• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Analisis Kebijakan Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Memahami Analisis Kebijakan Kesehatan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

T

TTIIINNJNJJAAAUUUAANANN PPPUUSUSSTTTAAAKKAKAA

MEMAHAMI ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

Surya Utama

Staf Pengajar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The health policy analysis consists of knowledges which is part of the public health system. The application of health policy analysis is based on the cognitional process which provides information to resolve the complexity of the problem. In addition, the policy making is a political process.

The substantive of health policy analysis consists of the understanding of health policy analysis, the formulation of policy problem, purpose, form, approach and the argument of policy. The understanding of the substantial policy analysis is expected to build a minded concept of public policy in the health stakeholders especially for practitioners and health academician.

The portion of involment for practitioners and health academician in regions and more increase in the cognition process and the process of designing the health policy. It is accordance with the complexity of health problem and the application of health decentralization in Indonesian health development.

Key words: Health policy, Public health system

PENDAHULUAN

Desentralisasi kesehatan yang dipraktekkan di Indonesia, dilandasi oleh UU No. 22, Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah; dan dirubah menjadi UU No. 32, tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Desentralisasi Kesehatan telah menyebabkan meningkatnya porsi kegiatan analisis kebijakan kesehatan pada tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Kewenangan desentralisasi kesehatan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, diatur dalam pasal 13 dan Pasal 14, UU No. 32, 2004, tentang Pemerintah daerah (Tim Redaksi Fokusmedia, 2004).

Berdasarkan fenomena di atas, maka memahami analisis kebijakan kesehatan menjadi sangat krusial di kalangan stakeholder kesehatan di Indonesia, khususnya untuk para praktisi dan akademisi kesehatan di daerah, selaras meningkatnya kompleksitas masalah kesehatan; dan adanya perubahan tingkat kewenangan dalam pembangunan sektor kesehatan, yaitu dari

pendekatan sentralisasi menjadi pendekatan desentralisasi kesehatan.

Pemahaman analisis kebijakan kesehatan yang mendalam dan komprehensif, diharapkan dapat memberi input untuk “melahirkan” kebijakan kesehatan yang mampu mencegah dan mengatasi kompleksitas masalah kesehatan dalam pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang di era desentralisasi kesehatan.

PENGERTIAN

Analisis kebijakan kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti dan dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan.

Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (KBBI, 1991).

(2)

dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen/administrasi dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktivitas suatu negaara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya (KBBI, 1991).

Kebijakan berbeda makna dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan (KBBI, 1991), adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pengetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.

Menurut UU RI No. 23 tahun 1992

tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan, dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan.

Kebijakan negara, adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat (Lasswel, 1970).

Menurut Islamy (1988) yang mengutip glossary administrasi negara, arti kebijakan negara adalah: (a) Susunan rancangan tujuan dan dasar pertimbangan program pemerintah yang berhubungan dengan masalah tertentu yang dihadapi masyarakat; (b) Apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan; dan (c) masalah yang kompleks yang dinyatakan dan dipecahkan oleh pemerintah.

Pengertian kebijakan negara di atas mempunyai implikasi, yaitu: (a) kebijakan negara bentuknya berupa penetapan tindakan pemerintah; (b) Kebijakan tidak cukup hanya dinyatakan tetapi harus dilaksanakan dalam bentuk yang nyata; (c) Kebijakan negara baik dilaksanakan atau tidak, hal ini dilandasi dengan maksud tujuan tertentu; (d)

Kebijakan negara harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh masyarakat. Hal yang perlu ditegaskan adalah tugas administrator publik bukan membuat kebijakan negara “atas nama” kepentingan publik, tetapi benar-benar bertujuan untuk mengatasi masalah dan memenuhi keinginan serta tuntutan seluruh masyarakat (Islamy, 1988).

Analisis kebijakan negara, adalah penggunaan berbagai metode analisis dari beragam ilmu pengetahuan untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan publik, dalam bentuk rekomendasi (Dunn, 1988).

Penggunaan beragam metode analisis dari beragam ilmu pengetahuan, menyebabkan munculnya istilah lain yang dapat dikategorikan sebagai metode analisis kebijakan negara, antara lain: (1) operation research, (2) cost effectiveness analysis, (3) system analysis, (4) management analysis, (5) cost benefit analysis, (6) decision analysis, (7) berbasis program komputer: linier programming, operational gamming, atau computer simulaton (Moekijat, 1995; dan Islamy, 1988).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pengertian Analisis Kebijakan Negara Bidang Kesehatan, yaitu: Penggunaan metode analisis dari beragam ilmu pengetahuan yang menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik bidang kesehatan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan publik bidang kesehatan.

PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN

Masalah kebijakan publik adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat kepelikan/kompleksitas masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting oleh publik.

(3)

a. Interdependensi (saling tergantung), yaitu: masalah kebijakan dalam suatu bidang (misalnya, energi listrik) mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (misalnya, perawatan kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah, yang membutuhkan pendekatan holistik, yaitu pendekatan yang memandang satu masalah sebagai bagian dari keseluruhan masalah.

b. Subjektif, yaitu suatu kondisi eksternal yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan atau disiplin ilmu tertentu, sehingga menghasilkan kesimpulan mengenai kondisi tersebut. Selanjutnya data informasi itu ditafsirkan dengan menggunakan berbagai pendekatan atau ilmu pengetahuan yang berbeda, sehingga menimbulkan kesimpulan lainnya yang berbeda. Contoh, analisis kondisi ekonomi masyarakat di suatu daerah menghasilkan ukuran tingkat pendapatan rata-rata per bulan/kk (misalnya) Rp. 300.000/bulan. Tingkat penghasilan ini dinyatakan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang utama sehari-hari pada 1 keluarga (4 orang). Kondisi ekonomi ini, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan ilmu kesehatan; dan menghasilkan tafsiran, seperti rendahnya kemampuan membayar pelayanan kesehatan, atau besarnya peluang gangguan gizi. Dalam kasus ini yang dinyatakan sebagai masalah (objektif) adalah: tingkat pendekatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, ketika masalah ekonomi ini dikaitkan dengan kesehatan yang memunculkan masalah kesehatan, maka keterkaitkan itu disebut dengan situasi problematis. Setiap masalah merupakan elemen dari situasi problematik. Masalah kebijakannya (subjektif) muncul ketika manusia memikirkan dan bertindak untuk mencari jalan keluar terhadap masalah dan situasi problematis tersebut.

c. Artifisial (buatan) yaitu: masalah

kebijakan hanya mungkin ada jika manusia mempertimbangkan perlunya merubah situasi problematik. Masalah kebijakan pada dasarnya merupakan buah pandangan subjektif manusia yang terkait dengan kondisi sosial yang objektif.

d. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.

e. Tidak terduga, yaitu masalah yang

muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah kebijakan (Dunn, 1998).

Prasyarat perumusan masalah kebijakan adalah “pengakuan atau dirasakannya keberadaan” suatu Situasi Masalah Kebijakan. Perumusan masalah kebijakan dapat dipandang sebagai proses dengan 4 fase yang saling tergantung, yaitu: a. Pencarian masalah atau problem search.

Masalah kebijakan harus dicari dari berbagai pelaku kebijakan. Biasanya, para analis akan menjumpai formulasi-formulasi masalah yang saling terkait dan bersaing secara dinamis, yang terbentuk dari oleh situasi sosial, dan terdistribusi pada seluruh proses pembuatan kebijakan. Kondisi yang dihadapi oleh analis ini disebut dengan Meta Problem (kompleksitas masalah). Selanjutnya, analis harus menetapkan mana yang menjadi masalah substantif (masalah pokok yang menjadi pusat perhatian). Contoh: krisis nasional (meta problem atau situasi problematik) sektor ekonomi dan moneter diikuti oleh krisis politik, telah menyebabkan terjadi krisis kesehatan masyarakat. Pilihan masalah substantif adalah bidang kesehatan, yang didukung oleh fakta menurunnya status kesehatan masyarakat secara drastis.

b. Pendefinisian masalah atau problem

(4)

jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, krisis kesehatan (substantif) sebagai akibat dari meta problem, harus didefinisikan menurut ukuran kesehatan. Misalnya, menurunnya status kesehatan masyarakat ditandai oleh meningkatnya jumlah anak-anak dengan status gizi buruk sekian persen.

c. Spesifikasi masalah atau problem

specification. Jika masalah substantif sudah didefinisikan, maka masalah yang lebih rinci dan spesifik dapat dirumuskan; dan menghasilkan masalah formal. Rumusan masalah formal ini yang akan menjadi pusat perhatian analis. Contoh, Masalah formal bidang kesehatan sektor Gizi pada situasi krisis nasional, yang meliputi sediaan bahan pangan, daya beli masyarakat, program pelayanan gizi di sarana pelayanan kesehatan.

d. Pengenalan masalah atau problem

sensing. Masalah formal harus disampaikan kepada para pelaku kebijakan, untuk mendapat umpan balik, yaitu apakah sesuatu itu sudah benar-benar menjadi masalah kebijakan. Jika para pelaku kebijakan menyatakan bahwa masalah formal tersebut benar-benar dapat menjadi masalah kebijakan; maka seorang analis dapat melanjutkan tugasnya untuk melakukan analisis dengan benar, dalam rangka menghasilkan informasi dan argumen sebagai input pembuatan kebijakan publik sektor kesehatan (Dunn, 1998; Moekijat, 1995).

