• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mobilitas dan alih status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mobilitas dan alih status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

VICTORIA ERA NICOLINE MANOPPO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Pebruari 2013

Victoria E N Manoppo

(3)

Small Scale Fisherman in North Sulawesi Province. Under Direction DOMU SIMBOLON, RUDY C TARUMINGKENG and VICTOR P H NIKIJULUW

Fisherman in North Sulawesi Province divided to 2 categories, those are: small scale fisherman (traditional fisherman) and big scale fisherman (modern fisherman). They do arrest of fish in same fishing ground, so that cause various problem for example decreasing the result of cached, followed by decreasing their earnings. For increase of haul, they conducted variously. Which is conducted by fisherman in North Sulawesi Province that is mobility. Target of this research are to; 1) mapping fisherman’s mobility types in North Sulawesi Province; 2) determining factors having an effect on to fisherman mobility; 3) determining the impact of fisherman mobility; 4) formulating strategic solution to quicken to displace fisherman status toward better. Data analysis which is used in this research cover: (a) descriptive-qualitative analysis; (b) structure equation modeling (SEM) analyses; and (c) SWOT analyses. Type of fisherman in North Sulawesi Province are: 1) mobility of geography that is fisherman that conducting mobility of its residence countryside to other place, but linger as fisherman; 2) mobility of geography fisherman and mobility of profession that is fisherman that conducting mobility of its residence countryside to other place, but nonliving as a fisherman; 3) profession mobility that is fisherman which do not conduct mobility of its residence countryside to other place, but linger as non-fisherman ;and 4) do not mobility fisherman that is fisherman which do not conduct any mobility. Factors that having an effect on to fisherman mobility in North Sulawesi Province: a) job experience; b) family responsibility; c) earnings; d) supply of fish; e) saturation; and f) capital. Mobility of fisherman in North Sulawesi Province do not affect significantly to small scale fisherman status, because it does not change to displace their status up at better. Strategic solution to quicken to displace fisherman status toward better, those are: a) SO: to get fishermen who could operate a new modern technology to make finding new fish catching-area become easier; make local role that easy to do by small scale fisherman; b) WO: the government should give easiness to the fishermen to get loan for them; The government provide fisheries extension to make them know about weakness of geography mobility or job changing ; c) ST: Rebserve the law of sharing system; d) WT: giving hard dubious to government officer who is making Illegal fishing for the shake of advantage of person.

(4)

Kecil di Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON, RUDY C TARUMINGKENG dan VICTOR P H NIKIJULUW.

Mobilitas merupakan salah satu alternatif yang dipilih nelayan untuk menyiasati berbagai masalah yang timbul akibat paceklik, yaitu diantaranya padatnya persaingan antara nelayan skala besar dan nelayan skala kecil di area penangkapan ikan sehingga hasil tangkapan ikan dan pendapatan menurun. Fenomena serupa pula terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, dimana nelayan melakukan mobilitas dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan dan perubahan alih status ke arah yang lebih baik.

Maka dari itu dilakukan penelitian dengan tujuan: 1) memetakan tipe mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara. 2) menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan. 3) menentukan dampak terkait perubahan alih status nelayan ke arah yang lebih baik. 4) memformulasikan solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik. Adapun jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a) analisis deskriptif-kualitatif; b) analisis SEM; dan c) analisis SWOT.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa terdapat empat tipe nelayan yang bermobilitas yaitu: 1) mobilitas geografi: nelayan yang melakukan perpindahan wilayah penangkapan ikan, 2) mobilitas geografi dan profesi: nelayan yang melakukan perpindahan lokasi penangkapan ikan dan nelayan yang melakukan perubahan pekerjaan, 3) mobilitas profesi: nelayan yang melakukan perubahan pekerjaan, 4) tidak mobilitas: nelayan yang tidak melakukan perpindahan lokasi penangkapan ikan maupun melakukan perubahan pekerjaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan skala kecil untuk bermobilitas yaitu: a) pengalaman kerja, b) tanggungan keluarga, c) pendapatan, d) persediaan ikan, e) kejenuhan, dan f) modal. Mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara tidak berdampak secara signifikan terhadap status nelayan skala kecil, karena tidak merubah alih status mereka ke arah yang lebih baik.

Solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik, yaitu: a) kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang (SO): menghasilkan nelayan yang mampu mengoperasikan teknologi modern guna mempermudah pencarian DPI baru; membuat peraturan daerah yang memihak nelayan skala kecil, b) pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang (WO): pemerintah memberi kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh modal; pemerintah mengadakan penyuluhan tentang kelemahan alih profesi atau pindah wilayah penangkapan, c) kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST): meninjau kembali sistem bagi hasil yang sementara berlaku saat ini, d) kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman (WT): memberi sangsi yang keras terhadap aparat yang menjadikan

illegal fishing demi keuntungan pribadi.

Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik adalah: 1) memberikan pemahaman ecology approach

(5)

alih teknologi terhadap mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, 6) mempelajari pengaruh budaya terhadap dinamika mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, dan 7) mempelajari faktor penarik dan pendorong pada mobilitas profesi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara.

Tipe Nelayan Provinsi Sulawesi Utara yaitu 1) mobilitas geografi, 2) mobilitas geografi dan profesi, 3) mobilitas profesi, 4) tidak mobilitas. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu 1) pengalaman kerja, 2) tanggungan keluarga, 3) pendapatan, 4) persediaan ikan, 5) kejenuhan, 6) modal. Dampak mobilitas nelayan bagi status nelayan bisa dikatakan tidak berpengaruh secara signifikan.

Solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik yaitu 1) menghasilkan nelayan yang mampu mengoperasikan teknologi modern guna mempermudah pencarian DPI baru; membuat peraturan daerah yang memihak nelayan skala kecil, 2) pemerintah memberi kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh modal, pemerintah mengadakan penyuluhan tentang kelemahan alih profesi atau pindah wilayah penangkapan, 3) meninjau kembali sistem bagi hasil yang sementara berlaku saat ini, 4) memberi sangsi yang keras terhadap aparat yang menjadikan illegal fishing demi keuntungan pribadi.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara, dapat disarankan sebagai berikut: 1) menyediakan penyuluh yang lebih bertanggung jawab dan memahami aspek sosial-ekonomi nelayan, 2) memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang bisa dilakukan oleh nelayan ketika musim paceklik tiba, 3) sebaiknya nelayan tidak melakukan mobilitas baik lokasi maupun profesi, dan tetap tinggal di desa/wilayah masing-masing kemudian mengusahakan penangkapan dengan alat yang lebih baik dan komitmen waktu yang lebih banyak, 4) meninjau ulang dan merevisi Undang-undang Sistem Bagi Hasil, 5) menyediakan lembaga yang memberikan pinjaman modal dengan mudah dan tidak memberatkan, 6) menindak keras aparat yang menjadikan illegal fishing demi keuntungan pribadi, 7) memberikan pemahaman ecology approach kepada nelayan demi kelangsungan sumberdaya alam, dan 8) membantu nelayan dalam pengadaan dan penggunaan teknologi tepat guna seperti alat pendeteksi daerah penangkapan ikan, motorisasi yang lebih tepat sasaran dan lain sebagainya.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan

kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

OLEH :

VICTORIA ERA NICOLINE MANOPPO

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Eko Sri Wiyono, S. Pi, M.Si 2. Dr.Ir.Sugeng Hari Wisodo, M.Si

(9)

Judul Disertasi : Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara

Nama Mahasiswa : Victoria Era Nicoline Manoppo NRP : C462080031

Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon. MSi Ketua

Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng,MF Dr. Ir. Victor P H Nikijuluw, MSc. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi SPT Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro ,MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas karunia-Nya sehingga Disertasi dengan judul Mobilitas dan Alih Status Nelayan Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Utara dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng, M.F, Bapak Dr. Ir. Victor P H Nikijuluw, M.Sc atas kesediannya membimbing penulis. Terima kasih pula kepada Bapak Dr. Eko Wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisodo, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R O Monintja, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Husni Manggabarani, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku mantan Ketua Mayor SPT, Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen PSP, Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Studi SPT, Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc selaku Dekan FPIK IPB dan Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh Dosen Civitas Akademika Departemen PSP IPB atas segala bantuannya; juga terima kasih disampaikan kepada Civitas Akademika FPIK UNSRAT atas segala kesempatan yang diberikan kepada kami selama ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada mama dan papa (Alm.), anak-anakku Jiandrie dan Jereniel, adik-adikku: Stephanny, Olivia, Maudy dan Esther dan juga Mamawoed atas segala bantuan dan kesabaran, dorongan dan pengertian secara tulus dan ikhlas selama penulis menempuh pendidikan. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman: Indra Erwinda, Marwah, Babe, Gladys dan Senly atas doa dan bantuannya.

Penulis menyadari disertasi ini jauh dari sempurna, untuk itu dengan penuh kerendahan hati, penulis berharap semoga dapat dimaklumi dan mohon bantuan untuk perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Pebruari 2013

(11)

Penulis dilahirkan di Kota Manado, pada tanggal 17 September 1961 dari ayah Sigfried B Manoppo (Almarhum) dan ibu Prof. Dr. Geraldine Y J Watupongoh (Almarhummah). Penulis merupakan putri tertua dari lima bersaudara.

Pendidikan Sarjana ditempuh di jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT Manado), lulus pada tahun 1988. Pada tahun 2004 penulis diterima di program studi Ilmu Perairan pada Program Pascasarjana UNSRAT. Pada tahun 2008 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari BPPS DIKTI.

(12)

i

DAFTAR GAMBAR ……… iv

DAFTAR LAMPIRAN ………. vi

DAFTAR ISTILAH ………. vii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 

1.2  Perumusan Masalah ... 11 

1.3  Tujuan Penelitian ... 12 

1.4  Manfaat Penelitian ... 12 

1.5  Kerangka Pikir Penelitian ... 13

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1  Mobilitas dan Alih Status ... 17 

2.2  Sumber daya Perikanan ... 21 

2.3  Pengelolaan Usaha Perikanan Tangkap ... 23 

2.4  Karakteristik Perikanan Tangkap Skala Kecil ... 29 

2.5  Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ... 35 

2.6  Pengaruh Kegiatan Perikanan Tangkap Terhadap Lingkungan ... 39 

2.7  Wilayah Pesisir ... 40 

2.8  Konsep Pendapatan dan Kelayakan Investasi ... 43 

2.9  Nelayan dan Pendapatan ... 44 

2.10 Karakteristik Kemiskinan Nelayan ... 52 

2.11 Analisis Deskriptif ... 71

2.12 Analisis SEM ... 72

2.13 Analisis SWOT ... 74

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 77

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 77 

3.2  Pengambilan Sampel ... 77 

3.3  Jenis dan Sumber Data ... 80 

3.4  Analisis Data ... 81 

3.4.1 Penentuan status mobilitas nelayan ... 81

3.4.2 Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas nelayan dan dampak yang ditimbulkan mobilitas nelayan ... 82

3.4.3 Strategis untuk alih status nelayan ke arah yang lebih baik ... 93

4 HASIL ... 96

4.1  Kondisi Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 96 

4.2  Mobilitas Nelayan Provinsi Sulawesi Utara ... 103 

4.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan ... 111 

(13)

ii 4.5  Solusi Strategis untuk Mempercepat Alih Status Nelayan Kearah yang

Lebih Baik ... 118

5 PEMBAHASAN ... 122

5.1  Kondisi Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 122 

5.1.1 Karakteristik nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara ... 122

5.1.2 Tipe dan jumlah nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 124

5.1.3 Pendapatan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 128

5.1.4 Perumahan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 133

5.2  Potensi dan Produksi Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara ... 135

5.3  Tipe Mobilitas Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 137 

5.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Mobilitas Nelayan ... 151 

5.5  Dampak Mobilitas Nelayan Terhadap Status Nelayan ... 157

5.6  Solusi Strategis untuk Mempercepat Alih Status Nelayan Kearah yang Lebih Baik ... 162

5.7  Tindakan konkrit untuk Mempercepat Alih Status Nelayan ke Arah yang Lebih Baik ………. 167 

5.7.1 Memberikan pemahaman ecosystem approach nelayan ... 167

5.7.2 Mengatasi konflik nelayan. ... 168

5.7.3 Meninjau kembali pola hubungan patron-klien dan sistem bagi hasil yang berkeadilan ... 174

5.7.4 Meningkatkan efisiensi operasi penangkapan ikan pada daerah penangkapan yang potensial………. 178

5.7.5 Menentukan teknologi penangkapan ikan yang tepat guna... 181

5.7.6 Merubah kebiasaan nelayan yang cenderung melakukan mobilitas geografi ketika musim paceklik tiba... 182

5.7.7 Faktor penarik dan pendorong pada mobilitas profesi nelayan….183 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

6.1  Kesimpulan ... 185 

6.2  Saran ... 186

DAFTAR PUSTAKA ... 188

(14)

iii

DAFTAR TABEL

 

1 Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional

dengan nelayan industri ...32

2 Hasil penelitian terkait dengan mobilitas ... 86 

3 Goodness of fit index ... 91 

4 Kerangka analisis yang dipakai dalam analisis SWOT ... 95

5 Karateristik mobilitas nelayan berdasarkan indikator jenis profesi dan lokasi ... 104 

6 Karakteristik nelayan berdasarkan tipe mobilitas di Sulawesi Utara…….... 105

7 Komposisi jumlah nelayan (orang) yang melakukan mobilisasi geografi di Provinsi Sulawesi Utara ... 110

8 Hasil Kriteria Kesesuaian Model SEM tahap 1 ... 111 

9 Hasil Kriteria Kesesuaian Model SEM tahap 2 ... 114 

10 Dampak X1, X2, X3, X4 terhadap Y ... 116 

11 Matriks faktor strategi eksternal solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan kearah yang lebih baik ...118

12 Matrix faktor strategi internal solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan kearah yang lebih baik ...119

(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

1 Lingkaran setan kemiskinan Ragnar Nurkse (1953) yang diacu dalam

(Satria 2002) ...56

2 Lokasi penelitian mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 77

3 Tahap pengambilan sampel penelitian ...79

4 Konseptualisasi mobilitas profesi dan alih status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara ...88

5 Diagram Analisis SWOT ... 94

6 Komposisi gambaran nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 96

7 Persentase nelayan pemilik versus nelayan buruh di Provinsi Sulawesi Utara... 99

8 Jumlah perahu / kapal perikanan di Provinsi Sulawesi Utara ... 101

9 Pendapatan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 101

10 Prosentasi nelayan miskin di Provinsi Sulawesi Utara ... 102

11 Komposisi Jenis Perumahan Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 103

12 Arah/tujuan mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ...106

13 Komposisi tujuan mobilisasi dan jumlah nelayan yang melakukan mobilitas geografi ...107

14 Komposisi tujuan mobilisasi dan jumlah nelayan yang melakukan mobilitas geografi tipe mobilitas geografi dan profesi ... 108

15 Komposisi nelayan yang melakukan mobilitas profesi tipe mobilitas geografi dan profesi ... 108

(16)

v

18 Estimasi model non-fit ... 112

19 Estimasi model fit ... 113

20 Perahu Londe ... 131

21 Pembuatan kapal pelang di Desa Kema, Bitung ... 132

22 Perahu Bolotu/Jukung ... 132

23 Pemetaantujuan mobilitas geografi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 142

24 Pemetaantujuan mobilitas geografi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara ... 145

(17)

vi DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan 1 Analisis Structure Equation Modeling (SEM) ... 202

2 Tahapan 2 Analisis Structure Equation Modeling (SEM) ... 216

(18)

vii DAFTAR ISTILAH

ABK Anak buah kapal atau dapat pula berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan atau pelayanan dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal.

Alih Status Alih berarti pindah, tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang.

BBM Bahan bakar minyak yang berupa materi cair yang bisa diubah menjadi energi dan digunakan oleh nelayan pada saat operasional penangkapan.

Berkelanjutan Pemanfaatan sumberdaya secara lestari, yaitu dimana laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama dengan laju pemulihan sumberdaya tersebut.

BPS Badan Pusat Statistik , dahulu Biro Pusat Statistik, adalah Lembaga non Pemerintah di Indonesia yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia data statistik dasar, baik untuk pemerintah maupun untuk masyarakat umum, secara nasional maupun regional.

Cold storage Media pendingin/merupakan salah satu sarana penunjang dalam proses penanganan pasca penangkapan.

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran internasional.

DKP Departemen dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan kelautan dan perikanan. Sekarang disebut sebagai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Door to door Cara pemasaran langsung “menjemput bola” dari pintu ke pintu, cara penjualan langsung oleh pemilik barang kepada pembeli dari rumah ke rumah.

DPI Daerah Penangkapan Ikan yaitu suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.

(19)

viii Ekosistem Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik yang tak terpisahkan antara mahluk hidup dengan lingkungannya.

Faktor Internal Pengaruh yang berasal dari dalam lingkungan.

Faktor Eksternal Pengaruh yang berasal dari luar lingkungan sekitar.

Fish Finder Alat yang digunakan untuk mendeteksi besarnya gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona potensi ikan. Dapat mudah digunakan nelayan untuk mengetahui posisi ikan.

Geografi Ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.

GPS Global Positioning System adalah sistem satelit dimana alat ini dipasang di kapal, biasanya dilengkapi dengan sounder untuk mengukur kedalaman, radar atau alat pelacak ikan.

GT Gross Ton adalah satuan volume dalam palka dan kompartemen kapal, biasanya dipakai untuk kapal perikanan.

Hasil Tangkapan Semua ikan yang tertangkap oleh suatu alat penangkap ikan.

Investasi Istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.

IUU Fishing Illegal Unreported Unregulated Fishing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.

JTB Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah banyaknya sumber daya alam hayati yang boleh ditangkap dengan memperhatikan pengamanan konservasinya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

(20)

ix Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung

lainnya yang dipergunakan, untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan survei atau eksplorasi perikanan.

Kebijakan Arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan; atau investasi pemerintah untuk mencari pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik.

Kemiskinan Keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Konflik Persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.

Konservasi Sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Konsumsi Suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.

MEY Maximum economic yields keuntungan maksimum dalam usaha penangkapan.

Miskin Keadaan yang serba kurang mampu dan termasuk di dalamnya adalah lingkungan ketidakberdayaan.

Mobilitas Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain.

MSY Maximum sustainable yield adalah hasil tangkapan maksimum lestari.

(21)

x Nelayan Penuh Orang yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan

pekerjaan operasi penangkapan/ pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

Nelayan Sambilan Orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk

Utama melakukan pekerjaan operasi penangkapan/ pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan, nelayan ini dapat mempunyai pekerjaan lain.

Nelayan Sambilan Orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk Tambahan melakukan penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air

lainnya/tanaman air.

Nelayan Tradisional Nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.

Overfishing Jumlah upaya penangkapan yang besar dan berlebihan terhadap stok ikan.

Patron-Klien Hubungan antara masyarakat sosial atas/juragan (patron) dan sosial bawah/buruh (klien).

PDB Pendapatan domestik bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu.; PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.

Pembangunan Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengganggu kemampuan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan generasi mendatang.

Penangkap Ikan Penangkapan ikan atau organisme air lainnya. Kapal pengangkut tidak termasuk kapal penangkap.

Pengalaman Melaut Lamanya nelayan melakukan usaha penangkapan ikan di laut.

Perahu/Kapal Perahu atau kapal yang langsung dipergunakan dalam operasi.

Pengelolaan Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam

(22)

xi kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah di sepakati.

Perikanan Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi yang terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.

Perikanan Tangkap Kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

PK Paardenkracht adalah tenaga mesin dengan satuan daya kuda. Istilah

ini berasal dari James Watt, ilmuwan abad 19 asal Skotlandia yang menemukan bahwa pada masa itu, seekor kuda poni miliknya

rata-rata mampu mengangkat beban seberat 550 pounds (249,4 kg) sejauh

1 kaki (30,48 cm) per detik. Dari 550 pounds dikali 60 detik lalu

keluarlah angka sebesar 33.000 foot pounds per min (ft lbs/min)m

istilah inilah yang lalu disebut 1 horsepower (daya kuda);

1 PK adalah gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan benda seberat 75 kg sejauh 1 meter dalam waktu 1 detik.

1 PK = 75 kg.m/s 1 PK = 735,5 W

PMA Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Potensi Merupakan sesuatu yang mungkin dicapai atau dikembangkan atau dimiliki atau terjadi pada seseorang maupun pada sesuatu.

Potensi Lestari Jumlah atau bobot ikan maksimum dalam suatu stok yang dapat diambil oleh penangkap tanpa mengganggu kelestarian stok tersebut.

(23)

xii Produktivitas Perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan

keseluruhan sumber daya (masukan) yang terdiri dari beberapa faktor.

Profesi Pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.

Pungutan Perikanan Pungutan perikanan adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh perusahaan perikanan asing yang mendapat izin penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia.

RTP Rumah tangga perikanan adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan ikan atau organisme air lainnya dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual.

SDM Sumberdaya manusia adalah sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi.

SEM Structur Equation Modeling adalah teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat.

Soma Pajeko Alat tangkap ikan di Sulawesi Utara yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang membentuk gerombolan.

Soma Dampar Pukat yang dioperasikan di tepi pantai untuk penangkapan ikan-ikan atau gerombolan ikan yang bermigrasi menyusur pantai, alat penangkap ikan ini terdiri dari lembaran jaring dan tali-temali baik tali untuk pelampung maupun untuk pemberat. Pada prinsipnya alat ini dioperasikan untuk mengurung ikan dan menarik jaring ke arah pantai.

Stakeholder Pihak yang berkepentingan atau para pemangku kepentingan.

Stok Ikan Bagian dari suatu populasi ikan yang berada dalam suatu wilayah sebar yang kontinu dan memiliki parameter populasi yang sama.

Sumberdaya Ikan Potensi semua jenis ikan.

SWOT Analisis SWOT yang terdiri atas kekuatan (strengths),

(24)

xiii peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.

Tauke Juragan nelayan yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli.

Trip Perjalanan pergi melakukan operasi penangkapan dan kembali ke darat.

Unit Penangkapan Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan Ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.

UUBHP Undang-undang Bagi Hasil Perikanan adalah konsekuensi yang secara ekonomis sesuai dengan dasar pembagian hasil usaha bersama, yaitu keseimbangan antara yang diberikan dengan yang didapatkan..

Wilayah Pesisir Suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.

(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 11 daerah kabupaten dan 4 daerah

kota, yang terdiri dari 150 kecamatan, 306 kelurahan dan 1.200 desa. Luas daerah

kab/kota sekitar 15.273,10 (BPS 2008).

Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk

Provinsi Sulawesi Utara adalah 2.265.937 orang, yang terdiri atas 1.157.559

laki-laki dan 1.108.378 perempuan. Mata pencaharian pendudukan di Provinsi

Sulawesi Utara meliputi bidang pertanian/perikanan (22%), angkutan (8%),

bidang jasa-jasa besar (37.57%) dan buruh (31.80%). Terdapat 85,867 orang yang

menjadi nelayan dari total jumlah penduduk Sulawesi Utara (BPS-PSU 2010).

Nelayan yang berjumlah 85,867 orang tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan

skala usaha, menjadi nelayan skala besar dan nelayan skala kecil. Nelayan skala

besar menurut Pollnac (1988) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) diorganisir

dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro-industri di negara-negara

maju, 2) relatif lebih padat modal, 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi

dari pada perikanan sederhana bagi pemilik maupun awak perahu dan 4)

menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku berorientasi ekspor. Mereka

lebih berorientasi kepada keuntungan (profit-oriented).

Nelayan skala kecil termasuk buruh dan anak buah kapal (ABK) tidak

mempunyai modal sendiri dalam menjalankan usaha perikanan, memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Memiliki skala usaha relatif kecil (modal terbatas) dan bersifat usaha

keluarga.

2) Menggunakan armada penangkapan ikan yang berukuran relatif kecil yang

digerakkan dengan tenaga penggerak seperti dayung dan layar dan beberapa

dengan motor tempel bertenaga kecil (ketinting 8 PK, motor tempel 15/25

PK), dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang berukuran kecil dan

relatif sederhana dengan biaya murah.

3) Produktivitas relatif rendah karena sederhananya teknologi armada dan alat

(26)

4) Daerah operasi penangkapan ikan (fishing ground) terbatas pada pantai yang

relatif padat tangkap.

5) Operasi penangkapan ikan tergantung cuaca dan kondisi perairan laut.

6) Dikelola dengan pengetahuan dan pemahaman manajemen usaha yang sangat

terbatas.

Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan operasi

penangkapan, Ditjen Perikanan yang diacu dalam Satria (2002)

mengklasifikasikan tiga kategori nelayan berdasarkan waktu yang digunakan

untuk melakukan profesi operasi penangkapan/pemeliharaan. Pertama, nelayan

penuh yaitu orang yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan profesi

operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Kedua,

nelayan/petani ikan sambilan utama yaitu orang yang sebagian besar waktunya

digunakan untuk melakukan profesi operasi penangkapan/pemeliharaan

ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Selain melakukan profesi

penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini dapat mempunyai profesi lain.

Ketiga, nelayan sambilan tambahan yaitu orang yang sebagian kecil waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan profesi penangkapan/pemeliharaan

ikan/binatang lainnya/tanaman air. Berdasarkan data yang diperoleh jumlah

nelayan di Provinsi Sulawesi Utara adalah 85.867 orang, sebanyak 39.727 (46%)

diantaranya adalah nelayan pemilik. Hal ini menjelaskan bahwa nelayan buruh

lebih dominan yaitu 46.140 orang (54%) dibandingkan dengan nelayan pemilik.

Diantara nelayan buruh tersebut, terdapat nelayan penuh sebanyak 17.521 orang

(20%), nelayan sambilan utama sebanyak 13.014 orang (15%) dan nelayan

sambilan tambahan sebanyak 15.605 orang (18%) (DKP 2010).

Menurut Kusnadi (2002), dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan

tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan yang lain), nelayan terbagi dalam

kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh

tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan

buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang

sangat terbatas.

Dilihat dari sisi kepemilikan perahu/kapal penangkap ikan, nelayan

(27)

tradisional dan nelayan bermotor. Nelayan tradisional memakai perahu tanpa

mesin/motor. Bila perahu mempunyai mesin yang ditempel di luar perahu disebut

perahu motor tempel dan bila perahu/kapal mempunyai mesin di dalam kapal

maka disebut kapal motor. Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur

dengan gross ton (GT), kapal motor dibagi menjadi: kapal kecil, yaitu < 5GT–

10GT, kapal sedang, yaitu 10GT–30GT, kapal besar, yaitu > 30GT.

Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,

masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan nelayan

tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang

lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional (Kusnadi 2002). Nelayan

tradisional merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan

kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah

menerima inovasi teknologi baru, disamping kepemilikan aset produktif yang

sangat minimal, pendapatan relatif rendah dan miskin, umumnya hanya memiliki

perahu tanpa motor, dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki

modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk membedakannya dengan

nelayan modern atau non-tradisional, sebagai penyederhanaan gambaran klasik

sistem ekonomi dualistik (Bailey dan Zerner 1992).

Nelayan tradisional pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Hal

ini disebabkan ciri-ciri yang melekat pada mereka yaitu suatu kondisi yang

subsisten, dengan modal yang kecil, teknologi yang digunakan dan

kemampuan/skill serta perilaku yang tradisional baik dari segi ketrampilan,

psikologi dan mentalitas nelayan, di samping itu degradasi lingkungan yang

terjadi juga memprihatinkan. Salah satu penyebab rendahnya kinerja perikanan

adalah karena terjadinya economic overfishing, bukan Malthusian overfishing

(Fauzi 2001).

Nelayan miskin di Provinsi Sulawesi Utara sangat dominan dengan jumlah

78.612 orang (92%) sedangkan nelayan tidak miskin hanya berjumlah 7.255 orang

(8%). Selanjutnya untuk status nelayan pemilik, di Provinsi Sulawesi Utara

berjumlah 39,727 orang (DKP 2012).

Rendahnya penghasilan nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara

(28)

diselesaikan hingga sekarang, karena terlalu kompleks. Hal ini tidak hanya

berkaitan dengan sosial ekonomi, namun terkait pula dengan lingkungan,

pendidikan nelayan dan anak nelayan, kesejahteraan nelayan dan keluarganya dan

juga teknologi yang digunakan nelayan tradisional.

Pendidikan untuk nelayan pada hakekatnya merupakan human investmen

dan social capital, baik untuk kepentingan pembangunan daerah maupun

pembangunan nasional. Pendidikan merata dan bermutu, baik melalui pendidikan

sekolah maupun luar sekolah akan berdampak pada kecerdasan dan kesejahteraan

nelayan. Demikian pula halnya dengan pendidikan memadai, paling tidak dapat

dijadikan modal untuk mencari dan menciptakan peluang-peluang kerja yang

dapat menjadi sumber kehidupan dan peningkatan kesejahteraan. Dalam banyak

hal, terjadinya kemiskinan nelayan bukan semata-mata karena masalah ekonomi

akan tetapi salah satu penyebabnya ialah pendidikan yang rendah.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam

mempercepat proses pembangunan. Manusia mampu menciptakan dan

menggunakan teknologi hingga produktifitas meningkat. Pengembangan sumber

daya manusia perikanan dapat ditempuh dengan cara informal seperti:

penyuluhan, latihan, magang, studi banding, serta dengan cara formal melalui

pendidikan reguler di sekolah-sekolah perikanan. Namun sayangnya, masyarakat

nelayan lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Utara umumnya memiliki tingkat

pendidikan formal yang rendah. Hal tersebut terbukti dari jenjang pendidikan

yang ditempuh tertinggi hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), itupun

hanya sebagian kecil, sebagian besarnya hanya sampai di Sekolah Dasar (SD),

terkadang juga tidak lulus.

Dengan tingkat pendapatan nelayan tradisional yang begitu rendah dan

kendala biaya yang terbatas, maka sangat masuk akal apabila tingkat pendidikan

anak-anaknya juga rendah. Banyak anak nelayan tradisional yang harus berhenti

sebelum lulus Sekolah Dasar atau kalaupun lulus ia tidak akan melanjutkan

pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama. Kendala ekonomi tidak

memungkinkan mereka untuk memperoleh pendidikan yang berarti agar bisa

melepaskan diri dari kemelaratan. Dengan demikian nelayan tradisional yang

(29)

menggantungkan mata pencahariannya pada sektor perikanan, termasuk perikanan

tangkap yang pendapatannya tidak menentu.

Usaha perikanan merupakan komoditas unggulan yang diusahakan oleh

nelayan, yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan rumah tangga.

Pendapatan nelayan adalah hasil yang diterima oleh seluruh rumah tangga nelayan

setelah melakukan kegiatan penangkapan ikan pada waktu tertentu. Namun ikan

yang ditangkap belum bisa dikatakan sebagai pendapatan, jika belum terjadi

transaksi jual beli. Transaksi yang dimaksud yaitu transaksi jual beli antara

nelayan (produsen) dengan pembeli (konsumen) dan transaksi antara nelayan

(produsen) dengan bandar ikan (distributor).

Pendapatan yang diterima oleh masyarakat nelayan Sulawesi Utara

digunakan untuk memenuhi segala kebutuhannya dalam setiap rumah tangga

mereka, misalnya membeli perlengkapan rumah tangga, membayar listrik

bulanan, membayar bunga atas pinjaman atau utang lainnya, membeli sarana dan

prasarana penangkapan ikan, biaya untuk melaut (seperti bensin bagi yang punya

mesin, es, rokok dan lain-lain) dan bahkan digunakan untuk biaya pendidikan

anak-anak mereka.

Berdasarkan hasil prasurvei, diperoleh informasi bahwa, para nelayan

sangat kesulitan mengatur rumah tangga dan keluarganya disebabkan karena

pendapatan yang tidak mencukupi. Hal ini terjadi karena banyak hal antara lain,

ikan bersifat musiman, alat tangkap yang kurang memadai, daerah penangkapan

potensial yang dikuasai oleh nelayan asing, kebijakan kelembagaan dan kebijakan

pemerintah yang tidak memihak bagi nelayan dan lain-lain.

Pendapatan nelayan Sulawesi Utara banyak dipengaruhi oleh tingkat

teknologi yang digunakan dalam penangkapan ikan seperti alat pancing dan kapal

atau perahu. Semakin tradisional alat tangkap dan perahu yang digunakan,

semakin rendah pendapatan yang mereka dapat, begitu juga sebaliknya. Teknologi

penangkapan yang umum digunakan di Provinsi Sulawesi Utara untuk

memanfaatkan potensi sumber daya ikan adalah purse seine dan pancing (pole

and line,pancing tonda, pancing ulur dan long line).

Kendala teknologi penangkapan ikan berhubungan dengan alat tangkap,

(30)

cool storage, atau peralatan pemrosesan yang dapat meningkatkan kualitas ikan.

Nelayan tradisional yang hanya mengandalkan teknologi sederhana, sebagian

besar mengaku hasil tangkapan mereka makin lama makin menurun. Teknologi

penangkapan ikan yang modern akan cenderung memiliki kemampuan jelajah

sampai di lepas pantai (offshore), sebaliknya untuk nelayan tradisional wilayah

tangkapnya hanya sebatas perairan pantai. Bagi nelayan tradisional, jelas dengan

tidak memiliki alat tangkap ikan yang modern akan menyebabkan kehidupan

mereka makin terpuruk tatkala sumber daya laut makin langka.

Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang gerak nelayan

tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di perairan

pantai (inshore). Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dalam satu hari sekali

melaut (one day a fishing trip). Beberapa contoh nelayan yang termasuk

tradisional adalah nelayan jukung, nelayan pancingan, nelayan udang dan nelayan

teri nasi (Kusnadi, 2002). Namun sayangnya teknologi yang lebih modern,

membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat

tangkapnya. Teknologi juga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kesejahteraan nelayan.

Menurut Kusnadi (2002), tingkat kesejahteraan yang rendah merupakan

ciri umum kehidupan masyarakat nelayan dimanapun dia berada. Hasil-hasil studi

tentang tingkat kesejahteraan hidup di kalangan nelayan, telah menunjukkan

bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi atau ketimpangan pendapatan

merupakan persoalan krusial yang dihadapi dan tidak mudah untuk diatasi.

Menurut Sayogyo (1997), klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan)

didasarkan pada nilai pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai

beras setempat, yaitu:

1) Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara

320 kg beras untuk pedesaan dan 480 untuk daerah kota.

2) Miskin sekali,apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari

240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota.

3) Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari

(31)

Bagi warga masyarakat Provinsi Sulawesi Utara yang berada di pesisir

pantai seperti keluarga nelayan tradisional, tekanan krisis memang terasa makin

berat tatkala jumlah ikan yang ada di perairan sekitar mereka makin lama makin

langka. Kondisi sumber daya laut di sekitar perairan Manado umumnya sudah

over exploited. Nelayan tradisional yang hanya mengandalkan teknologi

sederhana, sebagian besar mengaku hasil tangkapan mereka makin lama makin

menurun. Hasil tangkapan yang mereka dapat hanya mampu untuk makan

sehari-hari.

Dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan laut, berbagai usaha

dilakukan oleh nelayan untuk beradaptasi. Usaha yang dilakukan nelayan bisa saja

sesuai dengan yang diharapkan, namun bisa juga gagal. Apapun usaha yang

dilakukan untuk “menaklukan” lingkungan, pada dasarnya dapat digolongkan

menjadi dua: 1) diversifikasi, yaitu perluasan alternatif pilihan matapencaharian

dan 2) intensifikasi, yaitu strategi untuk melakukan investasi pada teknologi

penangkapan yang lebih eksploitatif, agar produksi ikan yang dipeoleh bisa lebih

banyak.

Ketidakberdayaan nelayan juga disebabkan oleh usaha mereka yang sangat

bergantung pada alam, yang penuh ketidakpastian (uncertainly). Dengan

tergantung pada kondisi alam yang tidak menentu, maka hasil tangkapannya juga

tidak menentu.

Dalam kondisi yang demikian maka bentuk-bentuk penyesuaian

matapencaharian yang dilakukan oleh nelayan adalah diversifikasi usaha di luar

kenelayanan, seperti menjadi tukang ojek, sopir, penjual sayur dan lain-lain.

Kondisi seperti ini terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, karena alternatif profesi lain

hampir tidak ada, maka usaha lain yang dilakukan adalah kecuali berkebun atau

menjadi buruh nelayan pada kelompok usaha penangkapan purse seine.

Penyesuaian lain yang dilakukan nelayan adalah penggunaan bahan kimia atau

peledak dalam kegiatan penangkapan ikan, yang dampaknya sangat merusak

habitat ikan dan kerusakan fungsi lingkungan laut. Penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan peledak dan kimia ini jelas merupakan jalan pintas dari

(32)

Dengan ketidakberdayaan yang dialami, maka para nelayan berupaya

untuk selalu meningkatkan pendapatannya. Berbagai cara yang ditempuh antara

lain adalah berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dan

yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta mencari peluang pasar yang lebih

menguntungkan atau dengan melakukan mobilitas baik secara geografi ataupun

profesi demi meningkatan kesejahteraan dan beralih status ke arah yang lebih

baik.

Mobilitas penduduk adalah semua bentuk perpindahan penduduk dari

suatu daerah ke daerah lainnya yang terjadi dalam jarak yang berbeda-beda, baik

perpindahan tersebut bersifat permanen atupun sementara. Mobilitas penduduk

dapat dibagi menjadi dua, yaitu: mobilitas penduduk permanen atau disebut

migrasi dan mobilitas penduduk non permanen. Migrasi adalah perpindahan

penduduk menuju wilayah lain dengan maksud untuk menetap, sedangkan

mobilitas penduduk non permanen adalah perpindahan penduduk dari suatu

wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk tidak menetap. Mobilitas geografi

penduduk merupakan suatu gerak penduduk dari suatu tempat menuju tempat lain

karena adanya perbedaan insentif antara wilayah asal dengan wilayah tujuan.

Mantra (2000), mengungkapkan mobilitas penduduk adalah suatu gerak penduduk

melintasi batas wilayah menuju wilayah lain dalam periode waktu tertentu.

Daerah-daerah yang dituju oleh para migran pada umumnya adalah daerah

perkotaan yang mengalami pertumbuhan ekonomi, misalnya ibukota kabupaten

atau provinsi. Disamping itu intensitas arus migrasi juga dipengaruhi faktor biaya

migrasi, aksesibilitas dan sarana transportasi antara daerah asal dengan daerah

tujuan. (djoko)

Pada dasarnya terdapat dua pola mobilitas (berpindah tempat) yang

dikenal di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu yang disebut pindah dan merantau.

Pindah diartikan sebagai berpindah tempat tinggal untuk selama-lamanya

(permanen), sedangkan merantau berarti berpindah tempat untuk mencari kerja

atau berdagang, biasanya tidak membawa keluarga. Bentuk migrasi merantau

tersebut bersifat sementara karena mereka masih memiliki harapan untuk kembali

ke kampung asalnya, jika harta benda yang terkumpul sudah cukup banyak.

(33)

meninggalkan kampung halaman; dengan kemauan sendiri; untuk jangka waktu

panjang atau pendek;dengan tujuan mencari nafkah, menuntut ilmu, atau mencari

pengalaman; biasanya dengan maksud kembali pulang; dan merantau sebagai

pranata sosial yang membudaya. (kusnadi)

Menurut Suryana (1989) mobilitas profesi adalah perpindahan mata

pencaharian tanpa memperhatikan adanya perpindahan geografi, yaitu

perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu

tertentu. Batas wilayah yang digunakan adalah batas administrasi seperti provinsi,

kabupaten, kecamatan dan kelurahan.

Perpindahan mata pencaharian ini senantiasa disebabkan oleh faktor

pendorong dan faktor penarik. Faktor penarik adalah sutu keadaan dimana para

pekerja melihat kemungkinan kesempatan kerja di luar profesinya, yang

diharapkan dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi atau lebih kontinu,

sedangkan faktor pendorong diartikan sebagai keadaan yang mengharuskan para

pekerja mencari alternatif lain karena jenis profesi yang ada sudah semakin sulit

atau tidak ada.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata alih berarti

pindah atau tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang.

Jadi, alih status adalah perpindahan atau pertukaran status seseorang. Penelitian

terdahulu terkait dengan mobilitas sudah pernah dilakukan, tetapi jumlahnya

masih relatif terbatas. Armin Ginting (1994) melakukan penelitian dengan judul

“Analisis faktor penentu keputusan mobilitas profesi sektor pertanian ke non

pertanian” yang bersifat studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan mobilitas profesi desa

kota adalah rasio pendapatan desa kota, usia dan pengusahaan lahan. Analisis

regresi menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan luas lahan milik pada tingkat

kepercayaan α=10% tidak berpengaruh nyata terhadap peluang mobilitas profesi,

sedangkan faktor-faktor lain berpengaruh nyata. Dari faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan mobilitas profesi tersebut, ternyata pengaruh ekonomi

terhadap migran terjadi karena adanya perbedaan pendapatan desa kota dan

jumlah beban tanggungan. Dengan demikian maka dalam penelitian tersebut

(34)

mobilitas profesi. Disarankan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja

di desa guna menambah keterkaitan antara penduduk kota dengan desa, sehingga

menurunkan keinginan untuk melakukan mobilitas profesi di kota atau desa lain.

Bagi masyarakat disarankan untuk mencari profesi di bidang industri pedesaan

yang sesuai dengan karakteristik masyarakat.

Maria (1996) melakukan penelitian judul “Mobilitas profesi nelayan ke

non-nelayan di Kelurahan Kali Baru” yang bersifat survei. Hasil survei

menunjukkan bahwa faktor yang signifikan terhadap mobilitas profesi adalah:

pendidikan, jumlah tanggungan dan pendapatan (juga faktor usia dan

pengalaman). Faktor pendorong dalam mobilitas kerja adalah: pendapatan

nelayan, persediaan ikan, kejenuhan, modal, profesi yang terlalu berat, ingin

mencari pengalaman, kondisi fisik nelayan (kesehatan dan usia). Faktor

penariknya adalah: peningkatan pendapatan, kenyamanan kerja dan jaminan hari

tua. Jenis jenis profesi non-nelayan adalah: dagang, supir, bengkel, wiraswasta,

pelayaran dan karyawan pabrik. Akibat dari mobilisasi kerja ini 60% dari pelaku

mobilisasi tersebut kondisi perumahannya, mengalami peningkatan dan, 40%

sisanya tetap.

Widodo (2002) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh

industrialisasi terhadap mobilitas sosial masyarakat pedesaan” yang bersifat studi

kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor pencetus mobilisasi

sosial masyarakat adalah: pendidikan, penguasaan modal, tingkat ketrampilan dan

hubungan dengan elit Wanaherang memberi pengaruh pada munculnya peluang

kerja dan usaha yang berakibat pada peningkatan pendapatan, penguasaan

kekayaan materil dan status sosial. Hal ini membuat masyarakat terobsesi untuk

menjadi karyawan/pegawai di sektor industri, karena selain peningkatan

pendapatan juga peningkatan prestise/penghormatan. Tapi untuk menjadi

karyawan dipengaruhi pendidikan, pengalaman kerja, ketrampilan dan hubungan

dengan elit desa maupun manajemen perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Djoko Joewono (2003) dengan judul

penelitian “Mobilitas penduduk dalam wilayah Jabotabek” yang bersifat survei.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mendorong masyarakat

(35)

pendidikan) berikut mengaharapkan pendapatan lebih tinggi di perkotaan dari

pada di desa, kecilnya lahan di desa bahkan tidak ada/terbatasnya kerja di bidang

pertanian. Faktor penariknya adalah: ada kesempatan kerja di sektor lain dengan

teknologi komunikasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Armin Ginting, Widodo dan Djoko

Joewono sulit diterapkan pada bidang perikanan tangkap, karena nelayan sebagai

pelaku utama pada perikanan tangkap memiliki karakteristik sosial, ekonomi dan

budaya yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan yang berprofesi di darat.

Selanjutnya, penelitian Maria hanya mengkover faktor-faktor penarik dan

pendorong bagi nelayan untuk melakukan mobilitas profesi pada wilayah yang

terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang terintegrasi untuk dapat

memetakan tipe mobilitas nelayan, baik secara geografi, maupun kombinasi

profesi dan geografi; faktor yang berpengaruh pada setiap tipe mobilitas; dampak

yang ditimbulkan oleh mobilitas terhadap alih status yang lebih baik; serta solusi

strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Pertanyaan mendasar yang timbul dengan adanya mobilitas nelayan adalah

apakah mobilitas berpengaruh positif terhadap perubahan status nelayan? Hal ini

perlu dikaji, mengingat mobilitas yang dilakukan oleh nelayan membutuhkan

tenaga, waktu dan biaya, bahkan kehilangan berbagai kesempatan padahal belum

tentu mobilitas tersebut membawa dampak yang positif, sebagaimana yang

diharapkan oleh nelayan.

Beberapa implikasi negatif yang akan timbul jika mobilitas gagal

diantaranya adalah waktu terbuang sia-sia akibat mobilitas padahal belum tentu

hasilnya positif, kebersamaan keluarga akan hilang. Perhatian terhadap anak juga

akan berkurang atau hilang, mengingat waktu yang dihabiskan lebih banyak di

tempat lain akibat mobilitas nelayan itu sendiri.

Ketika musim paceklik tiba, hasil tangkap nelayan tradisional di Provinsi

Sulawesi Utara cenderung berkurang, sehingga mereka seringkali berpindah ke

perairan lain sebagai nelayan andun. Sebagian dari mereka dapat melakukan

(36)

khusus, yang memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa mobilitas nelayan di

Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam dan informasi tentang tipe mobilitas

nelayan ini masih sangat terbatas.

Banyak hal yang menyebabkan nelayan bermobilitas dan untuk itu perlu

dikaji faktor apa saja yang mempengaruhi atau memotivasi nelayan melakukan

mobilitas, baik secara geografi sebagai nelayan andun, profesi, maupun kombinasi

geografi dan profesi. Selain itu, informasi tentang dampak dari mobilitas nelayan

Sulawesi Utara terhadap perubahan alih status nelayan itu sendiri (positif atau

negatif) belum diketahui secara pasti.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas nelayan dan dampak yang

ditimbulkan oleh mobilitas nelayan itu sendiri, seyogyanya dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan solusi strategis untuk

mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah: untuk mengkaji mobilitas dan alih

status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara. Untuk melengkapi tujuan

umum tersebut, secara lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah:

1) Memetakan tipe mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara.

2) Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas nelayan.

3) Menentukan dampak terhadap perubahan alih status nelayan ke arah yang

lebih baik.

4) Memformulasikan solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan

ke arah yang lebih baik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan

ilmu-ilmu dalam bidang sosial ekonomi perikanan, terkait dengan masalah pendapatan

nelayan yang akhirnya menuju pada tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan

tangkap. Hasil penelitian ini juga dapat memberi manfaat praktis bagi para

penentu kebijakan dan stakeholders lainnya dalam mengembangkan dan

(37)

dapat dijadikan acuan untuk menentukan penting tidaknya mobilitas nelayan di

Provinsi Sulawesi Utara.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Pembangunan sektor perikanan di Indonesia sesungguhnya adalah sektor

yang memberikan sumbangan/devisa yang cukup tinggi bagi negara, tetapi

sungguh dilematis karena tenaga kerja yang bekerja di sektor ini adalah tenaga

kerja terbelakang (pendidikan dan pendapatan sangat rendah) termasuk nelayan di

Provinsi Sulawesi Utara. Akibatnya, nelayan di Provinsi Sulawesi Utara, belum

mampu berperan dalam mengelola potensi perikanan yang begitu besar

dikarenakan rendahnya kualitas sumber daya manusianya, padahal jika dikelola

dengan baik, maka taraf hidup para nelayan dan keluarganya bisa lebih baik lagi.

Strategi yang ditempuh dalam rangka pencapaian program pembangunan

perikanan di Provinsi Sulawesi Utara adalah upaya peningkatan pendapatan,

kebutuhan pokok dan taraf hidup masyarakat nelayan. Cara yang dapat dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat nelayan, antara lain dengan

meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Produksi ini dapat ditingkatkan

dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam

jumlah dan nilai hasil tangkapannya. Namun, hal ini belum berhasil disebabkan

beberapa faktor antara lain alat tangkap yang masih tradisional, daerah

penangkapan yang sulit dijangkau dan lain-lain.

Nelayan sangat kesulitan mengatur rumah tangga dan keluarganya

disebabkan karena pendapatan yang tidak mencukupi. Nelayan mengeluh ingin

mengubah kondisi perekonomian mereka ataupun ingin beralih status dari nelayan

buruh menjadi nelayan pemilik, namun situasi dan kondisi sampai sekarang belum

memungkinkan. Akibatnya, nelayan di Provinsi Sulawesi Utara banyak

melakukan mobilitas geografi dengan cara melakukan mobilitas geografi sampai

ke perairan desa tetangga atau dengan kata lain mereka melakukan perpindahan

wilayah penangkapan ikan karena di wilayah perairan mereka sendiri tidak atau

sulit menemukan ikan untuk dikonsumsi sehari-hari apalagi untuk dijual.

Nelayan-nelayan ini bergerak dari tempat tinggal mereka untuk mencari daerah

penangkapan yang diharapkan masih memberikan harapan baru bagi mereka. Ada

(38)

mengadakan mobilitas ke profesi yang lain, misalnya: menjadi tukang, buruh,

ojek, baik di wilayah mereka sendiri maupun di wilayah lain. Sebagian dari

nelayan dapat tinggal berlama-lama di daerah tetangga sampai wilayah perairan

mereka kembali normal, tapi ada yang tidak kembali lagi karena berbagai alasan.

Sebagian nelayan ada yang tetap tinggal di desanya dan mencari profesi baru

sampai musim paceklik/sulit ikan berlalu. Banyak pula yang tetap tinggal di

daerahnya sambil menunggu musim paceklik berlalu tanpa mencari profesi baru.

Data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah antara lain: 1)

nelayan mana saja yang mengadakan dan atau pernah mengadakan mobilisasi

geografi atau mobilitas profesi di Sulawesi Utara; 2) jenis-jenis nelayan yang ada

di Sulwesi Utara; 3) jenis-jenis alat penangkapan ikan yang dominan digunakan

oleh nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara, 4) keadaan umum nelayan

skala kecil yang berpengaruh terhadap mobilitas profesi, seperti pendapatan,

pendidikan, umur,pengalaman, jumlah tanggungan keluarga dan lain-lain dan 5)

apa dampak mobilitas terhadap perubahan status nelayan, serta 6) kebijakan

strategis dan program-program pemerintah khususnya dalam rangka upaya

memperbaiki usaha perikanan nelayan skala kecil.

Adapun analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis

deskriptif kualitatif, SEM dan SWOT. Analisis deskriptif-kualitatif yaitu kegiatan

yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab

pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari

pokok suatu penelitian. Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan

sekarang. Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol

hal-hal yang telah terjadi demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki

kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi dan hanya dapat

mengukur apa yang ada (exist).

Salah satu kegunaan analisis deskriptif adalah dapat memberikan

sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan

muktahir dan dapat membantu kita dalam mengindentifikasi faktor-faktor yang

berguna untuk pelaksanaan penelitian, juga dapat menganalisis keadaan yang

(39)

Analisis SEM dimaksudkan untuk memperoleh suatu gambaran tentang

mobilitas nelayan skala kecil yang meliputi mobilisasi kerja dan hidup sebagai

nelayan di tempat lain, mobilisasi kerja dan hidup sebagai non-nelayan di tempat

lain, mobilisasi kerja dari nelayan ke non-nelayan tapi tetap di desa sendiri, tidak

melakukan mobilisasi kerja maupun mobilisasi tempat tinggal. Analisis ini juga

dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas

dan dampak yang ditimbulkan oleh mobilitas tersebut. Dengan adanya mobilitas

profesi nelayan skala kecil ini apakah bisa tercapai pengalihan status mereka ke

tingkat yang lebih baik untuk memperoleh pendapatan yang layak sehingga

menjamin kesejahteraan nelayan dan keluarganya.

Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT)

dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi dalam penyusunan kebijakan. Analisis ini didasarkan pada

logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman dengan tujuan mencari

solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik.

Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar untuk

mengubah kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik, yang disusun dalam suatu

rencana pembangunan. Secara umum pembangunan mencakup segi ekonomi,

sosial budaya dan politik, karena pembangunan pada prinsipnya meniadakan

ketimpangan, mengurangi ketidakmerataan dan menghalau kemiskinan. Proses

pembangunan seperti ini tidak hanya mencakup segi fisik mengolah sumber daya

alam untuk menghasilkan barang dan jasa tapi juga mencakup segi nilai,

mengubah sistem nilai manusia dan masyarakat agar serasi dengan perkembangan

pembangunan. Pembangunan berorientasi pada perhatian terhadap masyarakat dan

keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan yaitu, orang atau keluarga yang

belum mampu memenuhi kebutuhan materiil dan kepada kelompok kaya akan

sumber-sumber pendapatan untuk dapat disalurkan kepada keluarga yang masih

tertinggal dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup. Umumnya keluarga nelayan

dianggap kelompok yang dikategorikan miskin.

Kegiatan pembangunan nasional diarahkan untuk memberdayakan

(40)

sosial yang sudah menjadi fenomena utama (Usman 1998). Pembangunan yang

selama ini dilaksanakan tidak mencakup implementasi program peningkatan

kesejahteraan keluarga tetapi lebih merupakan suatu spectrum kegiatan yang

menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota

masyarakat dan keluarga dapat mandiri, percaya diri, tidak tergantung dan dapat

lepas dari belenggu struktural yang membuat hidup jadi sengsara. Paradigma

pembangunan nasional seperti ini timbul secara ilmiah dari berbagai kenyataan

seperti; pertumbuhan pendidikan, pemanfaatan sumber daya alam potensi sumber

daya yang ada (Anonim 1998). Sejalan dengan hal tersebut, pembangunan sumber

daya nelayan di Provinsi Sulawesi Utara perlu diarahkan untuk mencapai

kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, guna membentuk manusia dan

masyarakat yang sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai individu, keluarga

(41)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mobilitas dan Alih Status

Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah

dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata

sosial yang ada pada istilah mobilitas sosial untuk menekankan bahwa istilah

tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau sekelompok

warga dalam kelompok sosial. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi

seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Alih

berarti pindah, tukar; sedangkan status berarti keadaan atau kedudukan seseorang

(Pusat Bahasa Indonesia 2001).

Tumin (1978) yang diacu dalam Satria (2000) telah menyumbangkan

kerangka bahwa ada beberapa hal yang perlu dibatasi berkaitan dengan studi

mobilitas, seperti: 1) aspek-aspek apa saja yang akan diukur, apakah ekonomi,

pendidikan, atau prestise profesi, 2) bagaimana unit analisisnya, apakah individu,

keluarga atau strata, 3) siapa yang akan dibandingkan: ayah dengan anak,

kelompok anak dengan kelompok anak lainnya, kelompok orang pada suatu

waktu dibandingkan dengan yang lain, 4) dari mana starting point pengukurannya

dan sampai mana terminating point, 5) klasifikasi apa dalam profesi atau faktor

lainnya yang akan diukur; sensus klasifikasi profesi; blue collar vs white collar,

tingkat pendidikan dan 6) apakah analisis mencakup dimensi objektif dan

subjektif dalam mobilitas.

Selanjutnya Turner (1960) yang diacu dalam Satria (2000) menulis bahwa

dilihat dari tipenya mobilitas terdiri atas 2 tipe, masing-masing adalah: 1) contest

mobility yakni mobilitas yang terjadi karena kemampuannya dalam persaingan

dan 2) sponsored mobility yakni mobilitas yang terjadi berdasarkan dukungan.

Apabila pola contest mobility yang dominan maka hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat tersebut terbuka. Sebaliknya bila sponsored mobility yang dominan

maka hal ini menunjukkan bahwa keahlian atau kemampuan seseorang tidak

selamanya mampu membawanya ke status yang lebih tinggi.

Penguasaan kapital semakin besar, maka semakin besar kesempatan

(42)

kesempatan untuk mempengaruhi proses politik, kebijakan publik dan seterusnya

(Satria 2002).

Herwantiyoko dan Katuuk (1991) mendefinisikan mobilitas sosial sebagai

perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari satu

dimensi ke dimensi yang lain. Mobilitas sosial menurut arahnya terdiri atas

mobilitas horizontal dan vertikal. Mobilitas vertikal adalah perpindahan posisi

dari yang rendah ke lapisan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Mobilitas sosial

vertikal dapat terjadi secara intra-generasi ataupun inter-generas, sedangkan

mobilitas horizontal merupakan perpindahan posisi antar bidang-bidang suatu

dimensi atau antar dimensi dalam lapisan yang sama.

Pada konsep mengenai pelapisan sosial dalam sistem pelapisan sosial di

masyarakat, Lawang (1989) melihat adanya peluang-peluang dari individu untuk

meningkatkan posisinya pada lapisan yang lebih tinggi di masyarakat. Usaha

untuk meraih posisi yang lebih tinggi ini dapat terjadi dalam satu generasi

(intra-generasi) ataupun pada keturunannya/generasi berikutnya (inter-(intra-generasi).

Suryana (1989) menyatakan mobilitas profesi sebagai perpindahan mata

pencaharian tanpa memperhatikan adanya perpindahan geografi, yaitu

perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu

tertentu. Batas wilayah yang digunakan adalah batas administrasi seperti provinsi,

kabupaten, kecamatan dan kelurahan.

Perpindahan mata pencaharian ini senantiasa disebabkan oleh faktor

pendorong dan faktor penarik. Faktor penarik adalah sutu keadaan dimana para

pekerja melihat kemungkinan kesempatan kerja di luar profesinya, yang

diharapkan dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi atau lebih kontinu,

sedangkan faktor pendorong diartikan sebagai keadaan yang mengharuskan para

pekerja mencari alternatif lain karena jenis profesi yang ada sudah semakin sulit

atau tidak ada.

Proses-proses sosial, yang disertai dengan perbedaan-perbedaan alamiah

antara satu orang dengan orang lain, segera menimbulkan perbedaan-perbedaan

dalam pemilikan atau kontrol terhadap sumber-sumber alam serta alat-alat

Gambar

Tabel 1 Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan  tradisional   dengan nelayan industri
Gambar 2 Lokasi penelitian mobilitas nelayan di Provinsi Sulawesi Utara
Gambar 3 Tahap pengambilan sampel penelitian
Tabel 2 Hasil penelitian terkait dengan mobilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

GEiALA MATRIFQKAL DAN STATUS SBSIdL WANlTA.. DBLAM MASYARAKAT NELAYAN Dl PLBLAU

Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan dalam mendukung keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat.. Metode

Tingginya  kompetisi  antar nelayan  mengakiba tkan  hasil  tangkapan  nelayan  semakin  menurun.  Untuk  menjamin  kelangsungan  kegiatan  penangkapannya, 

Dalam penelitian ini, beberapa faktor yang dikaji mengenai pendapatan nelayan skala kecil di Kabupaten Aceh Jaya, yaitu jenis armada, jenis alat tangkap, trip

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan: (1) Nilai tukar nelayan pada total pendapatan dan pendapatan perikanan oleh nelayan pemilik pukat pantai sebesar 3,91 dan 19,63 artinya

Umur nelayan yang ditemui di TPI Aertembaga sebagai responden bahwa para responden memiliki umur yang produktif umur dapat mempengaruh kinerja seseorang. Namun berdasarkan

Tanggapan dari responden menunjukkan sebagai berikut : 1) sebanyak 80% nelayan pemilik Purse seine yang menjawab setuju dan 50% untuk ABK menjawab setuju dengan Program Dinas

Analisis laverage (Gambar 3a) memperlihatkan bahwa atribut tingkat pendidikan nelayan, pengetahuan lingkungan perikanan dan partisipasi keluarga dalam pemanfaatan sumberdaya