• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR DI BANDUNG JAWA BARAT (Studi Kasus di Polwiltabes Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR DI BANDUNG JAWA BARAT (Studi Kasus di Polwiltabes Bandung)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH GENG

MOTOR DI BANDUNG JAWA BARAT (Studi Kasus di Polwiltabes Bandung)

Oleh

Bayu Saputra

Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat setempat pelakunya mulai dari pelajar SMP bahkan pelajar SMA kegiatan mereka tidak lain hanya merusak fasilitas umum, menjambret, merampok, bahkan tidak segan-segan mereka membunuh apabila ada korban mencoba melawan. Indonesia sebagai negara berkembang negara yang sebagian besar masyarakatnya berkendara dengan motor baik roda dua ataupun roda empat dan sebagai contoh DKI Jakarta, dan Bandung. Banyaknya orang yang mempunyai kendaraan sehingga menimbulkan dan mengakibatkan kemacetan disetiap harinya dan kemudian masyarakat dituntut untuk terus mengadakan peningkatan kewaspadaan terhadap kejahatan di jalan raya terutama terhadap geng motor. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat dan Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, sedangkan sumber data dan jenis data diambil dari data primer, data sekunder dan juga dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, adapun yang dijadikan populasi disini adalah Aparat Kepolisian Unit Jatanras Reskrim Polwiltabes Bandung. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, sistematisasi, klasifikasi dan tabulasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yaitu dengan dilakukannya upaya penal dan upaya non penal. Upaya Penal, yaitu upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitik beratkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi. Tindakan represif adalah segala

Bayu Saputra

(2)

paling berperan adalah orang tua di rumah, orang tua juga harus memperhatikan anaknya agar tidak salah pilih berteman dan juga hendaknya aparat kepolisian lebih meningkatkan profesionalitas dalam upaya pemberantasan geng motor dan serta pemerintah diharapkan dapat berperan aktif dalam menanggulangi geng motor di Kota Bandung.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat setempat pelakunya mulai dari pelajar SMP bahkan pelajar SMA kegiatan mereka tidak lain hanya merusak fasilitas umum, menjambret, merampok, bahkan tidak segan-segan mereka membunuh apabila ada korban mencoba melawan. Indonesia sebagai negara berkembang dan sebagai negara yang sebagian besar masyarakatnya berkendara dengan motor baik roda dua ataupun roda empat dan sebagai contoh DKI Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainya begitu banyaknya kendaraan bermotor sehingga menimbulkan beberapa rutinitas-rutinitas masyarakatnya yang ingin berpergian dari satu tempat ketempat yang lain sehingga memudahkan para pengguna kendaraan untuk mencapai tujuan yang di inginkan, motor salah satunya alat transportasi yang tepat sehingga untuk menuju suatu tempat ketempat yang lain sangatlah cepat dan tepat (www.PR.online.com).

(4)

yaitu seperti motor yang semakin hari semakin pesat perkembangannya dan sangat banyak disamping membawa kesejahteraan bagi masyarakat yakni membantu masyarakat dalam berpergian sehingga kecepatan dan ketepatan merupakan hal yang sangat penting pada jaman sekarang ini dan motor juga sangat membantu warga dalam mendapatkan uang yakni dengan mereka menggunakan jasa angkutan mengantar penumpang dari tempat satu ketempat yang lain, dan juga bisa berpengaruh negatif, salah satunya adalah pengaruh munculnya geng motor yang sangat meresahkan masyarakat yang ada disekelilingnya sebagai contoh yaitu di wilayah Bandung Provinsi Jawa Barat.

(5)

Berkaitan dengan hal tersebut, setiap individu dan golongan berhak mengemukakan dan mengeluarkan pendapatnya dimuka umum semua tinggal kembali lagi kepada masyarakat yang merasakanya, ada pendapat yang berdampak negatif dan ada pula pendapat yang berdampak positif, bahwasanya kelompok geng motor adalah sebuah contoh negatif yang sangat meresahkan masyarakat akibat ulah-ulah yang mereka lakukan diantaranya pengerusakan fasilitas umum seperti pelemparan dan pengerusakan, penjarahan barang-barang ditempat belanja atau swalayan di Kota Bandung, apabila geng motornya di publikasikan di media massa mereka dengan sengaja berlomba-lomba menujukan jati diri mereka dan kelompoknya sehingga perbuatan kriminal yang dianggap paling tepat untuk menunjukan bahwa geng mereka yang paling hebat dan kuat. Geng motor ini sangat meresahkan masyarakat dan sehingga dapat di katagorikan sebagai kondisi patologi sosial atau penyakit masyarakat yang perlu diobati bahkan banyak di antara prilaku geng motor dapat dikatakan sebagai tindak kriminal (www.hukumonline.com).

(6)

yang diyakini orang bahwa Kota Bandung adalah asal munculnya geng motor, dari semua segi atau hal yang sering dilakukan geng motor itu sendiri terlepas dari perbuatan yang wajar dan perbuatan yang nyata-nyata telah meresahkan masyarakat untuk menanggulangi aksi kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini ternyata telah membuahkan hasil dengan telah ditangkapnya pelaku kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya korban. (www.hukumonline.com).

(7)

bersifat regional Jawa Barat khususnya Kota Bandung semakin merebak hingga mengganggu stabilitas keamanan nasional, tentunya kemungkinan besar peranan geng motor sebagai suatu kumpulan dan juga sekumpulan orang dalam masyarakat sebagai wujud dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang diatur oleh konstitusi sangat mungkin dikultuskan sebagai perkumpulan yang bertujuan untuk menciptakan keonaran terlepas dari hal baik apa saja yang telah dilakukan oleh geng motor tersebut, yang tidak pernah terlibat dalam suatu aksi kekerasan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang selanjutnya akan di buat laporan atas penelitian tersebut sebagai skripsi dengan judul Upaya Penanggulangan Terhadap Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor Di Bandung Jawa Barat.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

a.Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat?

b.Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat?

2. Ruang Lingkup

(8)

hanya tertuju pada upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor dan tindak lanjut dari pihak kepolisian terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat

b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat

2. Kegunaan penelitian ini adalah : a. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dan manfaat terhadap perkembangan ilmu hukum pidana khususnya di bidang upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat.

b. Kegunaan praktis

(9)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian (Soerjono Soekanto, 1986: 123).

Konsep dari upaya penanggulangan kejahatan menurut Sudarto (1986: 113-116), terdiri dari tindakan preventif, tindakan represif, dan tindakan kuratif, yaitu: a. Tindakan Preventif, yaitu usaha mencegah kejahatan yang merupakan bagian

(10)

dari perbuatan jahat. Penggarapan kejahatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama, pemberian tempat atau rumah singgah bagi anak jalanan dan gelandangan akan mempunyai pengaruh baik untuk pengendalian kejahatan. Kegiatan dari pihak Kepolisian yang bersifat misalnya mengadakan patroli secara kontinyu.

b. Tindakan Represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan (tindak pidana). Yang termasuk tindakan represif adalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai dilaksanakannya pidana. Ini semua merupakan bagian-bagian dari politik kriminil sehingga harus dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan yang bersangkutan dalam menanggulangi kejahatan.

c. Tindakan Kuratif, yaitu pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif itu merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititikberatkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Tindakan kuratif dalam arti nyata hanya dilakukan oleh aparatur eksekusi pidana, misalnya para pejabat lembaga pemasyarakatan atau pejabat dari Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Mereka ini secara nyata terlepas dari berhasil atau tidaknya melakukan pembinaan terhadap para terhukum pidana pencabutan kemerdekaan.

(11)

Menurut G.P Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:

a.Penerapan hukum pidana (criminal law application) b.Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c.Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing view of society on crime and punishment/mass media).

Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana) oleh karena itu pula sering dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare) Penegakan hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara kongkrit.

Teori upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu : a. Upaya penal adalah:

(12)

b. Upaya non penal adalah:

Upaya yang digunakan dalam penanggulangan kejahatan yang lebih dititik beratkan pada sifat preventif (pencegahan atau pengendalian ) sebelum kejahatan itu terjadi. Dalam penulisan adapun teori yang akan digunakan adalah teori menurut Soedarto (1986: 113-116).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto antara lain :

1. Faktor hukum sendiri atau peraturan itu sendiri, kurangnya hukum yang tegas bagi para pelaku tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor dan lemahnya peraturan sehingga para pelaku sering melakukan tindakan pidana tersebut berulang-ulang.

2. Faktor penegak hukum, kurangnya tegas oleh para aparat penegak hukum dalam memberantas geng motor masih tebang pilih dalam menyelesaikan permasalahan geng motor di Kota Bandung Jawa Barat.

3. Faktor sarana, prasarana dan fasilitas, kurangnya sarana, prasarana dan fasilitas yang memadai guna memperlancar kinerja kepolisian dalam memberantas tindakan kekerasan geng motor yang meresahkan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat.

4. Faktor masyarakat, kurangnya masyarakat yang peduli akan keselamatan dirinya sendiri dari ancaman geng motor.

(13)

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto (1984: 124), kerangka konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau ingin di ketahui baik dalam penelitian normatif maupun empiris. Agar tidak ada kesalahan terhadap permasalahan maka penulis akan memberiakan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan dari istilah yang di gunakan dalam pembahasan ini, adapun istilah yang dimaksud adalah:

a. Upaya Penanggulangan kejahatan adalah usaha, akal, ikhtiar, untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar terhadap suatu permasalahan dalam pembangunan maupun yang beresiko dalam kegiatan pencegahan terhadap kejahatan (Barda Nawawi Arief, 1996: 457).

b. Tindak Pidana, adalah merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif) kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang terwujud in-abstraco dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan menusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkret (Tri Andrisman, 2006: 7). c. Kekerasan, adalah hal yang bersifat atau berciri keras yaitu perbuatan

(14)

d. Geng Motor, berdasarkan pada prinsipnya pengertian dari geng motor itu sendiri adalah sebuah perkumpulan yang didalamnya terdapat beberapa orang yang suka kebut-kebutan di jalan raya dan motor sebagai objeknya, kegiatan mereka yang cendrung sering terlibat dalam dunia kriminalitas, kekerasan, penjarahan dan tepatnya tindakan kriminalitas geng motor yang ada di Kota Bandung Jawa Barat.

E. Sistematika Penulisan

Berdasarkan pada metode penulisan ilmiah pada umumnya, maka penulisan proposal judul ini disusun dengan sistematika:

I. PENDAHULUAN

Pendahuluan ini memuat hal-hal yang mendasari penulisan proposal judul, latar belakang mengenai tindak pidana kekerasan yang di lakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat, permasalahan, dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis, dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(15)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat hasil dan membahas tentang metode penelitian yang meliputi pendekatan masalah, langkah-langkah dalam penelitian, sumber dan jenis data yang digunakan, penentuan populasi dan sampel, pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang dianggap sebagai jantung dari penulisan skripsi, karena pada bab ini akan dibahas permasalahan-permasalahan yang ada yaitu: Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat dan Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat.

V. PENUTUP

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2006. Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Fakultas Hukum Unila. Bandar Lampung.

Marwan, M. 2009. Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum. Reality Publisher. Surabaya.

Nawawi, Barda dan Muladi. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Soekanto,Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. ---. 1980. Penegakan Hukum. Bina Cipta. Bandung. Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya. Ditlantas Mabes Polri. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

http://www.PR.online.com (Aspirasi Rakyat Bandung Terhadap Geng Motor, 17 Desember 2009, 16:20).

(17)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat, antara lain dengan upaya penal dan upaya non penal sebagai berikut:

(18)

kemudian pihak kepolisian patroli di setiap tempat-tempat yang rawan akan kejahatan geng motor, dan mensosialisasikan kepada masyarakat akan bahayanya apabila anak mereka terlibat geng motor.

Berdasarkan uraian mengenai upaya represif tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa upaya represif merupakan upaya yang dilakukan sesudah terjadinya tindak pidana, yaitu dengan cara menjalankan fungsi dari pada aparat penegak hukum dalam hal terjadinya tindak pidana kejahatan, khususnya tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Kota Bandung.

(19)

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi faktor penunjang dalam penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat antara lain adanya kecocokan antara hukum dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan, sumber daya manusia (mentalitas dan sikap profesional) dari aparat penegak hukum, fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai dalam rangka penegakan hukum serta budaya hukum yang terkait dengan prilaku hukum masyarakat.

2. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat selalu dihadapkan adanya faktor penghambat, sebagai berikut:

(20)

B. Saran

Berdasarkan penelitian dan pembahasan, penulis ingin menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya dalam kegiatan operasi atau razia yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dari pihak Kepolisian terhadap pelaku geng motor di berbagai wilayah yang berada di Kota Bandung harus lebih tegas lagi dalam menegakan hukum jangan sampai adanya kesan yang menutup-nutupi bahwa dalam proses penegakan terhadap geng motor dan tanpa pandang bulu dalam hal penegakan hukum pidana, dalam arti bahwa hendaknya aparat penegak hukum tersebut dapat menolak dengan dan menghindari permainan kotor para pelaku geng motor yang ditangkap dengan berniat melakukan perbuatan kolusi bersama petugas yang menangkapnya, dan pentingnya peran orang tua dalam mengikuti perkembangan anaknya orang tua juga harus dekat dengan anaknya.

(21)
(22)

pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan, dan pengolahan data, serta analisis data.

III.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yaitu meliputi karakteristik responden, kendala dan upaya dalam mengetahui kebijakan kriminal yang terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

IV.PENUTUP

(23)

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern karena kejahatan sebagai perbuatan manusia selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan peradaban kebudayaan yang ada di dalam masyarakat, dan manusia merupakan bagian dari masyarakat yang berbudaya. Sesuai dengan berkembangan peradaban kebudayaan masyarakat maka timbul kejahatan model baru yang belum pernah dilalukan oleh manusia atau kejahatan yang tadinya belum ada di dalam masyarakat menjadi ada dalam masyarakat, sehingga manusia mempunyai cara-cara yang baru untuk melaksanakan kejahatan.

Untuk mengimbangi perkembangan dari suatu model kejahatan baru yang dilakukan oleh manusia maka diperlukan suatu kebijakan-kebijakan baru dalam sistem hukum yang berlaku di negara ini. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat diterapkan dalam sistem peraturan perundang-undangan baik dalam sistem peraturan perundang-undangan pidana ataupun dalam sistem peraturan perundang-undangan administratif, dimana sistem peraturan perundang-undangan tersebut dapat terpakai dalam masyarakat.

(24)

2007: 2).

Kebijakan-kebijakan yang dibuat harus mencerminkan suatu peraturan yang bersifat tegas. Dimana ketegasan dapat terlihat dari sanksi yang diberikan kepada pelanggar peraturan dan sanksi yang dikira paling tegas bagi pelanggar peraturan adalah sanksi pidana. Syarat untuk memungkinkan adanya penjatuhan sanksi pidana adalah adanya perbuatan yang dilakukan manusia yang memenuhi rumusan delik dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Kebijakan kriminal pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama adalah kebijakan pencegahan (preventif), dimana kebijakan itu dibuat sebelum terjadinya kejahatan. Cara ini berfungsi untuk manakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana atau kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi. Kedua adalah kebijakan penegakan hukum atau penangulangan (represif), dimana kebijakan itu dibuat setelah terjadinya kejahatan. Cara ini berfungsi untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat (Wirjono Prodjodikoro, 2003: 19). Kedua tahap tersebut mempunyai cara dan hasil yang berbeda dalam proses menangulangi kejahatan tetapi sama-sama berfungsi untuk mengurangi atau menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat.

(25)

Adanya sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan merupakan kebijakan yang digunakan untuk menanggulangi kejahatan yang ada di dalam masyarakat guna menegakkan norma-norma yang ada di masyarakat itu. Sanksi itu juga berfungsi sebagai konsekuensi logis dari asas legalitas sebagai prinsip kepastian hukum. Sehingga suatu peraturan perundang-undangan tersebut dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan, dimana masyarakat merupakan subjek dari keberlakuan peraturan perundang-undangan yang dibuat.

Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan itu sendiri ( Sholehuddin, 2004: 34). Sanksi pidana merupakan penderitaan yang sengaja diberikan atau dibebankan kepada pelanggar sehingga diharapkan pelanggar peraturan tidak mengulangi kesahannya lagi. Pelanggar atau masyarakat yang pada kodratnya memiliki akal dan perasaan akan berfikir dalam berbuat apakah perbuatan yang akan dilakukan tergolong melanggar peraturan atau tidak dimana konsekuensi jika melanggar peraturan adalah sanksi pidana.

(26)

umum, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan peran dan potensinya untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang sangat bersentuhan dengan masyarakat, dimana terdapat kebijakan-kebijakan baru yang sebelumnya belum ada di undang-undang yang lama. Kebijakan-kebijakan kriminalisasi yang terdapat di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diharapkan berguna untuk mengontrol norma-norma yang ada di masyarakat, khususnya dalam hal lalu lintas dan angkutan jalan.

Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul “Kebijakan Kriminal Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah kebijakan kriminal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ?

b. Sudah tepatkah kriminalisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?

(27)

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui kebijakan kriminal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b. Untuk mengatahui tepat atau tidak kriminalisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi kegunaan teoretis dan kegunaan praktis.

a. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan teori-teori yang diterapkan oleh aparat penegak hukum khususnya polisi lalu lintas dan masyarakat pengguna lalu lintas dan angkutan jalan. Disamping itu, data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam menganalisa masalah-masalah yang menyangkut tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

b. Kegunaan Praktis

(28)

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual

1. Kerangka Teoretis

Kerangka toeretis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986:124)

Mengenai kriteria kriminalisasi dan dekriminalisasi, laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional pada bulan Agustus 1980 di Semarang antara lain menyatakan: untuk menetapkan suatu perbuatan itu sebagai tindak kriminal, perlu memperhatikan kriteria umum sebagai berikut:

1. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat kerena merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban.

2. Apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan dengan hasilnya yang akan dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban, pelaku dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai.

3. Apakah akan menambah beban aparat penegak hukum yang tidak seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang dimilikinya.

(29)

apabila sarana hukum lain seperti perdata dan administrasi tidak dapat digunakan secara efektif untuk menangulangi kejahatan (Tri Andrisman, 2007: 43). Hal yang melatarbelakangi penggunaan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan sebagai upaya penangulangan kejahatan yaitu didasari dengan pemikiran bahwa sanksi pidana dianggap sebagai penguat norma-norma yang ada dalam masyarakat.

A. Mulder (dalam Hamdan, 1997: 20) berpendapat bahwa politik hukum pidana ialah garis kebijakan untuk menentukan:

1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui. 2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.

Kebijakan kriminal sebagai bentuk kebijakan publik dalam menanggulangi masalah kejahatan tidak dapat lepas dari perubahan wacana dalam proses kebijakan ini. Selama ini kebijakan kriminal dipahami sebagai ranah sistem peradilan pidana yang merupakan representasi dari negara. Selain itu, kebijakan kriminal juga lebih dipahami sebagai upaya penegakan hukum saja. Menurut Barda Nawawi Arief (2002: 29), ada dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan:

1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana (kriminalisasi). 2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.

(30)

kebijakan itu dibuat untuk masyarakat menjadi terlindungi, aman, dan sejahtera.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istlah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1986:132)

Adapun pengertian dasar dari istilah-istilah yang akan dipergunakan dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan kriminal dalam arti yang paling luas adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan yang resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat (Barda Nawawi Arief, 2002:1) b. Kriminalisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah proses yang memperlihatkan

perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat (http://fifibegenk.wordpress.com, 18 februari 2010 pukul 12.30 WIB).

c. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya (Pasal 1 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari tugas akhir ini yaitu menghasilkan perencanaan struktur dengan menggunakan metode pracetak yang baik dan benar yang memenuhi persyaratan keamanan struktur

dari luar lingkungan baik secara makro maupun secara mikro pada perusahaan NV. NTC Ruteng Flores NTT. Peluang perusahaan adalah preferensi dan pendapatan konsumen,

Laporan keuangan konsolidasi mencakup laporan keuangan Perusahaan dan Anak Perusahaan yang lebih dari 50% sahamnya dimiliki Perusahaan. Seluruh akun dan transaksi yang

yang berperan langsung dalam manajemen adalah bahwa pemegang saham lebih menginginkan dividen untuk tidak dibagi agar sumber daya lebih banyak tersedia di perusahaan yang

As conclusion, this paper presented: 1) a 6-DOF massively parallel robots (MPRs) with 10 binary state force actuators; 2) Two models of Neuro-Fuzzy method type

Begitu juga dengan kekuatan gerak siswa kurang baik dalam melakuakn servis atas sehingga menyebabakan gerakan tidak maksiaml.hal ini di karenakan lemahnya otot lengan

Untuk menemukan bagian dari ruang aula pada Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jakarta yang mendekati standart

Berdasarkan matriks SWOT di atas maka dapat diambil 4 bagian alternatif strategi adalah sebagaimana terurai sebagai berikut 1) Alternatif strategi pertama –