan, Op.cit, hal.113.
67
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , (Malang: Bayu Media Publishing, 2006), hal.294.
68
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal.17.
69
normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.70 Jenis penelitian
dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis
merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan
menganalisis suatu peraturan hukum.71
2. Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder72, yang terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang
hukum perikatan atau kontrak, khususnya aturan hukum yang menyangkut
masalah L/C. Terkait dengan judul penelitian yang menganalisis L/C
Syariah berdasarkan UU Perbankan Syariah, maka UU No.21/2008 tentang
Perbankan Syariah menjadi bahan hukum primer. Disamping itu
sumber-sumber hukum Islam juga ditempatkan sebagai bahan hukum primer, yaitu:
Al Quran, As Sunnah/Al Hadist, serta Ijtihad para fuqoha sebagai relevansi
dari penelitian ini yang mengupas L/C dari perspektif syariah . Fatwa
Dewan Syariah Nasional juga menjadi bahan hukum primer dalam
penelitian ini. Demikian juga Konvensi Internasional di bidang L/C yaitu
Unifom Customs and Practice for Documentary Credit (UCP), 2007
Revision, ICC Publication No.600.
70
Johnny Ibrahim, Op.cit, hal.57.
71
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.63.
72
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks,
jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian.
3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dengan
mengkaji ketentuan perundang-undangan, meneliti nash-nash AlQuran,As Sunnah/Al
Hadist dan Ijtihad para ulama yang terkait dengan materi penelitian. Berbagai
literatur serta tulisan-tulisan pakar hukum juga akan ditelusuri melalui studi
kepustakaan ini.
4. Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan
ditelaah dan dianalisis secara kualitatif, kemudian ditafsirkan secara yuridis, logis,
dan sistematis. Pertama, menemukan makna atau konsep-konsep yang terkandung
dalam data sekunder. Konseptualisasi ini dilakukan dengan memberikan interpretasi
terhadap data-data yang berupa kata-kata dan kalimat-kalimat; kedua,
mengelompokkan konsep-konsep yang sejenis atau berkaitan (kategorisasi); ketiga,
pelbagai kategori diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan dilakukan dengan
menggunakan perspektif pemikiran teoritis para sarjana.
Setelah data-data diseleksi, kemudian dianalisis secara kualitatif
menggunakan metode deduktif. Metode deduktif berpangkal dari prinsip-prinsip
dasar, kemudian menghadirkan objek yang diteliti,73 untuk menarik suatu kesimpulan
yang bersifat khusus.
Analisis diuraikan secara deskriptif yang bersifat kualitatif. Hasil dari
analisis ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas permasalahan dalam
penelitian ini.
73