Analis harus mampu untuk merumuskan masalah kebijakan dengan benar, yaitu merumuskan masalah substantif dan masalah formal yang sesuai dengan kondisi masalah yang sebenarnya.

TUJUAN

Secara umum tujuan analisis kebijakan negara adalah: menyediakan informasi untuk para pengambilan kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara praktis. Tujuan analisa kebijakan juga meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran kebijakan (Dunn, 1988).

Selaras tujuan di atas, dapat disimpulkan analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghasilkan fakta, tetapi juga menghasilkan informasi mengenai nilai dan arah tindakan yang lebih baik.

BENTUK ANALISIS KEBIJAKAN

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Pilihan bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam, sebab kondisi masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan.

Berdasarkan pendapat para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1999), dapat diketahui bentuk analisis kebijakan, yang terdriri darai 3 kategori berdasarkan periode waktu, yaitu:

1. Analisis Kebijakan Prospektif. Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Ciri analisis adalah: (a) Mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia yang dapat dipilih dan dibandingkan; (b) Diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan keputusan kebijakan; dan (c) Secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.

2. Analisis Kebijakan Retrospektif (AKR). Tujuan bentuk analisis adalah penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan retrospektif, adalah: a. Analisis berorientasi disiplin, lebih

terfokus pada pengembangan dan pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan. Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep kebutuhan serta kepuasan tenaga kesehatan di Indonesia, dapat memberi kontribusi pada pengembangan manajemen SDM berciri Indonesia (kultural). Orientasi pada tujuan dan sasaran kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.

b. Analisis berorientasi masalah,

(5)

hubungan kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: Pendidikan dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum, namun dapat memberi variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk mencapai sasaran yang khusus, seperi meningkatkan kualitas kesehatan anak sekolah secara umum dan kesehatan gigi melalui program UKS/UKGS oleh puskesmas.

c. Analisis berorientasi terapan,

menjelaskan hubungan kausal, lebih tajam untuk mengindentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya. Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis. Contoh: analisis dapat memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelayanan KIA di puskesmas. Informasi dapat digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.

3. Analisis Kebijakan Terpadu. Bentuk

analisis ini bersifat konprehensif dan kontinyu, menghasilkan dan memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah tindakan kebijakan dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan retrospektif, serta secara ajeg menghasilkan informasi dari waktu ke waktu dan bersifat multidispliner.

Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang berbeda, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan, yaitu:

a. Teori Keputusan Deskriptif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan, setelah kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem kebijakan dan kurang kurang pada usaha pemecahan masalah.

b. Teori Keputusan Normatif, memberi

dasar untuk memperbaiki akibat tindakan, menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau rekomendasi), lebih ditujukan pada usaha pemecahan masalah yang bersifat praktis dan langsung.

PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN

Upaya untuk menghasilkan informasi dan argumen, dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan empiris, evaluatif, normatif (Dunn, 1988); yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pendekatan Empiris, memusatkan

perhatian pada tujuan menjelaskan sebab dan akibat dari kebijakan publik. Contoh, analisis dapat menjelaskan sebab akibat dari pelaksanaan belanja negara untuk sektor kesehatan dalam suatu periode tertentu; dan meramalkan pembelanjaan di masa depan serta akibat yang ditimbulkannya. Modus atau prosedur kerja analisis, untuk menghasilkan informasi dan argumennya, dapat dilakukan melalui 4 tahapan: (1) perumusan masalah, (2) peliputan atau monitoring, (3) pembahasan, (4) peramalan, sebagai hasil akhir kegiatan analisis.

