• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENERAPAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

PADA SMP NEGERI 5 KOTA BENGKULU

Syafdi Maizora, Nurul Astuty, Ezi Apino

Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Bengkulu Jalan W.R. Supratman Kota Bengkulu

ABSTRAK

Pembelajaran matematika masih berpusat kepada guru dengan menggunakan metode ceramah. Selain itu siswa hanya terbiasa menyelesaikan soal-soal yang mirip dengan apa yang dicontohkan guru. Penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII C SMP Negeri 5 Kota Bengkulu tahun ajaran 2012/2013. Hasil penelitian yaitu, untuk meningkatkan keaktifan siswa dapat dilakukan dengan mengefektifkan kegiatan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah, mendorong siswa aktif dalam kegiatan presentasi, memotivasi siswa untuk berani bertanya dalam kegiatan pemecahan masalah. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari nilai rata-rata hasil tes belajar siklus I hingga siklus III yaitu: 66,73; 67,82 dan 74,73, dengan persentase ketuntasan belajar siswa dari siklus I hingga siklus III yaitu: 54,54%; 72,73% dan 81,82%.

Kata Kunci : Creative Problem Solving, Pemecahan Masalah.

PENDAHULUAN

Salah satu bidang ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan adalah matematika. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan menjadi dasar bagi bidang ilmu lain seperti fisika, kimia, ekonomi, akuntansi dan bidang ilmu lainnya. Matematika juga merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah yang diperlukan untuk menambah kemampuan berpikir logis,

sistematis dan kritis. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha perbaikan dalam pembelajaran matematika guna meningkatkan kualitas dan prestasi belajar matematika siswa (Ermawati, 2009 : 1).

(2)

2 masuk saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga diikuti dengan penggunaan strategi pembelajaran yang monoton dengan model, metode, dan pendekatan serta penggunaan media yang dianggap kurang memotivasi siswa untuk belajar matematika.

Kurangnya variasi dalam proses pembelajaran tentunya mempunyai pengaruh terhadap minat belajar siswa. Selain itu, guru juga jarang melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung hanya menerima informasi yang disampaikan oleh guru tanpa adanya inisiatif dari siswa untuk mencari informasi secara mandiri. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan siswa tidak terlatih untuk mengembangkan kreatifitas dan proses berpikir dalam pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru untuk melibatkan partisipasi siswa secara optimal dalam pembelajaran Creative Problem Solving. Pembelajaran ini

lebih memusatkan kepada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan, sehingga dapat menim- bulkan minat sekaligus kreatifitas siswa dalam mempelajari matematika

dan diharapkan agar siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari proses maupun hasil belajarnya.

TINJAUAN PUSTAKA Strategi pemecahan masalah kreatif dalam penyelesaian masalah mengandung makna tentang segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berpikir kreatif dengan tujuan menyelesaikan permasalahan secara kreatif. Dalam implementasinya, Creative Problem Solving dilakukan melalui solusi kreatif. Menurut Noller dalam Suryosubroto (2009 : 199) solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.

(3)

3 melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, tetapi keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Model pembelajaran Creative Problem Solving ini menuntut siswa untuk aktif sehingga dalam pembelajaran siswa mampu mengeluarkan kemampuan – kemam- puan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang belum mereka temui. Aktif disini berarti siswa banyak melakukan aktivitas selama proses belajar berlangsung. Menurut Cahyono sasaran dari Creative Problem Solving adalah (1) Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah, (2) Siswa mampu menemukan kemungkinan – kemung- kinan strategi pemecahan masalah, (3) Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan – kemung- kinan tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada, (4) Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal, (5) Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi peme-cahan masalah.

(http://www.adi-negara.blogspot.com/, diakses tanggal 1 Desember 2012).

Parmes dalam Suryosubroto (2009 : 200) mengemukakan adanya lima langkah yang melibatkan imajinasi dan pembenaran dalam menangani situasi dan pembahasan suatu masalah. Langkah – langkah Creative Problem Solving tersebut bila

diterapkan dalam pembelajaran adalah : (1) Penemuan fakta, (2) Penemuan masalah, (3) Penemuan gagasan, (4) Penemuan jawaban, dan (5) Penentuan penerimaan.

(4)

4 siswa ≥70 dengan ketuntasan klasikal sebesar 75%.

HASIL PENELITIAN 1. Aktivitas Siswa.

Hasil observasi aktivitas siswa pada pembelajaran dengan meng-gunakan model pembelajaran Creative Problem Solving pada siklus I diperoleh skor 25 dengan kriteria cukup. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving pada siklus I belum optimal.

Pada siklus I diperoleh gambaran bahwa siswa sama sekali belum tertarik untuk membaca dan memahami masalah yang diberikan serta aktivitas pemecahan masalah lainnya dan siswa juga belum dapat mengikuti pelaksanaan diskusi dengan baik. Selain itu, siswa juga belum dapat melaksanankan presentasi dengan baik dan partisipasi siswa ketika presentasi masih sangat kurang.

Pada siklus II aktivitas siswa mengalami peningkatkan dimana diperoleh skor 36 dan berada pada kriteria baik. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving pada siklus II sudah dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa. Hal ini memberikan gambaran bahwa siswa mulai tertarik pada proses pembelajaran dan mulai berusaha untuk mencoba memahami dan menemukan alternatif pemecahan masalah. Selain itu, pada saat melakukan aktivitas diskusi kelompok siswa terlihat lebih aktif dibandingkan siklus I, dimana siswa yang berke-mampuan tinggi sudah mau menga-rahkan dan membimbing anggota kelompok lainnya. Sedangkan pada aktivitas presentasi siswa juga mulai terlihat percaya diri dalam melakukan presentasi.

Pada siklus III aktivitas siswa mengalami peningkatan signifikan dibandingkan siklus sebelumnya dimana skor aktivitas siswa pada siklus III adalah sebesar 43 dan berada pada kriteria baik. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Creative Problem Solving berhasil meningkatkan

akti-vitas siswa dalam kegiatan pembe-lajaran matematika.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas

(5)

0,00

proses pemecahan m terlaksananya aktivita sebut maka siswa keterampilan pemecah dapat memperluas siswa dalam kegiata Hal ini sesuai denga dikemukan oleh Febriana (2010) b Problem Solving ada

pembelajaran yan pemusatan pada p keterampilan pemecah diikuti dengan keterampilan. Ketika suatu pertanyaan, melakukan keterampi masalah untuk mengembangkan tang 2. Hasil Belajar

Hasil belajar penelitian ini ditentu hasil tes yang dipero siklus. Berikut merup belajar siswa pada set

5 Siklus II Siklus III

etuntasan Klasikal masalah. Dengan

itas – aktivitas ter-a ter-akter-an memiliki cahan masalah yang s proses berpikir atan pembelajaran. gan pendapat yang Pepkin dalam bahwa Creative dalah suatu model ang melakukan pengajaran dan cahan masalah yang an penguatan ka dihadapkan pada n, siswa dapat pilan memecahkan memilih dan nggapannya

jar siswa pada ntukan berdasarkan eroleh siswa setiap rupakan grafik hasil setiap siklus.

Nilai rata-rata sis I sebesar 66,73 dengan 47 dan nilai tertinggi 90 nilai rata-rata siswa dengan nilai terendah tertinggi 93, sedangkan nilai rata-rata siswa dengan nilai terendah tertinggi 96.

Pada siklus I nila masih rendah deng belajar klasikal sebesar 4.2). Hal ini menunjuk dari 22 siswa yang had memperoleh nilai ≥ 7 diperoleh tersebut bahwa hasil belajar rendah dimana masi siswa yang belum tun memenuhi indikator tindakan.

Pada siklus II sec hasil belajar sisw peningkatan dimana siswa sebesar 67,82 den belajar klasikal sebesar yang tuntas pada siklus orang dan masih ada yang belum tuntas. M siklus II ini nilai mengalami peningkata klasikal ketuntasan bel

siswa pada siklus gan nilai terendah i 90. Pada siklus II a sebesar 67,82 ah 47 dan nilai kan pada siklus III a sebesar 74,73 ah 40 dan nilai

ilai rata-rata siswa ngan ketuntasan sar 54,54% (tabel jukkan bahwa 12 hadir pada saat tes

≥ 70. Hasil yang t menunjukkan jar siswa masih asih terdapat 10 tuntas dan belum tor keberhasilan

(6)

6 meningkat, tetapi terdapat 5 orang siswa yang mengalami penurunan nilai yang cukup signifikan. Terjadinya penurunan nilai 5 orang siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti belum adanya keinginan yang kuat dari kelima anak tersebut untuk berusaha mencoba memahami masalah pada saat diskusi kelompok. Selain itu, selama diskusi kelompok berlangsung aktivitas siswa-siswa tersebut juga tidak menunjukkan kemajuan meski-pun guru sudah memotivasi siswa-siswa tersebut dan melakukan perubahan kelompok belajar.

Nilai rata-rata siswa pada siklus III mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan siklus sebelumnya, dimana nilai rata-rata siswa pada siklus ini sebesar 74,73 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 81,82%. Hasil tersebut telah memenuhi indikator keberhasilan dan sekaligus menunjukkan bahwa pene-rapan model pembelajaran Creative Problem Solving berhasil mening-katkan hasil belajar siswa

Hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Keberhasilan tersebut

menun-jukkan bahwa siswa sudah memiliki kemampuan berpikir kreatif-kritis, dimana kemampuan tersebut tercermin dalam aktivitas – aktivitas yang dila-kukan siswa dalam kegiatan peme-cahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Chaedar Al Wasilah dalam Suryosubroto (2009) yang menge-mukakan bahwa syarat munculnya kemampuan berpikir kreatif – kritis adalah memiliki pengetahuan yang luas ihwal bidang yang dikuasainya, mempunyai kemampuan dalam mem-bagi tugas dan bertanggung jawab dalam mencari, menentukan, dan merumuskan informasi baru, serta adanya keinginan yang kuat untuk menentukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah.

SIMPULAN

(7)

7 masalah.

Penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus yang mengalami peningkatan. Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 66,73, pada siklus 2 adalah 67,82, dan pada siklus III adalah 74,73. Ketuntasan belajar klasikal siswa mengalami peningkatan setiap siklus dari 54,54% pada siklus I menjadi 72,73% pada siklus II dan terus meningkat menjadi 81,82% pada siklus III

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, dkk.. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Cahyono, Adi N. 2007.

Pengembangan Model Kreatif Problem Solving Berbasis Teknologi, Artikel (online),

http://www.adi-negara.blogspot.com

,

diakses tanggal 1 Desember 2012.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang : Penerbit IKIP Malang. Ibrahim, R dan Nana Syaodih. 2003.

Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Ismail, dkk.. 2004. Kapita Selekta

Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Liana, Eva. 2010. Penerapan Strategi

Pembelajaran Cooperative Solving Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Trigonometri di Kelas X-A SMA Negeri 9 Kota Bengkulu. Skripsi tidak diterbitkan. Bengkulu : UNIB. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan

Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Slameto. 1998. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Bina Aksara.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Uno, Hamzah B. 2009. Model

Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Uno. Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta : Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem yang diterapkan pada ruang koleksi refrense yaitu sistem layanan terbuka dimana pengunjung dapat mengambil buku secara langsung di rak yang tersedia, namun

Pada proses ini peneliti berserta masyarakat RT 19 melakukan pertemuan kembali di rumah ibu titin pada tanggal 30 maret 2018. Membahas tentang mimpi-mimpi yang ingin

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Nilai rasio tersebut diperoleh dari hasil bagi antara komponen-komponen High Quality Liquid Asset (HQLA) dibandingkan dengan proyeksi arus kas keluar bersih ( Net

Dari pengujian yang telah dilakukan yaitu ketika client di konfigurasi bandwidth yang sama dan berbeda tanpa menggunakan prioritas membuktikan bahwa konsep link sharing

PENGARUH PENGGUNAAN E-LEARNING KELASKITA TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA

Sistem neural network dapat mengenali pola distribusi medan magnet untuk semua layer pengamatan walaupun dengan nilai performansi yang semakin rendah jika layer

Penulisan ilmiah ini membahas mengenai penilaian investasi dengan metode Payback Period, metode Net Present Value, metode Internal Rate of Return, metode Avarage Rate of Return