LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Maryam Balqis Saliimah
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 Desember 1994
Agama : Islam
Alamat : Jalan Seroja Komplek Citra Seroja Blok A No.19
Riwayat Pendidikan : 1. SDIT Al-Fithriyah
2. MTs Husnul Khotimah
3. MAN 1 Medan
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
“Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa FK USU”
Saya, Maryam Balqis Saliimah, mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sedang melaksanakan penelitian berjudul “Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa FK USU”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa FK USU. Untuk kepentingan pengumpulan data dalam penelitian ini, saya mohon kesediaan teman-teman dan adik-adik untuk dilakukan intervensi berupa pemberian kopi berkafein ataupun kopi dekafein serta menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang akan saya berikan dengan sejujur-jujurnya. Setiap data yang terdapat didalam jawaban kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian ini saja.
Setelah memahami hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini, saya mengharapkan teman-teman dan adik-adik dapat mengisi lembar perstujuan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Medan, 2015 Hormat Saya
LAMPIRAN 3
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah mendapat penjelasan atas tindakan yang dilakukan, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Umur : Jenis Kelamin :
Bersedia untuk menjadi responden (Sampel penelitian) dalam penelitian ini. Dimana saya akan diminta untuk meminum kopi berkafein ataupun kopi dekafein serta menjawab pertanyaan dalam kuesioner.
Persetujuan ini diambil dan disepakati dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
Medan, 2015
LAMPIRAN 4
LEMBAR KUESIONER KUALITAS TIDUR SEBELUM INTERVENSI (PSQI)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Hari/ Tanggal :
Petunjuk:
Pertanyaan berikut berhubungan dengan kebiasaan tidur anda selama satu minggu terakhir. Jawaban anda harus menunjukkan jawaban yang paling akurat untuk menggambarkan sebagian besar malam dan hari selama seminggu yang lalu
Skor 0 1 2 3
1. Jam berapa anda biasanya tidur di malam hari?
Sebelum jam 8 malam
jam 8-10 malam
jam 10-12 malam
Setelah jam 12 malam 2. Berapa lama
(dalam menit) anda biasanya
membutuhkan waktu untuk dapat tertidur di malam hari?
≤15 menit 16-30
menit 31-60 menit >60 menit
3. Jam berapa anda biasanya bangun di pagi hari?
Sebelum jam 5
pagi
jam 5-6 pagi
jam 6-7 pagi
4. Berapa jam anda biasanya tidur di malam hari? atau terlalu pagi
Tidak
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
gu
b. Terbangun untuk ke kamar mandi
Tidak
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/mingg
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/mingg
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
g. Mimpi buruk Tidak
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
gu h. Merasa nyeri Tidak
pernah 1x/minggu 2x/minggu
≥3x/ming
gu 6. Selama satu
minggu terakhir, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan
Sangat
baik Cukup baik Buruk
LAMPIRAN 5
KUESIONER KUALITAS TIDUR SETELAH INTERVENSI (PSQI)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Hari/ Tanggal :
Petunjuk:
Pertanyaan berikut berhubungan dengan tidur anda tadi malam. Jawaban anda harus menunjukkan jawaban yang paling akurat untuk menggambarkan tidur anda tadi malam.
Skor 0 1 2 3
1. Jam berapa anda tidur tadi malam?
Sebelum jam 8 malam
Jam 8-10 malam
Jam 10-12 malam
Setelah jam 12 malam 2. Berapa lama (dalam menit)
anda membutuhkan waktu untuk dapat tertidur tadi malam?
≤15 menit 16-30
menit
31-60 menit
>60 menit
3. Jam berapa anda bangun di pagi hari?
<Jam 5 pagi
Jam 5-6 pagi
Jam 6-7 pagi
>Jam 7 pagi 4. Berapa jam anda tidur tadi
malam? >7 jam 6-7 jam 5-6 jam <5 jam
a. Terbangun ditengah malam atau terlalu pagi
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
b. Terbangun untuk ke kamar mandi
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
c. Tidak dapat bernafas dengan nyaman
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
d. Batuk atau
mendengkur dengan keras
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
e. Merasa kedinginan di malam hari
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
f. Merasa kepanasan di malam hari
Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
g. Mimpi buruk Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
h. Merasa nyeri Tidak
Pernah 1 x 2 x ≥ 3 x
6. Tadi malam, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan?
Sangat baik
Cukup
baik Buruk
LAMPIRAN 6
PENILAIAN KUESIONER PSQI
Didalam penilaian PSQI, 13 pertanyaan akan dikelompokkan menjadi 7 komponen dasar kualitas tidur. Masing-masing komponen memiliki kisaran nilai 0-3 dengan 0 menunjukkan tidak adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari ketujuh komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai 0-21. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang dikelompokkan sebagai berikut.
Kualitas tidur baik : ≤ 5 Kualitas tidur buruk : > 5 a. Kualitas tidur subjektif
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 6 dalam PSQI yang berbunyi “Selama seminggu terakhir, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan?” Kriteria penilaian disesuaikan dengan pilihan jawaban responden sebagai berikut.
Sangat baik : 0 Cukup baik : 1 Cukup buruk : 2 Sangat buruk : 3 b. Latensi tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 2 dalam PSQI yang berbunyi “ Selama seminggu terakhir, berapa lama (dalam menit) anda biasanya membutuhkan waktu untuk dapat tertidur di malam hari?” Jawaban responden dikelompokkan dalam kategori dengan krtiteria penilaian sebagai berikut.
c. Durasi tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 4 dalam PSQI yang berbunyi, “Selama seminggu terakhir, berapa jam anda biasanya tidur di malam hari?” Jawaban responden dikelompokkan dalam kategori dengan kriteria penilaian sebagai berikut.
