• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Penempatan Dan Pemasangan Light Eminitting Diode (LED) DISPLAY : Studi Kasus Perjanjian Antara PT. Djarum Dengan CV. Pelangi Di Kotamadya Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Penempatan Dan Pemasangan Light Eminitting Diode (LED) DISPLAY : Studi Kasus Perjanjian Antara PT. Djarum Dengan CV. Pelangi Di Kotamadya Banda Aceh"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERJANJIAN PENEMPATAN DAN PEMASANGAN REKLAME LIGHT EMINITTING DIODE (LED) DISPLAY : STUDI KASUS PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM

DENGAN CV. PELANGI DI KOTAMADYA BANDA ACEH Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. Hasim Purba, SH. M. Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, SH.M.A Megarita, SH. CN. M.Hum

NIP.196302161988031002 NIP.196110111988032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT 

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : 

(3)

NIM       : 090200242 

JUDUL SKRIPSI  : PERJANJIAN PENEMPATAN DAN PEMASANGAN REKLAME LED   (LIGHT  EMINITTING DIODE) DISPLAY : STUDI KASUS PERJANJIAN ANTARA PT.  DJARUM DENGAN CV. PELANGI DI KOTAMADYA BANDA ACEH. 

Dengan ini menyatakan : 

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut adalah benar tidak merupakan jiplakan dari

skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat

hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya..

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari  pihak manapun. 

Medan, 16 Oktober 2013   

Dea Arum Amelia  NIM : 090200242   

Ket :  

(4)

KATA PENGANTAR 

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, puji syukur atas segala karunia dan berkahnya sehingga  skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum  di  Universitas  Sumatera  Utara.  Sehubungan  dengan  itu,  disusun  skripsi  yang  berjudul  :  PERJANJIAN PENEMPATAN DAN PEMASANGAN LIGHT EMINITTING DIODE (LED) DISPLAY : 

STUDI KASUS PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM dengan CV. PELANGI DI KOTAMADYA BANDA 

ACEH.  

Dalam  penulisan  skripsi  ini  penulis  menyadari  bahwa  hasil  yang  diperoleh  masih  jauh  sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan  saran demi kesempurnaan skripsi ini. 

Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak  terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan rasa  terima kasih yang besar kepada : 

1. Kepada Ayahanda Bahrum Jamil Lubis dan Ibunda Hilda dahlia yang selalu memberikan

dukungan moral dan materil serta sangat membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

serta doa dan kasih sayang yang sedari kecil diberikan. Tanpa cinta, dukungan dan doanya

sangat sulit bagi Penulis untuk mencapai cita-citanya. Skripsi ini Penulis persembahkan

untuk Ayahanda dan Ibunda.

2. Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu :

(5)

b. Syafrudin Hasibuan, SH. M.H.D.F.M sebagai Pembantu Dekan II.

c. Muhammad Husni, SH, M.Hum sebagai Pembantu Dekan III.

3. Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan Rabiatul

Syariah, SH. M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Edy Ikhsan SH. M.A sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan

waktunya dan memberkan bantuan, bimbingan, nasehat, pengarahan dan juga dukungan

moril kepada Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Megarita, SH. CN. M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak

waktu dan membimbing, memberikan pengarahan serta nasehat kepada Penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

6. Kepada seluruh Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada bapak Zakaria Hasibuan selaku Pimpinan PT. Djarum Kota Banda Aceh yang telah

membantu dan memberikan dukungan moril, serta mendapatkan bahan-bahan penelitian

kepada Penulis.

9. Kepada Bapak H. Harsubakti Harahap dan bang harry serta pegawai CV.Pelangi advertising

yang telah membantu Penulis dalam memberikan penjelasan mengenai isi perjanjian dan

(6)

10.Kepada adik-adik penulis, yaitu Putra bayu Pratama, Putri Arum Nia, Dina Aulia Bahrum,

Mhd. Fauzan dan Mhd. Fauzi yang Penulis sayangi. Dan sepupu-sepupu, khususnya Regina

Jasmine yang selalu memberi semangat serta tante-tante, te’ta, ai yang selalu memberikan

perhatian dan semangat untuk penulis.

11.Kepada Luthfi Fauzi Fahmi yang telah banyak membantu, menemani kemana-mana penulis

ingin pergi dalam proses pengerjaan skripsi ini dan mengingatkan, mendukung serta

membingungkan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada sahabat-sahabatku Cut Anisa, Khairunnisa Idris, Sarahp Sylviana, Uly Basariah,

Aldar Pk Velery, Budi Bahreisy, Fauzul Asyura, Mhd. Subhi Solih, yang telah membantu

dan memaksa Penulis untuk cepat menyiapkan skripsi ini.

13.Kepada seluruh teman-teman stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata kiranya diharapkan oleh Penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan Ilmu Hukum di Indonesia dan

semoga dengan skripsi ini dapat memberikan masukan yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.

 Medan, 15 Oktober 2013 

Penulis,

Dea Arum Amelia

NIM : 090200242

 

 

(7)

DAFTAR ISI 

B. Rumusan Masalah ………..6

C. Tujuan Penelitian………...6

D. Manfaat Penulisan ……….7

E. Metode Penelitian …….……….8

F. KeaslianPenulisan……….……….…….8

G. Sistematika Penulisan ………...9

BAB II  PENGERTIAN PERJANJIAN DALAM KUHPerdata  A. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya …….…………..12

B. Asas – asas Hukum Perjanjian ………...18

a. Asas Personalia………..……….18

b. Asas Kebebasan Berkontrak ………..20

c. Asas Konsesualitas………...30

C. Syarat – syarat Sahnya Sebuah Perjanjian ………...31

D. Jenis – jenis Perjanjian ...……….36

E. Isi Pokok Sebuah Perjanjian ………41

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian …………...44

BAB II  REKLAME SECARA UMUM  A. Pengertian Reklame dan Macam – macam Reklame ………..50

a. Pengertian Reklame.………...50

b. Macam- macam Reklame ………..51

(8)

C. Izin Pemasangan Reklame dan Akibat Hukum ………...59

BAB IV  PERJANJIAN PENEMPATAN DAN PEMASANGAN REKLAME LED DISPLAY STUDI  KASUS : PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM DENGAN CV. PELANGI 

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pemasangan dan

Penempatan Reklame LED Display ………...64

B. Implementasi Kontrak Perjanjian Pembuatan LED Display

dilapangan………...67

C. Risiko dan Berakhirnya Perjanjian serta Mekanisme Penyelesaian

Sengketa……….…..76

a. Risiko dan berakhirnya perjanjian……….……..76

b. Penyelesaian sengketa ……….79

BAB V  PENUTUP 

A. Kesimpulan………..……….81

B. Saran……….………84

DAFTAR PUSTAKA………...………85 

LAMPIRAN   

 

 

 

 

 

(9)

