PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI
DENGAN SLURRY BIOREAKTOR UNTUK
TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
FITRIA RIANY ERIS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
ABSTRACT
Fitria Riany Eris. Development of Bioremediation Technology by Slurry Bioreactor for Diesel Oil Contaminated Soil. Supervised by Mohammad Yani and Nastiti Siswi Indrasti.
The development of bioremediation technology by slurry bioreactor is utilized for degradating of diesel oil waste since the slurry bioreactor has several advantages compare to the landfarming method. The purposes of the research were (1) To determine the optimum condition of diesel oil bioremediation process in slurry phase by treatment of contaminated level in soil and total solid at laboratory scale (2) To scale up the bioremediation process obtained from the previous stage.
The research was conducted by implementing two treatments namely total solid (10, 15, and 40%) and diesel oil contaminated level in soil (5, 10, and 15%). The consortium of bacteria applied were Pseudomonas pseudomallei (PP), Enterobacter agglomerans (EA), and the consortium of bacteria derived from manure. The respons of diesel oil degradation observed by the Respons Surface Method (RSM).
Slurry bioreactor were used to treat a contaminated soil by diesel oil and results showed total solid, contaminated level in soil, and both interaction were influenced positively towards the bacterial growth and were decreased in Total Petroleum Hydrocarbon/TPH. Laboratory scale were run first used small slurry bioreactor (500 ml) showed that hydrocarbon levels in the contaminated soil by diesel oil were reduced an optimum level up to 85.29% in the combination of 9.09% contaminated level in soil and 32.62% total solid treatment. The optimum condition in laboratory scale was applied for the scale up experiment (16 liter) showed that enhancement of consortium of PPEA bacteria and the consortium of bacteria derived from manure can be reduced hydrocarbon up to 91.6% (from 13964 ppm to 1167 ppm) after 20 days.
ii
ABSTRAK
Fitria Riany Eris. Pengembangan Teknik Bioremediasi dengan Slurry Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel. Dibimbing Oleh Mohamad Yani dan Nastiti Siswi Indrasti.
Bioremediasi dengan slurry bioreaktor dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi limbah minyak diesel karena memiliki beberapa keuntungan dibanding teknik bioremediasi landfarming. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mencari kondisi optimum proses bioremediasi limbah minyak diesel fase slurry dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan; dan (2) Scale up hasil optimum proses bioremediasi limbah minyak bumi fase slurry.
Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu persen padatan (10, 15, dan 40%) dan tingkat cemaran dalam tanah (5, 10 dan 15%). Konsorsium bakteri yang digunakan adalahPseudomonas pseudomallei,Enterobacter agglomerans (PPEA) dan konsorsium bakteri yang berasal dari kotoran hewan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Respon Permukaan (RSM) untuk mengetahui respon degradasi minyak diesel.
Tanah tercemar minyak diesel dapat didegradasi dengan memanfaatkan slurry bioreaktor dan diperoleh hasil pengaruh perlakuan persen padatan, tingkat cemaran dalam tanah dan interaksi keduanya akan memberi pengaruh positif terhadap penurunan persen Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dan pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian pada skala laboratorium dengan menggunakan slurry bioreaktor 500 ml menunjukkan bahwa hidrokarbon pada limbah minyak diesel dapat terdegradasi secara optimal hingga sebesar 85.29% pada kombinasi perlakuan 9.09% tingkat cemaran dalam tanah dan 32.62% padatan. Perlakuan optimal dari hasil penelitian skala laboratorium yang dikembangkan pada skala 16 liter diperoleh hasil bahwa dengan penambahan konsorsium bakteri PPEA dan kotoran hewan, hidrokarbon dalam limbah minyak diesel mampu terdegradasi hingga 91.6% (dari 13964 ppm menjadi 1167 ppm) selama 20 hari
iii
SURAT PERYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam tesis saya yang
berjudul:
PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI DENGAN SLURRY
BIOREAKTOR UNTUK TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbing komisi,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari Perguruan Tinggi
lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2006
iv
©Hak Cipta Fitria Riany Eris, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi
v
PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI
DENGAN SLURRY BIOREAKTOR UNTUK
TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
FITRIA RIANY ERIS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
vi Judul Tesis : Pengembangan Teknik Bioremediasi dengan Slurry
Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel
Nama : Fitria Riany Eris
Nomor Pokok : F351030261
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, MSc
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 25
Agustus 1979 dari keluarga Bapak Eris Adrisman Latief dan Ibu Rita Anggraini.
Penulis adalah sulung dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal dasar dan menengah dilalui penulis di SD Negeri 03
Serang (1985-1991); SMP Negeri 5 Serang (1991-1994); SMU Negeri 1 Serang
(1994-1997). Pada tahun 1997 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor,
melalui jalur ujian USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program
Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2001.
Pada tahun 2003 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister
Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.
Sejak Tahun 2002 hingga saat ini penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di
Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
viii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga tesis yang berjudul “Pengembangan Teknik
Bioremediasi dengan Slurry Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel”
yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian akhir dan
penyelesaian studi pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat
terlaksana.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Moh Yani, M.Eng dan Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
sebagai Komisi Pembimbing, yang telah memberikan arahan, masukan dan saran
sejak dimulainya penelitian hingga dalam menyempurnakan tulisan ini,
Dr. Erliza Noor sebagai dosen penguji, Ketua Program Studi Teknologi Industri
Pertanian beserta staf, rekan-rekan TIP angkatan 2003 dan 2004, Rekan-rekan
Laboratorium Bioindustri TIN IPB dan semua pihak yang tidak dapat penulis tulis
satu persatu.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Rektor, Dekan dan
rekan-rekan Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
atas dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan
pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan rasa hormat
yang mendalam pada kedua orang tua (Papa dan Mama), mertua (Papi dan Mami),
kakak (Mas Pin dan Kak Yuri) dan adik-adik (Yoan, Andi, Tri dan Suluh) yang
selalu setia mendukung dan mendoakan setiap aktivitas penulis untuk terus maju
dan menyelesaikan semua kewajiban dengan sebaik-baiknya. Rasa terimakasih
yang tulus kepada suamiku Rinto Wijanarko dan anakku Febrian Abimanyu W.
atas segala kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, motivasi, sumbangan
pemikiran dalam menyelesaikan studi ini.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 2
1.3. Kerangka Pemikiran ... 3
1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4
1.5. Hipotesis ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Bioremediasi ... 5
2.2. Minyak Diesel ... 7
2.3. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon ... 9
2.4. Biodegradasi Minyak Diesel ... 12
2.5. Slurry Bioreaktor ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
3.2. Bahan dan alat ... 19
3.3. Pelaksanaan Penelitian ... 19
3.4. Pengamatan ... 22
3.5. Rancangan Percobaan ... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1. Penelitian Skala Laboratorium ... 24
4.1.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon ... 24
PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI
DENGAN SLURRY BIOREAKTOR UNTUK
TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
FITRIA RIANY ERIS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
ABSTRACT
Fitria Riany Eris. Development of Bioremediation Technology by Slurry Bioreactor for Diesel Oil Contaminated Soil. Supervised by Mohammad Yani and Nastiti Siswi Indrasti.
The development of bioremediation technology by slurry bioreactor is utilized for degradating of diesel oil waste since the slurry bioreactor has several advantages compare to the landfarming method. The purposes of the research were (1) To determine the optimum condition of diesel oil bioremediation process in slurry phase by treatment of contaminated level in soil and total solid at laboratory scale (2) To scale up the bioremediation process obtained from the previous stage.
The research was conducted by implementing two treatments namely total solid (10, 15, and 40%) and diesel oil contaminated level in soil (5, 10, and 15%). The consortium of bacteria applied were Pseudomonas pseudomallei (PP), Enterobacter agglomerans (EA), and the consortium of bacteria derived from manure. The respons of diesel oil degradation observed by the Respons Surface Method (RSM).
Slurry bioreactor were used to treat a contaminated soil by diesel oil and results showed total solid, contaminated level in soil, and both interaction were influenced positively towards the bacterial growth and were decreased in Total Petroleum Hydrocarbon/TPH. Laboratory scale were run first used small slurry bioreactor (500 ml) showed that hydrocarbon levels in the contaminated soil by diesel oil were reduced an optimum level up to 85.29% in the combination of 9.09% contaminated level in soil and 32.62% total solid treatment. The optimum condition in laboratory scale was applied for the scale up experiment (16 liter) showed that enhancement of consortium of PPEA bacteria and the consortium of bacteria derived from manure can be reduced hydrocarbon up to 91.6% (from 13964 ppm to 1167 ppm) after 20 days.
ii
ABSTRAK
Fitria Riany Eris. Pengembangan Teknik Bioremediasi dengan Slurry Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel. Dibimbing Oleh Mohamad Yani dan Nastiti Siswi Indrasti.
Bioremediasi dengan slurry bioreaktor dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi limbah minyak diesel karena memiliki beberapa keuntungan dibanding teknik bioremediasi landfarming. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mencari kondisi optimum proses bioremediasi limbah minyak diesel fase slurry dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan; dan (2) Scale up hasil optimum proses bioremediasi limbah minyak bumi fase slurry.
Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu persen padatan (10, 15, dan 40%) dan tingkat cemaran dalam tanah (5, 10 dan 15%). Konsorsium bakteri yang digunakan adalahPseudomonas pseudomallei,Enterobacter agglomerans (PPEA) dan konsorsium bakteri yang berasal dari kotoran hewan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Respon Permukaan (RSM) untuk mengetahui respon degradasi minyak diesel.
Tanah tercemar minyak diesel dapat didegradasi dengan memanfaatkan slurry bioreaktor dan diperoleh hasil pengaruh perlakuan persen padatan, tingkat cemaran dalam tanah dan interaksi keduanya akan memberi pengaruh positif terhadap penurunan persen Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dan pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian pada skala laboratorium dengan menggunakan slurry bioreaktor 500 ml menunjukkan bahwa hidrokarbon pada limbah minyak diesel dapat terdegradasi secara optimal hingga sebesar 85.29% pada kombinasi perlakuan 9.09% tingkat cemaran dalam tanah dan 32.62% padatan. Perlakuan optimal dari hasil penelitian skala laboratorium yang dikembangkan pada skala 16 liter diperoleh hasil bahwa dengan penambahan konsorsium bakteri PPEA dan kotoran hewan, hidrokarbon dalam limbah minyak diesel mampu terdegradasi hingga 91.6% (dari 13964 ppm menjadi 1167 ppm) selama 20 hari
iii
SURAT PERYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam tesis saya yang
berjudul:
PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI DENGAN SLURRY
BIOREAKTOR UNTUK TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbing komisi,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari Perguruan Tinggi
lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2006
iv
©Hak Cipta Fitria Riany Eris, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi
v
PENGEMBANGAN TEKNIK BIOREMEDIASI
DENGAN SLURRY BIOREAKTOR UNTUK
TANAH TERCEMAR MINYAK DIESEL
FITRIA RIANY ERIS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
vi Judul Tesis : Pengembangan Teknik Bioremediasi dengan Slurry
Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel
Nama : Fitria Riany Eris
Nomor Pokok : F351030261
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, MSc
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 25
Agustus 1979 dari keluarga Bapak Eris Adrisman Latief dan Ibu Rita Anggraini.
Penulis adalah sulung dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal dasar dan menengah dilalui penulis di SD Negeri 03
Serang (1985-1991); SMP Negeri 5 Serang (1991-1994); SMU Negeri 1 Serang
(1994-1997). Pada tahun 1997 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor,
melalui jalur ujian USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program
Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2001.
Pada tahun 2003 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister
Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.
Sejak Tahun 2002 hingga saat ini penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di
Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
viii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga tesis yang berjudul “Pengembangan Teknik
Bioremediasi dengan Slurry Bioreaktor untuk Tanah Tercemar Minyak Diesel”
yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian akhir dan
penyelesaian studi pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat
terlaksana.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Moh Yani, M.Eng dan Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
sebagai Komisi Pembimbing, yang telah memberikan arahan, masukan dan saran
sejak dimulainya penelitian hingga dalam menyempurnakan tulisan ini,
Dr. Erliza Noor sebagai dosen penguji, Ketua Program Studi Teknologi Industri
Pertanian beserta staf, rekan-rekan TIP angkatan 2003 dan 2004, Rekan-rekan
Laboratorium Bioindustri TIN IPB dan semua pihak yang tidak dapat penulis tulis
satu persatu.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Rektor, Dekan dan
rekan-rekan Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
atas dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan
pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan rasa hormat
yang mendalam pada kedua orang tua (Papa dan Mama), mertua (Papi dan Mami),
kakak (Mas Pin dan Kak Yuri) dan adik-adik (Yoan, Andi, Tri dan Suluh) yang
selalu setia mendukung dan mendoakan setiap aktivitas penulis untuk terus maju
dan menyelesaikan semua kewajiban dengan sebaik-baiknya. Rasa terimakasih
yang tulus kepada suamiku Rinto Wijanarko dan anakku Febrian Abimanyu W.
atas segala kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, motivasi, sumbangan
pemikiran dalam menyelesaikan studi ini.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 2
1.3. Kerangka Pemikiran ... 3
1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4
1.5. Hipotesis ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Bioremediasi ... 5
2.2. Minyak Diesel ... 7
2.3. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon ... 9
2.4. Biodegradasi Minyak Diesel ... 12
2.5. Slurry Bioreaktor ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
3.2. Bahan dan alat ... 19
3.3. Pelaksanaan Penelitian ... 19
3.4. Pengamatan ... 22
3.5. Rancangan Percobaan ... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1. Penelitian Skala Laboratorium ... 24
4.1.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon ... 24
x Halaman
4.1.3. Pengaruh Persen Padatan dan Tingkat Cemaran
pH ... 30
4.1.4. Pengaruh Persen Padatan dan Tingkat Cemaran Gas ... 31
4.2. Penelitian Scale Up ... 34
4.2.1. Degradasi Hidrokarbon ... 34
4.2.2. Pertumbuhan Bakteri ... 36
4.2.3. Perubahan pH ... 38
4.2.4. Pembentukan Gas ... 39
4.2.5. Perubahan Suhu ... 39
4.3. Pembahasan Komprehensif ... 40
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1. Simpulan ... 42
5.2. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
xi
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Keuntungan dan kerugian bioremediasi ... 5
2. Komposisi limbah minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14% ... 9
3. Komposisi VOCs minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14% ... 9
4. Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon ... 11
5. Klasifikasi senyawa hidrokarbon ... 17
6. Parameter pengamatan ... 22
7. Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi ... 23
8. Matriks satuan percobaan pada optimasi bioremediasi dalam rancangan komposit fraksional ... 23
xii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Bagan kerangka pemikiran penelitian ... 3
2. Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon ... 12
3. Faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi ... 14
4. Detail slurry bioreaktor ... 18
5. Bagan alir penelitian skala laboratorium ... 20
6. Bagan alir penelitian scale up ... 20
7. Slurry bioreaktor 500 ml ... 21
8. Desain reaktor 16 liter ... 22
9. Permukaan respon degradasi TPH ... 25
10. Permukaan respon log TPC bakteri ... 27
11. Oksidasi n-alkana melalui oksidasi bertahap gugus metil terakhir... 29
12. Oksidasi n-alkana melalui oksidasi bertahap gugus metil subterminal 29
13. Permukaan respon pH ... 30
14. Permukaan respon gas (a) CH4; (b) CO; (c) CO2; (d) Total C ... 33
15. Perubahan nilai (a) Degradasi TPH; (b) Pertumbuhan Populasi Bakteri; (c) pH Media; (d) Total C dalam Gas; (e) Suhu pada proses biodegradasi minyak diesel... 35
16. Pengamatan visual pada hari ke-0 dan hari ke-20 ... 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Persiapan starter ... 48
2. Prosedur pengukuran residu minyak/TPH dengan gravimetri... 49
3. Prosedur analisa kuantitas mikroba (Total Plate Count) ... 50
4. Prosedur analisa pH ... 51
5. Prosedur analisa gas ... 51
6. Prosedur analisa suhu ... 51
7. Data percobaan optimasi degradasi TPH dengan menggunakan Rancangan Respon Permukaan ... 52
8. Hasil analisis degradasi hidrokarbon /TPH ... 53
9. Hasil analisis pertumbuhan populasi bakteri ... 55
10. Hasil analisis perubahan pH media ... 57
11. Hasil analisis gas CH4 ... 59
12. Hasil analisis gas CO ... 61
13. Hasil analisis gas CO2 ... 63
14. Hasil analisis total C ... 65
15. Pengamatan visual terhadap kondisi perlakuan pada penelitian scale Up ... 67
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan
selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai
buangan atau limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh manusia seperti pada
kegiatan industri dan pertanian adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Penanganan dan pengolahan limbah secara tidak tepat merupakan sebab utama
terjadinya pencemaran lingkungan. Keberadaan polutan organik pada lingkungan
akan menekan pertumbuhan organisme makro maupun mikro, hal ini disebabkan
karena bahan pencemar organik bersangkutan dapat bersifat toksik, mutagenik,
teratogenik atau karsinogenik (Fitriana, 1999).
Salah satu beban pencemaran yang menjadi masalah besar terhadap
keseimbangan lingkungan adalah limbah yang disebabkan oleh minyak diesel dan
limbah lain yang juga merupakan turunan dari minyak bumi. Peningkatan
produksi minyak diesel guna mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang kian
bertambah, memicu laju aktivitas kegiatan perminyakan. Limbah minyak diesel
mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan beberapa senyawa lain
seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat.
Meningkatnya kegiatan produksi minyak diesel menyebabkan semakin banyak
limbah yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan
masalah tersebut.
Usaha untuk mengatasi masalah pencemaran oleh limbah minyak diesel
terus dilakukan dan dikembangkan. Metode pengolahan yang umum dilakukan
adalah metode fisika, kimia dan biologi. Seringkali ketiga metode tersebut
diaplikasikan secara bersama dan berkesinambungan untuk memperoleh hasil
pengolahan yang optimal. Salah satu metode pengolahan limbah secara biologis
yang saat ini terus dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan teknologi
Bioremediasi secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem
pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi
konsentrasi limbah dengan mengandalkan pada peranan mikroorganisme untuk
menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar,
baik itu logam berat maupun senyawa organik.
Bioremediasi mempunyai aplikasi yang sangat luas yang seringkali tidak
dapat dilakukan oleh metoda fisika ataupun kimia. Landfarming dan slurry
bioreaktor merupakan salah satu teknologi bioremediasi yang terus dikembangkan
hingga saat ini. Slurry bioreaktor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
bioremediasi secara landfarming, diantaranya adalah lebih mudah dalam
mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat
dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah,
dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996)
Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi
diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak diesel karena
bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan
(hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak
berbahaya seperti CO2 dan H2O. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik
bioremediasi yang mampu menanggulangi limbah minyak diesel secara efektif
dan efisien.
1.2. Permasalahan
Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebutuhan akan
produk-produk minyak bumi pun semakin meningkat seperti kebutuhan terhadap minyak
diesel. Hal ini selain memberikan dampak positif juga diperoleh dampak negatif,
salah satu dampak negatif yang dihasilkan adalah terbentuknya limbah minyak
diesel yang dapat mencemari lingkungan. Perlu dilakukan penanggulangan limbah
minyak diesel tersebut. Alternatif penanggulangannya adalah dengan
menggunakan teknik bioremediasi. Metode ini merupakan upaya penanganan
limbah yang ramah lingkungan, efektif, efisien dan ekonomis. Seberapa efektif
bioremediasi dalam merombak hidrokarbon dari limbah minyak diesel pada fase
1.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran untuk memecahkan permasalahan pencemaran akibat
limbah minyak diesel dengan metode bioremediasi digambarkan pada Gambar 1.
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa limbah minyak diesel akibat kegiatan
produksi minyak diesel akan mencemari tanah di sekitar lokasi industri. Metode
bioremediasi dengan menggunakan reaktor sebagai alternatif pengelolaan limbah
minyak diesel pada fase slurry diharapkan dapat mendegradasi hidrokarbon pada
limbah dengan baik, sehingga dapat menekan terjadinya pencemaran akibat
limbah minyak diesel.
Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran penelitian
Sumberdaya minyak diesel
Limbah
Tanah tercemar limbah minyak diesel
Pengelolaan limbah dengan teknik bioremediasi
Degradasi senyawa hidrokarbon tidak maksimal
Pengembangan teknik bioremediasi
Penggunaan bioreaktor dengan mengkombinasikan tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan
1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah: (1) Menentukan kondisi optimum proses
bioremediasi limbah minyak diesel fase slurry dengan perlakuan tingkat cemaran
dalam tanah dan persen padatan; dan (2) Scale up dari hasil optimum proses
bioremediasi limbah minyak diesel fase slurry.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dapat memberikan
alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak yang lebih baik khususnya bagi
dunia industri perminyakan dan lahan/perairan tercemar minyak secara umum; (2)
Memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan dengan metode
bioremediasi limbah minyak diesel bagi penulis; (3) Memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang bioremediasi limbah minyak diesel; dan (4)
Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang mikrobiologi.
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
1. Terdapat interaksi antara tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan
pada bioremediasi slurry yang memberikan kondisi optimum pada
degradasi hidrokarbon.
2. Kondisi optimum dapat diterapkan pada bioreaktor dengan skala yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bioremediasi
Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan
mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar.
Kemampuan perombakan tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid mikrobial
yang mengandung gen-gen penyandi berbagai enzim perombak polutan (Sudrajat,
1996). Menurut Citroreksoko (1996), proses bioremediasi didasari oleh
dekomposisi bahan organik di biosfer yang dilakukan oleh bakteri dan jamur
heterotropik. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa
organik alami (misalnya hidrokarbon minyak bumi) sebagai sumber karbon dan
energi. Proses dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon dioksida, metan,
air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana dibanding
dengan senyawa awalnya.
Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena
teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan
permasalahan pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Gunalan,1996).
Wisnjnuprapto (1996) menjelaskan bahwa dua keuntungan utama teknologi
bioremediasi adalah biaya investasi yang rendah dan kemampuannya untuk
melaksanakan tugas di lapangan. Namun dalam memilih teknologi bioremediasi
tetaplah harus dipertimbangkan faktor kerugiannya. Tabel 1 menampilkan
keuntungan dan kerugian aplikasi bioremediasi.
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian bioremediasi
Keuntungan Kerugian
♦ Dapat dilaksanakan di lokasi
♦ Penyisihan buangannya permanen
♦ Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi
♦ Sistem biologi adalah sistem yang murah ♦ Membutuhkan pemantauan yang ekstensif
♦ Masyarakat dapat menerima dengan baik ♦ Membutuhkan lokasi tertentu
♦ Menghapus resiko jangka panjang ♦ Pengotornya bersifat toksik
♦ Perusakan lokasi minimum ♦ Padat ilmiah
♦ Menghapus biaya transportasi dan kendalanya
♦ Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
♦ Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
♦ Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah dalam beberapa kasus
pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada
lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk mendegradasi polutan.
Adaptasi ini ditandai dengan peningkatan laju biodegradasi polutan oleh
mikroorganisme, tetapi laju bioremediasi alamiah ini tidak cukup untuk
melindungi lingkungan dari tingkat pencemaran yang lebih serius, oleh karena itu
diperlukan proses bioremediasi yang melibatkan peran serta manusia dan
kemajuan teknologi terutama bidang bioteknologi (Bollag dan Bollag, 1992).
Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat
dilakukan secara in situ, ex situ ataupun kombinasinya. Bioremediasi in situ
disebut juga dengan intrinsic bioremediation atau natural attenuatio, pada
prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya mengandalkan
kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan tercemar
limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga denganabove
ground treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan cara
memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa
perlakuan. Pemilihan konsep perancangan bioremediasi ditentukan oleh lokasi
kontaminan, kondisi hidrogeologi setempat dan kendala-kendala lokasi.
Terdapat dua metode untuk meningkatkan kecepatan biodegradasi dalam
bioremediasi yaitu dengan menambahkan nutrien untuk menstimulasi
mikroorganisme indigenous (biostimulasi) dan penambahan mikroorganisme
eksogenous (bioaugmentasi) (Walter, 1997). Walaupun mikroorganisme
indigenous tersebar luas di alam, bioaugmentasi tetap dipertimbangkan sebagai
strategi potensial dalam proses bioremediasi. Alasan rasional penambahan
mikroorganisme eksogenous ialah populasi mikroorganisme indigenous tidak
mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek
seperti hidrokarbon. Bioaugmentasi dilakukan dengan panambahan
Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996) serta Boopathy
(2000) menggolongkan perlakuan teknologi bioremediasi menjadi:
a. Bioaugmentasi
Merupakan perlakuan penambahan bakteri terhadap medium yang
terkontaminasi, sering digunakan dalam bioreaktor dan sistemex situ
b. Biofilter
Merupakan perlakuan penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan
terhadap emisi udara
c. Biostimulasi
Merupakan perlakuan stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/atau
air tanah; dilakukan secarain situ atau ex situ
d. Bioreaktor
Merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor;
digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)
e. Bioventing
Merupakan perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap melalui
tanah untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba
f. Pengomposan
Merupakan perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan terkontaminasi
dicampur dengan pereaksi yang jumlahnya besar.
g. Landfarming
Merupakan sistem perlakuan fase padat untuk tanah terkontaminasi, dilakukan
secarain situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah.
2.2. Minyak Diesel
Minyak bumi merupakan suatu senyawa organik yang berasal dari
sisa-sisa organisme tumbuhan dan hewan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun.
Umumnya minyak bumi berupa cairan dan gas yang tepat disebut sebagai minyak
mentah dan gas alam. Pada tingkatan yang lebih rendah, minyak bumi berwujud
endapan pada ter, pasir dan serpihan (Fitriana, 1999).
Beberapa komponen yang menyusun minyak bumi diketahui bersifat racun
hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat
menyebabkananastesi dannarkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan bila
terdapat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 1999).
Minyak bumi dan produknya sangat kompleks karena terdiri dari
campuran bermacam-macam senyawa yang terdiri dari ribuan senyawa tunggal
sehingga menyebabkan sifat fisiknya berbeda-beda. Minyak bumi terdiri dari
senyawa hidrokarbon (sekitar 50 - 98% dari total komposisinya) dan senyawa non
hidrokarbon (yaitu sulfur, nitrogen, oksigen dan berbagai macam logam berat)
dalam berbagai susunan kombinasi. Senyawa hidrokarbon minyak bumi
merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon cair, gas yang terlarut, dan
hidrokarbon padat. Senyawa ini tersusun dari beberapa golongan yaitu senyawa
alkana (parafinik), sikloalkana (naftenik), aromatik, dan olifinik (Meyer dan
Colwell, 1990)
Merujuk pada Udiharto (1996) mengenai jenis produk minyak bumi dan
komposisinya, maka yang digolongkan sebagai minyak diesel adalah produk
minyak bumi dengan jumlah rantai karbon antara 12 – 25. Minyak diesel dengan
rantai karbon antara 12 – 18 disebut minyak diesel ringan sedangkan untuk rantai
karbon yang lebih panjang disebut minyak diesel berat yang juga digunakan
sebagai minyak pelumas ringan.
Minyak diesel terdiri atas komponen minyak dan bahan aditif. Komponen
minyak dari bahan ini sebagian besar merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana
atau n-parafin, sikloalkana, olefin, dan campuran aromat dengan olefin. Senyawa
hidrokarbon merupakan komponen terbesar dari produk minyak bumi (lebih dari
90%), sedangkan komponen sisanya berupa senyawa non hidrokarbon yaitu
senyawa organik yang mengandung belerang, nitrogen, dan oksigen (Udiharto,
1996)
Menurut environmental technology centre, Kanada, minyak diesel
mengandung hidrokarbon jenuh, aromatik dan resin. Hidrokarbon jenuh memiliki
komposisi terbesar (79%) pada penguapan 14% sedangkan hidrokarbon aromatik
sebesar 19% dan sisanya resins sebesar 2%. Komposisi minyak diesel pada
Tabel 2. Komposisi minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14%
Komposisi (berat %) pada penguapan (berat%) Kelompok
Hidrokarbon 0 8 14
Jenuh 76 75 79
Aromatik 23 23 19
Resins 1 1 2
Asphaltenes 0 0 0
Sumber: www.etcentre.org
Minyak diesel juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzena, toluena,
ethylbenzena, xylem, dan C3-benzenes. Komposisi terbesar VOCs pada
C3-benzenes untuk setiap nilai penguapan dan senyawa ini juga memiliki komposisi
terbesar pada total BTEX.
Tabel 3. Komposisi VOCs minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14%
Komposisi (ppm) pada penguapan (berat%) Volatile Organic
Compounds 0 8 14
Benzena 94 0 0
toluen a 1416 2 1
ethylbenzena 485 7 0
xylen 4855 154 1
C3-benzenes 10943 3328 269
Total BTEX 6850 162 3
Total VOCs 17793 3490 272
Sumber: www.etcentre.org
Minyak diesel mengandung 2000-4000 jenis hidrokarbon yang secara
keseluruhan tidak dapat dipisahkan dengan gas kromatografi. Kenyataannya,
hanya n-alkana dan beberapa rantai bercabang yang dapat diidentifikasi sebagai
senyawa terpisah. Bagaimanapun juga pemisahan dari struktur utama hidrokarbon
dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar liquid chromatograph.
Komposisi dari minyak diesel terdiri dari isoalkana + sikloalkana 46%, n-alkana
24% dan aromatik 30% (Marchalet al.,2003)
2.3. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon
Dalam kegiatan biodegradasi diperlukan adanya aktivitas biologi. Mikroba
merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi minyak
diesel. Telah lama diketahui bahwa beberapa mikroorganisme mampu
mendegradasi minyak diesel. Selama kegiatan degradasi tersebut, mikroorganisme
Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan di berbagai
tempat yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah hidrokarbon. Jenis
mikroorganisme yang mendominasi pada lingkungan tersebut terdiri atas beberapa
genera, yaitu Alcaligenes, Arthrobacter, Acenitobacter, Nocardia,
Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonasdan lain-lain (Cookson,
1995). Genera Aspergillus dan Penicillium berhasil diisolasi dari laut dan tanah
dan ternyata dapat berperan dalam mendegradasi hidrokarbon.
Atlas dan Bartha (1973) mengemukakan bahwa ada 22 genera bakteri
yang dapat menguraikan hidrokarbon minyak mentah, yang mana bakteri tersebut
dapat diisolasi dari lingkungan minyak bumi. Bakteri tersebut yaitu dari genera
Pseudomonas, Arthrobacter, Corynobacterium, Mycobacterium dan
Mavobacterium (Wong et al., 1997). Mikroorganisme tersebut menggunakan
hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber energi dan sumber karbon.
Eksplorasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat diperoleh dari
beberapa sumber potensial, seperti: ekosistem tanah, tanah gambut,sludge/lumpur
aktif, septic tank, pupuk/kotoran hewan, dan sebagainya. Jenis bakteri lokal
(indigenous bacteria)dianalisis dari sampel limbah cair di salah satu perusahaan
minyak bumi telah dapat diisolasi dan diidentifikasi terhadap mikroorganisme
yang dominan. Dari 10 jenis mikroorganisme dominan tersebut adalah
Enterobacter agglomerans, Bacillus sp., Clostridium sp., Arthrobacter sp.,
Shigella sp., Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan Citrobacter
freundi. Selain itu dapat diidentifikasi pula beberapa bakteri Coliform (E. coli)
dan Salmonela, namun tidak dilakukan identifikasi lanjut. Bakteri yang dapat
mendegradasi minyak bumi antara lain Aeromonas hydrophyla, Arthrobacter,
Bacillus sp.danPseudomonas aeruginosa(Anonim, 2002).
Eksplorasi mikroorganisme dari berbagai jenis kotoran atau pupuk
kandang telah dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi, identifikasi dan
pengujian kemampuan isolat bakteri dan kapang terhadap substrat minyak tanah,
minyak bumi, minyak goreng, dan minyak diesel, sertasludgeminyak bumi. Dari
sekian isolat diperoleh 3 jenis isolat Pseudomonas pseudomallei, P. aeruginosa,
dan Enterobacter agglomerans dan sejumlah kapang yang belum seluruhnya
suatu kultur campuran yang didominasi oleh Pseudomonas yang mampu
mendegradasi minyak bumi dan fenol. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari air
buangan kilang minyak (Udiharto, 1992). Beberapa kelompok mikroorganisme
yang dikenal sebagai pendegradasi senyawa hidrokarbon dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon
Senyawa Parafinik Senyawa Naftenik Senyawa Aromatik
Pseudomonas Pseudomonas Pseudomonas
Acinetobacter Mycobacterium Achromobacter
Bacillus Achromobacter Nocardia
Arthrobacter Nocardia Flavobacterium
Mycobacterium Acetobacter Corynebacterium
Brevibacterium Alcaligenes Aeromonas
Sumber: Kardena dan Suhardi, 2001
Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme tergantung dari
faktor-faktor lingkungan seperti temperatur, nutrisi, dan oksigen (Higgins dan
Gilbert, 1978). Suatu studi laboratorium menunjukkan bahwa penambahan fosfat
dan nitrat atau amonia akan mempercepat biodegradasi hidrokarbon. Mikroba
dalam pertumbuhannya selain membutuhkan karbon juga memerlukan
unsur-unsur hara lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, besi dan sulfur
(Wardley, 1983).
Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat
fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase
stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh
kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolik
toksik. Gambar 2 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan
dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di
lingkungan minyak diesel, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada
pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan
semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat
mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon
yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri
Gambar 2. Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon (MECHEA, 1991).