2. Pendekatan evaluatif, memusatkan

perhatian pada tujuan menemukan “nilai” dari berbagai kebijakan publik yang dilaksanakan. Contoh: setelah menerima informasi tentang pelaksanaan program KIA-KB, analis dapat mengevaluasi pelaksanaan program tersebut; dan analis dapat merumuskan atau memilih cara yang terbaik untuk mendistribusikan biaya, alat, atau obat-obatan dalam program KB, sesuai etika dan konsekuensinya. Penekanan pada pendekatan evaluatif, adalah tersusunnya prioritas model atau prosedur terbaik dari beragam input dengan pertimbangan plus-minus jika dibuat kebijakan. Modus atau prosedur kerja analisis, untuk menghasilkan informasi dan argumennya, dapat dilakukan melalui 5 tahapan, yaitu: (1) perumusan masalah, (2) peliputan/monitoring, (3) pembahasan, (4) peramalan, (5) dan rekomendasi.

3. Pendekatan Anjuran memusatkan

(6)

tindakan apa yang semestinya dilakukan. Inti pendekatan normatif adalah pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas,dari Rp. 300 menjadi Rp. 1000, merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini tidak memberatkan dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Penekanan pada pendekatan normatif adalah “anjuran” yang semestinya dilakukan. Prosedur kerja analisis, untuk menghasilkan informasi dan argumennya, dapat dilakukan melalui 6 tahapan, yaitu: (1) perumusan masalah, (2) peliputan atau monitoring, (3) peramalan, (4) pembahasan, (5) rekomendasi, dan (6) penyimpulan praktis.

Penyimpulan praktis, ditujukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih atau sangat dekat agar masalah kebijakan dapat dipecahkan. Kata praktis, lebih ditekankan pada dekatnya hubungan kesimpulan yang diambil dengan nilai dan norma sosial atau masalah kebijakan yang akan ditangulangi. Pengertian ini lebih ditujukan untuk menjawab kesalahpahaman mengenai makna Rekomendasi yang sering diartikan pada informasi yang kurang operasional atau kurang praktis, masih relatif jauh dari fenomena yang sesungguhnya.

ARGUMEN KEBIJAKAN

Informasi merupakan kata kunci dalam kegiatan analisis kebijakan, sebab untuk menghasilkan informasi yang relevan dengan masalah dan solusi kebijakan publik, maka kegiatan analisis kebijakan itu dilakukan. Unsur penting dalam informasi yang dihasilkan dari kegiatan analisis kebijakan adalah, Argumen atau alasan yang digunakan. Kata “argumen” mendapat perhatian khusus, untuk menghindari suatu usulan yang tidak benar, tidak berdasar, atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Dunn (1988) Argumen kebijakan meliputi 6 elemen penting, yaitu:

1. Informasi yang relevan dengan

kebijakan; dihasilkan oleh penggunaan metode analisis yang dipakai oleh analis. Contoh: Program Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) oleh Puskesmas Sangat Efektif untuk mengurangi kasus gizi buruk pada balita. Informasi ini dapat diarahkan menjadi Tuntutan Kebijakan, tetapi harus melalui proses persyaratan atau kualifikasi, yang meliputi aspek pembenaran, dukungan, dan bantahan.

2. Persyaratan, merupakan proses

pertimbangan apakah Informasi yang relevan akan diteruskan menjadi tuntutan kebijakan. Secara ringkas, dapat disebutkan, pada fase ini terjadi “pergulatan” antara “pembenaran dan dukungan” versus “bantahan”. Seorang analisi harus mengperhitungkan dengan cermat dan logis aspek pembenaran, dukungan, dan bantahan. Ketika analis yakin pada pembenaran dan dukungan yang leboih kuiat dan benar, maka tuntutan dapat dilakukan. Sebagai catatan: dalam banyak pembuatan kebijakan, bantahan acapkali muncul tidak saja pada tahap analisis kebijakan, tetapi juga pada tahap pengambilan keputusan kebijakan publik.

3. Pembenaran, merupakan sekumpulan

fakta yang dapat menunjukkan benarnya informasi yang relevan dengan kebijakan dan menjadi pendorong munculnya tuntutan kebijakan. Contoh: Tersedianya fakta bahwa PMT secara umum mampu mengurangi tingkat rata-rata 50% kasus gizi buruk pada balita secara nasional; dan ada perkiraan atau asumsi tentang tingginya efektivitas Program PMT dalam menurunkan kasus gizi buruk pada balita, jika PMT dikembangkan.

4. Dukungan, merupakan sekumpulan

alasan tambahan yang berasal dari berbagai sumber (seperti aspek hukum, pendapat para ahli, teori, hasil penelitian, norma masyarakat, agama, dll) yang berfungsi sebagai faktor penguat pembenaran.

