• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi fumigasi berbahan aktif amonia terhadap kayu nangka, angsana, dan petai dari serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi fumigasi berbahan aktif amonia terhadap kayu nangka, angsana, dan petai dari serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA

TERHADAP KAYU NANGKA, ANGSANA, DAN PETAI DARI

SERANGAN RAYAP TANAH

Coptotermes curvignathus

Holmgren

DINDA NURMAWAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

1

Kata Kunci : keawetan kayu, fumigasi, rayap tanah, mortalitas

RINGKASAN

Dinda Nurmawan. E24062361. Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Dibimbing oleh Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana, S.Hut., M.Si

Penggunaan kayu bagi sebagian besar masyarakat masih sangat umum digunakan sebagai bahan bangunan dan industri. Namun, saat ini pemanfaatan kayu selain untuk bangunan dan industri digunakan pula sebagai Wood Solid Packaging. Kebutuhan kayu yang semakin tinggi tersebut tidak diimbangi dengan pasokan kayu yang berasal dari hutan alam yang semakin berkurang. Hal tersebut membuat peluang besar bagi potensi pengembangan kayu rakyat yang umumnya ditanami jenis kayu fast growing species dan kayu buah-buahan untuk memenuhi bahan baku industri. Kayu rakyat tersebut sebagian besar memiliki tingkat kekuatan dan keawetan kayu yang rendah sehingga perlu dilakukan suatu metode pengawetan yang aplikatif yaitu fumigasi. Fumigsi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan pengendalian hama yang berlaku secara internasional untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM#15. Penggunaan fumigasi biasanya menggunakan bahan kimia metil bromida sebagai fumigan. Namun, efek dari bahan fumigan ini yaitu dapat merusak lapisan ozon sehingga penggunaannya sangat dibatasi. Alternatif bahan lain pengganti dari metil bromida adalah amonia.

Penelitian ini menggunakan kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Petai (Parkia speciosa). Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh fumigasi dengan bahan aktif amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren kepada tiga jenis kayu berkeawetan rendah yaitu Nangka, Angsana, dan Petai.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan

Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren”

adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Maret 2011

(4)

1

POTENSI FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA

TERHADAP KAYU NANGKA, ANGSANA, DAN PETAI DARI

SERANGAN RAYAP TANAH

Coptotermes curvignathus

Holmgren

DINDA NURMAWAN

E24062361

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

Nama Mahasiswa : Dinda Nurmawan Nomor Pokok : E24062361 Program Studi : Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si Arinana, S.Hut, M.Si NIP. 19740422 200501 2 001 NIP. 19740101 200604 2 014

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP : 19660212 199103 1 002

(6)

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ini yang berjudul ”Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes

curvignathus Holmgren”. Karya ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Potensi besar kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan pada umumnya merupakan jenis-jenis kayu fast growing species dan kayu buah-buahan. Saat ini kayu-kayu tersebut selain untuk menunjang industri perkayuan juga digunakan sebagai Solid Wood Packaging) dan penggunannya pun sangat tinggi. Di sisi lain kayu jenis ini memiliki sifat keawetan alami yang rendah terhadap serangan rayap. Rayap tanah merupakan salah satu faktor perusak kayu utama yang menyerang kayu tersebut. Untuk menjaga agar kayu tersebut tidak mudah diserang oleh faktor perusak kayu, maka diperlukan suatu metode yang dapat mematikan faktor perusak kayu sekaligus menjaga kayu agar tidak mudah diserang kembali oleh faktor perusak kayu tersebut. Salah satu metode tersebut adalah dengan menggunakan teknik fumigasi. Teknik ini dapat langsung mematikan faktor perusak kayu dalam hal ini rayap tanah karena mengandung uap yang bersifat toksik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari teknik fumigasi amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini.

Bogor , Maret 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dinda Nurmawan, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dalam keluarga pasangan S Dermawan dan Oche Filmawati.

Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Kosgoro Bogor dan sempat kuliah di Akademi Kimia Analisis Bogor selama satu tahun. Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menempuh Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan, yaitu Kepala Divisi Teknologi Peningkatan Mutu Kayu HIMASILTAN IPB tahun 2008-2009, serta berbagai kepanitiaan kegiatan FOREST dan FORTEKS serta menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Pengeringan Kayu tahun 2010 yang diasuh oleh Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Penulis mendapat kesempatan melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Paparti Pertama, Sukabumi, Jawa Barat. Penulis pernah melaksanakan PKM-K yang dibiayai DIKTI dengan judul penelitian “Agroforestri Tanaman Sengon Laut pada Lahan Tanaman Pangan” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

(8)

1

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah, Ibu, kakak, dan adikku tercinta atas segala dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

2. Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si dan Ibu Arinana, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc F. Trop., Bapak Ir. Siswoyo, M.S., dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.S. selaku dosen penguji.

4. Mbak Esti, Mbak Lastri, dan Pak Kadiman selaku laboran di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor.

5. Ibu Siti Fatimah dan Bapak Anhari selaku laboran di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB).

6. Seluruh dosen, staff dan laboran Departemen Hasil Hutan yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

7. Anindita Kusumaningrum atas kasih sayang serta saran yang selalu menemani penulis selama mengerjakan karya ini.

8. Teman-teman satu bimbingan : Ammar, Mukhlas, Jayus, Pepy, dan Yoki. Terimakasih atas segala bantuan, kebersamaan dan nasehat-nasehatnya kepada penulis selama menjalani penelitian dan penyusunan skripsi.

(9)

dukungan, semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.

10.Agung Gunawan, Suryo Arimurti, Teguh Pradityo, Candra, Adnan, Tubagus LM, Ahmad Jamhari, Rakhmat Muslim, Rakhmat Hidayat, Ka Salim, Ka Ejeng, Ka Dameng, Ka Gita M Adly dan Arifin teman satu perjuangan selama di Kost Putra Domino dan Sawah. Terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini, dengan segala pahit manisnya persahabatan yang kita alami.

11.Noel Gallagher, Liam Gallagher, Gem archer, Andy Bell, Alan White yang telah memberikan inspirasi dan motivasi melalui karya lagunya.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2011

(10)

1

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Alami ... 3

2.2 Fumigasi ... 5

2.3 Amonia ... 6

2.4 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus) ... 7

2.5 Jenis Kayu yang Digunakan ... 8

2.5.1 Nangka (Artocarpus heterophyllus) ... 8

2.5.2 Angsana (Pterocarpus indicus) ... 10

2.5.3 Petai (Parkia speciosa) ... 11

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Pengujian Keawetan Alami Kayu Skala Laboratorium ... 13

3.4 Pengujian Metode Fumigasi ... 15

3.4.1 Persiapan Contoh Uji Kayu ... 15

3.4.2 Aplikasi Fumigasi ... 16

3.5 Analisis Data ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami ... 19

4.2 Metode Fumigasi ... 20

4.2.1 Pengaruh Jenis Kayu terhadap Mortalitas Rayap Tanah ... 20

(11)

4.2.3 Pengaruh Jarak Lubang terhadap Mortalitas Rayap Tanah ... 24

4.3 Interaksi ... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(12)

1

DAFTAR TABEL

No. Halaman

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. C. curvignathus kasta prajurit ... 7

2. C. curvignathus kasta pekerja ... 8

3. C. curvignathus kasta reproduktif ... 8

4. Uji keawetan alami skala laboratorium ... 14

5. Pembuatan sampel uji fumigasi ... 16

6. Ruang fumigasi ... 17

7. Persentase penurunan berat kayu nangka, angsana, dan petai pada uji keawetan alami ... 19

8. Mortalitas rayap C. curvignathus pada uji laboratorium ... 20

9. Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu nangka ... 21

10. Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu angsana ... 21

11. Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu petai ... 22

12. Rayap tanah yang menempel pada lakban ... 22

13. Mortalitas rayap dengan perbedaan volume ... 23

(14)

1

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan untuk bahan baku industri pada saat ini cenderung semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam dirasakan tidak mencukupi, sehingga memberikan peluang yang besar bagi pengembangan kayu rakyat. Menurut Surjokusumo (2005) potensi besar bahan baku yang dimiliki oleh kayu rakyat pada umumnya merupakan jenis-jenis kayu fast growing species dan kayu buah-buahan. Kayu-kayu tipe jenis ini memiliki masa tebang yang pendek sehingga memiliki keuntungan tersendiri terhadap industri pengolahan kayu yaitu jumlahnya yang berpotensi menutupi kebutuhan bahan baku industri kayu. Selain itu, perkembangan industri dalam berbagai bidang telah maju dengan pesat. Hal ini ditandai dengan banyak kegiatan ekspor produk ke berbagai negara. Ekspor produk membutuhkan Solid Wood Packaging sebagai kemasannya. Oleh karena itu kayu rakyat yang digunakan saat ini selain untuk menunjang industri perkayuan juga digunakan sebagai Solid Wood Packaging.

Penggunaan Solid Wood Packaging di Indonesia untuk keperluan perdagangan domestik atau internasional saat ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena produk barang yang di ekspor dan impor kebanyakan dikemas menggunakan kemasan yang berbahan kayu. Di sisi lain kayu yang biasa digunakan sebagai kemasan kayu ini memiliki sifat keawetan yang rendah sehingga mudah untuk diserang oleh faktor perusak kayu terutama oleh rayap, namun serangan rayap dapat dibasmi dengan tindakan pengawetan kayu, salah satunya yaitu dengan menggunakan teknik fumigasi (Surjokusumo 2005).

(16)

1

(CH3Br). Fumigan ini memiliki kelebihan yaitu penetrasi sangat baik, waktu

fumigasi singkat, daya racun tinggi, dan tidak berbau. Di sisi lain penggunaan metil bromide saat ini semakin dibatasi karena efeknya yang dapat menimbukan kerusakan lapisan ozon. Penggunaan metil bromide telah dilarang untuk perlakuan-perlakuan eradikasi hama di luar kepentingan karantina dan pra-perkapalan (Arinana et al. 2008).

Perlakuan eradikasi hama pada gudang-gudang pangan, komoditas pertanian lain, gudang benih, perlakuan tanah, dan lain-lain harus menggunakan bahan-bahan yang tidak bersifat merusak ozon. Fumigan yang potensial tersebut salah satunya adalah amonia. Namun demikian informasi efikasi penggunaan amonia terhadap serangga perusak kayu yang hidup di dalam kayu dalam hal ini terkait dengan kemampuan penetrasi ke dalam pori-pori kayu masih terbatas. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk memperkuat rekomendasi penggunaan amonia untuk perlakuan eradikasi serangga perusak kayu. Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pengujian fumigasi amonia terhadap kayu berkeawetan rendah.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumigasi dengan bahan aktif amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren kepada tiga jenis kayu yaitu Nangka, Angsana, dan Petai.

1.3Manfaat

Memberikan informasi kepada industri menengah ke bawah dan masyarakat pada umumnya tentang metode pengawetan yang aplikatif untuk meningkatkan kualitas kayu rakyat.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keawetan Alami

Menurut Martawijaya (2000) dalam Barly (2007) keawetan merupakan salah satu sifat dasar kayu yang penting. Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah. Selain bergantung kepada jenis kayunya, keawetan kayu bergantung kepada jenis organisme perusak kayu yang menyerangnya. Sesuatu yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap suatu organisme, belum tentu tahan terhadap organisme lain. Di samping itu, sebagian besar kayu tidak tahan terhadap suhu udara yang berubah-ubah, kelembaban, dan air.

Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Di hutan Indonesia ada sekitar 4.000 jenis kayu, namun dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya dan baru 120 jenis yang sudah diperdagangkan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa dari jumlah 3233 yang dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hasil Hutan, 80 – 85% termasuk kelas awet III, IV, dan V (Martawijaya 1981 dalam Barly dan Martawijaya 2000). Keawetan alami dapat diperbaiki dengan pengawetan sehingga umurnya dapat meningkat beberapa kali lipat. Untuk kayu perumahan minimal dapat mencapai 20 tahun dengan catatan persyaratan standar yang ditentukan terpenuhi (Abdurrohim 2007).

(18)

1

laut penggerek kayu (marine borer). Perubahan yang terjadi tidak hanya menurunkan kualitas tetapi kuantitas juga karena ada yang benar-benar memakan habis kayu (Tarumingkeng 2001 dalam Barly 2007).

Keterawetan kayu adalah kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu. Sifat keterawetan jenis kayu tertentu diteliti dengan proses pengawetan, bahan pengawet, dan kadar air kayu tertentu. Ini akibat keterawetan dipengaruhi oleh jenis kayu, kadar air kayu yang diawetkan, proses pengawetan, dan bahan pengawet yang digunakan (Abdurrohim dan Martawijaya 1996 dalam Abdurrohim 2007). Tabel 1 menampilkan kelas awet dan keterawetan kayu-kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor.

Tabel 1 Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor No Jenis Kayu Kelas Awet Keterawetan

1 Agathis (Agathis sp) IV Sedang 2 Akasia (Acacia auriculiformis) III – IV sukar 3 Balsa (Ochroma bicolor) V Mudah 4 Durian (Durio sp) IV – V Sukar 5 Gmelina (Gmelina arborea) IV – V Sukar 6 Jabon (Anthocephalus cadamba) V Sedang 7 Jati (Tectona grandis) II Sedang 8 Jengkol (Pithecelobium jiringa) IV Sedang 9 Jeunjing (Paraserianthes falcataria) IV – V Sedang 10 Kapuk (Ceiba petandra) IV – V Sedang 11 Karet (Hevea brassiliensis) IV – V Sedang 12 Kecapi (Sandoricum koetjape ) IV Sedang 13 Kelapa (Cocos nucifera) IV Mudah 14 Kemiri (Aleurites moluccana) V Mudah 15 Kenari (Canarium sp) III Mudah 16 Lamtoro (Leucaena leucocephala) V Sedang 17 Leda (Eucalyptus deglupta) IV Sukar 18 Mahoni (Swietenia macrophylla) III – IV Sukar 19 Mangga (Mangifera indica) IV Sukar 20 Mangium (Acacia mangium) III Sukar 21 Manii (Maesopsis eminii) IV Sedang 22 Menteng (Baccauera racemosa) IV Mudah 23 Mindi (Melia azedarach) IV – V Sukar 24 Nangka (Artocarpus heterophyllus) II Sangat Sukar 25 Petai (Parkia speciosa) IV Mudah 26 Puspa (Schima wallichii) IV – V Mudah 27 Rambutan (Nephelium lappaceum) II Sukar 28 Rasamala (Altingia excelsa) II – III Sedang 29 Sentang (Azadirachta excelsa) IV Sukar 30 Sungkai (Peronema canescens) III Mudah 31 Surian (Toona sureni) IV – V Sedang 32 Tusam (Pinus merkusii) IV Mudah Sumber: Wahyudi et al.2007

(19)

2.2 Fumigasi

Metode fumigasi adalah metode tradisional untuk menggelapkan dan memperkaya warna kayu. Pada awalnya proses fuming menggunakan amonia ini dikembangkan oleh Gustav Stickley (Rose 2007). Proses fuming ini merupakan salah satu proses finishing kayu yang bertujuan untuk memberikan warna dan merubah pigmen kayu akibat reaksi kimia antara tannin dan amonia. Namun metode ini selain digunakan untuk proses pewarnaan dapat juga digunakan untuk pengawetan kayu.

Fumigasi adalah tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan fumigan ke dalam ruang yang kedap udara pada suhu dan tekanan tertentu (Priyono 2005). Fumigan yang digunakan dalam fumigasi merupakan pestisida yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk uap dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pada proses fumigasi ini fumigan akan menghasilkan uap yang akan berada di dalam ruangan kedap udara yang dipersiapkan. Uap fumigan tersebut akan masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut akan dipenuhi uap fumigan. Uap tersebut akan menjadi bahan untuk mencegah faktor perusak kayu untuk merusak kayu (Arinana et al. 2008).

(20)

1

Phytosanitary Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada bulan Maret 2002. ISPM # 15 mengatur keseragaman penanganan kemasan kayu (harmonized regulation), dan menghindari timbulnya aturan yang unilateral sehingga menghambat proses perdagangan internasional, serta aspek merugikan penggunaan kemasan kayu khususnya terkait dengan penyebaran organisme hama (serangga perusak kayu) antar daerah atau negara (Nugroho 2005).

2.3 Amonia

Amonia merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia NH3 dan

memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam air disebut pula

Amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Amonia memiliki titik didih pada suhu (-33 °C) dan titik leleh (-77,7 °C), sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi (Anonim 2007). Amonia memiliki berat molekul 17,03, tekanan uap 400 mmHg (-45,4 °C), kelarutan dalam air 31 g/100 g (25 °C), berat jenis 0,682 (-33,4 °C), berat jenis uap 0,6, dan memilik suhu kritis 133 °C. Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2008).

Amonia dapat diubah menjadi nitrit dan nitrat, oleh bakteri yang terdapat dalam tanah sehingga amonia bertindak sebagai penyubur tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk urea, sebagai bahan peledak, dan digunakan pula dalam bidang farmasi (Harwood et al. 2007). Reaktivitas amonia stabil pada suhu kamar, tetapi dapat meledak oleh panas akibat kebakaran dan larut dalam air. Amonia membutuhkan kehati-hatian dalam penanganan dan penyimpanannya. Dalam penyimpanannya amonia harus diletakkan pada tempat dingin, kering, berventilasi, dan jauh dari keramaian agar uapnya tidak terhirup oleh manusia. Hindarkan pula dari asam, oksidator, halida, etoksi, logam alkali dan kalium klorat.

(21)

2.4Rayap Tanah (C. curvignatus)

Kondisi iklim dan tanah termasuk banyaknya ragam jenis tumbuhan di Indonesia sangat mendukung kehidupan rayap. Oleh karena itu, lebih dari 80% daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis rayap (Nandika et al. 2003).

Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) di mana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Menurut Nandika et al. (2003) terdapat tiga kasta dalam komunitas rayap ini yaitu kasta prajurit, pekerja, dan reproduktif.

A. Kasta Prajurit

Kasta prajurit (Gambar 1) dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan serta berwarna coklat. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta ini menyerang musuhnya dengan mandible yang dapat mengiris dan menjepit.

Gambar 1 Kasta Prajurit (Nandika et al. 2003). B. Kasta Pekerja

(22)

1

pekerja mempunyai tugas yaitu memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya.

Gambar 2 Kasta Pekerja (Nandika et al. 2003). C. Kasta Reproduktif

Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual; (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain hal ini dikarenakan tugas dari kasta reproduktif itu sendiri. Peningkatan tubuh ini terjadi melalui penggelembungan abdomen karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas.

Gambar 3 Kasta Ratu (Nandika et al. 2003).

2.5Jenis Kayu yang Digunakan

2.5.1 Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Nangka memiliki nama botani A. heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun (Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa),

(23)

anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan nama lainnya. Verheij dan Coronel (1992), mengklasifikasikan Nangka sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Rosales

Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Species : Artocarpus heterophyllus

Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20 – 30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Daun tunggal, tersebar, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik hingga jorong (memanjang). Ukuran daun 5 – 25 cm x 3,5 – 12 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilangka, India, dan Eropa (Verheij dan Coronel 1992).

Menurut Burgess (1989) dalam Isrianto (1997), Kayu nangka memiliki struktur anatomi antara lain porinya tersebar secara tata baur, 30 – 80% berpori soliter dan sisanya bergabung secara radial. Porinya berbentuk bulat sampai oval dengan jumlah pori sekitar 7 – 8 per mm2. Diameter tangensial rata-rata adalah 200 – 360 mikron dan tidak ada tilosis namun sering kali ada endapan (deposit). Jumlah parenkim kayu cukup sampai banyak dengan bentuk selubung sampai aliform dan kadang-kadang bergabung serta berisi resin berwarna terang sampai oranye. Jari-jari berukuran sedang sampai cukup lebar (50 – 150 mikron) dan jumlahnya antara 4 – 6 per mm2, heteroseluler, tidak ada silika. Kemudian sel serabut mempunyai dinding yang tipis sampai cukup tipis. Saluran radial terdapat pada jari-jari dan kadang terlihat titik-titik coklat pada bidang tangensial (Pandit dan Kurniawan 2008).

(24)

1

baik digunakan untuk tujuan struktural. Kayu nangka dapat digunakan untuk pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas, dan alat musik. Heyne (1987), menjelaskan bahwa kayu nangka di Pulau Jawa banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung, dan bahan untuk meubeul. Kayu nangka mempunyai serat halus sampai agak kasar. Warna kayu nangka mengalami perubahan warna dari kuning muda pada waktu kayu gubal menjadi kuning sitrun pada kayu teras. Kandungan bagian teras Nangka termasuk besar, semakin besar persentase bagian teras maka kayu tersebut memiliki keawetan alami yang semakin baik (Isrianto 1997).

2.5.2 Angsana (Pterocarpus indicus)

Angsana (Pterocarpus indicus Will) memiliki nama lain yaitu P. wallichii Wight & Arn; P zollingeri Miq.; P papuanus F. V. Mueller, P Vidalinus Rolfe. termasuk ke dalam famili Fabaceae (Papilionoideae). Penyebaran alami kayu angsana yaitu di Asia Tenggara – Pasifik, mulai Birma Selatan menuju Asia Tenggara sampai Filipina dan kepulauan Pasifik, dibudidayakan luas di daerah tropis. Sebaran pohon yang luas ditemukan di hutan primer dan beberapa hutan sekunder dataran rendah, umumnya di sepanjang sungai pasang surut dan pantai berbatu (Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan 2002).

Pohon Angsana memiliki tinggi 10 – 45 m dengan panjang batang bebas cabang 2 – 16 m, dan diameter batang dapat mencapai 150 cm. Pohon ini merupakan pohon jenis pionir yang tumbuh baik di daerah terbuka. Tumbuh pada berbagai macam tipe tanah kecuali pada tanah liat yang berat. Biasanya ditemukan sampai ketinggian 800 m dpl, namun masih bertahan hidup sampai 1.300 m dpl. Angsana sering menjadi tanaman hias di taman dan sepanjang jalan. Populasinya berkurang akibat eksploitasi berlebihan, kadangkala penebangan liar menyebabkan hilangnya habitat (Martawijaya et al. 2005).

(25)

sangat bervariasi yaitu dalam lingkar tumbuh 200 – 300 mikron dan di luar lingkar tumbuh 50 – 200 mikron. Sel parenkim termasuk tipe paratrakeal, di samping itu terdapat, parenkim apotrakeal berbentuk pita-pita memanjang yang berkumpul pada akhir lingkaran tumbuh. Jari-jari pada kayu angsana ± 50 mikron dan sangat rendah seta membentuk susunan yang bertingkat. Panjang seratnya sebesar 1.327 mikron dengan diameter 24 mikron dan tebal dinding 3,6 mikron serta diameter lumen sebesar 16,8 mikron (Martawijaya et al.2005).

Semua jenis Pterocarpus menghasilkan kayu bernilai tinggi. Menurut Heyne (1987) bahwa kayu Angsana termasuk kayu agak keras yang memiliki kelas awet I/II, kelas kuat I/III dan BJ antara 0,4 – 0,9 sehingga dapat digunakan untuk mebel halus, ukiran, kayu lapis, meja, badan kapal, lantai, lemari dan alat musik. Selain itu getah Angsana dapat digunakan sebagai cat ayaman dan cat kayu. Soerianegara dan Lemmens (1994) mengatakan bahwa kayu pohon Angsana mengandung selulosa sebanyak 49%, 24% lignin, 11% pentosan, dan 0,3% silika sehingga kayu Angsana dapat digunakan sebagai bahan baku pulp. Angsana merupakan jenis pengikat nitrogen. Pohon Angsana ini direkomendasikan sebagai salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam sistem agroforestri, yang dapat digunakan sebagai penaung kopi dan tanaman lain. Selain itu kulit batang Angsana ini berkhasiat sebagai obat sariawan, obat mencret dan obat bisul sedangankan daun Angsana dapat digunakan sebagai obat infeksi kulit akibat jamur (Heyne 1987).

2.5.3Petai (Parkia speciosa)

Petai (P. speciosa) adalah salah satu tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Semenanjung Thailand. Mempunyai nama lain P. timoriana (DC) Merr. Pohon petai dapat mencapai tinggi 50 meter dengan diameter 5 m serta permukaan kulit batang halus berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganda dua (bipinnate). Tanaman ini sering ditanam dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl namun tumbuh optimal pada ketinggian 500 – 1.000 m dpl (Abdurrohim et al. 2004).

(26)

1

memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan P. speciosa. Pohon Petai berguna pula sebagai pohon pelindung pada perkebunan-perkebunan kopi atau perkebunan-perkebunan tanaman hias, meskipun pertumbuhannya agak lambat. Selain itu, pohon dengan perakaran kuat dan dapat menyuburkan tanah ini juga cocok ditanam untuk memulihkan kembali lahan-lahan kritis, khususnya dalam pengembangan program hutan rakyat (Anonim 2010).

Kayu petai mempunyai warna putih kekuning-kuningan pada kayu teras serta kayu gubal hampir berwarna putih sehingga sukar untuk dibedakan. Corak kayu polos dengan tekstur agak kasar, arah serat agak berpadu, mengkilap, dan memiliki tingkat kekerasan yang lunak. Selain itu kayu petai memiliki lingkar tumbuh agak keras, ditandai oleh adanya lapisan-lapisan kayu yang berbeda kepadatannya dan berbeda ketebalan dinding seratnya, memiliki pembuluh baur dengan komposisi 68% soliter lainnya berganda radial 2 – 3 sel dan beberapa bergerombol. Besarnya ukuran pembuluh tersebut adalah 246 ± 12 mikron dengan frekuensi 2 ± 1 per mm2, bidang perforasi sederhana, memiliki noktah antar pembuluh selang-seling dengan bentuk poligonal yang berukuran 9 – 12 mikron, noktah antar jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluh dan tidak dijumpai tilosis dan endapan lain. Kayu petai juga memiliki parenkim selubung dengan bentuk sayap yang sebagian kecil konfluen dengan parenkim aksial 2 – 4 sel per utas. Jari-jari kayu petai homoseluler dengan lebar 1 – 3 seri panjangnya sampai 687 mikron, rata-rata 387 ± 48 mikron. Serat kayu memiliki noktah sederhana dengan panjang 1.455 ± 51 mikron dengan diameter 27,6 ± 1,8 mikron dan tebal dinding 3,3 ± mikron. Saluran interseluler dan silika tidak dijumpai (Abdurrohim et al. 2004).

Menurut Oey Djoen Seng (1990) kayu petai memiliki berat jenis minimum sebesar 0,35 dan maksimum sebesar 0,53 dengan rata-rata sebesar 0,45 serta termasuk ke dalam kelas awet V dan kelas kuat III – V. Dilihat dari kelas awet dan kelas kuatnya maka kayu petai ini tidak cocok untuk kayu konstruksi dengan pembebanan yang besar. Kayu petai dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara, kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan beton, peti, krat, korek api, usungan, sumpit makan, pelampung jala, pulp, dan kertas serta kayu energi (Abdurrohim et al. 2004).

(27)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2010 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan dan Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

3.2Alat dan Bahan

Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu Nangka, Angsana, dan Petai yang diperoleh dari industri penggergajian kayu di daerah Cinangneng, Bogor. Proses fumigasi dilakukan dengan menggunakan larutan amonia dan rayap tanah C. curvignathus.

Alat yang digunakan dalam persiapan bahan baku dan pembuatan contoh uji yaitu gergaji (circular saw) untuk memotong contoh uji menjadi dua bagian yang sama panjang serta membuat contoh uji yang ukurannya lebih kecil, kaliper untuk mengukur lebar dan tebal contoh uji, mesin bor untuk melubangi contoh uji, oven untuk mengeringkan contoh uji, desikator untuk menstabilkan kadar air contoh uji setelah proses pengeringan, amplas untuk meratakan permukaan contoh uji, kayu reng dan terpal plastik untuk membuat ruang fumigasi, lakban untuk merekatkan contoh uji, timbangan, dan peralatan pengaman (sarung tangan, dan masker) untuk keselamatan dalam melakukan penelitian.

3.3Pengujian Keawetan Alami Kayu Skala Laboratorium

Pengujian keawetan alami dilakukan dengan mengikuti standar American Society for Testing and Materials (ASTM) – D 3345-2008, yaitu perihal pengujian efikasi kayu dan bahan berselulosa terhadap serangan rayap tanah.

Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 0,6) cm3, diambil dari kayu gubalnya saja, tanpa cacat dan sudah dihaluskan. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103 ± 2) ºC hingga mencapai kadar air 12 – 18%. Banyaknya ulangan adalah 3 kali ulangan untuk masing-masing jenis kayu.

(28)

1

botol uji dan dibiarkan satu malam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol 220 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 200 ekor rayap kasta pekerja dan 20 ekor rayap kasta prajurit. Pada setiap botol, bagian mulut botol ditutup dengan alumunium foil dan diberi lubang kecil-kecil sebagai ruang agar udara dapat masuk (Gambar 4). Botol-botol uji disimpan pada ruangan yang gelap selama 4 minggu. Pengujian kontrol dilakukan dengan memasukkan pasir steril sebanyak 200 g ke dalam botol uji. Setelah itu sebanyak 20 ml air destilata dan 220 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 200 ekor rayap kasta pekerja dan 20 ekor rayap kasta prajurit dimasukkan ke dalam botol uji. Pengujian kontrol dilakukan selama 1 hari dan dilihat banyaknya rayap yang masih hidup. Apabila rayap tanah dapat bertahan hidup maka lingkungan tersebut dapat digunakan untuk pengujian uji keawetan alami kayu.

Gambar 4 Uji keawetan alami skala laboratorium Parameter yang diukur adalah :

1. Persentase penurunan berat contoh uji yang dihitung dengan persamaan berikut:

Dimana : W1 = Berat kering tanur contoh uji sebelum pengumpanan

W2 = Berat kering tanur contoh uji setelah pengumpanan

Setelah diketahui nilai penurunan beratnya, data tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah yang terdapat dalam SNI 01.7207-2006 yang tertuang dalam Tabel 2.

(29)

Tabel 2 Tingkat ketahanan kayu

No Kelas

Awet Ketahanan Penurunan Berat (%)

1 I Sangat Tahan < 3,52

2 II Tahan 3,52 – 7,50

3 III Sedang 7,50 – 10,96

4 IV Buruk 10,96 – 18,94

5 V Sangat Buruk 18,94 – 31,89

SNI 01.7207-2006

2. Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus yang dihitung pada saat pembongkaran dengan menggunakan persamaan :

Dimana : N1 = Jumlah rayap total sebelum pengumpanan

N2 = Jumlah rayap hidup setelah pengumpanan

3.4 Pengujian Metode Fumigasi

3.4.1 Persiapan Contoh Uji Kayu

(30)
[image:30.595.179.463.111.329.2]

1

Gambar 5 Pembuatan sampel uji fumigasi.

3.4.2 Aplikasi Fumigasi

Contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam ruang pengujian fumigasi kedap udara berbentuk kotak bujur sangkar dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m (Gambar 6) yang terbuat dari rangka kayu yang ditutup rapat pada enam sisinya dengan plastik transparan.

Larutan amonia disiapkan pada tempat khusus yang terpisah dengan contoh uji dan dimasukkan ke dalam ruang fumigasi setelah contoh uji kayu telah siap di dalamnya. Volume larutan amonia yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 ℓ. Kemudian dilakukan penutupan ruang fumigasi. Lama pemaparan dilakukan selama 4 hari. Untuk perlakuan kontrol, contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan jarak lubang dari permukaan 5 cm diletakkan di luar ruang pengujian sehingga tidak terpapar oleh gas fumigan.

(31)
[image:31.595.246.379.83.249.2]

Gambar 6 Ruang fumigasi.

Parameter yang diukur adalah persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus yang dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dimana : N1 = Jumlah rayap total sebelum pemaparan

N2 = Jumlah rayap hidup setelah pemaparan

3.5Analisis Data

(32)

1

dimana :

Yijkl = Nilai pengamatan pada pengaruh utama jenis kayu taraf ke-i,

jarak lubang taraf ke-j, volume amonia ke-k dan ulangan ke-l (l = 1,2,3)

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama jenis kayu ke-i (i = 1, 2, 3)

βj = Pengaruh utama jarak lubang ke-j (j = 1, 2, 3)

γk = Pengaruh utama volume amonia ke-k (k = 1, 2, 3, 4, 5)

(αβ)ij = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan jarak lubang

ke-j

(αγ)ik = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan volume amonia

ke-j

(βγ)jk = Interaksi pengaruh utama jarak lubang ke-i dengan volume

amonia ke-j

(αβγ)ijk = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i, jarak lubang ke-j dan

volume amonia ke-j

εijkl = Pengaruh acak yang menyebar normal

Percobaan menggunakan model faktorial memiliki keuntungan yaitu mampu mendeteksi respon dari taraf masing-masing faktor (pengaruh utama) serta interaksi antar dua faktor (pengaruh sederhana). Dengan demikian, ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai kondisi faktor yang lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain, maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Sedangkan jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain dikatakan kedua faktor tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2002).

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Keawetan Alami

[image:33.595.120.497.258.463.2]

Persentase kehilangan berat contoh uji kayu setelah diumpankan pada rayap tanah selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kayu nangka memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu angsana dan kayu petai. Hal tersebut nampak pada nilai kehilangan berat terbesar terdapat pada kayu Angsana yaitu sebesar 22,08% dan yang terkecil terdapat pada nangka sebesar 17,14%.

Gambar 7 Persentase penurunan berat kayu nangka, angsana, dan petai pada uji keawetan alami.

Berdasarkan nilai persentase kehilangan berat, kayu nangka termasuk ke dalam kelas awet IV dengan ketahanan yang buruk, sedangkan kayu angsana dan petai termasuk ke dalam kelas awet V dengan ketahanan yang sangat buruk. Besar kecilnya nilai kehilangan berat pada kayu dapat terlihat dari intensitas serangan rayap tanah yang terjadi dan kondisi kayu saat terjadinya serangan. Serangan rayap dapat menentukan kelas keawetan kayu. Semakin tinggi intensitas serta banyaknya bagian kayu yang diserang oleh rayap maka semakin besar pula nilai persentase kehilangan berat yang terjadi dan kayu tersebut semakin tidak tahan terhadap serangan rayap.

(34)

1

nilai keawetan alami kayu hasil pengujian dengan literatur. Pada pengujian kayu nangka dan angsana nilai keawetan alaminya lebih rendah dibandingkan dengan literatur. Hal ini diduga karena perbedaan kondisi contoh uji terutama dalam hal umur contoh uji sehingga kadar ekstraktifnya pun berbeda. Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002).

[image:34.595.173.448.322.465.2]

Dilihat dari nilai mortalitas rayapnya kayu nangka memiliki nilai mortalitas terbesar yaitu 100% sedangkan kayu angsana dan kayu petai sebesar 92,73% dan 88,79%. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Persentase mortalitas rayap C. curvignathus pada uji laboratorium. Nilai persentase mortalitas pada ketiga jenis kayu ini tergolong tinggi. Namun, berdasarkan data kontrol diperoleh nilai persentase mortalitas adalah sebesar 0%. Hal ini mengindikasikan bahwa prosedur pengujian telah dilaksanakan dengan benar. Tingginya nilai persentase mortalitas ini lebih disebabkan oleh keberagaman faktor-faktor lingkungan yang sulit untuk dikontrol.

4.2 Metode Fumigasi

4.2.1 Pengaruh Jenis Kayu terhadap Mortalitas Rayap Tanah

Hasil pengujian persentase mortalitas rayap pada setiap jenis kayu dapat dilihat pada Gambar 9, 10, dan 11.

(35)
[image:35.595.188.441.90.242.2]

Gambar 9 Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu nangka. Kayu nangka menghasilkan nilai persentase mortalitas rayap terendah pada perlakuan volume amonia 2 liter dan jarak lubang 5 cm (40%), sedangkan mortalitas rayap tertinggi untuk adalah pada perlakuan volume amonia 6 – 10 liter untuk tiap jarak lubang (100%). Serupa dengan kayu nangka, kayu angsana menghasilkan nilai mortalitas rayap yang terendah pada perlakuan volume 2 liter dengan jarak 5 cm (36,76%) dan tertinggi pada perlakuan 6 – 10 liter untuk tiap jarak lubang (100%).

[image:35.595.176.442.437.592.2]
(36)
[image:36.595.179.453.104.263.2]

1

Gambar 11 Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu petai. Tingginya nilai persentase mortalitas pada jarak lubang 5 cm dapat disebabkan karena pada perlakuan tersebut terdapat contoh uji yang tidak rata permukaan kayunya sehingga pada saat direkatkan kembali dengan lakban terdapat bagian yang tidak tertutup secara sempurna. Bagian ini dijadikan tempat berkumpul rayap. Namun, rayap tersebut menempel pada bagian dalam lakban dan mati. Hal ini menyebabkan nilai mortalitas tinggi (85%). Rayap yang menempel pada lakban disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Rayap tanah yang menempel pada lakban.

Analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis kayu memberikan pengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Hal ini diduga karena tiap jenis kayu memiliki berat jenis yang berbeda. Nangka memiliki nilai berat jenis sekitar 0,61 (Abdurrohim et al. 2004), angsana sekitar 0,5 (Martawijaya et al. 2005), dan petai 0,35 – 0,53 (Oey Djoen Seng 1990). Semakin besar nilai berat jenis kayu maka nilai mortalitas akan semakin kecil. Berat jenis kayu berhubungan langsung

Rayap

[image:36.595.211.476.445.592.2]
(37)

dengan porositas atau proporsi volume rongga kosong (Haygreen et al. 2003). Semakin besar nilai berat jenis kayu maka volume rongga semakin kecil, sehingga uap amonia akan semakin sulit untuk masuk jauh ke dalam kayu.

Kematian rayap tanah C. curvignathus yang berada di dalam kayu menunjukkan bahwa uap amonia mampu masuk ke dalam kayu melalui pori-pori yang terdapat di dalam kayu. Rendahnya daya penetrasi uap amonia akibat persentase rongga yang kecil membuat rayap yang berada dalam kayu kurang terkena dampak uap amonia. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan gas ke dalam kayu. Karakteristik kayu tersebut dapat menyebabkan fumigan mampu menjangkau organisme sasaran sekalipun di dalam kayu.

4.2.2 Pengaruh Volume Amonia terhadap Mortalitas Rayap Tanah

[image:37.595.164.459.515.678.2]

Semakin banyak volume amonia yang digunakan maka semakin banyak pula kadar amonia (uap) yang dihasilkan. Pada fumigasi menggunakan volume 2 liter terdapat rayap yang masih hidup sehingga tingkat mortalitas menunjukan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan volume amonia yang lebih besar. Pada Gambar 13 menunjukan bahwa pada volume amonia 6, 8, dan 10 liter memiliki tingkat mortalitas terbesar (100%).

Gambar 13 Mortalitas rayap dengan perbedaan volume.

(38)

1

semakin besar volume amonia yang digunakan menyebabkan uap yang dihasilkan fumigan kadarnya lebih banyak pada ruang fumigasi yang kedap udara, sehingga penetrasi ke dalam kayu lebih baik. Kondisi uap amonia yang jenuh menyebabkan rayap C. curvignathus tidak dapat bertahan hidup lama.

4.2.3 Pengaruh Jarak Lubang terhadap Mortalitas Rayap Tanah

[image:38.595.154.489.319.526.2]

Hasil pengujian pengaruh jarak lubang pada kayu menunjukkan bahwa semakin dalam jarak lubang yang digunakan maka akan cenderung menurunkan nilai mortalitas rayap. Hal tersebut terlihat pada Gambar 14. Jarak lubang 1 cm menghasilkan nilai mortalitas rayap tanah terbesar yaitu sebesar 94,78% dan jarak 5 cm menghasilkan nilai mortalitas terkecil yaitu sebesar 75,09%.

Gambar 14 Persentase mortalitas rayap terhadap jarak lubang.

Proses kematian rayap dimulai dari rayap yang menghirup gas toksik sehingga merusak sistm syaraf rayap C. curvignathus sehingga rayap terpapar oleh uap tersebut dan akan mengalami masa eksitasi, yaitu bergerak cepat secara tidak beraturan, kemudian akan mengalami kelumpuhan (paralisis) dan akhirnya mengalami kematian (Tarumingkeng 1992 dalam Arinana et al. 2008).

(39)

berjalan dengan mudah sehingga akan membunuh sasaran dalam hal ini adalah rayap C. curvignathus. Penambahan jarak lubang harus diikuti dengan penambahan volume amonia agar tercapai persentase mortalitas rayap yang maksimal (100%).

4.3 Interaksi

Analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis kayu, volume amonia, dan jarak lubang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Selain pada tiap faktor, interaksi yang dihasilkan ketiga faktor tersebut memiliki nilai yang berbeda nyata sehingga perlu ada uji lanjut.

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa ketiga faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi. Setiap jenis kayu memiliki karakteristik masing-masing yang dapat dilihat dengan perbedaan struktur dan kerapatan. Oleh karena itu, setiap jenis kayu akan menghasilkan perlakuan fumigasi yang berbeda untuk mencapai nilai mortalitas 100%.

(40)

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Mortalitas rayap C. curvignathus pada perlakuan fumigasi pada kayu Nangka, Angsana, dan Petai lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol.

2. Perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap tanah.

3. Semakin tinggi kerapatan suatu kayu maka semakin kecil nilai mortalitas rayap.

4. Perlakuan fumigasi dengan bahan aktif amonia sebanyak 6 liter pada kayu Nangka, Angsana, dan Petai dapat mencapai nilai persentase mortalitas sebesar 100% pada kedalaman 5 cm dalam ruang fumigasi berukuran (2 x 1 x 1) m3.

5.2 SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai:

1. Efek residu fumigasi berbahan aktif amonia terhadap keawetan kayu.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Selamat datang di Situs Indonesia. 2010).

Anonim. 2008. http://id.Wikipedia.org/wiki Amonia (diakses tanggal 10 Januari 2011).

Anonim. 2010. Parkia speciosa Hassk.

(diakses

tanggal 5 Desember 2010).

Abdurrohim S. 2007. Keterawetan Kayu Kurang Dikenal. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor 25 Oktober 2007. Hal: 103 – 112. Abdurrohim S, Mandang YI, Sutisna U. 2004. Atlas Kayu Indonesia. Jilid III.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Arinana, Rismayadi Y, Dewi M. 2008. Efikasi Fumigan Alumunium Phosphida

terhadap Rayap Kayu Kering (Coptotermes cynocephalus) Isoptera: Kalotermitidae. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Palangkaraya 8 – 10 Agustus 2008.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and Other Cellulosic Material for Resistance to Termites. ASTM D 3345 – 08.

Barly. 2007. Penyempurnaan Sifat Bahan Baku Kayu Bangunan dan Mebel. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor 25 Oktober 2007. Hal: 67 – 80.

Barly, Martawijaya A. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu terhadap Impregnasi Dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol 18. Hal: 69 – 78.

Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung: Indonesia Forest Seed Project.

Dresdner M. 2005.

(42)

1

Harwood WS, Herring FG, Madura JD, Petrucci RH. 2007. General Chemistry Principles and Modern applications, ninth edition. Pearson Education International.

Haygreen JG, Smulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta: Penelitian dan Pengembangan Kehutanan departemen Kehutanan. Badan litbang Kehutanan Jakarta.

Isrianto. 1997. Kajian Anatomi dan Kajian Fisik Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut

Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Martawijaya A, Iding K, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I.

Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press.Bogor. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.

Nugroho N. 2005. Peningkatan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Melalui Rekayasa Bahan Baku dan Aplikasi Pengeringan serta Pengawetan. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005. Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian

Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Nomor : Cetakan 13 Soewarsono P.H., penerjemah; Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan; Terjemahan dari: Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance for Practical Use.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Priyono JA. 2005. Meningkatkan Mutu Kemasan Kayu Melalui Aplikasi Fumigasi. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005.

Rose J. 2007. Ammonia Fuming : Frequently Asked Question.

(43)

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. SNI 01.7207-2006.

Soerianegara, Lemmens RHMJ. 1994. Plant Resources of South-East Asia no 5 (1). Bogor: Prosea Foundation.

Surjokusumo SM. 2005. Karakteristik Mutu Bahan Baku Kemasan di Indonesia. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005.

Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Prosea : Plant Resources of South-East Asia 2 Edible Fruits and Nuts. Coronel [editor]. Bogor.

Wahyudi I, Febrianto F, Karlinasari L, Suryana J, Nawawi DS, Nurhayati. 2007. Kajian Potensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan. Wistara IN, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis

(44)

1

(45)

Lampiran 1 Hasil Pengujian Keawetan Alami Skala Laboratorium A. Penurunan Berat

Jenis

Kayu Ulangan

Sebelum Pengumpanan Setelah

Pengumpanan Penurunan

Berat (%) Kelas

Berat awal (g) BKT (g)

Kadar Air

(%) BKT (gram)

Nangka

1 2,244 1,923 16,693 1,596 17,005 IV 2 2,485 2,119 17,272 1,736 18,075 IV 3 2,490 2,147 15,976 1,796 16,348 IV

Rata-rata 2,406 2,063 16,647 1,709 17,143 IV

Angsana

1 1,786 1,549 15,300 1,220 21,240 V 2 2,441 2,072 17,809 1,630 21,332 V 3 1,958 1,632 19,975 1,243 23,836 V

Rata-rata 2,062 1,751 17,695 1,364 22,083 V

Petai

1 2,367 2,057 15,070 1,660 19,300 V 2 2,563 2,217 15,607 1,741 21,470 V 3 2,727 2,350 16,043 1,883 19,872 V

Rata-rata 2,552 2,208 15,573 1,761 20,229 V

B. Mortalitas Rayap

Jenis

Kayu Ulangan

Jumlah Rayap Sebelum Pengumpanan

Jumlah Rayap Setelah

Pengumpanan Mortalitas

(%)

Pekerja Prajurit Total Pekerja Prajurit Total

Nangka

1 200 20 220 0 0 0 100

2 200 20 220 0 0 0 100

3 200 20 220 0 0 0 100

Rata-rata 200 20 220 0 0 0 100

Angsana

1 200 20 220 25 0 25 88,64

2 200 20 220 18 0 18 91,82

3 200 20 220 5 0 5 97,73

Rata-rata 200 20 220 16 0 16 92,73

Petai

1 200 20 220 0 0 0 100

2 200 20 220 55 4 59 73,18

3 200 20 220 15 0 15 93,18

(46)

32 Lampiran 2 Hasil Pengujian Fumigasi Amonia

Jenis Kayu

Volume Amonia

Jarak

Lubang Ulangan

Jumlah Rayap Sebelum Pemaparan

Jumlah Rayap Setelah

Pemaparan Mortalitas Prajurit Pekerja Total Prajurit Pekerja Total

N

angka (

A

rto

ca

rp

u

s h

ete

ro

p

h

yllu

s

)

Kontrol 5 cm

1 2 18 20 1 12 13 35,00

2 2 18 20 1 13 14 30,00

3 2 18 20 1 10 11 45,00

Rata-rata 2 18 20 1 11,67 12,67 36,67

2 Liter

1 cm

1 2 18 20 1 2 3 85,00

2 2 18 20 1 7 8 60,00

3 2 18 20 0 13 13 35,00

Rata-rata 2 18 20 0,67 7,33 8,00 60,00

3 cm

1 2 18 20 0 11 11 45,00

2 2 18 20 0 10 10 50,00

3 2 18 20 1 13 14 30,00

Rata-rata 2 18 20 0,33 11,33 11,67 41,67

5 cm

1 2 18 20 1 12 13 35,00

2 2 18 20 1 10 11 45,00

3 2 18 20 2 10 12 40,00

Rata-rata 2 18 20 1,33 10,67 12,00 40,00

4 Liter

1 cm

1 2 18 20 1 2 3 85,00

2 2 18 20 0 1 1 95,00

3 2 18 20 1 1 2 90,00

Rata-rata 2 18 20 0,67 1,33 2 90,00

3 cm

1 2 18 20 0 8 8 60,00

2 2 18 20 0 6 6 70,00

3 2 18 20 0 6 6 70,00

Rata-rata 2 18 20 0 6,67 6,67 66,67

5 cm

1 2 18 20 1 8 9 55,00

2 2 18 20 1 9 10 50,00

3 2 18 20 1 9 10 50,00

Rata-rata 2 18 20 1 8,67 9,67 51,67

6 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

8 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

10 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

(47)

Jenis Kayu Volume Amonia Jarak Lubang Ulangan

Jumlah Rayap Sebelum Pemaparan

Jumlah Rayap Setelah

Pemaparan Mortalitas Prajurit Pekerja Total Prajurit Pekerja Total

A

ngsana

(

P

te

roc

ar

pus i

ndi

cus

)

Kontrol 5 cm

1 2 18 20 1 15 16 20,00

2 2 18 20 1 13 14 30,00

3 2 18 20 2 14 16 20,00

Rata-rata 2 18 20 1 14 15,33 23,33

2 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 1 1 95,00

2 2 18 20 0 1 1 95,00

3 2 18 20 0 3 3 85,00

Rata-rata 2 18 20 0 1,67 1,67 91,67

3 cm

1 2 18 20 0 7 7 65,00

2 2 18 20 0 10 10 50,00

3 2 18 20 0 9 9 55,00

Rata-rata 2 18 20 0 8,67 8,67 56,67

5 cm

1 2 18 20 0 11 11 45,00

2 2 18 20 0 12 12 40,00

3 2 18 20 0 15 15 25,00

Rata-rata 2 18 20 0 12,67 12,67 36,67

4 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 10000

2 2 18 20 0 0 0 100,00

3 2 18 20 0 1 1 95,00

Rata-rata 2 18 20 0 0,33 0,33 98,33

3 cm

1 2 18 20 0 3 3 85,00

2 2 18 20 0 5 5 75,00

3 2 18 20 0 4 4 80,00

Rata-rata 2 18 20 0 4 4 80,00

5 cm

1 2 18 20 0 7 7 65,00

2 2 18 20 0 7 7 65,00

3 2 18 20 0 9 9 55,00

Rata-rata 2 18 20 0 7,67 7,67 61,67

6 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

8 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

10 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

(48)

34 Kayu Amonia Lubang Pemaparan Pemaparan

Prajurit Pekerja Total Prajurit Pekerja Total

P

e

tai

(

P

a

rk

ia

sp

ec

io

sa

)

Kontrol 5 cm

1 2 18 20 1 13 14 30,00

2 2 18 20 1 10 11 45,00

3 2 18 20 1 11 12 40,00

Rata-rata 2 18 20 1 11,33 12,33 38,33

2 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 3 3 85,00

2 2 18 20 0 3 3 85,00

3 2 18 20 0 1 1 95,00

Rata-rata 2 18 20 0 2,33 2,33 88,33

3 cm

1 2 18 20 0 3 3 85,00

2 2 18 20 0 2 2 90,00

3 2 18 20 0 9 9 55,00

Rata-rata 2 18 20 0 4,67 4,67 76,67

5 cm

1 2 18 20 0 2 2 90,00

2 2 18 20 0 1 1 95,00

3 2 18 20 2 4 6 70,00

Rata-rata 2 18 20 0,67 2,33 3,00 85,00

4 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 2 2 90,00

2 2 18 20 0 1 1 95,00

3 2 18 20 0 1 1 95,00

Rata-rata 2 18 20 0 1,33 1,33 93,33

3 cm

1 2 18 20 0 2 2 90,00

2 2 18 20 1 2 3 85,00

3 2 18 20 0 3 3 85,00

Rata-rata 2 18 20 0,33 2,33 2,67 86,67

5 cm

1 2 18 20 1 2 3 85,00

2 2 18 20 1 4 5 75,00

3 2 18 20 1 4 5 75,00

Rata-rata 2 18 20 1 3,33 4,33 78,33

6 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

8 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

10 Liter

1 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

3 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

Rata-rata 2 18 20 0 0 0 100

5 cm

1 2 18 20 0 0 0 100

2 2 18 20 0 0 0 100

3 2 18 20 0 0 0 100

(49)

Lampiran 3 Analisis Data

The SAS System 11:55 Sunday, December 1, 2002 3

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 3 1 2 3

jenis 3 A1 N1 P1

jarak 3 J1 J3 J5

volume 6 V0 V10 V2 V4 V6 V8

Number of Observations Read 162 Number of Observations Used 162

The SAS System 11:55 Sunday, December 1, 2002 4

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 53 118061.8827 2227.5827 55.73 <.0001

Error 108 4316.6667 39.9691

Corrected Total 161 122378.5494

R-Square Coeff Var Root MSE mortalitas Mean

0.964727 7.979607 6.322115 79.22840

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

jenis 2 2465.12346 1232.56173 30.84 <.0001 jarak 2 2455.86420 1227.93210 30.72 <.0001 volume 5 99419.29012 19883.85802 497.48 <.0001 jenis*jarak 4 678.39506 169.59877 4.24 0.0031 jenis*volume 10 5977.46914 597.74691 14.96 <.0001 jarak*volume 10 5114.50617 511.45062 12.80 <.0001 jenis*jarak*volume 20 1951.23457 97.56173 2.44 0.0018

The SAS System 11:55 Sunday, December 1, 2002 5

(50)

36

The ANOVA Procedure

Level of Level of Level of ---mortalitas--- jenis jarak volume N Mean Std Dev

Gambar

Tabel 1 Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor
Gambar 1 Kasta Prajurit (Nandika et al. 2003).
Gambar 3 Kasta Ratu (Nandika et al. 2003).
Gambar 4 Uji keawetan alami skala laboratorium
+7

Referensi

Dokumen terkait