• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Formula Antioksidan Untuk Menghambat Ketengikan Pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Formula Antioksidan Untuk Menghambat Ketengikan Pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM

GORENG KALASAN SELAMA SATU BULAN

MAYA KURNIAWATI

F24102058

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SKRIPSI

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM

GORENG KALASAN SELAMA SATU BULAN

Oleh :

MAYA KURNIAWATI

F24102058

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Maya Kurniawati. F24102058. Penentuan Formula Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan selama Satu Bulan. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr (2007)

RINGKASAN

Beberapa makanan tradisional khas Indonesia cukup banyak yang menggunakan bumbu sebagai bahan penambah citarasa. Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan bumbu adalah masalah kerusakan yang disebabkan oleh proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan dan mempengaruhi daya simpan dari produk tersebut (Winarno, 1992).

Salah satu contoh adalah adanya ketengikan karena reaksi oksidasi yang terjadi pada industri kecil Ayam Goreng Kalasan. Bumbu ayam yang dipergunakan diolah dengan metode penumisan dan disimpan dengan metode sederhana yaitu memakai plastik transparan pada suhu ruang. Menurut pengalaman bumbu tersebut mulai mengalami ketengikan selama tujuh hari. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan tujuan untuk untuk memperoleh jenis dan konsentrasi antioksidan yang mampu menghambat ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan selama penyimpanan satu bulan.

Proses awal dari penelitian adalah penentuan kombinasi antioksidan yang akan digunakan pada bumbu. Setelah itu, kombinasi antioksidan dengan beberapa variasi konsentrasi antioksidan dicobakan dalam bumbu dan dipilih jenis dan konsentrasi antioksidan terbaik berdasarkan uji TBA, diena terkonjugasi, uji total mikroba, dan uji sensori berupa uji skalar serta uji hedonik. Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap sebanyak 10 perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut yaitu Formula 1(BHA 25 ppm+BHT 25 ppm), Formula 2 (BHA 50 ppm+BHT50 ppm), Formula 3 (BHA 100 ppm+BHT 100 ppm), Formula 4 (BHA 25 ppm+ askorbil palmitat25 ppm), Formula 5 (BHA 50 ppm+ askorbil palmitat 50 ppm), Formula 6 (BHA 100 ppm+ askorbil palmitat 100 ppm), Formula 7 (BHT 25 ppm+ askorbil palmitat25 ppm), Formula 8 (BHT 50 ppm+ askorbil palmitat 50 ppm), Formula 9 (BHT 100 ppm+ askorbil palmitat 100 ppm), serta Formula 10 (tanpa penambahan antioksidan.

Berdasarkan analisis proksimat didapatkan kadar air bahan 27.05% dan kadar lemak bahan sekitar 37.53%. Kandungan logam Fe cukup rendah yaitu 3.0x 10-3 mg/L dan logam Cu sekitar 8.45 x 10-4 mg/L.

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM GORENG

KALASAN SELAMA SATU BULAN

Oleh :

MAYA KURNIAWATI

F24102058

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1984 di Bogor

Tanggal lulus : 7 Februari 2007

Menyetujui, Bogor, 5 Februari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 25 Mei 1984 sebagai anak tunggal dari pasangan bapak Dwi Waluyo dan ibu Kasinem. Penulis menjalani pendidikan formal di SD Sukamaju II Depok pada tahun 1989, pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 7 Depok pada tahun 1996, dan pendidikan tingkat atas di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 1999 . Penulis dinyatakan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota dari Food Processing Club tahun 2002. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Tekonologi Pengolahan Pangan dan Teknologi Hasil Hortikultura tahun 2005, serta Asisten Praktikum Kimia Dasar untuk Tingkat Persiapan Bersama tahun 2006. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan Penghargaan Bogasari Nugraha VII dalam Kategori Rekayasa Proses. Penulis pernah melakukan praktek kerja lapangan tahun 2005 di Hygiene and Quality Department di PT. Angkasa Cipta Sarana (ACS) Unit Jakarta.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak selama penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih, diantaranya kepada :

1. Bapak, Ibu, dan Mbah Putri atas ketulusan kasih sayang dan doa yang tak putus-putusnya yang menemani perjalanan hidup penulis.

2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, waktu, dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Selain itu terima kasih yang tulus untuk pemberian nasehat, ilmu hidup, dan pengertian kepada penulis disela-sela kesibukannya yang luar biasa

3. Ir. Budi Nurtama, MAgr atas bantuan dan saran-saran yang diberikan pada penulis dalam pengolahan data serta kesediaannya menjadi penguji. 4. Dr. Ir. Sukarno, MSc atas kesediaannya sebagai penguji dan

saran-sarannya untuk perbaikan skripsi ini

5. Sahabat tercinta (Dinda, Intan, Yayah, Fafa, Astri, Yelita, Vivi, dan Aponk) atas dukungannya selama ini serta suka duka yang tak pernah terlupakan.

(7)

7. Teman-teman TPG 39 (Hanni, Nea, Evrin, Tina, Ari, Dedi, Ulik, Izal, Dadik, Didin, Woro, dll) atas kebersamaan yang menyenangkan selama empat tahun ini khususnya

8. Para laboran Lab. Ilmu dan Teknologi Pangan : Bpk. Wahid, Bpk. Koko, Bpk. Rozak, Bpk. Gatot, Bpk. Yahya, Bpk. Sidiq, Bpk. Taufik, Bpk. Nuh, Mas Edi, Teh Ida, Mba Darsih dan Bu Rubiah atas kebaikannya membantu penulis selama penelitian

9. Keluarga Om Yazeed dan keluarga Om Tarno atas bantuan moril dan materil selama penyusunan skripsi ini

10.Sepupu-sepupuku tercinta (Ayu, Imam, Agung, Angga, Mas Iwan, Indri, Mas Budi, Mas Iyus, Mba Yuli, Mba Rin, dan Mas Koko) atas dukungan dan keceriaan pada penulis di saat sulit sehingga penulis tidak merasa sendiri

11.Mba Lia dan Mba Ina atas bantuannya selama ini

12.Dokter-dokter RS. Ciprto Mangunkusumo bagian ginekolog (dr. Malvin, dr. Saipul, dan dr. Sarah) dan suster-suster baik hati (spesial untuk Tante Sumi) yang telah mengembalikan keceriaan penulis

13.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir penyusunan penulisan skripsi ini

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun atas karya ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang memerlukannyanya

Bogor, Februari 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 2

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BUMBU MASAK SIAP PAKAI ... 3

B. KERUSAKAN BUMBU SIAP PAKAI ... 4

C. ANTIOKSIDAN ... 8

1. BHA (Butylated hydroxyanisole) ... 14

2. BHT (Butylated hidroxytoluene) ... 15

3. Askorbil Palmitat ... 17

(9)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

C. METODE ANALISIS ... 23

1. Kadar air (AOAC, 1995) ... 23

2. Kadar Lemak (AOAC, 1995) ... 23

3. Analisis Logam Fe dan Cu (AOAC, 1999) ... 23

4. Analisis Bilangan TBA (Woods dan , 1972) ... 25

5. Analisis Diena Terkonjugasi (Chiaou, 1996) ... 26

6. Analisis Total Mikroba (AOAC, 1995) ... 26

7. Uji Skalar (Meilgaard, 1990) ... 26

8. Uji Hedonik ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. PERLAKUAN BUMBU ... 31

B. ANALISIS PROKSIMAT BUMBU ... 32

C. ANALISIS TOTAL MIKROBA ... 29

D. PEMILIHAN ANTIOKSIDAN ... 34

1. Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) ... 37

2. Nilai Diena Terkonjugasi ... 42

3. Uji Skalar ... 44

4. Uji Hedonik ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. KESIMPULAN ... 53

B. SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 58

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penggunaan Antioksidan menurut Peraturan Mentri Kesehatan

dan FDA ... 13

Tabel 2. Tingkat Penggunaan BHA pada Produk Pangan ... 15

Tabel 3. Tingkat Penggunaan BHT pada Produk Pangan ... 16

Tabel 4. Sifat Fisik dari Askorbil Palmitat ... 18

Tabel 5. Tingkat Penggunaan Askorbil Palmitat pada Produk Pangan ... 18

Tabel 6. Formulasi Standar Bumbu untuk 1 kg Ayam Mentah ... 21

(11)

SKRIPSI

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM

GORENG KALASAN SELAMA SATU BULAN

MAYA KURNIAWATI

F24102058

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SKRIPSI

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM

GORENG KALASAN SELAMA SATU BULAN

Oleh :

MAYA KURNIAWATI

F24102058

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Maya Kurniawati. F24102058. Penentuan Formula Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan selama Satu Bulan. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr (2007)

RINGKASAN

Beberapa makanan tradisional khas Indonesia cukup banyak yang menggunakan bumbu sebagai bahan penambah citarasa. Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan bumbu adalah masalah kerusakan yang disebabkan oleh proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan dan mempengaruhi daya simpan dari produk tersebut (Winarno, 1992).