5. Bantahan, merupakan sekumpulan

(7)

6. Tuntutan Kebijakan; merupakan kesimpulan dari argumen kebijakan, setelah Informasi yang relevan mendapat “ujian” dalam proses persyaratan atau kualifikasi, yang meliputi aspek pembenaran, dukungan, dan bantahan. Jika informasi yang relevan dengan kebijakan sudah teruji, dan analis yakin dengan informasi tersebut, maka informasi yang relevan dapat diarahkan menjadi Tuntutan Kebijakan; atau diusulkkan pada pembuat kebijakan publik untuk diproses pada tingkat politik menjadi kebijakan publik. Contoh Tuntutan: Pemerintah harus mengembangkan program PMT di Puskesmas, dengan meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga, variasi dan pengolahan makanan, waktu pemberian, sistem pengawasan atau monitoring, dan peningkatan biaya operasional.

Berdasarkan struktur argumen di atas, dapat diketahui bahwa seorang analis kebijakan dapat menempuh langkah yang benar, dengan memanfaatkan informasi dan berbagai metode menuju kepada pemecahan masalah kebijakan; dan tidak sekedar membenarkan alternatif kebijakan yang disukai (misalnya oleh pemerintah); tetapi tingkat bantahan jauh lebih banyak dan logis dibanding pembenaran dan dukungan.

PENUTUP

Manfaat terbesar memahami analisis kebijakan kesehatan adalah terbentuknya kerangka berfikir (Frame of reference) tentang dinamika kebijakan kesehatan, yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Setiap stakeholders kesehatan,

terutama para praktisi dan akademisi kesehatan, diharapkan memiliki kerangka berpikir yang komprehensif tentang analisis

kebijakan, sehingga mampu mengikuti perkembangan situasional pembangunan kesehatan yang sangat kompleks. Pemahaman analisis kebijakan yang komprehensif dan mendalam, cenderung dapat membantu melahirkan kebijakan kesehatan yang dapat mencegah dan mengatasi kompleksitas masalah kesehatan.

Tuntutan cenderung semakin

meningkat pada praktisi dan akademisi kesehatan di daerah untuk memahami analisis kebijakan kesehatan, selaras diberlakukannya pendekatan desentralisasi kesehatan sebagai salah satu landasan pembangunan kesehatan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dun WN, 1998, Analisis Kebijakan Publik, Penerjemah Wibawa S, dkk, Gadjah Mada

University Press, Jogyakarta.

Islamy MI, 1988, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bina Aksara, Jakarta

Lasswell HD,1971, A Preview of Policy Sciences, American Elsevier Publishing Co,

New York.

Moekijat, 1995, Analisis Kebijaksanaan Publik, Mandar Maju, Bandung. Syamsy I, 1986, Pokok-Pokok Kebijaksanaan,

Perencanaan, Pemrograman, Dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, Rajawali, Jakarta.

Tim Redaksi Fokus Media, 2004, Undang-Undang Otonomi Daerah, Fokus Media, Bandung.

Topatimasang R, Fakih F, Raharjo T, 2000, Merubah Kebijakan Publik, Pustaka

Pelajar, Jogyakarta.

Wahab SA, 1991, Analisis Kebijaksanaan – Dari Formulasi Ke Implementasi

Referensi

Dokumen terkait

Proses Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa Identifikasi paket- paket pekerjaan sesuai ketentuan yang berlaku Klasifikasi paket Klasifikasi paket berdasarkan volume dan kompleksitas

Dari berbagai data diatas dihasilkan kondisi optimum dari proses esterifikasi kain kapas dengan turunan kitosan terjadi pada konsentrasi 0,8% dimana ketiga jenis kain

Untuk mendapatkan parameter proses sinter, maka dalam penelitian diteliti pengaruh temperatur dan waktu sinter terhadap densitas dan porositas komposit aluminium

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhao, Zhang & Xu (2016) yang menemukan bahwa seseorang yang memiliki skor tinggi pada Dark

Dijelaskan Hardjopranjoto (1995) bahwa sapi dara yang dapat melahirkan anak sapi pertama pada umur 2 tahun akan memiliki masa laktasi dan jangka waktu bereproduksi lebih lama

Jumlah luaran jurnal internasional merupakan jumlah publikasi jurnal internasional yang dihasilkan oleh dosen dalam waktu 3 tahun terakhir baik yang bereputasi maupun yang

kemampuan berupaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya secara sah, wajar dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya, namun demikian

Proses Revolusi Kuba dimulai ketika Che Guevara bertemu dengan Fidel Castro yang sedang membangun kekuatan Gerakan 26 Juli untuk menggulingkan pemerintahan