• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan ekonomi penanganan mutu dan keamanan pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan ekonomi penanganan mutu dan keamanan pangan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

iingkatkan keamanan pangan Pemerintah telah melakukan rpadu (SKPT) pada tanggal 1 3 ma-sama kita meningkatkan adalah suatu wadah yang rm kegiatan pengkajian risiko terkait dengan pengawasan kqiatan kajian ilmiah untuk ngan, kajian efektivitas dan eterpaduan dalam pengujian dan sebagainya. Jejaring

1 kerjasama antara para ppunyai fungsi dalam sistem m administrasi (kebijakan,

), inspektorat, dan analisis. vitas, seperti meninjau

rdinasi pengembangan mengembangkan metode gan. Jejaring Promosi raan antar anggota dari ubungan dengan promosi ntuk berdasarkan sistem n informasi hasil dari kajian gan manajemen risiko.

yang dapat dikembangkan tepat meliputi penguatan ediaan perangkat peraturan dukung pengawasan berupa i petugas pengawas, dan rmasi dan edukasi IKIE. nasional untuk mengatasi antung pada keperdulian ajemen keamanan pangan dalam ha1 ini difasilitasi

Keumamn, Mutu, dun Gizi Pangan

TINJAUAN EKONOMI PENANGANAN MUTU

DAN KEAMANAN PANGAN

Ahmad ~ulaeman' dan Hidayat syarief2

Pendahuluan

Keamanan Pangan telah menjadi perhatian utama Organisasi b Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia P

(WHO). Masing-masing organisasi mendefinisikan keamanan pangan

)

yang

berbeda. FA0 mendefinisikannya sebagai pemberian jaminan bahwa pangan tidak menyebabkan bahaya kepada konsumen ketika

5

disiapkan dan atau dimakan sesuai dengan penggunaan yang

i-

dimaksudkan. Sedangkan WHO lebih banyak berbicara dalam ha1

h

'

foodborne illnesses, atau penyakit bawaan makanan yang biasanya

1

berupa infeksi atau intoksikasi, yang disebabkan oleh agen yang masuk

;

ke dalam tubuh melalui makanan. Namun kedua organisasi sepakat g;

[ bahwa keamanan pangan (food safety) merupakan salah satu komponen

$

dari ketahanan pangan (food security). Karenanya adalah sangat

!

penting bagi para pengambil kebijakan untuk mengingat dan

(

mempertimbangkannya secara seksama karena aspek ini sering diberikan perhatian yang kurang daripada yang seharusnya.

Definisi Keamanan Pangan menurut Joint FAOIWHO Expert

fi Committee of Food Safety adalah semua kondisi dun upaya yang i

dfperlukan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dun

, penyiapan makanan untu k memastikan bahwa makanan tersebut aman,

i

: bebas dari penyakit, sehat, dun baik untuk konsumsi manusia. Undang- undang No 7 tahun 1996 tentang pangan, mendefiniskan keamanan i pangan yang hampir senada dengan definisi FAOIWHO yaitu: kondisi dun upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dun benda lain yang dapat mengganggu,

'

Dr. Ahmad Sulaeman adalah Pengajar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

bwitut Pertanian Bogor.

'

Prof.Dr. Hidayat Syarief adalah Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, lnstitut Pertanian Bogor.

(2)

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika i t u dipersiapan danlatau dimakan menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki (Codex ,1997). Namun demikian, di Indonesia, makna keamanan pangan tidak cukup hanya diartikan sebagai bebas dari ketiga jenis macam cemaran, tapi juga harus bebas dari cemaran yang dapat menyebabkan pangan menjadi tidak halal yang dapat mengganggu ketenangan batiniah. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (1993) mendefinisikan Keamanan Pangan sebagai suatu keadaan bebas dari risiko kesehatan disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan, dan kontaminasi baik oleh mikroba atau senyawa kimia serta memenuhi kebutuhan spiritual. Di Indonesia, keamanan dimaksudkan sebagai suatu kepastian praktis bahwa tidak ada cedera yang terjadi sebagai akibat pemakaian bahan apabila dipergunakan dengan cara dan dalam jumlah yang wajar serta tidak mengandung bahan yang dilarang menurut syariat Agama Islam. Karena i t u semasa masih ada kementerian Negara Urusan Pangan, pangan yang "AMAN" adalah pangan yang SAH (Sehat, Aman dan Halal). Secara teknis, pangan yang "AMAN" ini oleh Direktorat Jenderal Peternakan Deptan diterjemahkan lagi menjadi pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), khususnya untuk produk-produk asal hewani. Dengan demikian pengertian AMAN dalam konteks lndonesia lebih lengkap yaitu aman secara lahiriah dan aman secara batiniah. Hal ini penting mengingat pangan yang tidak halal merupakan pangan yang tidak aman bagi konsumen lndonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Dalam pengertian ASUH juga sudah tercakup makna pangan bermutu (utuh).

Keamanan pangan (food safety) merupakan unsur penting ketahanan pangan (food security) yang tidak boleh diabaikan begitu saja dengan alasan apapun. Dalam UU No 7 tahun 1996, disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Hal tersebut telah menjadi komitmen dari semua negara yang menjadi anggota FA01 WHO dimana pada tahun 1992 mendeklarasikan bahwa Memperoleh makanan yang cukup, bergizi dan aman adalah hak setiap manusia (FAOIWHO International Conference on Nutrition: World

(3)

h manusia. Keamanan pangan claration on Nutrition, 1992). Dengan demikian keamanan pangan

F

akan mengakibatkan bahaya rupakan hak dan sekaligus kewajiban azasi manusia yang harus

danlatau dimakan menurut lindungi dan dipenuhi oleh suatu pemerintahan.

F d a k i (Codex ,1997). Namun Namun demikian dalam diskusi-diskusi dan pembahasan /n pangan tidak cukup hanya tahanan pangan termasuk dalam implementasi program-program dari

/s

macam cemaran, tapi juga dan Bimas Ketahanan Pangan, penekanan biasanya lebih sering enyebabkan pangan menjadi rikan pada dua unsur ketahanan pangan saja yaitu ketersediaan dan nangan batiniah. Widyakarya es atau daya beli (affordabilitas). Padahal dua komponen lainnya efinisikan Keamanan Pangan ri ketahanan pangan yaitu keamanan pangan merupakan ha1 yang kesehatan disebabkan oleh tru paling krusial. Dapat dikatakan tanpa keamanan pangan, tidak baik oleh mikroba atau a ketahanan pangan karena keamanan pangan merupakan unsur an spiritual. Di Indonesia, ting ketahanan pangan.

astian praktis bahwa tidak Keamanan Pangan juga tidak bisa dipisahkan dari mutu pangan. pemakaian bahan apabila No 7 tahun 1996 secara jelas menyebutkan bahwa mutu pangan h yang wajar serta tidak lah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, ariat Agama Islam. Karena ungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, Urusan Pangan, pangan yang kanan dan minuman. Karena itu. bila berbicara mutu maka

,

Aman dan Halal). Secara manan pangan harus selalu menjadi bahan pertimbangan dan ktorat Jenderal Peternakan aliknya. Namun sayangnya saat ini masyarakat atau pasar hanya n yang ASUH (Aman, Sehat, berikan sedikit penghargaan bagi produsen atau petani yang telah produk asal hewani. Dengan ghasilkan produk yang aman dan bermutu atau memenuhi apa yang Indonesia lebih lengkap yaitu andatkan oleh pemerintah.

batiniah. Hal ini penting Berkaitan dengan urgensi penanganan mutu dan keamanan kan pangan yang tidak aman n, pertanyaan-pertanyaan berikut mungkin akan muncul sebagai sar penduduknya beragama n terhadap pihak-pihak yang skeptis dengan program keamanan ah tercakup makna pangan

1. Apakah manfaat atau keuntungan sosial dan ekonomis dari merupakan unsur penting penanganan mutu dan keamanan terhadap produsenl industri, dak boleh diabai kan begitu pemerintahlnegara dan individul konsumen?

7 tahun 1996, disebutkan 2. Dari Sisi Produsen: Betulkah penanganan mutu dan keamanan terpenuhinya pangan bagi pangan hanya akan menambah beban biaya saja tanpa

a pangan yang cukup baik memberikan nilai tambah atau insentif apapun?

terjangkau. Hal tersebut 3. Dari segi konsumen: Betulkah keamanan pangan akan membuat ara yang menjadi anggota produk menjadi lebih maha sehingga susah terjangkau, selain mendeklarasikan bahwa membuat repot dan tidak praktis karena tiap membeli harus dun aman adalah hak setiap selalu teliti atau cerewet?

rence on Nutrition: World

(4)

4. Dan sisi pemerintah: Betulkah penanganan mutu dan keamanan pangan hanya akan menambah beban anggaran dan pekerjaan karena harus memerlukan biaya pembinaan, biaya pengawasan dan pemeriksaan yang tidak sedikit?

5. Bagaimana mengukur dampak ekonomis dari program penanganan mutu dan keamanan pangan yang tampaknya akan menghamburkan biaya?

6. Apa akibatnya kalau mutu dan keamanan pangan tidak ditangani serius? Bai k bagai individu/masyarakat/ konsumen, industri/produsen, maupun bagi negara/ pemerintah?

Tulisan ini mencoba mendiskusikan hal-hal yang menjadi pertanyaan di atas dengan harapan bisa menggugah kita semua akan pentingnya penanganan mutu dan keamanan pangan yang komprehensif, terpadu dan terprogramkan dengan baik.

Kenapa Mutu dan Keamanan Pangan Penting

Pentingnya Mutu dan Keamanan Pangan

Program gizi sudah banyak berhasil menanggulangi masalah gizi masyarakat dan kini meski sempat terkena krisis moneter, tinggal beberapa saja yang masih harus mendapat perhatian, diantaranya Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan lodium (GAKI), Kurang Vitamin A(KVA), dan Anemi Besi. Program penanggulangan gizi masyarakat telah mendapat perhatian dan anggaran yang cukup besar selama ini. Namun berbeda dengan program keamanan pangan terlebih-lebih lagi produk segar masih belum mendapat perhatian utama. Padahal, terdapat kaitan yang erat antara kejadian kasus pangan yang tidak aman dengan meningkatnya kasus gizi buruk semisal diare. Wirakartakusumah (1994) menyatakan bahwa keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimiawi, dan status gizi. Hal ini saling berkaitan dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan pangan juga sangatlah kompleks selain keadaan lingkunsan

(5)

qanganan mutu dan keamanan eban anggaran dan pekerjaan .embinaan, biaya pengawasan ekonomis dari program angan yang tampaknya akan an keamanan pangan tidak vidulmasyarakatl konsumen,

garal pemerintah?

kan hal-ha1 yang menjadi menggugah kita semua akan keamanan pangan yang dengan baik.

t

n Penting

menanggulangi masalah gizi na krisis moneter, tinggal pat perhatian, diantaranya Akibat Kekurangan lodium n Anemi Besi. Program mendapat perhatian dan un berbeda dengan program roduk segar masih belum apat kaitan yang erat antara gan meningkatnya kasus gizi (1 994) menyatakan bahwa ang kompleks sebagai hasil oksisitas kimiawi, dan status gan yang tidak aman akan ada akhirnya menimbulkan aktor yang mempengaruhi selain keadaan l,ingkungan

I"

Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan

biologik, perilaku masyarakat, tingkat pendidikan dan pendapatan arakat, juga faktor lainnya seperti tingkat lalu lintas pangan ini yang sudah tidak menenal batas lagi. Karenanya, masalah keamanan pangan, hampir setiap saat terjadi, di mana saja, saja, dan dapat menimpa siapa saja, baik kaya atau miskin, baik ara terbelakang maupun negara maju.

Dalam Deklarasi Alma Ata (1978) dinyatakan secara implisit a keamanan makanan merupakan komponen esensial dari anan kesehatan primer (Primary Health Care). Senyatanya nan makanan merupakan komponen penting dan mempunyai nan dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian.

an yang tidak aman (unsafe) yang disebabkan oleh adanya zat-zat yang membahayakan merupakan penyebab banyak penyakit ma penyakit yang dibawa oleh makanan, dari yang ringan yaitu diare sampai pada botulisme, tipus, hepatitis, parasitis, efek s dari kontaminan bahan kimia dan lain-lain. Perhatikanlah apa terjadi dulu ketika program pemberian makanan sapihan yang n untuk meningkatkan status gizi anak malah berbalik abkan anak-anak kurang gizi karena seringnya terjadi diare yang kan tidak diperhatikannya aspek keamanan seperti sanitasi air nitasi wadah atau peralatan yang digunakan dalam penyiapan nan sapihan tersebut.

Deklarasi Roma mengenai Ketahanan Pangan Dunia yang ilkan dalam sidang ke 25 World Food Summit tahun 1999 askan kembali hak dari setiap orang untuk mendapat akses pangan yang aman dan bergizi, konsisten dengan hak untuk an yang cukup dan hak dasar bagi setiap orang untuk bebas dari

.

Dengan demikian World Food Summit tersebut menyadari dan gakui jalinan instrinsik antara ketahanan pangan (food security), angan (food quality) dan pengendalian keamanan pangan (food

.

Meningkatnya populasi penduduk di negara-negara mbang, dan terutama di perkotaan, berlipat dengan masalah

ngan dan hygiene pangan, akan menyebabkan tekanan yang lebih r terhadap sistem produksi pangan, penanganan, dan distribusi di a-negara berkembang. Hal ini dapat membawa kepada potensi lah pangan dan keamanan pangan yang serius.

(6)

Pentingnya mutu dan keamanan pangan diperhatikan dalam perdagangan internasional telah disadari olen negara-negara yang turut dalam pertemuan Putaran Uruguay tentang Negosiasi Perdagangan Multilateral yang melahirkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 1994. Berdasarkan Putaran Uruguay telah dihasilkan dua ketentuan yang mengatur perdagangan dunia yaitu Sanitary and Phytosanitary (SPS) AgfPement dan Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement. Dalam TBT Agreement, masing-masing negara anggota WTO diberi hak untuk menolak produk pangan yang masuk jika tidak sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Sedangkan dalam SPS Agreement, setiap negara anggota WTO diberi hak untuk menolak produk pangan yang masuk ke negaranya bila produk tersebut dicurigai dapat mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan. Lebih lanjut, sebagai konsekuensi terhadap Perjanjian Putaran Uruguay mengenai penerapan SPS' dan TBT tersebut, akses terhadap pasar ekspor pangan oleh negara berkembang akan tergantung kepada seberapa besar kemampuan mereka untuk memenuhi standar dan keamanan pangan yang diterima internasional. Dengan tidak terpenuhinya standar mutu dan keamanan pangan, jangan heran banyak produk Indonesia ditolak masuk negara lain.