ABSTRAK 

Pada  saat  ini,  sering  kita lihat  banyak barang atau  jasa yang  diproduksi ataupun  dipasarkan oleh perusahaan‐perusahaan selaku produsen berupa produk (barang) yang sejenis  ataupun barang yang berbeda kualitas atau mutu suatu barang tersebut. Para perusahaan yang  memproduksi dan menyediakan jasa selalu terjadi persaingan dengan perusahaan lainnya,  Adapun cara yang digunakan sebuah perusahaan dalam mempromosikan ataupun memasarkan  produknya adalah melalui iklan, baik iklan melalui media cetak berupa majalah, surat kabar,  selebaran (brosur ), baliho, billboard, ada juga melalui media elektonik seperti radio, televisi  ataupun melalui LED Display (video tron) yang merupakan kesatuan bentuk, ukuran, gambar,  tulisan dan gerakan‐gerakan yang menggunakan media penampakan baik cat dan/atau alat  lainnya seperti lampu dan lain sebagainya. LED Display sendiri mampu menampilkan video  maupun foto dengan   berbagai animasi, bahkan bisa menampilkan teks atau tulisan berjalan  yang biasa kita sebut dengan running text atau moving sign, dan tampilan yang dihasilkan  menjadi lebih nyata seperti televisi dalam skala yang besar. Adapun yang akan di bahas penulis  dalam skripsi ini adalah perjanjian antara PT.  Djarum  dengan PT. Pelangi ini  merupakan  perjanjian dalam pembuatan, pemasangan serta perawatan Reklame luar ruang atau LED  Display.  Yang  dalam  perjanjian  ini  PT.  Pelangi  bertanggungjawab  mulai  dalam  proses  pengerjaan, pemasangan dan perawatan papan reklame LED Display. 

Sejalan dengan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian sebagai landasan utama dan penilaian dalam penyusunan maka dilakukan penelitian lapangan melalui wawancara dengan para pihak yang terkait dalam perjanjian yang disebut data primer, dan penelitian kepustakaan dengan cara pengumpulan data-data dan teori yang ada melalui kepustakaan yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder, adapun data skunder dalam penulisan skripsi ini adalah berasal dari undang-undang dan buku-buku perpustakaan maupun buku-buku pribadi penulis.

Mengenai tinjauan atas perrjanjian kerjasama yang dilakukan antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi tentang pemasangan dan penempatan reklame luar ruang / LED Display penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa perjanjian yang dibuat antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi sesuai dengan apa yang di maksud dalam pasal 1313 KUHPerdata, dan perjanjian ini merupakan jenis perjanjian bernama, yang termasuk dalam jenis perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian ini juga menjelaskan apa yang menjadi lingkup pekerjaan yang harus terlaksana dalam yang di perjanjikan dalam perjanjian,pengawasan pekerjaan mulai dari di buatnya reklame LED Display tersebut sampai selesainya pemasangan di lokasi yang telah disepakati dalam perjanjian.

 

(10)

ABSTRAK 

Pada  saat  ini,  sering  kita lihat  banyak barang atau  jasa yang  diproduksi ataupun  dipasarkan oleh perusahaan‐perusahaan selaku produsen berupa produk (barang) yang sejenis  ataupun barang yang berbeda kualitas atau mutu suatu barang tersebut. Para perusahaan yang  memproduksi dan menyediakan jasa selalu terjadi persaingan dengan perusahaan lainnya,  Adapun cara yang digunakan sebuah perusahaan dalam mempromosikan ataupun memasarkan  produknya adalah melalui iklan, baik iklan melalui media cetak berupa majalah, surat kabar,  selebaran (brosur ), baliho, billboard, ada juga melalui media elektonik seperti radio, televisi  ataupun melalui LED Display (video tron) yang merupakan kesatuan bentuk, ukuran, gambar,  tulisan dan gerakan‐gerakan yang menggunakan media penampakan baik cat dan/atau alat  lainnya seperti lampu dan lain sebagainya. LED Display sendiri mampu menampilkan video  maupun foto dengan   berbagai animasi, bahkan bisa menampilkan teks atau tulisan berjalan  yang biasa kita sebut dengan running text atau moving sign, dan tampilan yang dihasilkan  menjadi lebih nyata seperti televisi dalam skala yang besar. Adapun yang akan di bahas penulis  dalam skripsi ini adalah perjanjian antara PT.  Djarum  dengan PT. Pelangi ini  merupakan  perjanjian dalam pembuatan, pemasangan serta perawatan Reklame luar ruang atau LED  Display.  Yang  dalam  perjanjian  ini  PT.  Pelangi  bertanggungjawab  mulai  dalam  proses  pengerjaan, pemasangan dan perawatan papan reklame LED Display. 

Sejalan dengan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian sebagai landasan utama dan penilaian dalam penyusunan maka dilakukan penelitian lapangan melalui wawancara dengan para pihak yang terkait dalam perjanjian yang disebut data primer, dan penelitian kepustakaan dengan cara pengumpulan data-data dan teori yang ada melalui kepustakaan yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder, adapun data skunder dalam penulisan skripsi ini adalah berasal dari undang-undang dan buku-buku perpustakaan maupun buku-buku pribadi penulis.

Mengenai tinjauan atas perrjanjian kerjasama yang dilakukan antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi tentang pemasangan dan penempatan reklame luar ruang / LED Display penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa perjanjian yang dibuat antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi sesuai dengan apa yang di maksud dalam pasal 1313 KUHPerdata, dan perjanjian ini merupakan jenis perjanjian bernama, yang termasuk dalam jenis perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian ini juga menjelaskan apa yang menjadi lingkup pekerjaan yang harus terlaksana dalam yang di perjanjikan dalam perjanjian,pengawasan pekerjaan mulai dari di buatnya reklame LED Display tersebut sampai selesainya pemasangan di lokasi yang telah disepakati dalam perjanjian.

 

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini, sering kita lihat banyak barang atau jasa yang diproduksi ataupun

dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan selaku produsen berupa produk (barang) yang sejenis

ataupun barang yang berbeda kualitas atau mutu suatu barang tersebut. Para perusahaan yang

memproduksi dan menyediakan jasa selalu terjadi persaingan dengan perusahaan lainnya,

sehingga berbagai cara pun dilakukan para perusahaan untuk memperkenalkan produk (barang)

atau jasa yang disediakan oleh perusahaan/produsen tersebut kepada para konsumen. Dalam

memasarkan produk tersebut perusahaan selaku produsen mempunyai cara berbisnis tersendiri

dan berbeda. Ada juga perusahaan memasarkan produknya dengan persaingan harga ataupun

dengan memberikan bonus-bonus hadiah jika membeli produk dari perusahaan tersebut.

Adapun cara-cara yang digunakan sebuah perusahaan selaku produsen dalam

mempromosikan ataupun memasarkan produknya adalah melalui iklan, baik iklan melalui media

cetak berupa majalah, surat kabar, selebaran (brosur ), baliho, billboard, ada juga melalui media

elektonik seperti radio, televisi ataupun melalui Ligth Eminitting Diode yang selanjutnya disebut

LED Display (video tron) yang merupakan kesatuan bentuk, ukuran, gambar, tulisan dan

gerakan-gerakan yang menggunakan media penampakan baik cat dan/atau alat lainnya seperti

lampu dan lain sebagainya. LED Display sendiri mampu menampilkan video maupun foto

dengan berbagai animasi, bahkan bisa menampilkan teks atau tulisan berjalan yang biasa kita

sebut dengan running text atau moving sign, dan tampilan yang dihasilkan menjadi lebih nyata

(12)

Sedangkan dalam mempromosikan produk yang dilakukan oleh tiap-tiap perusahaan,

masyarakat selaku konsumen adalah sasaran dalam produk yang ditawarkan mereka selaku pihak

produsen. Iklan sudah menjadi suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat saat ini,

bahkan rumah-rumah masyarakat juga dijadikan jasa mempromosikan sebuah produk dari suatu

perusahaan, dengan mengecat dinding rumah ataupun warung, namun tetap dengan izin dan

perjanjian-perjanjian yang telah disepakati.

