• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA PADA TIGA JENIS KAYU KELAS AWET RENDAH TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holm.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA PADA TIGA JENIS KAYU KELAS AWET RENDAH TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holm."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA

PADA TIGA JENIS KAYU KELAS AWET RENDAH

TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holm.)

AMMAR AFIF ABDUL AZHIM

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Ammar Afif Abdul Azhim. E24063476. Efektifitas Fumigasi Berbahan Aktif

Amonia pada Tiga Jenis Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curviganthus Holm.). Di bawah bimbingan Istie Sekartining

Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana, S.Hut., M.Si

Kayu cepat tumbuh (fast growing species) seperti Sengon, Akasia, dan Karet merupakan jenis yang pada saat ini semakin diminati sebagai bahan baku industri pengolahan kayu. Kayu – kayu tersebut memiliki kekuatan dan keawetan yang rendah, namun tergolong kayu yang ringan dan sangat cocok untuk bahan baku palet. Kayu yang tidak awet akan mudah terserang oleh faktor perusak biologis. Fumigasi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan pengendalian hama yang berlaku secara internasional untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15. Di lain pihak, teknik fumigasi pada masa lalu mengandalkan metil bromida sebagai fumigan. Saat ini penggunaanya semakin dibatasi karena efeknya yang menimbulkan kerusakan lapisan ozon. Alternatif bahan pengganti sebagai fumigan dipilih amonia.

Penelitian ini menggunakan kayu mangium (Acacia mangium Wild), kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holm.). Tujuan untuk mengetahui pengaruh fumigasi berbahan aktif amonia terhadap serangan rayap tanah (C. curvignathus) pada tiga jenis kayu kelas awet rendah. Parameter yang diukur adalah persentase mortalitas rayap tanah.

Berdasarkan hasil perlakuan fumigasi didapatkan persentase mortalitas terendah untuk kayu mangium pada perlakuan 2 liter pada jarak satu, tiga, dan lima cm secara berurutan sesebesar 73,33%, 61,67%, dan 55%. Kayu karet memiliki persentase mortalitas terendah pada volume empat liter untuk jarak lubang satu cm yaitu sebesar 96,67% dan jarak lubang tiga cm sebesar 91,67%. Sedangkan untuk jarak lubang lima cm persentase mortalitas terendah didapatkan pada volume dua liter yaitu sebesar 66,67%. Kayu sengon memiliki persentase mortalitas terendah pada perlakuan 2 liter pada jarak satu, tiga, dan lima cm secara berurutan sebesar 96,67%, 88,33%, dan 100%. Nilai mortalitas rata- rata untuk sampel-sampel yang difumigasi dengan amonia volume 6, 8, dan 10 liter lebih besar bahkan mencapai 100% dibandingkan dengan nilai mortalitas sampel-sampel yang difumigasi dengan volume amonia 2 dan 4 liter. Hal ini disebabkan karena setiap sampel yang difumigasi dengan volume 6, 8, dan 10 liter mengandung bahan aktif amonia yang lebih banyak. Volume amonia yang paling efektif untuk meningkatkan mortilitas rayap cukup dengan volume sebanyak 6 liter karena mampu melakukan penetrasi sampai jarak lima cm dalam ruang fumigasi berukuran (2x1x1)cm3.

Kata kunci: keawetan kayu, rayap tanah, fumigasi, fast growing species, mortalitas

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektifitas Fumigasi

Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holm.) adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Pebruari 2011

Ammar Afif Abdul Azhim NRP. E24063476

(4)

EFEKTIFITAS FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA

PADA TIGA JENIS KAYU KELAS AWET RENDAH

TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holm.)

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

AMMAR AFIF ABDUL AZHIM

E24063476

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Efektifitas Fumigasi Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes Curvignathus Holm.)

Nama Mahasiswa : Ammar Afif Abdul Azhim

NRP : E24063476

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

(Istie Sekartining Rahayu, S.Hut.,M.Si.) (Arinana, S.Hut., M.Si.) NIP.19740422 200501 2 001 NIP. 19740101 200604 2 014

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP: 19660212 199103 1 002 Tanggal :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 26 Januari 1992 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir. Hardy Guchi, M.P. dan Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP.

Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Akselerasi Al-Azhar Medan dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2009 penulis memilih Teknologi Peningkatan Mutu Kayu (TPMK) sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni menjadi wakil ketua Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) tahun 2006-2007, ketua Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) tahun 2007-2008, staf reporter majalah fresh green on news, staf bidang minat Bio-Komposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2007-2008, dan kepala divisi bidang minat Bio-Komposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2008-2009. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Leuweung Sancang dan Kamojang Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari Tbk., Porsea, Sumatera Utara.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Fumigasi Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holm.) di bawah bimbingan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut.,M.Si dan Arinana S.Hut., M.Si.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tak luput penulis sampaikan kepada:

1. Orang tua tercinta (Bapak Ir. Hardy Guchi, M.P dan Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP), Bang Rian, Bang Beri, Rajief, Kak Rani, Bang Azwan, Bang Cipeng dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

2. Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut.,M.Si dan Ibu Arinana S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Endes N. Dahlan, M.S., Ibu Ir. Emi Kamiarsih, M.Si, dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Sc. selaku dosen penguji.

4. Mbak Esti, Mbak Lastri, dan Bapak Kadiman selaku laboran di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor.

5. Ibu Siti Fatimah dan Bapak Anhari selaku laboran di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB).

6. Rekan-rekan mahasiswa Lab. TPMK dan angkatan 43 Departemen Hasil Hutan: Abet, Mamat, Irni, Nanaz, Ulink, Jamez, Amed, Ferry, iedo, Ntep, Syifa, Desol, Yono, Dimut, Poppy, Disis, dan teman-teman mahasiswa Fahutan Angkatan 43, 41, 40, 42, 44, dan 45 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas perhatian, dukungan, kasih sayang, dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan.

7. Seluruh staf, laboran, dan bibi di Departemen Hasil Hutan atas segala perhatian dan bantuannya.

8. Rekan-rekan Domino: Cubluk, Mbah Darmo, Suryo, dan TB serta rekan-rekan di IMMAM yang selalu memberikan senyuman kepada penulis.

(8)

9. Rekan-rekan divisi acara BCR 2009 : Chika, Lika, Ade, Ratih, Yani, Tatan, Kunin, Lembong, Rama, Resi, Adam, Putri, dan Lilik yang selalu memberi semangat kepada penulis.

10. Bang Alfian Harbie P. Harahap yang selalu memberikan motivasi, bimbingan dan semangat kepada penulis.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Pebruari 2011

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Efektifitas

Fumigasi Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holm.). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Pebruari 2011

(10)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fumigasi ... 3

2.2 Amonia ... 4

2.3 Keawetan Alami Kayu ... 4

2.4 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) ... 5

2.5 Jenis Kayu ... 6

2.5.1 Akasia (Acacia mangium Wild) ... 6

2.5.2 Karet (Hevea brasiliensis) ... 7

2.5.3 Sengon (Paraserienthes falcataria) ... 8

BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 9

3.2 Alat dan Bahan ... 9

3.3 Prosedur Kerja ... 9

3.3.1 Keawetan Alami ... 9

3.3.2 Fumigasi ... 11

` 3.3.2.1 Persiapan Contoh Uji ... 11

3.3.2.2 Aplikasi Fumigasi ... 12

3.3 Analisis Data ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Skala Lab... 15

4.2 Fumigasi ... 16

4.2.1 Ditinjau dari segi jenis kayu... 16

4.2.2 Ditinjau dari segi volume amonia ... 20

4.2.3 Ditinjau dari segi jarak lubang ... 21

4.2.4 Ditinjau dari segi interaksi antar faktor... 22

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat dari Kab. Bogor . 5 2. Klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat 11

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Botol yang sudah berisi rayap dan contoh uji ... 10

2. Contoh uji dengan jarak lubang 1, 3, dan 5 cm ... 11

3. Teknik peletakan serangga uji di dalam balok kayu ... 12

4. Model ruang fumigasi ... 12

5. Histogram persentase kehilangan berat ketiga jenis kayu ... 15

6. Histogran persentase mortalitas rayap pada ketiga jenis kayu... 16

7. Histogram persentase mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu mangium ... 17

8. Histogram persen mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu akasia karet ... 18

9. Histogram persen mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu sengon ... 18

10. Histogram mortalitas rayap terhadap volume amonia ... 20

11. Histogram mortalitas rayap terhadap jarak lubang ... 21

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data keawetan alami kayu skala lab ... 27 2. Data fumigasi ... 28 3. Hasil analisis sidik ragam ... 31

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu cepat tumbuh (fast growing species) seperti sengon, akasia, dan karet merupakan jenis yang pada saat ini semakin diminati sebagai bahan baku industri pengolahan kayu. Kelebihan jenis ini adalah tingkat pertumbuhannya yang cepat sehingga umur panen dapat lebih singkat. Hal ini berimplikasi, kayu yang dihasilkan memiliki kekuatan dan keawetan yang rendah. Kekuatan dan keawetan kayu cepat tumbuh berkisar antara kelas kuat dan kelas awet II – V (Pandit & Kurniawan 2008). Kayu yang tidak awet akan mudah terserang oleh faktor perusak biologis, yaitu jamur, kumbang, dan rayap.

Penggunaan kemasan kayu di Indonesia untuk keperluan perdagangan domestik atau internasional saat ini sangat tinggi. Di sisi lain kayu yang biasa digunakan sebagai kemasan kayu ini memiliki sifat keawetan yang rendah sehingga mudah untuk diserang oleh faktor perusak kayu terutama oleh rayap, namun serangan rayap dapat dihindari dengan tindakan pengawetan kayu pada bahan baku salah satunya yaitu dengan menggunakan teknik fumigasi (Surjokusumo 2005).

Fumigasi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan pengendalian hama. Penggunaan teknik ini dikenal secara luas untuk keperluan eradikasi hama gudang, hama kayu, perlakuan pra perkapalan (preshipment) dan karantina. Pada saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional. Sebagai contoh FAO-Interim Commision for Phytosanitari Measure (ICPM) telah mengesahkan suatu standard (International Standard for Phytosanitary Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada bulan Maret 2002. ISPM # 15 mengatur keseragaman penanganan kemasan kayu (harmonized regulation), dan menghindari timbulnya aturan yang unilateral sehingga menghambat proses perdagangan internasional, serta aspek merugikan

(15)

2

penggunaan kemasan kayu khususnya terkait dengan penyebaran organisme hama (serangga perusak kayu) antar daerah atau negara.

Di lain pihak, teknik fumigasi pada masa lalu mengandalkan metil bromida sebagai fumigan. Saat ini penggunaanya semakin dibatasi karena efeknya yang menimbulkan kerusakan lapisan ozon. Penggunaan metil bromida telah dilarang untuk perlakuan-perlakuan eradikasi hama pada gudang-gudang pangan, komoditas pertanian lain, gudang benih, perlakuan tanah, dan lain-lain, harus menggunakan bahan yang tidak bersifat merusak ozon. Alternatif bahan pengganti sebagai fumigan dipilih amonia. Amonia digunakan sebagai fumigan dikarenakan lebih ramah lingkungan dan lebih aman dibandingkan metil bromida.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumigasi berbahan aktif amonia terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren pada tiga jenis kayu kelas awet rendah.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu kondisi fumigasi berbahan aktif amonia yang optimum yang efektif mengendalikan serangan rayap tanah C. curvignathus.

2. Menghasilkan metode pengawetan kayu dengan teknik fumigasi berbahan aktif amonia yang mudah dan murah sehingga dapat diterapkan secara nyata dalam industri palet maupun bidang lain seperti furniture, sehingga membantu perkembangan industri pengemasan di Indonesia.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fumigasi

Fumigasi adalah cara perlakuan pengendalian hama (rayap, kutu buku, tikus, kecoa, kumbang, ngengat, dan lain-lain) dengan menggunakan gas beracun Methyl Bromide (CH3Br). Selain tingkat penetrasi yang tinggi, keuntungan lain

fumigasi adalah membunuh semua stadia kehidupan hama tanpa mengotori bahan yang difumigasi (Hendrawan 2007). Menurut Anonim (2010) fumigasi adalah proses di mana serangga dikeluarkan dari struktur kayu dengan menggunakan gas mematikan.

Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia atau campuran dari bahan kimia meliputi semua bahan aktif dan tidak aktif (jika ada) yang diramu untuk menghasilkan satu fumigan. Formulasi fumigan ini dapat berada dalam tiga bentuk zat yaitu: padat, cair dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki tingkat racun yang tinggi terhadap hama yang menjadi target.

2. Toksisitas yang rendah terhadap tumbuhan, manusia dan organisme lain yang bukan menjadi sasaran.

3. Tersedia di pasaran dan hemat dalam penggunaan. 4. Tidak memberikan bahaya kepada komoditas.

5. Tidak terbakar, tidak merusak, dan tidak meledak dalam keadaan penggunaan normal.

6. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik. 7. Tidak berakibat buruk terhadap lingkungan.

Pada September 2000, The California Department of Pesticide Regulation mengeluarkan peraturan prosedural baru yang membuat penggunaan fumigan Metil Bromida sangat tidak praktis dan mahal. Peraturan ini pada dasarnya adalah untuk menghentikan penggunaan Metil Bromida sebagai fumigan struktural di Negara Bagian California (Amerika Serikat) dikarenakan dapat merusak lapisan ozon (Anonim2010).

(17)

4

2.2 Amonia

Amonia merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia NH3 dan memiliki

bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam air disebut pula Amonium

Hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Amonia memiliki titik didih pada suhu (-33 °C) dan titik leleh (-77,7 °C), sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi. Amonia memiliki berat molekul 17,03, tekanan uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31g/100g (25 °C), berat jenis 0,682 (-33,4 °C), berat jenis uap 0,6, dan memilik suhu kritis 133 °C. Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, berSifat-sifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2009).

Amonia dapat diubah menjadi nitrit dan nitrat, oleh bakteri yang terdapat dalam tanah sehingga amonia bertindak sebagai penyubur tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk urea, sebagai bahan peledak, dan digunakan pula dalam bidang farmasi (Harwood et al. 2007). Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang eksoskeleton serangga dan jika dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kematian (Anonim 2009).

2.3 Keawetan Alami kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Biasanya faktor perusak yang dimaksud adalah faktor biologis seperti jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu kering) dan binatang laut. Sifat keawetan ditentukan berdasarkan persentase penurunan berat kayu akibat serangan faktor biologis. Sedangkan sifat keterawetan adalah kemampuan kayu menyerap bahan pengawetan tertentu yang diawetkan dengan metode tertentu (Martawijaya & Barly 2000).

Nandika et al. (1996) menyatakan keawetan kayu adalah daya tahan suatu kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga dan jamur. Keawetan secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain-lain. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Bahkan

(18)

5

pada jenis kayu yang sama dan pada pohon yang sama pun keawetan kayu berbeda. Tabel 1 menampilkan kelas awet dan keterawetan kayu-kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor.

Tabel 1 Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor.

No Jenis Kayu Kelas Awet Keterawetan

1 Agathis (Agathis sp) IV Sedang

2 Akasia (Acacia auriculiformis) III – IV sukar

3 Balsa (Ochroma bicolor) V Mudah

4 Durian (Durio sp) IV – V Sukar

5 Gmelina (Gmelina arborea) IV – V Sukar

6 Jabon (Anthocephalus cadamba) V Sedang

7 Jati (Tectona grandis) II Sedang

8 Jengkol (Pithecelobium jiringa) IV Sedang

9 Jeunjing (Paraserianthes

falcataria)

IV – V Sedang

10 Kapuk (Ceiba petandra) IV – V Sedang

11 Karet (Hevea brassiliensis) IV – V Sedang

12 Kecapi (Sandoricum koecape) IV Sedang

13 Kelapa (Cocos nucifera) IV Mudah

14 Kemiri (Aleurites moluccana) V Mudah

15 Kenari (Canarium commune) III Mudah

16 Lamtoro (Leucaena leucocephala) V Sedang

17 Leda (Eucalyptus deglupta) IV Sukar

18 Mahoni (Swietenia macrophylla) III – IV Sukar

19 Mangga (Mangifera indica) IV Sukar

20 Mangium (Acacia mangium) III Sukar

21 Manii (Maesopsis eminii) IV Sedang

22 Menteng (Baccauera racemosa) IV Mudah

23 Mindi (Melia azedarach) IV – V Sukar

24 Nangka (Artocarpus integra) II Sangat Sukar

25 Petai (Parkia speciosa) IV Mudah

26 Puspa (Schima walichii) IV – V Mudah

27 Rambutan (Nephelium lappaceum) II Sukar

28 Rasamala (Altingia excelsa) II – III Sedang

29 Sentang (Azadirachta excelsa) IV Sukar

30 Sungkai (Peronema canescens) III Mudah

31 Surian (Toona sureni) IV – V Sedang

32 Tusam (Pinus merkusii) IV Mudah

Sumber: Wahyudi et al. 2007

2.4 Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

Menurut Nandika et al. (2003) rayap hidup dalam kelompok-kelompok sosial (koloni) dengan sistem kasta. Dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang dinamai menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer). Pembentukan kasta pekerja, serdadu, ratu atau raja dari nimfa muda dikendalikan

(19)

6

secara alami oleh bahan kimia yang disebut feromon. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endokrin, menyebar keluar tubuh dan mempengaruhi individu lain yang sejenis.

Rayap tanah C. curvignathus merupakan golongan rayap yang banyak menyebabkan kerusakan. Rayap ini bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang kembara yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya (Nandika et al 1996). Golongan rayap tanah membutuhkan kelembaban yang tinggi dalam kehidupannya. Klasifikasi jenis rayap ini adalah:

Klas : Insekta Ordo : Blatodea

Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes

Spesies : Coptothermes curvignathus Holmgren

Dalam hidupnya rayap memiliki sifat-sifat penting yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Trophalaxis, yaitu sifat rayap saling berkumpul dan menjilat satu sama lain untuk mengadakan pertukaran bahan makanan.

b. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap (laron).

c. Cannibalisme, yaitu sifat rayap yang memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini akan semakin terlihat bila rayap kekurangan makanan. d. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya.

2.5 Jenis Kayu

2.5.1 Mangium (Acacia mangium Wild)

Kayu mangium (Acacia mangium Wild) adalah tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman (Malik et al 2009).

(20)

7

Mangium berasal dari famili Leguminosae dengan jari-jari sempit (15-30 µ), dengan jumlah jarang (4-5/mm) sampai agak jarang (6-7/mm), dan ukurannya pendek (1-2 mm) sampai agak pendek (2-5 mm). Pembuluhnya bersifat baur, soliter dan berganda radial yang terdiri dari 2-3 pori (terkadang mencapai 4) dengan diameter kecil (50-100 µ), dan jumlah pori jarang (2-5 mm2) sampai agak jarang (6-10 mm2). Acacia Mangium memiliki BJ rata – rata 0,61 (0,43-0,66) dengan kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu mangium dapat digunakan untuk bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, batang korek api (Pandit & Kurniawan 2008).

2.5.2 Karet (Hevea brasiliensis)

Hevea brasiliensis atau yang dikenal dengan kayu karet termasuk dalam Genus Hevea, Famili Euphorbiaceae dan sering disebut “pada” atau balam perak. Di Indonesia jenis ini banyak ditanam di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan sebagai tanaman perkebunan besar dan perkebunan rakyat untuk tujuan produksi getah (Boerhendy & Agustina 2006). Tetapi bila pohon karet telah mencapai umur 25-30 tahun, pohon ini tidak ekonomis lagi untuk disadap sehingga perlu diremajakan.

Karet memiliki jari-jari agak sempit (30-50 µ), jarang sampai agak lebar (50-100 µ), dan tingginya sekitar 1,8mm. Pembuluhnya bersifat baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 pori (terkadang mencapai 5-8 pori) dengan diameter agak kecil (100-200 µ) sampai agak besar (200-300 µ), dan jumlah pori sekitar 3-4/mm. Kerapatan kayu karet tergolong menengah berkisar 0,55-0,70 dengan rata-rata pada nilai 0,61. Jika dilihat dari sifat fisis dan mekanisnya kayu karet tergolong kayu kelas kuat II-III dan kelas awet V.

Kayu ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku perabot rumah tangga, kayu bentukan, misalnya panel dinding, bingkai gambar atau lukisan, lantai parket, inti papan blok, palet, peti wadah, peti jenasah, vinir, kayu lamina untuk tangga, kerangka pintu dan jendela. Karet dikenal juga dengan nama lain kayu getah dan poko getah para. Pemanfaatan kayu jenis ini antara lain: perabot rumah

(21)

8

tangga, kayu bentukan (dinding, lantai, kerangka pintu dan jendela) dan pemanfaatan lainnya (Pandit & Kurniawan 2008).

2.5.3 Sengon (Paraserianthes falcataria)

Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria, termasuk famili Leguminosae. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut : jeunjing, jeunjing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (Jawa), seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore). Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30-45 meter dengan diameter batang sekitar 70 - 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas.

Pada umumnya sengon memiliki jari-jari umumnya sempit (15-30 µ) terdiri dari 1-2 seri jumlahnya terdiri dari 6-12/mm arah tangensial. Pembuluhnya berbentuk bulat sampai oval, tersebar, soliter dan gabungan pori yang terdiri dari 2-3 pori . Diameter pori sengon berkisar pada ukuran agak kecil (100-200 µ) sampai agak besar (200-300 µ) dan jumlah pori sekitar 4-7/mm2. Sengon memiliki BJ berkisar 0,24-0,49 dengan kelas awet IV-V. Kayu jenis ini biasanya digunakan untuk bahan bangunan perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom, dan barang kerajinan lainnya (Pandit & Kurniawan 2008)

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 21 Juni hingga 21 Oktober 2010. Penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan dan Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu mangium (Acacia mangium Wild), kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), rayap tanah C. curvignathus, larutan amonia, air, dan pasir. Ketiga jenis kayu yang digunakan berasal dari daerah Ciampea, kabupaten Bogor. Alat yang digunakan adalah plastik transparan, timbangan elektrik, ember, botol kaca/jampot, lakban, alumunium foil, peralatan keselamatan fumigasi (masker, sarung tangan, google) dan kamera (alat dokumentasi).

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Keawetan Alami

Pengujian keawetan alami kayu kelas awet rendah dilakukan dengan mengikuti standar American Society for Testing and Materials (ASTM) – D 3345 2008, yaitu perihal pengujian efikasi kayu dan bahan berselulosa terhadap serangan rayap.

Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 0,6 ) cm3, diambil dari kayu gubal, tanpa cacat dan sudah dihaluskan. Contoh uji dikeringkan dalam oven (103±2) oC hingga mencapai kadar air kering udara (12-18%). Ulangan yang digunakan adalah sebanyak 3 kali untuk masing-masing jenis kayu kelas awet rendah.

Contoh uji diletakkan di bagian dasar dari botol uji, kemudian diisi dengan pasir steril sebanyak 200 g. Air destilata sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam botol uji dan dibiarkan satu malam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol 220 ekor rayap tanah C. cuvignathus yang terdiri dari 200 ekor kasta pekerja dan 20

(23)

10

ekor kasta prajurit. Pada setiap botol, bagian mulut botol ditutup dengan alumunium foil dan diberi lubang-lubang kecil sebagai ruang agar udara bisa masuk. Sebagai pengontrol pengujian (uji pembanding) dipersiapkan juga botol uji yang telah berisi pasir, air, dan rayap tanpa spesimen uji sebanyak tiga ulangan. Botol-botol uji disimpan pada ruang yang gelap dengan suhu ruangan selama empat minggu dan untuk kontrol selama satu hari. Botol uji yang sudah berisi rayap dan contoh uji yang ditutup alumunium foil dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Botol yang sudah berisi rayap dan contoh uji.

Parameter yang diukur terdiri dari persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus dan kehilangan berat yang dihitung dengan menggunakan persamaan:

Dimana : N1 = jumlah rayap total sebelum diumpankan N2 = jumlah rayap hidup setelah diumpankan

Untuk parameter persentase kehilangan berat dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana : B1 = Berat Kering Tanur (BKT) contoh uji sebelum diumpankan B2 = Berat Kering Tanur (BKT) contoh uji setelah diumpankan

Alumunium foil

Rayap Pasir + air

(24)

11

Setelah itu kayu diklasifikasikan kelas awetnya berdasarkan persentase kehilangan beratnya. Tabel 2 menyajikan klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentasi kehilangan berat.

Tabel 2 Klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat setelah diumpankan.

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3.52 II Tahan 3.52 - 7.50 III Sedang 7.50 - 10.96 IV Buruk 10.96 - 18.94 V Sangat Buruk 18.94 - 31.89 Sumber SNI 01. 7202-2006 3.3.2 Fumigasi

3.3.2.1 Persiapan Contoh Uji

Contoh uji setiap jenis kayu dibuat tanpa memperhatikan perbedaan gubal dan teras. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 10 cm x 50 cm yang dipotong menjadi 2 bagian sama panjang. Untuk pengujian kemampuan penetrasi gas amonia, pada salah satu sisi potongan kayu di bor dengan kedalaman 20 cm dan diameter lubang bor 0,5 cm dengan jarak dari tepi adalah 1 cm, 3 cm dan 5 cm. Jarak dari tepi sebagai perlakuan. Selanjutnya sebanyak 20 ekor rayap tanah C. curvignathus dimasukkan ke dalam lubang uji dan balok kayu disatukan lagi dengan menggunakan lakban. Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Amonia yang digunakan merupakan amonia teknis. Bentuk contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2 dan teknik peletakan serangga uji kayu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Contoh uji dengan jarak lubang 1, 3, dan 5 cm. Lubang contoh uji jarak 1, 3,dan 5cm

5 cm 10 cm 50 cm

(25)

12

Gambar 3 Teknik peletakan serangga uji di dalam balok kayu.

3.3.3.2 Aplikasi Fumigasi

Contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam ruang fumigasi kedap udara dengan ukuran (2 x 1 x 1) m3 yang terbuat dari rangka kayu yang ditutup rapat pada enam sisinya oleh plastik transparan. Model ruang fumigasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Model ruang fumigasi.

Amonia dimasukkan ke dalam ruang fumigasi setelah contoh uji kayu telah siap di dalamnya. Amonia teknis yang digunakan dimasukkan ke dalam bak plastik dan dibiarkan menguap dengan volume yang digunakan sebanyak dua,

(26)

13

empat, enam, delapan, dan sepuluh liter. Lama pemaparan dilakukan selama 4 hari. Kemudian ruang fumigasi ditutup. Perlakuan kontrol, contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C.curvignathus dengan jarak 5cm dari permukaan diletakkan di luar ruang pengujian sehingga tidak terpapar oleh gas fumigan. Peletakan contoh uji pada posisi mendatar.

Setelah ruangan mendapat pemaparan gas fumigan selama 4 hari, dilakukan aerasi gas. Proses aerasi dilakukan dengan membuka pintu-pintu penutup agar gas keluar dari dalam ruangan. Proses ini dapat dibantu dengan blower dan dilakukan selama 24 jam.

Parameter yang diukur adalah persentase mortalitas rayap tanah C.curvignathus dengan menggunakan persamaan:

Dimana : N1 = jumlah rayap total sebelum pemaparan N2 = jumlah rayap hidup setelah pemaparan

3.3 Analisis Data

Pengolahan data pada mortalitas rayap dilakukan dengan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 3 faktor, yaitu: faktor A (jenis kayu yaitu kayu Akasia, Karet, dan sengon), faktor B (Volume amonia yaitu kontrol, dua, empat, enam, delapan, dan sepuluh liter) dan faktor C (jarak lubang yaitu satu, tiga, dan lima cm) yang masing-masing menggunakan 3 ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut ;

𝑌𝑖𝑗𝑘𝑙 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝛾𝑘 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + (𝛼𝛾)𝑖𝑘 + (𝛽𝛾)𝑗𝑘 + (𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘𝑙 Dimana :Yijk = Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, volume amonia ke-j,

jarak lubang ke-k, dan ulangan ke-l. µ = Rataan umum

𝛼𝑖 = Pengaruh utama jenis kayu ke-i (sengon, mangium, karet) 𝛽𝑗 = Pengaruh utama volume amonia ke-j (dua, empat, enam,

delapan, sepuluh liter)

(27)

14

(𝛼𝛽)𝑖𝑗 = Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan volume amonia ke-j

(𝛼𝛾)𝑖𝑘 = Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan jarak lubangke- k

(𝛽𝛾)𝑗𝑘 = Pengaruh interaksi antara volume amonia ke-j dan jarak lubang ke-k

(𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 = Pengaruh interaksi antara jenis kayu i, volume amonia ke-j, dan jarak lubang ke-k

𝜀𝑖𝑗𝑘𝑙 = Pengaruh acak yang menyebar normal

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAS 9.1

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keawetan Alami Skala Laboratorium

Setiap jenis kayu memiliki tingkat keawetan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya zat ekstraktif yang dapat bersifat racun bagi organisme perusak kayu. Parameter yang diuji dalam pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah adalah persentase kehilangan berat kayu dan mortalitas rayap.

Persentase kehilangan berat pada sampel kayu Karet, Sengon, dan Mangium setelah diumpankan pada rayap tanah selama 4 minggu disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Histogram persentase kehilangan berat.

Ketiga jenis kayu berdasarkan Tabel 2 tergolong kelas awet V yang berarti memiliki ketahanan sangat buruk terhadap serangan rayap tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pandit dan Kurniawan (2008) bahwa kayu Karet dan Sengon termasuk dalam kelas awet V. Berbeda dengan Mangium, Pandit dan Kurniawan (2008) menyatakan bahwa kayu tersebut masuk ke dalam kelas awet III. Perbedaan hasil ini diduga karena kondisi contoh uji yang berbeda terutama dari segi umur sehingga memiliki keawetan yang lebih rendah.

21.83 22.35 31.62 0 5 10 15 20 25 30 35

Karet Sengon Mangium

K e h ilan gan B e rat (% ) Jenis Kayu K e la s A w e t V 18,94 31,89

(29)

16

Selain nilai persentase kehilangan berat contoh uji, parameter lain yang digunakan dalam pengujian tingkat keawetan alami kayu adalah persentase mortalitas rayap. Persentase mortalitas rayap dari ketiga jenis kayu disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Histogram persentase mortalitas rayap pada ketiga jenis kayu.

Mortalitas rayap tanah yang terendah dimiliki oleh sampel kayu Mangium dengan kehilangan berat sebesar 86,52% lalu diikuti sampel kayu Sengon sebesar 95,91% dan sampel kayu Karet dengan persentase terbesar sebesar 98,79%.

Nilai persentase mortalitas ketiga jenis kayu tergolong tinggi, namun berdasarkan pengujian kontrol diperoleh hasil persentase mortalitas sebesar 0%. Hal ini menandakan bahwa tahapan prosedur pengujian keawetan alami telah dilaksanakan dengan benar. Keberagaman faktor lingkungan yang sulit untuk dikendalikan menyebabkan tingginya persentase mortalitas rayap tanah C.

4.2 Fumigasi.

4.2.1 Ditinjau dari segi jenis kayu

Persentase mortalitas rayap setelah fumigasi dengan menggunakan zat aktif amonia dan tanpa fumigasi selama empat hari untuk ketiga jenis kayu disajikan pada Gambar 7, 8, dan 9.

98.79 95.91 86.52 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Karet Sengon Mangium

M o rtali tas R ay ap ( % ) Jenis Kayu

(30)

17

Gambar 7 Histogram persentase mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu Mangium.

Jenis Mangium memiliki persentase mortalitas rayap terendah pada contoh uji kontrol yaitu sebesar 13,33%. Persentase mortalitas setelah difumigasi yang terendah diperoleh pada penggunaan volume amonia sebanyak dua liter. Pada volume ini persen mortalitas sebesar 73,33% pada jarak lubang satu cm, 61,67% pada jarak lubang tiga cm, dan 55% pada jarak lima cm. Persentase mortalitas rayap mencapai 100% untuk setiap jarak lubang pada volume amonia enam liter begitu pula pada volume delapan dan sepuluh liter.

Persentase mortalitas rayap pada kayu Karet disajikan pada Gambar 8. Jenis kayu Karet mortalitas rayap terendah pada contoh uji kontrol sebesar 28,33%. Setelah pemberian fumigan amonia, persentase mortalitas terendah pada volume empat liter, jarak lubang satu cm yaitu sebesar 96,67% dan jarak lubang tiga cm sebesar 91,67%. Sedangkan untuk jarak lubang lima cm persentase mortalitas terendah pada volume dua liter yaitu sebesar 66,67. Pada volume amonia enam, delapan, dan sepuluh persentase mortalitas rayap mencapai 100% untuk ketiga jarak lubang.

kontrol 2 Liter 4 Liter 6 Liter 8 Liter 10 Liter

1 cm 73.33 83.33 100 100 100 3 cm 61.67 70.00 100 100 100 5 cm 13.33 55.00 63.33 100 100 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 m o rtali tas (% )

(31)

18

Gambar 8 Histogram persen mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu Karet.

Persentase mortalitas rayap pada kayu Sengon disajikan pada Gambar 9. Mortalitas rayap terendah terdapat pada contoh uji kontrol sebesar 26,67%. Setelah pemberian fumigan amonia, persentase mortalitas terendah didapatkan pada volume dua liter. Pada volume ini persentase mortalitas rayap untuk jarak lubang tiga cm sebesar 96,67%, lima cm sebesar 88,33%, dan untuk jarak satu cm mencapai 100%. Pada volume amonia enam, delapan, dan sepuluh liter, persentase mortalitas rayap mencapai 100% untuk ketiga jarak lubang.

Gambar 9 Histogram persen mortalitas rayap tanah akibat perlakuan fumigasi amonia pada kayu Sengon.

kontrol 2 Liter 4 Liter 6 Liter 8 Liter 10 Liter

1 cm 100.00 96.67 100 100 100 3 cm 93.33 91.67 100 100 100 5 cm 28.33 66.67 68.33 100 100 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 M o rtali tas (% )

kontrol 2 liter 4 liter 6 liter 8 liter 10 liter

1 cm 100 100 100 100 100 3 cm 96.67 100 100 100 100 5 cm 26.67 88.33 96.67 100 100 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 M ORTAL ITA S (% )

(32)

19

Martawijaya dan Barly (2000) telah menguraikan 4 faktor utama yang mempengaruhi keterawetan kayu, yaitu:

a. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti struktur anatomi (trakeida, pori/pembuluh,serabut, dan saluran damar), permeabilitas, kerapatan dan sebagainya

b. Keadaan kayu pada saat dilakukan pengawetan seperti kadar air, bentuk kayu, gubal atau teras

c. Metoda pengawetan yang digunakan d. Sifat bahan pengawet yang digunakan.

Kematian rayap tanah C.curvignathus yang berada di dalam kayu menunjukkan bahwa gas amonia mampu masuk ke dalam kayu melalui pori-pori yang terdapat di dalam kayu. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas ke dalam kayu. Karakteristik kayu tersebut menyebabkan fumigan mampu menjangkau organisme sekalipun berada di dalam kayu. Gas amonia selain dapat masuk ke dalam kayu juga mampu membunuh rayap tanah di dalam kayu. Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang eksoskeleton serangga dan jika dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kematian (Anonim 2009).

Dari ketiga jenis kayu, Mangium memiliki persentase mortalitas yang paling rendah jika dibandingkan dengan jenis yang lain. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008) Mangium memiliki pembuluh yang diameternya agak kecil (100-200 µ), sedangkan karet dan sengon dari skala agak kecil (100-200 µ) sampai agak besar (200-300 µ). Dengan demikian, diduga penetrasi uap amonia lebih sulit pada kayu Mangium jika dibandingkan jenis kayu yang lain. Menurut Wahyudi et al. (2007) tingkat keterawetan jenis kayu karet dan sengon pada kelas sedang, sedangkan untuk jenis kayu mangium pada kelas sukar.

(33)

20

4.2.2 Ditinjau dari segi volume amonia

Hasil uji mortalitas rayap tanah pada kayu Sengon, Mangium, dan Karet yang difumigasi dengan amonia volume dua, empat, enam, delapan, dan sepuluh liter yang telah dirata-ratakan disajikan pada Gambar 10. Dari hasil tersebut terlihat bahwa persentase mortalitas rata-rata terendah untuk setiap jenis kayu pada kontrol yang tidak diberi perlakuan apapun. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan fumigasi berbahan aktif amonia memiliki pengaruh terhadap mortalitas rayap.

Gambar 10 Histogram mortalitas rayap terhadap volume amonia. Contoh uji kontrol memiliki persentase mortalitas sebesar 22,78%, pada volume dua liter persentase mortalitas meningkat menjadi 81,67 %, dan pada volume empat liter meningkat menjadi 85,56%. Nilai mortalitas tertinggi pada volume amonia enam, delapan, dan sepuluh liter yaitu mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan volume amonia akan meningkatkan nilai mortalitas rayap.

Nilai mortalitas rata- rata untuk sampel-sampel yang difumigasi dengan amonia volume 6, 8, dan 10 liter lebih besar bahkan mencapai 100% dibandingkan dengan nilai mortalitas sampel-sampel yang difumigasi dengan volume amonia 2 dan 4 liter. Hal ini diduga bahwa pada volume 6, 8, dan 10 liter mengandung bahan aktif amonia yang cukup jenuh untuk memenuhi ruang fumigasi berukuran (2x1x1) m3. Dapat disimpulkan bahwa volume amonia yang

22.78 81.67 85.56 100 100 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

kontrol 2 liter 4 liter 6 liter 8 liter 10 liter

m o rtali tas (% ) volume amonia

(34)

21

paling efektif untuk meningkatkan mortilitas rayap cukup dengan volume sebanyak 6 liter.

Hasil pengujian fumigasi memiliki kesesuaian dengan penelitian sebelumnya. Pradibta (2009) melakukan fumigasi amonia dengan jenis kayu rakyat yang berbeda yaitu Nangka (Artocarpus heterophyllus), Mahoni (Swietenia macrophylla), Rambutan (Nephellium lappaceum), Durian (Durio zibethinus), Mindi (Melia azedarach), dan Menteng (Baccaurea racemosa) serta jenis rayap yang berbeda yaitu menggunakan rayap kayu kering (Cryptotermes cynochepalus). Dari hasil pengujian Pradibta (2009) didapatkan bahwa secara umum peningkatan volume amonia akan meningkatkan persentase mortalitas rayap kayu kering.

4.2.3 Ditinjau dari segi jarak lubang.

Dalam perlakuan fumigasi diberikan jarak lubang yang dijadikan

perlakuan terdiri dari jarak 1, 3, dan 5 cm dari permukaan kayu. Pemilihan jarak ini dengan mempertimbangkan ukuran sortimen kayu yang tersedia di lapangan dan jarak yang paling ekstrim yang akan diserang oleh rayap.

Tingkat mortalitas rayap jika dirata-ratakan dari berbagai jarak lubang terlihat pada Gambar 11. Persentase mortalitas rayap tertinggi pada jarak lubang satu cm yaitu sebesar 94,17%. Persentase mortalitas rayap sebesar 91,30% pada jarak tiga cm dan mortalitas rayap terendah pada jarak lima cm yaitu sebesar 86,11%.

Gambar 11 Histogram mortalitas terhadap jarak lubang.

94.17 91.30 86.11 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 cm 3 cm 5 cm m o rtali tas (% ) jarak lubang

(35)

22

Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa semakin jauh jarak lubang dari tepi kayu maka nilai mortalitas rayap semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi amonia semakin rendah pada jarak 5 cm.

Hal ini memiliki kesesuaian dengan penelitian sebelumnya. Arinana et al. (2008) melakukan fumigasi dengan menggunakan fumigan phosphin terhadap kumbang bubuk kayu kering pada kayu Sengon. Jarak lubang yang digunakan yaitu 1, 2, 3, dan 5 cm. Dari hasil penelitian Arinana (2008) gas phosphin mampu masuk ke dalam kayu melalui pori-pori yang terdapat pada kayu sehingga pada jarak lubang 5 cm mortalitas rayap mencapai 100%.

4.2.4 Ditinjau dari segi interaksi antar faktor.

Hasil analisis ragam nilai mortalitas rayap kayu terhadap 3 faktor yaitu jenis kayu, volume amonia, dan jarak lubang dapat dilihat pada lampiran 3. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi antar tiga faktor tidak berbeda nyata namun untuk interaksi antar dua faktor yaitu interaksi antara jenis dengan volume, jenis dengan jarak lubang, dan interaksi antara volume dengan jarak memiliki nilai yang berbeda nyata sehingga harus dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan.

Interaksi antara faktor jenis dan volume amonia menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga bahwa setiap jenis kayu memiliki struktur kayu yang berbeda sehingga akan bereaksi berbeda pula jika diberi perlakuan fumigasi dengan berbagai volume amonia. Secara umum dapat dikatakan bahwa volume amonia yang paling efektif untuk membunuh rayap tanah adalah 6 liter pada ruang fumigasi berukuran (2x1x1) m3.

Interaksi antara faktor jenis dengan jarak lubang menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini terkait pula dengan perbedaan struktur kayu yang akan membedakan kedalaman penetrasi gas fumigasi untuk bisa masuk ke dalam kayu. Semakin porus struktur kayu maka akan semakin mudah fumigan untuk masuk ke dalam kayu. Rincian hasilnya adalah persentase mortalitas mencapai 100% dicapai pada jarak lubang 5 cm (Sengon), 3 cm (Karet), 1 cm (Mangium).

Interaksi antara faktor volume dan jarak lubang berbeda nyata. Hal ini diduga dengan semakin meningkatnya volume amonia maka kemampuan penetrasi amonia akan semakin dalam. Pada volume 6 liter untuk ketiga jenis

(36)

23

kayu diperoleh persentase mortalitas mencapai 100% bahkan pada jarak 5 cm pada ruang fumigasi berukuran (2x1x1) m3.

Dengan demikian, faktor jenis kayu, volume amonia, dan jarak lubang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Setiap jenis kayu adalah unik memiliki karakteristiknya masing-masing sehingga perlakuan fumigasi yang dapat diberikan berbeda untuk tiap jenisnya.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Fumigasi dengan menggunakan amonia berpengaruh terhadap mortalitas rayap tanah (Coptotermes curvignatus).

2. Nilai mortalitas 100% pada kedalaman 5 cm untuk ketiga jenis kayu dicapai oleh perlakuan fumigasi dengan bahan aktif amonia sebanyak 6 liter pada ruang fumigasi berukuran (2 x 1 x 1) m3 selama 4 hari.

5.2 SARAN

Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya penelitian lanjutan mengenai efek yang ditimbulkan amonia terhadap tubuh rayap.

2. Adanya penyuluhan kepada masyarakat mengenai fumigasi sebagai teknik pengawetan yang aplikatif.

3. Pemerintah khususnya Badan Karantina Pertanian mulai mempertimbangkan amonia sebagai alternatif bahan kimia untuk teknik fumigasi.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Amonia. http://id.Wapedia.org. [diakses tanggal 2 Juni 2010].

Anonim. 2010. Termite and Fumigation. http://www.EWCN.org [diakses pada 2 Juni 2010].

Arinana, Rismayadi Y, Mustika D. 2008. Efikasi Fumigan Aluminium Phosphida Terhadap Kumbang Bubuk Kayu Kering Heterobostricus aequalis Wat. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI; Palangka Raya, 8-10 Agustus 2008. Bogor: Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Hlm 585-592.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and Other Cellulosic Materials for Resistance to Termites. American Society for Testing and Materials International. West Conshohocken: D 3345 – 08.

Boerhandy I, Agustina DS. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Palembang: Balai Penelitian Sembawa.

Giler J. 2006. Fumigation Handbook. Washington, DC: United States Departement of Agriculture.

Harwood WS, Herring FG, Madura JD, Petrucci RH. 2007. General Chemistry Principles and Modern applications, ninth edition. Pearson Education International.

Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Hendrawan. 2007. Memberantas Hama Pada Data Arsip/ Buku Dengan Fumigasi.

Http://www.gratisiklan.com [diakses pada 1 Juni 2010]

Malik J, Santosa A. Rahman O. 2009. Sari Hasil Penelitian Mangium (Acacia mangium Willd.) http://www.dephut.go.id/penelitian/mangium.html {diakses pada 1 juni 2010]

Martawijaya A, Barly. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu Terhadap Impregnasi Dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol. 14 No. 7, hal: 264 – 273.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Jakarta.

(39)

25

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Pandit IKN, Kurniawan D.2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Pradibta A. 2009. Pengaruh Perlakuan Fumigasi Amonia Terhadap Tingkat Pewarnaan dan Keawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat. [Skripsi] Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta: SNI 01. 7207-2006.

Surjokusumo, S M. 2005. Karakteristik Mutu Bahan Baku Kemasan di Indonesia. Di dalam Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta, 23 Juni 2005.

Wahyudi I, Febrianto F, Karlinasari L, Suryana J, Nawawi DS, Nurhayati. 2007. Kajian Potensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan.

(40)
(41)

27 Lampiran 1. Data keawetan alami kayu skala laboratorium

A. Tabel persentase mortalitas rayap tanah

Jenis Kayu

Kode Kayu

Jumlah Rayap Sebelum Pengumpanan

Jumlah Rayap (hidup)

Setelah Pengumpanan Mortalitas (%)

Pekerja Prajurit Total Pekerja Prajurit Total Pekerja Prajurit Total

Karet K1 200 20 220 0 0 0 100 100 100 K2 200 20 220 8 0 8 96 100 96.36 K3 200 20 220 0 0 0 100 100 100 Rata-rata 200 20 220 2.67 0 2.67 98.67 100 98.79 Sengon S1 200 20 220 23 2 25 88.50 90 88.64 S2 200 20 220 0 0 0 100 100 100 S3 200 20 220 2 0 2 99 100 99.09 Rata-rata 200 20 220 8.33 0.67 9 95.83 96.67 95.91 Akasia Ak1 200 20 220 29 0 29 85.50 100 86.82 Ak2 200 20 220 6 0 6 97 100 97.27 AK3 200 20 220 49 5 54 75.50 75 75.45 Rata-rata 200 20 220 28 1.67 29.67 86 91.67 86.52

B. Tabel persentase kehilangan berat

Jenis Kayu

Kode Kayu

Sebelum Pengumpanan Setelah

Pengumpanan Penurunan Berat

(%) Berat awal (g) BKT (g) Kadar Air (%) BKT (gram) Karet K1 2.248 1.907 17.881 1.493 21.709 K2 2.751 2.336 17.765 1.826 21.832 K3 2.655 2.246 18.210 1.753 21.950 Rata-rata 2.551 2.163 17.952 1.691 21.837 Sengon S1 1.817 1.528 18.914 1.197 21.662 S2 1.824 1.492 22.252 1.109 25.670 S3 1.579 1.351 16.876 1.088 19.467 Rata-rata 1.740 1.457 19.347 1.131 22.352 Akasia Ak1 3.257 2.584 26.045 1.829 29.218 Ak2 3.400 2.592 31.173 1.750 32.485 AK3 3.612 2.793 29.323 1.870 33.047 Rata-rata 3.423 2.656 28.847 1.816 31.623

(42)

28 Lampiran 2. Data fumigasi

Jenis Kayu Volume amonia jarak lubang Ulangan rayap (hidup)

total Mortalitas rata-rata mortalitas

prajurit pekerja

M

ANG

IUM

(

Aca

cia

m

a

ng

ium

Wil

d.)

0 Liter 5 cm 1 2 16 18 10 13.33 2 2 17 19 5 3 1 14 15 25 2 liter 1 cm 1 0 3 3 85 73.33 2 0 10 10 50 3 0 3 3 85 3 cm 1 1 8 9 55 61.67 2 1 9 10 50 3 0 4 4 80 5 cm 1 2 9 11 45 55.00 2 0 11 11 45 3 0 5 5 75 4 liter 1 cm 1 0 4 4 80 83.33 2 1 3 4 80 3 0 2 2 90 3 cm 1 0 5 5 75 70.00 2 0 6 6 70 3 1 6 7 65 5 cm 1 0 8 8 60 63.33 2 1 8 9 55 3 1 4 5 75 6 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 8 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 10 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100

(43)

29 Lampiran 2. lanjutan Jenis kayu Volume amonia jarak lubang kode rayap (hidup)

total Mortalitas rata-rata mortalitas

prajurit pekerja

K

ARET

(

H

evea b

ra

siliens

is)

0 liter 5 cm 1 0 12 12 40 28.33 2 0 14 14 30 3 1 16 17 15 2 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100.00 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 2 2 90 93.33 2 0 1 1 95 3 0 1 1 95 5 cm 1 0 5 5 75 66.67 2 1 4 5 75 3 0 10 10 50 4 liter 1 cm 1 0 1 1 95 96.67 2 0 1 1 95 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 1 1 95 91.67 2 1 1 2 90 3 0 2 2 90 5 cm 1 0 5 5 75 68.33 2 1 5 6 70 3 1 7 8 60 6 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 8 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 10 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100

(44)

30 Lapiran 2. lanjutan Jenis kayu Volume amonia jarak lubang Ulangan rayap (hidup)

total Mortalitas rata-rata mortalitas

prajurit pekerja

SENG

O

N

(

Par

a

se

ria

nthes falca

ta

ria

)

0 liter 5 cm 1 2 16 18 10 26.67 2 0 14 14 30 3 0 12 12 40 2 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 96.67 2 0 1 1 95 3 0 1 1 95 5 cm 1 0 2 2 90 88.33 2 0 3 3 85 3 0 2 2 90 4 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 1 1 95 96.67 2 0 0 0 100 3 0 1 1 95 6 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 8 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 10 liter 1 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 3 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100 5 cm 1 0 0 0 100 100 2 0 0 0 100 3 0 0 0 100

(45)

31 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam

Uji Fumigasi 03:11 Thursday, February 17, 2005 1 The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values Jenis_kayu 3 A B C Jarak_bor 3 l s t Dosis 5 D E N P U ulangan 3 1 2 3 Number of Observations Read 135 Number of Observations Used 135

Uji Fumigasi 03:11 Thursday, February 17, 2005 2 The GLM Procedure

Dependent Variable: Mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 44 21573.33333 490.30303 15.22 <.0001 Error 90 2900.00000 32.22222

Corrected Total 134 24473.33333

R-Square Coeff Var Root MSE Mortalitas Mean 0.881504 6.074692 5.676462 93.44444

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Jenis_kayu 2 3130.000000 1565.000000 48.57 <.0001 Jarak_bor 2 1363.333333 681.666667 21.16 <.0001 Dosis 4 8906.666667 2226.666667 69.10 <.0001 Jenis_kayu*Jarak_bor 4 453.333333 113.333333 3.52 0.0103 Jenis_kayu*Dosis 8 4920.000000 615.000000 19.09 <.0001 Jarak_bor*Dosis 8 2081.111111 260.138889 8.07 <.0001 Jenis_*Jarak_b*Dosis 16 718.888889 44.930556 1.39 0.1626

(46)

32 Lampiran 3. Lanjutan

uji lanjut interaksi_jd 1

04:54 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

interaksi_jd 15 AD AE AN AP AU BD BE BN BP BU CD CE CN CP CU ulangan 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Number of Observations Read 135 Number of Observations Used 135

uji lanjut interaksi_jd 2 04:54 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Dependent Variable: Mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 14 16956.66667 1211.19048 19.34 <.0001 Error 120 7516.66667 62.63889

Corrected Total 134 24473.33333

R-Square Coeff Var Root MSE Mortalitas Mean 0.692863 8.469710 7.914473 93.44444

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F interaksi_jd 14 16956.66667 1211.19048 19.34 <.0001 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F interaksi_jd 14 16956.66667 1211.19048 19.34 <.0001

uji lanjut interaksi_jd 3 04:54 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for Mortalitas

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 120 Error Mean Square 62.63889

Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Critical Range 7.387 7.775 8.032 8.221 8.368 8.487 8.586 8.669 8.741 8.804 8.860 8.909 8.953 8.993 Means with the same letter are not significantly different.

(47)

33

interaksi_ Duncan Grouping Mean N jd

A 100.000 9 BP(karet_8 L) A A 100.000 9 BU(karet_10 L) A A 100.000 9 AN(akasia_6 L) A A 100.000 9 AP(akasia_8 L) A A 100.000 9 AU(akasia_10 L) A A 100.000 9 CP(sengon_8 L) A A 100.000 9 CU(sengon_10 L) A A 100.000 9 BN(karet_6 L) A A 100.000 9 CN(sengon_6 L) A A 98.889 9 CE(sengon_4 L) A A 95.000 9 CD(sengon_2 L) B 86.667 9 BD(karet_2 L) B B 85.556 9 BE(karet_4 L) C 72.222 9 AE(akasia_4 L) D 63.333 9 AD(akasia_2 L)

(48)

34 Lampiran 3. Lanjutan

uji lanjut interaksi_jj 4 04:22 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

interaksi_jj 9 AL AS AT BL BS BT CL CS CT

ulangan 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Number of Observations Read 135

Number of Observations Used 135

uji lanjut interaksi_jj 5 04:22 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Dependent Variable: Mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 4946.66667 618.33333 3.99 0.0003 Error 126 19526.66667 154.97354

Corrected Total 134 24473.33333

R-Square Coeff Var Root MSE Mortalitas Mean 0.202125 13.32218 12.44884 93.44444

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F interaksi_jj 8 4946.666667 618.333333 3.99 0.0003 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F interaksi_jj 8 4946.666667 618.333333 3.99 0.0003

uji lanjut interaksi_jj 6 04:22 Thursday, February 17, 2005 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for Mortalitas

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 126 Error Mean Square 154.9735

Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 Critical Range 9.00 9.47 9.78 10.01 10.19 10.34 10.46 10.56 Means with the same letter are not significantly different.

(49)

35

interaksi_ Duncan Grouping Mean N jj

A 100.000 15 CS(sengon_1 cm) A A 99.333 15 CT(sengon_3 cm) A A 99.333 15 BS(karet_1 cm) A A 97.000 15 BT(karet_3 cm) A A 97.000 15 CL(sengon_5 cm) A B A 91.333 15 AS(akasia_1 cm) B B 87.000 15 BL(karet_5 cm) B B 86.333 15 AT(akasia_3 cm) B B 83.667 15 AL(akasia_5 cm)

Gambar

Gambar 1  Botol  yang sudah berisi rayap dan contoh uji.
Gambar 3 Teknik peletakan serangga uji di dalam balok kayu.
Gambar 5  Histogram persentase kehilangan berat.
Gambar  7  Histogram  persentase  mortalitas  rayap  tanah  akibat  perlakuan  fumigasi amonia pada kayu Mangium
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi

Program adalah sekumpulan instruksi atau perintah terperinci yang sudah dipersiapkan agar komputer dapat melakukan fungsinya dengan cara yang sudah

Berdasarkan hasil penelitian bahwa jenis tumbuhan yang memiliki nilai-nilai kesakralan/ ulayat bagi masyarakat Suku Dayak Kota Palangka Raya adalah Pinang Merah

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh biaya lingkungan dan biaya kemitraan terhadap

Inti pemikiran Gadamer yang bertumpu pada “pemahaman” merujuk pada bahwa dalam memahami sesuatu yang sifatnya telah lampau pun, pemahaman ini bisa digunakan untuk

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara obat kumur yang mengandung Klorin dioksida dan tanpa kandungan Klorin dioksida terhadap pH