Pentingnya pemenuhan keamanan pangan juga dipicu oleh tuntutan konsumen akan produk pangan yang bermutu dan aman sejalan dengan meningkatnya pendidikan dan pendapatan mereka. lndikasi ke arah tersebut ditunjukkan dengan pesatnya pertumbuhan supermarketlhipermarket yang dapat dijadikan indikator konsumen mencari yang lebih bersih, aman, dan sehat.

Sejalan dengan arus globalisasi, tuntutan konsumen modern terhadap mutu dan keamanan pangan semakin deras dan kompleks. Kalau sebelumnya konsumen merasa puas dengan mendapatkan pangan yang terjangkau harganya, kini konsumen menuntut lebih dari sekedar itu, namun juga pangan tersebut harus sesuai selera, aman, menyehatkan dan bagi konsumen muslim tentu saja yang halal. Konsumen akan mencari produk pangan yang dipercaya dapat memenuhi tuntutannya tersebut. Dengan demikian konsumen mencari produk yang mempunyai integritas yang tinggi. Integritas pangan merupakan suatu piramida yang tersusun oleh tiga komponen utama yaitu (1) keamanan pangan sebagai prasyarat utama, (2) mutu pangan

(7)

)angan diperhatikan dalam en negara-negara yang turut ang Negosiasi Perdagangan Perdagangan Dunia (WTO) pay telah dihasilkan dua dunia yaitu Sanitary and ical Barriers to Trade (TBT) -masing negara anggota WTO yang masuk jika tidak sesuai tgkan dalam SPS Agreement, ltuk menolak produk pangan k tersebut dicurigai dapat nusia, hewan, tanaman, dan

uensi terhadap Perjanjian dan TBT tersebut, akses rkembang akan tergantung untuk memenuhi standar ernasional. Dengan tidak angan, jangan heran banyak

pangan juga dipicu oleh yang bermutu dan aman dan pendapatan mereka. gan pesatnya pertumbuhan adikan indikator konsumen

1

untutan konsumen modern

akin deras dan kompleks. ngan mendapatkan pangan enuntut lebih dari sekedar rus sesuai selera, aman, tentu saja yang halal. n yang dipercaya dapat emikian konsumen mencari tinggi. Integritas pangan oleh tiga komponen utama rat utama, (2) mutu pangan

--

agar memenuhi selera dan (3) Kredensi yang terutama melihat aspek produksi yang memperhatikan kesejahteraan hewan, tanggung jawab bsial, lingkungan dan memperhatikan aspek lokal (Garnbar 1). Pangan

grzmg mempunyai integritas dan dibuktikan dengan adanya sistem jaminan mutu (quality assurance) akan membangkitkan kepercayaan

(trust)

konsumen sehingga konsumen akan mencari produk yang Warnin tersebut.

r 1 . Hubungan lntegritas Pangan dengan Kepercayaan Konsumen (Sumber: Davis and Barnes, 2005)

Sesuai dengan karakteristik konsumen modern yang mempunyai ntara lain: lebih menuntut, "well informed", rewel, individual,

s

dan tajam, terpolarisasi, lebih sadar mengenai diet, kesehatan keamanan pangan, Lebih perhatian pada isu-isu hijau, ahteraan hewan, dan masalah etika, penuh tekanan (stress), dan

memilih-milih dalam kebiasaan berbelanjanya (Davies and Barnes,

,

maka integritas dari suatu pangan dimana keamanan pangan ~ d i pondasi utamanya menjadi sangat penting. Konsep pangan

ASUH sebenarnya tidak lepas dari terbentuknya integritas pangan kuat sehingga masyarakat misalnya tidak ragu lagi mengkonsumsi

k unggas.

Pengetahuan konsumen saat ini semakin meningkat dan mereka cin sadar akan haknya untuk memperoleh makanan yang bermutu

(8)

dan aman. Mereka akan semakin kritis dalam memilih produk makanan. Dalam era perdagangan bebas ini, mereka tidak akan segan-segan memilih produk impor jika dianggap produk impor lebih bermutu dan aman dibandingkan dengan produk domestik. Hal ini tentunya tidak dikehendaki karena dipastikan akan mematikan produksi di dalam negeri. Konsumen yang mengerti dan sadar bahwa hak-haknya dilindungi oleh Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak akan segan-segan untuk menuntut pemerintah dan produsen yang melalaikan aspek mutu keamanan pangan seandainya terjadi kasus keracunan makanan atau foodborne disease.

Keyakinan konsumen yang kuat akan keamanan suplai pangan merupakan hal yang krusial untuk membangun dan mempertahankan suatu sistem pangan yang efisien bagi 21 bangsa anggota forum kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Dalam satu laporan yang dikeluarkan pada akhir Oktober 2002, ahli ekonomi pertanian dan industri pangan dari Pasific Food System Outlook (PFSO) meminta pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja bersama-sama untuk mempertahankan database penyakit yang dibawa makanan (foodborne illness), mendukung penelitian untuk mencegah kontaminasi pada makanan, harmonisasi standar dan praktek berbasis ilmiah, dan mensponsori pendidikan konsumen untuk memastikan penanganan pangan yang aman.

Ketidakpastian mengenai keamanan pangan merupakan musuh dari perilaku konsumen yang rasional dan investasi bisnis dalam sistem pangan. Keamanan pangan menjadi sangat penting saat ini karena dua faktor: (1) pangan merupakan cara utama transmisi agen penyebab penyakit (bakteri, virus, dan kuman Lainnya) dan (2) Pangan berhubungan dengan pembangunan, karena hal tersebut bukan hanya menentukan kesehatan individu dan masyarakat dan karenanya produktivitas nasional, namun juga mempunyai potensi ekspor dan dapat menghasilkan devisa.

Sangat jelas bahwa di era globalisasi, mutu dan keamanan pangan merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perjanjian TBT dan SPS merupakan instrumen dalam perdagangan global yang menekankan pentingnya pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan.

(9)

am mernilih produk makanan. .eka tidak akan segan-segan juk impor lebih bermutu dan 2stik. Hal ini tentunya tidak 2matikan produksi di dalam

I sadar bahwa hak-haknya

In 1999 tentang Perlindungan

k menuntut pemerintah dan ;earnanan pangan seandainya dborne disease.

an keamanan suplai pangan ,angun dan rnempertahankan

21 bangsa anggota forum

.

Dalarn satu laporan yang ahli ekonorni pertanian dan

p

Outlook (PFSO) meminta kerja bersama-sama untuk bawa rnakanan (foodborne ncegah kontaminasi pada ek berbasis ilmiah, dan k memastikan penanganan pangan merupakan musuh nvestasi bisnis dalam sistem enting saat ini karena dua transrnisi agen penyebab ainnya) dan (2) Pangan ha1 tersebut bukan hanya asyarakat dan karenanya punyai potensi ekspor dan mutu dan keamanan pangan bisa ditawar-tawar lagi. umen dalarn perdagangan enuhan standar mutu dan

earnanon, Mutu, dan Gizi Pangan

io-ekonomi Pangan yang Tidak Aman

ang tidak aman akan menyebabkan penyakit bawaan orne diseases) beserta konsekuensinya yang ongkosnya dibandingkan dengan ongkos yang dikeluarkan untuk n produk yang aman ataupun biaya pengawasan keamanan lah banyak dilaporkan kasus keracunan ataupun kesakitan anan. Sejak dulu kita sering disuguhi berita-berita keracunan

.

Mulai kasus keracunan tempe bongkrek, kasus mie instant, kuit beracun, kasus lemak babi yang menggegerkan, kasus n dalam suatu pesta, kasus kematian karena memakan sale kasus keracunan ikan, kasus keracunan pestisida, kasus n anak sekolah, dan sebagainya hanyalah sebagian dari kasus an yang pernah terjadi di Indonesia.

ngan yang tidak aman tidak hanya akan mempengaruhi derajat an rnasyarakat dalam bentuk kesakitan atau bahkan kematian, a akan berpengaruh terhadap produktivitas nasional, keadaan

karena meningkatnya biaya negara untuk pengobatan, ngan internasional, serta merusak citra negara yang dapat ikasi pada sektor lainnya seperti pariwisata. Dan kasus-kasus

n yang banyak menimpa karyawan pabrik misalnya, dapat berapa kerugan ekonomi yang ditanggung masyarakat dan akibat biaya yang dikeluarkan untuk tan/perawatan, kehilangan jam kerja dan kesempatan kerja ungkinan menurunnya produksi.

(10)

pelanggaran misalnya karena kandungan Salmonella, kotor (filthy), tanpa proses, tidak saniter, memerlukan asam atau es, beracun, mengandung listeria, kandungan histamin, atau penggunaan pewarna yang tidak aman. Secara umum dalam perdagangan internasional, jumlah terbesar dari penolakan produk impor berasal dari negara- negara berkembang. Pelanggaran yang paling sering dituduhkan adalah terdapatnya serangga, kontaminasi mikroba, dan level residu pestisida yang berlebihan.

lndonesia merupakan sumber ekspor bahan mentah maupun yang telah diproses termasuk komoditi pangan yang berasal dari bahan alami pertanian tropis dan sekaligus sebagai sumber devisa yang penting bagi pembangunan. Namun demikian aspek negatif yang dapat timbul karena reputasi kesehatan masyarakat yang kurang baik memberikan citra yang sangat negatif dalam perdagangan pangan internasional. Sering terjadinya kasus foodborne disease dan penahanan produk kita di luar negeri membawa pengaruh dan dampak bagi citra negara dalam perdagangan pangan tersebut. Mengingat reputasi lndonesia yang masih kurang baik dalam penanganan masalah mutu dan keamanan pangan, negara-negara di Uni Eropa mulai tahun ini telah menerapkan persyaratan yang lebih ketat terhadap produk-produk yang berasal dari Indonesia, khususnya produk perikanan, dimana tiap kontainer produk asal lndonesia akan diperiksa satu persatu walau sudah ada sertifikat hasil u j i mutu dari laboratorium di negara kita.

Sangat jelas bahwa membahas aspek ekonomi keamanan pangan, selain dapat ditinjau dari kasus kejadian foodborne diseases, juga tidak dapat dilepaskan dari kepentingan perdagangan dunia. Dalam era globalisasi, tiap negara di dunia sangat tergantung kepada produk pangan dari negara lainnya. Mutu dan keamanan pangan dari produk satu negara akan mempengaruhi kesehatan dari penduduk lainnya yang mengimpor produk tersebut. Adanya perubahan gaya hidup d i seluruh dunia membawa kepada ketergantungan yang sangat besar kepada pangan yang diproduksi di negara lain. Rantai makanan telah menjadi lebih panjang dan komplek, dan peluang kontaminasi dari makanan semakin meningkat. Perdagangan pangan internasional telah meluas secara dramatis selama dekade terakhir ini sebagai hasil dari globalisasi pasar dunia. Saat ini, FA0 memperkirakan bahwa lebih dari 500 juta ton makanan masuk ke perdagangan internasional dengan nilai sekitar

(11)

~n Salmonella, kotor (filthy), -500 milyar pertahun. Globalisasi perdagangan pangan kan asam atau es, beracun, n tantangan utama terhadap otoritas pengawasan keamanan in, atau penggunaan pewarna

n perdagangan internasional, tersebut diproduksi dan dapat menyebabkan outbreaks k impor berasal dari negara-

aling sering dituduhkan adalah ~ba, dan level residu pestisida ,r bahan mentah maupun yang yang berasal dari bahan alami

mber devisa yang penting bagi pangan yang berbeda yang dapat mengandung ingredient atau ari benua yang berbeda.

gan internasional. Sering n perlu diperhatikan, terutama dikaitkan dengan dampak sosio- nahanan produk kita d i luar

rlebih-lebih oleh negara. Dampak terhadap individu misalnya putasi Indonesia yang masih : (a) Biaya medis, (b) Hilang pendapatan, (c) Sakit dan utu dan keamanan pangan, ritaan, (d) Kehilangan waktu santai, (e) Biaya pengasuhan anak,

ini telah menerapkan -produk yang berasal dari

na tiap kontainer produk edangkan dampak terhadap produsen dan industri adalah sebagai u walau sudah ada sertifikat kut: (a) penarikan produk, (b) turunnya produktivitas, (c) utupan pabrik, (d) clean-up, (e) kehilangan pasar, (f) jatuh imej, ekonomi keamanan pangan, ngurusan asuransi, dan (h) biaya hukum. Sementara dampak dborne diseases, juga tidak ap negara antara lain: (a) biaya surveilens, (b) penyelidikan agangan dunia. Dalam era eak, (c) kehilangan produktivitas nasional pada daerah endemik, tergantung kepada produk berkurangnya ekspor, (e) biaya jaminan sosial dan perawatan, (f) manan pangan dari produk ngguran, (g) kehilangan tuns, dan (h) kehilangan sumberdaya dari penduduk lainnya yang

tai makanan telah menjadi rika Serikat. Bila perusahaan menemukan bahwa mereka telah kontaminasi dari makanan

internasional telah meluas sebagai hasil dari globalisasi

bahwa lebih dari 500 juta

s

mengontak pelanggannya dan menginstruksikannya untuk asional dengan nilai sekitar nghubungi wholesaler, retailer dan lainnya dalam rantai distribusi
(12)

pangan dan meminta mereka untuk mengembalikan atau menghancurkan pangan yang berpotensi tidak aman. Karena sistem pengawasan yang ketat di sana, hampir tiap saat terdapat perusahaan yang dikenai hukuman untuk menarik produknya dari pasaran karena terindikasi tercemar patogen. Sebagai contoh pada tahun 2003 di USA dilaporkan 36 juta pounds daging harus ditarik, tahun 2002 sebanyak 19 juta pounds hamburger juga harus ditarik dari pasaran karena tercemar bakteri E. Coli, salah satu bakteri patogen penyebab foodborne

disease. Sebelumnya 1977 sekitar 25 juta ground beef ditarik dari

pasaran juga karena tercemar E. coli.

Kasus

Foodborne Diseases

Salah satu dampak dari pangan yang tidak aman adalah timbulnya penyakit akibat makanan yang dikenal dengan foodborne disease atau kadang disebut kasus keracunan makanan. Kasus foodborne disease

dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dapat menimpa siapa saja. Tidak peduli yang kaya atau yang miskin. Bahkan di negara yang telah maju pun, tiap tahunnya satu diantara tiga konsumen pernah mengalami sakit karena patogen yang berasal dari makanan. Di negara berkembang tentunya lebih buruk lagi. Walaupun sistem medis di negara-negara berkembang ini tidak dilengkapi dengan sistem untuk memperoleh statistik yang akurat, telah diketahui bahwa banyak negara berkembang menjadi sasaran foodborne disease yang berbahaya seperti kolera, diare, dan hepatitis A. Dari 1,5 milyar anak-anak di bawah Lima tahun yang terkena diare tiap tahun, 70 persen dari kasus tersebut disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi secara biologis dan oleh air yang tidak bersih. Tiga juta dari anak-anak tersebut mati premature, terutama di negara-negara berkembang.

Perkiraan sebelumnya oleh FSIS-USDA menyebutkan bahwa di USA tiap tahun terjadi 6 - 33 juta kasus foodborne illness dengan sekitar

9.000 kematian. Khusus untuk foodborne disease yang disebabkan oleh tujuh bakteri patogen, data tahun 1996 menunjukkan terdapat sekitar 3,3 juta - 12,3 juta kasus dengan 1.900-3700 kematian tiap tahunnya

(Tabel 1 ). Studi yang lebih baru yang dilakukan oleh Mead et al. (1 999)

yang juga dirilis oleh CDC (2000) memperkirakan foodborne diseases

(13)

tuk mengembalikan atau tidak aman. Karena sistem saat terdapat perusahaan uknya dari pasaran karena pada tahun 2003 di USA arik, tahun 2002 sebanyak 19 ari pasaran karena tercemar penyebab foodborne

a ground beef ditarik dari

dak aman adalah timbulnya

gan foodborne disease atau

.

Kasus foodborne disease

dapat menimpa siapa saja. ahkan di negara yang telah tiga konsumen pernah l dari makanan. Di negara laupun sistem medis di api dengan sistem untuk diketahui bahwa banyak

me disease yang berbahaya

1,5 milyar anak-anak di hun, 70 persen dari kasus ontaminasi secara biologis anak-anak tersebut mati bang.

enyebutkan bahwa di USA

me illness dengan sekitar

ease yang disebabkan oleh

njukkan terdapat sekitar kematian tiap tahunnya n oleh Mead et al. (1999) akan foodborne diseases

earnanan, Mutu, dan Gizi Pangan

t

tiap tahunnya menyebabkan: 76 juta orang sakit, 325.000 orang dirawat

di rumah sakit, dan 5000 kematian. Di Inggris, kejadian foodborne

diseases sebagaimana dilaporkan oleh Food Standards Agency

melaporkan tiap tahunnya terjadi sekitar 4.5 juta kasus dengan 50-60 kematian. Departemen Kesehatan Kanada memperkirakan kejadian pertahun 2.2 juta kasus. The New Australia New Zealand Food

Authority (ANZFA) memperkirakan terdapat 4.2 juta kasus indidvidu

yang berkaitan dengan penyakit bawaan makanan setiap tahunnya.

Tabel 1 . Perkiraan Luasan Foodbone Illness Tiap Tahun untuk Tujuh Patogen Utama di Amerika Serikat

Sumber: Buzby et a1

.,

1996

Karena masih lemahnya sistem pencatatan dan surveilans penyakit-penyakit yang diakibatkan makanan, belum ada data-data resmi yang valid mengenai jumlah dan kejadian foodborne diseases di Indonesia. Namun dari berbagai catatan dan laporan yang terekspos ke surat kabar dapat disebutkan di bawah ini. Kebanyakan masyarakat masih menganggap penyakit yang disebabkan makanan ini bukan penyakit yang serius walaupun sudah banyak terbukti dapat merenggut nyawa seseorang. Biasanya kalau orang merasa mules dan ingin ke belakang setelah makan dianggap suatu ha1 yang wajar sehingga jarang dilaporkan. Kadang-kadang orang yang merasa pusing, sakit kepala atau demam, mengira sebagai sakit kepala atau flu biasa. Sebagian besar kasus keracunan makanan, khususnya yang menyerang penduduk dalam

SEAFAST Center IPB

Patogen Jumlah Kasus Jumlah Kematian

Salmonella 696,000- 3,840,000 870

-

1,920

Campylobac ter 1,100,000

-

7,000,000 116

-

564

E. coli 0157.:H7 16,000-32.000 * 63

-

126

Listeria 928

-

1,767 230

-

485

monocytogenes

Staphylococcus aureus 1,513,000 454

Clostridium

perf ringens 10,000 1 00

Toxoplasma gondii

1581 40

[image:13.620.35.393.213.381.2]
(14)

jumlah kecil atau di rumah rumahlkeluarga mungkin tidak atau belum dilaporkan.

Menurut pencacahan beberapa sumber resmi (Kompas, Maret 1988) dalam periode 1951-83 setiap tahun terjadi korban keracunan tempe bongkrek yang seluruhnya berjumlah 7.525 orang dan 972 orang diantaranya meninggal dunia. Musibah terbesar terjadi tahun 1975 dimana korban mencapai 1.036 orang dan 125 orang diantaranya tewas. Bulan Oktober 1983, 11 orang dari 157 korban keracunan tempe bongkrek meninggal. Tahun 1988 terjadi lagi kasus keracunan karena tempe bongkrek dengan korban 276 orang dan 36 orang diantaranya Data tahun 1986 menunjukkan bahwa penyebab kematian yang paling tinggi pada tahun i t u adalah diare yaitu 121100 kematian diikuti oleh penyakit kardiovaskular, yaitu 9,71100 kematian (Balitbangkes Depkes RI, 1986). Kemungkinan besar kasus-kasus diare tersebut sangat erat hubungannya dengan masalah keamanan pangan. Dari tahun 1985 sampai tahun 1990, angka kesakitan diare perseribu tampak naik sebagai berikut: 22,28% (1985), 24,05% (1986), 23,13% (1987), 26,50% (1988), 26,34% (1989), dan 29,42% (1990). Meskipun demikian angka kematian perseratus penderita nampaknya turun sebagai berikut: 0,030 (1985) dan 0,024 (1990).

Dari sekian kali kejadian kasus keracunan makanan, nampaknya kasus biskuit beracun pada tahun 1989 merupakan kasus yang paling menggemparkan, karena bukan hanya dampak kesakitan yang ditimbulkannya tetapi juga dampak yang merugikan terhadap roda ekonomi secara nasional. Jika dilihat dari data jumlah penderita karena makanan tahun 1986-1990, maka tahun 1989 memang merupakan tahun yang mengalami kasus paling tinggi. Jumlah penderitanya adalah 321 (1986), 433 (1987), 1493 (1988), 2477 (1989) dan 514 (1990) dengan jumlah kematian berturut-turut dari tahun 1986-1990 adalah 12,5, 102, Dari catatan penulis (Sulaeman, 2004) antara tahun 1990-1996 dan antara tahun 2002-2004, di Indonesia hampir tiap bulan terjadi minimal satu kasus keracunan makanan yang melibatkan karyawan pabrik, anak sekolah, panti asuhan, peserta rapat, peserta kenduri, dan keluarga. Bahkan dari laporan berbagai surat kabar yang sempat penulis kumpulkan pada tahun 2004 ini, selama periode Januari

-

April 2004
(15)

ga rnungkin tidak atau belu nber resrni (Kompas, Mar un terjadi korban keracuna nh 7.525 orang dan 972 oran terbesar terjadi tahun 197

125 orang diantaranya tewa 17 korban keracunan tempe

lagi kasus keracunan karena lg dan 36 orang diantaranya a penyebab kematian yang tu 121100 kematian diikuti

0 kematian (Balitbangkes kasus diare tersebut sangat n pangan. Dari tahun 1985 re perseribu tampak naik

86), 23,13% (1987)) 26,50%

1

.

Meskipun demikian angka

1

turun sebagai berikut: 0,030

I

lwat di rumah sakit karena kondisinya kritis. Menurut laporan

kayu e t al, 2005) jumlah kejadian luar biasa keracunan di Indonesia yang terlaporkan pada tahun 2004 adalah 152 kejadian dengan jumlah penderita yang sakit sebanyak

g dan yang meninggal sebanyak 45 orang. Selanjutnya Rahayu

ga melaporkan KLB di lingkungan sekolah dan pangan

nya

sebagaimana disajikan pada Table 2.

Tabel 2. KLB di Lingkungan Sekolah dan Pangan Penyebab

ukur

Dampak Ekonomi Keamanan Pangan

rbagai pendekatan telah dilakukan untuk mengukur dampak keamanan pangan. Salah satunya adalah pendekatan "cost of (COI). Pendekatan COI mengukur jumlah pengeluaran medis hilangan produktivitas yang disebabkan oleh sakit atau kematian. dasarnya, pendekatan ini mengukur biaya dari pangan yang tidak n sebagai biaya pengobatan foodborne diseases ditambah hilangnya ktivitas ketika korban tidak bisa bekerja (Crutchfield and Keuntungan dari COI adalah pendekatan ini memanfaatkan data tersedia yang cukup terpercaya dan konsisten sepanjang waktu.

(16)

Karena konsep ini mudah dimengerti dan data diperoleh dari transaksi pasar, ukuran COI telah digunakan secara luas untuk beberapa dekade (Crutchfield and Allhouse, 2004).

Pendekatan COI secara kasar tampak "ekonomi" dalam hal bahwa pendekatan ini memberi nilai hilangnya pendapatan dan pengeluaran konsumsi yang terkait; tetapi faktanya pendekatan ini tidak memenuhi teori ekonomi sebab gaga1 untuk mengakui nilai yang seseorang letakkan (dan berkeinginan membayar) untuk perasaan sehat, menghindari perasaan sakit, atau menggunakan waktu luang mereka. Karena pendekatan COI secara eksplisit mengabaikan aspek aspek kesehatan yang bernilai ini, metode ini umumnya dianggap mengecilkan manfaat sosial sesungguhnya dari pengurangan resiko (risk reduction). Metode ini menempatkan nilai yang lebih rendah terhadap pengurangan resiko dari orang usia lanjut. Juga metode ini memberikan nilai yang agak rendah terhadap pengurangan resiko untuk anak-anak, tergantung kepada tingkat diskon yang digunakan untuk menilai pendapatan mendatang dari anak ke saat sekarang (Buzby et al, 1996).

Departemen Pertanian Amerika telah mengestimasi COI untuk tujuh patogen (seperti tertera pada Tabel 1) yang ditemukan pada beberapa daging dan unggas. Perkiraan ini dihitung dari jumlah kasus foodborne illness dan kematian tahunan; jumlah kasus yang menyebabkan komplikasi sekunder; dan biaya medis yang terkait, biaya hilangnya produktivitas, dan biaya spesifik sakit lainnya.

Menetapkan laju insiden untuk foodborne illness merupakan ha1 yang menantang disebabkan sebagian besar sifat dari kesakitan ini. Banyak individu yang tidak menyadari makanan sebagai penyebab kesakitan mereka dan sering bahkan bila mereka menyadari, mereka tidak konsultasi ke dokter. Akhirnya, dokter tidak selalu menyadari kesakitan tersebut sebagai akibat makanan. Sebagai akibatnya, jumlah kasus foodborne disease sebagian besar tidak terlaporkan.

Sekali laju insiden ditetapkan biaya media dapat dihitung. Termasuk di sini adalah ongkos dokter, rumah sakit, obat-obatan, da bahan-bahan. Kehilangan produktivitas dihitung untuk waktu yang tidi masuk kerja menggunakan upah harian dikalikan dengan jumlah waki tidak masuk kerja sebagai perkiraan nilai hilangnya output. Kehilangi produktivitas juga dihitung untuk orang yang tidak mampu kembi kerja atau yang meninggal.

(17)

data diperoleh dari transaksi Isu bagaimana menempatkan kematian dini dalam konteks luas untuk beberapa dekade ekonomi merupakan tantangan yang sulit bagi ahli ekonomi. Intinya,

kita diminta untuk merespon pertanyaan "Berapakah nilai kehidupan "ekonomi" dalam ha1 bahwa itu"? Umumnya dipakai dua pendekatan. Pendekatan pertama ~endapatan dan pengeluaran mengatakan bahwa seseorang mengukur nilai ekonomi dari satu individu idekatan ini tidak memenuhi merupakan jumlah pendapatan yang dia raih selama hidupnya. Dengan gakui nilai yang seseorang perkataan lain, seseorang mengukur biaya dari kematian dini dari r) untuk perasaan sehat, foalborne disease adalah nilai rupiah sekarang dari semua pendapatan rnakan waktu luang mereka. mendatang yang seseorang akan peroleh jika dia tidak mati. Ini disebut

mengabaikan aspek aspek

umnya dianggap mengecilkan embangkan oleh Landefeld and Seskin (1982).

ngan resiko (risk reduction). Pendekatan lain yang digunakan oleh ahli ekonomi adalah dengan endah terhadap pengurangan

le ini memberikan nilai yang siko melalui perilaku mereka. Sebagai contoh, beberapa individu untuk anak-anak, tergantung

untuk menilai pendapatan cedera yang meningkat untuk memperoleh upah yang lebih tinggi, by et al, 1996). rti membangun pencakar langit

,

memancing di Alaska, dan

bh mengestimasi COI untuk gainya. Secara prinsip, nilai yang diletakkan pada resi ko kematian

1) yang ditemukan pada

k secara sukarela mengambil resiko ini. Viscusi (1993) menganalisis a medis yang terkait, biaya pasar buruh untuk 24 pekerjaan berisiko dengan bayaran tinggi,

mengestimasi ekstra upah yang dibayarkan kepada pekerja me illness merupakan hal

r sifat dari kesakitan ini. du dengan berbagai resiko pekerjaan yang berhubungan dengan akanan sebagai penyebab atian prematur, antara $3 dan $ 7 juta akan dibayarkan untuk ter tidak selalu menyadari rang. Artinya, untuk mendorong cukup pekerja untuk mengambil Sebagai akibatnya, jumlah rjaan berisiko dengan probabilitas satu ekstra kematian, ekstra

Dalam beberapa analisis ekonomi, kemudian estimasi ini telah

ng

untuk waktu yang tidak

ikan dengan jumlah waktu angnya output. Kehilangan ang tidak mampu kembali

itung manfaat dari Undang-undang Udara Bersih; dan FDA

(18)

menggunakan $5 juta dalam evaluasi sistem inspeksi seafood. Buzby et a1 (1996) menggunakan nilai tengah dari kisaran Viscusi untuk menempatkan biaya $5 juta untuk tiap kematian prematur dari

foodborne disease. Dari hasil perhitungan Buzby et a! (1996) diperoleh data bahwa foodborne disease yang berhubungan dengan tujuh patogen utama (Tabel 1) menghabiskan dana US $ 6.6- $37.1 milyar tiap tahunnya yang meliputi biaya untuk pengobatan dan hilangnya produktivitas. Berdasarkan laporan terbaru (CDC 2000) mengenai kejadian foodborne disease di Amerika Serikat yang tiap tahun menimpa sekitar 76 juta pasien, 325.000 diantaranya dirawat dan menyebabkan lebih dari 5000 kematian akan memerlukan biaya pertahun untuk pengobatan, hilangnya produkstivitas dan sebagainya sekitar US $ 10 - 83 milyar. Dengan biaya yang sangat jauh di bawah ini, program keamanan pangan dapat menghemat pengeluaran yang tidak Untuk kasus Indonesia, agak sulit menghitung berapa dampak ekononii dari pangan yang tidak aman tersebut karena tidak ada data mengenai perkiraan yang mendekati kepastian berapa jumlah kasus pertahun, berapa yang dirawat di rumah sakit, berapa yang datang ke dokter atau puskesmas, berapa yang membeli obat, berapa yang meninggal, berapa lama meninggalkan pekerjaan, dan sebagainya. Namun belajar dari pengalaman USA yang lebih maju dengan jumlah penduduk yang tidak jauh berbeda, nampaknya dampak ekonomi dari pangan yang tidak aman ini bisa sama atau jauh lebih besar. Hasil perhitungan Rahayu et a1 (2005) dengan menerapkan prinsip WHO (1984) bahwa setiap satu (1) orang atau kasus yang berkaitan dengan penyakit karena pangan di negara berkembang; maka paling tidak terdapat sembilan puluh sembilan (99) orang atau kasus lain yang tidak tercatat berhasil mengestimasi kerugian terhadap KLB yang terjadi selama tahun 2004 sekitar Rp 6,7 trilyun, suatu jumah yang fantastik.

Analisis Ekonomi Regulasi Keamanan Pangan: kasus HACCP

Estimasi dari biaya sosial foodborne disease selain untuk menunjukkan total beban dari foodborne disease yang ditanggung masyarakat, merupakan titik awal untuk melihat betapa biaya yang dikeluarkan akan menjadi besar seandainya aspek keamanan pangan

(19)

Wkan. Ahli ekonomi juga tertarik dalam hal bagaiman upaya-upaya

IbJ<

mencegah foodborne illness dapat mereduksi beban berat ini,

3

hubungan antara manfaat dari makanan yang Lebih aman dengan untuk mencapai tujuan ini. Idealnya, kita ingin memilih untuk apkan regulasi dan upaya-upaya Lain untuk mengontrol foodborne

hanya jika biaya pengurangan patogen lebih rendah dari pengurangan biaya medis, dan hilangnya produktivitas.

da 3 Februari 1995, FSlS menerbitkan suatu usulan untuk ibkan semua unit produksi daging dan unggas yang diinspeksi

gadopsi prosedur HACCP

b a r a n p target untuk reduksi patogen mikrobial

b u n t u t pengujian mikrobal untuk menetapkan pemenuhan gan target, dan

tapkan Standar Prosedur Operasional Sanitasi (SSOP) tertulis

Wsadari bahwa kebanyakan peraturan pemerintah akan yai beberapa macam pengaruh ekonomi yang bisa signifikan p produsen dan konsumen. Peraturan yang mengatur bagaimana daging dan unggas diproduksi dapat meningkan biaya produksi. n menuntut komitmen sumberdaya, yang pada gilirannya dapat atkan biaya dan harga produk. Di lain pihak, peraturan yang iki keamanan dari suplai makanan, akan menghasilkan t bagi konsumen dengan mengurangi jumlah dan keparahan

e illness. Analisis ekonomi dapat memainkan peranan penting

proses pembuatan keputusan publik dengan mengidentifikasi dan biaya dari kebijakan keamanan pangan. Di Amer-ika

,

semua regulasi yang mempunyai dampak signifikan terhadap

kat (i.e. di atas $100 juta) dituntut oleh Executive Order 12286

didukung oleh suatu cost-benefit analysis.

\am kasus HACCP tersebut dengan menggunakan analisis biaya-

t, dengan mempertimbangan variasi efektivitas reduksi patogen h rnanfaat (benefit) antara $1.9 milyar sampai $171.8 milyar dan biaya untuk aturan program reduksi patogen pertahun $1.1

-

$1.3 milyar. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan implementasi peraturan keamanan pangan semisal HACCP akan
(20)

memberikan kontribusi terhadap ekonomi dan kesejahteraan sosial

r

Amerika dengan turunnya foodborne illness, biaya pengobatan, dan kehilangan produktivitas melebihi biaya yang diperlukan.

Langkah Ke Depan untuk Penanganan Mutu dan Keamanan

Pangan

Menyadari arti dan pentingnya mutu dan keamanan pangan, serta dampak ekonomi dari diabaikannya masalah keamanan pangan, perlu diambil langkah-langkah strategis untuk penanganan mutu dan keamanan pangan di Indonesia. Program ketahanan pangan harus selalu menyertakan semua aspek yang terkandung didalamnya. Masih banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami kekurangan pangan hendaknya tidak menjadi alasan untuk menempatkan aspek mutu dan keamanan pangan sebagai prioritas yang kesekian setelah kecukupan pangan tercapai. Badan Ketahanan Pangan di tiap daerah harus

I

mengagendakan keamanan pangan sebagai salah satu programnya.

Kejadian kasus keracunan pangan yang terus berulang hendaknya menjadi pelajaran bahwa penanganan keamanan pangan tidak bisa dinomorduakan. Perlu disosialisasikan baik kepada anggota eksekutif maupun legislatif bahwa pengabaian terhadap program keamanan pangan dapat berdampak sosial ekonomi yang tidak kecil dan sebaliknya adanya program keamanan pangan dapat memberikan keuntungan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Perlu diingatkan bahwa tujuan utama dari regulasi maupun program keamanan pangan adalah kesehatan publik selain meningkatkan ekonomi rakyat.

I

Sesuai dengan amanat ULlD 45 yang diamandemen, UU No 7 tahun 1996, UU No 8 tahun 1999, pemerintah dituntut tanggungjawabnya untuk terus membina, mengawasi produksi pangan yang bermutu dan aman serta memberikan pendidikan kepada konsumen mengenai pang yang bermutu dan aman serta mendorong konsumen untuk dap menghargai produk yang bermutu dan aman tersebut sehingga bis menjadi insentif bagi produsen untuk terus meningkatkan mutu da keamanan pangan produknya.

Sesuai dengan PP No 2812004 tentang Keamanan, Mutu dan Gi

(21)

ni dan kesejahteraan sosial pangan yang aman yang dihasilkan dari proses produksi yang memenuhi

less,

biaya pengobatan, dan syarat-syarat sanitasi. Selain i t u dalam rangka menghadapi persaingan ang diperlukan. global, mutu produk pangan Indonesia baik segar maupun olahan harus

term ditingkatkan. Pasal 2 PP no 2812004 menyatakan bahwa setiap

ban

Mutu

dan Keamanan

orang yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada

dan keamanan pangan, serta itasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lah keamanan pangan, perlu rlaku. Dalam pasal selanjutnya disebutkan bahwa pemenuhan

~k

penanganan mutu dan rsyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan etahanan pangan harus selalu

andung didalamnya. Masih

galam mi kekurangan pangan ksi pangan olahan yang baik, (d) cara distribusi pangan yang baik, enempatkan aspek mutu dan

kesekian setelah kecukupan

lgan di tiap daerah harus Dalam rangka pemenuhan terhadap peraturan dan perundang- ngan serta dalam rangka memenangkan persaingan global, terus berulang hendaknya usen harus secara sukarela dan penuh tanggung jawab menerapkan

kepada anggota ekse kuti f lain dengan mengacu pada pedoman-pedoman cara yang baik ap program keamanan

yang tidak kecil dan Sesuai dengan amanat PP No 2812004 tersebut pemerintah perlu gan dapat memberikan

rogram keamanan pangan u. Misalnya cara rite1 pangan yang baik perlu segera disusun dan lisasikan. Ketentuan-ketentuan yang sudah ada seperti andemen, UU No 7 tahun nkes No 71512003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasa ituntut tanggungjawabnya Permenkes No 94212003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi pangan yang bermutu dan an Jajanan, Permenkes No 109812003 tentang Persyaratan onsumen mengenai pangan

meningkatkan mutu dan Keamanan, Mutu dan Gizi emproduksi dan menjual

garkan, Sosialisasi Sistem Sertifikasi Pertanian lndonesia (SiSakti)

(22)

dengan Sertifikat Prima bagi produk hortikultura yang telah memenuhi cara-cara budidaya yang baik (GAP) dan Sertifikasi NKV (Nomor Kontrol Veteriner) bagi produk hewani yang sistem usaha taninya telah memenuhi persyaratan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) perlu terus ditingkatkan sehi ngga produk pangan l ndonesia bisa mendapatkan kepercayaan dari konsumennya.

Pendidikan kepada konsumen agar bisa meqjadi konsumen yang "pintar" yang sadar akan hak-haknya yang dilindungi oleh Undang- Undang No 8 tahun 1999 harus dilakukan berbarengan dengan sosialisasi pedoman-pedoman dan program di atas. Konsumen harus mampu menerapkan cara-cara konsumsi pangan yang baik di rumah tangganya agar terhindar dari kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh kelalaiannya sendiri. Konsumen perlu terus meningkatkan wawasan dan kesadarannya tentang pentingnya pangan yang bermutu dan aman agar terhindar dari dampak negatif pangan yang integritasnya rendah. Konsumen perlu memberikan penghargaan yang wajar kepada produsen maupun petani yang telah secara sadar mencoba menghasilkan hanya produk yang terjamin keamanannya dengan cara mau membayar dengan harga premium.

Selanjutnya untuk melindungi rakyat lndonesia pemerintah perlu semakin memantapkan sistem keamanan pangan nasional yang terkoordinasi dengan baik mulai dari tingkat produksi sampai konsumsi. Penerapan sistem standar mutu dan keamanan pangan yang diakui secara nasional, regional dan internasional perlu dilakukan agar produk lndonesia mampu bersaing dengan produk luar dan membatasi membanjirnya produk luar yang tidak memehuhi standar keamanan Mengingat kepincangan dalam sistem pengawasan keamanan pangan yang ada di Indonesia, dimana untuk produk segar (buah dan sayuran, produk unggas, daging dan susu) belum mendapat perhatia serius, perlu segera dimantapkan sistem pengawasan keamanan untu produk tersebut baik di pintu-pintu masuk dan keluar (entrylexi point), di tempat peredaran dan di tingkat lahan (on-farm).

Menyadari pentingnya pendekatan sistem "from farm to tabl (atau strategi dari benih sampai ke rak), langkah Uni Eropa, Amen Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Kanada, yang telah mengado dan mewajibkan sistem HACCP perlu diikuti tentunya secara bertaha

(23)

r-

ra yang telah memenuhi

pangan. Hal ini bukan hanya akan membantu ekonomi dengan kasi NKV (Nomor Kontrol

banyak lapangan kerja dan devisa juga akan memberikan m usaha taninya telah

en kita pangan yang aman, karena kita telah mengambil esia bisa mendapatkan

rintah dalam implementasi sistem keamanan pangan di tingkat i dan industri kecil harus dialokasikan dalam jumlah yang menjadi konsumen yang

ukupi antara lain dalam bentuk pembinaan penerapan sistem dan dilindungi oleh Undang-

rian subsidi untuk mendapatkan sertifikat jaminan mutu. i atas. Konsumen harus

cunan makanan yang

Konsumen perlu terus J., J. C. Buzby, D. Harvey, and D. Zorn. 2003. International tang pentingnya pangan

ty, Economic Theory and Case Studies. J. C. Buzby, ed. dampak negatif pangan Agricultural Economic Report Number 828. ERS-USDA. emberikan penghargaan

yang telah secara sadar y, J. C., Robert T., Lin, J. C-T. and MacDonald, J.M. 1996. terjamin keamanannya Bacterial foodborne disease: medical cost and productivity losses.

Economic Research Service - USDA. Washington.

chfield 5. and Allshouse, J. 1998. The economic impact of improving food safety. Economic Research Service - USDA (www. roduksi sampai konsumsi. Farmfoundation.org/ 1998NPPEClCrutchfield. pdf). Access 12 u dilakukan agar produk mittee on Worl Food Security. 1999. The Importance of food luar dan membatasi quality and safety for developing countries. (www. huhi standar keamanan Fao.org/docrep/ meeting/ xl845e. htm. )

vies, W. P., and R. Baines. 2005. Changing Consumer Demands and pengawasan keamanan Market Requirements i n Global Food Supply. National Workshop 'Developing a Competitive Agriculture' - Wednesday 2 March 2005 produk segar (buah dan

- lndonesia Cold Chain Project and Centre for Standardisation and Accreditation of the lndonesia Ministry of Agriculture - Jakarta, awasan keamanan untuk

dan keluar (entrylexit Safety Research Consortium. 2003. Valuation methodologies and data needs for the foodborne illness risk ranking model.

"from farm to table" hayu, W.P, R. A. Sparringa dan P. Hariyadi. 2005. Surveilans KLB

ah Uni Eropa, Amerika Keracunan Pangan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Jejaring yang telah mengadopsi

ntunya secara bertahap

FAST Center IPB

(24)

lntelijen Pangan: Surveilan Keamanan Pangan pada Rantai Pangan Jakarta,20 Juni 2005

Kuchler, F. and Golan, E. 1999. Assigning Values t o Life. Economic Research Service - USDA. Washington.

Sulaeman, A. Prinsip-prinsip dasar keamanan pangan produk segar. 2004. Pusat Standardisasi dan Akreditasi - Deptan.

Unnevehr, L. J. And Jensen, H. H. 1998. The economic implications of using HACCP as a food safety regulatory standard. (www.card.iastate.edu/publication/DBS/PDFFiles 199wp228.pdf). Access 11 September 2004.

Gambar

Tabel 1. Perkiraan Luasan Foodbone Illness Tiap Tahun untuk Tujuh Patogen Utama di Amerika Serikat

Referensi

Dokumen terkait

MUDA 32 PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

Pato&#34;isiologi dasar morbiditas dan mortalitasnya yaitu kerusakan &#34;ungsi seluler normal oleh enzim dan toksin tersebut..Diketahui beberapa enzim diantaranya adalah

Kesembilan, Fildzah 2017 dengan skrispsi berjudul “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah melalui Kepuasan Nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Gresik” hasil

Untuk mencapai hal tersebut di atas pemeriksa peralatan harus memeriksa kondisi peralatan secara terinci yang akan dijelaskan pada bab-bab selanjutnya dan secara kontinyu

Dengan memanfaatkan penyedot debu portebel sebagai mesin utama penghisapnya ditunjang dengan motor DC sebagai motor penggerak roda belakang alat ini, servo

Dalam era globalisasi dan ditengah gempuran kecanggihan teknologi informasi pekerjaan seorang pustkawan tidak hanya bersifat teknis tetapi pustakawan dituntut untuk

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.22/Menhut-II/2007 tanggal 5 Januari 2007 Tentang Pembaharuan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Nilai impor Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2015 tercatat US$ 36,66 juta atau mengalami peningkatan sebesar 52,24 persen dibanding impor April 2015 yang tercatat US$ 24,08