Yang dimaksud dengan reklame itu sendiri adalah berupa benda, alat, perbuatan atau

media yang bentuk corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,

orang pribadi atau badan, yang ditempatkan ditempat tertentu sehingga dapat dilihat, dibaca,

didengar, dirasakan dan atau dinikmati oleh umum. Papan reklame berarti alat peraga atau poster

dalam ukuran tertentu dan didesain untuk dilihat orang yang melakukan perjalanan dengan

tingkat mobilitas cukup tinggi.

Dalam kesempatan ini saya akan membahas tentang pembuatan reklame 2 dimensi (LED

Display) atau video tron yang biasa disebut dengan TV billboard antara PT. Djarum dengan CV.

Pelangi selaku jasa Advertising, yang telah memiliki prosedur yang telah disepakati oleh

masing-masing pihak.

Adapun para pihak yang terkait dalam perjanjian pembuatan reklame LED Display

tersebut adalah :

1. GUNADI HADIWIJAYA, swasta, dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa

dibawah tangan bermaterai cukup, selaku kuasa dari Tuan Hongki Harjo, Direktur

(13)

oleh karena itu untuk dan atas nama serta sah mewakili PT. DJARUM, suatu Perseroan

Terbatas yang didirikan menurut dan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia,

berkedudukan di Kudus.

2. H.HARSUBAKTI HARAHAP, swasta, bertempat tinggal di Medan, Jl.Karya No.136,

dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur Perseroan Terbatas yang akan

disebut dibawah ini, demikian mewakili direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas

nama serta sah mewakili CV PELANGI ODP, suatu Perseroan Terbatas yang didirikan

menurut dan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia, berkedudukan di Jl.Karya

No.136 Medan, yang anggaran dasarnya telah mendapat persetujuan dari menteri Hukum

dan HAM RI dengan surat Keputusannya tertanggal 9 Mei 1996 No.335/CV/PEND/1996

dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI No.46, Tambahan No.10.

3. Pemerintah Perizinan Kotamadya Banda Aceh, bertempat di Jl.Tgk.Abu Lam U No.7

Kecamatan Balturrahman Kota Banda Aceh, yang merupakan kantor penyelenggaraan

perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari permohonan sampai

terbitnya dokumen, dilakukan dalam 1 (satu) tempat dengan waktu yang telah ditetapkan.

Pihak pertama dalam perjnjian ini adalah sebuah peusahaan yang bergerak dalam bidang

industri tembakau khususnya rokok yang memasarkan produk antara lain menggunakan merek

Djarum Super, Djarum Black, Ten Mild, LA Lights, Djarum Coklat, Djarum 76, Clavo yang

salah satu diantaranya melalui reklame luar ruang.

Pihak kedua dalam perjanjian ini merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan

menurut dan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia, yang telah memiliki pengalaman

yang cukup dengan segala kompetensinya untuk melaksanakan pekerjaan pembuatan dan

(14)

yang diperlukan, membuat dan/atau menyediakan bahan-bahan Reklame LED yang akan

dipasang/diperlukan. Termasuk pemasangan papan reklame dengan tiang papan reklame yang

kuat dan aman, dalam arti kata yang seluas-luasnya.

Pihak ketiga dalam perjanjian ini merupakan pemerintah perizinan Kotamadya Banda

Aceh yang memiliki dasar hukum peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 379 Tahun 2006

tentang Tata Laksana Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh.

Dalam perjanjian antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi ini merupakan perjanjian dalam

pembuatan, pemasangan serta perawatan Reklame luar ruang atau LED Display. Yang dalam

perjanjian ini CV. Pelangi bertanggungjawab mulai dalam proses pengerjaan, pemasangan dan

perawatan papan reklame LED Display.

Dalam perjanjian ini, pihak kedua yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan

pekerjaan pembuatan dan pemasangan sampai dengan terpasangnya reklame dengan baik sesuai

dengan desain dan spesifikasi teknis serta bestek. Dan jika terjadi keterlambatan kepada pihak

pertama, pihak kedua bersedia membayar penalti atau ganti rugi keterlambatan kepada pihak

pertama sebesar satu permil dari jumlah nilai pekerjaan.

Didalam hukum perjanjian dianut asas kebebasan berkontrak (Partij Autonomie) yang

terdapat didalam pasal 1338 KUHPerdata yang isinya : “ Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “. Sehingga dalam perjanjian

ini para pihak bebas menentukan isi perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang

ketertiban umum dan dibuat dengan itikat baik.

Setiap pekerjaan sudah tentu mempunyai risiko, demikian juga dengan pemasangan

(15)

yang dilakukan oleh pemerintah dimana bisa saja karena adanya pembangunan tersebut,

sehingga papan reklame tersebut mengakibatkan hilangnya kegunaan reklame yang sudah

dipasang, maka papan reklame tersebut terpaksa dicabut dari tempat tersebut, dan dapat dipasang

ditempat lain yang lebih layak yang tidak mengganggu kegunaan dari reklame tersebut.

Lokasi dalam pemasangan reklame tersebut ditentukan oleh pihak kedua sebagai jasa

advertising, namun selanjutnya diserahkan kepada pihak produsen untuk memilih lokasi yang

diinginkan dan sesuai dengan tempat yangt diizinkan untuk pemasangan papan reklame tersebut.

Ukuran serta lokasi reklame tersebut harus terlebih dahulu disesuaikan dengan kontruksi

bangunan sehingga tidak merusak keindahan bangunan tersebut, namun apabila ternyata papan

reklame tersebut menggangu keindahan bangunan, mengganggu penghijauan atau hal lain yang

tidak sesuai, maka pemasangan ini bisa saja ditolak ataupun tidak mendapatkan izin dari

perizinan yang di pakai Qanun Kota Banda Aceh no 8 Tahun 2011.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan Latar Belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

masalah yakni:

1. Apakah yang menjadi hak dan kewajiban yang timbul terhadap para pihak dengan berlaku dan

berakhirnya perjanjian?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja sama pembuatan reklame LED display antara PT.

Djarum dengan jasa Advertising CV. Pelangi?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan dalam perjanjian antara PT.

Djarum dengan CV. Pelangi?

(16)

Dalam melakukan penulisan tentu sudah harus mengetahui apa yang menjadi tujuan dari

penulisan tersebut. Demikian juga dalam melakukan penulisan skripsi ini. Maka yang menjadi

tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

Pertama, membahas apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam

perjanjian penempatan, pemasangan, serta perawatan reklame tersebut. Karena dalam

KUHPerdata belum ada secara jelas dan tegas mengatur mengenai perjanjian tersebut.

Kedua, menjelaskan bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja sama pembuatan reklame LED

display antara PT. Djarum dengan jasa Advertising CV. Pelangi sebelum adanya perjanjian

tersebut sampai dengan berjalannya kontrak.

Ketiga, memberikan penjelasan apa yang akan menjadi tanggungjawab para pihak terhadap

risiko yang mungkin akan terjadi selama masih berjalannya perjanjian tersebut dan proses

penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan antara para pihak.