Durasi tidur > 7 jam : 0 Durasi tidur 6-7 jam : 1 Durasi tidur 5-6 jam : 2 Durasi tidur < 5 jam : 3 d. Efisiensi tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 1, 3 dan 4 dalam PSQI mengenai jam tidur malam dan bangun pagi serta durasi tidur. Jawaban responden kemudian dihitung dengan rumus:
( # )
( # ) ( # ) ×100%
Hasil perhitungan dikelompokkan menjadi 4 (empat)kategori dengan kriteria penilaian sebgai berikut.
Efisiensi tidur >85% : 0 Efisiensi tidur 75-84% : 1 Efisiensi tidur 65-74% : 2 Efisiensi tidur <65% : 3 e. Gangguan tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 5a-5h dalam PSQI , yang terdiri dari hal-hal yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Tiap item memiliki skor 0-3, dengan 0 berarti untuk tidak pernah sama sekali dan 3 berarti sangan sering dalam seminggu. Skor kemudian dijumlahkan sehingga dapat diperoleh skor gangguan tidur. Jumlah skor tersebut dikelompokkan sesuai kriteria penilaian sebagai berikut.
LAMPIRAN 8 Sebelum intervensi No. Nama Umur Jenis
Kelamin
C1 C2 C3 C4 C5 Skor SQ
1. AA 21 laki-laki 1 2 1 0 1 5 baik
2. AD 20 perempuan 1 1 2 0 1 5 baik
3. AE 20 perempuan 2 1 1 0 1 5 baik
4. AF 21 perempuan 1 1 2 1 0 5 baik
5. AH 21 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
6. AK 21 perempuan 1 0 2 0 1 4 baik
7. AM 21 perempuan 1 0 1 0 1 3 baik
8. AP 21 laki-laki 1 0 0 0 0 1 baik
9. AR 20 perempuan 1 0 3 3 1 8 buruk
10. AT 21 laki-laki 2 2 1 0 1 6 buruk
11. AU 19 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
12. AY 21 perempuan 2 2 2 0 1 7 buruk
13. CA 21 perempuan 1 0 3 3 1 8 buruk
14. CS 22 perempuan 1 2 2 0 1 6 buruk
15. DH 19 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
16. DN 20 perempuan 0 1 1 0 1 3 baik
17. DR 20 perempuan 1 0 2 0 1 4 baik
18. ED 21 perempuan 0 0 1 0 1 2 baik
19. HF 21 laki-laki 1 1 1 0 1 4 baik
20. IG 21 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
21. KH 20 laki-laki 0 0 2 0 1 3 baik
22. LF 21 perempuan 1 1 1 0 1 4 baik
23. MA 20 perempuan 1 1 1 0 1 4 baik
24. MF 19 laki-laki 1 0 2 0 0 3 baik
25. MH 17 laki-laki 1 1 2 0 1 5 baik
26. MJ 19 laki-laki 1 0 2 0 2 5 baik
27. MK 21 laki-laki 0 0 2 0 1 3 baik
28. ML 20 laki-laki 1 1 2 0 1 5 baik
29. MM 21 laki-laki 0 0 2 0 2 4 baik
30. MN 19 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
31. MO 20 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
32. MQ 20 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
33. MR 20 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
34. MS 21 perempuan 0 2 2 0 1 5 baik
35. MT 20 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
36. MU 21 laki-laki 1 1 2 0 2 6 buruk
37. MY 22 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
38. NN 17 perempuan 1 1 1 0 1 4 baik
40. RI 20 perempuan 1 2 1 0 1 5 baik
41. RR 21 laki-laki 1 2 1 0 2 6 buruk
42. RS 21 laki-laki 1 2 1 0 1 5 baik
43. SA 21 perempuan 1 2 1 0 1 5 baik
44. SM 21 perempuan 1 0 1 0 1 3 baik
45. SO 21 perempuan 0 0 2 0 1 3 baik
46. SR 20 laki-laki 1 1 2 0 1 5 baik
47. TL 21 perempuan 1 3 2 0 1 7 buruk
48. UA 21 laki-laki 1 0 1 0 2 4 baik
49. WS 21 laki-laki 1 2 0 0 2 5 baik
50. YP 20 laki-laki 2 0 2 1 1 6 buruk
Sesudah intervensi
No. Nama Umur Jenis Kelamin
C1 C2 C3 C4 C5 Skor SQ
1. AA 21 laki-laki 1 1 3 3 1 9 buruk
2. AD 20 perempuan 2 1 2 0 1 6 buruk
3. AE 20 perempuan 1 1 0 0 2 4 baik
4. AF 21 perempuan 1 1 1 0 1 4 baik
5. AH 21 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
6. AK 21 perempuan 1 0 3 3 0 7 buruk
7. AM 21 perempuan 1 0 1 0 1 3 baik
8. AP 21 laki-laki 2 0 3 0 3 8 buruk
9. AR 20 perempuan 1 0 0 0 1 2 baik
10. AT 21 laki-laki 1 1 2 0 0 4 baik
11. AU 19 laki-laki 0 0 1 0 1 2 baik
12. AY 21 perempuan 1 2 2 0 1 6 buruk
13. CA 21 perempuan 1 0 1 0 0 2 baik
14. CS 22 perempuan 1 1 3 3 1 9 buruk
15. DH 19 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
16. DN 20 perempuan 0 1 0 0 0 1 baik
17. DR 20 perempuan 1 0 2 0 0 3 baik
18. ED 21 perempuan 1 1 2 2 1 7 buruk
19. HF 21 laki-laki 1 1 2 0 1 5 baik
20. IG 21 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
21. KH 20 laki-laki 0 0 0 0 0 0 baik
22. LF 21 perempuan 1 1 2 1 1 6 buruk
23. MA 20 perempuan 1 0 2 0 1 4 baik
24. MF 19 laki-laki 1 0 2 2 0 5 baik
25. MH 17 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
26. MJ 19 laki-laki 1 0 3 2 1 7 buruk
27. MK 21 laki-laki 2 0 2 2 1 7 buruk
29. MM 21 laki-laki 0 0 3 3 1 7 buruk
30. MN 19 laki-laki 1 0 0 0 1 2 baik
31. MO 20 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
32. MQ 20 laki-laki 1 0 2 0 0 3 baik
33. MR 20 laki-laki 0 0 0 0 0 0 baik
34. MS 21 perempuan 0 0 1 0 0 1 baik
35. MT 20 laki-laki 1 1 1 0 1 4 baik