2.4. Biodegradasi Minyak Diesel
Atlas (1981) menyatakan bahwa degradasi hidrokarbon oleh populasi
mikroorganisme merupakan mekanisme utama dalam penanganan minyak
mentah. Biodegradasi minyak mentah pada proses alami sangat komplek.
Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada komposisi minyak
mentah tersebut dan faktor lingkungan.
Komponen minyak diesel yang sebagian besar tersusun atas hidrokarbon
digunakan oleh mikroba sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya.
Pertumbuhan mikroorganisme terlihat dengan adanya penambahan populasi
mikroorganisme. Kemampuan degradasi hidrokarbon minyak diesel oleh
mikroorganisme tergantung dari kemampuan adaptasi mikroorganisme tersebut
terhadap lingkungannya. Rosenberg dan Ron (1996) mengemukakan bahwa
degradasi hidrokarbon minyak diesel terjadi bila mikroorganisme menempel di
permukaan butiran-butiran minyak karena enzim oksigenase yang dibutuhkan
untuk memecah rantai karbon yang sifatnya terikat pada membran sel.
Menurut Environmental Technology Centre, Kanada, minyak diesel
mengandung hidrokarbon jenuh, aromatik dan resin. Hidrokarbon jenuh memiliki
komponen terbesar (79%) sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan
sisanya resin sebesar 2%. Minyak diesel juga mengandung sejumlah VOCs seperti
benzene, toluene, etilbenzena, xilena, dan C3-benzena. Udiharto (1996)
Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar merupakan hidrokarbon yaitu
normal alkana atau n-parafin, isoalkana atau isoparafin, sikloalkana atau
naftalena, olefin dan campuran aromat dan olefin.
Beberapa senyawa polutan hasil pembakaran minyak diesel adalah
hidrokarbon, oksida nitrogen, partikulat, benzene, dan karbon monoksida.
Hidrokarbon minyak diesel sebagian besar berupa n-alkana sederhana tidak
bercabang, dengan kandungan senyawa poliaromatik kurang dari empat persen.
N-alkana dengan jumlah atom karbon 6-12 bisa melarutkan fosfolipida yang
menyusun membran sel mikroorganisme, walaupun demikian beberapa
mikroorganisme tertentu diketahui dapat memetabolisme senyawa-senyawa toksik
tersebut (Johnson, 2000)
Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan
terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan
dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh
mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya
diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana,
proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang
menghasilkan alkan-l-o1, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim dehydrogenase
dan menghasilkan asam lemak. Jika sistem oksidasi mikroorganisme pengurai
hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini
akan diurai sempurna menjadi energi, H2O dan CO2 melalui proses -oksidasi
(Godfrey, 1986).
Faktor-faktor yang mendukung proses bioremediasi minyak adalah faktor
fisik-kimia dan faktor biologi. Faktor fisik-kimia adalah komposisi kimia minyak,
kondisi fisik minyak, konsentrasi minyak, suhu, oksigen, nutrisi, salinitas,
tekanan, air aktivitas, dan pH, sedangkan faktor biologi adalah kemampuan
mikroorganisme itu sendiri. Menurut Cookson (1995), bioremediasi
Gambar 3. Faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi (Cookson, 1995)
a. Tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar
Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung
dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin
menurun dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana
bercabang > hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik
(Leahy dan Colwell, 1990). Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi
biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat
penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan
Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul
dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).
b. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah
dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah,
viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana
terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya
biodegradasi. Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat
metabolisme hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40oC. Di atas
temperatur ini, aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada
membran sel akan semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).
c. Nutrien
Hidrokarbon merupakan sumber karbon dan energi yang bagus untuk
mikroorganisme. Hidrokarbon ini merupakan makanan yang tidak sempurna
karena hidrokarbon tidak berisi konsentrasi nutrien lain yang cukup besar
Mikroorganisme
Sumber Penerima Energi Elektron
Kelembaban pH
Nutrisi Suhu
BIOREMEDIASI Tidak adanya
racun
Organisme Kompetitif Metabolit
(seperti nitrogen dan fosfor) untuk pertumbuhan mikroorganisme (Prince et
al., 2002). Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan
berkurang secara cepatnya nutrien anorganik (Margesin et al., 1999) yang
akan membatasi tingkat biodegradasi, sehingga biostimulasi dapat digunakan
untuk memaksimalkan proses bioremediasi (Trinidadeet al., 2002).
d. pH
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan
subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah
dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi
hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).
e. Oksigen
Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam
mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses
degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi
oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat
digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor
pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan
untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi
substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi
secara anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika
di bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy
dan Colwell, 1990).
Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas yang
terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam studi
laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan
aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan
air sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian
kebutuhan mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan
pengadukan menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara
mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi
f. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi.
Kandungan air tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer
gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting untuk
hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air,
mikroorganisme tidak dapat hidup dalam limbah minyak.
Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air. Selama
bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen
untuk masuk ke dalam tanah (Fletcher, 1991).
Bersihnya proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme
menyebabkan proses bioremediasi daerah yang tercemar minyak bumi menjadi
sangat menarik sebagai pelengkap dari metoda fisik dan kimia. Penerapan
bioremediasi ini pertama kali dilakukan oleh Environmental Protection Agency
(EPA) Amerika untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di daerah Alaska,
Amerika akibat karamnya kapal Exxon Valdez pada bulan Maret 1989. Pada saat
itu, proses remediasi tidak menggunakan mikroorganisme pengurai hidrokarbon,
tetapi menggunakan nutrien (sumber nitrogen dan fosfor) untuk merangsang
mikroorganisme pengurai hidrokarbon yang ada secara alami untuk melakukan
proses penguraian lebih cepat walaupun metoda ini menunjukkan hasil yang baik
dan mikroorganisme pengurai hidrokarbon secara alami mungkin ada di daerah
yang tercemar, namun proses remediasi sebaiknya tidak hanya bergantung pada
mikroorganisme yang tersedia secara alami. Penambahan mikroorganisme
pengurai hidrokarbon dan penambahan nutrien atau bahan kimia lain yang dapat
mengoptimalkan kondisi kimia lingkungan akan mempercepat proses remediasi
(Shaheen, 1992).
Senyawa hidrokarbon minyak bumi berdasarkan kerentanannya agar dapat
Tabel 5. Klasifikasi senyawa hidrokarbon
Kerentanan Hidrokarbon
Sangat rentan n dan iso-alkana
Kerentanan tinggi 1-,2-,5- dan 6- cincin sikloalkana, 1- cincin aromatik, dan senyawa aromatik bersulfur
Agak rentan 3- dan 4- cincin sikloalkana, 2- dan 3- cincin aromatik Sangat resisten Tetra aromatik, stearin, triterpen dan senyawa aromatik yang
mengandung napten
Resisten tinggi Penta aromatik, aspal dan resin Sumber: Blackburn dan Hafker (1993)
2.5. Slurry Bioreaktor
Bioreaktor merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container)
atau reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)
(Bacher dan Herson, 1994 dalam Citroreksoko, 1996). Teknik bioremediasi
dengan menggunakan bioreaktor merupakan pengembangan bioremediasi secara
ex situ.
Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah
berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji
(1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air
sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian
disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam
kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses
degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan
suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap
terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik.
Keuntungan proses bioremediasi dengan menggunakan slurry bioreaktor
adalah mempercepat proses transfer massa antara fase padat dan cair; kontrol
lingkungan seperti nutrisi, pH, dan suhu dapat berlangsung dengan baik; mudah
dalam memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor; dan berpotensial
Gambar 4. Detail slurry bioreaktor (Banerji, 1996)
Rake drive gearmotor
Impeller drive gearmotor
Impeller
Rake blades
Airlift supply Airlifts
Sample and drain valves
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2005 sampai dengan bulan
Desember 2005. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.
3.2. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lapisan top soil
yang diambil dari CIFOR (Center for International Forestry Research) kawasan
kampus IPB Darmaga Bogor; minyak diesel; surfaktan linear alkilbenzena
sulfonat/LAS (0.5% v/v) dan starter (10% v/v) yang terdiri dari konsorsium
bakteri Pseudomonas pseudomallei dan Enterobacter agglomerans yang
merupakan bakteri non-indigenous yang pada penelitian sebelumnya telah
diisolasi (Zaki, 2005) serta konsorsium bakteri yang berasal dari kotoran hewan
(Lampiran 1).
Peralatan yang digunakan meliputi: reaktor (reaktor berukuran 500 ml dan
16 liter), peralatan untuk sampling tanah, peralatan untuk isolasi, dan peralatan
untuk analisis, peralatan tersebut antara lain ember, cangkul, pH meter, cawan
petri, mikro pipet dalam berbagai ukuran, dan lain-lain.
3.3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu (1) penelitian bioremediasi pada
skala laboratorium untuk menentukan perlakuan terbaik dari proses bioremediasi
slurry limbah minyak diesel; dan (2) penelitian scale up dari perlakuan terbaik
pada skala laboratorium (Gambar 5 dan 6).
Pengujian sampel dilakukan di beberapa laboratorium uji. Eksperimen
dilakukan dengan memberikan berbagai macam perlakuan terhadap variabel yang
diteliti dan berdasarkan hasil pengujian sampel tersebut dapat diambil kesimpulan
Gambar 5. Bagan alir penelitian skala laboratorium
Gambar 6. Bagan alir penelitian scale up
Desain penelitian dipaparkan melalui penjelasan di bawah ini:
- Sebelum dilakukan penelitian pada taraf scale up, dilakukan penelitian skala
laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan Erlenmeyer 500 ml
(volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker dengan kecepatan
agitasi 180 rpm dan suhu ruang (28 – 32 oC) selama 4 hari. Penelitian skala
laboratorium dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam
mendegradasi minyak diesel.
- Terhadap perlakuan terbaik dari hasil Rancangan Respon Permukaan (RSM),
dilanjutkan ke tahapan scale up. Tahap scale up dilakukan pada reaktor
berukuran 16 liter (volume kerja 8 liter). Fermentasi dilakukan dengan
kecepatan agitasi sekitar 100-120 rpm dan suhu ruang (31 – 32oC) selama 20
hari.
Dicampur sesuai perlakuan
Tingkat cemaran minyak dalam tanah (5, 10, 15%) (w/w)
Dicampur sesuai perlakuan % padatan (10, 25, 40%) (w/v)
Tanah Diesel
Air
Konsorsium Mikroba 10% v/v
Proses Bioremediasi
(Erlenmeyer 500 ml, 180 rpm, suhu ruang) Surfaktan LAS
0.5% v/v
Pengamatan / Analisis
Perlakuan terbaik Penelitian skala laboratorium
Proses Bioremediasi
(Slurry Bioreaktor 16 liter, 100-120 rpm, suhu ruang)
- Teknis pelaksanaan pada kedua tahap penelitian adalah sama, yaitu: tanah dan
minyak dicampurkan sesuai dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah
(w/w). Hasil pencampuran ini kemudian ditambahkan air sesuai dengan
perlakuan persen padatan (w/v). Campuran ini kemudian dimasukkan ke
dalam reaktor. Sebanyak 10% konsorsium bakteri dan 0.5% surfaktan LAS
dimasukkan ke dalam reaktor dan dilakukan pengadukan. Pada reaktor 500
ml, pengadukan dilakukan dengan menggunakan shaker (Gambar 7) dan pada
reaktor 16 l pengadukan dilakukan dengan memasang agitator dengan
kecepatan agitasi antara 100 – 120 rpm pada reaktor (Gambar 8). Pengadukan
dilakukan setiap hari untuk mendapatkan proses aerobik berjalan pada seluruh
bahan.
- Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam
mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium
digunakan pada penelitian scale up kemudian diaplikasikan ke dalam 3 buah
reaktor, yaitu Reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri),
dan reaktor 2 dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium
bakteri). Percobaan dilakukan selama 20 hari dengan selang pengamatan 4
hari.
Gambar 8. Desain reaktor 16 liter
3.4. Pengamatan
Pada penelitian dengan menggunakan reaktor dilakukan pengambilan
sampel untuk TPH, pengujian mikroorganisme, pH, gas, dan suhu. Parameter
pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter pengamatan
No Parameter Waktu Pengamatan Keterangan
A. Penelitian Reaktor 500 ml
1 TPH Hari ke-0 dan ke-4 Lampiran 2
2 Pengujian Mikroorganisme/TPC Hari ke-0 dan ke-4 Lampiran 3
3 pH Hari ke-0 dan ke-4 Lampiran 4
4 Gas Hari ke-0 dan ke-4 Lampiran 5
B. Scale Up (Penelitian Reaktor 16 l)
1 TPH Selang 4 hari Lampiran 2
2 Pengujian Mikroorganisme/TPC Selang 4 hari Lampiran 3
3 pH Selang 4 hari Lampiran 4
4 Gas Selang 4 hari Lampiran 5
5 Suhu Selang 4 hari Lampiran 6
3.5. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat cemaran
dalam tanah dan persen padatan pada slurry minyak diesel terhadap proses
bioremediasi serta melakukan optimasi terhadap peubah-peubah tersebut untuk
meningkatkan degradasi hidrokarbon minyak diesel. Optimasi dilakukan dengan
pengolahan data dilakukan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica
v5.0. Masing-masing peubah uji terdiri dari 3 taraf dengan rincian disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi
Jenis Perlakuan Nilai rendah
(-1)
Nilai tengah (0)
Nilai tinggi (+1)
Persen Padatan (% v/v) 10 25 40
Tingkat Cemaran dalam tanah (% v/v) 5 10 15
Dalam studi ini digunakan 3 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi
model kuadratik (Montgomerry, 1991). Dengan prosedur ini maka diperlukan 11
satuan percobaan. Nilai pusat perlakuan digunakan adalah 10% tingkat cemaran
dalam tanah dan 25% padatan. Tabel 8 menunjukkan matriks satuan-satuan
percobaan pada optimasi proses bioremediasi dalam unit dan nilai asli.
Dengan dua peubah uji tersebut, maka model kuadratiknya mengambil
bentuk persamaan berikut ini
Keterangan :
Y = Respon dari masing-masing perlakuan
x = (x1 : persen padatan (%) ; x2 : tingkat cemaran (%)
r = error
b = koefisien parameter
Tabel 8. Matriks satuan percobaan pada optimasi bioremediasi dalam rancangan komposit fraksional
Kode nilai Nilai asli
No
X1 X2 Persen Padatan (%) Tingkat Cemaran (%)
1 -1 -1 10.00 5.00
2 -1 +1 10.00 15.00
3 +1 -1 40.00 5.00
4 +1 +1 40.00 15.00
5 0 0 25.00 10.00
6 0 0 25.00 10.00
7 0 0 25.00 10.00
8 1.414 0 46.21 10.00
9 -1.414 0 3.79 10.00
10 0 1.414 25.00 17.07
11 0 -1.414 25.00 2.93
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Skala Laboratorium
Penelitian skala laboratorium dilakukan selama 4 hari. Pemilihan waktu 4
hari didasarkan pada penelitian Yusup (2004) yang melakukan penelitian terhadap
limbah cair minyak diesel, dimana waktu terbaik dalam proses bioremediasi
limbah cair minyak bumi adalah 3 hari, oleh karena itu diduga waktu terbaik
dalam proses bioremediasi limbah slurry minyak bumi adalah 4 hari.
4.1.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon
TPH atau Total Petroleum Hydrocarbon merupakan salah satu parameter
acuan keberhasilan proses bioremediasi limbah minyak diesel dan limbah lain
yang juga merupakan turunan dari minyak bumi yang keberadaannya dalam
limbah minyak bumi harus sesuai dengan kreteria nilai akhir yang diperkenankan
untuk dibuang ke lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Oleh karena itu TPH menjadi parameter dalam penentuan perlakuan
terbaik pada penelitian ini.
Matriks satuan-satuan percobaan dalam unit kode dan nilai asli serta nilai
degradasi TPH, bakteri, pH, gas CH4, CO, dan CO2 dengan menggunakan
Rancangan Respon Permukaan pada percobaan skala laboratorium ditampilkan
pada Lampiran 7.
Pengujian data pengamatan terhadap respon degradasi TPH hasil
percobaan skala laboratorium, memberikan persamaan permukaan respon seperti
pada Persamaan 1.
Y1 = 33.746 + 1.096PP + 7.412TC – 0.018PP2 – 0.424TC2 + 0.009PP*TC ... (1)
Keterangan:
Y1 = Respon terhadap degradasi TPH
PP = Persen padatan
Persamaan model di atas memberikan informasi bahwa peningkatan
persen padatan, tingkatan cemaran dalam tanah, dan interaksi keduanya akan
memberikan pengaruh positif terhadap degradasi TPH, sedangkan peningkatan
persen padatan dan tingkat cemaran dalam tanah secara kuadratik akan
memberikan pengaruh negatif terhadap degradasi TPH.
Koefisien-koefisen regresi degradasi TPH serta nilai – nilai distribusi
t-student dan peluang nyatanya disajikan pada Lampiran 8. Koefisien regresi
tingkat cemaran dalam tanah baik secara linier ataupun kuadratik menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap degradasi TPH (P TC > |t| = 0.0223; P TC*TC > |t| =
0.0081), sedangkan persen padatan baik linier ataupun kuadratik dan interaksi
persen padatan dan tingkat cemaran dalam tanah tidak berpengaruh nyata terhadap
degradasi TPH.
Hasil uji kesahihan model secara statistik (objective validity) pada
Lampiran 8 menunjukkan bahwa model dugaan yang dikembangkan sesuai dan
nyata. Hal ini tampak dari nilai P total model sebesar 0.0457 pada taraf signifikan
0.05. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa model kuadratik secara nyata
dapat menjelaskan data yang diperoleh (P total model = 0.0215). Nilai koefisien
determenasi (R2) sebesar 84.1% menunjukkan kesesuaian model, dimana sebesar
[image:49.612.135.503.460.670.2]15.9% dari total keragaman tidak dapat dijelaskan oleh model.
Berdasarkan persamaan 1, dengan menggunakan software STATISTICA
v5.0, diperoleh bentuk permukaan respon pengaruh interaksi kedua faktor
terhadap degradasi TPH seperti pada Gambar 9. yang menunjukkan bahwa
degradasi TPH mencapai optimum. Degradasi TPH optimum sebesar 85.29%
akan diperoleh dari kombinasi perlakuan persen padatan sebesar 32.62 persen dan
tingkat cemaran dalam tanah 9.09 persen.
Dalam mengolah slurry limbah minyak diesel dengan menggunakan
bioreaktor, ternyata tingkat cemaran dalam tanah sangat mempengaruhi proses
degradasi TPH. Peningkatan cemaran menjadi dua kali lipatnya akan
menyebabkan senyawa yang bersifat toksik bagi mikroorganisme juga meningkat.
Sel mikroorganisme diduga tidak akan kuat menahan sifat toksik dari sebagian
komponen hidrokarbon minyak diesel, seperti hidrokarbon rantai pendek
(Ctiroreksoko, 1996) dan BTEX (benzen, toluen, etilbenzen, xylen) (Rosenberg
dan Ron, 1996).
Tingkat cemaran minyak diesel yang tinggi pada slurry dapat menghambat
proses degradasi hidrokarbon, karena minyak akan membentuk lapisan film di
permukaan air yang akan menghambat difusi oksigen ke dalam air. Rendahnya
kandungan oksigen di dalam air membuat proses insersi molekul oksigen ke
dalam struktur rantai karbon terhambat sehingga reaksi degradasi secara
keseluruhan pun akan terhambat (Leahy dan Colwell, 1990). Rosenberg dan Ron
(1996) mengemukakan bahwa biodegradasi hidrokarbon minyak diesel terjadi bila
mikroorganisme menempel di permukaan butiran-butiran minyak karena enzim
oksigenase dibutuhkan untuk memecah rantai karbon sifatnya terikat pada
membran sel.
Degradasi hidrokarbon pada persen padatan kurang dari 10% dan lebih
dari 40% mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada persen padatan
kurang dari 10% fase perlakuan tidak dapat dikatakan sebagai fase slurry namun
berupa fase cair sedangkan persen padatan lebih dari 40 persen sifatnya cenderung
kental sehingga sulit untuk dilakukan agitasi menggunakan shaker sehingga