• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Dengan Kekerasan (StudiPadaKepolisianSektorPakuanRatu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Dengan Kekerasan (StudiPadaKepolisianSektorPakuanRatu)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN

(STUDI PADA KEPOLISIAN SEKTOR PAKUAN RATU)

Oleh

David Firmansyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

▸ Baca selengkapnya: sk penanggulangan tindak kekerasan di sekolah 2019 doc

(2)

David Firman ,NikmahRosidah , DiahGustiniati M Legal Studies Program , Faculty of Law Jl . Soemantri Brojonegoro Gedung Meneng Unila

Davidfirmansyah1@gmail.com motorcycle theft with violence especially in Pakuan Ratu sub-district Way kanan district, how the efforts of the police in tackling the crime of motorcycle theft with violence especially in the area of Pakuan Ratu sub-district Way kanan district, and the factors that inhibit the prevention of the police in the crime of motorcycle theft with violence in the area of PakuanRatu sub-district Way kanan district.

This research was done by the authors by using empirical juridical approach that the approach taken by learning the fact in the field in order to obtain the credible data and information regarding the efforts of the police in tackling the crime of motorcycle theft with violence.

Based on the results of research and discussion , the cause of the crime of motorcycle theft with violence based on psycogenese theory is intelligence and moral decline , based on the sociological theory is the social environment and education, based on subculture theory is the neighborhood, the neighborhood where the case happens , economic factors , and factors ofthe victims themselves. The effortsdone by the police sector of Pakuan Ratu in tackling the crime of motorcycle theft are more attention on violence prevention efforts. Inhibiting factors for the police sector of Pakuan Ratu in the prevention of the crime of motorcycle theft with violence are due to factors of society , law enforcement factors , means factors or damaged roads facilities . The suggestions of authors are it is need to socialize the importance of an education that can shape a person's moral and psychological,the construction of road infrastructure, the society is expected to comply with the appeals, the termination ofthe chain ofthe crime of motorcycle theft with violence is necessary, additional members of the police sector of Pakuan Ratu is also

required. .

(3)

David Firmansyah, NikmahRosidah, DiahGustiniati M Program Studi Ilmu Hukum, FakultasHukum Jalan Dr. Soemantri Brojonegoro Gedung Meneng Unila

Davidfirmansyah1@gmail.com

ABSTRAK

Pemberitaan di berbagai media massa dan media elektronik yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan tindak kriminal yang diantaranya yaitu pencurian dengan berbagai jenisnya tersebut dikarenakan kebutuhan ekonomi yang tidak tercukupi. Seperti halnya pencurian sepeda motor dengan kekerasan sebagaimana yang telah terjadi di kabupaten Way Kanan. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang timbul adalah apa saja faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan khususnya di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan, bagaimana upaya polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan khususnya di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan, dan faktor–faktor apa yang menghambat polri dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan.

Penelitian ini penulis lakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai upaya Polri dalam penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penyebab tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan berdasarkan teori psiokogenis adalah intelegensi dan kemerosotan moral, berdasarkan teori sosiologis adalah lingkungan pergaulan dan pendidikan. berdasarkan teori subkultur adalah lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat terjadinya perkara, faktor ekonomi, dan faktor korban itu sendiri. Upaya yang dilakukan Kepolisian Sektor Pakuan Ratu dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan lebih memperhatikan pada upaya preventif. Faktor penghambat Kepolisian Sektor Pakuan Ratu dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan dikarenakan faktor masyarakat,faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas jalanan yang rusak.

Saran penulis perlu sosialisasi akan pentingnya suatu pendidikan yang dapat membentuk moral dan psikis seseorang, pembangunan infrastruktur jalan, masyarakat diharapkan untuk mematuhi himbauan, pemutusan mata rantai kejahatan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan sangat diperlukan, penambahan anggota Kepolisian Sektor Pakuan Ratu juga dibutuhkan.

(4)

PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN

KEKERASAN

( StudiPadaKepolisianSektorPakuanRatu)

(Skripsi)

Oleh

David Firmansyah

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... ... i

LEMBAR PERNYATAAN... ... ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... ... iii

RIWAYAT HIDUP ... ... iv

MOTO ... ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SAN WACANA ... ... vii

ABSTRAK ... ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ………...4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………..6

E. Sistematika Penulisan ………..10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Polri ………12

B. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Polri ………...14

C. Tinjauan Tindak Pidana Pencurian ………...17

D. Penanggulangan Tindak Pidana ………24

E. FaktorPenyebabPencurian ……….29

(8)

1. PenentuanPopulasi ………..34

2. PenentuanSampel ………34

D. ProsedurPengumpulandanPengolahan Data ………...35

1. ProsedurPengumpulan Data ………35

2. ProsedurPengolahan Data ………...36

E.Analisis Data ………...36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KarakteristikResponden ………..37

B. Penyebab Tindak Pidana Sepeda Motor dengan Kekerasan di Kecamatan PakuanRatu ………...…..39

C. Upaya Polri dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan Kekerasan di Kecamatan Pakuan Ratu ………...47

D. Faktor Penghambat Polri dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan Kekerasan di Kecamatan Pakuan Ratu ………...51

V. PENUTUP A. Simpulan ……….54

B. Saran ………...56

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai sesuai harapan apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Masyarakat dapat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis, hal tersebut dapat tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dan harmonis di dalam berkehidupan bermasyarakat dengan kepentingan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ada.

(10)

jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak mengalami perubahan yang berarti. Apabila semua lulusan perguruan tinggi itu berniat mencari kerja bukannya menciptakan lapangan kerja, tentu dapat di bayangkan berapa besar kenaikan jumlah pengangguran setiap tahunnya. Semakin bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, mulai dari penurunan kesejahteraan hingga terjadi nya tindak kriminal.

Pemberitaan di berbagai media massa dan media elektronik yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan tindak kriminal yang diantaranya yaitu pencurian dengan berbagai jenisnya tersebut dikarenakan kebutuhan ekonomi yang tidak tercukupi. seseorang berfikir dengan cara mencuri dapat mencukupi kebutuhan hidup nya, akan tetapi apapun alasannya mencuri tidak dapat dibenarkan dan perlu mendapatkan perhatian yang serius karena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat dan dapat mengganggu kestabilan keharmonisan bermasyarakat. Dapat dikatakan ini merupakan salah satu bentuk dari perilaku yang menyimpang yang selalu ada dan melekat pada kehidupan masyarakat, karena kejahatan merupakan suatu produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Bahkan menurut Bonger perilaku seperti ini bukan hanya sebagai penyimpangan tetapi sudahmenjadi penyakit masyarakat, yaitu selain bersifat sebagai perbuatan melanggar hukum, penyakit masyarakat juga merupakan masalah sosial.1

Terdapat beberapa kategori pencurian sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pencurian dengan kekerasan seperti pencurian sepeda motor dengan kekerasan sebagaimana yang telah terjadi di kabupaten Way Kanan khususnya kecamatan Pakuan Ratu, di wilayah hukum Polsek Pakuan Ratu ini terjadi pencurian dengan kekerasan yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 2 Maret 2013

1

(11)

pada jam 19.30 WIB di kampung Tanjung Serupa kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan, korban mengendarai sepeda motor di tempat yang sepi dan gelap, para pelaku berjumlah 2 orang, 1 pelaku dapat ditangkap polisi dan 1 lainnya berhasil melarikan diri dan dalam proses pengejaran. Sejak Juni 2012 sampai Juni 2013 setidaknya telah terjadi 2 kasus pencurian sepeda motor dengan kekerasan.2

Pencurian dengan kekerasan seperti kasus tersebut diatas dikenal pula dengan istilah begal. Saat ini perkara nya sedang di lakukan penyidikan di Polsek Pakuan Ratu. Begal tersebut dapat diketegorikan sebagai pencurian dengan kekerasan, hal tersebut dapat dilihat dari pelaku tidakbekerja sendiri melainkan dari perkarayang terjadi pencurian tersebut dilakukan oleh dua orang ataupun lebih secara bekerja sama dan dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan unsur-unsur perbuatan pidana yang telah dirumuskan dalam Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dampak dari tindak pidana ini sangat luas, baik dari segi ekonomi, hal ini dapat menghambat seseorang untuk beraktifitas, serta dampak psikologis yaitu setiap orang akan dihantui rasa takut terhadap kejahatan secara berlebihan atau fear of crime.Peran serta aparat penegak hukum, khususnya polri yang mempunyai slogan “melindungi,

mengayomi, dan melayani masyarakat” adalah sangat penting keberadaannya dimana

polri harus membuat masyarakat dalam keadaan tertib dan aman dalam menjalankan setiap aktifitas kehidupannya.

Adanya UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maka dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum, polisi telah memiliki pedoman kerja. Polisi sesuai dengan tugas pokoknya berkewajiban melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan,

2

(12)

dikarenakan polisi sebagai ujung tombak penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana.

Kejahatan mungkin tidak dapat ditanggulangi secara total, upaya yang dapat ditempuh adalah mengurangi dan menekan laju kriminalitas sampai pada angka terendah. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya preventif maupun upaya represif. Upaya-upaya ini harus dilakukan secara selektif dan sistematik agar dapat mencapai hasil yang optimal. Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena pencurian dengan kekerasan dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat khususnya di Kecamatan Pakuan Ratu dan pada hakekatnya menjadi tanggung jawab bersama.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka penulis tertarik untuk menganalisa dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan judul:“Upaya Polri Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan Kekerasan ( Studi Pada Kepolisian Sektor Pakuan Ratu)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah :

1. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan khususnya di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan ?

(13)

3. Apakah yang menjadi faktor penghambat polri dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan, upaya polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan, dan faktor-faktor yang menghambat polri dalam upaya penanggulangan tindak pidanapencurian sepeda motor dengan kekerasan di wilayah kecamatan Pakuan Ratu kabupaten Way Kanan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan, agar diperoleh data-data yang benar-benar diperlukan dan diharapkan, sehingga penelitian dapat dilakukan secara terarah. Penulissebelumnya telah menentukan tujuan-tujuan dalam melaksanakan penelitian, yaitu:

1. Untuk memahami dan menganalisis penyebab tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di wilayah kecamatan Pakuan Ratu.

2. Untuk memahami dan menganalisis upaya polri dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan khususnya di wilayah kecamatan Pakuan Ratu.

(14)

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan upaya polisi dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

2. Kegunaan praktis a. Bagi Penulis

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

b. Bagi Polisi

Diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak kepolisian untuk kepentingan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan, sehingga dapat dijadikan masukan dalam cara bertindak bagi anggota polisi dalam upaya menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

c. Bagi Masyarakat

Agar dapat menjadi masyarakat yang aktif dalam hal ini aktif ikut dalam mengurangi atau memberantas tindak pidana pencurian khususnya tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di wilayah Pakuan Ratu.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

(15)

mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.3

Teori mengenai sebab terjadi nya kejahatan yaitu :4 1. Teori Biologis

Tingkah laku sosipatik atau kejahatan dapat muncul karena beberapa faktor fisiologis dan struktur jasmani yang di bawa sejak lahir. Misalnya cacat jasmaniah bawaan.

2. Teori Psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab kejahatan dari aspek psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi yang keliru, konflik batin, emosi yang kontrofersial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.

3. Teori Sosiologis

Penyebab kejahatan adalah murni sosiologis atau sosial psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau internalisasi simbolis yang keliru.

4. Teori Subkultur

Menurut teori subkultur ini kejahatan karena sifat-sifat suatu skruktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan familial, tetangga, dan masarakat yang didiami oleh para remaja tersebut. Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain: punya populasi yang sangat padat, status sosial ekonomis, penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk dan banyak disorganisasi familial dan sosial bertingkat tinggi.

3

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 123.

4

(16)

Menurut Hoefnagels, upaya penanggulangan kejahatan ditetapakan dengan cara : a. penerapan hukum pidana (criminal law application)

b. pencegahan tanpa pidana (prevention without pinishment)

c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa.5

Butir (1) menitik beratkan pada upaya yang bersifat represif (penindakan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi dalam sarana penal, sedangkan pada butir (2 dan 3) menitik beratkan pada upaya yang bersifat preventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi dikelompokkan dalam sarana non penal. Selain itu juga dilakukan melalui sarana non penal, seperti tindakan preventif dari masyarakat untuk tidak menjadi korban kejahatan pencurian dengan kekerasan, penerangan-penerangan melalui media cetak dan elektronik sebagai sarana informasi lainnya, meningkatkan norma, keimanan dan ketakwaan serta memperkuat norma-norma agama.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa secara konseptual, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa ada 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum , yaitu :6

a. Faktor hukum nya sendiri.

b. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.

5

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 1996, hlm.61.

6

(17)

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum itu berlaku dan diterapkan. e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada

karsa manusia dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti.7

a. Upaya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditafsirkan sebagai suatu usaha untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar.8

b. Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 8 UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum).

c. Penanggulangan berasal dari kata “tanggulang” yang secara bahasa mempunyai arti mengatasi atau menghadapai. Kemudian kata dasar tersebut mendapatkan imbuhan pe –an sehingga menjadi penanggulangan yang berarti suatu usaha atau cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.9

d. Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran, baik yang disebutkan dalam KUHP maupun peraturan perundang – undangan lainnya.10

e. Pencurian berasal dari kata dasar “curi” yang secara bahasa mempunyai arti mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah.11 Kemudian kata

7

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 132.

8

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Bahasa, Jakarta, 2005, hlm.1250.

9Ibid,

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketigahlm. 1138

10

Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008, hlm 493.

11

(18)

dasar tersebut mendapatkan imbuhan pe –an sehingga menjadi pencurian yang berarti proses mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah.

f. Sepeda motor, sepeda merupakan kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai stang, tempat duduk.12 Motor yaitu mesin yang menjadi tenaga penggerak.13 Sehingga sepeda motor merupakan kendaraan beroda dua atau tiga yang mempunayi stang, tempat duduk dan mesin yang menjadi tenaga penggerak. g. Kekerasan merupakan perbuatan seseorang atau kelompok orang yang

menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain maupun suatu paksaan untuk mendapatkan barang milik orang lain.14

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang permasalahan secara umum yang berkaiatan dengan judul, perumusan masalah, tujuan dan kontribusi penelitian yang berisi apa yang akan dicari dan dikemukakan serta manfaatnya dalam pengembangan teori dan praktek juga garis besar dari keseluruhan penelitian yang termuat dalam sistematika penulisan.

12Ibid

,Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga hlm. 1420

13

Ibid,Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketigahlm. 1043

14

(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar bab ini menjelaskan tentang berbagai tinjauan umum diantaranya tinjauan umum mengenai tugas dan wewenang Polri, teori-teori penanggulangan, teori tindak pidana, dan tindak pencurian.

III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas tentang jenis penelitian yang akan digunakan, sumber data serta metode-metode yang dpergunakan dalam mengumpulkan data, indentifikasi dan definisi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu dikemukakan juga metode analisis yang dipakai untuk menganalisa dan menginterprestasikan data yang ada.

IV PEMBAHASAN

Pada bab ini dikemukakan keseluruhan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan yang mencakup gambaran umum mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Sedangkan dalam analisis akan dikemukakan hasil pembahasan dari penelitian yang terkait dengan rumusan masalah.

V PENUTUP

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Polri

Polisi sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sejak zaman purbakala, bahkan sejak zaman purbakala telah melekat kepada pengertian negara.15 Istilah polisi pada semulanya

berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Politeia” yang berarti seluruh pemerintahan

negara kota. Arti dari pemerintahan negara kota ini semata-mata suatu usaha untuk memperbaiki atau mentertibkan tata susunan kehidupan masyarakat agar terciptanya rasa aman.

Dalam kamuspoerwadarminto dinyatakan bahwa istilah “polisi” berarti :

“1. Badan pemerintahan (sekelompok pegawai negeri) yang bertugas memelihara

keamanan dan ketertiban umum, 2. Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan.”16Sedangkan pengertian polisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

“Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum

(menangkap orang yang melanggar undang-undang dsb); Anggota badan pemerintah (pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan dsb).”

Perkembangan selanjutnya ruang lingkup penggunaan istilah “Polisi” terbagimenjadi 2, yaitu :

15

M.Karjadi, Polisi, FilsafatdanPerkembanganHukumnya, Politeia, Bogor1978, hlm 65.

16

(21)

1. Arti formal adalah mencakup penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian.

2. Arti materiil adalah memberikan jawaban terhadap persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baik dalam rangka kewenangan kepolisian umum maupun melalui ketentuan yang diatur dalam peraturan atau undang-undang.17

Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) dalam Pasal 1 angka 1, Kepolisian adalah : segala hal-ihwal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan. Pengertiankepolisian menurut ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperandalammemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukumserta memberikan perlindungan, pengayom dan pelayanan kepadamasyarakatdalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Sesuai dengan pengertian dan istilah polisi tersebut, polisi merupakan salah pilar negara yang sangat penting keberadaan nya terlebih lagi setelah di pisahkan dari kelembagaan TNI itu sendiri, sehingga sekarang peran polisi lebih menitik beratkan terhadap terpelihara nya keamanan dan ketertiban. Namun dikarenakan kepolisian merupakan alat negara yang berpedoman dan bertindak pada peraturan perundang-undangan maka fungsi kepolisian sangat ditentukan oleh kepentingan penguasa yang terus berubah dan berganti.

17

(22)

B. Fungsi, Tugas dan Wewenang Polri

Sistem ketatanegaraan telah mengalami perubahan paradigma yang menegaskan pemisahan kelembagaan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Hal ini diatur dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pengganti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 (UU Polri).

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara Republik Indonesia di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat.

Sehubungan dengan pelaksanaan fungsi diatas, maka polisi dituntut untuk dapat secara profesional serta proporsional dalam pelaksanaannya menyeimbangkan setiap fungsi tersebut. Tuntutan untuk dapat bertindak secara profesional dan proporsional adalah sesuai dengan paradigma polisi itu sendiri, yaitu di satu sisi polisi sebagai “the strong hand of society” dan di satu sisi lain polisi sebagai “the soft hand of society”.18

Polisi sebagai “the strong hand of society” adalah bahwa paradigma pertama polisi adalah kekerasan. Paradigma ini merupakan jenjang vertikal berhadapan dengan masyarakat. Oleh hukum, polisi diberi sejumlah kewenangan yang tidak diberikan lembaga lain dalam masyarakatseperti menangkap, menggeledah, menyuruh berhenti, melarang meninggalkan tempat dan sebagainya.Hubungan antara polisi dengan

msyarakat dalam hal ini bersifat “atas-bawah” atau hirarkis, dimana polisi ada pada

kedudukan yang memaksa sedangkan masyarakat wajib mematuhi.

Polisi sebagai “the soft hand of society” adalah bahwa paradigma polisi adalah kemitraan dan kesejajaran. Di sini polisi berada pada asas yang sama atau hubungan

18

(23)

yang bersifat horizontal. Oleh hukum polisi diberikan tugas berupa mengayomi, melindungi, membimbing dan melayani masyarakat.

Fungsipolisisebagaipenegakhukummenempatkannyasebagaiharapanbagaimanasuatusist

emhukumituseharusnyabekerja (law in the books)

danbagaimanabekerjanyasuatusistemhukumdalamkenyataan (law in action). Dalamkerangkapenegakanhukumpidana,

baikburuknyapenegakanhukumpidanatergantungkepadabaikburuknyaaparatpenegakhu kum.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002menyebutkan tugas pokok KepolisianNegara Republik Indonesia adalah :

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 2. menegakkan hukum.

3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Sehubugandenganpelaksanaan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 14 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadapkegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan.

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaranhukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum danperaturan perundang-undangan.

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

f. melakukan koordinasi,pegawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisiankhusus, penyidik pegawai negeri sipil,dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuaidengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

(24)

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkunganhidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuandan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditanganioleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannyadalam lingkup tugas kepolisian.

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berkaitandengan upaya melaksanakan tugasnya itu, tindakan seorang anggota kepolisian harus berdasarkan pada suatu wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu :

a. menerima laporan dan/atau pengaduan.

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. i. mencari keterangan dan barang bukti.

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Sejalan dengan rumusan tersebut, maka menurut Pasal 16 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan. d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri.

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

(25)

h. mengadakan penghentian penyidikan.

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum.

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Selanjutnya pada Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengatur tindakan lain sebagimana dimaksud dalam ayat 1 huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan. c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa. e. menghormati hak asasi manusia.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, hendaknya tindakan anggota polri selalu didasarkan pada aturan hukum yang berlaku tanpa mengindahkan norma-norma yang ada dan berkembang dalam masyarakat.

C. Tinjauan Tindak Pidana Pencurian

Moeljanto berpendapat bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan larangan mana yang disertai dengan ancaman sanksi, yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.19 Adanya tindak pidana harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatan manusia;

b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil); c. Melawan hukum (syarat materiil).

19

(26)

Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di dalam semua KUHPidana di dunia, disebut delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara termasuk Indonesia. Pencurian di katakan sebagai tindak pidana karena pencurian merupakan perbuatan yang merugikan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Adapun jenis-jenis tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut :

1. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok

Tindak pidana pencurian sebagaimana telah diatur dalam Bab XXII, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Adapun unsur-unsurnya, yaitu unsur

“obyektif” ada perbuatan mengambil, yang diambil sesuatu barang, barang tersebut

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Ada “perbuatan” dan perbuatan itu

dilarang oleh undang-undang, apabila dilanggar akan mendapat sanksi pidana berupa

penjara. Sedangkan unsur “subyektif” yaitu dengan maksud untuk memiliki secara

melawan hukum.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP, yaitu :20

1. Perbuatan “mengambil” yang diambil harus sesuatu “barang”, barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, pengambilan itu dilakukan dengan

maksud untuk “memilik” barang itu dengan “melawan hukum” atau melawan hak.

2. Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang belum ada pada kekuasaannya, apabila waktu memiliki sudah ada ditangannya, maka perbuatan ini bukan pencurian, melainkan penggelapan.

3. Suatu barang, segala sesuatu yang berwujud termasuk binatang, uang, baju, kalung

dan sebagainya. Dalam pengertian barang termasuk pula “daya listrik” dan “gas”,

meskipun tidak berwujud, akan tetapi dapat dialirkan dalam pipa atau kawat. Barang tidak perlu memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, misalnya mengambil

20

(27)

beberapa helai rambut wanita ( untuk kenang-kenangan ) tanpa seizin wanita itu, termasuk pencurian, meskipun dua helai rambut itu tidak ada harganya.

4. Barang itu, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, suatu barang yang bukan kepunyaan orang lain tidak menimbulkan pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang yang sudah dibuang pemiliknya.

5. Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimiliknya.

Orang “karena keliru” mengambil barang orang lain itu bukanlah pencurian.

Seseorang “menemui” barang di jalan kemudian diambilnya. Bila waktu

mengambil sudah ada waktu “untuk memiliki” barang itu, sudah termasuk

pencurian. Jika waktu mengambil ada pikiran barang akan diserahkan kepada polisi, akan tetapi serentak sampai dirumah, barang itu dimiliki untuk dirinya, ia

salah “menggelapkan: ( Pasal 372 KUHP ) karena barang yang dimilikinya “sudah

berada di tangannya”.

2. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

Pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP, prinsip unsur-unsur yang terkandung Pasal ini sama dengan unsur-unsur dalam Pasal 362 pencurian pokok. Dalam Pasal ini ada unsur pemberatnya, yaitu ancaman hukuman lebih berat yaitu penjara selama-lamanya 7 Tahun.

Unsur pemberatan di sini, yaitu :21

a. Jika barang yang dicuri itu hewan, yang dimaksud dengan “hewan” yang diterangkan dalam Pasal 101 KUHP ialah semua jenis binatang memamah biak (kerbau, sapi, lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi, anjing, kucing, ayam, itik dan angsa tidak termasuk hewan karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan pula sejenis babi.

21Ibid,

(28)

b. Jika pencurian dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana seperti kebakaran, peletusan gunung berapi, kapal karam, pesawat jatuh, kecelakaan kereta api, huru-hara pemberontakan atau bahaya perang. Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti itu diancam hukuman lebih berat karena pada saat semua orang sedang menyelamatkan jiwa, raga serta hartanya, si pelaku malah mempergunakan kesempatan melakukan kejahatannya. Antara perbuatan dan terjadinya bencana sangat erat kaitannya.

c. Jika pencurian itu dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa sepengetahuan atau tanpa izin yang berhak. Waktu malam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 adalah waktu antara terbenam matahari dan terbit kembali. Yang dimaksud “rumah” di sini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya, gubuk, gerbong kereta api atau petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang-malam, termasuk pengertian rumah. Yang dimaksud perkarangan tertutup di sini ialah dataran tanah yang pada sekelilingnya ada pagarnya (tembok, bambu, pagar tumbuh-tumbuhan yang hidup) dan tanda-tanda lain yang dapat dianggap sebagai batas. Untuk dapat dituntut dengan Pasal ini, si pelaku pada waktu melakukan pencurian itu harus masuk ke dalam rumah atau perkarangan tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela, tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud disini.

(29)

Pasal 56, yakni seorang bertindak, sedangkan seorang lainnya hanya sebagai pembantu saja.

e. Jika pencurian itu dilakukan ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu. Berikut penjelasan nya :

1. Yang diartikan membongkar mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu, jendela dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada sesuatu yang dirusak, pecah dan sebagainya. Apabila pencuri hanya mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat kerusakan apa-apa, tidak dapat diartikan “membongkar”.

2. Anak kunci palsu, yaitu segala macam anak kunci yang tidak dipergunakan oleh yang berhak untuk membuka dari sesuatu berang seperti almari, rumah, peti dan sebagainya.

3. perintah palsu, ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan pejabat yang berwenang, contohnya seorang pegawai PLN dapat bebas masuk ke rumah orang karena mengaku-ngaku dan membawa surat perintah palsu dari pejabat yang berwenang.

(30)

3. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 Tahun pencurian yangdidahului, disertai, atau diikuti denganb kekerasan atau ancaman kekerasanterhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudahpencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikandiri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai benda yangdicurinya.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 Tahun :

Ke 1. Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah tempatkediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

Ke 2. Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

Ke 3. Jika masuknya ke tempat melakukan pencurian itu dengan merusak ataumemanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.

Ke 4. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat.

(3) Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan pidana penjara paling lama 15 Tahun.

(4)Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selamawaktu tertentu paling lama 20 Tahun, jika pencurian itu mengakibatkan lukaberat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutudan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir 1 dan butir3.

(31)

yang mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan dengan menggunakan fisik, misalnya mengikat dan memukul korban dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan dan sebagainya.22Yang perlu dibuktikan delik ini adalah: “bentuk kekerasan

atau ancaman kekerasan yang bagaimanakah yang dilakukan oleh pelaku”, sehingga

pencurian yang diatur Pasal 365 KUHP dapat terbukti.

Tersirat dalam Pasal 89 KUHP yang dimaksud dengan kekerasan adalah membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Menurut Prof. Mr. Roeslan Saleh yang dimaksud menggunakan kekerasan berarti menggunakan suatu kekuatan yang memungkinkan dipatahkannya perlawanan dari pihak lawan. Apabila yang diperbuat pelaku sehingga berakibat orang tidak berdaya, maka sudah terjadi kekerasan. Yang dimaksud tidak berdaya ialah suatu keadaan dimana sesorang tidak mempunyai daya, baik daya jasmani maupun rohani, sehingga apa yang dikehendaki pelaku terpenuhi.

Ancaman kekerasan yaitu perbuatan yang sedemikian rupa hingga menimbulkan akibat rasa takut atau cemas pada orang yang diancam. Dalam Pasal 365 KUHP ini bahwa unsur ancaman kekerasan di sini dimaksudkan yaitu :

1. untuk memudahkan dalam mempersiapkan pelaksanaan pencurian. 2. untuk memudahkan dilaksanakan pencurian.

3. untuk menjamin atas barang yang diambilnya berhasil dibawa lari.

4. untuk memudahkan jika kepergok atau tertangkap tangan untuk memudahkan melarikan diri.

4. Tindak Pidana Pencurian Dalam Keluarga

Pasal 367 KUHP dikenal dengan istilah pencurian dalam keluarga. Pencurian dalam keluarga dalam Pasal 367 KUHP ini ada dua jenis pencurian, yaitu :

22Ibid

(32)

1. Pasal 367 (1) KUHP, seorang suami (istri) yang tidak berpisah meja dan tempat tidur dari istrinya (suaminya) telah melakukan atau membantu perbuatan pencurian terhadap istinya (suaminya), penuntutan terhadap suami ( istrinya) tidak dapat dilakukan.

2. Pasal 367 (2) KUHP, terhadap seorang suami (istri) yang berpisah meja dan tempat tidur ;

a. Seorang anggota keluarga dalam garis lurus maupun garis samping sampai derajat ke 2;

b. Pengaduan terhadap pelaku dilakukan seorang istri atau suami terhadap siapa kejahatn itu dilakukan.

Kejahatan ini merupakan delik aduan relatif, ketentuan hanya berlaku golongan : a. Suami – istri yang berpisah meja dan tempat tidur;

b. Anggota keluarga; c. Dalam garis lurus; atau

d. Dalam garis samping sampai derajat ke 2;

e. Di luar golongan ini penuntutan tanpa pengaduan.

Menurut R. Sugandhi, bahwa istilah pencurian dalam keluarga ialah melakukan pencurian atau membantu melakukan pencurian atas kerugian suami atau istinya, tidak dihukum, oleh karena mereka sama-sama memilik harta benda bersama.

D. Penanggulangan Tindak Pidana

(33)

kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindugan masyarakat (social-defence policy).23 Upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :

a. penerapan hukum pidana (criminal law application). b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment).

c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punsihment/mass media).

Penerapan hukum pidana (criminal law application) merupakan kebijakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sarana penal yang harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan berupa kesejahteraan sosial (social welfare) dan perlindungan masyarakat (social defence).

Penanggulangan kejahatan melalui sarana penal perlu lah diciptakan penegakan hukum pidana yang baik. Ada pun tahap-tahap penegakan hukum pidana adalah yang pertama dimulai dari tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana inabstracto oleh badan pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat-syarat keadilan dan daya guna. Kedua, tahap aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Kemudian yang ketiga adalah tahap eksekusi, yaitu tahap

23

(34)

penegakkan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, aparat pelaksana pidana dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai keadilan serta daya guna. Namun menurut pery bahwa efektifitas penanggulangan kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata.24

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral, ada keseimbangan sarana penal dan non penal. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.25 Adapun cara pencegahan kejahatan itu antara lain sebagai berikut :

1. Pencegahan yang bersifat langsung

Kegiatan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan dan dapat dirasakan dan diamati oleh yang bersangkutan, antara lain :

a. perbaikan lingkungan yang merupakan perbaikan struktur sosial yang mempengaruhi terjadinya kriminalitas.

b. pencegahan hubungan-hubungan yang menyebabkan kriminalitas.

24

Pendapat Perydalam buku Moh Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1994, hlm 102-103

25

(35)

c. penghapusan peraturan yang melarang suatu perbuatan berdasarkan beberapa pertimbangan.

2. Pencegahan yang bersifat tidak langsung

Kegiatan pencegahan yang belum dan atau sesudah dilakukannya kriminalitas antara lain meliputi:

a. pembuatan peraturan yang melarang dilakukannya suatu kriminalitas yang mengandung didalamnya ancaman hukuman.

b. pendidikan latihan untuk membeikan kemampuan seseorang memenuhi keperluan fisik, mental dan sosialnya.

c. penimbulan kesan akan adanya pengawasan.

3. Pencegahan melalui perbaikan lingkungan a. perbaikan sitem pengawasan.

b. penghapusan kesempatan melakukan perbuatan kriminal, misal, pemberian kesempatan mencari nafka secara wajar untuk dapat memenuhi keperluan hidup.

4. Pencegahan melalui perbaikan perilaku

a. penghapusan imbalan yang menguntungkan dari perilaku kriminal. b. pengikutsertaan penduduk dalam pencegahan kriminalitas.26

Dapat lah digunakan dua pendekatan dalam hal pencegahan kejahatan, yaitu :27

1. Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial

Bertitik tolak dari pertanyaan mengapa seseorang itu melakukan pelanggaran hukum dan berusaha untuk menanamkan pengaturan yang permanen untuk pelawan

26

Ninik Widiyanti, Yulius Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pencegahannya, Penerbit Bina Aksara Jakarta, 1987, hlm. 156-157

27

(36)

pelanggaran-pelanggaran hukum secara umum. Menurut pendekatan sosial ini, terdapat dua pengaruh utama dalam terjadinya kriminalitas, yaitu :

a. tingkat pengendalian atas perbuatan pelanggaran, termasuk pengawasan eksternal terhadap individu, di mana hal tersebut menghalangi individu untuk melakukan pelanggaran;

b. ketidak hadiran dari sesuatu hal yang mendorong individu menjadi orang yang patuh terhadap hukum, termasuk hambatan dalam kemampuan individu untuk berlaku konformis. Keduanya adalah hal-hal yang secara pokok menentukan kecenderungan individu ke arah pelanggaran.

Proses belajar norma dan nilai merupakan bekal pendorong seseorang untuk menjadi orang yang mematuhi hukum, yang secara umum ditransmisikan melalui struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialiasi di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan di dalam wujud struktur dan lembaga tersebut mempengaruhi kecenderungan dilakukannya penyimpangan, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kejahatan. Oleh sebab itu, pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial bekerja melalui penetapan bagaimana wujud dan perubahan yang ada dari struktur sosio-ekonomi, serta lembaga-lembaga sosialisasi yang dapat mempromosikan merubah kecenderungan tersebut dengan jalan membuat seminim mungkin atau mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pelaku.

2. Pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional

(37)

Terdapat dua kategori utama dari langkah-langkah situasional. Kategori pertama yaitu langkah-langkah keamanan yang akan mempersulit terjadinya kejahatan, dengan cara memperkokoh sasaran kejahatan, memindahkan sasaran kejahatan, dan menghilangkan sarana atau alat yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Kategori kedua yaitu langkah-langkah yang mempengaruhi biaya dan keuntungan dari dilakukannya kejahtan. Biaya dan keuntungan dari suatu pelanggaran hukum dapat dipengaruhi baik oleh pengurangan dari stimulan untuk melakukan kejahatan atau peningkatan dari ancaman penangkapan dan penghukuman secara serius.

Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah Polisi. Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal yang sangat diharapkan.

E. Faktor Penyebab Pencurian

Setiap perbuatan manusia mempunyai sebab yang merupakan faktor pendorong di lakukannya kejahatan tersebut. Pengkajian terhadap sebab timbulnya kejahatan merupakan salah satu bagian yang sangat mendapat perhatian bagi penegak hukum, khususnya polri dalam melaksanakan tugasnya. Pada dasarnya ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan pencurian antara lain :28

1. Motivasi Intrinsik ( Intern )

a. Faktor Intelegensia

Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang untuk atau kesanggupan menimbang dan memberikan keputusan. Dimana dalam faktor kecerdasan seseorang bisa mempengaruhi perilakunya, apabila seseorang yang memiliki intelegensi yang

28

(38)

tinggi atau kecerdasan, maka ia akan selalu terlebih dahulu mempertimbangkan untung dan rugi atau baik buruk yang dilakukan pada setiap tindakannya.

b. Faktor Usia

Usia dapat juga mempengaruhi kemampuan untuk berfikir dan melakukan kemampuan bertindak, semakin bertambah umur atau usia seseorang maka semakin meningkat kematangan berfikir untuk dapat membedakan sesuatu perbuatan baik dan buruk.

c. Faktor Jenis Kelamin

Persentase kejahatan yang dilakukan oleh wanita dan laki-laki itu berbeda. Hal ini dapat dilihat dari statistik bahwa persentase kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki lebih banyak dari pada kejahatan yang dilakukan oleh para wanita. Demikian juga bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan baik luasnya, frekwensinya maupun caranya.

d. Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan menentukan perkembangan jiwa dan kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan ini mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang, sehingga terjerumus untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku.

2. Motivasi Ekstrinsik ( Ekstern )

a. Faktor KebutuhanEkonomi yang Mendesak

(39)

b. Faktor Pergaulan

Pergaulan yang dilakukan oleh seseorang dapat melekat dan sebagai motivasi bagi seseorang. Sebagai contoh, ada seseorang anak yang sudah berhenti sekolah karena faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu dan keadaan ini pun memaksa ia harus bergaul dengan keras nya kehidupan jalan, ia pun mengamen di atas bis kota, suatu waktu ia melihat seseorang melakukan pencopetan dan ia pun mempelajari bagaimana cara mencopet. Singkat kata ia pun mencoba dan berhasil, ini membuat ia tidak ingin menangamen lagi dan ingin terus mencopet karena hasil nya lebih besar.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan lahir dan

batin.Faktorlingkunganterbagimenjadi 2 (dua)

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan dibantu juga dengan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai upaya Polri dalam penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari, melihat dan menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berkenaan dengan permasalahan mengenai upaya Polri dalam penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

(41)

B. Sumber dan Jenis Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya dan kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Sumber data kepustakaan diperoleh dari :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama. Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di Kepolisan Sektor Pakuan Ratu dan Akademis Universitas Lampung Fakultas Hukum.

2. Data Sekunder

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Data sekunder ini berguna sebagai landasan teori untuk mendasari penganalisaan pokok-pokok permasalahan yang ada dalam penelitian ini.Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :

a. Bahan Hukum Primer

(42)

b. Bahan Hukum Sekunder

Hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Penentuan Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.29 Populasi dalam penelitian ini adalah meliputi seluruh anggota jajaran Kepolisian Sektor Pakuan Ratu, dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, korban tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan, dan pelaku tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

2. Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang masih memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan ditetapkan untuk menjadi responden penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menetapkan sampel secara sengaja berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian yang telah ditentukan.

29

(43)

Adapun responden dalam penelitian ini adalah :

Petugas Kepolisian Sektor Pakuan Ratu 2 orang

Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung 1 orang Korban Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan Kekerasan 1 orang Pelaku Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan Kekerasan 2 orang

Jumlah 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis menggunakan prosedur studi lapangan dan studi kepustakaan.

a. Studi kepustakaan

Studi ini dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan berupa membaca, mencatat, mengutip buku-buku sampai bahan-bahan dan informasi lain yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (field research)

(44)

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, baik dari studi kepustakaan maupun dari studi lapangan, maka data dapat diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang diterima,

kejelasannya dan relevansinya bagi penelitian.

b. Cooding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban pada para responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan menandai masing-masing jawaban itu dengan tanda kode tertentu agar memudahkan dalam menganalisa data.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan dan penetapan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

(45)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Penyebab tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di kecamatan Pakuan Ratu berdasarkan teori psikogenis adalah intelegensi pelaku yang rendah dan kemerosotan moral yang dialami pelaku menyebabkan tidak dapat membedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, berdasarkan teori sosiologis adalah lingkungan pergaulan yang tidak baik dan pendidikan pelaku yang rendah menjadikan pelaku mengikuti perbuatan temannya yang melanggar hukum, berdasarkan teori subkultur adalah lingkungan tempat tinggal masyarakat yang berjauhan menyebabkan masyarakat tidak bersosialisasi dengan baik, infrastruktur jalan yang tidak mendukung menjadikan lingkungan tempat terjadinya perkara mempermudah pelaku melakukan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan, faktor ketidaksetaraan ekonomi pelaku dengan masyarakat lain, dan faktor kelengahan korban itu sendiri.

(46)

masyarakat untuk menjadi polisi terhadap diri sendiri karena dengan hal semacam ini kejahatan yang akan terjadi akan mudah terdeteksi sejak dini, menghimbau masyarakat untuk segera melapor polisi jika melihat atau mengalami tindakan kriminal, dan pihak Kepolisian Pakuan Ratu melakukan operasi umum yang rutin dilakukan setiap hari dan setiap malam melakukan kegiatan patroli dengan beranggotakan 4 petugas Polri yang dilengkapi senjata api dan laras panjang pada jam rawan begal yaitu pukul 19.00-21.00 ditempat-tempat yang rawan kejahatan seperti jalan poros register 46 dan jalan poros kampung Sukabumi kecamatan Pakuan Ratu. Kepolisian Sektor Pakuan Ratu pun melakukan upaya represif yang diantaranya yaitu melalui satuan Resersenya mengambil tindakan hukum berupa melakukan penyelidikan terhadap para pelaku begal untuk mendapatkan para pelakunya dan melakukan penyidikan terhadap para pelaku yang telah tertangkap untuk diajukan ke penuntut umum.

(47)

keseluruhan. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum menjadi penghambat juga yaitu infra struktur yang kurang diantaranya jalanan yang rusak menjadi penyebab lambatnya mobilitas Kepolisian untuk mengamankan wilayah di kecamatan Pakuan Ratu dari tempat rawan yang satu ke tempat rawan yang lain nya pun menjadi kendala Kepolisian Sektor Pakuan Ratu dalam penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di kecamatan Pakuan Ratu yaitu:

1. Pihak Polri diharapkan menjalin hubungan yang erat dengan pemerintah daerah setempat dalam hal sosialisasi akan pentingnya suatu pendidikan yang dapat membentuk moral dan psikis seseorang. Pemerintah daerah diharapkan membangun infrastruktur jalan seperti lampu penerangan jalan dan jalan yang tidak rusak guna menekan kemungkinan terjadinya kejahatan. Diharapkan pula bagi masyarakat untuk mematuhi himbauan yang diberikan oleh Kepolisian Sektor Pakuan Ratu.

(48)
(49)

BUKU/LITERATUR

Anwar, Yesmil. 2009. Saat Menuai Kejahatan. Reflika Aditama, Bandung.

Arief, BardaNawawi. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Cetakan Kedua Edisi Revisi. Penerbit Citra AdityaBakti, Bandung.

---, 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 1996. Kebijakan Hukum Pidana. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ashsofa, Burhan. 1998, Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta.

Bonger, W.A. 1977. Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta.

Citra Umbara. 2008. Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Bahasa, Jakarta.

Dermawan, Moh Kemal. 1994 Strategi Pencegahan Kejahata. Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Gunadi, Isnu.,Jonaedi Efendi., Yahman. 2011. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana (jilid 2). Prestasi Pustaka, Jakarta.

Karjadi, M. 1987. Polisi, Filsafat dan Perkembangan Hukumnya. Politeia, Bogor. Kartono, Kartini. 2010.Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. PT Raja Grafindo, Jakarta.

Kelana, Momo. 1994. Hukum Kepolisian. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. RienekaCipta, Jakarta. ---, 1982, Kriminologi. BinaAksara, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 2002. Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial di Indonesia. Kompas, Jakarta.

(50)

---, 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta.

Poerwadarminto, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Widiyanti, Ninik.,Waskita,Yulius., 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pencegahannya. Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

UNDANG-UNDANG

KitabUndang-undangHukumPidana

Referensi

Dokumen terkait

Jaring kontrol horisontal adalah sekumpulan titik kontrol horisontal yang satu sama lain dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat- Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul "Tingkat Konsumsi Protein Ikan

Akan dibahas pada artikel berikut ini yaitu bagaimana membuat aplikasi pencarian tentang tematik untuk beberapa hadits riwayat imam muslim yang sudah dikelompokan

Hubungan tersebut dijelaskan sebagai suatu hubungan yang digunakan untuk membangun perantara dengan publik, perantara antara public relations dan media merupakan

The king of the Silver River stood at the edge of the Gardens that had been his domain since the dawn of the age of faerie and looked out over the world of mortal men.. What he saw

Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran, mengetahui dan mendapatkan kajian tentang pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja dan profesionalisme terhadap

Dari hasil proses pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan melalui program Focal Mechanisme gempabumi Manokwari pada 4 Januari 2009, maka dapat

Sedangkan menurut Sugiyono Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dengan cara mengorganisir data kedalam kategori,