36. MU 21 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
37. MY 22 laki-laki 1 1 2 0 1 5 baik
38. NN 17 perempuan 1 2 1 0 1 5 baik
39. RA 21 perempuan 2 3 3 3 0 11 buruk
40. RI 20 perempuan 1 0 2 2 1 6 buruk
41. RR 21 laki-laki 0 1 1 0 1 3 baik
42. RS 21 laki-laki 1 3 2 3 1 10 buruk
43. SA 21 perempuan 1 1 0 0 1 3 baik
44. SM 21 perempuan 1 0 1 0 0 2 baik
45. SO 21 perempuan 1 0 2 0 0 3 baik
46. SR 20 laki-laki 1 0 2 0 1 4 baik
47. TL 21 perempuan 1 3 2 0 1 7 buruk
48. UA 21 laki-laki 1 0 1 0 1 3 baik
49. WS 21 laki-laki 1 1 1 0 1 4 baik
LAMPIRAN 9
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu 1x/mingg u
6-7 1x/minggu 2x/minggu >3x/ming gu
tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
2x/minggu 1x/minggu tidak pernah
10-12 meni
2x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
2x/minggu 1x/minggu 1x/mingg u
2x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
10-12 meni
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
2x/minggu 2x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
5-6 1x/minggu >3x/ming gu
tidak pernah
tidak pernah
2x/minggu 2x/minggu 1x/mingg u
tidak pernah
t 5 baik
1x/minggu 1x/minggu 1x/minggu 1x/mingg u
2x/minggu tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu >3x/ming gu
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
6-7 1x/minggu >3x/ming gu
6-7 1x/minggu 1x/minggu >3x/ming gu
tidak pernah
36. MU jam
5-6 1x/minggu 1x/minggu >3x/ming gu
2x/minggu 2x/minggu tidak pernah
2x/minggu 1x/minggu 1x/mingg u
1x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu 2x/minggu >3x/ming gu
t baik
1x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
2x/minggu tidak pernah
6-7 1x/minggu 1x/minggu 2x/minggu >3x/ming gu
1. AA setelah
1x/minggu 1x/minggu 2x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah 1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
>jam 7 >7 1x/minggu 2x/minggu >3x/minggu tidak pernah
>3x/minggu 1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah 1x/minggu 1x/minggu cukup
6. AK jam
10-tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
16. DN jam
10-tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
6-7 1x/minggu 1x/minggu tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah 1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
5-6 tidak pernah 1x/minggu tidak pernah 2x/minggu tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
12 menit pernah pernah pernah pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
47. TL setelah jam 12
31-60 menit
>jam 7 5-6 tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
1x/minggu tidak pernah
cukup
48. UA jam 10-12
<15 menit
jam 6-7 6-7 tidak pernah 1x/minggu tidak pernah 1x/minggu tidak pernah tidak pernah
tidak pernah
tidak pernah
cukup
49. WS setelah jam 12
16-30 menit
>jam 7 6-7 1x/minggu tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
>3x/minggu tidak pernah
1x/minggu 1x/minggu cukup
50. YP setelah jam 12
<15 menit
jam 5-6 5-6 tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah tidak pernah
tidak pernah
tidak pernah
LAMPIRAN 10
HASIL UJI STATISTIK
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
laki-laki 28 56,0 56,0 56,0
perempuan 22 44,0 44,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
2. Umur
Umur responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
17 2 4,0 4,0 4,0
19 5 10,0 10,0 14,0
20 15 30,0 30,0 44,0
21 26 52,0 52,0 96,0
22 2 4,0 4,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
3. Pengaruh Kafein Terhadap Kualitas Tidur Sebelum Intervensi Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square ,500a 1 ,480 Continuity Correctionb ,125 1 ,724 Likelihood Ratio ,503 1 ,478
Fisher's Exact Test ,725 ,363 Linear-by-Linear Association ,490 1 ,484
N of Valid Cases 50
4. Pengaruh Kafein Terhadap Kualitas Tidur Sesudah Intervensi Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,714a 1 ,005 Continuity Correctionb 6,095 1 ,014 Likelihood Ratio 8,123 1 ,004
Fisher's Exact Test ,012 ,006 Linear-by-Linear Association 7,560 1 ,006
N of Valid Cases 50
DAFTAR PUSTAKA
Adeleyna, N., 2008. Analisis Insomnia Pada Mahasiswa Model Pengaruh
Kecemasan Tes. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.
Agustin, D., 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada
Pekerja Shift di PT. Krakatau Tirta Industri Cilegon. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Arifin, Z., 2011. Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
Jakarta.
Dalimunthe, R.A., 2011. Pengaruh Kafein Terhadap Toksisitas Parasetamol
ditinjau dari Parameter Farmakokinetika, Kadar AST, ALT, dan
Gambaran Histopatologis Jaringan Hati, Ginjal, dan Jantung Tikas Putih.
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Daswin, N.B.T. 2013. Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur
Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Tahun 2012. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Dorland, Saunders. 2008. Dorland’s Medical Dictionary 31th Edition. Jakarta:
EGC.
Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC: 186-195.
Guyton, A.C. Hall, J.E.,2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC: 778-779.
Huang, Z.L. et al., 2014. Adenosine A2A, but not A1, receptors mediate the
arousal effect of caffeine. US National Library of Medicine National
Leitzmann, M.F. et al., 1999. A prospective study of coffe consumption and the
risk of symptomatic gallstone disease in men. Joutrnal of the American
Medical Association, 281, 2106-2112.
Lesher, S.R., 2014. Caffeine, Mental Health, and Sleep Quality in Students: A
Mediation Approach. Lycoming College.
Liveina, Artin, G.A., 2014. Pola Konsumsi dan Efek Samping Minuman
Mengandung Kafein pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Bali.
Margolis, L., 2009. The Effects of Caffeine on Sleep Patterns Among Adolescents. Peabody College, Vanderbilt University.
Nurdiana, 2009. Pengaruh Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Prussin, C., 2003. IgE, mast cells, basophils, and eosinophils. Journal of Allergy and Clinical Immunology.
Purba, A., 2011. Analisis Hipnopatologi Plasenta Mencit (Mus musculus) Strain
DD Webster Pasca Pemberian Kafein.. Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Purdiani, M., 2014. Hubungan Penggunaan Minuman Berkafein Terhadap Pola
Tidur dan Pengaruhnya Pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas
Surabaya. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya.
Putri, D.P., 2013. Pengaruh Kualitas Tidur Terhadap Indeks Massa Tubuh Pada
Siswa-Siswi Negeri 4 Pematang Siantar. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Rogers P.J., Smith J.E., 2012. Faster but not smarter: effects of caffeine and
Sherwood., 2001. Susunan Sistem Saraf Pusat. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sel Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC: 136-138.
Spriet L.L. Graham T.E., 2007. Caffeine adn Exercise Performance. Indianopolis: The American College of Sport Medicine.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang pengaruh penggunaan kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa FK USU adalah:
Variabel Independen Variabel dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Kafein
Kafein adalah stimulan yang ditemukan secara alami pada biji kopi, daun teh, biji kakao (coklat) dan kacang kola (cola) dan ditambahkan ke minuman ringan, makanan, dan obat-obatan. Tiap jenis minuman berkafein akan berbeda kadar kafein sesuai dengan sumber kafein dan ukuran wadah.
3.2.2. Kopi Berkafein
Kopi berkafein diperoleh dari Nescafe Classic 200 g. BPOM RI MD: 141108001004. Nescafe mengandung 66,3% kafein. Kandungan kafein adalah 65 mg/cangkir kecil (175 cc). Dimana setiap subjek akan mengkonsumsi 2 cangkir.
3.2.3. Kopi Dekafein
Kopi dekafein adalah kopi yang bebas dari 97% kafein. Kopi dekafein diperoleh dari Decaffeinato, Caffe’ Vergano 1882. Made in Italy. Decaffeinated caffeine content: 0.10% maximum. BPOM RI ML: 541119014206. Dimana setiap subjek akan mengkonsumsi 2 cangkir.
3.2.4 Kualitas Tidur
Kualitas tidur merupakan gambaran secara subyektif yang menjelaskan tentang kemampuan untuk mempertahankan waktu tidur serta tidak adanya gangguan yang dialami selama periode tidur (Arifin, 2011). Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen, yaitu kualitas tidur yang
subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas disiang hari seperti yang tertera dalam lampiran kuesioner.
Masing-masing komponen memiliki kisaran nilai 0-3 dengan 0 menunjukkan tidak adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat :
1. Cara Ukur : Metode angket
2. Alat Ukur : Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang dimodifikasi
3. Hasil Pengukuran :
Kualitas tidur baik ≤5 Kualitas tidur buruk >5 4. Skala Pengukuran : Ordinal
3.3 Hipotesis
Pengguna kafein dengan jumlah besar akan mengalami susah tidur. Minuman
berkafein
Minuman
dekafein P
Rata-rata kualitas tidur ̅ ± ̅±
Uji hipotesis : t-test unpaired
Minuman
Kualitas tidur Berkafein Dekafein Total
<5
>5
Total
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu uji klinis yang bersifat cross-sectional untuk melihat apakah ada pengaruh antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur mahasiswa FK USU.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Desember 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa-mahasiswi yang terdaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mulai dari angkatan 2012 hingga angkatan 2015.
Penelitian akan menggunakan metode Simple Random Sampling. Dimana peneliti akan secara random memilih sampel sesuai dengan jumlah sampel yang didapatkan dalam perhitungan rumus.
Berdasarkan studi pendahuluan dijumpai presentasi kualitas tidur buruk 75% pada pemberian minuman berkafein.
1 = 2 = Zα 2 + Zβ 1 1 + 2 2
1− 2 ²
1 = 2 = 1,96 2 × 0,475 × 0,525 + 0,84 ( 0,75 × 0,25) + ( 0,2 × 0,8)
0,75−0,2 ²
1 = 2 = 11,56 n = 20% × 11,56 = 2,312 n1 = n2 = 11,56+2,312 = 13,872
n1 = n2 = 14
Keterangan: n = besar sampel
Zα = tingkat kemaknaan = 1,96 Zβ = 0,84
P1 = proporsi mahasiswa dengan kualitas tidur buruk setelah pemberian minuman berkafein (0,75)
P2 = proporsi mahasiswa dengan kualitas tidur buruk setelah pemberian minuman dekafein (0,2)
P = 1 2(P1+P2)
Dengan menggunakan rumus besar sampel tersebut diperoleh jumlah sampel minimal. Sampel minimal yang memenuhi kriteria inklusi-eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteri Inklusi, meliputi:
- Mahasiswa yang bukan peminum kopi/teh berat - Mahasiswa yang masih terdaftar di FK USU - Mahasiswa yang kooperatif
b. Kriteria Eksklusi, meliputi:
- Tidak sedang dalam keadaan sakit - Tidak sedang dalam keadaan kelelahan - Tidak sedang dalam keadaan stres - Tidak mengkonsumsi obat-obatan - Tidak memiliki riwayat hipertensi
4.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI); terlampir yang sudah distandarisasi secara internasional dan merupakan alat ukur yang valid untuk menilai kualitas tidur.
Langkah-langkah yang peneliti akan lakukan dalam proses pengumpulan data antara lain:
1. Membuat pengumuman berisi penawaran kepada mahasiswa/i yang bersedia menjadi responden
2. Mengumpulkan responden untuk diberikan pengarahan dan mendapat persetejuan
3. Responden diharapkan hadir pukul 17.00 WIB untuk mengisi lembar kuesioner kualitas tidur sebelum diberi intervensi
Kelompok A : Mendapat minuman berkafein (Kopi berkafein) Kelompok B : Mendapat minuman dekafein (Kopi dekafein)
5. Keesokan harinya responden dikumpulkan untuk mengisi lembar kuesioner kualitas tidur setelah diberi intervensi
6. Laporan dari efek samping penggunan kafein (misal: sering buang air kecil, takikardi)
7. Data ditabulasi dengan t-test unpaired dan chi-square dan menentukan perbedaan yang dijumpai
4.5 Metode Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain: tahap pertama editing, yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah terisi sesuai petunjuk; tahap kedua coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah saat mengadakan tabulasi dan analisis; tahap ketiga processing, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program statistical package for the social
sciences (SPSS); tahap keempat cleaning, yaitu mengecek kembali data yang
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di jalan dr. T. Mansyur No.5, Kecamatan Medan Baru, Medan, dengan batas wilayah:
a. Batas Utara : Jalan dr. T. Mansyur
b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU c. Batas Timur : Jalan Universitas
d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU
5.1.2. Deskripsi Karateristik Responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahsiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan jumlah responden sebanyak 50 orang.
5.1.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
orang (56%), kemudian perempuan sebanyak 22 orang (44%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%)
Laki-laki 28 56
Perempuan 22 44
Total 50 100
5.1.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan karateristik umur, hasil penelitian ini memperoleh responden yang terbanyak terdapat pada umur 21 tahun yaitu sebanyak 26 orang (52%), kemudian umur 20 tahun yaitu sebanyak 15 orang (30%), kemudian umur 19 tahun yaitu sebanyak 5 orang (10%), kemudian umur 17 tahun yaitu sebanyak 2 orang (4%) dan umur 22 tahun yaitu sebanyak 2 orang (4%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut:
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)
17 2 4
19 5 10
20 15 30
21 26 52
Total 50 100
5.1.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kopi yang Dikonsumsi
Berdasarkan jenis kopi yang dikonsumsi, dari 50 orang yang menjadi responden kemudian dibagi menjadi 2 kelompok frekuensi yang sama rata yaitu 25 orang (50%) mendapat minuman berkafein dan 25 orang (50%) mendapat minuman dekafein. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kopi yang Dikonsumsi
Jenis kopi Jumlah (orang) Presentase (%)
Berkafein 25 50
Dekafein 25 50
Total 50 100
5.1.6. Perbandingan Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kelompok yang Mengkonsumsi Kopi Berkafein
Sebelum intervensi, responden yang mengkonsumsi jenis kopi berkafein yang mengalami kualitas tidur baik sebanyak 21 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 4 orang. Sedangkan sesudah intervensi responden yang mengalami kualitas tidur baik sebanyak 13 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 12 orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut:
Kualitas Tidur
Kopi Berkafein
Total Sebelum
Intervensi
Sesudah Intervensi
Baik 21 13 34
Buruk 4 12 16
Total 25 25 50
5.1.7. Perbandingan Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kelompok yang Mengkonsumsi Kopi Dekafein
Sebelum intervensi, responden yang mengkonsumsi jenis kopi dekafein yang mengalami kualitas tidur baik sebanyak 19 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 6 orang. Sedangkan sesudah intervensi responden yang mengalami kualitas tidur baik sebanyak 22 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 3 orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:
Tabel 5.5. Perbandingan Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kelompok yang Mengkonsumsi Kopi Dekafein
Kualitas Tidur
Kopi Dekafein
Total Sebelum
Intervensi
Sesudah Intervensi
Baik 19 22 41
Total 25 25 50
5.1.8. Perbandingan kualitas tidur sebelum intervensi pada Kopi Berkafein dan Dekafein
Responden yang mengkonsumsi jenis kopi berkafein yang mengalami kualitas tidur baik sebelum intervensi sebanyak 21 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 4 orang. Sedangkan responden yang mengkonsumsi jenis kopi dekafein yang mengalami kualitas tidur baik sebelum intervensi sebanyak 19 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 6 orang.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh p=0,725 (p<0,05) artinya tidak ada pengaruh antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesa alternatif (Ha) pada penelitian ini yaitu ada pengaruh antara penggunaan kafein terhadap kualitas tidur ditolak. Dan menerima hipotesa null (Ho) yaitu tidak ada pengaruh penggunaan kafein terhadap kualitas tidur. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai berikut:
Tabel 5.6. Perbandingan Kualitas Tidur Sebelum Intervensi pada Kopi Berkafein dan Dekafein
Kualitas tidur
Jenis kopi
Total
p-value Berkafein Dekafein
Baik 21 19 40 0,725
Buruk 4 6 10
Total 25 25 50
5.1.9. Perbandingan Kualitas Tidur Sesudah intervensi pada Kopi Berkafein dan Dekafein
mengkonsumsi jenis kopi dekafein yang mengalami kualitas tidur baik sesudah intervensi sebanyak 22 orang, dan yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 3 orang.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh p=0,012 (p<0,05) artinya ada pengaruh antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesa alternatif (Ha) pada penelitian ini yaitu ada pengaruh antara penggunaan kafein terhadap kualitas tidur diterima. Dan menolak hipotesa null (Ho) yaitu tidak ada pengaruh penggunaan kafein terhadap kualitas tidur. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7. Perbandingan Kualitas Tidur Sebelum Intervensi pada Kopi Berkafein dan Dekafein
Kualitas tidur
Jenis kopi
Total
p-value Berkafein Dekafein
Baik 13 22 35 0,012
Buruk 12 3 15
Total 25 25 50
5.2. Pembahasan
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2012 sampai angkatan 2015. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 50 orang yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok frekuensi yang sama rata yaitu 25 orang (50%) mendapat minuman berkafein dan 25 orang (50%) mendapat minuman dekafein. Responden paling banyak berada pada umur 21 tahun (52%) dan jumlah responden laki-laki (56%) lebih banyak dari perempuan (44%).
yaitu sebanyak 21 orang (84%) sedangkan sebanyak 4 orang (16%) yang memiliki kualitas tidur yang buruk pada responden yang mengkonsumsi kopi berkafein. Pada responden yang mengkonsumsi kopi dekafein kebanyakan reponden memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 19 orang (76%) sedangkan sebanyak 6 orang (24%) yang memiliki kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan kualitas tidur sesudah intervensi, diperoleh kebanyakan responden memiliki kualitas yang baik yaitu sebanyak 13 orang (52%) sedangkan sebanyak 12 orang (48%) yang memiliki kualitas tidur yang buruk pada responden yang mengkonsumsi kopi berkafein. Pada responden yang mengkonsumsi kopi dekafein kebanyakan responden memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 22 orang (88%) sedangkan sebanyak 3 orang (12%) yang memiliki kualitas tidur yang buruk.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Albert (2012), yang dilakukan pada 40 sampel mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2009 dimana kebanyakan responden memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 24 orang (60%) sedangkan responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 16 orang (40%).
Penelitian oleh Brezinova (1974), membuktikan pemberian kafein sebelum tidur dapat mengurangi jumlah tidur selama 2 jam, menunda onset tidur selama 66 menit serta meningkatkan frekuensi terjaga pada waktu malam. Menurut penelitian yang dilakukan Purdiani (2014) pada mahasiswa/i Universitas Surabaya, sebanyak 39,17% mengkonsumsi kopi dengan kualitas tidur yang buruk.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013), yang dilakukan pada 90 sampel pada siswa-siswi Negeri 4 Pematang Siantar didapatkan hasil yang berbeda dimana kebanyakan responden memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 81 orang (90%) sedangkan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 9 orang (10%).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebelum dilakukan intervensi, kualitas tidur pada sampel yang mengkonsumsi kopi berkafein dan dekafein tidak berbeda signifikan (P=0,075).
2. Setelah dilakukan intervensi, sampel yang mengkonsumsi kopi berkafein memiliki kualitas tidur lebih buruk (p=0,012) dibandingkan sampel yang mengkonsumsi kopi dekafein.
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam meyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Kafein
2.1.1 Struktur Kimia Kafein
Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu xanthin, theophylline, dan theobromine (Daswin, 2013).
C8H10N4O2
Gambar 2.1. Struktur kimia kafein
2.1.2 Sumber Kafein
kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung sedikit jumlah
teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi (Daswin, 2013).
Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein seperti terlihat pada tabel 2.1. Efek stimulan yang lemah dari coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai kafein (Casal et
al, 2000 dalam Purba, 2011).
Tabel 2.1
Kadar Kafein dalam Berbagai Produk
Coffee, cup = 125 ml Caffeine (mg)
Filtered, percolated 60-100
Drip 44
Instant 35-50
Pads, dark regular 90-95
Pads, milk 75-80
Cappucino 60
Espresso, cup = 50 ml 50-60
Decaffeinated coffe cup = 125 ml 2-4
Tea, cup = 125 ml 20-45
Soft drinks per 100 ml
Cola’s general 3-11
Cola’s light 0-15
Ice tea 3-12
Energy drinks per 100 ml 30
Chocolate containing drinks per 100 ml 2-4 Chocolate/50 gr
Milk 2-25
Dark 8-60
Extra dark 30-210
Alcoholic drinks or shooters per 100 ml 50-120 Prescription and non predescription medication 25-200 Sumber : Snel & Lorist, 2011
2.1.3 Manfaat dan Kegunaan Kafein
Kafein memiliki manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam dunia medis. Kafein sering digunakan dalam terapi kombinasi pengobatan migrain. Menurut American Headache Society, kombinasi pemberian oral antara kafein bersama-sama dengan obat penghilang rasa sakit seperti aspirin dan acetaminophen, efektif untuk mengobati migrain. Hal ini dikarenakan kafein dalam dosis kecil dapat membantu penyerapan obat-obatan penghilang rasa sakit terutama pada paracetamol. Kafein telah disetujui FDA untuk digunakan dengan obat penghilang rasa sakit untuk mengobati sakit kepala migrain. Kafein juga dapat digunakan pada penderita tension type headache dan nyeri kepala paska operasi. Pemberian kafein dalam dilakukan per oral maupun intravena (Shapiro & Cowan, 2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Smith & Roger (2000), kafein dapat meningkatkan kewaspadaan mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa minum minuman berkafein sepanjang hari dapat meningkatkan kewaspadaan pikiran. Sehingga kafein sering dikombinasikan dalam minuman berenergi untuk meningkatkan kinerja mental lebih baik (Smith & Roger, 2000).
Menurut American College of Sport Medicine, kafein dapat meningkatkan kekuatan fisik dan daya tahan, dan mungkin menunda kelelahan. Penggunaan kafein juga dapat mengurangi perasaan lelah dan meningkatkan kinerja selama kegiatan seperti bersepeda, berjalan, bermain sepak bola, dan golf. Namun kafein tampaknya tidak meningkatkan kinerja selama jangka pendek, intensitas tinggi latihan seperti berlari dan mengangkat (American College of Sport Medicine, 2008).
dilakukan oleh Leitzmann et al (1999) dengan menggunakan studi prospektif pada 46.000 responden (Leitzman, 1999).
2.1.4 Dosis Harian Kafein
Kafein memiliki fungsi dan manfaat bagi tubuh dalam dosis tertentu. Penggunaan kafein dalam jumlah besar dan jangka panjang akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Konsumsi kafein yang aman untuk orang dewasa yang sehat berkisar antara 400-450 mg/hari, tapi kebanyakan orang dewasa mengkonsumsi antara 106-170 mg/hari; secara luas dianggap sebagai kisaran aman (Lesher, 2014). Menurut Greeden et al. (1978), mengkonsumsi 500 mg kafein per hari dapat menyebabkan gangguan berbagai manifestasi perilaku, dan psikofisiologis.
Dalam penggunaan pada sakit kepala atau meningkatkan kewaspadaan mental dapat digunakan sebanyak 250 mg per hari, dengan dosis untuk kelelahan paska aktivitas yaitu 150-600 mg. Kafein juga sering digunakan untuk meningkatkan kinerja atletik, dengan dosis 2-10 mg/kg atau lebih dapat digunakan. Namun, dosis lebih dari 800 mg per hari dapat menghasilkan efek diuresis lebih besar dari 15 mcg/mL diizinkan oleh National Collegiate Athletic
Association. Kafein juga dapat menurunkan sakit kepala paska operasi dengan
Menurut James et al. (1968), pengguna kopi/teh berat adalah seseorang yang mengkomsumsi setidaknya 8 gelas teh atau kopi per hari atau setara dengan mengkonsumsi rata-rata 720-2250 mg per hari.
2.1.5 Farmakodinamik Kafein
Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos , terutama otot polos bronkus, merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis (Purba, 2011) :
a. Jantung
Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung, sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan
tachycardia, bahkan pada individu yang sensitif mungkin
menyebabkan aritmia yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang prematur.
b. Pembuluh darah
Kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah
c. Sirkulasi Otak
Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan O2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosine oleh Xantin.
d. Susunan Saraf Pusat
Kafein merupakan perangsang SSP yang kuat. Orang yang mengkonsumsi kafein tidak terlalu merasa kantuk, tidak terlalu lelah, dan daya pikirnya lebih cepat serta lebih jernih. Tetapi, kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang memerlukan koordinasi otot halus (kerapian), ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein 82-250 mg (1-3 cangkir kopi).
Kafein dapat menyebabkan diuresis dengan cara meninggikan produksi urin atau menghambat reabsorbsi elektrolit di tubulus proksimal. Akan tetapi efek yang ditimbulkan sangat lemah.
2.1.6 Farmakokinetik Kafein
Kafein diabsorbsi dengan cepat dan mendekati sempurna melalui saluran gastrointestinal dalam waktu 30-60 menit. Kafein didistribusikan secara merata ke seluruh jaringan tubuh, Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 1 jam dengan rentang 0,5-1,5 jam. Waktu paruh eliminasi sangat bervariasi rata-rata 5 jam dengan rentang 2-12 jam (Donovan & Devane, 2001 dalam Dalimunthe, 2011). Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada wanita lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003 dalam Daswin, 2013).
Eliminasi kafein dari tubuh terjadi melalui metabolisme. Metabolisme kafein sangat kompleks, paling sedikit ada 25 metabolit yang dihasilkan. Kafein diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah yaitu hanya 1-4% setelah pemberian oral. Jalur utama eliminasi kafein melalui reaksi demetilasi yang dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 (CYP1A2) menghasilkan paraxantin (1,7-dimetilxantin) sebanyak 80%, teobromin 10%, dan teofilin 4% (Dalimunthe, 2011).
2.2 Tidur
2.2.1 Definisi Tidur
Tidur adalah suatu proses aktif yang terdiri dari periode-periode tidur gelombang-lambat dan paradoksikal yang berselang-seling (Sherwood, 2001). Tidur merupakan periode istirahat untuk tubuh dan pikiran. Selama masa ini berlangsung, kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau keseluruhannya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Tidur juga dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2008).
Saat malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling bergantian, yaitu paradoksisal atau tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur gelombang lambat atau tidur Non Rapid Eye Movement (NREM). Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodik setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi (Guyton, 2006).
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa (Ganong, 2003).
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu : 1. Tidur stadium satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga presentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut :
- NREM (75%) yaitu stadium 1 : 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%
- REM 25%
2.2.3 Kualitas Tidur
pemeriksaan 7 komponen: latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari (Agustin, 2012).
2.2.4 Gangguan Tidur
Menurut International Classification of Sleep Disorders, gangguan tidur terbagi atas:
1 Dissomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur, mengalami gangguan selama tidur bangun terlalu dini atau kombinasi di antaranya:
A. Gangguan Tidur Spesifik 1) Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM. Berbagai bentuk narkolepsi diantaranya narkolepsi kataplesia adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop dan head drop. Bentuk lain yaitu hypnagogic halusinasi auditorik/visual berupa halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal dan terakhir sleep paralisis adalah otot volunter mengalami paralisis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa esktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5 - 5 detik, berulang dalam waktu 20 - 60 detik atau mungkin berlangsung terus menerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam dapat dikategorikan ringan, apabila 25-50 gerakan/jam dikategorikan sedang, dan lebih dari 50 kali/jam dikategorikan berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat dan anemia.
3) Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome) / Ekboms syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang musculus tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otak hipotalamus.
Terdapat tiga jenis gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea) yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi kembali normal secara reflek.
sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome dan adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas, septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, guillan-barre syndrome dan arnold chiari
malformation.
5) Paska trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti sleep
hygine. Penggunaan lithium carbonate dapat menurunkan
angka frekuensi gangguan tidur akibat trauma kepala.
B. Gangguan Tidur Irama Sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu
beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal.
Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian yaitu pada sementara (acute work shift, Jet lag) dan menetap (shift worker) Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase
REM Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut :
1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type). 2) Tipe Jet lag
3) Tipe pergeseran kerja (shift work type).
4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
5) Tipe bangun-tidur beraturan
6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
C. Lesi Susunan Saraf Pusat (Neurologis)
terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak, epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½) jarang terjadi pada fase REM.
D. Gangguan Kesehatan, Toksik
Contohnya adalah seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipotiroid dan hipertiroid, gangguan ginjal akut maupun kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas tipe obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
E. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-putus fase tidur REM.
2. Parasomnia
berupa penurunan kesadaran (confuse), dan diikuti arousal dan amnesia episode. Hal ini seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4. Jenis gangguan yang terjadi diantaranya gangguan tidur berjalan (sleep
walking)/somnabulisme), gangguan teror tidur (sleep terror) dan
gangguan tidur berhubungan dengan fase REM. 2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Tidur
Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya adalah : 1. Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.
2. Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.
3. Stress psikologis
Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
4. Obat-obatan
meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.
5. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka sescorang tersebut akan mempercepat proses tcrjadinya tidur, karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga memengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
6. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.
2.2.6 Pengaruh kafein terhadap kualitas tidur
Kafein dihubungkan dengan penurunan frekuensi dari gelombang alpha, beta dan theta selama tidur (Lesher, 2014). Alasan yang mungkin untuk efek kafein pada tidur berasal dari peran adenosin. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin. Adenosin merupakan neurotransmiter yang efeknya mengurangkan aktivitas sel terutama sel saraf. Oleh sebab itu, apabila reseptor adenosin berikatan dengan kafein, efek yang berlawanan dihasilkan, lantas menjelaskan efek stimulan kafein (Allsbrok, 2008 dalam Nurdiana, 2009).
Sebuah studi harvard menunjukkan bahwa adenosin adalah homeostatis faktor tidur, yang berarti bahwa ia berperan dalam mempertahankan siklus tidur alami tubuh. Hal ini mungkin dicapai dikarenakan terjadi peningkatan kadar adenosin pada orang yang terjaga berkepanjangan (Huang, 2014).
Struktur yang paling penting untuk proses siklus tidur adalah basal kolinergik pada otak depan, yang berfungsi sebagai pusat mediasi adenosin untuk mengendalikan tingkat kadar adenosin. Reseptor A2A ditemukan dibawah rostal otak depan juga mungkin memiliki peran penting, terutama dalam efek adenosin yang melibatkan reseptor prostaglandin D2 (PGD2), sekelompok lipid reseptor peraturan. Ini adalah sangat menarik karena reseptor PGD2 ditemukan di dua lokasi; otak, seperti yang diharapkan, tetapi juga dalam sel mast. Sel mast memiliki peran dalam alergi karena mengandung histamin. Bagaimanapun, peran penting dari sel mast adalah untuk memperbaiki luka dan pertahanan tubuh terhadap patogen (Prussin, 2003). Hubungan ini meski belum sepenuhnya dipahami, mungkin menujukkan hubungan antar menghambat adenosine dan perbaikan sel imun yang menurun dan sisterm kekebalan tubuh yang lemah. Penelitian telah menunjukkan bahwa kafein terkait dengan produksi yang lebih rendah pada antibodi, efek anti-inflamasi, dan penekanan fungsi limfosit. Temuan ini menunjukkan dampak kafein pada masalah kesehatan dengan menghambat fungsi kekebalan tubuh yang tepat saat tidur (Lesher, 2014).
Dalam tubuh manusia terdapat protein yang berhubungan dengan tidur yaitu adenosine. Adenosine memegang peranan yang penting dalam mengontrol tidur. Adenosine merupakan zat kimia yang dihasilkan manusia dalam keadaan jaga, lalu terakumulasi terutama pada cairan serebro spinal, sehingga merangsang tidur jika kadarnya tinggi. Selanjutnya akan mengakibatkan peningkatan aktivitas gelombang delta selama tidur. Jika siaga atau terjaga yang berkepanjangan akan meningkatkan adenosine, yang mengakibatkan aktivitas perilaku abnormal dari sistem saraf. Hal ini dapat mengganggu kognisi dan emosi, sehingga dapat membuat seseorang menjadi mudah tersinggung dan selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan psikotik (Adeleyna, 2008).
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Teori Kafein
Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur:
1. Penyakit 2. Kelelahan 3. Stres psikologis 4. Obat-obatan 5. Nutrisi
Gangguan tidur: 1. Dissomnia
- Nakolepsi - Sleep Apnea 2. Parasomnia
- Sleep walking - Sleep terror
Kualitas tidur terganggu
Menghambat reseptor adenosine A1
dan A2A
Pelepasan Norepinefrin dan
peningkatan aktivasi doparminergik