BAHAN BAHAN UNTUK TUGAS PERT 3
URUTAN ARTIKEL PAGE 1,4,7,9,12,15,17
PERBANDINGAN ANTARA SYSTEM LIFE CYCLE DENGAN SYSTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE
Perbandingan Pengertian System Life Cycle dengan System Development Life Cycle.
Pengertian System Life Cycle adalah
- Tahapan untuk menciptakan sebuah sistem komputer baru.
- Proses evolusi yang diikuti oleh pelaksanaan sistem informasi dasar-dasar atau subsistem.
- Sarana yang digunakan oleh manajemen untuk melaksanakan rencana strategis.
- Suatu sistem yang sudah dikembangkan menghadapi suatu masalah, maka perlu dikembangkan kembali suatu sistem untuk mengatasinnya.
Sedangkan Pengertian System Development Life Cycle adalah - Pengembangan sistem informasi yang berbasis computer.
- Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh analis sistem dan programmer dalam membangun sistem informasi.
- Keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa langkah. - Proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut.
- Metode yang menjamin Sistem Informasi yang dikembangkan memenuhi persyaratan dan kebutuhan dari sebuah organisasi atau perusahaan.
Untuk pembahasan sedikit mengenai perbandingan antara System Life Cycle dengan System Development Life Cycle adalah, sebagai berikut.
System Life Cycle (SLC)
SLC sering disebut dengan pendekatan air terjun (waterfall approach) bagi pengembangan dan penggunaan sistem. Dilakukan dengan strategi Top-Down Design. Beberapa SLC terdapat dalam perusahaan yang menggunakan
komputer, mungkin ada seratus atau lebih. Pada kenyataannya SLC adalah sarana yang digunakan oleh manajemen untuk melaksanakan rencana strategis. Konsep life cycle menjadikan segala sesuatu yang tumbuh, menjadi dewasa setiap waktu dan akhirnya mati. Pola ini digunakan untuk sistem dasar komputer seperti subsistem pemrosesan data atau SSD.
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini dimulai dengan mendefinisikan masalah dan dilanjutkan dengan sistem penunjukan objektif dan paksaan. Di sini sistem analis memimpin studi yang mungkin terjadi dan mengemukakan pelaksanaannya pada manajer.
2. Tahap Analisis
Tahapan ini mempunyai tugas penting yaitu menunjukkan kebutuhan pemakai informasi dan menentukan tingkat penampilan sistem yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Tahap ini meliputi penetapan jangkauan proyek, mengenal resiko, mengatur rangkaian tugas, dan menyediakan dasar untuk control.
3. Tahap Desain
Tahap Desain ini meliputi penentuan pemrosesan dan data yang dibutuhkan oleh sistem yang baru, dan pemilihan konfigurasi terbaik dari hardware yang
menyediakan desain. Desain system adalah ketentuan mengenal proses dan data yang dibutuhkan oleh sistem yang baru.
4. Tahap Pelaksanaan / Implementasi
Tahap ini melibatkan beberapa spesialis informasi tambahan yang mengubah desain dari bentuk kertas menjadi satu dalam hardware, software, dan data. Pelaksanaan adalah penambahan dan penggabungan antara sumber-sumber secara fisik dan konseptual yang menghasilkan pekerjaan sistem.
5. Tahap Pemakaian / Penggunaan
Selama tahap penggunaan, audit memimpin pelaksanaannya untuk menjamin bahwa sistem benar-benar dikerjakan, dan pemeliharaannya pun dilakukan sehingga sistem dapat menyediakan kebutuhan yang diinginkan. Dari kelima tahap di atas, empat fase di awal disediakan untuk dikembangkan, jadi metode yang ada didalamnya dapat berkembang sesuai zaman. Sedangkan tahap yang terkahir tidak untuk dikembangan, hanya sebagai pelaksanaannya saja.
Tanggung Jawab Eksekutif Ketika sistem memiliki nilai strategis atau mempengaruhi seluruh organisasi, direktur utama atau komite eksekutif mungkin memutuskan untuk mengawasi proyek pengembangannya. Ketika lingkup sistem menyempit dan folusnya lebih operasional kemungkinan besar kepemimpinan akan dipegang oleh eksekutif tingkat yang lebih rendah, seperti wakil direktur utama, direktur bagian administrasi, dan CIO.
Komite Pengarah SIM (steering committee MIS – SC MIS) Banyak perusahaan membuat suatu komite khusus, di bawah tingkat komite eksekutif, yang
bertanggung jawab atas pengawasan seluruh proyek sistem. Jika tujuan komiter tersebut adalah memberikan petunjuk, pengarahan dan pengendalian yang berkesinambungan, dalam rangka penggunaan sumber daya komputer perusahaan maka komite tersebut dinamakan Komite Pengarah SIM. Komite Pengarah SIM melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu :
1. menetapkan kebijakan
2. menjadipengendalikeuangan 3. menyelasaikan pertentangan Keuntungan yang dicapai :
- semakin besar kemungkinan komputer akan digunakan untuk mendukung pemakai di seluruh perusahaan.
- Semakin besar kemungkinan proyek-proyek komputer akan mempunyai perencanaan dan pengendalian yang baik.
Kepemimpinan Proyek Komite pengarah SIM yang terlibat langsung dengan rincian pekerjaan, tanggung jawabnya ada pada Tim Proyek. Tim proyek
mencakup semua orang yang ikut serta dalam pengembangan sistem berbasis komputer. Kegiatan tim tersebut diarahkan oleh seorang Pemimpin Proyek yang memberikan pengarahan selama proyek berlangsung. Tidak seperti komite pengarah SIM, tim proyek tidak berkelanjutan dan biasanya dibubarkan ketika penerapan sistem telah selesai.
Terdapat 3 jenis metode siklus hidup sistem yang paling banyak digunakan, yakni:
1. siklus hidup sistem tradisional (traditional system life cycle),
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Klasisk.
Pendekatan klasik (classical approach) yang disebut juga pendekatan tradisional atau (classical approach) pendekatan konvensional adalah pendekatan
mengembangkan sistem yang mengikuti tahapan di system life cycle tanpa di bekali alat dan teknik yang memadai.
Metodologi pendekatan klasik mengembangkan sistem dengan mengikuti tahapan-tahapan di systems life cycle.Pendekatan ini menekankan bahwa pengembangan sistem akan berhasil bila mengikuti tahapan di systems life cycle.Akan tetapi sayangnya, didalam praktek, hal ini tidaklah cukup, karena pendekatan ini tidak memberikan pedoman lebih lanjut tentang bagaimana melakukan tahapan-tahapan tersebut dengan terinci karena pendekatan ini tidak dibekali dengan alat-alat dan teknik-teknik yang memadai.Karena sifat dari sistem informasi sekarang menjadi lebih kompleks, pendekatan klasik tidak cukup digunakan untuk mengembangkan suatu sistem informasi yang sukses dan akan menimbulkan beberapa permasalahan.
permasalahan yang dapat timbul di pendekatan klasik antara lain adalah sebagai berikut :
1.Pengembangan Perangkat Lunak Akan Menjadi Sulit.
Pendekatan klasik kurang memberikan alat-alat dan teknik-teknik di dalam mengembangkan sistem dan sebagai akibatnya proses pengembangan perangkat lunak menjadi tidak terarah dan sulit untuk dikerjakan oleh pemrogram.
Lain halnya dengan pendekatan terstruktur yang memberikan alat-alat seperti diagram arus data (data flow diagram), kamus data (data dictionary), tabel keputusan (decision table), diagram HIPO dan bagan terstruktur (structured chart) dan lain sebagainya yang memungkinkan pengembangan perangkat lunak lebih terarah berdasarkan alat-alat dan teknik-teknik tersebut.
2.Biaya perawatan atau pemeliharaan sistem akan menjadi lebih mahal. Biaya pengembangan sistem yang termahal adalah terletak di tahap
perawatannya. Mahalnya biaya perawatan di pendekatan klasik ini disebabkan karena dokumentasi sistem yang dikembangkan kurang lengkap dan kurang terstruktur.Karena pendekatan klasik kurang didukung dengan alat-alat dan teknik-teknik, maka dokumentasi menjadi tidak lengkap dan walaupun ada tetapi strukturnya kurang jelas, sehingga pada waktu pemeliharaan sistem menjadi kesulitan.
Pendekatan klasik tidak menyediakan kepada analis sistem cara untuk melakukan pengetesan sistem, sehingga kemungkinan kesalahan-kesalahan sistem akan menjadi lebih besar. Berbeda dengan pendekatan terstruktur yang pengembangan sistemnya dilakukan dalam bentuk modul-modul yang
terstruktur. Modul-modul ini akan lebih mudah dites secara terpisah dan kemudian pengetesan dapat dilakukan pada integrasi semua modul untuk
meyakinkan bahwa interaksi antar modul telah berfungsi semestinya dan sesuai dengan yang diharapkan.
4.Keberhasilan sistem kurang terjamin.
Pendekatan klasik kurang melibatkan pemakai sistem dalam pengembangan sistem, maka kebutuhan-kebutuhan pemakai sistem menjadi kurang sesuai dengan yang diinginkan dan sebagai akibatnya sistem yang diterapkan menjadi kurang berhasil.
5. Masalah dalam penerapan sistem
Karena kurangnya keterlibatan pemakai sistem dalam tahapan pengembangan sistem, maka pemakai sistem hanya akan mengenal system yang baru pada tahap diterapkan saja.Sebagai akibatnya pemakai system akan menjadi kaget dan tidak terbiasa dengan sistem baru yang tiba-tiba dikenalkan. Sebagai akibat lebih lanjut, pemakai sistem akan menjadi frustasi karena tidak dapat
mengoperasikan sistem dengan baik.
2.2. Pendekatan Terstruktur (Structured Approach)
Karena banyak terjadi permasalahan di pendekatan klasik, maka kebutuhan akan pendekatan pengembangan system yang lebih baik mulai terasa
dibutuhkan.Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan pengembangan sistem yang baru yang dilengkapi beberapa alat dan teknik supaya berhasil. Pendekatan yang dimulai dari awal tahun 1970 ini disebut pendekatan terstruktur.
Pendekatan terstruktur (structured approach) dilengkapi dengan alat-alat dan teknik-teknik yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga hasil akhir dari sistem yang dikembangkan akan didapatkan sistem yang
strukturnya didefinisikan dengan baik dan jelas. Beberapa metodologi
pengembangan sistem yang terstruktur telah banyak yang diperkenalkan baik dalam buku-buku, maupun oleh perusahaan-perusahaan konsultan pengembang sistem. Metodologi ini memperkenalkan penggunaan alat-alat dan teknik-teknik untuk mengembangkan sistem yang terstruktur.
Pendekatan terstruktur pendekatan yang dimulai dari awal tahun ini disebut pendekatan terstruktur (structured approach). Pendekatan terstruktur dilengkapi dengan alat dan teknik yang dibutuhkan dalan pengembangan sistem sehingga hasil akhir dari sistem yang di kembangkan menghasilkan sistem yang
terstruktur didefenisikan dengan baik.
Konsep pengembangan sistem terstruktur bukan merupakan konsep yang baru.teknik perakitan dipabrik dan perancangan sirkuit untuk alat elektronik adalah dua contoh konsep ini yang banyak di gunakan didalam industri.melalui pendekatan struktur,permasalahan-permasalahan yang kompleks didalam organisasi dapat dipecahkan dan hasil sistem akan mudah di
baik,tepat pada waktunya,sesuai dengan agaran biaya pengembangannya dapat meningkatkan produktifitas,dan kulitasnya akan lebih baik (bebas kesalahan). Keuntungan dari pendekatan terstruktur:
Mengurangi kerumitan masalah (reduction of complexity). Konsep mengarah pada sistem yang ideal (focus on ideal). Standarisasi (standardization).
Orientasi ke masa datang (future orientation).
Mengurangi ketergantungan pada disainer (less reliance on artistry). 2.3. Pendekatan Bottom Up dan Top Down
Pendekatan bawah-naik (bottom-up approach) dimulai dari level bawah
organisasi, yaitu level operasional di mana transaksi dilakukan. Pendekatan ini dimulai dari perumusan kebutuhan untuk menangani transaksi dan naik ke level atas dengan merumuskan kebutuhan informasi berdasarkan transaksi tersebut. Pendekatan ini juga merupakan cirri pendekatan klasik. Bila digunakan pada tahap analisis sistem disebut data analysis, karena yang menjadi tekanan adalah data yang akan diolah lebih dulu. Informasi yang akan dihasilkan menyusul mengikuti datanya.
Pendekatan atas-turun (top-down approach) dimulai dari level atas organisasi, yaitu level perencanaan strategi. Pendekatan ini dimulai dengan mendefinisikan sasaran dan kebijaksanaan organisasi. Langkah selanjutnya dari pendekatan ini adalah melakukan analisis kebutuhan informasi. Setelah kebutuhan informasi ditentukan maka selanjutnya proses turun ke pemrosesan transaksi, yaitu penentuan output, input, basis data, prosedur operasi, dan kontrol.
Metodelogi Rational Unifed Process
Merupakan produk perangkat lunak yang dikembangkan oleh Rational Software (2003). Produk ini memuat pengetahuan yang bertautan dengan artefak
sederhana disertai dengan deskripsi detail yang dari beragam aktivitas.
Pada RUP ini didefenisikan ada empat (4) fase siklus proyek yang mirip dengan dengan pendekatan air terjun. Visualisasi dari fase RUP berikut dengan sumbu waktu dinamakan sebagai Grafik RU
Fase Insepsi
Objektif primer adalah untuk membatasi sistem dengan cukup sebagai dasar untuk memvalidasi biaya awal dan penganggaran. Pada fasa ini, ditentukan kasus bisnis yaitu: konteks bisnis, faktor sukses (perkiraan pendapatan, pengenalan ke pasar, dll.), dan perkiraan finansial. Sebagai pelengkap kasus bisnis adalah model penggunaan, perencaan proyek, penilaian risiko tahap awal, dan deskripsi proyek disusun.
Fase Elaborasi
Objektif primer adalah untuk memitigasi risiko kunci yang diidentifikasi dari analisis hingga akhir fase. Fasa elaborasi merupakan fase saat proyek mulai terlihat bentuknya. Pada fase ini, masalah analisis domain dibuat dan arsitektur proyek mulai mendapatkan bentuk dasarnya.
Fase Konstruksi
Objektif primer adalah untuk membangun sistem perangkat lunak. Fase ini fokus pada pengembangan komponen dan fitur lain dari sistem. Pada fase inilah saat banyak dilakukan pengkodean. Pada proyek yang lebih besar, beberapa iterasi konstruksi dikembangkan sebagai usaha untuk memecah kasus penggunaan menjadi segmen terkelola yang menunjukkan purwarupa.
Fase Transisi
Objektif primer adalah sebagai perantara sistem dari pengembangan ke
produksi, yang tersedia untuk pengguna akhir. Aktivitas dalam fase ini termasuk pelatihan kepada pengguna akhir dan pengelola sistem dan pengujian beta untuk memvalidasi terhadap harapan pengguna akhir.
Metodelogi Critical Chain
Critical Chain Project Management (CCPM) adalah suatu metode penjadwalan baru yang dapat menjadi suatu alternatif baru sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Sebenarnya CCPM tidak semata-mata melakukan penjadwalan proyek seperti yang dilakukan oleh CPM / PERT tetapi juga melakukan pendekatan manajemen. Semua ini bisa ditempuh dengan cara menghilangkan multitasking, student syndrome, parkinsons law serta memberi buffer di waktu akhir proyek. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode CCPM tersebu.
Contoh penerapan metodelogi ini bisa dilihat pada proyek The Grove
Metode RUP (Rational Unified Process)
RUP, singkatan dari Rational Unified Process, adalah suatu kerangka kerja proses pengembangan perangkat lunak iteratif yang dibuat oleh Rational Software, suatu divisi dari IBM sejak 2003. RUP bukanlah
suatu proses tunggal dengan aturan yang konkrit, melainkan suatu kerangka proses yang dapat diadaptasi dan dimaksudkan untuk disesuaikan oleh organisasi pengembang dan tim proyek perangkat lunak yang akan memilih elemen proses sesuai dengan kebutuhan mereka.
Language(UML). Melalui gambar dibawah dapat dilihat bahwa RUP memiliki, yaitu:
Dimensi pertamadi gambarkan secara horizontal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek dinamis dari pengembangan perangkat lunak. Aspek ini dijabarkan dalam tahapan pengembangan atau fase. Setiap fase akan memiliki suatu major
milestoneyang menandakan akhir dari awal dari phase selanjutnya. Setiap phase dapat berdiri dari satu beberapa iterasi. Dimensi ini terdiri atas Inception,
Elaboration, Construction, dan Transition.
Dimensi kedua digambarkan secara vertikal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek statis dari proses pengembangan perangkat lunak yang dikelompokkan ke dalam beberapa disiplin. Proses pengembangan perangkat lunak yang dijelaskan
kedalam beberapa disiplin terdiri dari empat elemen penting, yakni who is doing, what, howdan when.
Dimensi ini terdiri atas:
Business Modeling, Requirement, Analysis and Design, Implementation, Test, Deployment, Configuration dan Change Manegement, Project
Management, Environtment.
Pada penggunaan kedua standard tersebut diatas yang berorientasi obyek (Object Oriented) memiliki menfaat yakni:
1. improve productivity
standard ini dapat memanfaatkan kembali komponen-komponen yang telah tersedia/dibuat sehingga dapat meningkatkan produktifitas.
2. Deliver hight quality system
kualltas sistem dapat informasi dapat ditingkatkan sebagai sistem yang telah dibuat pada komponen-komponen yang telah teruji (well -tested dan well -proven) sehingga dapat mempercepat delivery sistem informasi yang telah dibuat dengan kualitas yang tinggi.
3. Lower maintenance cost
Standard ini dapat membantu untuk meyakinkan dampak perubahan yang teralokasi dan masalah dapat dengan mudah terdeteksi sehingga hasilnya biaya pemeliharaan dapat dioptimalkan atau lebih rendah dengan pengembangan informasi tanpa standar yang jelas.
Standard ini memiliki kamampuan yang mengembangkan komponen-komponen yang dapat digunakan kembali untuk pengembangan aplikasi yang lainnya.
5. Manage complexity
Standard ini mudah untuk mengatur dan monitor semua proses dari semua tahapan yang ada sehingga suatu pengembangan sistem informasi yang amat kompleks dapat dilakukan dengan aman sesuai dengan harapan semua manager proyek IT/IS yakni deliver good quality software within cost and schedule time and the users accepted.
Peran Use Case Pada Setiap Fase 1. inception
Menolong mengembangkan scope proyek
Menolong menetapkan penjadwalan dan anggaran 2. Elaboration
Menolong dalam melakukan analisa resiko
Menolong mempersiapkan fase berikutnya yaitu konstruksi 3. Construction
Melakukan sederetan iritasi
Pada setiap iterasi akan melibatkan proses berikut: analisa desain, implementasi dan testing
4. Transition
Membuat apa yang sudah dimodelkan menjadi suatu produk jadi Dalam fasi ini dilakukan:
a. Beta dan performance testing
b. Membuat dokumentasi tambahan seperti: training, user guide dan sales kit
c. Membuat rencana peluncuran produk ke komunitas pengguna
Penerapan Tahapan Metodologi Pengembangan Lunak dengan Menggunakan RUP (Contoh Kasus)
Metodologi Rational Unified Process (RUP).Metode RUP merupakan metode pengembangan kegiatan yang berorientasi pada proses. Dalam metode ini, terdapat empat tahap pengembangan perangkat lunak yaitu:
Pada tahap ini pengembang mendefinisikan batasan kegiatan, melakukan analisis kebutuhan user , dan melakukan perancangan awal perangkat lunak (perancangan arsitektural dan user case). Pada akhir fase ini, prototipe perangakat lunak versi Alpha harus sudah dirilis.
2. Elaboration
Pada tahap ini dilakukan perancangan perangkat lunak mulai dari menspesifikan fitur perangkat lunak hingga perilisan prototipe versi Betha dari perangkat lunak. 3.Contruction
Pengimplentasian rancangan perangkat lunak yang telah dibuat dilakukan pada tahap ini. Pada akhir tahap ini, perangkat lunak versi akhir yang sudah disetujui administrator dirilis beserta dokumentasi perangkata lunak.
4.Transition
Instalasi, deployment dan sosialisasi perangkat lunak dilakukan pada tahap ini.
Gambar Arsitektur Rational Unified Process Berikut langkah – langkah Workflow pada RUP : 1. The Business Modeling Workflow
Didalamnya termasuk identifikasi langsung area dan permasalahan untuk redesign atau reengineering, identifikasi aturan bisnis, dsb., bergantung pada pengembangan yang diajukan. Objek dari workflow ini sama dengan metodologi lainnya, tapi pada RUP teknik yang sama digunakan sebagai stage selanjutnya dalam pengembangan, jadi meyakinkan proses end to end dan bahwa setiap orang berbicara dalam bahasa yang sama.
Fase-fase yang terlibat dalam business modeling :
• Inception : pertama kalinya business modeling dideklarasikan dan difenisikan. • Elaboration : peninjauan kembali terhadap requirement bisnis untuk
meminimalisasikan terjadinya perubahan pada tahap selanjutnya yaitu construction.
• Construction : penerapan dari business modeling yang telah terdefinisi dalam bentuk coding.
2. The Requirements Workflow
Objek pada tahap ini menyusun sistem apa yang seharusnya ada dan mengapa perlu dibuat, mendefinisikan batas dari sistem, melihat kemungkinan ancaman keamanan serta bagaimana cara penanggulangannya, dan mengestimasi biaya dan skala waktu yang rumit. Visi dari sistem dibangun yang kemudian
diterjemahkan kedalam use case model dengan tambahan spesifikasi kebutuhan. Baik kebutuhan fungsional dan nonfungsional dikumpulkan dan dianalisis.
Kebutuhan user dan stakeholder serta fitur high-level didefinisikan dan kemudian diubah kedalam specific software requirements.
Fase-fase yang terlibat antara lain :
• Inception : requirement dari software pertama kali dibahas. Lebih terfokus pada requirement pengembangan software yang akan dipakai.
• Elaboration : mengurangi / meninjau kembali requirement dari software, dan dimungkinkan terjadi pergantian requirement dalam software yang akan dikembangkan.
• Construction : perwujudan requirement yang ada dalam bentuk coding dari software yang dikembangkan beserta pengujian apakah software sudah memenuhi requirement awal.
• Transition : bisa aja requirement dalam fase ini berupa requirement dari end users untuk menambah aplikasi software, atau mungkin perawatan software, atau mungkin yang lain juga
3. The Analysis and Design Workflow
Pada tahap ini requirements dari tahap dua diubah kedalam implementation spsecification. Analisis meyakinkan bahwa functional requirements ditemukan, secara khusus mengabaikan requirements nonfungsional dan run-time
environment. Desainnya mengambil output dari analisis dan
mengadaptasikannya kedalam pembatasan arsitektur dan requirements nonfungsional. Meliputi aktivitas mendefinisikan dan penyaringan arsitektur, menganalisa perilaku, desain komponen dan desain database.
Fase-fase yang terlibat :
Inception : analysis dan design udah mulai dibahas dengan adanya pembahasan tentang business modeling dan requirement tentu aja.
Elaboration : fase inilah yang menjadi pusat perkembangan dari analysis dan design. Selain karna emang segala macem domain, scope project,
peninjauankembali terjadi di fase ini. Hampir bisa depastikan bahwa perancangan dan analisa dibakukan pada fase ini.
Construction : dari design-lah project dikembangkan dalam bentuk coding. Transition : bisa aja requirement dalam fase ini berupa requirement dari end users untuk menambah aplikasi software
4. The Implementation Workflow
Workflow meng-convert desain ke dalam implementasi. Kegiatannya meliputi merencanakan proses, mengkonversikan kelas dan objek dari tahap tiga ke dalam komponen, menguji komponen individual, dan membangun versi operasional dari sistem, dikenal sebagai ‘the builds’.
Fase-fase yang terlibat :
memuat implementasi dari perkembangan perencanaan arsitektural dan sebagainya.
Construction : dari nama fase ini, construction alias konstruksi, tentu aja jelas dapat diambil kesimpulan, bahwa pada fase ini-lah implementasi terhadap rancangan software dan sebagainya diterapkan.
Transition : implementasi yang terjadi pada tahap ini adalah penyerahan
software terhadap end users dan implementasi pada penerapan aplikasi software yang telah dikembangkan .
5. The Test Workflow
Tahap ini menguji dan memverifikasi interaksi komponen, semua requirements-nya telah diimplementasikan, dan kualitas produk yang telah dikembangkan dari ketiadaan kerusakan dan kemampuan untuk mencapai tujuan.
Fase-fase yang terlibat :
Inception : dalam fase ini testing dilakukan apabila moeling bisnis dan
requirement telah teridentifikasi. Testing dilakukan dengan tujuan menghasilkan kesepakatan antara end users dengan developer.
Elaboration : testing di sini merupakan testing setelah use case
diimplementasikan, masih seputar tercapainya kesepakatan antara end users dengan developer.
Construction : testing kebanyakan dilakukan di akhir fase construction, karena setelah penyelesaian program-lah, testing baru dilaksanakan.
Transition : testing dilakukan sebelum penyerahan software kepada end users dengan keadaan yang sebenarnya.
6. The Deployment Workflow
Tahap ini menyebarkan software yang telah selesai kepada user dan meliput: • Menguji software dalam setting operasional
• Training the end users
• Migrasi dari software yang sudah ada • Pengemasan software
• Meng-install software Fase-fase yang terlibat :
Elaboration : mulailah pengembangan tentang realitas dari software itu akan seperti apa dalam fase ini.
Construction : dalam fase ini pengembangan software secara nyata terjadi dengan adanya coding.
Transition : fase yang paling berpengaruh karena adanya penyerahan software dari developer kepada end users.
7. The Configuration and Change Management Workflow
Tahap ini menjalankan dan merawat integritas dari proyek. Kegiatannya meliputi memonitor dan mengatur perubahan permintaan, perubahan biaya, dan tetap mengontrol berbagai versi produk dan artifact. Juga meliputi manajemen konfigurasi hardware dan software.
Fase-fase yang terlibat :
Inception : terjadi diskusi mengenai konfigurasi dari system software yang diinginkan.
Construction : dalam fase inilah akan terlihat jelas penerapan dari konfigurasi yang telah ditentukan, dan mungkin tidaknya konfigurasi yang diinginkan terpenuhi.
Transition : konfigurasi yang ada adalah mengenai konfigurasi system dalam keadaan yang sesungguhnya.
8. The Project Management Workflow
Tahap ini menyediakan framework untuk memanajemen software dan
memanajemen resiko. Tahap ini juga menyediakan pedoman untuk planning, staffing, monitoring dan secara umum menunjukan manajemen proyek. Semua fase di sini di gunakan.
9. The Environment Workflow
Tahap ini menjelaskan tentang mendukung proyek dengan proses yang relevan, metode-metode, dan tools dalam organisasi.
Semua fase di sini di gunakan.
Tools yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak ini adalah 1. Komputer
2. Papan tulis 3. Alat tulis 4. Note book 5. Dll.
BAB 2
PENGENALAN CCPM
( CRITICAL CHAIN PROJECT MANAGEMENT )
berbedabeda
pula. Critical Chain Project Management menjadi salah satu jalan
keluar dalam membantu memanajemen proyek. CCPM adalah turunan dari manajemen CPM ( Critical Path Management ).
Critical Chain Project Management atau dikenal juga sebagai Metode Rantai Kritis adalah metode perencanaan dan pengolahan proyek yang menekankan
pada sumber daya ( sik dan manusia ) yang diperlukan dalam rangka melakukan tugas-tugas proyek. Tujuan dari penggunaan CCPM dalam menyelesaikan
proyek adalah untuk meningkatkan tingkat throughput atau tingkat penyelesaian proyek. Sebuah aplikasi dari Teori Kendala (TOC) untuk proyekproyek.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat throughput (atau
tingkat penyelesaian) proyek dalam suatu organisasi. Menerapkan tiga pertama dari lima langkah fokus dari TOC, kendala sistem untuk semua proyek
yang diidentikasi sebagai sumber daya. Untuk mengeksploitasi kendala, tugas pada rantai kritis diberikan prioritas di atas semua kegiatan lainnya. Akhirnya, proyek yang direncanakan dan dikelola untuk memastikan bahwa sumber daya yang siap ketika tugas rantai kritis harus mulai, mensubordinasi semua sumber daya lain untuk rantai kritis.
Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani meratakan
Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidenti kasi sebagai rantai kritis. Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan
sumber daya harus dilakukan di seluruh proyek. Namun, cukup sering untuk mengidentikasi (atau pilih) a "drum" tunggal sumber daya-sumber daya yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan ketersediaan sumber daya tunggal itu.
CCPM metode baru dalam revolusi cara berkir yang dapat digunakan
untuk menentukan bagaimana mengurangi / mempercepat pengerjaan proyek dan meningkatkan kemampuan penjadwalan dan budget yang telah ditentukan. Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa pengalaman manager
projek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya. Aplikasi atau software CCPM memerlukan software khusus yang sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar. Sebagai bukti, beberapa organisasi mengingat dengan baik pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur. Oleh sebab itu, kehati-hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM sangat
berpotensi untuk membawa peningkatan perintah yang siknikan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
1. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya.
2. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
(diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
4. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan esien.
Perbedaan antara CPPM dan CPM
Beberapa contoh proyek yang berhasil dimana pengerjaan proyeknya menggunakan
metode CCPM :
ˆ Sebuah pabrik semikonduktor besar menyelesaikan pembangunan pabrik baru di 13 bulan (dibandingkan dengan patokan mereka dari 29 bulan) saat pertemuan spec dan tinggal dalam 4% dari anggaran konvensional. ˆ Sebuah kecil pengembang perangkat lunak CCPM diterapkan untuk dua Proyek penting yang tak berdaya di belakang jadwal. Untuk heran semua orang, mereka disampaikan kedua proyek tepat waktu.
ˆ Sebuah perusahaan telekomunikasi besar diterapkan pendekatan dan menyadari pengurangan yang luar biasa pada saat pengembangan produk. Perusahaan ini sekarang memiliki ratusan manajer proyek menggunakan metode Rantai Kritis.
Pendekatan yang sering dipakai adalah yang berdasarkan fase (phases) karena pendekatan
maupun besar. Berdasarkan pendekatan tradisional ini ada urutan yang harus dilalui dalam
manajemen proyek sejak dimulai sampai selesai.
Tahap-tahap dalam urutan ini adalah sebagai berikut : Fase inisialisasi, Fase perencanaan
atau perancangan, Fase pelaksanaan atau produksi, Sistem pengawasan dan pengendalian dan
Fase penyelesaian.
Meskipun tahap-tahap ini saling berurut tetapi tidak semua proyek harus melalui semua
tahapan, bahkan ada proyek yang harus melalui tahap 2, 3 dan 4 beberapa kali. Setiap fase
akan memberikan hasil (deliverable) yang akan menjadi input bagi fase berikutnya.
Pendekatan ini juga selaras dengan siklus pengembangan software (SDLC), yakni the waterfall
model yang juga merupakan urutan dari satu tahap ke tahap lain secara linier. Selain itu,
dalam penerapan metodologi ini, banyak organisasi atau perusahaan yang menerapkan
Rational Unified Process (RUP) yang dikembangkan oleh Rational(R) Software.
[image:18.595.72.278.551.691.2]Macam – macam metodologi dalam manajemen proyek antara lain : 1. Metodologi Tradisional
Gambar 1.4 Metodologi Tradisional
beberapa fase yaitu
inisialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan fase akhir. Pada bagian ini akan
dibahas mengenai hal tersebut secara rinci. • Fase Inisialisasi
Pada fase ini merupakan fase dalam hal studi kelayakan. Dimana dalam studi kelayakan terdapat beberapa langkah yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah analisis kebutuhan (requirements analysis), karena kelayakan dari proyek sistem informasi didasarkan atas hasil dari requirements analysis ini. Hasil studi kelayakan kemudian disusun dalam bentuk proposal proyek untuk kemudian diajukan ke stakeholder.
• Fase Perencanaan
Pelaksanaan fase ini lebih melibatkan tim pelaksana proyek, meskipun pihak lain, seperti steering comittee tetap melaksanakan fungsi pengendalian dari luar. Meskipun dari fase sebelumnya telah ada requirements analysis, tetapi untuk menghasilkan rencana dan
desain pengembangan sistem informasi maka diperlukan analisis yang lebih detail.
Dalam fase ini sering terjadi revisi terhadap hasil analisis. Hal ini umum terjadi karena mungkin saja informasi yang didapatkan dari satu departemen dengan departemen yang lain saling bertentangan atau bahkan tidak saling berhubungan akibat dari buruknya arus kerja atau work flow dan standard operating procedure (SOP) organisasi atau perusahaan tersebut.
• Fase Pelaksanaan atau Pengembangan
Dalam fase ini aktivitas yang dilakukan adalah melaksanakan tugas-tugas yang telah didefinisikan dalam fase sebelumnya untuk
menghasilkan software sesuai requirements.
Aktivitas dalam lingkup manajemen proyek sistem informasi adalah : - Pemrograman (Development) - Quality assurance (QA)
- Testing - Dokumentasi
Umumnya fase ini dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding fase lain. Berbeda dengan fase lain, fase ini juga menghasilkan produk berupa software yang nantinya akan digunakan oleh klien, yang artinya akan digunakan oleh pihak di luar tim
pelaksana proyek. Oleh karena itu, dalam proyek sistem informasi yang besar dan kompleks, aktivitas testing dan QA harus ada.
• Sistem Pengawasan dan Kontrol
Fase ini terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk observasi pelaksanaan proyek untuk menghindari potensi masalah yang bisa segera diidentifikasi dan jika diperlukan, tindakan koreksi dapat segera dilakukan. Manfaatnya adalah kinerja proyek dapat diamati dan
terhadap rencana dandesain dapat segera diantisipasi. Pengawasan dan pengendalian terdiri dari :
- Mengukur aktivitas proyek yang tengah dilaksanakan (menentukan posisi pelaksanaan proyek saat ini).
- Mengawasi variabel (biaya, waktu, sumberdaya dan sebagainya) proyek terhadap rencana dan desain yang telah disepakati (posisi yang seharusnya dicapai).
- Identifikasi tindakan korektif jika terjadi penyimpangan (mengembalikan ke posisi yang seharusnya).
- Mengarahkan pengendalian terpusat agar hanya setiap perubahan terhadap rencana proyek yang telah disetujui saja yang bisa
diimplementasikan. • Fase Akhir
Dalam fase ini proyek telah memasuki tahap akhir di mana produk software telah diinstalasikan, dioperasikan, dan dimanfaatkan oleh klien.
Ada dua aktivitas yang dilakukan dalam fase ini yaitu : - Penutupan proyek.
- Memasuki masa maintenance yang dapat dilanjutkan dengan kontrak baru. Maintenance penting mengingat produk software tidak bisa 100% bebas dari kemungkinan error atau bugs.
2. Rational Unified Process
RUP (Relational Unified Process) adalah proses rekayasa software dengan pendekatan alokasi tugas-tugas dan tanggung jawab dalam organisasi pengembangan software. Tujuannya adalah
untuk memastikan software yang dihasilkan berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan klien dengan jadwal dan anggaran yang telah ditentukan.
Cara RUP meningkatkan produktivitas tim yang terlibat adalah dengan menyediakan untuk setiap anggota, akses pada knowledge base dengan petunjuk, template, dan alat bantu untuk
mendukung aktivitas penting dalam pengembangan software. Knowledge base ini berisi pengalaman-pengalaman terbaik yang terbukti berhasil (best practices), yaitu :
a. Pengembangan sofware secara iteratif. d. Model software secara visual.
Gambar 1.1 RUP Workflow (Relational Unified Process)
Walaupun dalam prosesnya tetap melalui tahap-tahap sebagaimana siklus hidup manajemen proyek, tetapi dalam setiap fasenya selalu dilakukan peninjauan ulang terhadap setiap deliverables
yang dihasilkan masing-masing fase agar tercapai kualitas yang diinginkan dan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi secara dinamis. Untuk melakukannya dibutuhkan
knowledge base yang dapat diakses oleh setiap anggota tim yang berkepentingan, yang juga dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya knowledge base tersebut. Dengan demikian hasil akhir proyek adalah produk yang berkualitas dan memberikan manfaat yang memuaskan semua pihak.
3. Critical Chain Project Management
Setiap proyek atau usaha memerlukan seseorang atau sebuah
organisasi untuk memanajemen tugas-tugas yang berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan. Setiap proyek memiliki waktu
penyelesaian masing-masing, biaya masing-masing, sumber daya yang berbeda-beda dan kenadala yang berbedabeda pula. Critical Chain Project Management menjadi salah satu jalan
keluar dalam membantu memanajemen proyek. CCPM adalah turunan dari manajemen CPM ( Critical Path Management ).
Critical Chain Project Management atau dikenal juga sebagai Metode Rantai Kritis adalah metode perencanaan dan pengolahan proyek yang menekankan pada sumber daya ( sik dan manusia ) yang diperlukan dalam rangka melakukan tugas-tugas proyek. Tujuan dari penggunaan CCPM dalam menyelesaikan proyek adalah untuk
meningkatkan tingkat throughput atau tingkat penyelesaian proyek. Sebuah aplikasi dari Teori Kendala (TOC) untuk proyekproyek.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat throughput (atau tingkat penyelesaian) proyek dalam suatu organisasi. Menerapkan tiga
pertama dari lima langkah fokus dari TOC, kendala sistem untuk semua proyek yang diidenti kasi sebagai sumber daya. Untuk mengeksploitasi kendala, tugas pada rantai kritis diberikan prioritas di atas semua kegiatan lainnya.
Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani
meratakan Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidenti kasi sebagai rantai kritis. Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan sumber daya harus dilakukan di seluruh proyek. Namun, cukup sering untuk mengidenti kasi (atau pilih) a "drum" tunggal sumber daya-sumber daya yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan ketersediaan sumber daya tunggal itu.
CCPM metode baru dalam revolusi cara ber kir yang dapat
digunakan untuk menentukan bagaimana mengurangi / mempercepat pengerjaan proyek dan meningkatkan kemampuan penjadwalan dan budget yang telah ditentukan.
Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa pengalaman
manager projek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya. Aplikasi atau software CCPM memerlukan software khusus yang
sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar.
Sebagai bukti, beberapa organisasi mengingat dengan baik
pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur.
Oleh sebab itu, kehati-hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM
sangat berpotensi untuk membawa peningkatan perintah yang sikni kan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
1. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya.
2. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
3. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade
o (pertukaran waktu dengan biaya yang e sien) dan crash
program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan
tambahan biaya lembur.