• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat – Sifat Statistika Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik Dengan Tren Linear

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat – Sifat Statistika Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik Dengan Tren Linear"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT – SIFAT STATISTIKA PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES

POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

Oleh:

Nurrahmi

G54102015

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

RINGKASAN

NURRAHMI. Sifat – sifat Statistika Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.

Terdapat banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dimodelkan dengan suatu proses stokastik. Proses stokastik dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu kontinu dan proses stokastik dengan waktu diskret. Dalam karya ilmiah ini hanya dibahas proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik dengan tren linear. Sebagai contoh, proses kedatangan pelanggan pada suatu pusat servis dapat dimodelkan dengan proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Jika laju kedatangan pelanggannya meningkat secara linear terhadap waktu, maka model yang lebih sesuai adalah proses Poisson periodik dengan tren linear. Pada proses kedatangan pelanggan tersebut fungsi intensitas menyatakan laju kedatangan pelanggan. Karena fungsi intensitas pada umumnya tidak diketahui maka diperlukan suatu penduga untuk menduga fungsi intensitasnya. Penduga yang dapat digunakan untuk menduga fungsi intensitas salah satunya adalah penduga tipe kernel.

Dalam karya ilmiah ini dibahas sifat-sifat statistika penduga komponen periodik dari fungsi intensitas proses Poisson periodik (periode diketahui) dengan tren linear serta prosesnya diamati pada interval

[

. Adapun yang dikaji adalah : kekonvergenan MSE penduga, aproksimasi asimtotik bagi bias penduga, aproksimasi asimtotik bagi ragam penduga, aproksimasi asimtotik bagi MSE penduga, penentuan bandwidth optimal asimtotik penduga, dan penentuan laju kekonsistenan penduga.

]

(4)

SIFAT – SIFAT STATISTIKA PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES

POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nurrahmi

G54102015

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Sifat – sifat Statistika Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear

Nama : Nurrahmi NRP : G54102015

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. I. Wayan Mangku, Msc Ir. Retno Budiarti, M

NIP. 131 633 020 NIP. 131 842 409

Mengetahui,

Dekan FMIPA

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 131 473 999

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung 1 Oktober 1985 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Drs. Hendra dan Dedeh Dewi.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan izin dan rahmat – Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “ Sifat-sifat Statistika Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik Dengan Tren Linear ”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. I. Wayan Mangku, Msc. sebagai pembimbing I atas kesabaran, koreksi, dan

bimbingannya selama ini.

2. Ibu Ir. Retno Budiarti, MS. sebagai pembimbing II atas kesabaran, koreksi, dan bimbingannya.

3. Bapak Drs. Siswandi, MS. sebagai moderator seminar dan dosen penguji.

4. Mamah dan bapak untuk kesabaran, kasih sayang, doa dan dukungannya. Adik-adikku tersayang (Ina dan Ade Obi) dan nenekku untuk semua doa dan kasih sayangnya.

5. Andri, Yana, dan Moza yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar.

6. Teman sekamar dan sebimbingan Lutfi dan Lia untuk persahabatan, cerita-ceritanya, doa, dorongan dan bantuannya.

7. Azhari, Erra, Moza, Lia, Lutfi (terima kasih sudah menemani saat sidang, you are the best I ever had), Neli dan Elis untuk persahabatan, doa, serta bantuannya.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Amatu, Nenti, Syahdan dan Dian yang selalu ada dan bersedia mendengarkan semua keluh kesahku, dan untuk semua doa, kasih sayang, dukungan, dan dorongannya selama ini.

9. Mba Janah yang selalu memotivasi untuk segera menyelesaikan karya ilmiah ini dan Novi untuk semua doa dan dukungannya.

10. Warga Raihana : Mba Zaki, Mba Mimil, Mba Nafis, Mba Dina, Mba Heni, Mba Ricka, Mba Free, Adis, Diah, Way, Erni, Mega, Rika, dan Riska untuk doa dan dukungannya. 11. Teman – teman math 39.

12. Seluruh pegawai Departemen Matematika ( Bu Ade, Mas Bono, Mas Yono, Bu Susi ... ) dan FMIPA

13. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang mempunyai ketertarikan yang sama pada materi ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan . ...1

LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian, dan Peluang . ...1

Peubah Acak dan Fungsi Sebaran . ...2

Momen, Nilai Harapan, dan Ragam ...2

Kekonvergenan Peubah Acak ...3

Penduga...3

Proses Stokastik ...3

Proses Poisson...4

Beberapa Definisi dan Lema Teknis ...4

HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Penduga ...5

Kekonvergenan MSE Penduga...7

Aproksimasi Asimtotik Bagi Bias, Ragam, dan MSE...11

Laju Kekonsistenan...13

SIMPULAN ...14

DAFTAR PUSTAKA ...15

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

PENDAHULUAN

( )

s

λ

Latar Belakang

Terdapat banyak permasalahan atau kejadian dalam kehidupan sehari–hari yang dapat dimodelkan dengan suatu proses stokastik. Proses stokastik merupakan permasalahan yang berkaitan dengan suatu aturan-aturan peluang, dengan kata lain perilaku proses stokastik pada waktu yang akan datang tidak dapat diprediksikan dengan tepat. Permasalahan sederhana yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti proses pelayanan pelanggan pada suatu pusat servis merupakan salah satu bentuk dari model stokastik yang cukup menarik untuk dipelajari.

Proses stokastik dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu diskret dan proses stokastik dengan waktu kontinu. Dalam karya ilmiah ini akan di bahas proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik. Proses Poisson periodik dapat digunakan untuk memodelkan proses kedatangan pelanggan pada suatu pusat servis dengan periode satu hari. Pada proses kedatangan pelanggan

tersebut, fungsi intensitas (lokal) menyatakan laju kedatangan pelanggan pada waktu s. Jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat secara linear terhadap waktu maka kita dapat memodelkannya dengan suatu proses Poisson periodik dengan tren linear.

Pada karya ilmiah ini akan dipelajari penentuan sifat-sifat statistika dari suatu penduga kernel dari suatu intensitas (lokal) pada proses Poisson periodik dengan tren linear.

Tujuan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk :

(i) Mempelajari bukti kekonvergenan mean square error (MSE) penduga menuju nol jika panjang interval pengamatannya menuju tak hingga.

(ii) Mempelajari penentuan aproksimasi

asimtotik bagi bias penduga.

(iii)Mempelajari penentuan aproksimasi

asimtotik bagi ragam penduga.

(iv) Mempelajari penentuan aproksimasi MSE bagi penduga.

(v)

Mempelajari penentuan laju kekonsistenan penduga tersebut.

LANDASAN TEORI

Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

Berbagai macam pengamatan diperoleh melalui pengulangan percobaan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Dalam banyak kasus, hasil percobaan tersebut bergantung pada faktor kebetulan dan tidak dapat diprediksikan dengan tepat. Tetapi, kita bisa mengetahui semua kemungkinan hasil untuk setiap percobaan.

Definisi 1 [Ruang Contoh]

Himpunan semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan disebut ruang contoh dan dilambangkan dengan Ω.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 2 [Kejadian]

Kejadian adalah suatu himpunan bagian dari ruang contoh Ω.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 3 [Kejadian Saling Lepas] Dua kejadian A dan B dikatakan saling lepas jika AB=Ø ; artinya A dan B tidak memiliki unsur persekutuan.

(Walpole, 1995)

Definisi 4 [Medan-

σ

]

Medan-

σ

adalah himpunan Y yang anggotanya

merupakan himpunan bagian dari yang

memenuhi syarat-syarat berikut :

(a). Ø

Y

(b). Jika A1,A2...∈Y

maka

U

Y

=

1 i

i A

(c). Jika A∈Y maka Ac∈Y

Medan-

σ

di atas disebut medan Borel jika

(

0,1

]

=

Ω , dan anggotanya disebut himpunan

Borel.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 5 [ Ukuran Peluang ]

Ukuran peluang P pada (Ω,Y

)

adalah suatu

fungsi P :Y [ ]0,1 yang memenuhi

(a). P(Ø) = 0, P

( )

= 1

(b). Jika adalah himpunan anggota-

anggota Y yang saling lepas,

(11)

yaitu Ø untuk semua pasangani, j,dengan , maka:

= ∩ j

i A

A

j i

P

P .

= ∞

= = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

1

1 i

i i A

U

( )

Ai

Pasangan Y, P) yang terdiri atas

himpunan , medan

-(

Ω,

σ

Y yang

anggotanya merupakan himpunan bagian dari , dan suatu ukuran peluang P pada ( ,Y

)

disebut ruang peluang.

Ω Ω

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 6 [Kejadian Saling Bebas] Kejadian-kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika :

P

(

AB

)

=P

( )

A P

(

B

)

.

Secara umum,

{

Ai;iI

}

dikatakan saling bebas jika:

P

P

( )

∈ ∈

= ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

J i J i

i A

I

Ai

untuk semua himpunan bagian terbatas J dari I.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Peubah Acak dan Fungsi Sebaran

Definisi 7 [Peubah Acak]

Peubah acak adalah suatu fungsi X:Ω→R dengan sifat bahwa

{

ω∈Ω:X

( )

ω ≤x

}

∈Y

untuk setiap x∈ R

.

(Grimmett and Stirzaker, 1992) Untuk menotasikan peubah acak biasanya digunakan huruf kapital seperti X, Y, Z . Sedangkan untuk menotasikan nilai dari suatu peubah acak digunakan huruf kecil seperti x, y, z. Setiap peubah acak memiliki fungsi sebaran.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 8 [Fungsi Sebaran]

Fungsi sebaran dari peubah acak X adalah fungsi FX:R

[ ]

0,1 yang diberikan oleh

( )

x =

FX P

(

Xx

)

.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 9 [Peubah Acak Diskret] Peubah acak X disebut diskret jika nilai-nilainya merupakan himpunan bagian terhitung

{

x1,x2,..

}

dari R.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 10 [Fungsi Kerapatan Peluang]

Fungsi kerapatan peluang dari peubah acak

diskret X adalah fungsi yang

diberikan oleh

[ ]

0,1 :Rp

(

X =x

)

( )

x =

pX P .

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Definisi 11 [Peubah Acak Poisson]

Jika suatu peubah acak X nilai-nilainya dalam himpunan

{

0,1,2,...

}

dengan fungsi kerapatan peluang

pX

( )

k = P

(

=

)

= λ e−λ k k X

k

! , k = 0,1…

dengan λ>0, maka X dikatakan memiliki sebaran Poisson dengan parameter

λ

.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Momen, Nilai Harapan, dan Ragam

Definisi 12 [Nilai Harapan, Momen, Ragam] Misalkan X adalah peubah acak diskret dengan fungsi kerapatan peluang , nilai harapan dari peubah acak

(

x

p

)

X adalah

( )

=

( )

Ε

x xp

X x

k

.

Momen ke-

k

, dengan merupakan bilangan bulat positif, dari suatu peubah acak Xadalah

( )

k

k X

m.

Misalkan momen ke-1, Ε

( )

X =µ maka momen pusat ke-

k

atau

σ

k dari peubah acak X adalah

(

)

[

k

]

k X µ

σ =Ε − .

Nilai harapan dari peubah acak X merupakan momen pertama dari X, sedangkan ragam merupakan momen pusat ke-2 dari peubah acak

X.

Ragam (Variance) dari X, dan dilambangkan dengan Var

( )

X atau adalah nilai harapan dari kuadrat perbedaan antara peubah acak

2 x σ

X dengan nilai harapannya, yaitu

Var

( )

X

[

(

X −Ε

( )

X

)

2

]

(

X2−2XΕX+

( )

ΕX 2

)

( )

X2 −2

( ) ( )

ΕX 2+ ΕX 2

X2−

[ ]

ΕX 2.

(Hogg and Craig, 1995)

Definisi 13 [Fungsi Indikator]

(12)

yang diberikan oleh :

( )

⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧

= ∈

A jika

A jika A

I

ω

ω

, 1

. ,

0

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Kekonvergenan Peubah Acak

Definisi 14 [Kekonvergenan Peubah Acak dalam Peluang]

Misalkan adalah suatu peubah

acak pada suatu ruang peluang ( X

X X1, 2,...

Ω,Y, P).

Kita katakan bahwa barisan peubah acak konvergen dalam peluang ke n

X X,

dinotasikan , jika untuk

setiap

X Xn ⎯⎯→P 0

>

ε ,

P

(

XnX

)

→0, untuk n→∞.

(Grimmett and Stirzaker, 1992)

Penduga

Definisi 15 [Statistik]

Statistik adalah suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak bergantung pada satu atau beberapa parameter.

(Hogg and Craig, 1995)

Definisi 16 [Penduga]

Misalkan adalah suatu

peubah acak. Suatu statistik

n

X X X1, 2,...

(

X X X

)

U

( )

X U

U = 1, 2,... n = yang

digunakan untuk menduga fungsi parameter g

( )

θ , dikatakan sebagai penduga (estimator) bagi g

( )

θ , yang

dilambangkan oleh gˆ

( )

θ . Nilai

dari U dengan nilai amatan

(

X X Xn U 1, 2,...

)

X x

X1= 1, 2 =x2 ,..., Xn =xn disebut sebagai dugaan (estimate) bagi

( )

θ

g .