Keempat, untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan guna mencapai gelar

kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Memberikan informasi dan tentang perjanjian pembuatan reklame LED antara PT. Djarum

dengan CV. Pelangi.

2. Sebagai bahan refrensi bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih dalam tentang

perjanjian kerjasama antar perusahaan rokok sebagai pengguna jasa advertising dengan

pemberi jasa periklanan LED.

(17)

Sejalan dengan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian sebagai landasan utama

dan penilaian dalam penyusunan maka dilakukan penelitian lapangan melalui wawancara

dengan para pihak yang terkait dalam perjanjian dan penelitian kepustakaan dengan cara

pengumpulan data-data dan teori yang ada melalui kepustakaan, sehingga penelitian dalam

memperoleh data-data dalam penulisan skripsi ini, penulis memakai metode :

1. Penelitian Pustaka ( Library research ), dengan pengumpulan data-data yang berdasarkan

atas study pustaka dengan menggunakan undang-undang dan buku-buku bacaan tentang

Perikatan, Perjanjian, Reklame dan yang behubungan dengan judul skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan ( Field research ), dengan pengumpulan data-data dengan langsung

kelapangan untuk mencari bahan yang akan digunakan, guna untuk membantu penyelesaian

penulisan skripsi dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak seperti :

- PT. Djarum, dalam hal ini selaku perusahaan rokok yang ingin membuat iklan produknya

dengan menggunakan reklame LED.

- CV. Pelangi, selaku perusahaan yang menyiapkan tempat serta membuat reklame LED

tersebut.

- Pemerintah perizinan Kotamadya Banda Aceh, selaku pihak yang memberikian izin

penempatan reklame LED tersebut.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “ PERJANJIAN PEMBUATAN REKLAME LED DISPLAY :

STUDI KASUS PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM DENGAN CV. PELANGI “ belum

pernah ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada

prinsipnya skripsi ini penulisannya diperoleh berdasarkan literatur yang ada, baik dari

(18)

skripsi ini, serta ditambahkan pemikiran penulis. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli

merupakan karya ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun

akademik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penguraian pembahasan masalah skripsi ini, maka untuk lebih memudahkan

penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 5 BAB, yang terdiri

sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara umum digambarkan garis besar tentang Latar Belakang

pemilihan judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis

untuk mengangkat judul “PERJANJIAN PEMBUATAN REKLAME LED

DISPLAY : STUDI KASUS PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM DENGAN

CV. PELANGI”, dan bab ini juga mencakup permasalaha pokok skripsi ini,

tujuan penulis melakukan penelitian, manfaat dari penelitian, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: PENGERTIAN PERJANJIAN DALAM Kitab Undang-undang Hukum

Perdata

Pada bab ini membahas tentang pengertian dan dasar hukum sebuah perjanjian,

syarat sahnya sebuah perjanjian, jenis-jenis perjanjian, isi pokok sebuah

(19)

BAB III: REKLAME SECARA UMUM

Dalam bab ini membahas tentang pengertian reklame dan macam-macam

reklame, urgensi reklame dalam peningkatan nilai produk atau barang, serta

bagaimana izin pemasangan reklame serta akibat hukumnya dalam perjanjian ini.

BAB IV: PERJANJIAN PEMBUATAN REKLAME LED DISPLAY : STUDI KASUS

PERJANJIAN ANTARA PT. DJARUM DENGAN CV. PELANGI

Bab ini merupakan pembahasan dari judul yang diambil oleh penulis sehingga

dalam bab ini menjelaskan bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam

perjanjian pembuatan reklame LED Display, implementasi kontrak perjanjian

pembuatan LED Display dilapangan, serta risiko dan berakhirnya perjanjian dan

mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan dikemudian hari

dalam perjanjian tersebut.

BAB V: PENUTUP

Bagian akhir dari skripsi ini berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran

(20)

BAB II

PENGERTIAN PERJANJIAN DALAM KUHPerdata

A. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa

Perjanjian adalah : “ menyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih “1

Ketentuan dari pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa

kelemahan. Adapun yang menjadi kelemahan-kelemahannya adalah sebagai berikut :2

1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “ satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya “.

2.Kata perbuatan mencakup juga terhadap konsensusnya.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas.

4.Tanpa menyebut tujuan.

5. Ada bentuk tertentu lisan dan tulisan.

6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian, sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan

dibawah ini :

a. Syarat ada persetujuan kehendak.

b. Syarat kecakapan pihak-pihak.

c. Ada hal-hal tertentu.

d. Ada klausa yang halal.

      

(21)

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang dalam bentuknya

perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji

dan kesanggupan yang diucapkan secara lisan ataupun secara tertulis.3

Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam

bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Perjanjian mengandung pengertian bahwa : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda

antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Dari pengertian singkat diatas dapat dilihat beberapa unsur yang memberi wujud

pengertian perjanjian, antara lain : “ hubungan hukum ( rechtsbetrekking ) yang menyangkut

hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban

pada pihak lain tentang suatu prestasi. Sehingga demikian, perjanjian adalah hubungan hukum

rechtsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh

karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan adalah hal-hal yang

terletak dan berada dalam lingkungan hukum. Itulah sebabnya hubungan hukum dalam

perjanjian bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai

dalam harta benda kekeluargaan.

      

(22)

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan

sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “ tindakan hukum “ rechtshandeling.

Tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum

perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh

prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk

menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak dan pihak satunya lagi memikul kewajiban

menyerahkan/menunaikan prestasi.

Prestasi ini sendiri merupakan objek atau “ voorwerp ” dari perjanjian. Tanpa prestasi,

hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak memiliki arti

apa-apa bagi hukum perjanjian.

Perjanjian atau verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan, akan tetapi tidak

semua perjanjian atau verbintenis mempunyai sifat memaksa, pengecualiannya misalnya pada

natuurlijke verbintenis. Dalam hal ini perjanjian tersebut bersifat “ tanpa hak memaksa “. Jadi

natuurlijke verbintenis adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa (de verbintenis

met zonder rechtsdwang).

Dengan demikian dapat di bedakan antara :

1. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking) yaitu : perjanjian yang ditinjau dari

segi hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum ( rechtsgevolg) yang mengikat. Misalnya

perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

2. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum “ tak sempurna “ (onvolledige rechtswerking),

seperti natuurlijke verbintenis. Bahwa ketidaksempurnaan daya hukumnya terletak pada

(23)

3. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya (volledige rechtsweking). Disini

pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika dia ingkar secara sukarela melaksanakan

kewajiban prestasi.

A.1 Sistem Keterbukaan yang Terkandung Dalam Hukum Perjanjian

Dalam hukum benda mempunyai suatu sistem tertutup, sedangkan dalam hukum

perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan

peraturan mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum perjanjian

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian

yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam membuat

suatu perjanjian para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang

menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka dapat mengatur sendiri keentingan

mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Namun jika para pihak yang akan

melakukan perjanjian tersebut tidak mengatur sendiri, itu berarti para pihak tersebut akan tunduk

kepada undang-undang.

Sistem terbuka, yang mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian, dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang

berbunyi : “ Semua perjanjian ynag dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya “. Selanjutnya, sistem terbuka dari hukum perjanjian itu juga

mengandung suatu pengertian, bahwa perjanjian khusus yang diatur dalam undang-undang

hanyalah merupakan perjanjian yang paling terkenal saja dalam masyarakat pada waktu Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dibentuk.

(24)

Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas, yang dinamakan asas konsensualisme.

Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat. Asas konsensualisme

bukanlah berarti untuk suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan. Ini sudah semestinya!

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti dua pihak sudah setuju atau bersepakat

mengenai sesuatu hal.

Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul

karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain,

perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak-lah

diperlukan sesuatu formalitas.

Dikatakan juga, bahwa perjanjian-perjanjian itu pada umumnya "konsensuil".

Adakalanya undang-undang menetapkan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diharuskan

perjanjian itu diadakan secara tertulis (perjanjian perdamaian) atau dengan akta notaris

(perjanjian penghibahan barang tetap), tetapi hal yang demikian itu merupakan suatu kekecualian

yang lain, bahwa perjanjian itu sudah sah dalam arti sudah mengikat. Apabila sudah tercapai

kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.

Asas konsensualisme tersebut lazimnya disimpulkan dari Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi :

"Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 4

1. sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

      

(25)

Namun jika menyimak rumusan Pasal 1338 (1) BW yang menyatakan bahwa: “semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.” Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah

(menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal 1320 BW), karena didalam asas ini terkandung

“kehendak para pihak”5untuk saling mengikatkan diridan menimbulkan kepercayaan

(vertrouwen) diantara para pihak terdapat pemenuhan perjanjian. Didalam Pasal 1320 BW

terkandung asas yang esensial dari hukum perjanjian, yaitu asas “konsensualisme” yang

menentukan adanya perjanjian (raison d’erte, het bestaanwaarde).6 Didalam asas ini terkandung

kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen)

diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan (vertrouwenleer)

merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.7

Dalam perjanjian kerja sama antara PT. Djarum dengan CV. Pelangi ini terdapat

kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan adanya asas kepercayaan

pada masing- masing pihak. Kalau tidak ada asas kepercayaan terhadap masing-masing pihak,

maka perjanjian kerja sama ini tidak mungkin akan berjalan.

B. Asas-asas Hukum Perjanjian

a. Asas Personalia

Asas ini diatur dan dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 BW, yang berbunyi “

pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri”. Dari rumusan

tersebut dapat ketahui bahwa pada dasarnya suatu pejanjian yang dibuat oleh seseorang dalam

      

5 Artinya kehendak para pihak itu harus tercermin dalam wujud kontrak yang seimbang.

(26)

kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya

sendiri.8

Pada umumnya sesuai dengan asas personalia, yang diberikan dalam pasal 1315 BW,

masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu dapat dibedakan dalam :

a) Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri;

b) Sebagai wakil dari pihak tertentu;

c) Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa.

Jika dilihat lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (BW), maka akan sampai pada ketentuan pasal 1340 yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.

Perjanjian tidak dapat merugikan pihak ketiga; dan perjanjian tidak dapat memberi keuntungan

kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal1317”9

Dari rumusan yang diberikan pasal 1340 BW secara jelas dan tegas menyatakan bahwa

suatu perjanjian yang diadakan antara dua pihak, hanya berlaku dan mengikat bagi kedua belah

pihak tersebut. Pihak ketiga manapun juga, diluar para pihak yang bersepakat,tidak dapat

dirugikan kepentingannya, karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat

perjanjian tersebut. Demikian juga bahwa pihak ketiga, diluar para pihak yang berjanji, tidak

dimungkinkan untuk memperoleh keuntungan dari suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak

yang saling bersepakat tersebut.

Prinsip lebih lanjut diatur dalam pasal 1341 BW, yang dikenal juga dengan nama Actio

Pauliana, merupakan suatu sifat perjanjian yang hanya berlaku dan mengikat para pihak yang

      

8 Kartini muljadi & gunawan widjaja., Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian ,jakarta: Rajawali pers, 2002,

Hlm. 15.

9 Ahmadi Miru, dan Sakla Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233-1456 BW, 2008 , Jakarta,

(27)

membuatnya. Dengan asas personalia, pihak ketiga, diluar para pihak yang bersepakat atau

berjanji, tidak berhak untuk mencampuri perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

b. Asas Kebebasan Berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum

perjanjian, meskipun asas ini tidak dibuat menjadi aturan hukum namun memilki pengaruh yang

kuat dalam hubungan perjanjian para pihak. Asas ini dilatarbelakangi oleh paham individualisme

yang secara dari lahir dari zaman Yunani, yang kemudian dilanjutkan oleh kaum Epicuristen dan

berkembang pesat pada zaman Renaissance melalui ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes,

Jhon Locke, dan Rousseau. Sebagai asas yang bersifat universal yang bersumber dari paham

hukum,asas kebebasan berkontrak muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik

yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.10

Kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian pada dasarnya merupakan perwujudan dari

kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya didasari semangat

liberalisme yang mengutaakan kebebasan individu. Perkembangan ini seiring dengan

penyusunan BW di negeri Belanda, dan semangat liberalisme ini juga dipengaruhi semboyan

Revolusi Prancis “liberte, egalite et fraternite” (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).

Menurut arti individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki,

sementara itu didalam hukum perjanjian filsafat ini diwujudkan dalam asas kebebasan

berkontrak.11

Buku III BW menganut sistem terbuka, artinya hukum “( Buku III BW) memberi

keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya. Apa yang di

      

10 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposinalitas dalam Kontrak Komersil, 2011, Jakarta,

Kencana, Hlm. 108

(28)

atur dalam Buku III BW hanya sekedar mengatur dan melengkapi (regelend recht -

aanvullendecht). Berbeda dengan pengaturan Buku III BW yang menganut sistem tertutup atau

bersifat memaksa (dwingen recht), di mana para pihak dilarang menyimpangi aturan-aturan yang

ada di dalam Buku III BW tersebut.

Sistem tertutup Buku III BW ini tercermin dari substansi Pasal 1338 (1) BW yang

menyatakan bahwa,”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.” Menurut Subekti, cara menyimpulkan asas kebebasan

berkontrak adalah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada dimuka

perkataan “perjanjian”. Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu

pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan

mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu

hanya berupa apa yang dinamakan “ketertiban umum dan kesusilaan”. Istilah “semua”

didalamnya terkandung - asas patij autonomie; freedom of contract; beginsel van de contract

vrijheid - memang sepenuhnya menyerahkan kepada para pihak mengenai isi maupun bentuk

perjanjian yang akan mereka buat, termasuk penuangan dalam bentuk kontrak standart.12

Kebebasan berkontrak disini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat

perjanjian dengan bentuk atau format apa pun (tertulis, lisan, scriptless, paperless, autentik,

nonautentik, sepihak/eenzijdig, adhesi, standart/baku dan lain-lain), serta dengan isi atau subtansi

sesuai yang diinginkan para pihak.

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan

sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “ tindakan hukum “/ rechtshandeling.

      

12 Sebagai asas yang bersifat universal, hal itu juga terdapat dalam common law system, dimana terdapat

(29)

Tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum

perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh

prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk

menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak dan pihak satunya lagi memikul kewajiban

menyerahkan/menunaikan prestasi.

Menurut Sutan Remi Sjahdeini asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian

Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:13

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian .

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat

opsional (aanvullend, optional).

Namun yang penting untuk diperhatikan bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana

tersimpul dari ketentuan Pasal 1338 (1) BW tidaklah berdiri dalam kesendiriannya. Asas tersebut

berada dalam satu sistem yang utuh dan padu dengan ketentuan lain terkait. Dalam praktik

dewasa ini, acap kali asas kebebasan berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga banyak

memunculkan (kesan) pola hubungan kontraktual yang tidak seimbang dan berat sebelah.

Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi

      

(30)

tawar /bergaining position yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu

memiliki posisi tawar yang seimbang .

Menurut Konrad Zweight dan Hein Kotz, kebebasan berkontrak yang akan eksis jika

para pihak didalam kontrak memiliki keseimbangan secara ekonomi dan sosial. Pengertian ini

memberikan peluang luas kepada golongan ekonomi kuat untuk mengatasi golongan ekonomi

lemah, suatu “exploitation de l’homme par l’homme”. Pembentuk undang-undang pada waktu

tak terduga bahwa yang berhadapan dengan kontrak itu ternyata menyangkut dua pihak yang

berbeda kekuatan ekonomisnya. Karenanya lambat laun dirasakan bahwa kebebasan berkontrak

menjurus pada adanya ketidakadilan.14

Menurut Suhardi, kebebasan dan kesamaan yang diotorisir oleh tertib hukum abad XIX

yang jiwanya individualis tidak memberi garansi untuk realisasi hakikat zat maupun eksistensi

manusia sebagai bagian dari rakyat terbanyak. Hubungan keperdataan karena dipandang

melanggar hak kebebasan manusia. Disini kita menjumpai keganjilan. Untuk kepentingan

mempertahankan kodrat kebebasan, maka golongan terbanyak yang sosial ekonominya lemah

harus menderita berat dan mengorbankan kesempatan realisasi hakikat eksistensi mereka sendiri.

Kegamangan eksistensi kebebasan berkontrak juga diungkapkan oleh Soepomo yang

menyatakan bahwa :15

BW mempunyai landasan liberalisme, suatu sistem berdasarkan atas kepentingan individu.

Mereka yang memiliki modal yang kuat menguasai mereka yang lemah ekonominya. Didalam

sistem liberal terdapat kebebaan yang luas untuk berkompetisi sehingga golongan yang

lemah tidak mendapat perlindungan”

       14 Ibid, Hlm. 111

15

(31)

Namun demikian dalam perkembangannya, asas kebebasan berkontrak semakin tereduksi

perannya sebagaimana sinyalemen beberapa sarjana. Subekti menyatakan bahwa hukum kontrak

sesudah perang dunia II ditandai dengan semakin meningkatnya pembatasan terhadap asas

kebebasan berkontrak. Pengaruh paham individualisme mulai memudar pada akhir abad XIX

seiring dengan berkembangnya paham etis dan sosialis. Paham individualis dinilai tidak

mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih banyak mendapatkan

perlindungan. Oleh karena itu kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti

relatif, selalu dikaitkan dengan kepentingan umum. Sementara menurut Pitlo didalam abad ini

terutama setelah tahun 1945 perkembangan kearah pembentukan masyarakat sosialis dari

masyarakat individualis berada dalam proses menanjak. Salah satu gejalanya ialah dengan

penerobosan Hukum Publik terhadap Hukum Perdata. Penerobosan ini adalah demi kepentingan

umum. Penerobosan ini terjadi baik dalam bidang hak atas benda maupun dalam bidang hukum

harta kekayaan. Jika selama ini ada “uitholling van eigendom”, maka sekarang ada “uitholling

van contactenvrijheid”.

Mariam Darus Badrulzaman menambahkan, jika dilihat dari segi perkembangan hukum

perdata, maka campur tangan pemerintah merupakan pergeseran hukum perdata kedalam proses

pemasyarakatan (vermaatschappelijking) untuk kepentingan umum. Sesuai dengan UUD 1945

yang telah melepaskan diri dari konsepsi hukum yang liberal dan menganut konsepsi hukum

yang Pancasilais. Didalam konkretonya, Hukum perdata khususnya hukum kontrak mencari

bentuk baru demi memenuhi tuntutan itu antara lain melalui campur tangan pemerintah.

(32)

Bahkan cenderung untuk memperbanyak peraturan-peraturan hukum pemaksa (dwingend recht)

demi kepentingan umum dan melindungi yang lemah.16

Dalam perkembangannya asas ini semakin digerogoti. Memang asas ini belum mati

dalam arti sebenarnya, namun asas ini setidak-tidaknya sudah tidak lagi tampil dalam bentuknya

yang utuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembatasan kebebasan berkontrak, yaitu:

a. Semakin berpengaruhnya ajaran iktikad baik dimana iktikad baik tidak hanya ada pada

pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak.

b. Semakin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden

atau undue influence).

Setiawan, menyatakan bahwa pembatasan kebebasan berkontrak dipengaruhi oleh:17

a. Berkembangnya doktrin iktikad baik;

b. Berkembangnya doktrin penyalahgunaan keadaan;

c. Makin banyaknya kontrak baku;

d. Berkembangnya hukum ekonomi.

Sedangkan Purwahid Patrik menyatakan bahwa terjadinya berbagai pembatasan

kebebasan berkontrak disebabkan:18

       16 Ibid, Hlm. 113

17 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi,

Jakarta: Total Medika, 2009. Hlm 2.

(33)

a. Berkembangnya ekonomi yang membentuk persekutuan dagang, badan-badan hukum

atau perseroan-perseroan, dan golongan-golongan masyarakat lain (misal: golongan

buruh dan tani)

b. Terjadinya pemasyarakatan keinginan adanya keseimbangan antar-individu dan

masyarakat yang tertuju kepada keadilan sosial;

c. Timbulnya formalisme perjanjian;

d. Makin banyak peraturan dibidang hukum tata usaha negara.

Menurut Sri Soedewi Maschoen, pembatasan kebebasan berkontrak diakibatkan karena

adanya:19

a. Perkembangan masyarakat dibidang sosial ekonomi (misal:kaena adanya penggabungan

atau sentralisasi perusahaan;

b. Adanya campur tangan pemerintah untuk melindungi kepentingan umum atau pihak yang

lemah.

c. Adanya aliran dalam masyarakat yang menginginkan adanya kesejahteraan sosial.

Terlepas dari semakin tereduksinya supremasi asas kebebasan berkontrak, keseimbangan

para pihak dalam berkontrak merupakan konsep dasar yang tidak dapat ditawar. Karena itu

dalam diri para pihak yang berkontrak harus terdapat pemahaman dan penghormatan terhadap

hak masing-masing. Oleh karena itu, dapat dipahami, perkembangan asas kebebasan berkontrak

yang cenderung mengarah pada ketidakseimbangan para pihak kemudian dibatasi oleh berbagai

ketentuan yang bersifat memaksa agar pertukaran hak dan kewajiban dapat berlangsung secara

proprosional.

      

19

(34)

Melalui pemahaman tersebut diatas, kiranya pola interaksi yang selama ini berkembang

dimasyarakat sehubungan dengan perjanjian yang dibuat para pihak, dimana dalam berkontrak

para pihak dihadapkan sebagai “lawan kontrak” , adalah pola fikir yang harus dihilangkan,

khususnya dalam dunia bisnis. Pemikiran “lawan kontrak” pada dasarnya psikis (sadar atau

tidak sadar, disengaja atau tidak disengaja) akan mewarnai pola fikir, sikap dan tindakan para

pihak yang kesemuanya itu muncul, berkembang dan tertuang dalam penyusunan kontrak yang

mereka buat. Hal ini dapat dicermati dalam pola kontrak. Kontrak standart yang cenderung berat

sebelah.

