VICTORIA ERA NICOLINE MANOPPO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Pebruari 2013
Victoria E N Manoppo
Small Scale Fisherman in North Sulawesi Province. Under Direction DOMU SIMBOLON, RUDY C TARUMINGKENG and VICTOR P H NIKIJULUW
Fisherman in North Sulawesi Province divided to 2 categories, those are: small scale fisherman (traditional fisherman) and big scale fisherman (modern fisherman). They do arrest of fish in same fishing ground, so that cause various problem for example decreasing the result of cached, followed by decreasing their earnings. For increase of haul, they conducted variously. Which is conducted by fisherman in North Sulawesi Province that is mobility. Target of this research are to; 1) mapping fisherman’s mobility types in North Sulawesi Province; 2) determining factors having an effect on to fisherman mobility; 3) determining the impact of fisherman mobility; 4) formulating strategic solution to quicken to displace fisherman status toward better. Data analysis which is used in this research cover: (a) descriptive-qualitative analysis; (b) structure equation modeling (SEM) analyses; and (c) SWOT analyses. Type of fisherman in North Sulawesi Province are: 1) mobility of geography that is fisherman that conducting mobility of its residence countryside to other place, but linger as fisherman; 2) mobility of geography fisherman and mobility of profession that is fisherman that conducting mobility of its residence countryside to other place, but nonliving as a fisherman; 3) profession mobility that is fisherman which do not conduct mobility of its residence countryside to other place, but linger as non-fisherman ;and 4) do not mobility fisherman that is fisherman which do not conduct any mobility. Factors that having an effect on to fisherman mobility in North Sulawesi Province: a) job experience; b) family responsibility; c) earnings; d) supply of fish; e) saturation; and f) capital. Mobility of fisherman in North Sulawesi Province do not affect significantly to small scale fisherman status, because it does not change to displace their status up at better. Strategic solution to quicken to displace fisherman status toward better, those are: a) SO: to get fishermen who could operate a new modern technology to make finding new fish catching-area become easier; make local role that easy to do by small scale fisherman; b) WO: the government should give easiness to the fishermen to get loan for them; The government provide fisheries extension to make them know about weakness of geography mobility or job changing ; c) ST: Rebserve the law of sharing system; d) WT: giving hard dubious to government officer who is making Illegal fishing for the shake of advantage of person.
Kecil di Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON, RUDY C TARUMINGKENG dan VICTOR P H NIKIJULUW.
Mobilitas merupakan salah satu alternatif yang dipilih nelayan untuk menyiasati berbagai masalah yang timbul akibat paceklik, yaitu diantaranya padatnya persaingan antara nelayan skala besar dan nelayan skala kecil di area penangkapan ikan sehingga hasil tangkapan ikan dan pendapatan menurun. Fenomena serupa pula terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, dimana nelayan melakukan mobilitas dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan dan perubahan alih status ke arah yang lebih baik.
Maka dari itu dilakukan penelitian dengan tujuan: 1) memetakan tipe mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara. 2) menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan. 3) menentukan dampak terkait perubahan alih status nelayan ke arah yang lebih baik. 4) memformulasikan solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik. Adapun jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a) analisis deskriptif-kualitatif; b) analisis SEM; dan c) analisis SWOT.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa terdapat empat tipe nelayan yang bermobilitas yaitu: 1) mobilitas geografi: nelayan yang melakukan perpindahan wilayah penangkapan ikan, 2) mobilitas geografi dan profesi: nelayan yang melakukan perpindahan lokasi penangkapan ikan dan nelayan yang melakukan perubahan pekerjaan, 3) mobilitas profesi: nelayan yang melakukan perubahan pekerjaan, 4) tidak mobilitas: nelayan yang tidak melakukan perpindahan lokasi penangkapan ikan maupun melakukan perubahan pekerjaan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan skala kecil untuk bermobilitas yaitu: a) pengalaman kerja, b) tanggungan keluarga, c) pendapatan, d) persediaan ikan, e) kejenuhan, dan f) modal. Mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara tidak berdampak secara signifikan terhadap status nelayan skala kecil, karena tidak merubah alih status mereka ke arah yang lebih baik.
Solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik, yaitu: a) kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang (SO): menghasilkan nelayan yang mampu mengoperasikan teknologi modern guna mempermudah pencarian DPI baru; membuat peraturan daerah yang memihak nelayan skala kecil, b) pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang (WO): pemerintah memberi kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh modal; pemerintah mengadakan penyuluhan tentang kelemahan alih profesi atau pindah wilayah penangkapan, c) kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST): meninjau kembali sistem bagi hasil yang sementara berlaku saat ini, d) kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman (WT): memberi sangsi yang keras terhadap aparat yang menjadikan
illegal fishing demi keuntungan pribadi.
Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik adalah: 1) memberikan pemahaman ecology approach
alih teknologi terhadap mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, 6) mempelajari pengaruh budaya terhadap dinamika mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, dan 7) mempelajari faktor penarik dan pendorong pada mobilitas profesi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara.
Tipe Nelayan Provinsi Sulawesi Utara yaitu 1) mobilitas geografi, 2) mobilitas geografi dan profesi, 3) mobilitas profesi, 4) tidak mobilitas. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu 1) pengalaman kerja, 2) tanggungan keluarga, 3) pendapatan, 4) persediaan ikan, 5) kejenuhan, 6) modal. Dampak mobilitas nelayan bagi status nelayan bisa dikatakan tidak berpengaruh secara signifikan.
Solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik yaitu 1) menghasilkan nelayan yang mampu mengoperasikan teknologi modern guna mempermudah pencarian DPI baru; membuat peraturan daerah yang memihak nelayan skala kecil, 2) pemerintah memberi kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh modal, pemerintah mengadakan penyuluhan tentang kelemahan alih profesi atau pindah wilayah penangkapan, 3) meninjau kembali sistem bagi hasil yang sementara berlaku saat ini, 4) memberi sangsi yang keras terhadap aparat yang menjadikan illegal fishing demi keuntungan pribadi.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara, dapat disarankan sebagai berikut: 1) menyediakan penyuluh yang lebih bertanggung jawab dan memahami aspek sosial-ekonomi nelayan, 2) memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang bisa dilakukan oleh nelayan ketika musim paceklik tiba, 3) sebaiknya nelayan tidak melakukan mobilitas baik lokasi maupun profesi, dan tetap tinggal di desa/wilayah masing-masing kemudian mengusahakan penangkapan dengan alat yang lebih baik dan komitmen waktu yang lebih banyak, 4) meninjau ulang dan merevisi Undang-undang Sistem Bagi Hasil, 5) menyediakan lembaga yang memberikan pinjaman modal dengan mudah dan tidak memberatkan, 6) menindak keras aparat yang menjadikan illegal fishing demi keuntungan pribadi, 7) memberikan pemahaman ecology approach kepada nelayan demi kelangsungan sumberdaya alam, dan 8) membantu nelayan dalam pengadaan dan penggunaan teknologi tepat guna seperti alat pendeteksi daerah penangkapan ikan, motorisasi yang lebih tepat sasaran dan lain sebagainya.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
OLEH :
VICTORIA ERA NICOLINE MANOPPO
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Eko Sri Wiyono, S. Pi, M.Si 2. Dr.Ir.Sugeng Hari Wisodo, M.Si
Judul Disertasi : Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara
Nama Mahasiswa : Victoria Era Nicoline Manoppo NRP : C462080031
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Domu Simbolon. MSi Ketua
Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng,MF Dr. Ir. Victor P H Nikijuluw, MSc. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi SPT Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro ,MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas karunia-Nya sehingga Disertasi dengan judul Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng, M.F, Bapak Dr. Ir. Victor P H Nikijuluw, M.Sc atas kesediannya membimbing penulis. Terima kasih pula kepada Bapak Dr. Eko Wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisodo, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R O Monintja, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Husni Manggabarani, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku mantan Ketua Mayor SPT, Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen PSP, Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Studi SPT, Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc selaku Dekan FPIK IPB dan Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh Dosen Civitas Akademika Departemen PSP IPB atas segala bantuannya; juga terima kasih disampaikan kepada Civitas Akademika FPIK UNSRAT atas segala kesempatan yang diberikan kepada kami selama ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada mama dan papa (Alm.), anak-anakku Jiandrie dan Jereniel, adik-adikku: Stephanny, Olivia, Maudy dan Esther dan juga Mamawoed atas segala bantuan dan kesabaran, dorongan dan pengertian secara tulus dan ikhlas selama penulis menempuh pendidikan. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman: Indra Erwinda, Marwah, Babe, Gladys dan Senly atas doa dan bantuannya.
Penulis menyadari disertasi ini jauh dari sempurna, untuk itu dengan penuh kerendahan hati, penulis berharap semoga dapat dimaklumi dan mohon bantuan untuk perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Pebruari 2013
Penulis dilahirkan di Kota Manado, pada tanggal 17 September 1961 dari ayah Sigfried B Manoppo (Almarhum) dan ibu Prof. Dr. Geraldine Y J Watupongoh (Almarhummah). Penulis merupakan putri tertua dari lima bersaudara.
Pendidikan Sarjana ditempuh di jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT Manado), lulus pada tahun 1988. Pada tahun 2004 penulis diterima di program studi Ilmu Perairan pada Program Pascasarjana UNSRAT. Pada tahun 2008 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari BPPS DIKTI.
i
DAFTAR GAMBAR ……… iv
DAFTAR LAMPIRAN ………. vi
DAFTAR ISTILAH ………. vii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
1.5 Kerangka Pikir Penelitian ... 13
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 17
2.1 Mobilitas dan Alih Status ... 17
2.2 Sumber daya Perikanan ... 21
2.3 Pengelolaan Usaha Perikanan Tangkap ... 23
2.4 Karakteristik Perikanan Tangkap Skala Kecil ... 29
2.5 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ... 35
2.6 Pengaruh Kegiatan Perikanan Tangkap Terhadap Lingkungan ... 39
2.7 Wilayah Pesisir ... 40
2.8 Konsep Pendapatan dan Kelayakan Investasi ... 43
2.9 Nelayan dan Pendapatan ... 44
2.10 Karakteristik Kemiskinan Nelayan ... 52
2.11 Analisis Deskriptif ... 71
2.12 Analisis SEM ... 72
2.13 Analisis SWOT ... 74
3 METODOLOGI PENELITIAN ... 77
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 77
3.2 Pengambilan Sampel ... 77
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 80
3.4 Analisis Data ... 81
3.4.1 Penentuan status mobilitas nelayan ... 81
3.4.2 Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas nelayan dan dampak yang ditimbulkan mobilitas nelayan ... 82
3.4.3 Strategis untuk alih status nelayan ke arah yang lebih baik ... 93
4 HASIL ... 96
4.1 Kondisi Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 96
4.2 Mobilitas Nelayan Provinsi Sulawesi Utara ... 103
4.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan ... 111
ii 4.5 Solusi Strategis untuk Mempercepat Alih Status Nelayan Kearah yang
Lebih Baik ... 118
5 PEMBAHASAN ... 122
5.1 Kondisi Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 122
5.1.1 Karakteristik nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara ... 122
5.1.2 Tipe dan jumlah nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 124
5.1.3 Pendapatan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 128
5.1.4 Perumahan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 133
5.2 Potensi dan Produksi Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara ... 135
5.3 Tipe Mobilitas Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 137
5.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Mobilitas Nelayan ... 151
5.5 Dampak Mobilitas Nelayan Terhadap Status Nelayan ... 157
5.6 Solusi Strategis untuk Mempercepat Alih Status Nelayan Kearah yang Lebih Baik ... 162
5.7 Tindakan konkrit untuk Mempercepat Alih Status Nelayan ke Arah yang Lebih Baik ………. 167
5.7.1 Memberikan pemahaman ecosystem approach nelayan ... 167
5.7.2 Mengatasi konflik nelayan. ... 168
5.7.3 Meninjau kembali pola hubungan patron-klien dan sistem bagi hasil yang berkeadilan ... 174
5.7.4 Meningkatkan efisiensi operasi penangkapan ikan pada daerah penangkapan yang potensial………. 178
5.7.5 Menentukan teknologi penangkapan ikan yang tepat guna... 181
5.7.6 Merubah kebiasaan nelayan yang cenderung melakukan mobilitas geografi ketika musim paceklik tiba... 182
5.7.7 Faktor penarik dan pendorong pada mobilitas profesi nelayan….183 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 185
6.1 Kesimpulan ... 185
6.2 Saran ... 186
DAFTAR PUSTAKA ... 188
iii
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional
dengan nelayan industri ...32
2 Hasil penelitian terkait dengan mobilitas ... 86
3 Goodness of fit index ... 91
4 Kerangka analisis yang dipakai dalam analisis SWOT ... 95
5 Karateristik mobilitas nelayan berdasarkan indikator jenis profesi dan lokasi ... 104
6 Karakteristik nelayan berdasarkan tipe mobilitas di Sulawesi Utara…….... 105
7 Komposisi jumlah nelayan (orang) yang melakukan mobilisasi geografi di Provinsi Sulawesi Utara ... 110
8 Hasil Kriteria Kesesuaian Model SEM tahap 1 ... 111
9 Hasil Kriteria Kesesuaian Model SEM tahap 2 ... 114
10 Dampak X1, X2, X3, X4 terhadap Y ... 116
11 Matriks faktor strategi eksternal solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan kearah yang lebih baik ...118
12 Matrix faktor strategi internal solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan kearah yang lebih baik ...119
iv
DAFTAR GAMBAR
1 Lingkaran setan kemiskinan Ragnar Nurkse (1953) yang diacu dalam
(Satria 2002) ...56
2 Lokasi penelitian mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 77
3 Tahap pengambilan sampel penelitian ...79
4 Konseptualisasi mobilitas profesi dan alih status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara ...88
5 Diagram Analisis SWOT ... 94
6 Komposisi gambaran nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 96
7 Persentase nelayan pemilik versus nelayan buruh di Provinsi Sulawesi Utara... 99
8 Jumlah perahu / kapal perikanan di Provinsi Sulawesi Utara ... 101
9 Pendapatan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 101
10 Prosentasi nelayan miskin di Provinsi Sulawesi Utara ... 102
11 Komposisi Jenis Perumahan Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 103
12 Arah/tujuan mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ...106
13 Komposisi tujuan mobilisasi dan jumlah nelayan yang melakukan mobilitas geografi ...107
14 Komposisi tujuan mobilisasi dan jumlah nelayan yang melakukan mobilitas geografi tipe mobilitas geografi dan profesi ... 108
15 Komposisi nelayan yang melakukan mobilitas profesi tipe mobilitas geografi dan profesi ... 108
v
18 Estimasi model non-fit ... 112
19 Estimasi model fit ... 113
20 Perahu Londe ... 131
21 Pembuatan kapal pelang di Desa Kema, Bitung ... 132
22 Perahu Bolotu/Jukung ... 132
23 Pemetaantujuan mobilitas geografi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 142
24 Pemetaantujuan mobilitas geografi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 145
vi DAFTAR LAMPIRAN
1 Tahapan 1 Analisis Structure Equation Modeling (SEM) ... 202
2 Tahapan 2 Analisis Structure Equation Modeling (SEM) ... 216
vii DAFTAR ISTILAH
ABK Anak buah kapal atau dapat pula berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan atau pelayanan dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal.
Alih Status Alih berarti pindah, tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang.
BBM Bahan bakar minyak yang berupa materi cair yang bisa diubah menjadi energi dan digunakan oleh nelayan pada saat operasional penangkapan.
Berkelanjutan Pemanfaatan sumberdaya secara lestari, yaitu dimana laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama dengan laju pemulihan sumberdaya tersebut.
BPS Badan Pusat Statistik , dahulu Biro Pusat Statistik, adalah Lembaga non Pemerintah di Indonesia yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia data statistik dasar, baik untuk pemerintah maupun untuk masyarakat umum, secara nasional maupun regional.
Cold storage Media pendingin/merupakan salah satu sarana penunjang dalam proses penanganan pasca penangkapan.
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran internasional.
DKP Departemen dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan kelautan dan perikanan. Sekarang disebut sebagai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Door to door Cara pemasaran langsung “menjemput bola” dari pintu ke pintu, cara penjualan langsung oleh pemilik barang kepada pembeli dari rumah ke rumah.
DPI Daerah Penangkapan Ikan yaitu suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.
viii Ekosistem Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik yang tak terpisahkan antara mahluk hidup dengan lingkungannya.
Faktor Internal Pengaruh yang berasal dari dalam lingkungan.
Faktor Eksternal Pengaruh yang berasal dari luar lingkungan sekitar.
Fish Finder Alat yang digunakan untuk mendeteksi besarnya gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona potensi ikan. Dapat mudah digunakan nelayan untuk mengetahui posisi ikan.
Geografi Ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
GPS Global Positioning System adalah sistem satelit dimana alat ini dipasang di kapal, biasanya dilengkapi dengan sounder untuk mengukur kedalaman, radar atau alat pelacak ikan.
GT Gross Ton adalah satuan volume dalam palka dan kompartemen kapal, biasanya dipakai untuk kapal perikanan.
Hasil Tangkapan Semua ikan yang tertangkap oleh suatu alat penangkap ikan.
Investasi Istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
IUU Fishing Illegal Unreported Unregulated Fishing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.
JTB Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah banyaknya sumber daya alam hayati yang boleh ditangkap dengan memperhatikan pengamanan konservasinya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
ix Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung
lainnya yang dipergunakan, untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan survei atau eksplorasi perikanan.
Kebijakan Arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan; atau investasi pemerintah untuk mencari pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik.
Kemiskinan Keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Konflik Persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
Konservasi Sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Konsumsi Suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
MEY Maximum economic yields keuntungan maksimum dalam usaha penangkapan.
Miskin Keadaan yang serba kurang mampu dan termasuk di dalamnya adalah lingkungan ketidakberdayaan.
Mobilitas Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain.
MSY Maximum sustainable yield adalah hasil tangkapan maksimum lestari.
x Nelayan Penuh Orang yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan
pekerjaan operasi penangkapan/ pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
Nelayan Sambilan Orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk
Utama melakukan pekerjaan operasi penangkapan/ pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan, nelayan ini dapat mempunyai pekerjaan lain.
Nelayan Sambilan Orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk Tambahan melakukan penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air.
Nelayan Tradisional Nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.
Overfishing Jumlah upaya penangkapan yang besar dan berlebihan terhadap stok ikan.
Patron-Klien Hubungan antara masyarakat sosial atas/juragan (patron) dan sosial bawah/buruh (klien).
PDB Pendapatan domestik bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu.; PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.
Pembangunan Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengganggu kemampuan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan generasi mendatang.
Penangkap Ikan Penangkapan ikan atau organisme air lainnya. Kapal pengangkut tidak termasuk kapal penangkap.
Pengalaman Melaut Lamanya nelayan melakukan usaha penangkapan ikan di laut.
Perahu/Kapal Perahu atau kapal yang langsung dipergunakan dalam operasi.
Pengelolaan Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
xi kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah di sepakati.
Perikanan Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi yang terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.
Perikanan Tangkap Kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
PK Paardenkracht adalah tenaga mesin dengan satuan daya kuda. Istilah
ini berasal dari James Watt, ilmuwan abad 19 asal Skotlandia yang menemukan bahwa pada masa itu, seekor kuda poni miliknya
rata-rata mampu mengangkat beban seberat 550 pounds (249,4 kg) sejauh
1 kaki (30,48 cm) per detik. Dari 550 pounds dikali 60 detik lalu
keluarlah angka sebesar 33.000 foot pounds per min (ft lbs/min)m
istilah inilah yang lalu disebut 1 horsepower (daya kuda);
1 PK adalah gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan benda seberat 75 kg sejauh 1 meter dalam waktu 1 detik.
1 PK = 75 kg.m/s 1 PK = 735,5 W
PMA Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Potensi Merupakan sesuatu yang mungkin dicapai atau dikembangkan atau dimiliki atau terjadi pada seseorang maupun pada sesuatu.
Potensi Lestari Jumlah atau bobot ikan maksimum dalam suatu stok yang dapat diambil oleh penangkap tanpa mengganggu kelestarian stok tersebut.
xii Produktivitas Perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan
keseluruhan sumber daya (masukan) yang terdiri dari beberapa faktor.
Profesi Pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Pungutan Perikanan Pungutan perikanan adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh perusahaan perikanan asing yang mendapat izin penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia.
RTP Rumah tangga perikanan adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan ikan atau organisme air lainnya dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual.
SDM Sumberdaya manusia adalah sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi.
SEM Structur Equation Modeling adalah teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat.
Soma Pajeko Alat tangkap ikan di Sulawesi Utara yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang membentuk gerombolan.
Soma Dampar Pukat yang dioperasikan di tepi pantai untuk penangkapan ikan-ikan atau gerombolan ikan yang bermigrasi menyusur pantai, alat penangkap ikan ini terdiri dari lembaran jaring dan tali-temali baik tali untuk pelampung maupun untuk pemberat. Pada prinsipnya alat ini dioperasikan untuk mengurung ikan dan menarik jaring ke arah pantai.
Stakeholder Pihak yang berkepentingan atau para pemangku kepentingan.
Stok Ikan Bagian dari suatu populasi ikan yang berada dalam suatu wilayah sebar yang kontinu dan memiliki parameter populasi yang sama.
Sumberdaya Ikan Potensi semua jenis ikan.
SWOT Analisis SWOT yang terdiri atas kekuatan (strengths),
xiii peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.
Tauke Juragan nelayan yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli.
Trip Perjalanan pergi melakukan operasi penangkapan dan kembali ke darat.
Unit Penangkapan Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan Ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.
UUBHP Undang-undang Bagi Hasil Perikanan adalah konsekuensi yang secara ekonomis sesuai dengan dasar pembagian hasil usaha bersama, yaitu keseimbangan antara yang diberikan dengan yang didapatkan..
Wilayah Pesisir Suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 11 daerah kabupaten dan 4 daerah
kota, yang terdiri dari 150 kecamatan, 306 kelurahan dan 1.200 desa. Luas daerah
kab/kota sekitar 15.273,10 (BPS 2008).
Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk
Provinsi Sulawesi Utara adalah 2.265.937 orang, yang terdiri atas 1.157.559
laki-laki dan 1.108.378 perempuan. Mata pencaharian pendudukan di Provinsi
Sulawesi Utara meliputi bidang pertanian/perikanan (22%), angkutan (8%),
bidang jasa-jasa besar (37.57%) dan buruh (31.80%). Terdapat 85,867 orang yang
menjadi nelayan dari total jumlah penduduk Sulawesi Utara (BPS-PSU 2010).
Nelayan yang berjumlah 85,867 orang tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan
skala usaha, menjadi nelayan skala besar dan nelayan skala kecil. Nelayan skala
besar menurut Pollnac (1988) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) diorganisir
dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro-industri di negara-negara
maju, 2) relatif lebih padat modal, 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi
dari pada perikanan sederhana bagi pemilik maupun awak perahu dan 4)
menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku berorientasi ekspor. Mereka
lebih berorientasi kepada keuntungan (profit-oriented).
Nelayan skala kecil termasuk buruh dan anak buah kapal (ABK) tidak
mempunyai modal sendiri dalam menjalankan usaha perikanan, memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Memiliki skala usaha relatif kecil (modal terbatas) dan bersifat usaha
keluarga.
2) Menggunakan armada penangkapan ikan yang berukuran relatif kecil yang
digerakkan dengan tenaga penggerak seperti dayung dan layar dan beberapa
dengan motor tempel bertenaga kecil (ketinting 8 PK, motor tempel 15/25
PK), dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang berukuran kecil dan
relatif sederhana dengan biaya murah.
3) Produktivitas relatif rendah karena sederhananya teknologi armada dan alat
4) Daerah operasi penangkapan ikan (fishing ground) terbatas pada pantai yang
relatif padat tangkap.
5) Operasi penangkapan ikan tergantung cuaca dan kondisi perairan laut.
6) Dikelola dengan pengetahuan dan pemahaman manajemen usaha yang sangat
terbatas.
Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan operasi
penangkapan, Ditjen Perikanan yang diacu dalam Satria (2002)
mengklasifikasikan tiga kategori nelayan berdasarkan waktu yang digunakan
untuk melakukan profesi operasi penangkapan/pemeliharaan. Pertama, nelayan
penuh yaitu orang yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan profesi
operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Kedua,
nelayan/petani ikan sambilan utama yaitu orang yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk melakukan profesi operasi penangkapan/pemeliharaan
ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Selain melakukan profesi
penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini dapat mempunyai profesi lain.
Ketiga, nelayan sambilan tambahan yaitu orang yang sebagian kecil waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan profesi penangkapan/pemeliharaan
ikan/binatang lainnya/tanaman air. Berdasarkan data yang diperoleh jumlah
nelayan di Provinsi Sulawesi Utara adalah 85.867 orang, sebanyak 39.727 (46%)
diantaranya adalah nelayan pemilik. Hal ini menjelaskan bahwa nelayan buruh
lebih dominan yaitu 46.140 orang (54%) dibandingkan dengan nelayan pemilik.
Diantara nelayan buruh tersebut, terdapat nelayan penuh sebanyak 17.521 orang
(20%), nelayan sambilan utama sebanyak 13.014 orang (15%) dan nelayan
sambilan tambahan sebanyak 15.605 orang (18%) (DKP 2010).
Menurut Kusnadi (2002), dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan
tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan yang lain), nelayan terbagi dalam
kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh
tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan
buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang
sangat terbatas.
Dilihat dari sisi kepemilikan perahu/kapal penangkap ikan, nelayan
tradisional dan nelayan bermotor. Nelayan tradisional memakai perahu tanpa
mesin/motor. Bila perahu mempunyai mesin yang ditempel di luar perahu disebut
perahu motor tempel dan bila perahu/kapal mempunyai mesin di dalam kapal
maka disebut kapal motor. Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur
dengan gross ton (GT), kapal motor dibagi menjadi: kapal kecil, yaitu < 5GT–
10GT, kapal sedang, yaitu 10GT–30GT, kapal besar, yaitu > 30GT.
Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,
masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan nelayan
tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang
lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional (Kusnadi 2002). Nelayan
tradisional merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan
kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah
menerima inovasi teknologi baru, disamping kepemilikan aset produktif yang
sangat minimal, pendapatan relatif rendah dan miskin, umumnya hanya memiliki
perahu tanpa motor, dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki
modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk membedakannya dengan
nelayan modern atau non-tradisional, sebagai penyederhanaan gambaran klasik
sistem ekonomi dualistik (Bailey dan Zerner 1992).
Nelayan tradisional pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Hal
ini disebabkan ciri-ciri yang melekat pada mereka yaitu suatu kondisi yang
subsisten, dengan modal yang kecil, teknologi yang digunakan dan
kemampuan/skill serta perilaku yang tradisional baik dari segi ketrampilan,
psikologi dan mentalitas nelayan, di samping itu degradasi lingkungan yang
terjadi juga memprihatinkan. Salah satu penyebab rendahnya kinerja perikanan
adalah karena terjadinya economic overfishing, bukan Malthusian overfishing
(Fauzi 2001).
Nelayan miskin di Provinsi Sulawesi Utara sangat dominan dengan jumlah
78.612 orang (92%) sedangkan nelayan tidak miskin hanya berjumlah 7.255 orang
(8%). Selanjutnya untuk status nelayan pemilik, di Provinsi Sulawesi Utara
berjumlah 39,727 orang (DKP 2012).
Rendahnya penghasilan nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara
diselesaikan hingga sekarang, karena terlalu kompleks. Hal ini tidak hanya
berkaitan dengan sosial ekonomi, namun terkait pula dengan lingkungan,
pendidikan nelayan dan anak nelayan, kesejahteraan nelayan dan keluarganya dan
juga teknologi yang digunakan nelayan tradisional.
Pendidikan untuk nelayan pada hakekatnya merupakan human investmen
dan social capital, baik untuk kepentingan pembangunan daerah maupun
pembangunan nasional. Pendidikan merata dan bermutu, baik melalui pendidikan
sekolah maupun luar sekolah akan berdampak pada kecerdasan dan kesejahteraan
nelayan. Demikian pula halnya dengan pendidikan memadai, paling tidak dapat
dijadikan modal untuk mencari dan menciptakan peluang-peluang kerja yang
dapat menjadi sumber kehidupan dan peningkatan kesejahteraan. Dalam banyak
hal, terjadinya kemiskinan nelayan bukan semata-mata karena masalah ekonomi
akan tetapi salah satu penyebabnya ialah pendidikan yang rendah.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam
mempercepat proses pembangunan. Manusia mampu menciptakan dan
menggunakan teknologi hingga produktifitas meningkat. Pengembangan sumber
daya manusia perikanan dapat ditempuh dengan cara informal seperti:
penyuluhan, latihan, magang, studi banding, serta dengan cara formal melalui
pendidikan reguler di sekolah-sekolah perikanan. Namun sayangnya, masyarakat
nelayan lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Utara umumnya memiliki tingkat
pendidikan formal yang rendah. Hal tersebut terbukti dari jenjang pendidikan
yang ditempuh tertinggi hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), itupun
hanya sebagian kecil, sebagian besarnya hanya sampai di Sekolah Dasar (SD),
terkadang juga tidak lulus.
Dengan tingkat pendapatan nelayan tradisional yang begitu rendah dan
kendala biaya yang terbatas, maka sangat masuk akal apabila tingkat pendidikan
anak-anaknya juga rendah. Banyak anak nelayan tradisional yang harus berhenti
sebelum lulus Sekolah Dasar atau kalaupun lulus ia tidak akan melanjutkan
pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama. Kendala ekonomi tidak
memungkinkan mereka untuk memperoleh pendidikan yang berarti agar bisa
melepaskan diri dari kemelaratan. Dengan demikian nelayan tradisional yang
menggantungkan mata pencahariannya pada sektor perikanan, termasuk perikanan
tangkap yang pendapatannya tidak menentu.
Usaha perikanan merupakan komoditas unggulan yang diusahakan oleh
nelayan, yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan rumah tangga.
Pendapatan nelayan adalah hasil yang diterima oleh seluruh rumah tangga nelayan
setelah melakukan kegiatan penangkapan ikan pada waktu tertentu. Namun ikan
yang ditangkap belum bisa dikatakan sebagai pendapatan, jika belum terjadi
transaksi jual beli. Transaksi yang dimaksud yaitu transaksi jual beli antara
nelayan (produsen) dengan pembeli (konsumen) dan transaksi antara nelayan
(produsen) dengan bandar ikan (distributor).
Pendapatan yang diterima oleh masyarakat nelayan Sulawesi Utara
digunakan untuk memenuhi segala kebutuhannya dalam setiap rumah tangga
mereka, misalnya membeli perlengkapan rumah tangga, membayar listrik
bulanan, membayar bunga atas pinjaman atau utang lainnya, membeli sarana dan
prasarana penangkapan ikan, biaya untuk melaut (seperti bensin bagi yang punya
mesin, es, rokok dan lain-lain) dan bahkan digunakan untuk biaya pendidikan
anak-anak mereka.
Berdasarkan hasil prasurvei, diperoleh informasi bahwa, para nelayan
sangat kesulitan mengatur rumah tangga dan keluarganya disebabkan karena
pendapatan yang tidak mencukupi. Hal ini terjadi karena banyak hal antara lain,
ikan bersifat musiman, alat tangkap yang kurang memadai, daerah penangkapan
potensial yang dikuasai oleh nelayan asing, kebijakan kelembagaan dan kebijakan
pemerintah yang tidak memihak bagi nelayan dan lain-lain.
Pendapatan nelayan Sulawesi Utara banyak dipengaruhi oleh tingkat
teknologi yang digunakan dalam penangkapan ikan seperti alat pancing dan kapal
atau perahu. Semakin tradisional alat tangkap dan perahu yang digunakan,
semakin rendah pendapatan yang mereka dapat, begitu juga sebaliknya. Teknologi
penangkapan yang umum digunakan di Provinsi Sulawesi Utara untuk
memanfaatkan potensi sumber daya ikan adalah purse seine dan pancing (pole
and line,pancing tonda, pancing ulur dan long line).
Kendala teknologi penangkapan ikan berhubungan dengan alat tangkap,
cool storage, atau peralatan pemrosesan yang dapat meningkatkan kualitas ikan.
Nelayan tradisional yang hanya mengandalkan teknologi sederhana, sebagian
besar mengaku hasil tangkapan mereka makin lama makin menurun. Teknologi
penangkapan ikan yang modern akan cenderung memiliki kemampuan jelajah
sampai di lepas pantai (offshore), sebaliknya untuk nelayan tradisional wilayah
tangkapnya hanya sebatas perairan pantai. Bagi nelayan tradisional, jelas dengan
tidak memiliki alat tangkap ikan yang modern akan menyebabkan kehidupan
mereka makin terpuruk tatkala sumber daya laut makin langka.
Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang gerak nelayan
tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di perairan
pantai (inshore). Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dalam satu hari sekali
melaut (one day a fishing trip). Beberapa contoh nelayan yang termasuk
tradisional adalah nelayan jukung, nelayan pancingan, nelayan udang dan nelayan
teri nasi (Kusnadi, 2002). Namun sayangnya teknologi yang lebih modern,
membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat
tangkapnya. Teknologi juga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan nelayan.
Menurut Kusnadi (2002), tingkat kesejahteraan yang rendah merupakan
ciri umum kehidupan masyarakat nelayan dimanapun dia berada. Hasil-hasil studi
tentang tingkat kesejahteraan hidup di kalangan nelayan, telah menunjukkan
bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi atau ketimpangan pendapatan
merupakan persoalan krusial yang dihadapi dan tidak mudah untuk diatasi.
Menurut Sayogyo (1997), klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan)
didasarkan pada nilai pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai
beras setempat, yaitu:
1) Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara
320 kg beras untuk pedesaan dan 480 untuk daerah kota.
2) Miskin sekali,apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari
240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota.
3) Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari
Bagi warga masyarakat Provinsi Sulawesi Utara yang berada di pesisir
pantai seperti keluarga nelayan tradisional, tekanan krisis memang terasa makin
berat tatkala jumlah ikan yang ada di perairan sekitar mereka makin lama makin
langka. Kondisi sumber daya laut di sekitar perairan Manado umumnya sudah
over exploited. Nelayan tradisional yang hanya mengandalkan teknologi
sederhana, sebagian besar mengaku hasil tangkapan mereka makin lama makin
menurun. Hasil tangkapan yang mereka dapat hanya mampu untuk makan
sehari-hari.
Dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan laut, berbagai usaha
dilakukan oleh nelayan untuk beradaptasi. Usaha yang dilakukan nelayan bisa saja
sesuai dengan yang diharapkan, namun bisa juga gagal. Apapun usaha yang
dilakukan untuk “menaklukan” lingkungan, pada dasarnya dapat digolongkan
menjadi dua: 1) diversifikasi, yaitu perluasan alternatif pilihan matapencaharian
dan 2) intensifikasi, yaitu strategi untuk melakukan investasi pada teknologi
penangkapan yang lebih eksploitatif, agar produksi ikan yang dipeoleh bisa lebih
banyak.
Ketidakberdayaan nelayan juga disebabkan oleh usaha mereka yang sangat
bergantung pada alam, yang penuh ketidakpastian (uncertainly). Dengan
tergantung pada kondisi alam yang tidak menentu, maka hasil tangkapannya juga
tidak menentu.
Dalam kondisi yang demikian maka bentuk-bentuk penyesuaian
matapencaharian yang dilakukan oleh nelayan adalah diversifikasi usaha di luar
kenelayanan, seperti menjadi tukang ojek, sopir, penjual sayur dan lain-lain.
Kondisi seperti ini terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, karena alternatif profesi lain
hampir tidak ada, maka usaha lain yang dilakukan adalah kecuali berkebun atau
menjadi buruh nelayan pada kelompok usaha penangkapan purse seine.
Penyesuaian lain yang dilakukan nelayan adalah penggunaan bahan kimia atau
peledak dalam kegiatan penangkapan ikan, yang dampaknya sangat merusak
habitat ikan dan kerusakan fungsi lingkungan laut. Penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak dan kimia ini jelas merupakan jalan pintas dari
Dengan ketidakberdayaan yang dialami, maka para nelayan berupaya
untuk selalu meningkatkan pendapatannya. Berbagai cara yang ditempuh antara
lain adalah berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta mencari peluang pasar yang lebih
menguntungkan atau dengan melakukan mobilitas baik secara geografi ataupun
profesi demi meningkatan kesejahteraan dan beralih status ke arah yang lebih
baik.
Mobilitas penduduk adalah semua bentuk perpindahan penduduk dari
suatu daerah ke daerah lainnya yang terjadi dalam jarak yang berbeda-beda, baik
perpindahan tersebut bersifat permanen atupun sementara. Mobilitas penduduk
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: mobilitas penduduk permanen atau disebut
migrasi dan mobilitas penduduk non permanen. Migrasi adalah perpindahan
penduduk menuju wilayah lain dengan maksud untuk menetap, sedangkan
mobilitas penduduk non permanen adalah perpindahan penduduk dari suatu
wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk tidak menetap. Mobilitas geografi
penduduk merupakan suatu gerak penduduk dari suatu tempat menuju tempat lain
karena adanya perbedaan insentif antara wilayah asal dengan wilayah tujuan.
Mantra (2000), mengungkapkan mobilitas penduduk adalah suatu gerak penduduk
melintasi batas wilayah menuju wilayah lain dalam periode waktu tertentu.
Daerah-daerah yang dituju oleh para migran pada umumnya adalah daerah
perkotaan yang mengalami pertumbuhan ekonomi, misalnya ibukota kabupaten
atau provinsi. Disamping itu intensitas arus migrasi juga dipengaruhi faktor biaya
migrasi, aksesibilitas dan sarana transportasi antara daerah asal dengan daerah
tujuan. (djoko)
Pada dasarnya terdapat dua pola mobilitas (berpindah tempat) yang
dikenal di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu yang disebut pindah dan merantau.
Pindah diartikan sebagai berpindah tempat tinggal untuk selama-lamanya
(permanen), sedangkan merantau berarti berpindah tempat untuk mencari kerja
atau berdagang, biasanya tidak membawa keluarga. Bentuk migrasi merantau
tersebut bersifat sementara karena mereka masih memiliki harapan untuk kembali
ke kampung asalnya, jika harta benda yang terkumpul sudah cukup banyak.
meninggalkan kampung halaman; dengan kemauan sendiri; untuk jangka waktu
panjang atau pendek;dengan tujuan mencari nafkah, menuntut ilmu, atau mencari
pengalaman; biasanya dengan maksud kembali pulang; dan merantau sebagai
pranata sosial yang membudaya. (kusnadi)
Menurut Suryana (1989) mobilitas profesi adalah perpindahan mata
pencaharian tanpa memperhatikan adanya perpindahan geografi, yaitu
perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu
tertentu. Batas wilayah yang digunakan adalah batas administrasi seperti provinsi,
kabupaten, kecamatan dan kelurahan.
Perpindahan mata pencaharian ini senantiasa disebabkan oleh faktor
pendorong dan faktor penarik. Faktor penarik adalah sutu keadaan dimana para
pekerja melihat kemungkinan kesempatan kerja di luar profesinya, yang
diharapkan dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi atau lebih kontinu,
sedangkan faktor pendorong diartikan sebagai keadaan yang mengharuskan para
pekerja mencari alternatif lain karena jenis profesi yang ada sudah semakin sulit
atau tidak ada.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata alih berarti
pindah atau tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang.
Jadi, alih status adalah perpindahan atau pertukaran status seseorang. Penelitian
terdahulu terkait dengan mobilitas sudah pernah dilakukan, tetapi jumlahnya
masih relatif terbatas. Armin Ginting (1994) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis faktor penentu keputusan mobilitas profesi sektor pertanian ke non
pertanian” yang bersifat studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan mobilitas profesi desa
kota adalah rasio pendapatan desa kota, usia dan pengusahaan lahan. Analisis
regresi menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan luas lahan milik pada tingkat
kepercayaan α=10% tidak berpengaruh nyata terhadap peluang mobilitas profesi,
sedangkan faktor-faktor lain berpengaruh nyata. Dari faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan mobilitas profesi tersebut, ternyata pengaruh ekonomi
terhadap migran terjadi karena adanya perbedaan pendapatan desa kota dan
jumlah beban tanggungan. Dengan demikian maka dalam penelitian tersebut
mobilitas profesi. Disarankan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja
di desa guna menambah keterkaitan antara penduduk kota dengan desa, sehingga
menurunkan keinginan untuk melakukan mobilitas profesi di kota atau desa lain.
Bagi masyarakat disarankan untuk mencari profesi di bidang industri pedesaan
yang sesuai dengan karakteristik masyarakat.
Maria (1996) melakukan penelitian judul “Mobilitas profesi nelayan ke
non-nelayan di Kelurahan Kali Baru” yang bersifat survei. Hasil survei
menunjukkan bahwa faktor yang signifikan terhadap mobilitas profesi adalah:
pendidikan, jumlah tanggungan dan pendapatan (juga faktor usia dan
pengalaman). Faktor pendorong dalam mobilitas kerja adalah: pendapatan
nelayan, persediaan ikan, kejenuhan, modal, profesi yang terlalu berat, ingin
mencari pengalaman, kondisi fisik nelayan (kesehatan dan usia). Faktor
penariknya adalah: peningkatan pendapatan, kenyamanan kerja dan jaminan hari
tua. Jenis jenis profesi non-nelayan adalah: dagang, supir, bengkel, wiraswasta,
pelayaran dan karyawan pabrik. Akibat dari mobilisasi kerja ini 60% dari pelaku
mobilisasi tersebut kondisi perumahannya, mengalami peningkatan dan, 40%
sisanya tetap.
Widodo (2002) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh
industrialisasi terhadap mobilitas sosial masyarakat pedesaan” yang bersifat studi
kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor pencetus mobilisasi
sosial masyarakat adalah: pendidikan, penguasaan modal, tingkat ketrampilan dan
hubungan dengan elit Wanaherang memberi pengaruh pada munculnya peluang
kerja dan usaha yang berakibat pada peningkatan pendapatan, penguasaan
kekayaan materil dan status sosial. Hal ini membuat masyarakat terobsesi untuk
menjadi karyawan/pegawai di sektor industri, karena selain peningkatan
pendapatan juga peningkatan prestise/penghormatan. Tapi untuk menjadi
karyawan dipengaruhi pendidikan, pengalaman kerja, ketrampilan dan hubungan
dengan elit desa maupun manajemen perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Djoko Joewono (2003) dengan judul
penelitian “Mobilitas penduduk dalam wilayah Jabotabek” yang bersifat survei.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mendorong masyarakat
pendidikan) berikut mengaharapkan pendapatan lebih tinggi di perkotaan dari
pada di desa, kecilnya lahan di desa bahkan tidak ada/terbatasnya kerja di bidang
pertanian. Faktor penariknya adalah: ada kesempatan kerja di sektor lain dengan
teknologi komunikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Armin Ginting, Widodo dan Djoko
Joewono sulit diterapkan pada bidang perikanan tangkap, karena nelayan sebagai
pelaku utama pada perikanan tangkap memiliki karakteristik sosial, ekonomi dan
budaya yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan yang berprofesi di darat.
Selanjutnya, penelitian Maria hanya mengkover faktor-faktor penarik dan
pendorong bagi nelayan untuk melakukan mobilitas profesi pada wilayah yang
terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang terintegrasi untuk dapat
memetakan tipe mobilitas nelayan, baik secara geografi, maupun kombinasi
profesi dan geografi; faktor yang berpengaruh pada setiap tipe mobilitas; dampak
yang ditimbulkan oleh mobilitas terhadap alih status yang lebih baik; serta solusi
strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.
1.2 Perumusan Masalah
Pertanyaan mendasar yang timbul dengan adanya mobilitas nelayan adalah
apakah mobilitas berpengaruh positif terhadap perubahan status nelayan? Hal ini
perlu dikaji, mengingat mobilitas yang dilakukan oleh nelayan membutuhkan
tenaga, waktu dan biaya, bahkan kehilangan berbagai kesempatan padahal belum
tentu mobilitas tersebut membawa dampak yang positif, sebagaimana yang
diharapkan oleh nelayan.
Beberapa implikasi negatif yang akan timbul jika mobilitas gagal
diantaranya adalah waktu terbuang sia-sia akibat mobilitas padahal belum tentu
hasilnya positif, kebersamaan keluarga akan hilang. Perhatian terhadap anak juga
akan berkurang atau hilang, mengingat waktu yang dihabiskan lebih banyak di
tempat lain akibat mobilitas nelayan itu sendiri.
Ketika musim paceklik tiba, hasil tangkap nelayan tradisional di Provinsi
Sulawesi Utara cenderung berkurang, sehingga mereka seringkali berpindah ke
perairan lain sebagai nelayan andun. Sebagian dari mereka dapat melakukan
khusus, yang memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa mobilitas nelayan di
Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam dan informasi tentang tipe mobilitas
nelayan ini masih sangat terbatas.
Banyak hal yang menyebabkan nelayan bermobilitas dan untuk itu perlu
dikaji faktor apa saja yang mempengaruhi atau memotivasi nelayan melakukan
mobilitas, baik secara geografi sebagai nelayan andun, profesi, maupun kombinasi
geografi dan profesi. Selain itu, informasi tentang dampak dari mobilitas nelayan
Sulawesi Utara terhadap perubahan alih status nelayan itu sendiri (positif atau
negatif) belum diketahui secara pasti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas nelayan dan dampak yang
ditimbulkan oleh mobilitas nelayan itu sendiri, seyogyanya dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan solusi strategis untuk
mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah: untuk mengkaji mobilitas dan alih
status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara. Untuk melengkapi tujuan
umum tersebut, secara lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah:
1) Memetakan tipe mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara.
2) Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan.
3) Menentukan dampak terhadap perubahan alih status nelayan ke arah yang
lebih baik.
4) Memformulasikan solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan
ke arah yang lebih baik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan
ilmu-ilmu dalam bidang sosial ekonomi perikanan, terkait dengan masalah pendapatan
nelayan yang akhirnya menuju pada tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan
tangkap. Hasil penelitian ini juga dapat memberi manfaat praktis bagi para
penentu kebijakan dan stakeholders lainnya dalam mengembangkan dan
dapat dijadikan acuan untuk menentukan penting tidaknya mobilitas nelayan di
Provinsi Sulawesi Utara.
1.5 Kerangka Pikir Penelitian
Pembangunan sektor perikanan di Indonesia sesungguhnya adalah sektor
yang memberikan sumbangan/devisa yang cukup tinggi bagi negara, tetapi
sungguh dilematis karena tenaga kerja yang bekerja di sektor ini adalah tenaga
kerja terbelakang (pendidikan dan pendapatan sangat rendah) termasuk nelayan di
Provinsi Sulawesi Utara. Akibatnya, nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, belum
mampu berperan dalam mengelola potensi perikanan yang begitu besar
dikarenakan rendahnya kualitas sumber daya manusianya, padahal jika dikelola
dengan baik, maka taraf hidup para nelayan dan keluarganya bisa lebih baik lagi.
Strategi yang ditempuh dalam rangka pencapaian program pembangunan
perikanan di Provinsi Sulawesi Utara adalah upaya peningkatan pendapatan,
kebutuhan pokok dan taraf hidup masyarakat nelayan. Cara yang dapat dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat nelayan, antara lain dengan
meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Produksi ini dapat ditingkatkan
dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam
jumlah dan nilai hasil tangkapannya. Namun, hal ini belum berhasil disebabkan
beberapa faktor antara lain alat tangkap yang masih tradisional, daerah
penangkapan yang sulit dijangkau dan lain-lain.
Nelayan sangat kesulitan mengatur rumah tangga dan keluarganya
disebabkan karena pendapatan yang tidak mencukupi. Nelayan mengeluh ingin
mengubah kondisi perekonomian mereka ataupun ingin beralih status dari nelayan
buruh menjadi nelayan pemilik, namun situasi dan kondisi sampai sekarang belum
memungkinkan. Akibatnya, nelayan di Provinsi Sulawesi Utara banyak
melakukan mobilitas geografi dengan cara melakukan mobilitas geografi sampai
ke perairan desa tetangga atau dengan kata lain mereka melakukan perpindahan
wilayah penangkapan ikan karena di wilayah perairan mereka sendiri tidak atau
sulit menemukan ikan untuk dikonsumsi sehari-hari apalagi untuk dijual.
Nelayan-nelayan ini bergerak dari tempat tinggal mereka untuk mencari daerah
penangkapan yang diharapkan masih memberikan harapan baru bagi mereka. Ada
mengadakan mobilitas ke profesi yang lain, misalnya: menjadi tukang, buruh,
ojek, baik di wilayah mereka sendiri maupun di wilayah lain. Sebagian dari
nelayan dapat tinggal berlama-lama di daerah tetangga sampai wilayah perairan
mereka kembali normal, tapi ada yang tidak kembali lagi karena berbagai alasan.
Sebagian nelayan ada yang tetap tinggal di desanya dan mencari profesi baru
sampai musim paceklik/sulit ikan berlalu. Banyak pula yang tetap tinggal di
daerahnya sambil menunggu musim paceklik berlalu tanpa mencari profesi baru.
Data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah antara lain: 1)
nelayan mana saja yang mengadakan dan atau pernah mengadakan mobilisasi
geografi atau mobilitas profesi di Sulawesi Utara; 2) jenis-jenis nelayan yang ada
di Sulwesi Utara; 3) jenis-jenis alat penangkapan ikan yang dominan digunakan
oleh nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara, 4) keadaan umum nelayan
skala kecil yang berpengaruh terhadap mobilitas profesi, seperti pendapatan,
pendidikan, umur,pengalaman, jumlah tanggungan keluarga dan lain-lain dan 5)
apa dampak mobilitas terhadap perubahan status nelayan, serta 6) kebijakan
strategis dan program-program pemerintah khususnya dalam rangka upaya
memperbaiki usaha perikanan nelayan skala kecil.
Adapun analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis
deskriptif kualitatif, SEM dan SWOT. Analisis deskriptif-kualitatif yaitu kegiatan
yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari
pokok suatu penelitian. Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan
sekarang. Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol
hal-hal yang telah terjadi demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki
kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi dan hanya dapat
mengukur apa yang ada (exist).
Salah satu kegunaan analisis deskriptif adalah dapat memberikan
sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan
muktahir dan dapat membantu kita dalam mengindentifikasi faktor-faktor yang
berguna untuk pelaksanaan penelitian, juga dapat menganalisis keadaan yang
Analisis SEM dimaksudkan untuk memperoleh suatu gambaran tentang
mobilitas nelayan skala kecil yang meliputi mobilisasi kerja dan hidup sebagai
nelayan di tempat lain, mobilisasi kerja dan hidup sebagai non-nelayan di tempat
lain, mobilisasi kerja dari nelayan ke non-nelayan tapi tetap di desa sendiri, tidak
melakukan mobilisasi kerja maupun mobilisasi tempat tinggal. Analisis ini juga
dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas
dan dampak yang ditimbulkan oleh mobilitas tersebut. Dengan adanya mobilitas
profesi nelayan skala kecil ini apakah bisa tercapai pengalihan status mereka ke
tingkat yang lebih baik untuk memperoleh pendapatan yang layak sehingga
menjamin kesejahteraan nelayan dan keluarganya.
Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT)
dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi dalam penyusunan kebijakan. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman dengan tujuan mencari
solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.
Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar untuk
mengubah kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik, yang disusun dalam suatu
rencana pembangunan. Secara umum pembangunan mencakup segi ekonomi,
sosial budaya dan politik, karena pembangunan pada prinsipnya meniadakan
ketimpangan, mengurangi ketidakmerataan dan menghalau kemiskinan. Proses
pembangunan seperti ini tidak hanya mencakup segi fisik mengolah sumber daya
alam untuk menghasilkan barang dan jasa tapi juga mencakup segi nilai,
mengubah sistem nilai manusia dan masyarakat agar serasi dengan perkembangan
pembangunan. Pembangunan berorientasi pada perhatian terhadap masyarakat dan
keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan yaitu, orang atau keluarga yang
belum mampu memenuhi kebutuhan materiil dan kepada kelompok kaya akan
sumber-sumber pendapatan untuk dapat disalurkan kepada keluarga yang masih
tertinggal dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup. Umumnya keluarga nelayan
dianggap kelompok yang dikategorikan miskin.
Kegiatan pembangunan nasional diarahkan untuk memberdayakan
sosial yang sudah menjadi fenomena utama (Usman 1998). Pembangunan yang
selama ini dilaksanakan tidak mencakup implementasi program peningkatan
kesejahteraan keluarga tetapi lebih merupakan suatu spectrum kegiatan yang
menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota
masyarakat dan keluarga dapat mandiri, percaya diri, tidak tergantung dan dapat
lepas dari belenggu struktural yang membuat hidup jadi sengsara. Paradigma
pembangunan nasional seperti ini timbul secara ilmiah dari berbagai kenyataan
seperti; pertumbuhan pendidikan, pemanfaatan sumber daya alam potensi sumber
daya yang ada (Anonim 1998). Sejalan dengan hal tersebut, pembangunan sumber
daya nelayan di Provinsi Sulawesi Utara perlu diarahkan untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, guna membentuk manusia dan
masyarakat yang sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai individu, keluarga
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mobilitas dan Alih Status
Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah
dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata
sosial yang ada pada istilah mobilitas sosial untuk menekankan bahwa istilah
tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau sekelompok
warga dalam kelompok sosial. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi
seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Alih
berarti pindah, tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang
(Pusat Bahasa Indonesia 2001).
Tumin (1978) yang diacu dalam Satria (2000) telah menyumbangkan
kerangka bahwa ada beberapa hal yang perlu dibatasi berkaitan dengan studi
mobilitas, seperti: 1) aspek-aspek apa saja yang akan diukur, apakah ekonomi,
pendidikan, atau prestise profesi, 2) bagaimana unit analisisnya, apakah individu,
keluarga atau strata, 3) siapa yang akan dibandingkan: ayah dengan anak,
kelompok anak dengan kelompok anak lainnya, kelompok orang pada suatu
waktu dibandingkan dengan yang lain, 4) dari mana starting point pengukurannya
dan sampai mana terminating point, 5) klasifikasi apa dalam profesi atau faktor
lainnya yang akan diukur; sensus klasifikasi profesi; blue collar vs white collar,
tingkat pendidikan dan 6) apakah analisis mencakup dimensi objektif dan
subjektif dalam mobilitas.
Selanjutnya Turner (1960) yang diacu dalam Satria (2000) menulis bahwa
dilihat dari tipenya mobilitas terdiri atas 2 tipe, masing-masing adalah: 1) contest
mobility yakni mobilitas yang terjadi karena kemampuannya dalam persaingan
dan 2) sponsored mobility yakni mobilitas yang terjadi berdasarkan dukungan.
Apabila pola contest mobility yang dominan maka hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat tersebut terbuka. Sebaliknya bila sponsored mobility yang dominan
maka hal ini menunjukkan bahwa keahlian atau kemampuan seseorang tidak
selamanya mampu membawanya ke status yang lebih tinggi.
Penguasaan kapital semakin besar, maka semakin besar kesempatan
kesempatan untuk mempengaruhi proses politik, kebijakan publik dan seterusnya
(Satria 2002).
Herwantiyoko dan Katuuk (1991) mendefinisikan mobilitas sosial sebagai
perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari satu
dimensi ke dimensi yang lain. Mobilitas sosial menurut arahnya terdiri atas
mobilitas horizontal dan vertikal. Mobilitas vertikal adalah perpindahan posisi
dari yang rendah ke lapisan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Mobilitas sosial
vertikal dapat terjadi secara intra-generasi ataupun inter-generas, sedangkan
mobilitas horizontal merupakan perpindahan posisi antar bidang-bidang suatu
dimensi atau antar dimensi dalam lapisan yang sama.
Pada konsep mengenai pelapisan sosial dalam sistem pelapisan sosial di
masyarakat, Lawang (1989) melihat adanya peluang-peluang dari individu untuk
meningkatkan posisinya pada lapisan yang lebih tinggi di masyarakat. Usaha
untuk meraih posisi yang lebih tinggi ini dapat terjadi dalam satu generasi
(intra-generasi) ataupun pada keturunannya/generasi berikutnya (inter-(intra-generasi).
Suryana (1989) menyatakan mobilitas profesi sebagai perpindahan mata
pencaharian tanpa memperhatikan adanya perpindahan geografi, yaitu
perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu
tertentu. Batas wilayah yang digunakan adalah batas administrasi seperti provinsi,
kabupaten, kecamatan dan kelurahan.
Perpindahan mata pencaharian ini senantiasa disebabkan oleh faktor
pendorong dan faktor penarik. Faktor penarik adalah sutu keadaan dimana para
pekerja melihat kemungkinan kesempatan kerja di luar profesinya, yang
diharapkan dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi atau lebih kontinu,
sedangkan faktor pendorong diartikan sebagai keadaan yang mengharuskan para
pekerja mencari alternatif lain karena jenis profesi yang ada sudah semakin sulit
atau tidak ada.
Proses-proses sosial, yang disertai dengan perbedaan-perbedaan alamiah
antara satu orang dengan orang lain, segera menimbulkan perbedaan-perbedaan
dalam pemilikan atau kontrol terhadap sumber-sumber alam serta alat-alat