(Hogg and Craig, 1995)

Definisi 17 [Penduga Tak Bias]

(a). Suatu statistik U(X) yang nilai harapannya sama dengan parameter

( )

θ

g , dituliskan Ε

[

U

( )

X

]

=g

( )

θ disebut penduga tak bias bagi g

( )

θ . Selainnya, statistik dikatakan berbias. (b). Jika

[

U

( )

X

]

g

( )

θ

n→∞Ε =

lim , maka penduga

) (X

U disebut penduga tak bias

asimtotik.

(Hogg and Craig, 1995) Definisi 18 [Penduga Konsisten]

Suatu statistik U(X) yang konvergen dalam peluang ke suatu parameter g

( )

θ , disebut penduga konsisten bagi g

( )

θ .

(Hogg and Craig, 1995)

Definisi 19 [MSE suatu Penduga]

Mean Square Error (MSE) adalah rataan kuadrat error dari suatu penduga U bagi parameter

( )

θ

g yang didefinisikan sebagai berikut

( )

(

)

(

)

( )

2 2 2

2 2

2 2

)) ( ( ) (

)) ( (

) (

)) ( (

)( (

2 ) (

) ( )

(

U bias U Var

g EU EU

U E

g EU

g EU EU U E EU U E

g EU EU U E

g U E U MSE

+ =

− + − =

− +

− −

+ − =

− + − =

− =

θ θ

θ θ

θ

dengan bias

( )

UUg

( )

θ . Proses Stokastik

Definisi 20 [Proses Stokastik]

Proses stokastik X=

{

X

( )

t,tT

}

adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suaturuang contoh Ω ke suatu ruang state S.

(Ross, 1996) Dengan demikian, X

( )

t merupakan suatu peubah acak untuk setiap t pada himpunan indeks T, dengan t merupakan interpretasi dari waktu dan

( )

t

X kita sebut sebagai keadaan (state) dari proses pada waktu t. Dalam hal ini ruang state S dapat berupa himpunan bilangan bulat (atau himpunan bagiannya) atau dapat juga berupa himpunan bilangan real (atau himpunan bagiannya).

Definisi 21 [Proses Stokastik dengan Waktu kontinu]

Suatu proses stokastik X disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika T adalah suatu interval.

(Ross, 1996)

Definisi 22 [Inkremen Bebas]

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu

( )

{

X t,tT

}

disebut memiliki inkremen bebas jika untuk semua t0 <t1 <t2 <...<tn, peubah acak X

( )

t0X

( ) ( )

t1,X t2X

( )

t1,...,X

( )

tnX

(

tn1

)

adalah bebas.

(13)

bebas jika proses berubahnya nilai pada interval waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas.

Definisi 23 [Inkremen Stasioner]

Suatu proses stokastik dengaan waktu kontinu

{

X

( )

t ,tT

}

disebut memiliki inkremen stasioner jika X

( )

t+sX

( )

t memiliki sebaran yang sama untuk semua nilai t.

(Ross, 1996) Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen stasioner jika sebaran dari perubahan nilai antara sembarang dua titik hanya tergantung pada jarak antara kedua titik tersebut , dan tidak bergantung pada lokasi titik-titik tersebut.

Proses Poisson

Proses Poisson merupakan salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu. Untuk proses Poisson, kecuali dinyatakan secara khusus, kita anggap bahwa himpunan indeks T adalah interval bilangan nyata tak negatif, yaitu

.

[

0,∞

)

Definisi 24 [Proses Pencacahan]

Suatu proses stokastik disebut

proses pencacahan jika menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu t. Proses pencacahan

( )

{

Nt ,tT

}

( )

t N

( )

t N harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(i) N

( )

t ≥0 untuk semua t

[

0,∞

)

. (ii) Nilai N

( )

t adalah integer (iii) Jika s<t maka N

( )

sN

( )

t

(iv) Untuk s<t maka N

( )

tN

( )

s , sama dengan banyaknya kejadian yang terjadi pada selang

[ ]

s,t .

(Ross, 2000)

Definisi 25 [Proses Poisson]

Suatu proses pencacahan

{

N

( )

t,t≥0

}

disebut proses Poisson dengan laju 0

, λ>

λ , jika dipenuhi tiga syarat berikut (i) N

( )

0 =0.

(ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas.

(iii) Banyaknya kejadian pada sembarang interval waktu dengan panjang t, memiliki sebaran Poisson dengan

rataan (mean) λt. Jadi untuk semua t,s > 0,

(

(

) ( )

)

( )

! k

t e k s N s t N P

k t λ

λ

− = = −

+ , k=0,1,...

Dari syarat (iii) bisa kita ketahui bahwa proses Poisson memiliki inkremen yang stasioner. Dari syarat ini juga kita peroleh bahwa

E

(

N

( )

t

)

t,

yang juga menjelaskan kenapa

λ

disebut laju dari proses tersebut.

(Ross, 2000)

Definisi 26 [Proses Poisson Homogen]

Proses Poisson homogen adalah proses Poisson dengan laju

λ

yang merupakan konstanta untuk semua waktu t.

(Ross, 2000)

Definisi 27 [Proses Poisson Tak Homogen] Proses Poisson tak homogen adalah suatu proses Poisson dengan laju

λ

pada sembarang waktu t yang merupakan fungsi tak konstan dari t yaitu

( )

t.

λ

(Ross, 2000)

Definisi 28 [Intensitas Lokal]

Intensitas lokal dari suatu proses Poisson tak homogen X dengan fungsi intensitas

λ

pada titik sR adalah λ

( )

s,yaitu nilai fungsi λ di s. Definisi 29 [Fungsi Periodik]

Suatu fungsi

λ

disebut periodik jika

(

s kτ

) (

λ s

)

λ + =

untuk semua sR dan kZ, dengan Z adalah himpunan bilangan bulat. Konstanta terkecil τ yang memenuhi persamaan di atas disebut periode dari fungsi λ tersebut.

(Browder, 1996)

Definisi 30 [Proses Poisson Periodik]

Proses Poisson Periodik adalah suatu proses Poisson yang fungsi intensitasnya adalah fungsi periodik.

(Dudley, 1989)

Beberapa Definisi dan Lema Teknis

Definisi 31 [Fungsi Terintegralkan Lokal] Fungsi intensitas

λ

dikatakan terintegralkan lokal, jika untuk sembarang himpunan Borel terbatas B kita peroleh

( )

=

( )

< B

ds s

B λ

µ ∞.

(14)

Definisi 32 [

( )

O

()

. ]

Simbol ‘big-oh’ ini merupakan cara untuk membandingkan besarnya dua fungsi u

( )

x dan dengan x menuju suatu limit L. Notasi

( )

x v

( )

x O

( )

v

( )

x ,x L,

u = →

menyatakan bahwa

( )

( )

x v

x u

terbatas, untuk

. L

x

(Serfling, 1980)

Definisi 33 [o(h)]

Suau fungsi

f

disebut o(h), h→0, jika

( )

0 lim

0 =

h

h f

h .

Hal ini berarti f

( )

h →0 lebih cepat dari

. 0

h

(Ross, 2000)

Dengan menggunakan Definisi 32 dan 33 kita peroleh hal berikut

(i) Suatu barisan bilangan nyata

{ }

a

n disebut terbatas dan ditulis an =O

( )

1

untuk , jika ada bilangan

terhingga A dan B sehingga

untuk semua bilangan asli n.

∞ → n

A a B< n <

(ii)Suatu barisan

{

yang konvergen ke nol untuk kadang kala ditulis

untuk .

}

n b

∞ → n

( )

1 o

bn = n→∞

(Purcell and Varberg, 1998)

Definisi 34 [Titik Lebesgue]

Suatu titik sdikatakan titik Lebesgue dari λ jika

( ) ( )

0

2 1 lim

0

− =

+

h u sdu

h s

h s

h λ λ .

(Wheeden and Zygmund, 1977)

Lema 1 [Ketaksamaan Cauchy-Schwarz] Jika X dan adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas maka

Y

[ ]

[ ] [ ]

2 2

Y E X E XY

E

dan akan bernilai ’sama dengan’ jika dan hanya jika P

(

X =0

)

=1 atau Ρ

(

=

)

=1 untuk suatu konstanta .

aX Y a

Bukti : Lihat Lampiran 1.

Lema 2 [Formula Young dari Teorema Taylor]

Misalkan g memiliki turunan ke-n yang terhingga pada suatu titik x. Maka

( ) ( )

n

( )( )

k k

x y k

x g x g y

g = +

=1 !

k

+o

(

yxn

)

untuk yx.

Bukti : lihat Serfling (1980).

Lema 3 [Pertidaksamaan Chebyshev] Jika X adalah peubah acak dengan rataan µ dan ragam σ2, maka untuk setiap k>0,

{

}

.

2 2 k k X

P −µ ≥ ≤σ

(Helms, 1996)

Bukti : lihat Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perumusan Penduga

Misalkan adalah proses Poisson pada interval

[

N

)

,

0 dengan fungsi

intensitas λ

( )

s (tidak diketahui) yang diasumsikan memiliki dua komponen, yaitu komponen periodik atau siklik dengan periode (diketahui)τ>0 dan komponen tren linear yang tidak diketahui. Dengan kata lain untuk sembarang

[ )

∞ ∈0,

s fungsi intensitas λ

( )

s dapat dituliskan sebagai berikut :

λ

( )

sc

( )

s +as (1)

dengan λc

( )

s adalah fungsi periodik dengan periode (diketahui)τ >0 dan a menyatakan kemiringan tren linear. Karenaλc

( )

s adalah fungsi periodik maka memenuhi persamaan berikut :

(

s k

)

c τ λc

( )

s

λ + = (2) untuk setiap s

[

0,∞

)

dan k , dengan Z adalah himpunan bilangan bulat. Karena

Z

( )

s c

λ

adalah fungsi periodik dengan periode τ maka untuk menduga

λ

c

( )

s

pada cukup diduga nilai

[

)

∈0, s

( )

s

c

(15)

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu mempelajari penyusunan penduga konsisten bagi λc

( )

s untuk s

[

0,τ

)

dengan hanya menggunakan realisasi tunggal N

( )

ω dari suatu proses Poisson

dengan fungsi intensitas λ yang

memenuhi persamaan (1). Diasumsikan bahwa proses Poisson tersebut diamati pada interval

[ ]

0,n sehingga panjang intervalnya adalah . Untuk tujuan di atas digunakan penduga tipe kernel bagi

n

( )

s c

λ . Penduga bagi dan a

λ

c

( )

s

pada titik

[

0,τ

)

s secara berurut-turut didefinisikan sebagai berikut :

(

[ ]

)

2 , 0 2 ˆ n n N

an= (3)

dan

( )

(

[

] [ ]

)

= ∩ + + − + = 1 , 2 . 0 , 1 ln 1 ˆ k n n n n c h n h k s h k s N k n

s τ τ

λ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − n n s an ln

ˆ (4)

dengan adalah barisan bilangan real positif yang konvergen menuju nol, yaitu

n h

0

n

h (5)

jika Penduga merupakan

penduga tipe kernel bagi

.

∞ →

n λˆc,n

( )

s

( )

s c

λ dan

pada penduga tersebut disebut bandwidth. n h

Untuk mendapatkan penduga cukup diperhatikan bahwa

n aˆ

E

N

( )

[ ]

n

( )

s

ds

(

( )

s

as

)

ds

n c n

=

+

=

0 0

,

0

λ

λ

( )

sds asds

n n c

+ = 0 0

λ

n as n 0 2 2 + ≈θ 2 2 an n+ =θ .

Pada persamaan di atas

menyatakan fungsi intensitas global bagi

( )

s ds

c

− = τ λ τ θ 0 1 c λ .

Dengan mengganti E dengan

padanan stokastiknya , diperoleh

[ ]

(

n N 0,

)

)

[ ]

(

n N 0,

[

]

( ) 2 , 0 2 an n n

N ≈θ +

atau

(

[ ]

)

a n n

n

N 0, 2

2 .

Kita abaikan n

karena nilainya akan menuju nol

jika n→∞. Dengan begitu kita peroleh bahwa

[

]

(

)

2 , 0 2 ˆ n n N

an = .

Ide di balik pembentukan penduga tipe kernel dapat digambarkan sebagai berikut. Dengan menggunakan (1) dan (2) kita peroleh

λc

( )

sc

(

s+kτ

) (

s+kτ

) (

as+kτ

)

. (6)

Misalkan Bhn

(

s+kτ

)

=

[

s+kτ−hn,s+kτ+hn

]

dan

∞ = = 1 1 k k

Ln I

(

s+k

τ

[ ]

0,n

)

, dengan I adalah fungsi indikator. Maka persamaan (6) dapat ditulis menjadi

( )

(

λ

(

τ

)

)

λ

s k

k Ln

s c

k

c =

+

=1

1 1

I

(

s+k

τ

[ ]

0,n

)

(

(

) (

)

)

∞ = + − + = 1 1 1 k k s a k s k

Ln λ τ τ

I

(

s+k

τ

[ ]

0,n

)

(

(

)

)

∞ = + = 1 1 1 k k s k

Ln λ τ I

(

s+k

τ

[ ]

0,n

)

as

(

[

]

)

= ∈ + − 1 , 0 k n k s I Ln

aτ τ

(

)

( )

( ) [ ] ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − − + ≈

∩ + ∞ = τ τ λ τ τ n Ln a as dx x k s Bh k Ln n k s Bh k n

n 0,

1 1 1 1

(

(

)

[ ]

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − ∩ + =

∞ = Ln n s a h n k s Bh EN k

Lnk n

n 1 2 , 0 1 1 τ

(

(

)

[ ]

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − ∩ + ≈

∞ = Ln n s a h n k s Bh N k

Lnk n

n 1 2 , 0 1 1 τ . (7)

Agar pendekatan

( )

≈ pertama pada (7) berlaku , kita perlukan asumsi s adalah titik Lebesgue bagi λc dan asumsi (5) terpenuhi. Kemudian , dari pendekatan

( )

≈ kedua pada (7) dan fakta

(Ln setara asimtotik dengan ln )jika n

Ln~ln n

∞ →

n , terlihat bahwa

( )

(

[

] [ ]

)

n n n k n c h n h k s h k s N k n s 2 , 0 , 1 ln 1 1 , ∩ + + − + =

∞ = τ τ λ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − n n s a ln (8)

dapat dikatakan sebagai penduga bagi λc

( )

s , dengan periode (diketahui)τ>0 dan kemiringan tren linear diasumsikan diketahui. Jika tidak diketahui, kita ganti dengan sehingga diperoleh persamaan (4).

a a

(16)

Lema 4 Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal . Maka E ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +

= 2 12

ˆ n O n a an

θ (9)

dan ( ) ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = 3 2 1 2 ˆ n O n a a

Var n (10)

untuk , dengan ;

yang menyatakan fungsi intensitas global dari komponen siklik

∞ →

n

( )

sds

c

− = τ λ τ θ 0 1

( )

s

c

λ . Hasil di atas

menyatakan bahwa adalah penduga

konsisten bagi ; MSE nya diberikan oleh n

a

ˆ

a

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + θ = 3 2

2 2 1

4 ˆ n O n a a

MSE n (11)

untuk n→ ∞.

Bukti dari lema ini dapat dilihat pada jurnal Helmers dan Mangku (2005).

Pada tulisan ini pembahasan difokuskan pada sifat-sifat statistika dari penduga kernel di atas, yaitu mempelajari bias, ragam, MSE, dan laju kekonsistenan penduga.

Kekonvergenan MSE Penduga

Teorema 1 : (Kekonvergenan MSE) Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi

(5) dipenuhi dan untuk

n h

∞ →

n

hnln n→∞,

maka :

MSE

(

λˆc,n

( )

s

)

→0 (12)

untuk , asalkan s adalah titik

Lebesgue bagi ∞ → n c λ .

Bukti : Berdasarkan definisi MSE (Definisi 19), teorema di atas merupakan akibat dari dua lema berikut, yaitu Lema 5 tentang ketakbiasan asimtotik dan Lema 6 tentang kekonvergenan ragam.

Lema 5 : (Ketakbiasan Asimtotik) Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi (5) dipenuhi dan

n h

∞ →

n

hnln untuk

, maka : ∞

n

Eλˆc,n

( )

s ⎯⎯→P λs

( )

s (13) untuk n→∞, asalkan s adalah titik Lebesgue bagi λc. Dengan kata lain, adalah penduga tak bias asimtotik bagi

( )

s

n c,

ˆ

λ

( )

s c

λ .

Bukti : Untuk membuktikan (13) akan diperlihatkan bahwa

E

∞ →

n

lim λˆc,n

( )

sc

(

s

)

. (14)

Untuk menyelesaikan persamaan (14) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut

( )

(

[

] [ ]

)

n n n k n c h n h k s h k s N k n s 2 , 0 , 1 ln 1 ˆ 1 , ∩ + τ + − τ + Ε = λ Ε

∞ = ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + Ε − n n s an ln

ˆ . (15)

Suku pertama pada ruas kanan persamaan (15) dapat di tulis menjadi

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx

k n h n n h h k n , 0 1 ln 2 1 1 ∈ + + + +

− ∞ = τ τ λ

( ) (

)

(

x s ax s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx k n h k h h c n n n , 0 1 ln 2 1 1 ∈ + + + + + + =

∑ ∫

∞ = τ τ λ

( )

(

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx k n s x h n n h h k c

n

∞ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + +

= 1 0,

ln 1 2 1 1 τ λ

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n dx k n h a n n h h k n , 0 1 ln

2 1 + + + + ∈

+

− ∞ = τ τ

)

(16) Perhatikan bahwa

1

(

[ ]

0,

)

ln 1

1 O n n k s x I k k + = ∈ + +

∞ =

τ

( )

(17)

untuk n → ∞ . Jika kita bagi ruas kiri dan kanan persamaan (17) dengan maka akan kita peroleh n ln

[ ]

(

)

⎟ ⎠ ⎞ n ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + +

∞ = O n k s x I k

nk ln

1 1 , 0 1 ln 1 1 τ

untuk n→∞.

Dengan menggunakan hasil yang diperoleh dari persamaan di atas maka suku pertama pada persamaan (16) dapat dituliskan sebagai berikut

(

)

dx

n O s x h n n h h c

n ⎟⎟⎠

⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +

− ln 1 1 2 1 λ

( )

( )

dx

n O s x h dx s x h n n n n h h c n h h c

n ⎟⎟⎠

⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + =

− − ln 1 2 1 2

1 λ λ

(18)

(17)

( )

(

( ) ( ) ( )

x s s s

)

dx h dx s x h n n n n h h c c c n h h c

n

+ − + = + λ λ λ λ 2 1 2 1

( ) ( )

(

)

( )

sdx h dx s s x h n n n n h h c n h h c c

n

+ − + = λ λ λ 2 1 2 1 (19)

Untuk menyelesaikan suku pertama persamaan (19) kita gunakan nilai yang lebih besar, yaitu

( ) ( )

x s sdx h n n h h c c

n

− + λ λ 2 1 (20)

Berdasarkan asumsi 5 dan dengan asumsi bahwa s adalah titik Lebesgue bagi λ c (Definisi 34) maka kuantitas pada (20) menuju nol jika , atau dapat juga ditulis sama dengan . Sedangkan suku kedua persamaan (19) menjadi

∞ → n ) 1 ( o

( )

sdx

( )

s

h c h h c n n n λ λ =

− 2 1

Dengan menggabungkan hasil yang diperoleh di atas maka akan diperoleh

( ) ( )

( )

sdx

h dx s s x h n n n n h h c n h h c c

n

+ − + λ λ λ 2 1 2 1

c

( )

s +o(1).

Dengan demikian diperoleh bahwa

(

)

( ) (

1

2 1 o s dx s x h c h h c n n n + = +

− λ λ

)

,

untuk n → ∞ .

Sedangkan suku kedua pada ruas kanan persamaan (18) akan menjadi

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ +

n O n O dx s x h n n h h c n ln 1 ln 1 2 1 λ

=

o

( )

1

,

untuk . Dengan menggabungkan

hasil yang telah diperoleh dari suku pertama dan kedua pada persamaan (18) maka suku pertama persamaan (16) akan sama dengan

∞ →

n

λ

c

( ) (

s +o 1

)

(21)

untuk . Suku kedua persamaan

(16) dihitung sebagai berikut

∞ →

n

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx k n h a n n h h k n , 0 1 ln

2

1

+ + + + ∈

− ∞ = τ τ ( ) (

[ ]

)

[ ]

( )

∫ ∑

− ∞ = − ∞ = − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + = n n n n n n h h k n h h n k h h n dx n k s x I n h a n O dx h as dx n k s x I k n x h a 1 1 , 0 ln 1 2 ln 1 1 2 , 0 1 ln 1 2 τ τ τ (22) Dengan melakukan perhitungan integral biasa pada suku pertama ruas kanan persamaan (22) akan diperoleh hasilnya sama dengan nol. Hasil yang diperoleh dari suku kedua persamaan (22)

yaitu ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n O as ln 1

. Sedangkan suku ketiga

persamaan (22), karena nilai dari

dapat ditulis menjadi

[ ]

(

x s k n I k , 0 1 ∈ + +

∞ = τ

)

[ ]

(

)

[ ]

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ∈ + + ⇔ + ≤ ∈ + + ≤ −

∞ = ∞ = n O n n k s x I n n k s x I n k k 1 1 , 0 1 , 0 1 1 1 τ τ τ τ τ

maka akan diperoleh

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n O n an O n n a ln 1 ln ) 1 ( ln τ τ .

Sehingga jika kita gabungkan hasil yang diperoleh dari ketiga ruas pada persamaan (22) maka suku kedua persamaan (16) akan menjadi

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx k n h a n n h h k n , 0 1 ln

2

1

+ + + + ∈

∞ = τ τ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = n O n an n O as ln 1 ln ln 1 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = n O n n s a ln 1 ln

untuk n→ ∞.

Jika kita gabungkan hasil yang telah diperoleh dari suku pertama dan kedua ruas kanan persamaan (16) maka suku pertama ruas kanan persamaan (15) akan sama dengan

λc

( ) ( )

s +o1 + ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n O n n s a ln 1

ln (23)

untuk n→∞.

Kemudian untuk menyelesaikan suku kedua ruas kanan persamaan (15) kita gunakan hasil dari persaman (9) dari Lema 4 sehingga diperoleh

an n n

s ˆ

ln ⎟⎠Ε ⎞ ⎜ ⎝

(18)

( )

=

(

[

+ − + +

] [ ]

)

1 , 2 . 0 , 1 ln 1 ˆ n n n n c h n h k s h k s N k n

s τ τ

λ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − n n s an ln ˆ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + θ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = 2 1 2

lnn a n O n

n s ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = n ln n O n ln s n n ln n s

a 2θ 2θ 1 (24)

Dengan mensubsitusikan persamaan (23) dan (24) ke dalam persamaan (15) akan diperoleh nilai harapan dari λˆc,n

( )

s sebagai berikut

Langkah pertama untuk menyelesaikan (25) kita misalkan

[

] [ ]

(

)

∞ = ∩ + + − + = 1 2 . 0 , 1 ln 1 k n n n h n h k s h k s N k n τ τ

α dan

( )

( )

( )

1 ˆ

, s s o

Eλc n = λc +

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = n n s an ln ˆ

β . Untuk memperoleh ragam

dari λˆc,n

( )

s kita gunakan rumus sebagai berikut untuk n→∞.

Dengan demikian Lema 5 terbukti. ■

( )

α β

(

α β

λˆ ) ( ) ( ) 2 ,

( , s Var Var Cov

Var cn = + +

)

) (

. (26) Lema 6 : (Kekonvergenan Ragam)

Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi (5) dipenuhi dan

n h

∞ → n

hnln untuk

, maka : ∞

n

Pertama kita akan hitung nilai dari Var α dengan cara sebagai berikut. Karena hn ↓0 jika

∞ →

n , maka untuk nilai n yang cukup besar

α

merupakan penjumlahan dari peubah acak bebas. Sehingga kita peroleh

Var

(

λˆc,n

( )

s

)

→0, (25)

[

]

(

)

∞ + τ− + τ+ ∩

[ ]

= α 1 2 2

2 , 0.

1 ) (ln 4 1 ) ( n h k s h k s VarN k n h Var n n n

untuk , asalkan s adalah titik

Lebesgue bagi ∞ → n c λ .

Karena N adalah suatu proses Poisson maka ragam nya akan sama dengan nilai harapannya, sehingga persamaan di atas akan sama dengan Bukti :

(

[

]

)

∞ ∩ + τ + − τ + Ε 1 2 2

2 , 0.

1 ) (ln 4 1 n h k s h k s N k n

hn n n

[ ]

=

( )

n k

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx h n n h h k n , 0 1 ln 4 1 1 2 2

2

+ + + + ∈

− ∞ = τ τ λ

( )

n k

(

(

x s

) (

ax s k

)

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx h n n h h c k n , 0 1 ln 4 1 1 2 2

2 + + + + + + ∈

=

− ∞ = τ τ λ

( )

n k

(

(

x s

) (

a x s

)

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx h n n h h c k n , 0 1 ln 4 1 1 2 2

2 + + + + + ∈

=

− ∞ = τ λ

(

)

(

[

]

∞ = ∈ + + + n n h h k n dx n k s x I k n h a , 0 1 ln

4 2 2 1 τ

τ

)

(27)

Suku pertama ruas kanan persamaan (27) akan sama dengan

( )

n

(

(

x s

) (

a x s

)

)

k I

(

x s k

[ ]

n

)

dx h n n h h k c

n

∞ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + + + + 1 2 2

2 0,

1 ln

4

1 λ τ

( )

n

(

(

x s

) (

ax s

)

)

O dx h n n h h c

n

+ + +

= (1)

ln 4

1 2

(19)

(

(

)

) ( )

( )

(

(

)

) ( )

( )

⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + + =

− − dx O s x a h dx O s x h n h n n n n h h n h h c n n 1 2 1 1 2 1 ) (ln 2 1 2 λ

( )

ln

(

( )

1 2 1 2 O n hn =

)

( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = 2 ln 1 n h O n (28)

untuk . Suku kedua ruas kanan

persamaan (27) sama dengan

∞ →

n

[ ]

(

x s k n

)

dx I k n n h a n n h h k

n

∞ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + 1

2 0,

1 ln 1 ln 4 τ τ n n n n h h n h h n n O x n h a dx n O n h a − − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + =

ln 1 1 ln 4 ln 1 1 ln 4 2 2 τ τ

(

)

⎟⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + = 2 ln 1 ln

2h n O h n a

n n

τ (29)

untuk

n

.

Dengan menggabungkan persamaan (28) dan (29) akan diperoleh nilai dari Var(α) sebagai berikut ) ( Var α

( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = 2 ln 1 n h O

n

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + 2 ln 1 ln

2h n O h n a n n τ

(

)

⎟⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + = 2 ln 1 ln

2 h n

O n h a n n τ

( )

⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n n h O n h a n n ln 1 ln 1 ln 2 τ .

Nilai dari ( )1

ln 1

o n⎟⎠=

⎞ ⎜ ⎝

untuk n

sehingga persamaan di atas menjadi

(

)

⎟⎟⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n h o n h a Var n n ln 1 ln 2 )

(α τ (30)

untuk n→∞. Kemudian untuk

menyelesaikan suku kedua ruas kanan persamaan (26) kita gunakan hasil pada persamaan (10) dari Lema 4. Sehingga,

) (β

Var dapat ditentukan dengan cara

sebagai berikut

Varan

n n s Var ˆ ln ) ( 2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = β ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = 3 2 2 1 2

lnn n O n

n s ( ) ⎟⎟⎜⎜⎛ + ⎜⎛ ⎟⎞⎟⎟⎞ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + +

= 2 22 22 13 ln ln 2 n O n a n n n ns s

(

)

(

)

⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = + + = 2 2 2 2 2 1 ln 1 ln 2 2 ln 4 ln 2 n O n n O n a n as n n as n a

(

)

⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = n n O n a ln 1 ln 2

2 (31)

untuk n→∞. Dengan menggunakan (30) dan (31) serta pertidaksamaan Cauchy-Schwarz (Lema 1) kita akan peroleh suku ketiga ruas kanan persamaan (26) menjadi

2Cov

(

α,β

)

≤ 2 Var α Var β

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ≤ n O n h O n a n h a n n ln 1 ln 1 ln 2 ln 2 4 2 τ

(

)

(

)

1 3 2 2 1 2 1 2 1 l n 1 l n l n n n n O h n h O h n n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ = ⎟ ⎜ ⎝ ⎠ ⎜

( )

1 ln 1 o n h O

n ⎟⎟⎠

⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = n h o nln 1 (32)

untuk n→∞. Dengan menggabungkan (30), (31), dan (32) kita peroleh

( )

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n h o n h a s Var n n n c ln 1 ln 2 ˆ , τ λ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + n h o n n O n a nln 1 ln 1 1 ln 2

karena nilai dari 1 0 n ln

n

untuk maka

suku ketiga pada persamaan di atas akan tercakup pada suku kedua. Sehingga

∞ →

(

( )

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n h o n h a s Var n n n c ln 1 ln 2 ˆ , τ
(20)

untuk

n

. Karena hnlnn→∞ untuk , maka akan kita peroleh

n

Var

(

λˆc,n

( )

s

)

=o

( )

1 (34) dengan kata lain Var

(

λ

ˆc,n

( )

s

)

→0.

Berarti bukti Lema 6 telah lengkap.

Dengan demikian Lema 6 terbukti. ■

Dari Lema 5 dan Lema 6 kita peroleh , yang berarti jika

( )

s c

( )

s n

c →λ

λ

Εˆ , n

maka Ελˆc,n

( )

s −λc

( )

s →0, dan karena

( )

( )

ˆ

,

s

0

Var

λ

cn , akibatnya dengan

menggunakan definisi dari MSE (Definisi 19) akan kita peroleh

( )

(

ˆ

)

(

ˆ

( )

)

2

(

ˆ,

( )

)

0

,

, s =Var s +Bias s

MSE λcn λcn λcn

untuk n→∞.

Jadi Teorema 1 terbukti. ■

Aproksimasi Asimtotik bagi Bias, Ragam, dan MSE

Teorema 2 : (Aproksimasi Asimtotik bagi Bias)

Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi (5) dipenuhi dan

n h

c

λ

memiliki turunan kedua

c

λ

′′

berhingga pada s, dan

hn2lnn→∞ (35)

maka

,

( ) ( )

( )

2

( )

2 6 ˆ n n c c n

c h oh

s s

s =λ +λ′′ +

λ

Ε (36)

untuk n→∞.

Bukti : Berdasarkan bukti Lema 5 mengenai Ketakbiasan asimtotik maka nilai harapan dari

( )

s n c,

ˆ

λ dapat dituliskan sebagai berikut

( ) (

[

] [ ]

) n n n k n c h n h k s h k s N k n s 2 , 0 , 1 ln 1 ˆ 1 , ∩ + τ + − τ + Ε = λ Ε

∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + Ε − n n s an ln

ˆ . (37)

Dengan menggunakan persamaan (16) suku pertama persamaan (37) sama dengan

(

(

)

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx

k n s x h n n h h k c

n

∞ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∈ + + +

= 1 0,

ln 1 2 1 1 τ λ

(

x s k

)

I

(

x s k

[ ]

n

)

dx k n h a n n h h k n , 0 1 ln

2 1 + + + + ∈

+

− ∞

=

τ

τ (38)

Karena

λ

c memiliki turunan kedua pada s

maka

λ

c kontinu pada s, mengakibatkan

λ

c

terbatas disekitar s. Dengan formula Young (Lema 2), diperoleh :

( )

( )

( )

( ) ( )

( )

= − + − + = 2 1 2 ! k k k c c

c y s o y s

k s s

y λ λ

λ

untuk ys. Bila dijabarkan menjadi

( ) ( )

( )

( )

2

( )

2

! 2 !

1 y s y s oy s

s

y c c c

c − + −

′′ + − ′ + =λ λ λ

λ (39)

untuk ys.

Misalkan y=x+s, maka persamaan (39) di atas dapat ditulis menjadi

(

)

( )

( )

( )

2

( )

2

! 2 !

1 x x ox

s s

x c c c

c + ′′ + ′ + = + λ λ λ λ ,

untuk x→0. Sehingga kita dapat menuliskan

(

)

( )

( )

( )

( )

− − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ′′ + + ′ + = + n n n n h h c c c n h h c n dx x o x s x s s h dx s x h 2 2 ! 2 ! 1 2 1 2

1 λ λ λ λ

( )

( )

( )(

o

)

x dx h s dx x h s s n n n n h h n c h h n c

c

− − + ′′ + ′ + = 2 ) 1 ( 1 4 2 λ λ λ

( )

( )

( ) (

)

( )

( )

(

)

( )(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ′′ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ′ + = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ′′ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ′ + = − − 3 2 2 3 2 3 2 ) 1 ( 1 4 2 1 2 3 1 ) 1 ( 1 4 2 1 2 n n c n n n c c h h n c h h n c c h o h s h h h s s x o h s x h s s n n n n λ λ λ λ λ λ

( )

( )

2

( )

2

6 n n

c

c h oh

s

s + ′′ +

(21)

untuk . Sehingga suku pertama persamaan (38) menjadi

∞ → n

( )

( )

( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ′′ + + n O h o h s

s c n n

c ln 1 1 6 2 2 λ λ

( )

( )

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + ′′ + = n O h o h s

s c n n c ln 1 6 2 2 λ

λ (41)

untuk . Berdasarkan hasil dari suku kedua persamaan (16) dari bukti Lema 5, suku kedua persamaan (38) nilainya sama dengan ∞ → n ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n O n n s a ln 1 ln sehingga suku

pertama ruas kanan persamaan (37) akan sama dengan

( ) ( )

2

( )

2

6 n n

c

c h oh

s s+

λ

′′ +

λ

+ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n O n n s a ln 1

ln (42)

sedangkan suku kedua ruas kanan persamaan (37) sama dengan ruas kanan persamaan (24), yaitu

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + n n O n s n n n s a ln 1 ln 2 2 ln θ

θ (43)

Dengan mensubsitusikan persamaan (42) dan (43) ke dalam persamaan (37) serta menggunakan asumsi (35) diperoleh persamaan

( )

( )

( )

2

( )

2 , 6 ˆ n n c c n

c h oh

s s

s =λ +λ ′′ +

λ

Ε ,

untuk

n

.

Dengan demikian Teorema 2 terbukti. ■ Teorema 3: (Aproksimasi Asimtotik bagi Ragam)

Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi (5)

dipenuhi dan untuk

n h

n

h

n

ln

n→∞,

maka :

(

( )

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n h o n h a s Var n n n c ln 1 ln 2 ˆ , τ

λ (44)

untuk n→∞, asalkan s titik Lebesgue bagi c

λ . Bukti :

Pada dasarnya pembuktian dari Teorema 3 ini sama dengan pembuktian Lema 6 mengenai kekonvergenan ragam dimana pada pembuktian lema tersebut diperoleh persamaan (33) yaitu

(

( )

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = n h o n h a s Var n n n c ln 1 ln 2 ˆ , τ λ ,

untuk ,yang secara langsung

membuktikan juga persamaan (44) pada Teorema 3.

∞ → n

Dengan demikian Teorema 3 terbukti. ■ Teorema 4 : (Aproksimasi Asimtotik MSE) Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, serta adalah barisan bilangan real positif. Jika asumsi (5) dipenuhi dan

n

h

c

λ memiliki turunan kedua λc′′ berhingga pada s, maka :

( )

(

)

( )

(

)

4

( )

4

2 , ln 1 36 ln 2 ˆ n n n c n n c h o n h o h s n h a s MSE + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ′′ + = λ τ λ (45) untuk n→∞.

Bukti : Berdasarkan Definisi 19 maka MSE(λˆc,n( )s)=

(

bias

(

λˆc,n( )s

)

)

2+Var

(

λˆc,n( )s

)

(46)

dengan

(

( )

)

( ) ( ). Dengan

menggunakan Teorema 2 dan Teorema 3 kita peroleh

s s s

biasλˆc,n =Ελˆc,n −λc

( )

(

)

( ) ( )

6

ˆ 2 2

,n c n n

c h oh

s s

biasλ =λ′′ +

dan

( )

(

)

= +o⎜⎜h n⎟⎟n h a s Var n n n c ln 1 ln 2 ˆ , τ λ

sehingga persaman (46) di atas dapat ditulis menjadi

( )

( )

( )

4

( )

2

( ) ( )

2 4 2 2 2 2 3 36 ) ( ln 1 ln 2 6 n n n c n c n n n n c h o h o h s h s n h o n h a h o h s + ′′ + ′′ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ′′ + = λ λ τ λ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + n h o n h a n n ln 1 ln 2

τ (47)

untuk n→∞.

Karena λc memiliki turunan kedua c

λ ′′berhingga pada s, maka

( )

3 1

s

c′′ =

λ O(1)

akibatnya suku kedua pada ruas kanan persamaan (47) menjadi

( )

4

n

h

o , jika n→∞. Sehingga diperoleh persamaan (45).

Jadi Teorema 4 terbukti. ■

Penentuan Bandwidth Optimal Asimtotik Ukuran terbaik suatu penduga relatif terhadap error-nya adalah penduga dengan MSE yang minimum. Misalkan M( ) menyatakan suku

utama dari nilai

n

h

( )) ˆ ( , s

MSE , yang kita pandang

sebagai fungsi dari , yaitu

n c

λ

n

h

( )

(

( )

)

4

n 2 1 36 ln 2 c n n h s h n a h

(22)

Maka dapat dicari nilai yang meminimumkan

n

h

( )

hn

M , untuk n tetap.

Dengan membuat turunan pertama M( )hn

sama dengan nol, maka akan kita peroleh

( ) ( ( )) 0

9 ln

2

3 2

2+ ′′ =

− = ′ − n c n n h s h n a h

M τ λ

Referensi

Dokumen terkait

Semua obat tradisional jika digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hati.. Semua obat tradisional memiliki efek yang lama

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS HAKIKAT SAINS TERHAD AP PENGAMBILAN KEPUTUSAN D AN PAND ANGAN SISWA TENTANG HAKIKAT SAINS MELALUI ISU SOSIOSAINTIFIKA. Indonesia |

Dengan mempelajari munasabah akan dapat membantu seseorang dalam menafsirkan ayat-ayat Al- Qur’an secara lebih tepat dan akurat setelah diketahui hubungan

Data mengenai model struktur tegakan dan sebaran spasial diperoleh dari hasil pengukuran diameter dan kerapatan pohon dengan diameter • FP Pengukuran dilakukan pada ketiga

Hasil postes kedua kelas meningkat, hanya saja hasil postes kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan kelas kontrol, sehingga model yang efektif digunakan dalam pembelajaran

Perspektif individu mengelola karir dengan mengasumsikan bahwa karyawan memiliki kemampuan untuk menilai dan merancang prospek karir mereka sendiri dalam organisasi secara

Hasil yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik karena setiap orang menginginkan prestasi yang tinggi, baik mahasiswa, dosen, maupun orang tua hingga masyarakat.Namun

Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC