• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI GELOMBANG SEISMIK GEMPA VULKANIK GUNUNG SINABUNG UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK MEKANISME VULKANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI GELOMBANG SEISMIK GEMPA VULKANIK GUNUNG SINABUNG UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK MEKANISME VULKANIK"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GELOMBANG SEISMIK GEMPA VULKANIK

GUNUNG SINABUNG UNTUK MENENTUKAN

KARAKTERISTIK MEKANISME VULKANIK

Oleh

RIANZA JULIAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

STUDY OF SEISMIC WAVES VOLCANIC EARTHQUAKES MOUNT SINABUNG FOR DETERMINING CHARACTERISTICS VOLCANIC stations are Sukanalu station (SKN), Laukawar (KWR), Sukameriah (SKM), and Mardingding (MRD). Research has been conducted using primary data of volcanic earthquakes Sinabung in 2011 till June 2012. Based on the results of the spread of volcanic earthquake hypocenter obtained, previously has made the process of picking and determining the value to, tp with error <0.2. Results hypocenter distribution of volcanic earthquakes at Mount Sinabung is as much as about 500 volcanic earthquakes, and its earthquakes are concentrated at a depth of 0 to 6 km asl. Mechanisms of volcanic magma chamber at Mount Sinabung is at a depth of about 12 km above sea level, is the crack area (low frequency) and the area around the magma chamber (high frequency). Results of the average speed of P waves from the source to the receiver by a travel time curve is at 3.33 km / s. The dominant frequency of volcanic earthquakes Sinabung frequency value at station SKN smallest to largest on the station SKM is 0.28 Hz to 2.18 Hz.

(3)

ABSTRAK

STUDI GELOMBANG SEISMIK GEMPA VULKANIK GUNUNG SINABUNG UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK MEKANISME

VULKANIK

Oleh

RIANZA JULIAN

Gunung Sinabung adalah gunung stratovolcano yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Secara geografis terletak pada posisi 3o10’ Lintang Utara dan 98o23,5’ Bujur Timur. Jenis letusan gunungapi ini bersifat eksplosif. Lava yang mengalir dari stratovolkano biasanya dingin dan mengeras sebelum menyebar jauh karena viskositas yang tinggi. Magma yang membentuk lava dan bersifat asam ini mengandung silika tingkat menengah hingga tinggi. Untuk mengamati gempa vulkanik di Gunung Sinabung ini digunakan 4 stasiun permanen yaitu stasiun Sukanalu (SKN), Laukawar (KWR), Sukameriah (SKM), dan Mardinding (MRD). Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan data primer gempa vulkanik Gunung Sinabung pada tahun 2011 s.d Juni 2012. Berdasarkan hasil persebaran hiposenter gempa vulkanik yang didapat, sebelumnya telah melakukan proses picking dan penentuan nilai to, tp dengan error <0,2. Hasil persebaran hiposenter gempa vulkanik pada Gunung Sinabung adalah sebanyak sekitar 500 gempa vulkanik, dan gempa nya terkonsentrasi di kedalaman sekitar 0 s.d 6 km dpl. Mekanisme vulkanik magma chamber pada Gunung Sinabung berada pada kedalaman sekitar 12 km dpl, merupakan daerah retakan (low frequency) dan daerah sekitar magma chamber (high frequency). Hasil kecepatan rata-rata gelombang P dari sumber ke penerima berdasarkan kurva travel time adalah sebesar 3,33 km/s. Frekuensi dominan pada gempa vulkanik Gunung Sinabung dari nilai frekuensi terkecil pada stasiun SKN sampai terbesar pada stasiun SKM adalah 0,28 Hz s.d 2,18 Hz.

Kata Kunci : Stratovolcano, Gempa Vulkanik, Stasiun, Hiposenter, Magma

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

2.2 Geologi Gunung Sinabung... 6

2.3 Morfologi Gunungapi ... 9

III. TEORI DASAR 3.1 Gelombang Seismik... 15

(8)

xvi

3.3 Hubungan Aktifitas Gunungapi dengan Gempa... 21

3.4 Pemantauan Seismisitas Gunungapi... 22

3.5 Klasifikasi Gempa-gempa Gunungapi... 24

3.6 Penentuan Hiposenter dan Episenter Gempa Vulkanik ... 27

3.7 Kurva Travel Time.... 35

3.8 Frekuensi Diri (natural frequency)... 38

3.9 Fourier Transform (FT)... 40

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik... 53

5.2 Lintasan Sinar Gelombang... 57

5.3 Penentuan Kurva Travel Time... 59

5.4 Analisis karakteristik frekuensi... 64

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gunung Sinabung dan Danau Lau Kawar ... 4

Gambar 2. Peta Geologi Menunjukkan Tahapan Kegiatan Gunung Sinabung .... 8

Gambar 3. Gunungapi Stratovulkano ... 10

Gambar 4. Gunungapi Kubah Lava ... 11

Gambar 5. Gunungapi Perisai ... 12

Gambar 6. Gunungapi Maar ... 13

Gambar 7. Gunungapi Kaldera ... 14

Gambar 8. Ilustrasi gerak gelombang primer (P) ... 16

Gambar 9. Ilustrasi gerak gelombang sekunder (S) ... 17

Gambar 10. Ilustrasi gerak gelombang love ... 18

Gambar 11. Ilustrasi gerak gelombang Rayleigh ... 18

Gambar 12. Proses pergerakaan magma ke permukaan sebagai penyebab terjadinya gempa vulkanik ... 23

Gambar 13. Contoh rekaman gempa Vulkanik tipe A ... 25

Gambar 14. Contoh rekaman gempa Vulkanik tipe B ... 25

Gambar 15. Contoh rekaman gempa letusan ... 26

Gambar 16. Contoh rekaman gempa tremor harmonik dan spasmodik ... 27

Gambar 17. Penjalaran gelombang P dan S ... 28

Gambar 18. Penentuan episenter dengan metode lingkaran tiga stasiun ... 30

Gambar 19. Grafik metode wadati ... 31

Gambar 20. Jaringan sesmograf dengan tiga stasiun pengamatan ... 32

(11)

Gambar 23. Sinyal sinus dalam domain waktu dan domain frekuensi ... 41

Gambar 24. Posisi 4 stasiun dan peta kontur daerah penelitian ... 44

Gambar 25. Rekaman gempa vulkanik 4 stasiun ... 45

Gambar 26. Contoh picking pada salah satu even gempa ... 46

Gambar 27. Contoh rekaman gempa vulkanik tipe A ... 46

Gambar 28. Contoh rekaman gempa vulkanik tipe B ... 46

Gambar 29. Data hipo.txt, stasiun.txt, kontur.txt ... 48

Gambar 30. Diagram alir penelitian ... 51

Gambar 31. Episenter gempa vulkanik gunung sinabung ... 53

Gambar 32. Hiposenter (atas) dan model asumsi mekanisme vulkanik (bawah) Gunung Sinabung Barat-timur ... 55

Gambar 33. Hiposenter (atas) dan model asumsi mekanisme vulkanik (bawah) Gunung Sinabung Utara-Selatan... 56

Gambar 34. Lintasan sinar gelombang dalam bidang horizontal ... 57

Gambar 35. Lintasan sinar gelombang dalam bidang vertikal barat-timur (kiri) dan vertikal utara-selatan (kanan) ... 58

Gambar 36. Lintasan sinar gelombang 3D ... 58

Gambar 37. Kurva travel time rata-rata ... 60

Gambar 38. Kurva Travel time SKN, KWR, SKM, MRD ... 62

Gambar 39. Episenter pilihan Gunung Sinabung ... 64

Gambar 40. Hiposenter pilihan Gunung Sinabung ... 65

Gambar 41. Hiposenter pilihan 3D Gunung Sinabung ... 65

Gambar 42. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada ketinggian 2-0 km ... 66

Gambar 43. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 0-2 km ... 67

Gambar 44. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 2-4 km ... 68

Gambar 45. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 4-6 km ... 70

Gambar 46. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 6-8 km ... 71

Gambar 47. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 8-10 km ... 72

Gambar 48. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 10-12 km ... 74

Gambar 49. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 12-14 km ... 75

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mempelajari perilaku suatu gunungapi, sehingga didapatkan karakteristik dari gunung yang bersangkutan merupakan penelitian yang salah satunya dapat dimanfaatkan untuk mendukung sistem peringatan dini bencana gunungapi. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan memanfaatkan data-data seismik gunung yang bersangkutan (Eko, 2006).

Pengamatan gempa vulkanik pada dasarnya sama dengan metoda pemantauan gempa tektonik. Perbedaannya, gempa vulkanik adalah gempa mikro, sehingga memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan gempa tektonik. Jaringan pemantauan gempa di gunungapi jauh lebih kecil dan lebih sederhana karena sebaran lokasi pusat gempa sangat terbatas, yaitu di gunungapi dan sekitarnya (Siswowidjojo, 1995).

(13)

Dengan demikian bila gempa vulkanik meningkat dapat ditandai bahwa gunungapi akan meletus,walaupun hubungan ini tidak selalu terjadi.

Frekuensi gempa vulkanik yang dominan berkisar antara 1 sampai 5 Hz, selain frekuensi rendah lainnya. Gempa vulkanik biasanya terjadi di daerah sekitar gunungapi dan magnitudanya pada umumnya kecil rata-rata kurang dari 5 Skala Richter. Gempa vulkanik dengan magnitude 5-6 sangat jarang terjadi. Kedalaman gempa vulkanik berkisar antara 0-40 km.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan lokasi hiposenter gempa pada tahun 2011 s.d juni 2012 2. Menganalisis frekuensi secara berurutan berdasarkan range frekuensi. 3. Menentukan kecepatan rata-rata masing-masing stasiun di Gunung

Sinabung.

4. Menentukan mekanisme vulkanik di Gunung Sinabung. 5. Menentukan energi dari frekuensi pada tiap stasiun.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini menggunakan data gempa vulkanik pada tahun 2011 s.d Juni

2012 yang direkam oleh 4 stasiun permanen di Gunung Sinabung.

2. Nilai waktu tempuh (travel time) yang digunakan untuk pembuatan kurva

(14)

3

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lokasi Penelitian

Gunungapi Sinabung adalah gunungapi stratovolkano berbentuk kerucut, dengan tinggi puncaknya 2460 mdpl. Lokasi Gunungapi Sinabung secara administratif masuk ke dalam Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, terletak pada posisi 3o10’ Lintang Utara dan 98o23,5’ Bujur Timur. Di kaki Gunung Sinabung, terdapat sebuah danau, yaitu Danau Lau kawar dengan luas kurang lebih 200 ha ini terletak di Desa Kuta Gugung. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.

(16)

5

Secara geologi Gunung Sinabung muncul karena adanya pengangkatan- pengangkatan (orogenesa) disusul dengan proses vulkanik berupa erupsi Gunung Api Kwarter yang lebih bersifat efusif.

Menurut NR. Cameroon, et.al.1982, bentang alam Gunung Sinabung merupakan bagian dari dataran tinggi Berastagi (Berastagi High Lands) yang di sebelah selatannya berbatasan dengan dataran tinggi Kabanjahe (Kabanjahe Plateau). Bentang alam ini pun masih merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan Timur.

Berdasarkan fisiografinya, Gunung Sinabung masih memiliki tubuh yang lebih mulus dan merupakan gunungapi soliter yang muncul di atas dataran tinggi Karo, berbeda dengan Gunung Sibayak yang puncaknya telah porak poranda.

Dari sejarahnya, diperkirakan gunungapi ini mulai tumbuh antara Plistosen hingga Holosen, dengan menghasilkan banyak aliran lava pada lereng-lerengnya. Secara regional gunungapi ini termasuk tipe Kwarter, sedangkan stratigrafi vulkaniknya belum ada (belum dipetakan).

Ditinjau dari pola struktur regional yang dapat diamati, Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak mempunyai kelurusan dengan Danau Toba, diperkirakan aktivitas dan kemunculan gunungapi ini mempunyai kaitan erat dengan terjadinya Danau Toba tersebut.

Berdasarkan penelitian, ditemukan batuan lava berupa andesit piroksen, lahar,

agglomerate, dengan komposisi mineral terdiri atas: augit, hornblende dan

(17)

2.2. Geologi Gunung Sinabung

a. Produk Letusan dan Letusan Prasejarah Tahun 2010

Gunung Sinabung yang terletak di tanah tinggi Karo, terakhir menunjukkan aktivitas vulkanisnya pada tahun 1600. Aktifitas solfatarik (retak dimana uap, gas dan lava yang dipancarkan) terlihat di puncak pada tahun 1912, tapi tidak ada letusan yang didokumentasikan terjadi sebelum letusan pada dini 29 Agustus 2010.

Gunung ini memiliki jenis stratovolkano yang harus di waspadai karena gunungapi ini tinggi mengerucut, dibangun oleh banyak lapisan (strata) dari lava mengeras, tephra, batu apung dan abu vulkanik. Jenis letusan gunungapi ini bersifat eksplosif. Lava yang mengalir dari stratovolkano biasanya dingin dan mengeras sebelum menyebar jauh karena viskositas yang tinggi. Magma yang membentuk lava dan bersifat asam ini mengandung silika tingkat menengah hingga tinggi.

Abu-abu dari letusan tahun 2010 (abu letusan) terdiri dari perubahan dan pembentukan clasts, plagioklas, clinopyroxene, orthopyeoxene, hornblende, dan mineral. Ada pecahan kaca baru (bahan juvenil) yang diakui. Batuan dari kubah puncak dan duri yang sangat diubah hidrotermal, mineral belerang diendapkan di sepanjang rekahan, dan plagioclase sebuah fenokris hornblende diganti sebagian lagi untuk seluruhnya oleh tanah liat dan bijih mineral.

(18)

7

muda pada blok terakhir dan abu secara kimiawi sama dengan lava muda lainnya. Meskipun lava tua dari ujung barat dan timur memiliki berbagai SiO2 mirip dengan lava muda, lava tua lebih diperkaya K2O daripada lava muda. Punggung lava sangat diperkaya oleh SiO2 (76% berat) sehingga sangat menghabiskan Na2O, akibat dari berubahnya tinggi dengan gas vulkanik, disarankan oleh fitur mineralogi di atas.

(19)

Gambar 2. Peta Geologi menunjukkan tahapan kegiatan Gunung Sinabung

b. Skenario Letusan Gunung Sinabung

Salah satu skenario yang mungkin untuk erupsi nantinya dapat dilihat berdasarkan pada sejarah letusan gunung berapi dan berisi kimia. Yang ditunjukkan di atas, geologi gunung api ini menunjukkan bahwa gaya letusan paling umum adalah kubah pembentuk lava eksplosif atau lava efusif. ini sering dikaitkan dengan aliran piroklastik (blok-dan-abu mengalir dan gelombang) dan puing-puing longsoran yang dihasilkan dari kegagalan parsial lava atau bangunan vulkanik. Sebaliknya, endapan hujan abu karena letusan eksplosif yang relatif besar, seperti Plinian dengan jenis subplinian, tidak ditemukan, berarti tidak ada kejadian ledakan besar di gunung api ini sepanjang sejarahnya. Letusan kubah lava membentuk efusif dekat puncak, karena itu sangat mungkin dalam letusan nantinya.

(20)

9

lateral sebelum longsoran piroklastik, seperti yang diamati pada tahun 1997 di gunung berapi Soufriere Hills, Montserrat. Dalam skenario ini, gempa bumi besar dan sisi deformasi yang akan diharapkan sebelum gagal.

Jika magma kurang kental karena kadar SiO2 rendah atau suhu yang lebih tinggi didorong oleh tingkat efusi tinggi, lava dapat mengalir mengapit dari kawah puncak, terkait dengan aliran piroklastik kecil dari depan aliran. Perkembangan skenario dapat dilacak dan dinilai oleh pemantauan terus menerus dari gempa vulkanik dan deformasi tanah.

Kita memperluas jaringan seismik baratlaut karena hiposenter gempa VT yang terletak di barat laut gunung berapi di samping mereka di bawah kawah puncak. Intrusi sejumlah besar magma dapat dideteksi dengan pengamatan GPS kontinyu mulai Februari 2010 (Iguchi, M. et al., 2012).

2.3 Morfologi Gunungapi

(21)

a. Stratovolcano

Stratovolcano adalah gunungapi yang tinggi dan mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras. Bentuk gunung berapi itu secara khas curam tampaknya, karena aliran lava yang membentuk gunung berapi itu amat kental, dan begitu dingin serta mengeras sebelum menyebar jauh.

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah, sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa). Ciri: Lereng curam, zona subduksi, eksplosif. Contoh: Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Fujiyama.

(22)

11

b. Kubah Lava

Kubah ini biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi oleh sisi curam di sekelilingnya.

Kadang juga disebut kubah-sumbat (plug dome), terbuat dari lava kental mengandung asam yang keluar saat terjadi letusan. Lava ini mengisi lubang kawah di bagian puncak gunung. Lava yang mengeras pada kawah ini dapat menutup lubang pada dinding gunung, dan ini dapat mengakibatkan terjadinya ledakan.

Gunungapi kubah umumnya memiliki sisi yang curam dan bentuk yang cembung. Ciri: Akumulasi vikositas tinggi, Contoh: Gunung Anak Krakatau, Gunung Kelud, Gunung Rokatenda, dll.

(23)

c. Perisai

Gunungapi perisai memiliki lereng yang landai seperti perisai. Gunungapi perisai terbentuk karena adanya lava cair yang membeku melalui erupsi efusif. Magma cair keluar dari perut bumi, dan meleleh ke sekitar pusat erupsi. Lelehan tersebut kemudian membeku dan membentuk badan gunung.

Gunungapi perisai tak memiliki lereng curam seperti stratovolcano. Gunungapi ini terbentuk dari aliran lava di sepanjang retakan di bumi. Gunungapi perisai umumnya terbentuk bersama dengan retakan di titik panas kerak bumi. Serangkaian gunungapi di sepanjang retakan memiliki perisai dan struktur kerucut abu. Rangkaian Kepulauan Hawaii memiliki gunung tipe ini, termasuk Gunung Maona Loa, Kilauea di Kepulauan Hawaii.

Gambar 5. Gunungapi Perisai (Anonim, 2010)

d. Maar

(24)

13

corong. Lereng gunungapi corong biasanya tidak terlalu curam seperti gunungapi kerucut. Gunungapi tipe ini memiliki bagian tengah yang kedap air disebut kepundan atau maar. Kepundan sebenarnya adalah kawah yang bila terisi hujan akan membentuk danau. Contoh danau yang terbentuk di gunungapi corong misalnya Danau Klakah di Gunung Lamongan.

Gambar 6. Gunungapi Maar (Anonim, 2010)

e. Kaldera

(25)
(26)

III. TEORI DASAR

3.1. Gelombang Seismik

Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi disebabkan adanya deformasi struktur di bawah bumi akibat adanya tekanan ataupun tarikan karena sifat keelastistasan kerak bumi. Gelombang ini membawa energi kemudian menjalar ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf .

Gelombang seismik dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu gelombang pusat (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang pusat menjalar di dalam bumi sedangkan gelombang permukaan menjalar di permukaan bumi. Gelombang badan ada 2 yaitu terdiri dari gelombang P (Pressure wave), gelombang S (Shear wave), dan untuk gelombang permukaan juga terdiri atas 2 gelombang yaitu terdiri dari gelombang Love dan gelombang Rayleigh. Kedua jenis gelombang seismik ini memiliki masing-masing 2 (dua) macam jenis gelombang, dan dijelaskan sebagai berikut:

3.1.1. Gelombang Primer (P)

(27)

merambat dengan cara pemampatan dan peregangan media yang dilewati, searah dengan perambatan gelombang. Cepat rambat gelombang jenis ini paling cepat diantara jenis gelombang lainnya (Triyoso, 1991).

Gelombang primer merupakan gelombang pusat yang memiliki kecepatan paling tinggi dari pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang merambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S.

Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam mantel dan inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di udara. Di udara gelombang P merupakan gelombang bunyi. Ilustrasi gelombang P dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 8. Ilustrasi gerak gelombang primer (P) (Elnashai dan Sarno, 2008)

3.1.2.Gelombang Sekunder (S)

(28)

17

Gelombang sekunder adalah salah satu gelombang pusat yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida, sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewati.

Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 – 4 km/s di kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di dalam inti bumi.

Gambar 9. Ilustrasi gerak gelombang sekunder (S) (Elnashai dan Sarno, 2008)

3.1.3. Gelombang Love

(29)

Gambar 10. Ilustrasi gerak gelombang love(Elnashai dan Sarno, 2008)

3.1.4.Gelombang Rayleigh (Ground Roll)

Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang lain, memiliki kecepatan (VR) adalah ± 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Arah rambatnya bergerak tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar.

Gambar 11.Ilustrasi gerak gelombang Rayleigh(Elnashai dan Sarno, 2008)

(30)

19

3.2. Pembagian Jenis Gempa

3.2.1. Gempa Tektonik

Gempabumi tektonik yang biasanya disebut dengan gempabumi mengalami proses pengumpulan energi sebelum terjadi pelepasan energi. Gempabumi biasanya disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan terjadi di sekitar batas lempeng tektonik. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempabumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan oleh lempeng tektonik tersebut.

Proses pelepasan energi berupa gelombang elastis yang disebut gelombang seismik atau gempa yang sampai kepermukaan bumi dan menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap benda benda atau bangunan di permukaan bumi. Besarnya kerusakan tergantung dengan besarnya getaran yang sampai ke permukaan bumi. Lempeng tektonik bumi kita ini terus bergerak, ada yang saling mendekat di bagi menjadi:

1. Penunjaman antara kedua lempeng samudra.

2. Penunjaman antara lempeng samudra dan lempeng benua.

3. Tumbukan antara kedua lempeng benua saling menjauh, atau saling menggelangsar. Karena tepian lempeng yang tidak rata, jika bergesekan maka, timbullah friksi. Friksi inilah yang kemudian melepaskan energi goncangan.

3.2.2. Gempa Vulkanik

(31)

melepaskan energinya secara tiba-tiba sehingga menimbulkan getaran tanah. Gempabumi vulkanik terjadi karena adanya proses dinamik dari magma dan cairan yang bersifat hidrotermal (peka terhadap panas), sehingga dapat dipakai sebagai tanda-tanda awal peningkatan keaktifan gunungapi.

Dibawah ini adalah tipe gempa dan jenis frekuensi gempa terdiri atas beberapa tipe seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Tipe-tipe gempa

Tipe Gempa Keterangan

Frekuensi Tinggi Frekuensi dominan berkisar antara 5-15 Hz. Disebabkan oleh sesar atau mendatar

Frekuensi

Rendah

Frekuensi dominan antara 1-5 Hz. Penyebab nya karena proses tekanan cairan (fluida)

Multifase Mengandung frekuensi rendah dan tinggi yang merupakan proses kombinasi

Ledakan Disebabkan oleh letusan yang sifatnya explosive. Sinyal mengandung gelombang udara juga gelombang tanah.

Tremor Tremor adalah sinyal yang kontinyu dengan durasi menit sampai beberapa hari. Frekuensi dominant 1-5 Hz

Periode Sangat

Panjang

Periodenya dari 3 sampai 20 detik yang disertai dengan letusan gas belerang

Dangkal Proses bukan vulkanik yang dapat menimbulkan gelombang gempa. Contoh: gerakan salju.

(32)

21

karena desakan magma, sedangkan pada gempa tektonik, efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng tektonik.

Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua dengan lempeng samudra, sesarnya berada di dasar laut, karena itu biasanya benturan yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami.

Klasifikasi gempa berdasarkan kedalaman fokus sebagai berikut: a) Gempa dangkal, kurang dari 70 km

b) Gempa menengah, kurang dari 300 km

c) Gempa dalam, lebih dari 300 km (kadang-kadang > 450 km)

3.3. Hubungan Aktifitas Gunungapi dengan Gempa

Gempabumi pada umumnya disebabkan oleh 2 peristiwa, yaitu: peristiwa tektonik yang disebut gempa tektonik dan peristiwa vulkanik yang disebut gempa vulkanik. Gempa vulkanik terjadi karena adanya aktifitas gunungapi, baik berupa gerakan magma yang menuju ke permukaan maupun letusan atau hembusan gas yang dikeluarkan dari tubuh gunungapi.

(33)

kandungan tenaga dalam dapur magma yang dipengaruhi oleh keluaran panas pada saat magma mendingin dan tekanan gas selama pembekuannya.

Gempa vulkanik biasa terjadi sebelum, sesaat maupun sesudah letusan. Tetapi gejala tersebut tidak selalu sama pada tiap-tiap gunungapi. Mungkin saja terjadi, gempa vulkanik sebelum letusan jumlahnya lebih banyak dari pada sesudahnya. Suatu kenyataan bahwa meskipun gunungapi itu mempunyai batuan yang sejenis, bahkan pada gunungapi yang sama sekalipun, gejala kegempaan sehubungan dengan letusan tidak selalu sama.

Perbedaan diantaranya disebabkan oleh struktur batuan masing – masing gunungapi. Sedangkan perubahan gejala mungkin karena perubahan kekentalan magma, proses mineralisasi dalam magma ketika terjadi pendinginan dalam perjalanannya menuju ke permukaan bumi yang dapat merubah mekanisme letusan dan masih banyak kemungkinan – kemungkinan lainnya (Siswowidjojo, 1995).

3.4. Pemantauan Seismisitas Gunungapi

(34)

23

tinggi, gempabumi akan timbul. Jika retakan bergetar dengan frekuensi rendah secara terus menerus disebut dengan Volcanic Tremor.

Gambar 12. Proses pergerakaan magma ke permukaan sebagai penyebab terjadinya gempa vulkanik (Anonim, 2011).

Pada umumnya gempa yang disebabkan oleh aktifitas vulkanik berkisar 2 hingga 3 magnitude dengan kedalaman kurang dari 10 km. Gempabumi cenderung terjadi dalam serangkaian peristiwa yang terdiri dari puluhan hingga ratusan peristiwa. Selama perioda peningkatan aktifitas gempa terdapat bervariasi jenis dan intensitas kegiatan seismik. Perilaku dari kegiatan seismik pada gunungapi dapat memberikan tanda-tanda kapan gunungapi akan meletus.

(35)

dapat ditafsirkan lebih akurat. Kita dapat meningkatkan hasil tafsiran dengan cara membandingkan rekaman seismik dengan pengamatan langsung aktifitas gunung api tersebut (Anonim, 2011)

3.5. Klasifikasi Gempa-gempa Gunungapi

Gempa-gempa vulkanik diklasifikasikan dengan berdasarkan waveformnya, frekuensi, kedalaman fokusnya ataupun mekanisme sumbernya.

3.5.1. T. Minakami (1974)

Membagi gempa gunungapi (dengan acuan gunungapi Asama di Jepang) berdasarkan bentuk rekaman gempa, perkiraan hiposenternya dan perkiraan proses yang terjadi di dalam tubuh gunungapi. Klasifikasi gempa gunungapi menurut Minakami (1974) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu gempa vulkanik tipe A, gempa vulkanik tipe B, gempa letusan, dan gempa tremor vulkanik.

a. Gempa Vulkanik Tipe A

(36)

25

Gambar 13.Contoh rekaman gempa Vulkanik tipe A (Siswowidjojo, 1995)

b. Gempa Vulkanik Tipe B

Sumber gempa vulkanik tipe B diperkirakan kurang dari 1 km dari kawah gunungapi yang aktif. Gerakan awalnya cukup jelas dengan waktu tiba gelombang S yang tidak jelas dan mempunyai harga magnituda yang kecil.

Gambar 14.Contoh rekaman gempa Vulkanik tipe B (Siswowidjojo, 1995)

c. Gempa Letusan

(37)

Gambar 15.Contoh rekaman gempa letusan(Siswowidjojo, 1995)

d. Gempa Tremor

Gempa tremor merupakan gempa yang menerus terjadi di sekitar gunungapi, jenis gempa ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

1. Tremor Harmonik, getaran yang menerus secara sinusoidal. Kedalaman sumber gempa diperkirakan antara 5 – 15 km.

2. Tremor Spasmodik, getaran terus menerus tetapi tidak beraturan. Sumber gempabumi diperkirakan mempunyai kedalaman antara 45 -60 km.

(38)

27

Gambar 16. Contoh rekaman gempa tremor harmonik dan spasmodik

(Siswowidjojo, 1995)

3.6. Penentuan Hiposenter dan Episenter Gempa Vulkanik

3.6.1. Penentuan Hiposenter

Gempa bumi berkaitan erat dengan adanya pelepasan energi secara mendadak yang terjadi di bumi. Pelepasan energi dapat disebabkan akibat terjadinya patahan-patahan baru ataupun bergesernya patahan lama, peristiwa benda jatuh, runtuhan aktivitas vulkanik dan lain-lain.

Hiposenter adalah titik awal terjadinya gempabumi dimana focus (bagian dalam bumi). Kedalaman sumber gempabumi adalah jarak hiposenter dihitung tegak lurus dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan km. Secara seismologist definisi hiposenter gempabumi adalah posisi dimana energi regangan yang tersimpan dalam batuan itu pertama dilepaskan, dan merupakan titik di mana patahan/retakan mulai pecah. Ini terjadi pada kedalaman hiposenter di bawah pusat gempa.

(39)

bertambahnya jarak tempuh (D) kedua gelombang tersebut. Hubungan yang lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 17. Penjalaran gelombang P dan S

Jarak tempuh gelombang P dan S dari pusat gempa (S) ke stasiun (R) adalah D:

D = Vp (tp – to) ; D = Vs (ts – to) (3.1)

Secara matematis hubungan antara jarak tempuh (D) dan S-P adalah:

D = k x (S-P) (3.2)

dimana:

=

Dimana k merupakan koefisien jarak dan nilai tetapan dari konstanta Omori, Vp

(40)

29

Jadi ada hubungan linier antara D dan S-P yaitu pada persamaan (3.2). Jadi, semakin besar harga dari S-P maka semakin jauh sumber gempa tersebut, tetapan

k disebut sebagai tetapan Omori yang bergantung pada kecepatan Vp, Vs atau Vp/Vs.

Gempa yang mempunyai S-P < 3detik disebut gempa mikro atau gempa vulkanik untuk daerah di gunungapi, 3 < S-P ≤ 4 detik disebut tektonik lokal, dan S-P > 4 detik disebut tektonik jauh.

3.6.2. Penentuan Episenter

Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari Hiposenter atau fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam sistem koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur.

Untuk menentukan lokasi sumber gempabumi diperlukan data waktu tiba gelombang seismik dengan sekurang – kurangnya 4 data waktu tiba gelombang P. Selain itu juga diperlukan data posisi stasiun yang digunakan dan model kecepatan gelombang seismik.

Episenter gempa dapat ditentukan secara manual maupun digital. Metode-metode yang digunakan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Metode Lingkaran

(41)

Dimana kita mencari titik perpotongan lingkaran-lingkaran yang dibuat dengan pusatnya ditiap-tiap stasiun dengan menggunakan data interval waktu tiba gelombang P dan gelombang S. Dalam metode ini, bumi dianggap sebagai media homogen.

Buat lingkaran dengan pusat di masing-masing posisi stasiun dengan jari-jari D. Pada daerah yang dibatasi oleh perpotongan ketiga lingkaran, tarik ketiga garis dari titik-titik perpotongannya sehingga diperoleh suatu segitiga. Perpotongan garis berat ketiga sisi segitiga tersebut adalah episenter gempa yang dimaksudkan. Jarak episentral terhadap masing-masing stasiun pengamatan dapat diukur langsung seperti kasus dua stasiun.

Gambar 18. Penentuan episenter dengan metode lingkaran tiga stasiun

(42)

31

2. Metode Wadati

Data yang diperlukan untuk metode Wadati adalah tp dan ts-tp. Diagram didapatkan dengan mengeplotkan k (ts-tp) sebagai absis dan tp sebagai ordinat. Data dari n stasiun akan memberikan garis optimal 1 yang dicari dengan metoda

least-square. Bentuk umum linier dapat dinyatakan sebagai y=Ax+B dan x dan y

masing-masing adalah ts-tp dan tp.

Perpotongan antara garis 1 dengan sumbu ordinat akan memberikan origin time

(to). Origin time adalah waktu terjadinya gempa di fokus. Slope garis tersebut

adalah

Vp

1

. Sehingga Dw dapat dicari dengan rumus:

ts-tp tp

(43)

Dw = ( ts- tp )Vp ` (3.5)

3. Metode Bola

Metoda ini memperbaiki metoda lingkaran dimana ruang hiposenter merupakan irisan tiga bola yang berpusat pada stasiun. Posisi episenter merupakan proyeksi posisi hiposenter ke permukaan. Karena metoda bola merupakan pengembangan dari metoda lingkaran, maka diperlukan pula data waktu tiba gelombang P dan gelombang S untuk menentukan besarnya jari-jari bola sebagai jarak hiposenter.

Jarak hiposenter dapat dicari dengan menggunakan hubungan :

r = Vp . tp =Vs . ts (3.5)

dimana Vp dan Vs adalah kecepatan gelombang P dan S, tp dan ts adalah waktu tiba gelombang P dan S si stasiun pengamat.

Apabila posisi-posisi stasiun pengamat adalah:

Z

S1= (X1, Y1)

E X

Y

Gambar 20. Jaringan sesmograf dengan tiga stasiun pengamatan S3= (X3, Y3)

(44)

33 memenuhi ketiga persamaan tersebut. Titik (X,Y,Z) itulah yang dapat ditafsirkan sebagai hiposenter dari titik (X,Y) merupakan posisi/koordinat di permukaan (episenter).

4. Metode Geiger

Metode Geiger menggunakan data waktu tiba gelombang P dan atau gelombang S. Anggapan yang digunakan adalah bahwa bumi terdiri dari lapisan datar yang homogen isotropik, sehingga waktu tiba gelombang gempa yang karena pemantulan dan pembiasan untuk setiap lapisan dapat dihitung. Cara yang digunakan dengan memberikan harga awal hiposenter, kemudian menghitung waktu rambat gelombang untuk setiap stasiun yang digunakan. Dari perhitungan ini didapatkan residu, yaitu perbedaan antara waktu rambat gelombang yang diamati dengan waktu rambat gelombang yang dihitung untuk setiap stasiun.

(45)

menentukan posisi hiposenter salah satunya adalah metode GAD. Geiger’s

Adaptive Damping (GAD) (Nishi, 2001), merupakan salah satu software yang

umum digunakan untuk penentuan posisi hiposenter terutama dalam penentuan lokasi hiposenter gempa di daerah gunungapi atau pada daerah yang mempunyai jarak yang relatif dekat antara sumber gempa dan penerima (receiver). Data yang harus dipersiapkan untuk menjalankan program ini adalah data waktu tiba, posisi seismometer dan struktur kecepatan.

Beberapa model sintetis dikembangkan untuk verifikasi program GAD, sehingga dapat diketahui pengaruh input data, terutama data waktu tiba, terhadap output

yang berupa posisi sumber gempa. Permasalahan dalam penentuan waktu tiba pada model terletak dalam penentuan waktu tempuh gelombang. Penentuan waktu tempuh gelombang ditentukan dari lintasan perambatan gelombang (raypath) dari sumber ke penerima. Lintasan perambatan gelombang (raypath) di GAD pada dasarnya menggunakan metode shooting. Pada metode shooting permasalahan dirumuskan dengan mencari sudut atau arah tembak yang tepat, sehingga lintasan gelombang berujung tepat pada koordinat stasiun penerima.

(46)

35

Model sintetis dikembangkan untuk verifikasi program GAD (Nishi, 2001), sehingga dapat diketahui pengaruh input data terhadap output yang berupa posisi sumber gempa. Input data untuk menjalankan program ini adalah posisi seismometer, waktu tiba dan struktur kecepatan. Posisi sumber yang terletak di tengah dan terkepung jaringan seismometer/ penerima merupakan posisi ideal dalam penentuan koordinat hiposenter (Andri, 2006).

3.7. Kurva Travel Time

Kurva waktu tempuh yang pertama, dirancang oleh Wiechert dan Zoopritz pada tahun 1907. Kurva ini dapat digunakan untuk menentukan episenter dengan keakuratan yang dapat diterima. Perbaikan kurva waktu tempuh dilakukan oleh

Jeffreys (1931) dengan menggunakan metode Leastsquare (LSQR). Dengan

metode ini perbedaan waktu tba gelombang P dan gelombang S dari hasil pengamatan (observed) dan perhitungan (calculated) dapat diminimalkan. Kemudian pada tahun 1939, Jeffreys dan Gutenberg mencari distribusi kecepatan dengan memakai inversi Herglotz – Wiechert dari data waktu tempuh gelombang. Tahun 1940 Jeffreys dan Bullen mengumpulkan data-data gempa dan kemudian menghasilkan tabel waktu tempuh untuk skala global, yang kemudian dapat dibuat kurva waktu tempuh Jeffreys – Bullen.

(47)

Model struktur kecepatan gelombang gempa yang biasa dipergunakan dalam studi seismologi adalah model Jeffrey-Bullen dan Herrin. Kedua model ini adalah model 1-dimensi struktur kecepatan gelombang gempa yang dihasilkan dari pengamatan sejumlah gempa yang terjadi di seluruh dunia.

Gambar 21. Model struktur kecepatan berdasarkan Jeffrey-Bullen (1956) dan Herrin (1968)

(48)

37

Pemakaian model struktur kecepatan Jeffrey-Bullen dan Herrin dalam perhitungan parameter hiposenter untuk gempa-gempa lokal dapat menimbulkan kesalahan pada hasil parameter yang ditentukan. Kesalahan ini disebabkan karena struktur kecepatan gelombang gempa di tiap tempat pada kenyataannya berbeda dengan model Jeffrey-Bullen dan Herrin yang berlaku umum. Dengan kata lain struktur interior bumi di tiap tempat berbeda-beda. Dengan demikian tingkat ketelitian penentuan parameter hiposenter untuk gempa-gempa lokal di suatu daerah dapat ditingkatkan kalau kita dapat membuat model struktur kecepatan gelombang gempa yang lebih sesuai untuk daerah tersebut.

Model struktur kecepatan gelombang gempa dapat ditentukan dengan memanfaatkan

seperangkat data pengamatan gempa yang meliputi data waktu tiba (arrival time) atau

waktu tempuh (travel time) gelombang gempa yang terekam pada seismogram.

Penentuan model struktur kecepatan gelombang gempa semacam ini dikenal sebagai

metoda inversi. Salah satu metoda yang paling populer dalam metoda inversi ini

adalah metoda inversi kuadrat terkecil (least squares) yang dikembangkan oleh

Crosson (Puspito, 1996).

Dalam tomografi waktu tempuh (travel time) gelombang seismik, input yang biasa digunakan dalam inversi adalah waktu tunda dari gelombang tersebut (baik gelombang P maupun S). Waktu tunda yang dimaksud adalah selisih antara waktu tempuh yang diamati (observed) dan dan waktu tempuh yang dihitung

(calculated) pada model kecepatan bumi tertentu. Waktu tempuh yang diamati

(observed) ditentukan dari pembacaan (picking) waktu tiba suatu gelombang pada

(49)

berdasarkan model kecepatan bumi yang digunakan (biasanya model 1D) (Widiantoro, 2000).

Pada penelitian ini, hanya dibatasi pada waktu tempuh yang diamati (observed) karena waktu tempuh ini menggunakan nilai selisih dari gempa sebenarnya (origin time) dengan waktu tiba (travel time) seperti dibawah ini:

Tobs = tp-to (3.9)

Dengan menggunakan kurva travel time yang merupakan kurva hubungan antara

travel time dan jarak episenter ke stasiun pencatat, dapat memberikan gambaran

variasi kecepatan pada kerak bumi secara radial. Dari kurva tersebut dapat diperoleh gradien kecepatan pada interval kedalaman tertentu (Telford, dkk.., 1976).

∆= =

(3.10)

Dengan T adalah waktu tempuh , ∆ adalah jarak episenter ke stasiun pencatat, v

adalah kecepatan rambat gelombang seismik dan s adalah perlambatan atau

slowness.

3.8. Frekuensi Diri (natural frequency)

Frekuensi adalah jumlah getaran sempurna atau gelombang sempurna dalam satu detik. Satu getaran atau gelombang sempurna adalah satu siklus gerakan naik dan turun dalam satu satuan waktu.

(50)

39

Frekuensi diri adalah frekuensi di mana sistem berosilasi ketika sistem itu terganggu.

Frekuensi resonansi adalah frekuensi yang mana frekuensi sumber sama dengan frekuensi diri sistem. Frekuensi diri adalah getaran ketika sistem bergetar tanpa gangguan gaya luar.

Frekuensi diri menjadi penting karena berbagai alasan, diantaranya:

1. Segala sesuatu di alam semesta memiliki frekuensi diri, dan banyak hal yang memiliki frekuensi diri lebih dari satu.

2. Jika kita mengetahui frekuensi diri suatu objek, maka kita akan mengetahui juga bagaimana objek itu akan bergetar.

3. Jika kita mengetahui bagaimana suatu objek bergetar, maka kita akan mengetahui jenis gelombang yang akan dihasilkan.

4. Jika kita ingin membuat jenis tertentu dari gelombang, kita harus membuat

objek dengan frekuensi diri yang sesuai dengan gelombang yang kita inginkan.

Frekuensi diri tergantung pada banyak faktor, seperti kekakuan, panjang, atau berat dari suatu objek. Kita dapat mengubah frekuensi natural sistem dengan mengubah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ukuran, inersia, atau kekuatan dalam sistem.

(51)

elastis tersebut, maka sistem elastis tersebut akan bereaksi berupa berosilasi. Peristiwa ini disebut resonansi, dan frekuensinya disebut frekuensi resonansi.

Cara mencari frekuensi diri adalah dengan mencari impedansi total dari rangkaian tersebut dan mencari frekuensi yg membuat bagian imajiner dari impedansi itu bernilai nol.

3.9. Fourier Transform (FT)

Joseph Fourier mengemukakan bahwa sebuah fungsi periodik dapat

direpresentasikan dengan mengkombinasikan penjumlahan tak hingga dari fungsi sinus dan cosinus. Representasi fungsi inilah yang kemudian dikenal sebagai

Deret Fourier. Beberapa tahun setelah penemuan ini, deret fourier dikembangkan

menjadi bentuk yang lebih umum sehingga dapat diterapkan pada fungsi yang non-periodik, bentuk yang lebih umum ini yang kemudian dikenal sebagai

Transformasi Fourier (FT). Sejak penemuan ini, transformasi fourier menjadi

metoda yang sangat cocok untuk menganalisis fungsi atau sinyal, karena transformasi fourier dapat mengubah fungsi atau sinyal dalam domain waktu ke domain frekuensi.

Biasanya sebuah fungsi digambarkan dalam domain waktu. Artinya yang diukur dari fungsi tersebut adalah waktu. Dengan kata lain, jika kita gambarkan fungsi tersebut pada sumbu simetri, maka sumbu x (sebagai variabel bebas) mewakili waktu, dan sumbu y (sebagai variabel tak bebas) mewakili nilai pada waktu t

(52)

41

Transformasi Fourier (Fourier Transform atau FT) dapat mengubah fungsi atau sinyal dalam domain waktu ke dalam domain frekuensi. Jika kita menerapkan FT pada sebuah fungsi dalam domain waktu, maka kita akan mendapatkan repesentasi frekuensi amplitudo fungsi tersebut. Dengan transformasi fourier, sebuah fungsi dapat digambarkan dalam sumbu x yang menunjukkan spektrum frekuensi dan sumbu y menunjukkan amplitudo.

Suatu parameter fisis yang berkaitan erat dengan fenomena geofisika adalah frekuensi. Parameter inilah yang menjadi pusat informasi dalam analisis karakteristik sinyal seismik suatu gunungapi. Oleh karena itu, untuk mempermudah analisis sinyal tersebut diperlukan suatu metode yang berfungsi mengubah domain waktu ke dalam domain frekuensi. Metode ini kita kenal dengan Transformasi Fourier.

(53)

Fungsi dilakukannya transformasi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi apakah suatu sinyal memiliki frekuensi tertentu atau tidak. Transformasi Fourier menggabungkan sinyal ke bentuk fungsi eksponensial dari frekuensi yang berbeda-beda.

Caranya adalah dengan didefinisikan ke dalam persamaan berikut:

Dapat kita katakan dari dua persamaan diatas bahwa X(ω) adalah transformasi Fourier dari x(t) yang mengubah x(t) dari domain waktu ke domain frekuensi. Jika kita memiliki sinyal x(t) maka pasangan transformasi Fouriernya adalah X(ω)

 

 

Apabila x(t) adalah gelombang yang terpisah menjadi beberapa gelombang sinus

dan X(ω) adalah Transformasi Fourier dari x(t) dan i = 1. Berikut adalah persamaan transformasi invers Fourier yang mengubah X(ω) kembali ke x(t).

 

 

(54)

52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik

Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya aktifitas desakan fluida dari bawah menuju permukaan, sehingga menghasilkan retakan (fracture) yang menyebabkan terjadinya gempa vulkanik. Gempa-gempa yang terjadi pada umumnya berada di bawah kawah yang aktif.

Dilihat dari gambar persebaran hiposenter Gunung Sinabung, bahwa gempa vulkanik pada Gunung Sinabung terkonsentrasi di kedalaman sekitar 0-4 km bawah permukaan laut, tepat di bawah kawah gunung. Itu mengindikasikan bahwa desakan magma pada Gunung Sinabung sangat aktif pada jangka waktu selama 1 tahun 6 bulan. Gempa lebih banyak menyebar di sekitar stasiun LauKawar (KWR) dan stasiun Mardinding (MRD), berarti bisa dikatakan pergerakan magma lebih condong ke arah bagian barat laut (Gambar 31).

(55)

kemudian pada bulan maret-mei 2012 aktifitas meningkat dan juni 2012 aktifitas sudah mulai menurun.

Gambar 31. Episenter gempa vulkanik Gunung Sinabung

Terjadinya gempa gunungapi adalah karena desakan fluida yang mendorong magma ke atas sehingga terbentuk rekahan-rekahan yang membentuk jalan baru magma menuju ke atas. Dari pergerakan rekahan itulah yang menyebabkan gempa vulkanik.

(56)

54

menekan permukaan tanah di atasnya yang biasa disebut inflasi. Kemudian setelah terjadinya letusan, tekanan magma di dalam tubuh gunungapi telah melemah dan permukaan tanah berangsur kembali ke posisi normal yang sering disebut deflasi.

Asumsi model mekanisme vulkanik ini didasari oleh distribusi hiposenter yang ada pada Gunung Sinabung. Pada daerah yang di luar lingkaran retakan, itu merupakan daerah low frequency, dimana daerah ini berasosiasi dengan retakan-retakan dan menjangkau kedalaman yang dalam, sehingga frekuensi yang terekam rendah. Sedangkan pada daerah yang masuk ke dalam lingkaran magma camber, termasuk daerah high frequency dimana pada daerah tersebut memiliki nilai frekuensi >1 Hz, karena memiliki kedalaman yang dangkal, sehingga frekuensi nya lebih besar. Magma justru bukan berada pada daerah pas titik-titik hiposenter, tetapi Bisa dikatakan pergerakan magma pada kedalaman ini sangat padat dan kedalamannya tidak begitu terletak di daerah yang kosong di sekitar hiposenter.

(57)
(58)

56

(59)

5.2. Lintasan Sinar Gelombang

Gelombang gempa yang dipancarkan oleh sumbernya akan menjalar ke segala arah dengan tipe kecepatan dan arah penjalaran bervariasi tergantung pada sifat fisis dan dimensi medium. Untuk medium yang paling sederhana, yaitu medium yang homogen, maka gelombang gempa menjalar sebagai sinar yang berbentuk garis lurus. Pada dasarnya penentuan cakupan sinar gelombang seismik ini adalah untuk persiapan sebelum melakukan ray tracing pada tahap tomografi. Tahap pertama dapat ditentukan cakupan sinar gelombang dari sumber gempa yang melintasi tiap blok menuju penerima dengan cara menarik garis lurus dari sumber gempa ke 4 stasiun permanen yang ada di Gunung Sinabung. Dari sekitar lebih kurang 500 sumber gempa dan mempunyai 4 stasiun permanen.

(60)

58

Gambar 35. Lintasan sinar gelombang dalam bidang vertikal barat-timur (kiri) dan vertikal utara-selatan (kanan)

(61)

5.3. Penentuan Kurva Travel Time

Saat terjadi gempa vulkanik, gelombang gempa akan direkam oleh seismogram pada koordinat dan waktu tiba (arrival time) yang sudah diketahui sehingga waktu tempuh (travel time) untuk setiap gelombang dapat ditentukan. Kurva waktu tempuh (travel time) didapat dari hubungan antara waktu tempuh (travel time) gelombang seismik terhadap jarak (dari sumber ke stasiun).

Penentuan kurva kecepatan waktu tempuh (travel time) adalah dengan menggunakan hubungan waktu tempuh pengamatan (observed) dengan jarak episenter. Bisa dilihat pada gambar. 37, bahwa plotting yang didapat adalah sebaran kecepatan dari persebaran hiposenter.

Dimana pada sumbu y adalah travel time dari gelombang P, yaitu waktu yang dibutuhkan gelombang P dari sumber menuju seismometer atau stasiun. Sumbu x

merupakan jarak dari sumber (hiposenter) menuju seismometer atau stasiun.

Penentuan travel time dengan menggunakan metode Wadati, dimana data yang diperlukan untuk menentukan metode Wadati adalah tp dan ts-tp, tp sebagai

traveltime (waktu) dan ts-tp sebagai hypocenter distance (jarak). Persamaan hasil

(62)

60

Gambar 37. Kurva travel time rata-rata

Gambar. 37 menunjukkan nilai kurva travel time rata-rata dari semua stasiun, persamaan untuk menentukan kecepatan dari 4 stasiun seperti berikut:

(63)

Gambar 38 merupakan gambar kurva regresi linear untuk masing-masing stasiun yang ada di Gunung Sinabung. Dari bentuk umun linear y=Ax+B, disini yang dibaca adalah nilai dari A atau nilai dari kemiringan regresi linear.

Tiap kurva memiliki nilai A yang berbeda-beda, makin besar nilai kemiringan/gradien maka semakin lama waktu tempuhnya, jadi jarak membesar sedikit butuh waktu yang lebih lama. Untuk gradien landai atau nilai dari kemiringannya kecil, berarti jarak semakin besar, perubahan waktu tempuhnya tidak sebesar gradien tinggi.

Pada stasiun SKN memiliki nilai kemiringan A = 0,265° Pada stasiun KWR memiliki nilai kemiringan A = 0,256° Pada stasiun SKM memiliki nilai kemiringan A = 0,306° Pada stasiun MRD memiliki nilai kemiringan A = 0,253°

Berdasarkan pernyataan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa pada stasiun SKM memiliki gradien yang paling tinggi berdasarkan nilai kemiringan A, kemudian menyusul pada stasiun SKN, stasiun KWR, dan yang paling kecil atau paling landai adalah gradien pada stasiun MRD.

Dari persamaan regresi linier, untuk menentukan nilai kecepatan tiap stasiun bisa menggunakan v=1/a, dimana a adalah gradien, sehingga kecepatan bisa dikatakan berbanding terbalik dari gradien.

Sehingga kecepatan dari tiap stasiun didapatkan seperti berikut:

(64)

62

.

Gambar 38. Kurva Travel time SKN, KWR, SKM, MRD

Berikut adalah tabel kecepatan dari setiap event dengan masing-masing kecepatan di tiap stasiun, dimana nilai kecepatannya didapat dari hubungan antara nilai jari-jari (R) satu sumber gempa menuju 4 stasiun dengan waktu tempuh masing-masing sumber menuju penerima.

(65)
(66)

64

9 SKN 46,63 51,76 5,13 16,7004 3,255

KWR 52,04 5,41 18,2430 3,372

SKM 51,23 4,60 15,3206 3,331

MRD 51,66 5,03 17,0144 3,383

Tingkat ketelitian penentuan parameter hiposenter untuk gempa-gempa pada gunung api vulkanik di suatu daerah dapat ditingkatkan kalau kita dapat membuat model struktur kecepatan gelombang gempa yang lebih sesuai untuk daerah tersebut.

5.4. Analisis karakteristik frekuensi

Dari nilai 9 sumber gempa pada gunung Sinabung, maka perlu juga untuk mengetahui karakteristik frekuensi pada setiap lapisan. Pada dasar nya, untuk frekuensi dominan terbesar pada gempa vulkanik Gunung Sinabung mencapai sekitar 2,18 Hz.

Dibawah ini adalah episenter dan hiposenter sumber gempa yang digunakan untuk menentukan karakter frekuensi pada gunung Sinabung.

(67)

Gambar 40. Hiposenter pilihan Gunung Sinabung

.

Gambar 41. Hiposenter pilihan 3D Gunung Sinabung

Untuk karakteristik frekuensi pada Gunung Sinabung sendiri sudah memenuhi persyaratan untuk frekuensi gempa vulkanik, berikut ini adalah analisis karakteristik frekuensi di tiap lapisan pada Gunung Sinabung:

(68)

66

a. Ketinggian 2 sampai 0 km diatas permukaan

Gambar 42. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada ketinggian 2-0 km

Letak gempa untuk frekuensi ini terletak di lapisan atas permukaan, lebih tepatnya di badan gunung. Ketinggian yang digunakan adalah ketinggian 2 km dari atas sampai dasar lapisan 0 km. Event 1 yang digunakan adalah 1204100108 dengan kedalaman 1.46 km dari puncak gunung.

Nilai frekuensi dominan pada stasiun SKN adalah 0,79 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah 1,19 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah 1,89 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah 1,06 Hz.

(69)

32775,27 m, stasiun KWR sebesar 65956,68 m, stasiun SKM sebesar 30590,25 dan stasiun MRD adalah sebesar 1426 m. Energi paling besar pada ketinggian ini adalah pada stasiun KWR.

b. Kedalaman 0 sampai 2 km dpl

Gambar 43. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 0-2 km

Pada lapisan pertama di bawah permukaan dengan kedalaman 0 sampai dengan 2 km, yang digunakan pada event 2 adalah1205190902 dengan kedalaman -0,002. Tiap stasiun memiliki nilai frekuensi yang berbeda-beda.

(70)

68

frekuensi dominan sebesar 1,24 Hz, dan stasiun MRD memilik frekuensi dominan sebesar 0,87 Hz.

Frekuensi yang terkecil adalah frekuensi di stasiun MRD. Frekuensi dengan kedalaman dangkal ini terekam di sekitar pipa kepundan yang menuju ke puncak. Energi untuk kedalaman ini yaitu pada stasiun SKN adalah sebesar 48070,4 m, stasiun KWR adalah sebesar 38081,22 m, stasiun SKM adalah sebesar 46839,35 m, dan pada stasiun MRD adalah sebesar 14555,96 m. Energi maksimal pada pusat gempa dikedalaman ini adalah terletak pada stasiun SKN.

c. Kedalaman 2 sampai 4 km dpl

Gambar 44. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 2-4 km

(71)

Karakteristik masing-masing frekuensi pada kedalaman ini antara lain, frekuensi dominan pada stasiun SKN sebesar 1.17 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR sebesar 1.31 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM sebesar 0,8 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD sebesar 0,89 Hz.

Frekuensi paling kecil adalah pada frekuensi stasiun MRD, bisa dilihat pada gambar bahwa memiliki frekuensi yang lemah sampai tidak terlalu terlihat puncak frekuensi. Untuk frekuensi pada stasiun SKM memiliki range yang besar dan

noise hampir sama dengan puncak frekuensi yang sebenarnya.

Pada kedalaman ini, energi yang dikeluarkan pada tiap stasiun dimana pada stasiun SKN adalah 21290,61 m, pada stasiun KWR sebesar 6312,63 m, stasiun SKM sebesar 9625,63 m, dan stasiun MRD sebesar 1393,50 m. Energi maksimal pada kedalaman ini terletak pada stasiun SKN dan yang paling kecil energinya adalah pada stasiun MRD dengan jarak yang relatif jauh.

(72)

70

Gambar 45. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 4-6 km

Kedalaman 4 sampai dengan 6 km ini memiliki gempa vulkanik yang baik sehingga semua frekuensi di tiap stasiun memiliki frekuensi yang jelas. Pada event

4 menggunakan 1204081601 dengan kedalaman yang digunakan adalah -4,257 km. Frekuensi dominan pada stasiun SKN adalah sebesar 0,78 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah sebesar 1,23 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah sebesar 1,16 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah sebesar 1.04 Hz.

Untuk frekuensi pada stasiun MRD, frekuensi nya sangat baik di bandingkan dengan kedalaman 0-2 km. Diasumsikan bahwa pada kedalaman ini kekuatan gempa nya dekat dengan stasiun, karena letak receiver nya di sekitaran lembah ladang warga, mungkin saja mencapai kedalaman 4-6 km.

(73)

terdapat pada stasiun KWR, dimana energi maksimal disini merupakan energi terbesar dibandingkan energi pada stasiun lainnya.

e. Kedalaman 6 sampai 8 km dpl

Gambar 46. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 6-8 km

(74)

72

Frekuensi terkecil ada pada stasiun MRD. Tetapi pada dasarnya untuk kedalaman ini tidak termasuk kategori very low frequency (vlf), karena nilai frekuensi nya >1 Hz. Bisa dikatakan pergerakan magma pada kedalaman ini sangat padat. Dilihat dari persebaran hiposenter, pada kedalaman ini yang memiliki banyak sekali sumber gempa, dan jelas bahwa semakin banyak gempa maka semakin terlihat bahwa desakan magma terkonsentrasi pada kedalaman tersebut.

Energi pada kedalaman ini tidak mempunyai perbedaan yang mencolok dibandingkan stasiun lainnya, dimana pada stasiun SKN memiliki energi sebesar 56345,01 m, pada stasiun KWR sebesar 47454,87 m, pada stasiun SKM 23095,67 m, dan pada stasiun MRD adalah sebesar 23727,43 m. Energi maksimal terletak pada stasiun SKN.

f. Kedalaman 8 sampai 10 km dpl

(75)

Kedalaman 8 sampai dengan 10 km adalah kedalaman yang cukup dalam untuk sebuah gunung api. Untuk event 6 yang digunakan adalah 1103012259 dengan menggunakan kedalaman -8,776 km. Jadi, pada kedalaman ini masih termasuk golongan gempa yang padat karena kedalamannya masih sekitar 8 km.

Frekuensi dominan pada stasiun SKN adalah sebesar 0,89 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah sebesar 1,33 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah sebesar 0,80 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah sebesar 0,60 Hz.

Frekuensi terkecil terdapat pada stasiun MRD. Frekuensi pada stasiun KWR memiliki 3 puncak yang hampir sama, berarti ada gangguan yang besar yang mengganggu dari gempa vulkanik pada kedalaman ini. Bisa jadi dekat dengan danau Laukawar yang mungkin bisa terjadi patahan di sekitar danau.

(76)

74

g. Kedalaman 10 sampai 12 km dpl

Gambar 48. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 10-12 km

Pada kedalaman 10 sampai dengan 12 km sudah mulai jarang terjadi gempa vulkanik. Event 7 yang digunakan 1101200845 dengan kedalaman -10,929 km. Frekuensi dominan pada stasiun SKN adalah sebesar 1,2 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah sebesar 1.18 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah sebesar 2,1 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah sebesar 0,67 Hz.

(77)

Energi pada kedalaman ini, paling rendah di bandingkan dengan kedalaman lain karena terlihat pada persebaran hiposenter dimana jarang terjadi gempa di kedalaman ini. Energi nya diantara lain, pada stasiun SKN sebesar 13962,1 m, pada stasiun KWR adalah sebesar 14781,22 m, pada stasiun SKM adalah sebesar 22400,72 m, dan pada stasiun MRD adalah sebesar 4773,68 m. Terlihat energi maksimal terdapat pada stasiun SKM dan paling rendah dibandingkan kedalaman yang lainnya.

h. Kedalaman 12 sampai 14 km dpl

Gambar 49. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 12-14 km

Kedalaman 12 sampai dengan 14 km ini hanya ada 1 sumber gempa yang terjadi.

(78)

76

dominan pada stasiun SKN adalah sebesar 1 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah sebesar 1.38 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah sebesar 2,18 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah sebesar 0,60 Hz.

Frekuensi SKM pada kedalaman ini juga memiliki banyak noise yang besar karena hampir sama dengan puncak frekuensi gempa vulkanik. Terjadinya noise

ini karena adanya patahan yang menyebabkan bercampurnya gempa vulkanik dan tektonik di gunung api.

Untuk energi pada kedalaman ini, memiliki energi pada stasiun SKN adalah sebesar 19665,16 m, pada stasiun KWR adalah sebesar 4442,6 m, pada stasiun SKM adalah sebesar 5643,5 m, dan pada stasiun MRD adalah sebesar 3787 m. Energi maksimal pada kedalaman ini terletak pada stasiun SKN.

(79)

Gambar 50. Karakteristik frekuensi tiap stasiun pada kedalaman 14-16 km

Kedalaman gempa terakhir yang terekam pada tahun 2011 sampai juni 2012 adalah pada kedalaman 14 sampai dengan 16 km. Event 9 yang digunakan adalah 1112150346 dengan kedalaman -14,886 km. Frekuensi dominan pada stasiun SKN adalah sebesar 1,06 Hz, frekuensi dominan pada stasiun KWR adalah sebesar 1,26 Hz, frekuensi dominan pada stasiun SKM adalah sebesar 0,84 Hz, dan frekuensi dominan pada stasiun MRD adalah sebesar 0,36 Hz.

Bisa dilihat secara keseluruhan bahwa, frekuensi pada stasiun MRD semakin dalam semakin kecil dan puncak frekuensi susah untuk dilihat, stasiun MRD ini sangat terlihat sekali perubahannya dari frekuensi kecil, berubah menjadi besar dan semakin kedalam berubah menjadi kecil lagi. Frekuensi pada stasiun SKM dari awal lebih banyak memiliki noise dibandingkan stasiun yang lainnya. Untuk frekuensi pada stasiun SKN dan KWR cukup stabil karena sebaran gempa itu bergerak tepat dibawah dua stasiun ini, sehingga rekaman gempanya terlihat baik dan begitu juga dengan frekuensinya.

(80)

78

memiliki range frekuensi yang lebih lama dibandingkan gempa-gempa yang lain. Sedangkan frekuensi yang terbesar adalah pada stasiun SKN, yang nilai frekuensi nya dominan lebih besar dibandingkan frekuensi pada stasiun lainnya.

Masing-masing sumber gempa di tiap lapisan memiliki karakteristik frekuensi yang berbeda yang bisa dilihat dari nilai frekuensi minimum, frekuensi puncak sampai dengan frekuensi maksimum. Pergerakan gempa pada tiap lapisan melewati berbagai macam jenis medium yang semua itu berbeda-beda. Dibuktikan dengan perbedaan range frekuensi tiap stasiun juga yang berbeda.

Begitu juga dengan energi dari frekuensi secara keseluruhan didominasi oleh SKN untuk energi terbesar dan pada stasiun MRD memiliki lebih banyak energi yang rendah. Untuk energi yang paling besar adalah pada stasiun KWR di kedalaman 4 s.d 6 km dpl dengan nilai amplitudo sebesar 129335,74 m dan energi paling rendah adalah pada stasiun MRD di kedalaman 2 s.d 4 km dpl dengan nilai amplitudo sebesar 1393,5 m.

(81)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun yang bisa disimpulkan dari penelitian ini ialah:

1. Arah gempa vulkanik dalam jangka waktu 1 tahun 6 bulan lebih condong ke arah barat laut yaitu pada stasiun Laukawar (KWR) dan stasiun Mardinding (MRD).

2. Gempa vulkanik pada Gunung Sinabung terkonsentrasi di kedalaman sekitar 0 s.d 4 km bawah permukaan laut.

3. Mekanisme vulkanik terletak di magma chamber pada Gunung Sinabung yang dilihat dari barat-timur dan utara-selatan, yaitu pada kedalaman sekitar 12 km dpl (Gambar 32 dan Gambar 33).

4. Hasil kecepatan rata-rata gelombang P berdasarkan posisi hiposenter dari kurva travel time adalah sebesar 3,33 km/s (Gambar 37).

5. Untuk kecepatan tiap stasiun, stasiun SKM memiliki gradien yang paling tinggi, kemudian menyusul pada stasiun SKN, stasiun KWR, dan yang paling kecil atau paling landai adalah gradien pada stasiun MRD (Gambar 38).

(82)

80

7. Untuk frekuensi secara keseluruhan, stasiun SKM memiliki frekuensi dominan lebih kecil, tetapi SKM memiliki range frekuensi yang lebih lama dibandingkan pada stasiun lainnya.

8. Energi dari frekuensi secara keseluruhan didominasi oleh SKN untuk energi terbesar dan pada stasiun MRD memiliki lebih banyak energi yang rendah.

6.2 Saran

(83)

DAFTAR PUSTAKA

Andri, 2006. Pemodelan Kedepan Struktur Kecepatan di Bawah Kompleks

Krakatau dengan Menggunakan Solusi Persamaan Gelombang

danPersamaan Eikonal. Teknik Geofisika. ITB.

Crosson, R.S. 1976. "Crustal structure modeling of earthquake data: 1. Simultaneous least squares estimation of hypocenter and velocity

parameters", Journal Geophysical Research, Vol.81, Hlm. 4381-4399.

Elnashai, S.A. dan Sarno, D.L. 2008. Fundamental of Earthquake Engineering. Wiley. Hongkong.

Herrin, E. 1968. "Seismological Tables for P Phases", Bulletin of Seismological

Society of America, No.58, Hlm. 1193-1241.

Indira, N. K. dan Gupta, P. K. 1998. Inverse Methods, Narosa Publishing House. New Delhi.

Iguchi, M. et al., 2012, Methods for Eruption Prediction and Hazard Evaluation

at Indonesian Volcanoes. Journal of DisasterResearch Vol.7 No. 1, 2012.

Jeffrey, H and KE Bullen. 1956. "Seismological Tables", British Association for

the Advancement of Science. London.

Lay, T. dan Wallace, T.C. 1995. Modern Global Seismology. Academic Press, New York, USA.

Lee. W. H. K dan Stewart. S. W. 1981. Principles and Aplications of

Microearthquake Network, Academic Pres, Inc.

Nishi, K. 2005. Hypocenter Calculation Software GAD (Geiger’s method with

Adaptive Damping), ver.1, JICA report - May 2005.

Gambar

Tabel 1. Tipe-tipe gempa
Gambar 12. Proses pergerakaan magma ke permukaan sebagai penyebab
Gambar 13. Contoh rekaman gempa Vulkanik tipe A (Siswowidjojo, 1995)
Gambar 15. Contoh rekaman gempa letusan (Siswowidjojo, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberi Fidusia tidak berhak untuk rnelakukan Fidusia ulang atas --- Obyek Jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia juga tidak diperkenankan --- untuk membebankan dengan cara

(1) Diklat fungsional berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan Diklat yang disusun secara berjenjang sesuai dengan jenjang jabatan yang

a) Sosiologi pendidikan sebagai analisis dari proses sosialisasi. Dasarnya adalah pemahaman kelompok.. 25 sosial mempengaruhi kelakuan individu. Sehingga dikemukakan

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Ketua BAN PAUD dan PNF tentang Penetapan Status Akreditasi Program dan

b. Pada tahap pelaksanaan tindakan yaitu kegiatan inti pelaksanaan tindakan untuk siklus I, secara keseluruhan diperoleh jawaban alternatif ”Ya” sebesar 62% berada pada

Peradilan pajak di Indonesia merupakan peradilan administrasi yang bersifat khusus di bidang perpajakan. Dalam Pasal 2 UU Pengadilan Pajak disebutkan

Suzuki, Hiroyuki &amp; Sonam Wangmo (2014) Language evolution and vitality of Lhagang Tibetan, a Tibetic language as a minority in Minyag Rabgang. Paper presented at the

Publik, terutama yang berkenaan dengan Pemberdayaan Masyarakat serta dapat memperkaya kepustakaan dalam topik peningkatan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat dan