Salah satu contoh adalah adanya ketengikan karena reaksi oksidasi yang terjadi pada industri kecil Ayam Goreng Kalasan. Bumbu ayam yang dipergunakan diolah dengan metode penumisan dan disimpan dengan metode sederhana yaitu memakai plastik transparan pada suhu ruang. Menurut pengalaman bumbu tersebut mulai mengalami ketengikan selama tujuh hari. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan tujuan untuk untuk memperoleh jenis dan konsentrasi antioksidan yang mampu menghambat ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan selama penyimpanan satu bulan.

Proses awal dari penelitian adalah penentuan kombinasi antioksidan yang akan digunakan pada bumbu. Setelah itu, kombinasi antioksidan dengan beberapa variasi konsentrasi antioksidan dicobakan dalam bumbu dan dipilih jenis dan konsentrasi antioksidan terbaik berdasarkan uji TBA, diena terkonjugasi, uji total mikroba, dan uji sensori berupa uji skalar serta uji hedonik. Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap sebanyak 10 perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut yaitu Formula 1(BHA 25 ppm+BHT 25 ppm), Formula 2 (BHA 50 ppm+BHT50 ppm), Formula 3 (BHA 100 ppm+BHT 100 ppm), Formula 4 (BHA 25 ppm+ askorbil palmitat25 ppm), Formula 5 (BHA 50 ppm+ askorbil palmitat 50 ppm), Formula 6 (BHA 100 ppm+ askorbil palmitat 100 ppm), Formula 7 (BHT 25 ppm+ askorbil palmitat25 ppm), Formula 8 (BHT 50 ppm+ askorbil palmitat 50 ppm), Formula 9 (BHT 100 ppm+ askorbil palmitat 100 ppm), serta Formula 10 (tanpa penambahan antioksidan.

Berdasarkan analisis proksimat didapatkan kadar air bahan 27.05% dan kadar lemak bahan sekitar 37.53%. Kandungan logam Fe cukup rendah yaitu 3.0x 10-3 mg/L dan logam Cu sekitar 8.45 x 10-4 mg/L.

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN FORMULA ANTIOKSIDAN UNTUK

MENGHAMBAT KETENGIKAN PADA BUMBU AYAM GORENG

KALASAN SELAMA SATU BULAN

Oleh :

MAYA KURNIAWATI

F24102058

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1984 di Bogor

Tanggal lulus : 7 Februari 2007

Menyetujui, Bogor, 5 Februari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 25 Mei 1984 sebagai anak tunggal dari pasangan bapak Dwi Waluyo dan ibu Kasinem. Penulis menjalani pendidikan formal di SD Sukamaju II Depok pada tahun 1989, pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 7 Depok pada tahun 1996, dan pendidikan tingkat atas di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 1999 . Penulis dinyatakan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota dari Food Processing Club tahun 2002. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Tekonologi Pengolahan Pangan dan Teknologi Hasil Hortikultura tahun 2005, serta Asisten Praktikum Kimia Dasar untuk Tingkat Persiapan Bersama tahun 2006. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan Penghargaan Bogasari Nugraha VII dalam Kategori Rekayasa Proses. Penulis pernah melakukan praktek kerja lapangan tahun 2005 di Hygiene and Quality Department di PT. Angkasa Cipta Sarana (ACS) Unit Jakarta.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak selama penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih, diantaranya kepada :

1. Bapak, Ibu, dan Mbah Putri atas ketulusan kasih sayang dan doa yang tak putus-putusnya yang menemani perjalanan hidup penulis.

2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, waktu, dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Selain itu terima kasih yang tulus untuk pemberian nasehat, ilmu hidup, dan pengertian kepada penulis disela-sela kesibukannya yang luar biasa

3. Ir. Budi Nurtama, MAgr atas bantuan dan saran-saran yang diberikan pada penulis dalam pengolahan data serta kesediaannya menjadi penguji. 4. Dr. Ir. Sukarno, MSc atas kesediaannya sebagai penguji dan

saran-sarannya untuk perbaikan skripsi ini

5. Sahabat tercinta (Dinda, Intan, Yayah, Fafa, Astri, Yelita, Vivi, dan Aponk) atas dukungannya selama ini serta suka duka yang tak pernah terlupakan.

(17)

7. Teman-teman TPG 39 (Hanni, Nea, Evrin, Tina, Ari, Dedi, Ulik, Izal, Dadik, Didin, Woro, dll) atas kebersamaan yang menyenangkan selama empat tahun ini khususnya

8. Para laboran Lab. Ilmu dan Teknologi Pangan : Bpk. Wahid, Bpk. Koko, Bpk. Rozak, Bpk. Gatot, Bpk. Yahya, Bpk. Sidiq, Bpk. Taufik, Bpk. Nuh, Mas Edi, Teh Ida, Mba Darsih dan Bu Rubiah atas kebaikannya membantu penulis selama penelitian

9. Keluarga Om Yazeed dan keluarga Om Tarno atas bantuan moril dan materil selama penyusunan skripsi ini

10.Sepupu-sepupuku tercinta (Ayu, Imam, Agung, Angga, Mas Iwan, Indri, Mas Budi, Mas Iyus, Mba Yuli, Mba Rin, dan Mas Koko) atas dukungan dan keceriaan pada penulis di saat sulit sehingga penulis tidak merasa sendiri

11.Mba Lia dan Mba Ina atas bantuannya selama ini

12.Dokter-dokter RS. Ciprto Mangunkusumo bagian ginekolog (dr. Malvin, dr. Saipul, dan dr. Sarah) dan suster-suster baik hati (spesial untuk Tante Sumi) yang telah mengembalikan keceriaan penulis

13.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir penyusunan penulisan skripsi ini

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun atas karya ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang memerlukannyanya

Bogor, Februari 2007

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 2

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BUMBU MASAK SIAP PAKAI ... 3

B. KERUSAKAN BUMBU SIAP PAKAI ... 4

C. ANTIOKSIDAN ... 8

1. BHA (Butylated hydroxyanisole) ... 14

2. BHT (Butylated hidroxytoluene) ... 15

3. Askorbil Palmitat ... 17

(19)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

C. METODE ANALISIS ... 23

1. Kadar air (AOAC, 1995) ... 23

2. Kadar Lemak (AOAC, 1995) ... 23

3. Analisis Logam Fe dan Cu (AOAC, 1999) ... 23

4. Analisis Bilangan TBA (Woods dan , 1972) ... 25

5. Analisis Diena Terkonjugasi (Chiaou, 1996) ... 26

6. Analisis Total Mikroba (AOAC, 1995) ... 26

7. Uji Skalar (Meilgaard, 1990) ... 26

8. Uji Hedonik ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. PERLAKUAN BUMBU ... 31

B. ANALISIS PROKSIMAT BUMBU ... 32

C. ANALISIS TOTAL MIKROBA ... 29

D. PEMILIHAN ANTIOKSIDAN ... 34

1. Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) ... 37

2. Nilai Diena Terkonjugasi ... 42

3. Uji Skalar ... 44

4. Uji Hedonik ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. KESIMPULAN ... 53

B. SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 58

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penggunaan Antioksidan menurut Peraturan Mentri Kesehatan

dan FDA ... 13

Tabel 2. Tingkat Penggunaan BHA pada Produk Pangan ... 15

Tabel 3. Tingkat Penggunaan BHT pada Produk Pangan ... 16

Tabel 4. Sifat Fisik dari Askorbil Palmitat ... 18

Tabel 5. Tingkat Penggunaan Askorbil Palmitat pada Produk Pangan ... 18

Tabel 6. Formulasi Standar Bumbu untuk 1 kg Ayam Mentah ... 21

(21)

Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Bumbu Ayam Goreng Kalasan ... 33

Tabel 9. Hasil Analisis Total Mikroba ... 35

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Umum Oksidasi Lemak ... 6

Gambar 2. Penghambatan Antioksidan Primer pada Tahap Propagasi ... 10

Gambar 3. Struktur Kimia dari Butylated hydroxyanisole (BHA) ... 14

Gambar 4. Struktur Kimia dari Butylated hidroxytoluene ... 16

Gambar 5. Struktur Kimia Askorbil palmitat ... 17

(22)

Gambar 7. Skema Penelitian ... 22 Gambar 8. Diagram Proses Pembuatan Bumbu ... 23 Gambar 9. Hasil Analisis Bilangan TBA selama Penyimpanan Satu

Minggu ... 31 Gambar 10.Hubungan Antara Bilangan TBA dengan Lama Penyimpanan 38 Gambar 11. Sinergisme antara BHA dan BHT ... 41 Gambar 12. Hubungan Antara Nilai Diena terkonjugasi dengan

Lama Penyimpanan ... 43 Gambar 13. Hasil Uji Skalar Hubungan Antara lama Penyimpanan

dan Penilaian Panelis Terhadap Ketengikan ... 45 Gambar 14. Diagram Rata-rata Uji Hedonik Terhadap Aroma Bumbu

Ayam Goreng Kalasan Pada Akhir Penyimpanan ... 47 Gambar 15. Diagram Rata-rata Uji Hedonik Terhadap Aroma Ayam Goreng Kalasan Pada Akhir Penyimpanan ... 48 Gambar 16. Diagram Rata-rata Uji Hedonik Terhadap Rasa Ayam

Goreng Kalasan Pada Akhir Penyimpanan ... 50 Gambar 17. Diagram Rata-rata Uji Hedonik Terhadap Keseluruhan