Yang terjadi dilapangan merupakan konsekuensi logis dari pola fikir dan pemahaman

yang salah kaprah mengenai asas kebebasan berkontrak. Sehingga yang terjadi justru para pihak

berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan dirinya (menguntungkan dirinya) dalam

berhadapan dengan lawan kontraknya. Ia berusaha untuk membentengi dirinya dengan mencoba

membuat kontrak yang isinya cenderung hanya menguntungkan dirinya sendiri, tanpa

menghiraukan pihak lawan, bahkan kalau perlu menjerat pihak lawan dengan klausul-klausul

yang mematikan. Dengan pemahaman bahwa dalam berkontrak akan saling berhadapan lawan

kontrak, berarti mereka siap dengan senjata masing-masing untuk diarahkan dan ditembakkan

sewaktu-waktu.

Kesalahan dalam memahami filosofi asas kebebasan berkontrak tersebut harus segera

diluruskan dan dikembalikan pada pemahaman yang sebenarnya. Asas ini menempatkan para

pihak yang berkontrak dalam posisi yang setara secara proporsional, asas ini tidak menempatkan

(35)

Melalui pemahaman pola kemitraan, maka bangunan konsep lama yang terpola dibenak

para pihak harus dirombak, artinya didalam membuat kontrak dengan mitranya itu harus

diupayakan untuk selalu memikirkan bagaimana selain dia aman dan diuntungkan dengan

kontrak itu, maka mitra kontrak tersebut memperoleh hasil dan manfaat yang sama dengan

dirinya. Dengan pemahaman kemitraan niscaya akan terbangun suatu situasi yang saling

menghargai, menguntungkan, mengamankan tujuan para pihak sebagaimana yang tertuang

dalam kontrak. Situasi kondusif yang dilandasi sikap win-win attitude20 pada akhirnya akan

bermuara pada situasi “win-win solution”.

Jika dikaitkan dengan perjanjian yang dibahas dalam skripsi ini menjelaskan bahwa para

pihak sama-sama saling menguntungkan dan dengan saling menghargai yang terjadi pada para

pihak maka perjanjian akan berjalan sesuai dengan yang di harapkan.

Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas menjelaskan pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan

antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah

satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai

kesepakatan atau consensus, ,meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan

semata-mata. Ini berarti ada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi

para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walaupun demikian, untuk menjaga

kepentingan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi diadakanlah bentuk-bentuk

formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.

      

20

(36)

Asas konsensualitas adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanian konsensuil.

Sebagai pengecualian dikenallah perjanjian formil dan perjanjian riil, oleh karena dalam kedua

jenis perjanjian yang disebut terakhir ini, kesepakatan saja belum mengikat pada pihak yang

berjanji.

Dalam perjanjian formil, sesungguhnya formalitas tersebut diperlukan karena dua hal

pokok, yaitu yang meliputi:

a. Sifat dari kebendaan yang dialihkan, yang menurut ketentuan pasal 613 dan pasal 616

BW penyerahan hak milik atas kebendaan tersebut harus dilakukan dalam bentuk akta

otentik atau akta dibawah tangan. Oleh karena itu pengalihan dari kebendaan yang

demikian mensyaratkan diperlukannya akta, berarti harus dibuat secara tertulis, maka

segala perjanjian yang dimakud untuk memindahkan hak milik atas kebendaan tersebut

haruslah dibuat secara tertulis.

b. Sifat dari isi perjanjian itu sendiri, yang harus diketahui oleh umum, melalui mekanisme

pengumuman kepada khalayak umum atau masyarakat luas. Jenis perjanjian ini pada

umumnya dapat ditemukan dalam perjanjian yang bertujuan untuk mendirikan suatu

badan hukum, yang selanjutnya akan menjadi suatu persona standi in judicio sendiri,

terlepas dari keberadaan para pihak yang berjanji untuk mendirikannya sebagai subyek

hukum yang mandiri.

c. Hubungan dengan penjamin kebendaan. Pada mulanya Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata hanya mengenal dua macam jenis penjaminan, yang dikaikan dengan jenis

(37)

Sedangkan dalam perjanjiaan riil, suatu tindakan atau perbuatan disyaratkan karena sifat

dari perjanjian itu sendiri yang masih emerlukan tindak lanjut dari salah satu pihak dalam

perjanjian, agar syarat kesepakatan bagi lahirnya perjanjian tersebut menjadi ada demi hukum.

C. Syarat-syarat Sahnya Sebuah Perjanjian

Syarat sahnya suatu perjanjian datur dalam Pasal 1320 KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt

merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan sebuah perjanjian. Perjanjian yang sah

artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga

diakui oleh hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt,

syarat-syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut:21

1. Adanya persetujuan kehendak para pihak yang membuat perjanjian (consensus)

Yang dimaksud dari adanya persetujuan kehendak para pihak yang membuat perjanjian

adalah sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri, artinya para pihak yang membuat

perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang

diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena

kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.

Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur,

yaitu unsur penawaran dan penerimaan.22 Penawaran diartikan sebagai pernyataan

kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup

esensialia perjanjian yang akan ditutup. Sedangkan penerimaan (aanvarding acceptatie

acceptance) merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari.

Perjanjian atau kontrak yang lahir dari kesepakatan pada kondisi normal adalah

bersesuaian antara kehendak dan pernyataan. Namun demikian, tidak menutup

      

21

 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, 2011,  Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 73 

(38)

kemungkinan bahwa kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak

(wilsgebreken). Perjanjian yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh adanya unsur

cacat kehendak tersebut mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan. Didalam BW

terdapat tiga hal yang dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak berdasarkan adanya

cacat kehendak yaitu;

a. Kesesatan atau dwaling (vide Pasal 1322 BW)

Terdapat kesesatan apabila terkait dengan “hakikat benda atau orang” dan pihak lawan

harus mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak

lain sangat menentukan.

b. Paksaan atau dwang (vide Pasal 1323-1327 BW)

Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak dibawah ancaman

yang bersifat melanggar hukum

c. Penipuan atau bedrog (vide Pasal 1328)

Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir,23 artinya ada penipuan bila

gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan yang timbul oleh tingkah laku

yang sengaja menyesatkan dari pihak lawan.

2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, arti kata kecakapan yang dimaksud dalam

hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai

dengan ketentuan KUHPdt, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau pernah

menikah. Cakap juga berarti orang yang udah dewasa, sehat akal fikiran, dan tidak

dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan

      

23 Maksud dikualifisir, artinya memang terdapat kesesatan salah satu pihak, namun kesesatan ini disengaja

(39)

tertentu. Dan oarng-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum

yaitu: orang-orang yang belum dewasa , menurut Pasal 1330 KUHPdt jo. Pasal 47 UU

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah

pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPdt ; serta orang-orang yang

dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang

yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Kecakapan untuk melakukan perbuatan

hukum bagi persoon pada umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur.24

Terkait standar usia dewasa dapat dilakukan melalui pengujian asas- asas hukum maupun

interpretasi komprehesif terhadap muatan materi beberapa ketentuan terkait.

3. Adanya suatu hal tertentu (certain subject matter)

Suatu hal tertentu maksudnya adalah dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan

harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan. Lebih lanjut

mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333 dan

1334 BW. Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak

harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Kata “tertentu” tidak harus dalam artian

gramatikal dan sempit, harus sudah ada ketika kontrak dibuat.

4. Adanya suatu sebab yang halal (legal causae)

Suatu sebab yang halah artinya, jika suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal

yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 KUHPdt, yaitu: tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, tidak betrentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan

dengan undang-undang.

      

(40)

Terkait dengan pengertian “sebab yang halal”, beberapa sarjana mengajukan

pemikirannya, antara lain H.F.A dan Wirjono Projodikoro yang memberikan pengertian

sebab (kausa) sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian.

Sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut, bahwa syarat pertama dan kedua dinamakan

syarat subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan

ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang

diperjanjikan dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak

terpenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak

cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian

tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka

perjanjian batal demi hukum. Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula dianggap tidak

pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut dipengadilan.

Dalam perjanjian ini telah terdapat kesepakatan para pihak yang termuat dalam pasal 2

ayat (2) yang memuat : perjanjian pembelian dan pemasangan papan reklame luar ruang / LED

Display merupakan perjanjian pekerjaan, dimana pihak pertama dan pihak kedua sama-sama

telah sepakat. Para pihak yang melakukan perjanjian ini telah cakap hukum dan tidak berada

dalam pengampuan. Bahwa yang menjadi pokok perjanjian dalam perjanjian ini adalah mengenai

penempatan, pembuatan dan pemasangan papan reklame luar ruang / LED Display. Dan

perjanjian tidak bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan, kesopanan dan ketertiban umum

(41)

D. Jenis-jenis Perjanjian

Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Perjanjian Obligatoir

2. Perjanjian non Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan

atau membayar sesuatu, sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian non obligatoir

adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar

sesuatu.

Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak.

Misalnya perjanjian penanggungan (borgtocht). Sedangkan perjanjian timbal balik adalah

perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual

beli.25

2. Perjanjian atas beban dan perjanjian Cuma-Cuma.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yag satu untuk

melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak

lain. Misalnya perjanjian pinjam meminjam dengan bunga. Sedangkan perjanjian

cuma-cuma adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada

pihak lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya pinjam pakai, hibah dan

penitipan barang tanpa biaya.26

      

(42)

3. Perjanjian konsesual, perjanjian riil dan perjanjian formal.

Perjanjian konsesual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai

persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Sedangkan yang dimaksud dengan

perjanjian riil adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang.

Misalnya perjanjian pinjam pakai. Dan yang dimaksud dengan perjanjian formal adalah

perjanjian yang harus memakai akta nota riil. Misalnya perjanjian jual beli tanah.27

4. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur dalam undang-undang.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus didalam

undang-undang. Misalnya perjanjian leaseing, franchising dan factoring. Sedangkan

perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih

perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pekerjaan, perjanjian kost yang merupakan

perjanjian sewa menyewa dan perbuatan untuk melakukan suatu pekerjaan.28

Perjanjian yang penulis bahas jenis perjanjian kerja, yang merupakan termasuk ke

golongan perjanjian bernama, dimana para pihak membuat perjanjian ini untuk hubungan kerja,

dimana pihak pertama memberikan kerja kepada pihak kedua untuk menyelesaikan sebuah

pekerjaan.

Yang dimaksud dengan perjanjian kerja menurut undang-undang no.13 tahun 2003 pasal

1 angka 14 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau memberi kerja yang

memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Perjanjian kerja yang termasuk dalam perjanjian bernama tersebut merupakan

kesepakatan secara tertulis maupun lisan antara pemberi kerja dengan pekerja, yang memuat

      

(43)

secara singkat maupun lengkap segala yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing

pihak. Perjanjian tertulis merupakan perjanjian yang dituangkan secara jelas diatas kertas,

sedangkan perjanjian lisan merupakan perjanjian secara singkat dengan dasar kepercayaan

masing-masing para pihak, biasanya perjanjian ini hanya digunakan untuk perjanjian yang

mudah pelaksanaannya atau tidak banyak menuntut persyaratan. Perbedaan yang mendasar

antara kedua bentuk perjanjian ini adalah kekuatan hukumnya, perjanjian tertulis tentu lebih

kuat, karena perjanjian tertulis itu menjadi akta otentik atau bukti tertulis dimata hukum.

Dalam perjanjian kerja tertulis harus memuat segala informasi tentang perusahaan dan

calon pekerja, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut legal atau

sedang dalam masalah. Identitas para pihak juga penting dalam pemenuhan hak dan kewajiban

para pihak. Identitas paling tidak memuat nama perusahaan, alamat perusahaan, jenis usaha, jenis

kelamin, umur dan alamat pekerja, ini diatur dalam pasal 54 UU No.13 Tahun 2003.

Mengenai waktu mulai dan berakhirnya perjanjian dapat dibagi 229 yaitu :

c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu

d. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang

menurut jenis dan sifat kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatmya ;

b. Pekerjaan yang bersifat musiman ; atau

c. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau produk tambahan yang masih

dalam percobaan ;

d. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

      

29

(44)

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. Perjanjian

kerja waktu tertentu dapat diadakan dalam jangka waktu paling lama 2tahun dan hanya dapat di

perpanjang 1kali.

Perjanjian yang penulis bahas dalam skripsi ini termasuk ke jenis perjanjian untuk

waktu tertentu, karena dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat kegiatan

pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu dan dapat di perpanjang dengan membuat

perjanjian baru jika masing-masing pihak sepakat untuk melanjutkan hubungan kerja tersebut.

Sedangkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat memberi masa percobaan

kerja paling lama 3bulan dan calon pekerja mendapat upah sesuai dengan upah minimum yang

berlaku.

Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :30

1. Perjanjian publik

Perjanjian publik adalah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari

seseorang kepada orang lain.31

2. Perjanjian pembuktian

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu kepada pihak lain.

3. Perjanjian liberatoir

Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari

suatu kewajiban.32

4. Perjanjian untung-untungan

      

30

 Komariah, Hukum Perdata, Malang, UMM Press, 2002, Hlm. 171  

Referensi

Dokumen terkait

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah populasi 4 sumur gali di pondok pesantren mahir Ar-riyadl komplek An-Nur kecamatan Pare Kabupaten Kediri,

Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika

Mengetahui tingkat kemurnian enzim pektinase (poligalakturonase) yang diisolasi dari bakteri Pseudomonas stutzeri setelah dilakukan pemurnian dengan pengendapan

yang berjudul: “ ANALISIS EFISIENSI PEMECAH GELOMBANG KONDISI EKSISTING DIBANDINGKAN DENGAN MATERIAL BATU BULAT HALUS” Penyusunan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk

Luaran yang diharapkan dari Pengkajian Sistem Usaha Ternak Sapi Potong di Lahan Kering adalah pemahaman yang lebih baik tentang: (1) Peningkatan PBBH sapi

1) Peningkatan jumlah lulusan yang menyelesaikan studi tepat waktu (4 tahun). 2) Peningkatan jumlah prodi yang terakreditasi secara internasional. 3) Peningkatan

Pada ketiga lokasi Karawang, Kebumen1 dan 2 galat dari model RAK berkorelasi spasial dan nilai dugaan jarak (range) lebih kecil dari lebar blok. Model rancangan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa Melalui Metode Problem Solving Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV