KARYA TULIS ILMIAH
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universits Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : Niken Wahyu Rohmawati
20120320032
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
GAMBARAN KOMUNIKASI PERAWAT
DI RUANG ICU RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT I DAN II
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universits Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : Niken Wahyu Rohmawati
20120320032
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
MOTTO
Hidup adalah perjurjuangan
Dan tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan.
“Orang
-orang sukses belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus
dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya
atau tidak,”
(Aldus Huxley)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya tulis ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibuk dan Bapak tercinta yang telah mengajarkan banyak hal dalam kehidupan ini, yang telah memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti, yang telah mendukung peneliti sepanjang waktu.
2. Kepada Mas Ivan, mbak Tari dan ponakan ponakan lucuku Ryutaro dan Kunfahrian yang selalu memberikan semangat dan dukungannya, tawa dan kelucuan kalian selalu membuat peneliti bersemangat. 3. Sahabat – sahabatku tersayang, teman seperjuanganku: Ariffah
Apriana, Amalia Risqiani, Nawanggalih Citrasmi, Zai Indriyan Tanjung, dan sahabatku Alm Mela Tiarasari. Trimakasih atas setiap hal dan waktu yang telah kita lalui bersama, terima kasih atas semangat dan dukungan kalian.
4. Keluarga baruku di kontrakan Nyonya Menir: Izmi ika, Adelia, kak Ane, Mbak Umi, Trimakasih untuk semangat dan dukungan kalian semua.
5. The best partner Yudha Satria Kurniawan, yang telah memberikan pelajaran berharga tentang kedewasaan, kesabaran, semangat, yang selalu memberikan dukungan dan selalu ada untuk peneliti. Semoga semua harapan kita terwujud. Amin
6. Teman teman satu bimbingan, Amel, Yani, Rifki, Dita, herman, Istiana Dewi terimakasih telah memberikan semangat dan ilmu yang telah kalian bagi. Semoga perjuangan kita berbuah manis. 7. Ibu Azizah Khoiriyati S.Kep.,Ns.,M.Kep. terimakasih telah
membimbing dan memberikan ilmu untuk penelitit, penelitian ini tidk akan terwujud tanpa bimbingan ibu.
8. Seluruh teman teman PSIK angkatan 2012.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Niken Wahyu Rohmawati
NIM : 20120320032
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, Agustus 2016
Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran komunikasi Perawat di Ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II” dengan sebaik-baiknya. Proposal ini
saya susun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar derajat Sarjana
Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas bantuan
dari berbagai pihak, sehingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing Karya
Tulis Ilmiah, yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan
pemikiran dalam menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Kellyana Irawati S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji proposal
Karya Tulis Ilmiah, yang telah memberikan masukan dan saran.
3. Kepala ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sana.
4. Kedua orang tua, bapak dan ibu yang selalu memberikan dukungan moril
dan materi, serta memotivasi untuk menyelesaikan proposal karya tulis
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga proposal karya tulis
ilmiah ini bisa terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik isi maupun penyusunnya. Penulis berharap semoga
proposal Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis pada khusunya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 9 Agustus 2016
Hormat saya
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
MOTTO... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
INTISARI... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Keaslian Penelitian... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KOMUNIKASI 1. Pengertian... 11
2. Komponen Komunikasi... 11
3. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi... 12
4. Bentuk Komunikasi... . 15
5. Hambatan Komunikasi... 16
B. PERAWATAN BERFOKUS PASIEN 1. Pengertian Perawatan Berfokus Pasien... 19
2. Komponen Perawatan Berfokus Pasien... 20
3. Domain Komunikasi Perawatan Beerfokus Pasien... 21
C. Ruang ICU 1. Pengertian ruang ICU... 24
2. Peran perawat ruang ICU... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian... 28
B. Populasi dan Sampel... 28
C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
D. Vareabel Penelitian... 29
E. Definisi Oprasional... 30
F. Instrumen Penelitian... 30
G. Cara pengambilan Data... 31
H. Uji Validitas dan Reliabilitas... 32
I. Pengolahan Data dan Analisa Data... 33
J. Etika Penelitian... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran lokasi penelitian... 38
2. Karakteristik reponden penelitian... 39
3. Gambaran komunikasi perawat... 40
B. Pembahasan……… 45
C. Kekuatan dan kelemahan peneliti………... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional.... 30 Tabel 3.2 Instrumen Penelitian... 30 Tabel 4.1 Distribusi usia perawat di ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II pada
bulanApril... 39 Tabel 4.2 Distribusi karakteristik responden perawat di ruang
ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I
dan II pada bulan April... 39 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi komunikasi perawat di ruang
ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I
dan II pada bulan April... 40 Tabel 4.4 Distribusi gambaran komunikasi perawat berpusat
pada pasien di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar permohonan menjadi responden Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Daftar Kuesioner
Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan Lampiran 5 Surat izin Uji Validitas Lampiran 6 Surat izin penelitian
Lampiran 7 Surat keterangan kelayakan etika penelitan Lampiran 8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
INTISARI
Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah ruangan khusus untuk merawat pasien yang mengalami keadaan kritis. Di ruang ICU perawat berinteraksi paling sering dengan pasien dan keluarga, untuk berinteraksi perawat perlu melakukan komunikasi yang baik. Komunikasi sering dianggap sebagai sesuatu yang mudah, namun sebenarnya merupakan suatu yang kompleks yang melibatkan tingkah laku, hubungan serta memungkinkan individu bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi perawat di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II.
Penelitian ini termasuk penelitian jenis deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang meliputidomain komunikasi biopsikosial, domain mengenal pasien secara pribadi, domain berbagi kekuasaan dan tanggung jawab, domain terapi gabungan dan domain komunikasi dengan tim kesehatan lain. Sampel berjumlah 29 perawat yang bekerja di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit I dan II.
Gambaran domain komunikasi biopsikososial menunjukkan kategori baik dengan skor rerata 106,6. Gambaran domain komunikasi mengenal pasien secara pribadi menunjukkan kategori baik dengan skor rerata 99,7. Gambaran domain komunikasi berbagi tanggung jawab dan kekuasaan menunjukkan kategori baik dengan skor rerata 101. Gambaran domain Komunikasi terapi gabungan menunjukkan kategori baik dengan skor rerata 104,2. Gambaran komunikasi dengan tim medis menunjukkan kategori baik dengan skor rerata 103,2.
Hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan gambaran komunikasi perawat di ruang ICU berdasarkan lima domain komunikasi perawat berpusat pasien menunjukkan hasil yang baik.
Communication is often considered as an easy task, but it is actually a complex that involves behavior, relationships and allow people to socialize with other people and the environment. This study aimed to know the discription in the ICU nurse communication RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I and II.
This research was descriptive quantitative with cross sectional approach that includes biopsychocial communication domain, patients personally domain, sharing power and responsibility domain, therapeutic alliance domain and communication with other health team domain. Samples numbered 29 nurses working in the ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta units I and II.
Nursing comunication biopsychosocial domain picture shows both categories with a mean score of 106,6. The communication domain patient showed good category with a mean score of 99.7. Communication domain overview of responsibilities and powers showed good category with a mean score of 101. The communications therapeutic alliance domain showed good category with a mean score of 104.2. Overview of communication with the medical team showed good category with a mean score of 103,2.
From the analysis above can be deduced discription nurse communication in the ICU based on five domain communication -centered patients showed good results.
Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah ruangan khusus
untuk merawat pasien yang mengalami keadaan kritis (Suryani, 2012).
Ruang ICU dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan
mengobati pasien yang terancam jiwanya karena kegagalan atau disfungsi satu organ atau ganda akibat suatu penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (Rahmatiah, 2013). Dasar pengelolaan pasien di ruang ICU
adalah dengan pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan yang akan
memberikan kontribusi sesuai dengan bidang keahliannya dan akan saling
bekerja sama di dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter intensif sebagai
ketua tim (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali untuk menyatukan
berbagai profesi kesehatan tersebut kedalam sebuah tim interprofesi. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin
kerjasama yang efektif seperti kurangnya keterampilan komunikasi
interprofesi dan belum tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam
menentukan keputusan klinis pasien (Tim CFHC-IPE UGM,2014).
Kurangnya komunikasi antara tim kesehatan di ruang ICU akan cenderung
merusak kerjasama tim kesehatan dan juga merusak hubungan antara tim
Dalam mewujudkan ketrampilan komunikasi yang baik, seorang
perawat harus memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat memiliki
kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Hal tersebut dapat dicapai
oleh seorang perawat dengan berbagai cara misalnya: melalui
pelatihan-pelatihantentang cara membangun komunikasi yang baik dan efektif,
ataupundengan belajar mandiri (Hanafi & Richard, 2012). Menurut penelitian
yang di lakukan Elmi (2006) menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi
terapeutik mempunyai pengaruh terhadap peningkatan keterampilan perawat
sesudah pendidikan untuk berkomunikasi terapeutik dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
Komunikasi terapeutik yang baik antara perawat dengan keluarga
yang diteruskan ke pasien sangat mendukung keberhasilan dari asuhan
keperawatan (Nugroho, 2013). Terlebih lagi di ruang ICU perawat akan
menjadi orang yang membantu pasien dan keluarga, perawat juga akan
memiliki interaksi paling sering dengan pasien dan keluarga.Hal tersebut
membuat perawat mempunyai pengaruh utama terhadappasien dan keluarga
(Christopher et al, 2012). Selain itu Asmadi (2008), menyebutkan bahwa
dengan komunikasi yang baik, seorang perawat dapat meningkatkan citra
profesionalisme pada dirinya, dan sebaliknya jika perawat kurang baik dalam
berkomunikasi, hal ini akan berpengaruh terhadap penilaian klien terhadap
Perawat terlibat dalam sebagian besar komunikasi dengan pasien dan
keluarga di ruang intensif care unit (ICU) (Christopher et al, 2012).
Perawatan pasien di ruang intensif care unit (ICU) tidak hanya membutuhkan
perawatan yang baik dalam pelayanan medis tetapi juga perawat yang dapat
berkomunikasi dengan optimal dan dapat berinteraksi dengan tim kesehatan
(Natalie et al,2010). Keterampilan dalam berkomunikasi harus dimiliki oleh
seorang perawat, karena dengan komunikasi seorang perawat dapat
melaksanakan asuhan keperawatan secara profesional, dapat mengumpulkan
data pengkajian, mengumpulkan data fokus untuk menegakkan diagnosa
keperawatan serta komunikasi akan memperlancar semua tindakan
keperawatan yang direncanakan sampai ke proses pemberian pendidikan
kesehatan pada pasien (SP2KP Pelayanan Keperawatan, 2012).
Dalam proses pemberian asuhan keperawatan biasanya perawat
hanya berfokus pada tugas, fungsi dan struktur yang terlibat dalam perawatan
pasien.Hal tersebut membuat pelayanan menjadi tidak efisisen. Fokus
keperawatan seharusnya berfokus pada kebutuhan pasien. Dalam model
perawatan yang berfokus pada pasien, perawat menjadi penentu dalam
melakukan koordinasi perawatan pasien. Proses keperawatan lebih lanjut
menekankan pada pentingnya komunikasi. Mulai pengkajian sampai evaluasi
seharusnya bersandar pada komunikasi tentang pengalaman dan kebutuhan
pasien. Model keperawatan seperti pada sistem Neuman (1982), model
komunikasi terbuka antara perawat dengan pasien dalam keterlibatan perawat
yang efektif (Potter & Perry, 2005).
Manusia berinteraksi dengan orang lain menggunakan komunikasi
untuk mempertahankan, menetapkan serta meningkatkan hubungan.
Komunikasi sering kali diartikan oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang
mudah, namun sebenarnya komunikasi seseorang untuk berinteraksi dengan
orang lain merupakan suatu yang kompleks yang melibatkan beberapa faktor
yang mempengaruhinya (Potter & Perry, 2005). Komunikasi dengan orang
lain timbul karena adanya dorongan agar mendapatkan kebutuhan-kebutuhan
untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, dan untuk
mempertahankan atau memperkuat ego (Riswandi, 2009).
Penelitian oleh Natalie et al (2010) pada keluarga dengan kasus End Of
Life di ICU menunjukkan bahwa keluarga membutuhkan komunikasi yang
lebih baik, komunikasi tersebut untuk meminimalkan kecemasan dan depresi
yang di alami keluarga. Keluarga menginginkan lebih sering komunikasi
dengan perawat dan dokter untuk mendapatkan fasilitasi komunikasi tentang
pasien, sehingga komunikasi terjadi tidak hanyaketika terdapat masalah pada
pasien,seperti diskusi tentang End Of Life (Natalie et al, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Rahmatilah (2013) menunjukkan bahwa pemberian
informasi mempengaruhi dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang
dirawat di ICU RSUD Dr. M.M Dunda Limboto.
Penelitian yang di lakukan oleh Christopher et al (2012) di Rumah
dilakukan dengan metode kualitatif yang mengkategorikan interaksi
komunikasi menjadi lima domain perawatan berfokus pasien, didapatkan
hasil penelitian bahwa komunikasi yang sering dilakukan oleh perawat di
ruang ICU sebagian besar adalah tentang pertukaran informasi seputar
biopsikososial, komunikasi untuk mengenal pasien secara pribadi, dan
komunikasi dengan tim kesehatan lain, sedangkan perawat relatif sedikit
melakukan komunikasi tentang kekuasaan dan tanggung jawab serta
komunikasi tentang terapeutik gabungan, meskipun mereka mendukung
tentang hal tersebut.
Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan dengan observasi pada
23 November 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit I dan II
peneliti menjumpai adanya perbedaan cara komunikasi antara satu perawat
dengan perawat lain. Perawat belum sepenuhnya melakukan komunikasi
kepada pasien yang sedang kritis meskipun perawat mengakui bahwa
komunikasi di ruang ICU sangat penting karena berkaitan dengan kegawat
daruratan. Kemudian menurut data di Diklitbang PKU Muhammadiyah
Yogyakarta menunjukan bahwa perawat di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta unit I dan II yang sudah pernah melakukan pelatihan komunikasi
berjumlah 23 perawat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Komunikasi Perawat di Ruang ICU PKU
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat di rumuskan bahwa masalah yang akah dilihat adalah “Bagaimanakah gambaran komunikasi
perawat di ruang ICU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran komunikasi perawat di ruang ICU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik perawat di ruang ICU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II.
b. Mengetahui gambaran komunikasi perawat di ruang ICU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II meliputi lima domain
komunikasi perawat berfokus pasien di ICU (Christopher et al, 2012),
yaitu :
1. Pertukaran informasi seputar biopsikososial.
2. Komunikasi untuk mengenal pasien secara pribadi.
3. Komunikasi untuk berbagi kekuatan dan tanggung jawab.
4. Komunikasi gabungan therapeutik.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai pertimbangan dan masukan bagi peningkatan managemen
rumah sakit dalam melengkapi fasilitas dan kebijakan peraturan di
ruang ICU khususnya mengenai komunikasi perawat.
2. Bagi Perawat
Sebagai masukan bagi perawat dalam upaya peningkatan
profesionalitas pemberian asuhan keperawatan di ruang ICU.
3. Bagi Pendidikan keperawatan
Hasil yang didapat dalam penelitian dapat menjadi informasi bagi
mahasiswa keperawatan dan institusi pendidikan keperawatan tentang
komunikasi perawat berfokus pasien di ruang rawat ICU
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian dalam bidang
keperawatan, khususnya komunikasi perawat di ruang ICU.
E. Keaslian Penelitian,
1. Christopher G. Slatore, MD MSet al(2012) dengan judul Communication
by Nurses in the Intensive Care Unit: Qualitative Analysis of Domains of
Patient-Centered Care (2012). Penelitian ini memiliki tujuan untuk
melakukan analisis komunikasi perawat di ruang ICU. Metode yang
digunakan adalah kualitatif untuk mengkategorikan interaksi komunikasi
menjadi lima domain perawatan pasien berpusat. Penelitian dilakukan di
akademik dan 26 tempat tidur di rumah sakit Veteran Affairs di Portland,
OR. Peninjauan dilakukan selama 315 jam, dan di lakukan 53 wawancara
terhadap 33 perawat untuk mengkategorikan interaksi komunikasi menjadi
lima domain perawatan berfokus pasien. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komunikasi yang sering di lakukan oleh perawat di ruang ICU
sebagian besar adalah tentang pertukaran informasi seputar biopsikososial,
komunikasi untuk mengenal pasien secara pribadi, dan komunikasi dengan
tim kesehatan lain, Sedangkan perawat relatif sedikit melakukan
komunikasi tentang kekuasaan dan tanggung jawab serta komunikasi
tentang terapeutik gabungan, meskipun mereka mendukung tentang hal
tersebut.Perbedaan dengan penelitian yang akan di lakukan saat ini adalah
metode penelitian yang digunakan adalah quantitatif, dengan tempat
penelitian yang dipilih peneliti adalah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit I dan II.
2. Penelitian oleh McCabe (2004) dengan judulNurse–patient communication:
an exploration of patients’ experiences.Metode penelitian menggunakan
purposive sampling, dengan melakukan wawancara kepada delapan pasien
di rumah sakit pendidikan umum di Republik Irlandia. Hasil penelitian
didapatkan empat tema yang muncul, yaitu kurangnya komunikasi,
menghadiri, empati dan keramahan perawat. Perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah tujuan pada penelitian McCabe yaituuntuk
mengetahui pengalaman pasien tentang bagaimana perawat berkomunikasi
ruang ICU. Selain itu, penelitian sebelumnya menggunakan perspektif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis hermeneutik,
sedangkan penelitian ini menggunakan penelitianjenis deskriptif kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Respondennya adalah semua perawat
yang bekerja di Ruang ICU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan
3. Penelitian oleh Usman, Kadir, dan Husain (2014) dengan judul “Hubungan
Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga
Pasien (Studi Penelitian di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hj. Aloe Saboe Kota Gorontalo)”. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan
pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
komunikasi terapeutik perawat ICU adalah cukup dan tingkat kecemasan
keluarga pasien adalah sedang, sehinggaterdapat hubungan antara
komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien.
Pebedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel pada
penelitian ini adalah variabel tunggal dengan meneliti komunikasi perawat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.KOMUNIKASI
1. Pengertian
Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran ide, perasaan, dan
pikiran antara dua orang atau lebih untuk melakukan perubahan sikap dan
perilaku (Damaiyanti, 2008). Hanafi & Richard (2012) menyatakan bahwa
dalam praktek keperawatan, komunikasi merupakan sarana dalam membina
hubungan antara perawat dan pasien. Priyanto (2009) mengemukakan
bahwa komunikasi dalam profesi keperawatan sangat penting karena tanpa
komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan.
2. Komponen Komunikasi
Menurut Stuart (2013) komunikasi memiliki 5 komponen untuk
menyampaikan informasi agar dapat di sampaikan dengan baik, yaitu:
a. Pengirim, orang atau kelompok yang menyampaikan atau mengirim
pesan.
b. Penerima, orang atau kelompok yang menerima pesan atau pemberi
respon, dan perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
c. Pesan yaitu gagasan, pendapat, fakta, informasi, atau stimulus yang di
sampaikan pengirim kepada penerima.
d. Umpan balik, respon atau tanggapan dari penerima setelah
mendapatkan pesan daripengirim.
3. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Priyanto,
2009)yaitu:
a. Perkembangan
Menurut Whaley &Wong dalam Priyanto (2009), tingkat
perkembangan pada seseorang berbeda-beda antara satu orang dengan
orang lain, karena perkembangan pada seseorang bersangkutan
langsung dengan perkembangan neurologi dan intelektual, oleh karena
itu perawat harus mampu berkomunikasi sesuai dengan perkembangan
seseorang baik dari sisi usia, bahasa, maupun proses pikir orang
tersebut, sehingga komunikasi yang kita lakukan dapat di pahami dan
berjalan dengan lancar.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa yang terjadi. Persepsi ini terbentuk dari harapan dan
pengalaman seseorang. Persepsi seseorang akan berbeda dengan orang
lain, hal ini yang akan mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
Menurut Mundakir (2006), persepsi akan sangat mempengaruhi
jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi dan
pengertian yang sama tentang pesan yang di sampaikan dan diterima
c. Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang, nilai seseorang berbeda
satu dengan yang lainnya (Mundakir,2006). Nilai digunakan
seseorang untuk panduan atau standar dalam bertingkah laku. Perawat
perlu mengetahui nilai seseorang untuk membuat keputusan dan
interaksi yang tepat.
d. Emosi
Emosi adalah perasaan subjektif seseorang dalam merasakan situasi
yang terjadi disekelilingnya (Mundakir, 2006). Perasaan seperti
marah, sedih, senang dapat mempengaruhi komunikasi seseorang.
Perawat perlu mengetahui kondisi emosional klien sebelum
memberikan asuhan keperawatan agar komunikasi dapat berjalan
dengan tepat. Perawat juga perlu mengkaji status emosionalnya
sendiri agar ketika memberikan asuhan keperawatan tidak terbawa
oleh emosi di bawah sadarnya.
e. Latar belakang sosial budaya
Budaya adalah bentuk kondisi yang menunjukkan dirinya dengan
tingkah laku. Budaya mempengaruhi cara klien berhubungan dengan
perawat dalam berbagai situasi. Menurut Mundakir (2006), faktor ini
memang sedikit pengaruhnya namun dapat dijadikan pegangan bagi
perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan melangkah dalam
f. Jenis kelamin
Pria dan wanita mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Menurut
Yubiliana (2010), dalam percakapan laki-laki cenderung langsung dan
asertif sedangkan perempuan terlalu sopan dan pasif.
g. Pengetahuan
Komunikasi dapat menjadi sulit ketika seseorang yang berkomunikasi
memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Menurut Mundakir
(2006), perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai
tingkat pengetahuan yang dimiliki klien
h. Peran dan hubungan
Individu berkomunikasi dalam tatanan yang sesuai dengan peran dan
hubungan mereka.
i. Lingkungan
Orang cenderung berkomunikasi dengan baik ketika dia dalam
lingkungan yang nyaman. Lingkungan yang baik adalah ruangan yang
hangat, bebas dari kebisingan dan gangguan. Menurut Sumijatun
(2011), perawat harus pandai memilih tempat yang nyaman, sehingga
komunikasi tidak terganggu oleh kegiatan lain.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi, jarak tertentu dapat
menimbulkan rasa aman. Menurut Suarli &Bahtiar (2012), jarak
adalah 45-120 cm sehingga memungkinkan kontak mata dan
sentuhan.
4. Bentuk Komunikasi
Menurut Stuart (2013), komunikasi memiliki 2 bentuk, yaitu:
a. Komunikasi verbal.
Komunikasi verbal antara perawat dengan pasien adalah penting,
komunikasi ini paling sering dilakukan dalam pemberian pelayanan
keperawatan.Komunikasi verbal terjadi melalui media kata-kata yang
di ucapkan secara lisan maupun melalui tulisan. Menurut Priyanto
(2009), kata atau kalimat digunakan sebagai alat atau simbol untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional
dan memori, mengartikan objek, serta melakukan observasi. Selain itu
menurut Nasir et al (2009), kata-kata juga sering digunakan untuk
menyampaikan arti yang tersembunyi dan menguji minat seseorang.
Komunikasi verbal yang dilakukan secara lisan dengan bertatap muka
mempunyai keuntungan yaitu memungkinkan tiap individu untuk
berespon secara langsung.
b. Komunikasi non verbal, komunikasi ini terjadi melalui pancaindra dan
segala hal yang dilakukan tanpa menggunakan kata-kata, komunikasi
ini memiliki efek yang lebih kuat untuk menyampaikan pesan kepada
orang lain.Kourkouta &Papathanasiou (2014), mengemukakan
gerak tubuh, postur dan hambatan fisik seperti jarak saat
berkomunikasi.
5. Hambatan Komunikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi (Yubiliana, 2010), yaitu:
a. Faktor teknis
Kurangnya penguasaan teknik komunikasi, yaitu mencakup
unsur-unsur dalam pemilihan metode dalam penyampaian pesan.
b. Faktor perilaku
Adanya pandangan yang bersifat apriori, berprasangka yang di
dasarkan pada emosi, suasana yang otoriter, tidak mau mengakui
kesalahan, dan bersifat egois. Menurut Margareta dalam Ikawati &
Sulastri (2011), dalam menjalankan tugasnya seorang perawat
mempunyai gaya pendekatan yang berbeda antara perawat yang
satu dengan perawat yang lain. Kemudian di lain pihak, klien juga
memiliki penilaian yang berbeda terhadap perawat satu dengan
perawat lain dalam hal kemampuan berkomunikasi terhadap klien.
c. Faktor situasional
Suatu kondisi atau situasi yang menghambat komunikasi,
contohnya kondisi ekonomi, sosial, polilik, dan keamanan.
d. Keterbatasan waktu
Kekurangan waktu dalam melakukan komunikasi, sehingga tidak
e. Jarak psikologis atau status sosial
Jarak psikologis terjadi karena perbedaan status baik status sosial
maupun status dalam pekerjaan. Menurut Mundakir
(2006),komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman
bila di lakukan dengan kelompok yang mempunyai peran yang
sama.
f. Adanya evaluasi terlalu dini
Memberikan kesimpulan sebelum komunikasi di terima secara
keseluruhan.
g. Lingkungan yang tidak mendukung
Orang dapat melayani komunikasi dalam lingkungan yang nyaman.
Ruangan yang ramah, bebas dari gangguan dan kericuhan adalah
tempat yang baik untuk berkomunikasi (Mundakir, 2006). Tidak
adanya lingkungan yang mendukung terjadinya komunikasi,
seperti keadaan suhu (terlalu panas atau dingin), keadaan ribut atau
bising, lingkungan fisik tidak mendukung (ruangan terlalu sempit).
h. Keadaan komunikator
Keadaan fisik maupun psikis dari pemberi pesan berpengaruh pada
keberhasilan atau kegagalan komunikasi, contohnya
1) Komunikator sedang mempunyai masalah pribadi sehingga
pikirannya kacau.
3) Komunikator memiliki suara sengau atau gagap, sehingga
pesan yang disampaikan tidak jelas tertangkap oleh sasaran.
i. Gangguan bahasa
1) Komponen semanik
Gangguan semanik adalah gangguan komunikasi yang
disebabkan oleh kesalahan pada bahasa yang digunakan
(Blake,1979). Gangguan semanik sering di sebabkan :
a) Kata-kata yang digunakan terlalu banyak menggunakan
bahasa asing atau bahasa medis sehingga sulit di mengerti
oleh orang banyak.
b) Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa
yang digunakan oleh penerima.
c) Komponen semanik melipui pengetahuan objek, hubungan
objek, dan hubungan perisiwa (M.Lahe,1989)
2) Komponen sruktur
Sruktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan bahasa yang
benar, sehingga membingungkan penerima.
3) Komponen penggunaan
Menurut M.Lahe dalam Yubiliana (2010), komponen
penggunaan meliputi fungsi dan konteks, penguasaan dalam
komponen ini membuat kita mampu mengawali, memelihara
j. Rintangan fisik
Rintangan fisik dalam komunikasi antar manusia dapat diartikan
adanya gangguan pada penerima karena tidak berfungsinya salah
satu panca indra.
k. Rintangan kerangka berfikir
Rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara
komunikator dengan komunikan dalam berkomunikasi yang
disebabkan oleh latar belakang pengalaman dan pendidikan yang
berbeda. Menurut Mundakir (2006), komunikasi sulit berlangsung
bila terjadi perbedaan tingkat pengetahuan dari pelaku komunikasi.
Menurut Sari et al (2014), masih kurangnya wawasan dan
pengetahuan perawat dalam kemampuan berkomunikasi
disebabkankarena tidak adanya pelatihan-pelatihan tambahan yang
diperlukan untuk meningkatkan kinerja perawat.
B. PERAWATAN BERFOKUS PADA PASIEN
1. Pengertian Perawatan Berfokus Pada Pasien
Perawatan berfokus pasien adalah perawatan yang didasarkan pada
kerjasama antara pasien, keluarga, dokter, perawat, dan profesional lainnya
dalam perawatan klinis pelayanan kesehatan, dimulai dari perencanaan
hingga evaluasi, dan untuk digunakan dalam pendidikan profesional
perawatan kesehatan dan dalam penelitian (American Academy of
2. Komponen Perawatan berfokus pada pasien
Perawatan berfokus pada pasien memiliki tiga komponen penting
(Constand et al, 2014), yaitu:
1) Komunikasi Efektif
Komunikasi ditujukan untuk berbagi informasi, menjalankan hubungan
penuh kasih dan memberdayakan penyediaan perawatan, serta
kepekaan terhadap kebutuhan pasien. Menurut American Academy of
Pediatrics (2012), mendengarkan dan menghormati setiap pasien dan
keluarganya untuk menghormati ras, etnis, budaya, dan sosial ekonomi,
latar belakang pasien dan pengalaman keluarga, hal ini berfungsi dalam
perencanaan dan pemberian perawatan kesehatan bagi pasien.
2) Kemitraan
Dua komponen untuk membangunan kemitraan adalah membangun
hubungan dan kolaborasi antar-profesional. Membangun hubungan
dengan pasien dan keluarga bertujuan untuk memahami masalah yang
dialamai oleh pasien yang di sebabkan oleh penyakitnya dan bagaimana
penyakit tersebut mempengaruhi kehidupan pasien. Keterlibatan pasien
dan keluarga dalam perawatan dapat membangun kepercayaan dan
saling mendorong untuk memecahkan masalah. Kolaborasi antar
profesional kerja adalah membuat tim kesehatan yang bertujuan untuk
3) Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan proses untuk mendorong orang
meningkatkan kontrol dan mengembangkan kesehatannya (Tim
CFHC-IPE UGM, 2014). Melakukan promosi kesehatan membutuhkan efektif
manajemen kasus dan efisiensi penggunaan sumber daya. Efektifitas
manajemen kasus melibatkan evaluasi dari kesuksesan dan kegagalan
perawatan pasien dimasa lalu, ini dilakukan untuk memberikan
promosi kesehatan terbaik yang sesuai untuk kesehatan masa depan dan
mengurangi risiko yang merugikan dari hasil pengobatan kesehatan.
Proses ini dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang
pengalaman kesehatan sebelumnya untuk mengembangkan pemahaman
tentang bagaimana pasien merespon jenis perawatan tertentu, seperti
perawatan yang membutuhkan janji atau latihan di rumah secara
mandiri. Menggunakan sumberdaya sesuai dengan kebutuhan pasien,
sehingga dapat menyesuaikan pengobatan berencana untuk diberikan
kepada pasien.
3. Domain Komunikasi Perawatan Berfokus Pada Pasien
Christopher et al (2012) membagi komunikasi perawat di ruang ICU
menjadi lima domain besar, yaitu :
a. Domain Biopsikososial
Domain biopsikososial meliputi komunikasi seputar biomedis, aspek
psikologis, dan sosiologis pasien dengan berfokus pada pertukaran
penyakit, mengarahkan pada terapi yang tepat, dan pola pelayanan
kesehatan (Tim CFHC-IPE UGM,2014). Topik yang sering
didiskusikan termasuk review tanda-tanda vital, status volume dan
intervensi, riwayat kesehatan, teknik terapi untuk mempertahankan
hidup, manajemen nyeri, dan kebersihan.
b. Domain mengenal pasien secara pribadi
Domain ini meliputi upaya untuk memahami kepribadian unik dari
pasien luar dan penyakitnya. Dalam komunikasi ini sering terlibat
diskusi tentang anak-anak pasien, agama atau spiritualitas, karir, serta
topik sehari-hari seperti seperti cuaca, televisi, dan buku, selain itu,
perawat sering bercerita tentang diri mereka sendiri. Gaya percakapan
sering tidak resmi atau yang akrab. Misalnya, perawat memanggil
pasien dan anggota keluarga dengan bahasa sehari-hari. Pasien,
keluarga, dan perawat sering melakukan lelucon kecil dan menggoda
satu sama lain. Sering terjadi komunikasi non-verbal, perawat
menggunakan sentuhan untuk berinteraksi secara pribadi. Interaksi ini
meliputi: menawarkan dan menerima pelukan, memegang tangan,
menempatkan lengan di sekitar orang itu, dan diam-diam berdoa untuk
pasien. Menurut Suarli & Bahtiar (2012), komunikasi melalui sentuhan
pada pasien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara
perawat dengan pasien. Selain itu, sentuhan dapat berperan sebagai
di lakukan oleh perawat dan pasien yang berbeda jenis kelamin, dalam
situasi ini perlu danya suatu persetujuan.
c. Domain berbagi kekuasaan dan tanggung jawab, yaitu aktif melibatkan
pasien atau anggota keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan
dan membentuk kesepakatan mengenai rencana perawatan.
d. Domain terapi gabungan, yaitu menggabungkan pengetahuan tim
untukmenentukanrencanaperawatan. Perawat bertugas untuk
berkomunikasi dengan keluarga tentang topik-topik seperti tingkat
kesadaran pasien, respon terhadap rasa sakit dan obat penenang, serta
fungsi tubuh pasien.
e. Domain komunikasi dengan tim kesehatan lain yaitu, perawat
melibatkan tim kesehatan lain untuk berbagi tentang keadaan pasien
dan situasi yang terjadi. Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan
dari berbagai profesi merupakan kunci penting dalam meningkatkan
efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien (Burtscher,
2012). Perawat secara rutin berkomunikasi dengan dokter, untuk
memberitahu mereka tentang keprihatinan mereka. Selain itu, perawat
melaporkan dan menunjukkan bagaimana situasi pasien. Misalnya,
perawat menggambarkan reaksinya ketika dalam pertemuan keluarga
dokter melaporkan bahwa pasien tidak akan bertahan dalam proses
transplantasi. Perawat mendiskusikan perasaan mereka dan tantangan
yang di alami dengan perawat, dan merekasalingmemberi dukungan
akan meningkatkan hubungan profesional antara perawat dan tim
kesehatan lainnya, sepeti dokter, ahli gizi, dan fisioterapis.Sitorus
(2006) menyebutkan bahwa dalam hubungan dengan tim kesehatan lain
terdapat beberapa elemen penting, yaitu: 1) Kerjasama dalam
perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, penetapan
sasaran dan tanggung jawab. 2) kerjasama secara kooperatif. 3)
Koordinasi. 4) Komunikasi terbuka.
C. RUANG ICU
1. Pengertian Ruang ICU
Ruang Intensive Care Unit(ICU) adalah bagian dari rumah sakit
yang mandiri, memiliki staf dan perlengkapan yang khusus untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan pasien kritis ( Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia,2010).
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Indonesia Nomor: HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit
bahwa kriteria pasien yang masuk di ruang intensif di bagi menjadi tiga
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi seperti alat bantu ventilasi, alat
penunjang fungsi organ atau sistem lain, infuse obat-obat vasoaktif
/inotropik serta pengobatan lainnya secara kontinyu tertitrasi. Golongan
kedua adalah Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan peralatan
canggih di ICU, karena sangat beresiko apabila tidak mendapatkan
terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan
pulmonary arterial catheter. Golongan pasien ketiga yaitu pasien kritis
yang status kesehatannya tidak stabil, yang disebabkan oleh penyakit
yang akut secara sendirian maupun kombinasi, dengan kemungkinan
sembuhnya kecil.
2. Peran Perawat ICU
Menurut Asmadi (2013), seorang perawat di ruang ICU harus
memiliki kemampuan dalam bidang :
a. Pengetahuan tentang fisiologi dan patofisiologi tubuh
b. Mengetahui proses keperawatan secara holistik yaitu dalam aspek
bio-psiko-sosio-spiritual.
1) Bio , bio berasal dari kata bios yang artinya hidup. Manusia adalah
makluk biologis, sehingga perawat harus dapat memberikan
perawatan dalam memenuhi kebutuhan dasar biologis. yang
mencakup kebutuhan secara fisiologis seperti oksigen, air, makanan
serta eliminasi.
2) Psiko, berasal dari kata psyche yang artinya jiwa, perawat harus
(perhatian), bersimpati dan empati terhadap pasien maupun keluarga.
Menurut Nursalam (2007), perawat berperan penting dalam
pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan
koping pasien agar dapat beradaptasi dengan penyakitnya.
3) Sosio atau sosial, manusia sebagai makluk sosial selalu berinteraksi
dengan orang lain dan tidak dapat hidup tanpa orang lain. Begitu
juga perawat harus dapat menjalin interaksi yang baik dengan pasien
dan keluarga pasien. Menurut Asmadi (2008), manusia adalah
makluk sosial yang tidak dapat lepas dari orang lain dan selalu
berinteraksi dengan mereka. Apalagi ketika sakit manusia sangat
membutuhkan bantuan dari orang lain.
4) Spiritual, manusia memiliki keyakinan dan hubungan dengan
Tuhannya, sehingga perawat harus mampu memberikan fasilitas
untuk pasien dalam berhubungan dengan sang pencipta dengan cara
membimbing untuk selalu ingat dengan Tuhan.Menurut Asmadi
(2008), salah satu kebutuhan dasar manusia adalah adanya kedekatan
dengan Tuhan. Menurut Swinton dalam Purwaningsih,
Asmaningrum & Wantiyah (2013), menyatakan bahwa spiritualitas
membantu seseorang memahami kehidupan mereka di saat trauma
dengan membangun kembali kepercayaan diri sehingga mereka
dapat menemukan dan mempertahankan harapan, harmoni batin dan
c. Perawat ICU harus memiliki dasar pengetahuan dalam
menginterpretasikan dan dapat merespon terhadap masalah-masalah
klien dengan menggunakan keterampilan yang tinggi.
D. Kerangka Konsep
Faktor-Faktor yang
8. Peran dan Hubungan 9. Lingkungan
10. Teritorial
: Diteliti : Tidak diteliti
Gambar 2.1: Kerangka Konsep
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian jenis deskriptif, menggunakan
pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan pengamatan sekali saja
(Point Time Approach ) yang merupakan penelitian kuantitatif (Nursalam,
2013). Penelitian ini mendiskripsikan gambaran komuniksai perawat di
ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit I dan II.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang
ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II yang berjumlah
30 orang.
2. Sampel Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik total
sampling,yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil jumlah
seluruh responden yang ada (Nursalam, 2013). Sampel yang digunakan
adalah perawat yang bekerja di ruang ICU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit I dan II.
Pengambilan sempel didasarkan pada kriteria inklusi dan esklusi,
yaitu :
Kriteria Inklusi:
b) Perawat yang bersedia menjadi responden.
Krieria ekslusi:
a) Perawat yang sedang cuti.
3. Besar Sampel
Pada penelitian ini satu perawat sedang cuti sehingga sampel
penelitian berjumlah 29 responden. Dalam penelitian dengan populasi
yang anggotanya sedikit / kecil maka penelitian dapatdilakukan pada
seluruh anggota populasi, dan hasilnya merupakan kesimpulan yang
menggambarkan karakter populasi bukan generalisasi dari hasil
penelitian terhadap sampel lagi (Sutopo, 2010).
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit I dan II.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2016
D. Variabel Penelitian
1. Variabel
Variabel yang akan digunakan di dalam penelitan ini adalah variabel
tunggal yaitu gambaran komunikasi perawat di ruang ICU PKU
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1: Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Kategori /Hasil Ukur Alat Ukur Skala Gambaran
komunikasi perawat di ruang ICU
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi, ide, perasaan, dan pikiran oleh perawat dengan pasien dan atau keluarga serta dengan tim medis lain, berdasarkan lima domain komunikasi perawat berfokus pasien yaitu:
1. Domain komunikasi biopsikosial.
2. Domain mengenal pasien secara pribadi.
3. Domain berbagi kekuasaan dan tanggung jawab.
4. Domain terapi gabungan. 5. Domain komunikasi dengan tim kesehatan lain.
29-58 : Kurang
F. Instrumen penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesiner digunakan untuk mengetahui bagaimana komunikasi perawat di
ruang ICU dalam lima domain besar komunikasi berfokus pada pasien
(Christopher et al, 2012).
Instrumen ini terdapat 20 item pertanyaan yang bersifat tertutup,
responden akan menjawab setiap item pertanyaan dengan menggunakan
skala likert. Peneliti akan menyediakan 4 jawaban,yaitu : 4: selalu, 3:
Tabel 3.2: Instrumen Penelitian
Komponen yang diukur jumlah butir
Domain Biopsikosial 3
Domain Komunikasi Mengenal Klien
Secara Pribadi 4
Domain Berbagi Kekusaan Dan Tanggung Jawab 4
Domain Terapi Gabungan Berjumlah 5
Domain Komunikasi Dengan Tim Medis Lain 4
Jumlah 20
G. Cara Pengambilan Data
Alur pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Pengambilan ijin penelitian pendahuluan.
2. Mengadakan survey pendahuluan.
3. Pengambilan ijin penelitian.
4. Memberikan kelengkapan kuisioner.
5. Analisa data.
Pengambilan data dengan menggunakan kuisioner yang dibagikan
kepada perawat yang berjaga di ruang ICU. Kuisioner diisi sendiri oleh
responden dengan di dampingi oleh peneliti. Setelah kuisioner di jawab
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan realibilitas dilakukan dengan melakukan uji
instrumen kepada populasi yang mempunyai karakteristik yang sesuai
dengan subjek penelitian. Uji validitas dilakukan pada bulan Februari 2016
dengan memberikan kuesioner kepada perawat yang bekerja di ruang IMC
(intermediate Care) RS PKU Muhammadiyah unit I. Setelah dilakukan uji
validitas maka akan ditentukan hasil pengukuran menggunakan Product
Momen Pearson Correlation. Pada uji statistik peneliti menggunakan 13
responden yang diberikan kuesioner yang berjumlah 25 item pernyataan
terkait komunikasi perawat, dari 13 responden didapatkan r tabel sebesar
0,552dengan signifikansi p<0,05. Kuesioner dinyatakan valid apabila
jumlah r hitung lebih besar dari r tabel. Dari 25 item pada kuesioner yang
diujikan terdapat 5 kuesioner yang tidak valid. Dengan demikian total
pernyataan kuesioner yang valid adalah 20 item.
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup tadi diukur dan diamati berkali-kali dalam
waktu yang berlainan.Indikator pengukuran realibilitas menurut Sugiyono
(2013) adalah dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu jika alpha atau r hitung 1.
0,8-1,0 = reliabilitas baik, 2. 0,6-0,799 = reliabilitas diterima, 3. Kurang
dari 0,6= reliabilitas kurang baik. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner ini
mendapatkan skor 0,951 yang berarti kuisioner ini dinyatakan memiliki
angka reliabilitas baik.
1. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam pnelitian ini menggunakan
empat tahap, yaitu :
a. Editing
Merupakan kegiatan yang dilakukan guna pengecekan lembar
formulir kuisioner apakah telah terisi atau tidak.
b. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk ceklist ( V ) menjadi
bentuk angka atau bilangan yang bertujuan untuk mempermudah
dalam pengolahan data dan proses selanjutnya data dianalisis.
c. Processing
Pengolahan data selanjutnya dengan menggunakan bantuan
computer untuk memasukkan data-data dari kuisioner.
d. Cleaning
Merupakan proses pengecekan data yang sudah diolah apakah terjadi
2. Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga analisis datanya
dinyatakan dengan sebaran frekuensi baik secara mutlak maupun
prosentase. Maka digunakan rumus Rerata (mean) sebagai berikut:
X =
Keterangan :
X : Rerata mean
Fx : Frekuensi data
n : Jumlah data
Setelah data terkumpul kemudian data diolah melalui pengolahan
data, didapatkan pengkatagorian dengan menggunakan skala likert,
yaitu: Selalu (Sl)=4, sering (Sr)=3, jarang (Jr)= 2, tidak pernah (Tp)=1.
Interpretasi skor pada data yang diambil dengan menghitung rata-rata
kemudian didapatkan skor untuk masuk pada pengkatagorian skala
likert, dilakukan pembulatan pada hasil rata-rata tersebut. Kemudian
dihitung berapa modusnya yang kemudian hasilnya dibagi pada total
frekuensi dan dikalikan 100.
Penentuan kategori skala likert dengan bobot tertinggi di tiap
pernyataan adalah 4 dan bobot terendah adalah 1, dengan jumlah
sebanyak 29 responden. maka penentuanrange dengan rumus umum,
yaitu :
Range =
Skor tertinggi : 29 x 4 = 116
Skor terendah : 29 x 1 = 29
Sehingga range hasil untuk penelitanini adalah : = 29
Kategori skor :
29-58 : Kurang
59-87 : Cukup
88-116 : Baik
J. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan etika dalam
penelitian, yaitu:
a. Memiliki surat ijin yang sah dari Program studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran UMY.
b. Memiliki izin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
unit I dan II.
c. Sukarela
Responden pada penelitian ini bersifat sukarela sehingga tidak
terdapat paksaan untuk menjadi responden.
d. Informed consent (Persetujuan)
Responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden untuk menjaga
kerahasiaan responden,akan tetapi peneliti akan memberikan kode
untuk tiap-tiap responen.
f. Confidentiality (kerahasiaan)
Segala bentuk jawaban dan data pribadi dari responden akan
dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Data tersebut hanya akan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I
dan II. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II memiliki
beberapa pelayanan, salah satunya adalah ruang Intensive Care Unit (ICU).
Ruang ICU merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang memiliki staff
khusus dan perlengkapan khusus, yang ditujukan untuk observasi dan terapi
pada pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa. Ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I memiliki perawat berjumlah 14 orang,
sedangkan Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
memiliki perawat berjumlah 16 orang. Pada awal berdirinya ruang ICU di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta bernama High Intensive Care Unit
(HICU) dan belum memiliki ruangan sendiri, yaitu hanya bertempat di
bangsal Naim pada tahun 2009. Tanggal 15 juli 2013 Ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta unit II resmi memiliki ruangan sendiri yaitu di
lantai III. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II memiliki
perawat yang telah mendapatkan pelatihan seputar Patient safety, sedangkan
2. Karakteristik Responden Penelitian
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat yang
bertugas di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 29 perawat.
Tabel 4.1
Distribusi usia perawat di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II pada bulan April
Rerata Standar Devisiasi Minimun Maksimum
Usia 37 7,5 25 51
Sumber : Data Primer tahun 2016
Berdasarkan tabel 4.1, karakteristik responden berdasarkan ditribusi
usia memiliki rerata usia 37 tahun, dengan umur minimum 21 tahun dan
usia maksimum 51 tahun.
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi karakteristik responden di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II
pada bulan April –Mei 2016
B
Karakteristik Frekuensi (f) Prosentase (%)
Berdasarkan tabel 4.2, dari 29 responden didapatkan hasil untuk distribusi
jenis kelamin didapatkan hasil yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 21
perawat dengan prosentase 72,4%. Berdasarkan distribusi lama bekerja
didapatkan hasil bahwa perawat yang paling lama bekerja yaitu bekerja selama
lebih dari 20 tahun sebanyak 13 perawat dengan prosentase 44,8%. Berdasarkan
distribusi pendidikan didapatkan responden yang paling banyak berpendidikan D3
keperawatan sebanyak 21 perawat dengan prosentase 72,4%.
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi komunikasi perawat di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II pada bulan April
1 Komunikasi Biopsikososial frekuensi Persen tase 1. Saya berkomunikasi untuk menilai kebutuhan
pasien/keluarga
2. Berkomunikasi dengan pasien meskipun pasien tidak sadar.
3. Berdiskusi dengan pasien/keluarga tentang riwayat kesehatan pasien.
2 Komunikasi Mengenal Pasien Secara Pribadi
1. Memperkenalkan diri saya kepada pasien dan
2. Menanyakan keadaan pasien/keluarga ketika bertemu.
3. Memberikan sentuhan kepada pasien/ keluarga ketika pasien bersedih.
4. Bersikap ramah ketika bertemu dengan pasien/keluarga
3 Komunikasi Berbagi Tanggung Jawab Dan Kekuasaan
1. Memberitahu pasien dan atau keluarga tentang intervensi yang akan dilakukan.
berikan kepada pasien. Sering
3. Meminta persetujuan pasien/keluarga sebelum melakukan intervensi.
4. Berdiskusi dengan pasien/keluarga tentang intervensi yang akan diberikan
Selalu
4 Komunikasi Terapi Gabungan
1. Berdiskusi dengan tim kesehatan lain dalam menentukan rencana keperawatan pasien
Selalu
2. Saya berkomunikasi dengan keluarga pasien tentang perkembangan situasi atau keadaan pasien
3. Memberikan informasi tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien
4. Berkomunikasi dengan pasien untuk mengetahui efek dari pemberian obat
Selalu
5. Berkomunikasi dengan tim kesehatan lain untuk menilai hasil intervensi yang dilakukan pada pasien
5 Komunikasi Dengan Tim Kesehatan
1. Berdiskusi dengan perawat dan tim kesehatan lain tentang keadaan dan situasi pasien.
Selalu
2. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan sebagai alat komunikasi dengan tim kesehatan lain.
3. Saya bercerita kepada teman perawat tentang perasaaan dan tantangan pada diri saya
Selalu
4. Memberi dukungan emosional terhadap perawat lain.
Berdasarkan tabel 4.3 untuk distribusi frekuensi komunikasi dalam
domain komunikasi biopsikososial didapatkan hasil responden memilih
jawaban untuk pernyataan berkomunikasi untuk menilai kebutuhan pasien
atau keluarga paling banyak memilih jawaban Selalu (SL) yaitu 25 responden
atau sebanyak 86,2%. Untuk pernyataan berkomunikasi meskipun pasien
tidak sadar mayoritas responden memilih jawaban selalu (SL) yaitu 17
responden (58,6%). Kemudian untuk pernyataan berdiskusi dengan pasien
atau keluarga tentang riwayat kesehatan pasien responden lebih banyak
memilih jawaban sering SR yaitu sebanyak 17 responden (58,6 %).
Hasil untuk domain komunikasi mengenal pasien secara pribadi untuk
pernyataan untuk memperkenalkan diri responden mayoritas memilih
jawaban sering (SR) yaitu sebanyak 22 responden (75,9%). Untuk pernyataan
menanyakan keadaan pasien atau keluarga ketika bertemu responden paling
banyak menjawab sering (SR) yaitu sebanyak 19 reponden (65,5%). Pada
pernyataan memberikan sentuhan kepada pasien atau keluarga ketika bersedih
responden paling banyak memilih jawaban selalu (SL) sebanyak 18
responden yaitu 62,1%. Sedangkan untuk pernyataan bersikap ramah ketika
bertemu dengan pasien dan keluarga responden lebih banyak memilih
jawaban selalu (SL) sebanyak 18 responden yaitu 62,1 %.
Hasil gambaran komunikasi berdasarkan domain komunikasi berbagi
kekuasaan dan tanggung jawab untuk pernyataan memberitahu pasien dan
pernyataan memberikan pilihan intervensi yang akan di berikan kepada
pasien responden mayoritas menjawab jarang (JR) dan sering (SR) yaitu
masing-masing sebanyak 10 responden atau 34,5%. Pada pernyataan meminta
persetujuan pasien/ keluarga sebelum melakukan intervensi responden lebih
banyak memilih jawaban selalu (SL) sebanyak 22 responden yaitu 75,9%.
Kemudian untuk pernyataan berdiskusi dengan pasien atau keluarga tentang
intervensi yang akan diberikan responden paling banyak memilih jawaban
selalu (SL) sebanyak 22 reponden yaitu 75,9%.
Distribusi frekuensi komunikasi dalam domain komunikasi terapi
gabungan untuk pernyataan berdiskusi dengan tim kesehatan dalam
menentukan rencana keperawatan pasien responden lebih banyak memilih
jawaban selalu (SL) sebanyak 19 responden yaitu 65,5 %. Pada pernyataan
berkomunikasi dengan pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
responden paling banyak memilih jawaban selalu (SL) sebanyak 25
responden atau 86,2%. Untuk pernyataan memberikan informasi tentang
terapi yang akan diberikan kepada pasien responden mayoritasmenjawab
selalu (SL) sebanyak 22 responden atau 75,9%. Untuk pernyataan
berkomunikasi dengan pasien untuk mengetahui efek dari pemberian obat
responden lebih banyak memilih jawaban sering (SR) sebanyak 18 responden
atau 62,1%. Kemudian untuk pernyataan berkomunikasi dengan tim
kesehatan lain untuk menilai hasil intervensi yang dilakukan pada pasien
reponden lebih banyak memilih jawaban sering (SR) sebanyak 15 responden
Distribusi frekuensi komunikasi dalam domain komunikasi dengan tim
kesehatan untuk pernyataan berdiskusi dengan perawat dan tim kesehatan
lain tentang keadaan dan situasi pasien responden paling banyak memilih
jawaban sering (SR) sebanyak 15 responden atau 51,7%. Untuk pernyataan
melakukan dokumentasi asuhan keperawatan sebagai alat komunikasi dengan
tim kesehatan lain responden memilih jawaban paling banyak sering (SR)
sebanyak 16 responden atau 55,2%. Pada pernyataan bercerita dengan
perawat ketika saya memiliki perasaaan dan tantangan pada diri saya
jawaban selalu (SL) sebanyak 24 responden yaitu 82,8%. Kemudian untuk
pernyataan memberi dukungan emosional terhadap perawat lain responden
paling banyak memilih jawaban selalu (SL) sebanyak 16 responden yaitu
55,8%.
Tabel 4.4
Distribusi gambaran komunikasi perawat berpusat pada pasien di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan II pada bulan
April
Domain Skor rerata Katagori
Komunikasi biopsikososial 106,6 Baik
Komunikasi mengenal pasien secara pribadi 99,7 Baik
Komunikasi berbagi tanggung jawab dan kekuasaan 101 Baik
Komunikasi terapi gabungan 104,2 Baik
Komunikasi dengan tim medis 103,25 Baik
Sumber : Data Primer tahun 2016
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa gambaran komunikasi perawat
berdasarkan 5 domain komunikasi berpusat pada pasien di ruang ICU RS
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti akan membahas hasil analisis komunikasi
perawat berdasarkan perawatan berpusat pasien yang meliputi : komunikasi
biopsikososial, komunikasi mengenal pasien secara pribadi, komunikasi
berbagi tanggung jawab, komunikasi terapi gabungan, dan komunikasi
dengan tim kesehatan.
1. Karakteristik responden
Hasil penelitian yang dilakukan di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit I dan II didapatkan bahwa dari 29 responden
menunjukkan rerata usia responden adalah 37 tahun. Menurut Depkes RI
(2009) usia 36-45 tahun termasuk dalam kategori dewasa akhir. Pada usia
dewasa akhir kemampuan komunikasi mengalami puncaknya, karena pada
usia dewasa telah terjadi kematangan fisik, mental, dan kemampuan sosial
mencapai optimal. Peran, tanggung jawab serta tuntutan sosial telah
membentuk orang dewasa melakukan komunikasi yang baik dengan orang
lain. Kemudian menurut Nursalam (2012), pada usia dewasa mempunyai
kemampuan yang matang dalam berfikir dan bekerja. Sehingga peneliti
menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini komunikasi dapat dilakukan
secara baik karena perawat sudah cukup matang dalam segi usia.
Karakteristik jenis kelamin responden pada penelitian ini mayoritas
adalah perempuan yaitu sebanyak 21 responden atau sebanyak 72,4%.
Priyanto (2009), menyebutkan bahwa Pria dan wanita mempunyai gaya