Ayam Goreng Kalasan Pada Akhir Penyimpanan ... 51

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Bilangan TBA selama Penyimpanan ... 62 Lampiran 6. Nilai Diena Terkonjugasi Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Penyimpanan ... 63 Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Bilangan TBA ... 64 Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Nilai Diena Terkonjugasi ... 65 Lampiran 9. Hasil Uji Skalar Garis Selama Penyimpanan ... 66 Lampiran10.Data Hasil Hedonik Aroma Bumbu danAyam Goreng

Kalasan ... 67 Lampiran11.Data Hasil Hedonik Rasa Bumbu dan Penampakan

Keseluruhan Ayam Goreng Kalasan ... 68 Lampiran12.Hasil Anova Uji Hedonik Aroma Bumbu Ayam Goreng

Kalasan pada Akhir Penyimpan ... 69 Lampiran13.Analisis ANOVA Uji Hedonik terhadap Aroma Ayam Goreng

Kalasan ... 70 Lampiran14.Hasil ANOVA Uji Hedonik terhadap Rasa Bumbu Ayam Goreng Kalasan ... 71 Lampiran15.Hasil Analisis ANOVA Uji Hedonik terhadap Penilaian

Keseluruhan Ayam Goreng Kalasan ... 72 Lampiran16.Hasil Analisis Regresi Hubungan Bilangan TBA dan Lama Penyimpanan ... 73 Lampiran17.Hasil Analisis Regresi Hubungan Bilangan Diena Terkonjugasi dan Lama Penyimpanan ... 74

I.

PENDAHULUAN

(24)

Beberapa makanan tradisional khas Indonesia cukup banyak yang menggunakan rempah-rempah sebagai bahan penambah citarasa sehingga memiliki citarasa yang dapat diterima dan selera yang lebih nikmat. Penambahannya dapat memperkuat flavor alami dalam bahan pangan sehingga menimbulkan taraf penerimaan oleh konsumen. Keseimbangan penambahan bumbu dari rempah-rempah dan aroma yang khas dari bahan makanan tersebut dapat menghasilkan makanan yang nikmat dan memberikan kepuasan bagi yang mengkonsumsinya.

Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan bumbu adalah masalah kerusakan yang disebabkan oleh proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan dan mempengaruhi daya simpan dari produk tersebut (Winarno, 1992). Kerusakan bahan pangan yang sering terjadi selama penyimpanan ialah terjadinya oksidasi lemak yang terdapat dalam bahan pangan sehingga menyebabkan ketengikan. Menurut Cuvelier (1994), oksidasi lemak tidak hanya menyebabkan penurunan nilai gizi dan kualitas makan tetapi juga menghasilkan produk teroksidasi seperti radikal bebas yang menyebabkan beberapa reaksi kimia yang tidak diinginkan. Salah satu contoh adalah adanya ketengikan karena reaksi oksidasi yang terjadi pada industri kecil Ayam Goreng Kalasan. Bumbu ayam yang dipergunakan diolah dengan metode penumisan dan disimpan dengan metode sederhana yaitu memakai plastik transparan pada suhu ruang. Menurut pengalaman bumbu tersebut mulai mengalami ketengikan selama tujuh hari. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang efektif dan praktis untuk memperlama umur simpan bumbu tersebut dengan memperhatikan segi keamanan untuk dikonsumsi.

(25)

Antioksidan alami memang lebih banyak diterima konsumen karena bukan merupakan produk hasil reaksi kimia, tidak diperlukan tes keamanan, dan umumnya dinyatakan bersifat aman. Antioksidan alami memiliki beberapa kekurangan yaitu lebih mahal karena memerlukan pemurnian dan kurang efisien jika tidak dimurnikan, sifatnya tidak seragam jika tidak dimurnikan, kemamanan sering tidak diketahui, serta dapat memberi warna, over taste, serta off flavor pada produk (Rajalaksmi dan Narasimhan, 1996). Sedangkan antioksidan sintetik sangat efektif digunakan untuk mengurangi reaksi oksidasi disamping sifat penggunaannya yang praktis dan biaya yang relatif murah. Antioksidan yang cukup meluas penggunaannya diseluruh dunia antara lain BHA, BHT, TBHQ, tokoferol, dan propil galat (Gordon, 1990).

Pemakaian antioksidan sintetik masih diperbolehkan sepanjang pemakaiannya sesuai dengan dosis yang diperbolehkan meskipun antioksidan sintetik memiliki efek toksik (Branen, 1983) serta penggunaan dalam waktu lama dan dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan karsinogenik maupun kanker pada hewan percobaan tikus tetapi tidak pada marmut (Madhavi et. al, 1996). Berdasarkan percobaan tersebut, efek penggunaan antioksidan sintetik terhadap tubuh manusia masih belum jelas sehingga belum dapat diambil kesimpulan antioksidan sintetik dapat berbahaya bagi manusia.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia : 722/ MENKES/ PER/ IX/ 88 tentang Bahan Tambahan Makanan, jumlah BHT dan BHA yang diperbolehkan untuk lemak dan minyak makan maksimum 200 mg/kg. Namun tentu saja batas maksimum pemakaian Bahan Tambahan Makanan di tiap negara bervariasi penggunaannya (Gordon, 1990).

B. TUJUAN

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BUMBU MASAK SIAP PAKAI

Farrel (1990) mendefinisikan bumbu sebagai campuran dari dua atau lebih bahan rempah-rempah atau ekstrak bahan rempah yang digunakan pada makanan sebelum diolah sehingga memperkuat timbulnya flavor alami pada bahan pangan. Sedangkan menurut Hanas (1994), bumbu adalah sesuatu yang ditambahkan sebelum disajikan yaitu pada saat persiapan ataupun pengolahan.

Fungsi bumbu menurut Farrel (1990) adalah untuk meningkatkan flavor alami dari bahan pangan sehingga dapat meningkatkan tingkat penerimaan konsumen. Ide umum pemberian bumbu adalah untuk memodifikasi suatu bahan pangan dengan cara menambahkan ramuan yang dapat memperkaya dan memberikan karakteristik rasa dan bau terhadap bahan pangan tersebut (Underriner dan Hume, 1994).

Pangan tradisional Indonesia menurut Sampoerna dan Dedi Fardiaz (2001) mengacu pada tolak ukur yang sama yaitu terkait pada cara pengolahan, resep, dan cita rasa yang khas yang dikembangkan oleh etnik tertentu. Pangan tradisional seperti ayam goreng kalasan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan tetapi pangan tersebut memiliki mutu dan kualitas yang rendah (penampilan, kebersihan, daya simpan, dan kesehatan). Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan pemilihan bahan mentah yang baik, Bahan Tambahan Pangan yang baik, higienitas, dan penyajian yang menarik. Namun kesemuanya itu tetap tidak meninggalkan atribut ciri pangan tradisional dan memiliki kesamaan dengan unsur yang telah ada sehingga tetap diterima masyarakat yang telah memiliki kebiasaan pangan (food way).

(27)

pakai olahan industri antara lain senyawa yang dapat menghasilkan flavor misalnya rempah-rempah, senyawa yang dapat memperkaya flavor misalnya garam dan monosodium glutamat, dan senyawa yang dapat memberikan warna (Hanas, 1994). Konsistensi spesifikasi bumbu dapat diuji dengan menggunakan uji sensori terhadap bumbu atau aplikasinya pada produk (Ivory, 1994).

C. KERUSAKAN BUMBU SIAP PAKAI

Selama penyimpanan dan distribusi, bahan pangan terbuka terhadap kondisi lingkungan di sekelilingnya. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, oksigen, dan cahaya dapat memicu reaksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan tersebut mengakibatkan bahan pangan dapat mencapai suatu titik saat konsumen menolak bahan pangan tersebut atau saat bahan pangan tersebut akan membahayakan orang yang mengkonsumsinya. Begitu pula pada bumbu masak siap pakai yang berpengaruh terhadap kualitas bumbu adalah kelembaban, komposisi kimia, suhu penyimpanan, pengaruh cahaya, dan oksigen (Underriner dan Hume, 1994).

Kerusakan terhadap bumbu masak siap pakai dapat terjadi karena adanya perubahan kimia, fisik, dan mikrobiologi. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh adanya kesalahan penanganan dari bahan pangan selama pemanenan, produksi, dan distribusi. Perubahan mikrobiologis dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pada bahan pangan yang menimbulkan kebusukan dan karakteristik sensori yang tidak diinginkan. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi (Singh, 1994). Pembusukan oleh mikroba timbul akibat adanya absorbsi dan kontaminasi. Absorbsi tersebut dapat diminimalisir dengan penyimpanan dingin, transportasi yang baik, pengemasan hati-hati, dan sterilisasi (Hamilton, 1983).

(28)

antimikroba tersebut pada konsentrasi yang biasa digunakan sehari-hari, tidak dapat mengawetkan makanan. Beberapa jenis rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih (Thomas, 1984), lengkuas (Rahayu, 1999), cabe merah (Dewanti, 1984), dan jahe (Jenie et al, 1992). Bumbu tradisional Indonesia seperti rawon, opor, ayam goreng, rendang, gulai, dan kare mempunyai kadar air yang cukup rendah yaitu sekitar 30-40% yang menyebabkan rendahnya jumlah mikroba awal yaitu berkisar 5-26 koloni per gram (Rahayu, 2000). Rendahnya mikroba juga dapat disebabkan oleh pemasakan terlebih dahulu pada bumbu tersebut. Kadar garam pada bumbu masakan tradisional pada umumnya rendah yaitu berkisar antara 1-2.6 % dan pH sekitar 4.0-5.5 yang berasal dari komponen rempah-rempah, sehingga bakteri pada umumnya tidak dapat berkembang biak dengan baik pada bumbu tersebut.

Perubahan lain yang menyebabkan kerusakan bahan pangan adalah perubahan kimia. Perubahan tersebut disebabkan karena adanya perubahan enzim, reaksi oksidasi, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan pada penampakan (Singh, 1994).

Reaksi oksidasi merupakan masalah utama pada lemak atau bahan pangan berlemak. Oksidasi dapat menyebabkan perubahan pada flavor, aroma, warna, dan kadang-kadang tekstur atau kekentalan suatu produk. Selain itu oksidasi dapat menurunkan nilai gizi pangan dan kadang-kadang produk oksidasi dapat beracun. Sebaliknya oksidasi lemak pada batas-batas tertentu diperlukan, seperti pada keju atau aroma makanan yang digoreng (Nawar, 1985).

(29)
(30)

Menurut Kochhar (1993), mekanisme tahap inisiasi meliputi reaksi pembentukan radikal lemak (R*). Radikal tersebut dapat terjadi melalui beberapa cara seperti karena adanya panas, pemecahan homolitik ikatan RH secara fotokimia atau oleh inisiator radikal bebas. Gordon (1990) mengemukakan reaksi inisiasi dimulai dengan pembentukan radikal bebas oleh suatu energi kuantum akibat terlepasnya hidrogen dari karbon alfa metilen dekat ikatan rangkap gugus asam lemak tidak jenuh dari molekul lemak.

Menurut Gordon (1990), terdapat dua proses yang memungkinkan untuk menjelaskan pembentukan radikal bebas. Inisiasi rantai dapat terjadi dengan reaksi langsung antara katalis logam dan molekul lemak. Proses ini berlangsung secara eksotermal untuk metil linoleat

M(n+1)+ + RH Mn+ + H+ + R*

Tahap propagasi radikal lipid (R*) yang dihasilkan dari tahap inisiasi akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan hidroperoksida (ROO*) yang bersifat tidak stabil. Hidroperoksida selanjutnya akan bereaksi dengan molekul lipid menghasilkan hidroperoksida dan radikal lipid yang selanjutnya akan bereaksi kembali dengan oksigen (Koschhar, 1993).

Menurut Gordon (1990), hidroperoksida selain terbentuk dari tahap propagasi juga dapat terbentuk dari rekasi molekul lemak dengan molekul oksigen singlet atau reaksi yang dikatalis dengan enzim. Konversi oksigen menjadi oksigen singlet terjadi jika terdapat fotosenssitaiser (Sens) seperti klorofil, hematoporifirin, atau flavin. Fotosensitaiser menyerap sinar pada daerah visibel atau di dekat sinar ultra violet menjadi tereksitasi secara elektronika sehingga dapat memindahkan energinya kepada oksigen.

(31)

dimana reaksi oksigenisasi memiliki energi aktivitasi hampir sama dengan nol, sehingga konsentrasi ROO* jauh lebih tinggi dari R* dalam sistem pangan yang mengandung oksigen (Gordon, 1990).

Tahap terminasi meliputi pembentukan produk non radikal yang stabil, hasil interaksi antara radikal R* dan radikal ROO*. Pada pembentukan hidroperoksida linoleat, metil linoleat menghasilkan empat macam produk hidroperoksida yang utama. Hidroperoksida diena terkonjugasi dihasilkan dari penambahan oksigen pada posisi 9 dan 13. Produk tersebut memiliki geometris cis dan trans.

Koschhar (1993) mengemukakan bahwa hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak berbau tetapi bersifat labil sehingga dapat terpecah menjadi senyawa yang lebih kecil yang menyebabkan timbulnya bau tengik. Senyawa dekomposisi hidroperoksida antara lain aldehid, alkohol, dan hidrokarbon. Menurut Ketaren (1986), ketengikan terbentuk oleh aldehid bukan oleh peroksida dan bahan pangan akan mengalami ketengikan saat jumlah malonaldehid lebih dari 3 mg /kg sampel.

Asam lemak pada umumnya bersifat reaktif terhadap oksigen. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul asam lemak, maka akan semakin mudah asam lemak tersebut teroksidasi (Ketaren, 1986). Reaksi oksidasi merupakan rantai reaksi radikal bebas. Mekanisme dari reaksi tersebut terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas. Propagasi merupakan reaksi perubahan radikal bebas menjadi radikal lain. Terminasi merupakan rekasi yang melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih stabil. Reaksi fenolik sebagai antioksidan dapat dilihat pada Gambar 1.

D. ANTIOKSIDAN

(32)

adanya antioksidan dalam lemak dapat menghambat dan mengurangi terjadinya reaksi oksidasi. Namun menurut Coppen (1983), antioksidan tidak dapat memperbaiki minyak yang telah mengalami ketengikan karena antioksidan bekerja saat sebelum terjadinya ketengikan. Menurut Nawar (1985), efektivitas antioksidan adalah relatif, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu energi aktivasi, konstanta kecepatan reaksi, potensial reduksi oksidasi, kerusakan antioksidan, dan sifat-sifat kelarutannya.

Menurut Koschhar (1993), antioksidan diklasifikasikan menjadi 5 tipe yaitu :

1. Antioksidan primer, utamanya senyawa fenolik yang dapat menghentikan rantai radikal bebas oksidasi lemak, contohnya antara lain tokoferol, alkil galat, BHA, BHT, dan tersier butil hidrokuinon (TBHQ)

2. Perangkap oksigen, seperti asam askorbat (vitamin C), askorbil palmitat, asam eritorbit, dan garam natriumnya. Antioksidan ini bereaksi dengan oksigen dan dapat menghilangkan oksigen dalam sistem tertutup.

3. Antioksidan sekunder, berfungsi memecah hidroperoksida lemak menjadi produk akhir yang stabil.

4. Antioksidan enzimatik, seperti glukosa oksidase, superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan ini bekerja dengan melenyapkan pelarut oksigen.

5. Chelating agent (sekuestran), seperti asam sitrat, asam amino, dan EDTA yang mengkelat ion logam seperti tembaga dan besi yang mengkatalis oksidasi lemak.

Gordon (1990) mengklasifikasikan antioksidan berdasarkan mekanisme menjadi dua jenis yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer atau disebut juga antioksidan pemutus rantai merupakan antioksidan yang dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan sekunder atau antioksidan pencegah merupakan antioksidan yang dapat mengurangi kecepatan rangkaian reaksi pada tahap inisiasi dari reaksi oksidasi.

(33)

secara cepat pada radikal lipid sehingga radikal yang diturunkan dari antioksidan (A*) lebih stabil dibandingkan dengan radikal lipid atau dapat diubah menjadi produk lain yang lebih stabil. Hamilton (1983) menjelaskan oksidasi pada tahap propagasi dapat dihambat dengan menambahkan antioksidan pemutus rantai pada konsentrasi yang rendah. Radikal yang paling banyak terakumulasi adalah radikal alkil peroksida (ROO*). Radikal ini merupakan senyawa pengoksidasi sehingga dengan cepat dapat bereaksi dengan donor elektron menghasilkan hidroperoksida (ROOH). Antioksidan primer pada umumnya menghambat oksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogennya kepada radikal lemak. Hamilton (1983), menjelaskan reaksi penghambatan antioksidan primer (AH) pada tahap propagasi dari reaksi oksidasi sebagai berikut:

ROO*+AH ROOH+A* A*+ROO* produk non radikal A*+A* produk non radikal

Gambar 2. Penghambatan Antioksidan Primer pada Tahap Propagasi (Hamilton, 1983).

Antioksidan primer yang biasa digunakan pada industri pangan adalah senyawa fenol seperti BHA, BHT, propil galat, dan TBHQ. Komponen-komponen tersebut merupakan antioksidan yang dapat kehilangan kemampuannya pada temperatur tinggi.

(34)

Menurut Koschhar (1993), pengaruh antioksidan terhadap laju oksidasi dipngaruhi oleh beberapa faktor, yaitu struktur antioksidan, kondisi oksidasi, dan bahan yang dioksidasi. Seringkali aktivitas antioksidan fenolik menjadi hilang pada konsentrasi tinggi dan menjadi prooksidan.

Gordon (1990) menjelaskan bahwa bebrapa mekanisme dapat digunakan untuk menjelaskan aktivitas prooksidan dari senyawa fenolik. Jika energi resonansi dari radikal fenolik (A*) tidak cukup tinggi dibanding fenol asalnya (AH), reaksi transfer hidrogen dengan substrat lemak (RH) dapat terjadi untuk mereinisiasi rantai. Reaksi dapat balik agar tidak menggangu transfer hidrogen fenol dari fenol ke radikal peroksi (ROO*) sehingga aktivitas antioksidan fenolik dapat berbalik menjadi pengaruh prooksidan jika konsentrasinya meningkat.

Selain antioksidan pemutus rantai (antioksidan primer) juga terdapat antioksidan pencegah yang berfungsi mengurangi kecepatan rantai inisiasi. Menurut Hamilton (1983), antioksidan sekunder bekerja dengan cara menginaktifasi ion logam yang dapat mengkatalis rantai inisiasi. Asam sitrat dan askorbil palmitat termasuk tipe jenis sekunder. Menurut Gordon (1990) efektivitas antioksidan tergantung pada beberapa faktor termasuk struktur, kondisi oksidasi, dan bahan yang dioksidasi.

Antioksidan lainnya yaitu antioksidan alami yang pada umumnya merupakan kelompok fenolik atau poli fenolik dari sumber tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid, tokoferol, dan asam organik polifungsional. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari senyawa endogenous dari satu atau lebih komponen bahan pangan, subtansi yang terbentuk selama reaksi pengolahan, dan bahan tambahan yang diisolasi dari bahan alami. Antioksidan alami dapat berfungsi dengan satu atau lebih cara yaitu sebagai senyawa pereduksi, penghambat radikal bebas, dan sebagai penekan oksigen singlet (Pratt dan Hudson, 1990).

(35)

Antioksidan alami dapat berfungsi dengan satu atau lebih cara seperti sebagai senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkomplek logam prooksidan, dan penekan oksigen singlet. Senyawa ini umumnya adalah senyawa flavonoid, derivat asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam organikpolifungsional (Pratt dan Hudson, 1990). Antioksidan alami yang umum digunakan dalam bahan pangan adalah askorbil palmitat dan lesitin.

Tidak semua antioksidan dapat digunakan dalam bahan pangan. Antioksidan yang digunakan harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: 1) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis, 2) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, 3)larut sempurna dalam minyak atau lemak, 4) efektif dalam jumlah relatif kecil (menurut FDA dosis yang diizinkan dalam bahan adalah 0.01-0.1 %), dan 5) tidak mahal serta selalu tersedia (Ketaren, 1986). Sedangkan menurut Buck (1991), seleksi antioksidan dapat dilakukan dengan memperhatikan tipe antioksidan, efektivitas carry through, kelarutan antioksidan, tendensi diskolorisasi, tipe proses, flavor dan odour, serta status peraturan dan legalitas penggunaan antioksidan.

Antioksidan buatan juga cukup sering digunakan dalam bahan pangan. Hal tersebut terjadi karena sifat penggunaannya yang praktis, murah, bersifat stabil, dan mudah digunakan walaupun penggunaannya harus hati-hati karena banyak di antaranya dapat menyebabkan keracunan pada dosis tertentu. Penelitian tentang penggunaan antioksidan buatan yang berhubungan dengan keefektifan pencegahan reaksi oksidasi pada bahan pangan telah banyak dilakukan. Biasanya penggunaan antioksidan pada produk pangan diatur oleh pemerintah. Pengaturan dosis penambahan antioksidan sintesis dapat dilihat pada Tabel 1.

(36)
[image:36.612.149.522.82.614.2]

Tabel 1. Acuan Penggunaan BHA, BHT, dan Askorbil Palmitat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI dan FDA

Nama Bahan Tambahan

Makanan

Batasan dan Toleransi Peraturan Menteri

Kesehatan RI* FDA**

BHA 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan BHT, senyawa galat, atau turunan askorbat,

0.02% (200 ppm), tunggal maupun kombinasi, berdasarkan berat pada bagian lemak atau minyak pada makanan termasuk minyak essensial (volatil) boleh dikombinasikan penggunaannya dengan BHT

BHT 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan BHT, senyawa galat, atau turunan askorbat, tetapi tidak lebih dari 100 mg/kg

0.02% (200 ppm), tunggal maupun kombinasi, berdasarkan berat pada bagian lemak atau minyak

pada makanan dikombinasikan

penggunaannya dengan BHA

Askorbil Palmitat

500 mg/kg, tunggal atau campuran pada minyak makan, 200 mg/kg pada margarin dan minyak nabati

500 mg/kg, tunggal atau campuran pada minyak makan, 200 mg/kg minyak nabati

* Departemen Kesehatan (1988) di dalam Buletin Teknologi Pangan ** Buck (1991)

(37)

menguji pengaruh kadar minyak terhadap efektivitas antioksidan.

1. BHA (Butylated hydroxyanisole)

BHA merupakan salah satu antioksidan yang cukup digunakan pada industri pangan. BHA komersial terbentuk dari dua isomer 2-tert-butyl-4-hydroxyanisole (2-BHA) dan 3-tert-butyl-4-2-tert-butyl-4-hydroxyanisole (3-BHA) dan mengandung 90% 3-isomer dengan aktivitas 3-isomer lebih hebat dari 2-isomer (Gordon, 1990). Menurut Buck (1991), antioksidan ini tidak larut air tetapi sangat larut dalam lemak (30-50%).

[image:37.612.209.490.264.366.2]

(a) (b)

Gambar 3. Struktur Kimia dari Butylated hydroxyanisole (BHA) (a) 3-BHA, (b)2-BHA (Madhavi et al, 1996)

BHA merupakan antioksidan dengan titik didihnya 264-2700C dan titik cair 48-630C (Buck, 1991). Bentuknya padatan lilin putih dan dijual dalam bentuk bubuk atau tablet. Aktivitas antioksidan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi hingga 0.02% dan cenderung konstan saat level lebih tinggi. BHA pada konsentrasi 0.005%-0.01% cukup efektif digunakan pada bahan pangan (Mahdavi et al, 1996). BHA memiliki fungsi sinergis dengan galat, tokoferol, BHT, TBHQ, asam sitrat, dan asam posforat (Fennema, 1985).

(38)

margarin lebih efektif daripada penggunaan BHA itu sendiri. BHA juga sering digunakan untuk menjaga kestabilan essential oil seperti d-limonene, orange oil, dan lime oil. (Mahdavi et al, 1996). Penggunaan

[image:38.612.176.463.179.361.2]

BHA pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Penggunaan BHA pada Produk Pangan

Produk Level BHA (%)

Lemak hewan Vegetable oil Produk bakery

Dehydrated mashed potatoes Minyak essensial

Chewing gum base Permen

Bahan pengemas makanan

0.001-0.01 0.002-0.02 0.01-0.04 0.01 0.01-0.1 lebih dari 0.1 lebih dari 0.1 0.02-0.1

Madhavi et al (1996)

BHA merupakan bahan tambahan pangan yang dengan cepat diekresikan melalui urin. Pada manusia, penggunaan BHA 50 atau 100 mg diekresikan melalui urin dalam bentuk glukoronit dan sulfat terkonjugasi kurang dari 24 jam. Berdasarkan penelitian dalam Coppen (1983), BHA bersifat penyebab iritasi pada kulit apabila tersentuh langsung tapi tidak menyebabkan iritasi saat BHA masuk ke dalam saluran pencernaan.

2. BHT (Butylated hidroxytoluene)

(39)
[image:39.612.243.391.131.205.2]

(Madhavi, et al,1996). Struktur kimia dari BHT dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia dari Butylated hidroxytoluene (Madhavi et al, 1996)

Sifat BHT tahan dan stabil pada suhu tinggi yaitu dengan titik didihnya berkisar dari 264-2700C. Sifat tersebut memberi keuntungan untuk proses produksi yang memerlukan suhu tinggi tetapi tidak sebaik BHA (Coppen, 1983). Kemiripan sifat dengan BHA menyebabkan penggunaannya pada produk pangan pun tidak jauh berbeda walaupun terkadang BHT kurang efektif dibandingkan BHA. BHT memiliki fungsi sinergis dengan BHA, TBHQ, dan kelator logam seperti asam sitrat tetapi tidak memiliki fungsi sinergis dengan propil galat (Buck, 1991).

Menurut Madhavi et al (1996), BHT tidak memiliki konsentrasi optimum. Stabilitas akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi tetapi peningkatannya menurun saat level cukup tinggi.

Tabel 3. Tingkat Penggunaan BHT dalam Produk Pangan

Produk Level (%)

Lemak hewan Vegetable oil Produk bakery Cereal

Minyak essensial Chewing gum base Bahan pengemas makanan

0.001-001 0.002-0.02 0.01-0.04 0.005-0.02 0.001 0.01-0.1 Lebih dari 0.1

(40)

Penggunaan BHT pada lemak hewan lebih efektif daripada BHA saat konsentrasi 0.005-0.02%. Level penggunaan BHT pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 3. BHT menimbulkan phenolic odor pada level lebih dari 0.02% (Buck, 1991).

BHT seperti halnya BHA sangat cepat terabsorbsi dalam saluran pencernaan manusia. BHT dikeluarkan melalui feses dan pada urin tikus dan manusia. Pemberian 0.5% BHT dalam pakan tikus selama 5 minggu dan pemberian BHT secara oral sejumlah 200 mg/kg daily selama 1 minggu dilaporkan menghasilkan akumulasi tingkat rendah pada lemak dan hati tetapi di studi yang sama melaporkan tidak ada akumulasi BHT pada hati (Coppen, 1983). Pada beberapa spesies tikus dan beberapa babi, efek hemorrhage tidak terlihat. Perbedaan efek pada berbagai hewan percobaan tersebut menyebabkan efek penggunaan BHT pada manusia masih belum jelas.

3. Askorbil palmitat

Askorbil palmitat merupakan antioksidan sekunder yang memiliki berbagai fungsi seperti oxygen scavenger, pengkelat logam, dan dapat mencegah oksidasi (Fennema, 1985). Selain itu menurut Madhavi et al (1996) Fungsi lain dari askorbil palmitat untuk mendukung kerja antioksidan fenolik atau antioksidan larut lemak dan menurunkan produk

[image:40.612.282.413.493.598.2]

Gambar 5. Struktur Kimia Askorbil palmitat (Madhavi et al, 1996)

(41)
[image:41.612.161.472.86.274.2]

Tabel 4 . Sifat Fisik dari Askorbil Palmitat

Sifat fisik Keterangan

Berat molekul Bentuk fisik Melting point Rasa

Kelarutan (% dalam 25 º C) Air

Eetil Alkohol Vegetable Oil

414.55 Bubuk putih 190-192 º C Soapy

0.0002% 12.5% 0.03-0.12%

Madhavi et al (1996)

[image:41.612.161.472.90.275.2]

Sifat fisik dari askorbil palmitat secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4 dan struktur kimia askorbil palmitat dapat dilihat pada Gambar 5. Askorbil palmitat memiliki efek sinergis bila dikombinasikan dengan antioksidan primer seperti BHA, BHT, propil galat, tokoferol, serta EDTA dan asam sitrat. Tingkat Penggunaan askorbil palmitat dapat dilihat pada Tabel 5.

Kombinasi antara askorbil palmitat dan antioksidan seperti BHA dan propil galat (PG) efektif mencegah ketengikan pada minyak almond terhidrogenasi, cocoa butter, dan margarin (Madhavi et al, 1996). Askorbil palmitat pun banyak digunakan sebagai antioksidan pada daging, buah segar, hasil ikan, dairy product, dan produk beverages.

Tabel 5. Tingkat Penggunaan Askorbil Palmitat dalam Produk Pangan

Produk Level (%)

Lemak hewan Vegetable oil Butter

Susu bubukl

0.01-0.2 0.01-0.1 0.001-0.02 0.01-0.05

[image:41.612.178.489.533.656.2]
(42)

E. METODE PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Efektivitas suatu antioksidan, baik sintetik maupun alami dapat diukur dengan menentukan stabilitas oksidatif lipid dalam sistem pangan (Hamilton, 1983). Rajalaksmi dan Narashiman (1996) mengelompokkan beberapa metode penentuan stabilitas oksidatif minyak atau lemak menjadi 5 golongan yakni metode kimia, metode spektofotometer, metode kromatografi, pengukuran absorbsi oksigen, serta metode sensori. Selain pengelompokkan tersebut, penentuan stabilitas oksidatif lipid dibagi menjadi dua bagian meliputi perubahan primer dan perubahan sekunder. Perubahan primer diukur dengan memonitor hilangnya asam-asam lemak tidak jenuh, oxygen uptake, bilangan peroksida, serta bilangan diena terkonjugasi. Perubahan sekunder mengukur secara kuantitatif pembentukan senyawa karbonil, malonaldehid, serta hidrokarbon ( Shahidi dan Wanasundhara, 1997).

Metode yang seragam untuk mendeteksi semua perubahan oksidatif dalam sistem pangan memang belum dapat ditemukan. Pemilihan metode stabilitas oksidatif tersebut sangat tergantung pada sejumlah faktor meliputi sifat dan asal usul minyak teroksidasi, waktu yang tersedia, serta kondisi tes dan peralatan yang ada (Shahidi dan Wanasundhara, 1997)

Shahidi dan Wanasundhara (1997) mengemukakan juga bahwa metode diena terkonjugasi dapat digunakan untuk mengukur stabilitas lipid dan efektivitas antioksidan. Diena terkonjugasi merupakan produk primer oksidasi lipid. Metode ini lebih cenderung dipilih dibandingkan bilangan peroksida adalah merupakan metode yang lebih cepat, lebih sederhana, tidak tergantung reaksi kimia atau pengembangan warna, dan membutuhkan sampel yang lebih kecil. Metode diena terkonjugasi juga lebih sensitif dan sangat berguna untuk menentukan efektivitas antioksidan. Menurut Frankel et al (1994), konsentrasi diena terkonjugasi dapat dinyatakan sebagai hidroperoksida karena diena terkonjugasi yang terbentuk merupakan hidroperoksida murni.

(43)

kondensasi antara dua molekul TBA dengan satu molekul malonaldehid. Persenyawaan malonaldehid secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan di-peroksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidroperoksida (Koschhar, 1993)

Nawar (1985) menjelaskan bahwa malonaldehid terbentuk dari penguraian senyawa peroksida yang mempunyai lebih dari dua buah ikatan rangkap (Gambar 6). Malonaldehid tersebut dapat bereaksi dengan pereaksi TBA membentuk persenyawaan warna merah.

Bilangan TBA merupakan metode pengukuran stabilitas oksidatif lemak dan minyak yang umum digunakan karena sifatnya yang sederhana (sampel tidak perlu diekstrak terlebih dahulu), tidak memerlukan waktu yang lama, dan cukup akurat. Kekurangannya metode tersebut menurut Nawar (1985), malonaldehid dapat bereaksi dengan protein sehingga malonaldehid yang bereaksi dengan TBA dapat berkurang sehingga terjadi kesalahan negatif.

(44)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

F. BAHAN DAN ALAT

Rempah-rempah yang terdiri dari bawang putih, jahe, kemiri, dan ketumbar yang diperoleh dari Pasar Cibinong dalam keadaan segar. Kemasan yang digunakan adalah kemasan plastik polipropilen (PP). Bahan kimia yang diperlukan adalah bahan kimia untuk analisis TBA, analisis diena terkonjugasi, analisis logam Fe dan Cu, uji total mikroba, dan bahan analisis (kadar air dan kadar lemak.

Alat yang dipergunakan adalah grinder, blender, alat distilasi, vorteks, tabung reaksi bertutup, cawan alumunium, gelas piala, spektrometer, labu ukur, hotplate, pipet volumetrik, pipet tetes, labu Erlenmeyer, bunsen, cawan petri, inkubator, pemanas mantel, oven, neraca analitik, wajan Teflon, kompor gas, dan peralatan masak lainnya.

G. METODE PENELITIAN

[image:44.612.194.412.524.668.2]

Bumbu yang dipergunakan adalah bumbu standar hasil formulasi keluarga yang bahan-bahannya terdiri atas bawang putih, ketumbar, kemiri, jahe, garam, dan MSG dicampur dengan grinder. Proses pembuatan bumbu dapat dilihat pada Gambar 8. Formula bumbu dapat dilihat pada Tabel 6 dan skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 6. Formulasi Bumbu Ayam Kalasan untuk 1 kg ayam mentah Nama Bahan Komposisi (b.b)

Jahe a g

Kemiri b g

Ketumbar c g

Bawang putih d g

MSG e g

Garam f g

(45)

[image:45.612.152.524.90.575.2]

1. Penelitian Utama

Gambar 7. Skema Penelitian

Tidak tengik dan tidak rusak

Bumbu Ayam Kalasan

Dikemas

Disimpan selama 30 hari, T ruang

Uji TBA, mikroba, uji sensori (uji skalar) , serta uji diena terkonjugasi berkala tiap hari

ke 0,4,8,14,20,25, dan 30

Ditumis 10’, 90oC

Antioksidan terpilih Penambahan

antioksidan

Analisis kadar air Analisis lemak Analisis logam Fe dan Cu

Uji hedonik pada hari ke-30

Tengik dan rusak

Tidak tengik dan tidak rusak

Bumbu Ayam Kalasan

Dikemas

Disimpan selama 30 hari, T ruang

Uji TBA, mikroba, uji sensori (uji skalar) , serta uji diena terkonjugasi berkala tiap hari

ke 0,4,8,14,20,25, dan 30

Ditumis 10’, 90oC

Antioksidan terpilih Penambahan

antioksidan

Analisis kadar air Analisis lemak Analisis logam Fe dan Cu

(46)

Proses awal dari penelitian adalah penentuan kombinasi antioksidan yang akan digunakan pada bumbu. Setelah itu, kombinasi antioksidan dengan beberapa variasi konsentrasi antioksidan dicobakan dalam bumbu dan dipilih jenis dan konsentrasi antioksidan terbaik berdasarkan uji TBA, diena terkonjugasi, uji total mikroba, dan uji sensori berupa uji skalar serta uji hedonik.

Rempah-rempah

↓ Dikupas dan dicuci

↓ ← garam, air, dan MSG Digiling

Antioksidan → ↓

Ditumis dengan minyak

(15 menit 80-90oC) ↓

Diaduk hingga homogen ↓

[image:46.612.247.463.209.381.2]

bumbu ayam standar

Gambar 8. Diagram Proses Pembuatan Bumbu

Masing-masing sampel dikemas dengan bahan pengemas PP kemudian disealer sebanyak 8 bungkus. Kandungan malonaldehid akan diamati dengan uji TBA dan nilai diena terkonjugasi secara berkala setiap empat hari selama penyimpanan 30 hari. Uji skalar dan total mikroba dilakukan setiap tujuh hari sekali. Uji hedonik terhadap atribut aroma bumbu ayam goreng kalasan, rasa, aroma serta penampakan ayam goreng kalasan dilakukan pada akhir penyimpanan.

H. METODE ANALISIS

1. Kadar air (AOAC, 1990)

(47)

suhu rendah dahulu kemudian baru suhu tinggi selama satu jam. Blanko dibuat untuk menghitung faktor kesalahan.

Kadar air = faktor kesalahan x volume air

2. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dalam bentuk tepung (kira-kira 60 mesh) dibungkus dengan kertas saring bebas lemak lalu diletakkan dalam alat ekstraksi soklet dan dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksan atau dietil eter dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Refluks dilakukan minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Distilasi terhadap pelarut dilakukan. Selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Sampel didinginkan dalam desikator setelah dikeringkan sampai berat tetap, kemudian labu beserta lemaknya tersebut ditimbang. Berat lemak dapat dihitung:

% lemak = ((Berat labu + lemak) - Berat labu) x 100 Berat sampel

3. Analisis Logam Fe dan Cu (AOAC, 1999)

Analisa logam Fe dan Cu dilakukan dengan menggunakan Spektofotemetri Absorpsi (AAS). Persiapan sampel dilakukan di awal pengukuran mineral untuk mendektruksi bahan dengan metode pengabuan basah karena karbon lebih cepat hancur dibandingkan pengabuan kering. Alat yang disiapkan adalah labu Kjeldhal. Sebanyak 5-10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3 serta beberapa buah labu didih. Larutan

dipanaskan perlahan-lahan sampai berwarna gelap, pembentukan buih yang berlebihan dihindari. Sebanyak 1-2 ml HNO3 ditambahkan dan dilanjutkan

sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO3 dilanjutkan selama

(48)

mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap. Larutan didiamkan hingga dingin kemudian ditambahkan akuades dan dididihkan hingga berasap. Larutan didinginkan dan diencerkan hingga volume tertentu. Sampel dipanaskan lebih dahulu dengan HNO3 sebelum ditambah H2SO4 jika

merupakan sampel basah.

Larutan abu yang berasal dari pengabuan basah dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml tepatkan hingga tanda tera dengan air dan dicampur merata kemudian dilakukan penyaringan hingga partikel-partikel halus yang dapat mengganggu pengukuran hilang. Alat AAS diset kemudian diukur larutan standar dan blanko yaitu air bebas ion dengan pereaksi yang sama dan larutan sampel baru dapat diukur. Selama penetapan sampel, periksa secara periodik agar nilai standar terjaga tetap konstan. Kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µg/ml) akan terbentuk secara otomatis.

4. Bilangan TBA (Woods dan Aurand, 1977)

(49)

Bil TBA = 3 x 7. 8 x A Wl

5. Analisis Diena Terkonjugasi (Chiou, 1996)

Sebanyak 1 ml aliquot minyak diletakkan dalam tabung coklat 20 ml dan diletakkan dalam oven 600C. Selama penyimpanan ,2.5 μl minyak ditambah 2.5ml isooktana dan diukur nilai optical density(OD) pada panjang gelombang 234 nm. Nilai OD berkorelasi dengan jumlah diena terkonjugasi.

6. Analisis Total Mikroba (AOAC, 1995)

Sebanyak 17.5 g PCA (Plate Count Agar) dilarutkan dalam 1000 ml air akuades lalu dipanaskan sampai mendidih dan disterillisasi hingga 15 menit. PCA diletakkan dalam inkubator dengan suhu 550C. Larutan pengencer dibuat dengan melarutkan 8.5 gram NaCl dalam 1000 ml air, lalu ditempatkan dalam tabung reaksi bertutup sebanyak 9 ml. Larutan tersebut disterilisasi selama 15 menit dan diinkubator pada suhu 300C selama dua hari.

Sampel sebanyak 1 gram diencerkan dengan larutan pengencer NaCl 0.85% dengan beberapa tingkat pengenceran (10-1-10-3) lalu dilakukan pemupukan ke dalam cawan petri dengan metode tuang. Inkubasi dilakukan selama 2-3 hari dengan suhu 300C baru dilakukan pengamatan. Koloni yang tumbuh dihitung dengan metode SPC.

TPC = ( Jumlah koloni) n = jumlah cawan

(n + n x 0.1) x p p = pengenceran tertinggi

7. Uji Skalar (Meilgaard, 1999)

7.1 Tahap Seleksi dan Pelatihan Panelis

Seleksi panelis merupakan tahap untuk mencari calon panelis yang bersedia dilatih dengan memberikan kuisioner dan mengisi surat pernyataan. Calon panelis terdiri dari 30 orang mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

(50)

dengan uji berpasangan (matching test). Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan panelis terhadap rempah-rempah. Sampel yang digunakan merupakan halusan jahe, bawang putih, kemiri, ketumbar, lada, dan kencur. Sampel disiapkan dua set kemudian panelis diminta memasangkan set pertama dan set kedua Calon panelis yang terpilih adalah yang mampu menjawab benar lebih dari 75%.

Uji segitiga dilakukan setelah uji berpasangan. Sampel yang digunakan adalah bumbu ayam goreng kalasan yang belum disimpan dan bumbu yang telah mengalami penyimpanan selama satu minggu. Uji segitiga ini dilakukan selama empat kali dan dipilih panelis yang menjawab benar lebih dari 75%.

Panelis akan dikenalkan lebih jauh tentang aroma dan penampakan bumbu ayam kalasan agar panelis lebih terbiasa lagi terhadap produk yang akan diujikan. Tahap pelatihan ini menggunakan uji perbandingan berpasangan dan pelatihan penggunaan skala garis.

Uji perbandingan berpasangan membandingkan kelebihan sampel yang diujikan lebih baik atau lebih buruk dan seberapa jauh tingkat kelebihan tersebut. Sampel yang dipakai adalah bumbu ayam kalasan yang baru dibuat dan yang telah mengalami penyimpanan selama satu minggu. Kriteria uji adalah sampel mana yang beraroma lebih tengik.

Pelatihan penggunaan skala garis pun dilakukan untuk melatih panelis agar dapat menggunakan skala garis dengan baik. Pelatihan menggunakan beberapa bangun yang sebagian diarsir. Panelis dilatih untuk dapat menunjukkan proporsi dari bangun yang diarsir tersebut ke dalam bentuk garis (Meilgaard, 1999). Pelatihan dilakukan dua kali pertemuan.

(51)

mg malonaldehid/kg sampel dengan skala intensitas ketengikan sedang, kuat, dan sangat kuat (Ketaren, 1986). Standar tersebut digunakan sebagai pembanding pada saat panelis melakukan uji skalar saat sampel telah mengalami penyimpanan. Panelis diberikan tiga sampel, kemudian diminta untuk menentukan tingkat ketengikannya sampel dalam skala garis. Pelatihan tersebut dilakukan dua kali pertemuan.

7.2 Tahap Pengujian

Uji skalar dilakukan untuk menguji penggunaan antioksidan terhadap tingkat ketengikan produk. Uji tersebut menggunakan 10 orang panelis terlatih dan dilakukan selama studi penyimpanan 30 hari. Panelis disajikan sampel, kemudian masing-masing sampel diberi penilaian dengan memberikan tanda silang (x) pada skala garis sesuai dengan kode masing-masing sampel. Penilaian dilakukan dengan membandingkan antara sampel dan sampel standar yang telah ditentukan nilainya. Sampel standar (Tabel 7) disediakan dihadapan panelis. Analisis linier dipakai untuk mengetahui korelasi antara penilaian panelis dan lama penyimpanan produk bumbu ayam goreng Kalasan.

Tabel 7. Standar Penilaian Ketengikan

Aroma Nilai standar Nilai TBA produk tidak tengik <25 1 g malonaldehid/kg bahan tengik 50-75 3 g malonaldehid/kg bahan sangat tengik >75 5 gram malonaldehid/kg bahan

Balai Pasca Panen (2000)

8. Uji Hedonik (Soekarto, 1985)

(52)

Yijk = µ + Ai +

ε

ijk

adanya perbedaan (Soekarto, 1985). Sampel bumbu ayam goreng kalasan dan ayam goreng kalasan diuji pada hari ke-30 penyimpanan. Sampel disajikan dalam wadah sebanyak 5 gram, lalu masing-masing sampel diberi kode secara acak. Panelis diminta secara spontan menyatakan penilaiannya terhadap sampel. Sampel disajikan secara acak dan tidak boleh diulang dan dibandingkan. Hasil penilaian akan dikonversi ke dalam skala numerik dan dianalisis dengan ANOVA kemudian dilanjutkan dengan Uji Duncan bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan berpengaruh nyata antar semua perlakuan .

I. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap sebanyak 10 perlakuan dengan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut yaitu perlakuan dengan Formula 1(BHA 25 ppm+BHT 25 ppm), Formula 2 (BHA 50 ppm+BHT50 ppm), Formula 3 (BHA 100 ppm+BHT 100 ppm), Formula 4 (BHA 25 ppm+ askorbil palmitat25 ppm), Formula 5 (BHA 50 ppm+askorbil palmitat 50 ppm), Formula 6 (BHA 100 ppm+askorbil palmitat 100 ppm), Formula 7 (BHT 25 ppm+askorbil palmitat 25 ppm), Formula 8 (BHT 50 ppm+askorbil palmitat 50 ppm), Formula 9 (BHT 100 ppm+askorbil palmitat 100 ppm), serta Formula 10 (tanpa penambahan antioksidan).

Model Matematika rancangan yang digunakan ialah :

Yijk = Variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B µ = rata-rata (konstan)

Ai = pengaruh faktor A pada taraf ke-i

(53)
(54)

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Lama Penyimpanan (hari)

B

il

a

n

gan

T

B

A

(

m

g m

a

lo

nal

d

eh

id

/k

g

b

a

han

)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENANGANAN BUMBU

Bumbu ayam goreng kalasan memiliki ciri khas rasa yang selalu dijaga secara turun menurun. Kualitas bumbu ayam goreng kalasan dapat terganggu dengan adanya proses ketengikan yang dapat terjadi dalam kurun waktu 1 minggu yang tentu saja dapat mempengaruhi rasa dan aroma dari ayam goreng kalasan itu sendiri. Hasil pengukuran bilangan TBA selama satu minggu dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hasil Analisis Bilangan TBA selama Penyimpanan

Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa bumbu ayam goreng kalasan selama penyimpanan selama satu minggu penyimpanan telah mengalami ketengikan dengan nilai TBA pada hari ke tujuh penyimpanan bernilai >3 mg malonaldehid/kg bahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan pembuat bumbu yang menyatakan berdasarkan pengalaman bumbu telah mengalami ketengikan setelah tujuh hari.

(55)

untuk menjaga kerahasiaan bumbu serta keseragaman rasa dan aroma dari bumbu ayam goreng kalasan tersebut.

Bumbu yang telah tiba di rumah makan cabang, segera disimpan dalam gudang berukuran 3mx3m. Gudang tersebut letaknya terlindung dari cahaya secara langsung. Hal itu baik untuk mengurangi laju reaksi oksidasi karena menurut Buck (1991), adanya cahaya dan suhu tinggi dapat mempercepat laju reaksi oksidasi.

Pengiriman bumbu ayam goreng kalasan satu minggu sekali tentu saja kurang efisien dalam distribusi dan transportasi barang karena volume barang yang dikirim tidak sebanding usaha yang dikeluarkan. Hal tersebut mendorong pemikiran untuk mengirimkan bumbu ayam goreng kalasan satu bulan sekali berbarengan dengan pengiriman barang lain seperti halnya kemasan. Pengiriman bumbu ayam goreng kalasan satu bulan sekali juga memudahkan dalam pengontrolan keluar masuk barang dan perhitungan jumlah bahan baku yang diperlukan. Adanya ruang penyimpanan yang tidak terlalu luas yaitu sekitar 3x3 m juga merupakan alasan pengiriman barang dilakukan tidak lebih dari satu bulan sekali.

Pengiriman bumbu satu bulan sekali tentu saja harus dibarengi dengan kualitas bumbu ayam goreng kalasan itu sendiri agar tidak tengik selama satu bulan. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu pemecahan masalah yang diharapkan tidak menimbulkan permasalahan perubahan yang besar pada kegiatan rumah makan ayam goreng kalasan sehingga pemecahan masalah tidak menimbulkan masalah yang baru lagi.

B. ANALISIS PROKSIMAT BUMBU AYAM

(56)

Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Bumbu Ayam Goreng Kalasan Jenis Analisis Konsentrasi

Kadar air 27.05%

Kadar Lemak 37.53%

Logam Cu 8.4 x 10-4 mg/L Logam Fe 3.0x10-3 mg/L

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode azeotropik. Metode tersebut dipilih karena menurut Day dan Underwood (1993), metode distilasi azeotropik sangat cocok digunakan untuk bahan -bahan yang mengandung lemak dan komponen-komponen yang mudah menguap disamping air sehingga dapat mengurangi kesalahan negatif akibat hilangnya komponen-komponen volatil saat pemanasan. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik bumbu ayam goreng kalasan yang mengandung lemak yang cukup tinggi dan mengandung rempah-rempah sebagai komposisi utama penyusun bumbu ayam goreng kalasan.

Rempah-rempah memiliki komponen-komponen yang mudah menguap apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Pemanasan yang cukup tinggi dapat menyebabkan komponen volatil mudah menguap sehingga akan terjadi kesalahan positif pada pengukuran kadar air yaitu nilai kadar air yang lebih besar dari seharusnya (Day dan Underwood, 1993). Hasil analisis proksimat bumbu dapat diketahui bahwa bumbu memiliki kadar air yang cukup rendah yaitu 27.05%. Menurut Rahayu (2000), kadar air bumbu masih terbilang cukup rendah pada kisaran 30-40%.

(57)

lemak kemiri cukup tinggi yaitu 39.75%. Penyebab lain dari tingginya kadar lemak karena adanya penumisan saat pembuatan bumbu dengan persentase minyak goreng 30% dari jumlah bumbu.

Komponen logam Fe dan Cu merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi aktivitas antioksidan (Fennema, 1985). Berdasarkan analisis logam Fe dan Cu didapatkan kosentrasi Fe cukup rendah yaitu 3.0x10-3 mg/L dan konsentrasi Cu sekitar 8.4 x 10-4 mg/L. Kandungan logam bivalen ternyata sangat mempengaruhi aktivitas antioksidan bumbu. Cu dan Fe merupakan logam yang umumnya mempercepat reaksi otooksidasi. Ketaren (1986) mengungkapkan bahwa Cu paling efektif untuk mengkatalisasi reaksi oksidasi karena pada konsentrasi 2 mg/L minyak pangan sudah apek. Menurut Ketaren (1986) pula Cu efektif untuk mengkatalisasi reaksi oksidasi kemungkinan disebabkan karena elektron valensinya sehingga Cu menjadi tidak stabil. Gordon pun juga melaporkan logam Cu pada konsentrasi 0.05 mg/kg atau Fe pada konsentrasi 0.6 mg/kg dapat mempengaruhi umur simpan daging babi sebanyak 50% pada suhu 98oC.

C. ANALISIS TOTAL MIKROBA

Total mikroba produk cenderung meningkat selama penyimpanan. Menurut Fardiaz (1989), peningkatan jumlah mikroba dapat dijadikan indikator kerusakan produk pangan. Kerusakan karena mikroba juga menunjukkan penurunan mutu atau proses kerusakan.

Menurut Rahayu (2000) level aman mikroba yang terdapat pada bumbu masakan tradisional untuk dikonsumsi manusia adalah <105 kol/gram sampel. Hasil pengujian total mikroba selama 30 hari (Tabel 9) menunjukkan bahwa total mikroba pada kontrol dan sampel <3.2 x 104 kol/gram sampel. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kontrol dan sampel masih aman untuk dikonsumsi manusia.

(58)

Tabel 9. Hasil Analisis Total Mikroba (x 103 koloni /gram sampel) Jenis Perlakuan Lama Penyimpanan

0 4 8 13 17 22 26 30 Tanpa antioksidan 0,5 1,4 2,4 3,1 4,0 7,8 18,2 21,0 BHA+BHT

25 ppm 0,4 1,3 2,8 3,1 3,8 7,3 18,9 21,0 50 ppm 0,5 1,3 1,8 3,6 3,4 7,6 17,0 20,0 100 ppm 0,6 1,4 2,3 3,1 4,2 8,0 19,0 22,7 BHA+AP

25 ppm 0,5 1,3 2,7 3,2 3,7 9,3 18,3 21,9 50 ppm 0,4 1,5 2,6 3,4 3,7 9,9 17,5 21,6 100 ppm 0,5 1,5 2,6 3,2 4,3 10,8 19,0 22,9 BHA+AP

25 ppm 0,6 1,4 2,6 3,7 4,0 10,8 19,0 22,9 50 ppm 0,4 1,3 2,2 3,2 4,1 8,9 19,0 20,3 100 ppm 0,6 1,5 2,7 3,6 4,1 19,8 26,5 32,2

Ket : BHA : Butylated hydroxyanisole

BHT : Butylated hidroxytoluene

AP : Askorbil palmitat

Menurut Pratt dan Hudson (1990), zat antimikroba yang terdapat pada rempah-rempah sebagian besar merupakan senyawa fenol dan turunannya. Penghambatan pertumbuhan sel mikroba oleh komponen fenol disebabkan kemampuan fenol untuk merusak membran sel mikroba (Rahayu, 2000). Pratt dan hudson (1990) mengungkapkan bahwa fenol dapat mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu bermigrasi dari fase cair ke lemak. Selain itu senyawa fenol juga

Gambar

Gambar 1. Skema Umum Oksidasi Lemak (Nawar, 1985)
Tabel 1. Acuan Penggunaan BHA, BHT, dan Askorbil Palmitat menurut
Gambar 3.  Struktur Kimia dari  Butylated hydroxyanisole (BHA)
Tabel 2.  Tingkat Penggunaan BHA pada Produk Pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait