• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

HOUSEHOLD SURVIVAL STRATEGY OF POOR FISHERMEN IN SUKARAJA VILLAGE, BUMI WARAS DISTRICT,

BANDAR LAMPUNG

by

Arini Nur Hidayati

This research’s goal is to identify and explain the survival strategies of poor fishermen households. This research did in Sukaraja Village, Bumi Waras District, Bandar Lampung where the society used natural resources located in Teluk Lampung as the main source of their livelihood. This type of research is descriptive quantitative approach. The sample of research totaled 81 poor fishermen households. Data collection techniques in this research is questionnaires, interviews, observation, and documentation, while the data analysis was done by analysis of frequency tables through processing programs of the statistical data, that called SPSS. Based on the research results, it is known that the survival strategies used by fishermen’s households in the Sukaraja villageto face the poverty is employment diversification, build/develop social networks, debt and reduce costs.

(2)

RINGKASAN

STRATEGI BERTAHAN HIDUP

RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

Oleh

Arini Nur Hidayati

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung dimana masyarakatnya memanfaatkan sumberdaya alam yang berada di Teluk Lampung sebagai sumber utama matapencaharian mereka. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 81 rumahtangga nelayan miskin. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara analisis tabel frekuensi melalui program pengolahan data statistik, yaitu SPSS. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa strategi bertahan hidup yang digunakan oleh rumahtangga nelayan di Kelurahan Sukaraja dalam menghadapi kemiskinan adalah diversifikasi pekerjaan, membangun/mengembangkan jaringan sosial, berhutang dan menekan pengeluaran.

(3)
(4)

STRATEGI BERTAHAN HIDUP

RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ARINI NUR HIDAYATI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran……….. 35

2. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Sukaraja,

Kecamatan Bumi Waras……….... 45

3. Susunan Pengurus Komunitas Nelayan Sukaraja………... 48 4. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 64 5. Distribusi Pendapatan Kepala Keluarga dari Pekerjaan Lain

di Kelurahan Sukaraja per Bulan……….. 68 6. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja Untuk Membeli Pulsa per Bulan……… 82 7. Peneliti Meminta Izin Melakukan Penelitian pada

Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja……….. L4 8. Peneliti Sedang Mewawancarai Bapak Maryudi Selaku

Ketua Kelompok Nelayan Kelurahan Sukaraja………. L4 9. Aktivitas Kenelayanan di Kelurahan Sukaraja………... L4 10. Nelayan Berangkat Ke Lautan Untuk Melempar Payang

di Kelurahan Sukaraja……… L4

11. Kekompakan Nelayan Menarik Payang di Kelurahan Sukaraja……. L4 12. Nelayan Merapikan Payang Untuk Mengambil Ikan Hasil

Tangkapan di Kelurahan Sukaraja………. L4

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….... i

DAFTAR GAMBAR………... ii

I. PENDAHULUAN………... 1

A.Latar Belakang Masalah……… 1

B.Rumusan Masalah………. 15

C.Tujuan Penelitian………... 15

D.Kegunaan Penelitian……….. 15

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 16

A.Tinjauan tentang Kemiskinan……….. 16

B.Tinjauan tentang Nelayan………. 21

C.Tinjauan tentang Rumahtangga Nelayan……….. 23

D.Tinjauan tentang Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan……….. 24

E.Tinjauan tentang Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Nelayan Miskin……….… 27

F. Kerangka Pemikiran……….… 32

III. METODE PENELITIAN……….. 36

A.Tipe Penelitian……….. 36

B.Lokasi Penelitian………... 36

C.Definisi Konseptual dan Operasionalisasi Variabel……… 37

D.Populasi dan Sampel………. 39

E.Teknik Pengumpulan Data……… 39

F. Teknik Pengolahan Data………... 40

G.Teknik Analisa Data………. 41

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………. 43

(7)

B.Pemerintahan………. 45

C.Kondisi Geografis……….. 46

D.Kondisi Demografi……… 49

E.Organisasi Kemasyarakatan………..… 56

F. Perekonomian……… 56

G.Kemiskinan……… 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 59

A.Deskripsi Hasil Penelitian………. 59

1. Identitas Responden……… 59

2. Pendapatan Rumahtangga……… 63

3. Pengeluaran Rumahtangga………... 72

4. Perbandingan antara Pendapatan dengan Pengeluaran Rumahtangga……… 99

5. Strategi Kelangsungan Hidup Rumahtangga Nelayan………. 99

B.Pembahasan……….. 111

1. Diversifikasi Pekerjaan……… 114

2. Jaringan Sosial……….. 116

3. Berhutang dan Menekan Pengeluaran……… 121

VI. SIMPULAN DAN SARAN……… 124

A.Simpulan……… 124

B.Saran……….. 125

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Izin Penelitian………. L1

2. Kuesioner………. L2

3. Panduan Wawancara……… L3

(9)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi Penduduk berdasarkan Ketenagakerjaan……….. 9

2. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut

Kesejahteraan Keluarga………..……...………… 10

3. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut

Mata Pencaharian………...………... 11

4. Nama Kepala Kampung Sukaraja Menurut Periode

Kepemimpinannya……….… 44

5. Luas dan Bentangan Wilayah Kelurahan Sukaraja………... 46

6. Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Kelurahan

Sukaraja... 49

7. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Umur……….. 50

8. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Etnis………... 51

9. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Agama………... 52

10. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Pendidikan………....………. 53

11. Organisasi Kemasyarakatan di Kelurahan Sukaraja….…………. 56

12. Jenis Usaha/Kegiatan Ekonomi di Kelurahan

Sukaraja….……….. 57

13. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan

(10)

14. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Jumlah Anggota Keluarga………... 61

15. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Jumlah Anak……….. 62

16. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 65

17. Distribusi Pendapatan Nelayan di Kelurahan Sukaraja

per Bulan dari Pekerjaan sebagai Nelayan……….…... 66

18. Distribusi Pendapatan Istri Nelayan di Kelurahan

Sukaraja per Bulan………..…...

70

19. Distribusi Pendapatan Anak Nelayan di Kelurahan

Sukaraja per Bulan……….………... 71

20. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 72

21. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Beras per Bulan…...

73

22. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Lauk Pauk per Bulan………. 74

23. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sayuran per Bulan………. 76

24. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Minyak Goreng per Bulan... 77

25. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Gula per Bulan………… 78

26. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Kopi per Bulan…….…...

79

27. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Bumbu Masak per Bulan…………...

81

28. Disktribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

(11)

i

29. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Transportasi Anak ke Sekolah per Bulan………. 86

30. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membayar Uang Sekolah Anak per Bulan…... 87

31. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sabun Mandi per Bulan……….... 88

32. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Pasta Gigi per Bulan………. 89

33. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sabun Cuci per Bulan………... 90

34. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Shampoo per Bulan………... 92

35. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja untuk Memberi Sumbangan (Acara Pernikahan,

Santunan, dan Lainnya) per Bulan...

93

36. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Biaya Kesehatan per Bulan.………. 95

37. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Tagihan Rekening Listrik per Bulan…………. 96

38. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Pajak PBB per Bulan………..………... 97

39. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Pajak Kendaraan per Bulan……….…….. 98

40. Selisih Pendapatan dengan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 99

41. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Tetangga Rumah……….………... 100

42. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Teman Kerja……….. 101

43. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Juragan………... 101

44. Kesediaan Tetangga untuk Membantu Nelayan

(12)

45. Pihak Yang Paling Cepat Memberi Bantuan kepada

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………. 103

46. Pihak yang Membantu Keluarga Saat Istri Nelayan

di Kelurahan Sukaraja Melahirkan……… 104

47. Organisasi Kemasyarakatan yang Diikuti oleh

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………. 105

48. Rumahtangga Nelayan yang Melakukan Hutang

atau Tidak di Kelurahan Sukaraja………. 106

49. Frekuensi Hutang Rumahtangga Nelayan per Bulan

di Kelurahan Sukaraja……….…….………. 107

50. Hutang Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja

per Bulan………... 108

51. Alokasi Penggunaan Hutang Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan……….………….. 109

52. Pihak yang Memberi Hutang pada Rumahtangga

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………..………... 110

53. Penghematan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

(13)
(14)
(15)
(16)

MOTO

Sesungguhnya pertolongan akan datang bersama

kesabaran.

- HR. Ahmad -

Kesempatan Anda untuk sukses di setiap kondisi

selalu dapat diukur oleh seberapa besar

kepercayaan Anda pada diri sendiri.

- Robert Collier -

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan

orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya

mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah.

(17)

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta karunianya, saya dapat menyelesaikan karya tulis kecil ini yang akan saya persembahkan kepada:

 Kedua Orangtua saya yang telah mendukung dan menerima segala kelebihan dan kelemahan saya dalam menempuh pendidikan ini. Terima kasih atas segala doa yang telah diberikan kepada saya dan dukungannya secara materiil maupun nonmaterial.

 Kakak tercinta, Ahmad Nur Khasan yang telah memberikan dukungan dan semangatnya untuk adik yang menyebalkan ini. Terima kasih, engkau sudah menjadi kakak yang terbaik.

 Adik tercinta, Rizky May Pratama yang lucu dan menggemaskan selalu memberikan hiburan yang tak pernah saya dapatkan selama di luar rumah. Terima kasih sudah menjadi penghibur dan sahabat ketika di rumah, dan semoga kelak bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari mbak ini.

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Arini Nur Hidayati atau yang dipanggil dengan sebutan Arini ini lahir di Cimanggis pada tanggal 7 September 1992, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Sunarno dan Ibu Rubiyatun.

Riwayat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis, antara lain:

1. TK PKK Trimurni, diselesaikan pada tahun 1998 2. SD Negeri 3 Bandar Jaya, diselesaikan pada tahun 2004 3. SMP Negeri 5 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2007 4. SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2010

(19)

SANWACANA

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahNya, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Skripsi yang berjudul “Strategi Bertahan Hidup

Rumahtangga Nelayan Miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung” ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keikutsertaan berbagai pihak yang telah membantu serta membimbing penulis untuk menjadikan tulisan ini menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dengan kerendahan serta ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi. 3. Bapak Drs. Suwarno, M.H. selaku Pembimbing Akademik

(20)

5. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si. selaku Dosen Penguji. Terima kasih untuk semua masukan serta saran-saran yang telah diberikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis mengikuti masa perkuliahan.

7. Seluruh staff dan karyawan FISIP Universitas Lampung yang telah membantu keperluan administrasi selama penulis menjadi mahasiswi di FISIP Universitas Lampung.

8. Keluarga di Bandar Jaya, khususnya sepupu-sepupu yang baik hati dan murah senyum mbak Shanti, mbak Yani, Mbak Ida, Mas Adi. Terima kasih sudah menjadi tempat sharing terutama masalah kuliah dan skripsi. 9. PELANGI, Peni, Emi, Desti, Mona, Fany, dan Ayu. Terima kasih untuk

keakrabannya selama berada di Jurusan Sosiologi Universitas Lampung. 10.Seluruh Mahasiswa Sosiologi, FISIP Universitas Lampung dari npm

1016011001 sampai 1016011113. Ada Yeti, Eva, Nurul Aulia, Yeksi, Neli, Jani, Andria, Komang, Ria, Hana, dan yang lainnya. Terima kasih banyak atas kebersamaannya dalam keluarga besar Sosiologi.

11. Keluarga Asrama Moli, Vivit, Mak Yasni Ginting, Ajeng, Era, Deni, Dwi, Desilya. Salam kompak 2010, terima kasih atas kekeluargaannya selama tinggal di kosan yang sudah memberi warna setiap harinya.

(21)
(22)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sebanyak 17.504 pulau dengan wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer atau lebih dari 70 persen luas seluruh wilayah Indonesia, namun masyarakat nelayannya merupakan golongan masyarakat miskin. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah nelayan miskin di Indonesia sebanyak 2,7 juta. Begitupun hasil produksi nelayan sebanyak 6,4 juta ton per tahun. Diasumsikan bahwa per nelayan mampu menangkap 2 ton per tahun, dengan begitu berarti dalam sehari nelayan mampu menangkap ikan berkisar 3 kilogram. Jika diuangkan dengan hasil tangkap 3 kilogram per hari maka pendapatan nelayan dalam sehari rata-rata berkisar Rp 50.000,00-Rp 100.000,00 (http://Indomaritime-institute.org., diakses pada tanggal 1 Januari 2014).

(23)

2

berpenghasilan tidak lebih dari Rp 500.000,- per bulan). Pendapatan nelayan tersebut masih berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia, yaitu sebesar Rp 520.000,- per kapita/bulan (http://news.-liputan6.com., diakses pada tanggal 19 Januari 2014).

Keadaan ini diperparah dengan inflansi pada Januari 2014 yang mencapai 1,07% dan cukup memukul masyarakat kelas bawah, terutama para nelayan (http://bisniskeuangan.kompas.com., diakses pada tanggal 6 Februari 2014). Penderitaan nelayan tidak hanya berhubungan dengan masalah cuaca saja, namun juga berkaitan dengan larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal di atas 30 GT (surat BPH Migas No. 29/07/KA.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014). Tentu saja hal ini memperparah masyarakat nelayan untuk memperoleh kesejahteraan hidupnya dalam memanfaatkan sumberdaya laut sebagai matapencaharian pokok.

(24)

3

telah dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai wujud kepedulian pemerintah pada masyarakat pesisir, termasuk nelayan dalam pengentasan masalah kemiskinan (Kusnadi, 2008).

Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan program peningkatan kehidupan nelayan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang tersebar di 10.640 desa di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor kelautan dan perikanan. Namun program-program tersebut belum memberikan hasil maksimal bagi peningkatan kesejahteraan nelayan. Program-program tersebut juga harus didampingi oleh program lainnya, misalnya peningkatan subsidi bahan bakar minyak untuk kalangan nelayan. Jatah BBM subsidi yang akan diluncurkan pemerintah kepada nelayan pada tahun 2014 ini perlu ditingkatkan lagi. Begitu juga dengan alat tangkap berupa jaring dan kapal, pemerintah perlu mendorong perbanyakan alat tangkap dan kapal nelayan (http://agroindonesia.co.id., diakses pada tanggal 26 April 2014).

Selain itu, Afrida (2005) mengemukakan bahwa program pembangunan dan pengembangan kenelayanan yang dirancang maupun yang telah dilaksanakan masih bersifat teknik produksi dan lebih cenderung berorientasi pada ekspor, sehingga dalam banyak hal lebih menguntungkan nelayan yang bermodal

(juragan) maupun perusahaan-perusahaan perikanan. Untuk memudahkan nelayan

(25)

4

Pemerintah juga perlu membatasi penguasaan asing di sektor perikanan dalam negeri dengan membuat sejumlah kebijakan pemerintah yang memberikan batasan-batasan kepada pihak asing di sektor perikanan, misalnya saja tentang pembatasan kapal ikan asing dalam melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Begitu juga dengan program-program pemerintah untuk meningkatkan pendidikan anak nelayan, keterampilan istri dan keluarga nelayan perlu ditingkatkan lagi sehingga keluarga nelayan di Indonesia bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya (http://agroindonesia.co.id., diakses pada tanggal 26 April 2014).

Berdasarkan beberapa program di atas, pemerintah sudah mencoba membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan. Namun hal ini justru menimbulkan persoalan baru diantara pemerintah dan masyarakat nelayan. Persoalan yang dimaksud adalah terjadinya kesenjangan hubungan fungsional antara pemerintah (negara) dan masyarakat nelayan akibat dari kebijakan pembangunan pemerintah yang tidak memihak kepada sektor kemaritiman (Kusnadi, 2008).

(26)

5

negara kepulauan terbesar di dunia, (2) di wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang beraneka ragam sebagai potensi pembangunan yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang begitu besar itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi permasalahan ekonomi, ketertinggalan, kemiskinan nelayan, pembudidaya ikan, serta rakyat Indonesia. Apabila peluang dan prospek yang terbuka dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan permasalahan dapat diatasi secara bertahap, maka hal tersebut dapat menjadi solusi untuk menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai andalan pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan (Kurniawan, 2009).

Upaya untuk memanfaatkan peluang dan prospek di sektor kelautan dan perikanan tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran nelayan dalam mengelola potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Nelayan merupakan orang yang sangat mengenal keadaan laut dan mengetahui bagaimana cara mengelolanya. Namun hal ini terhambat pada proses pengelolaannya karena untuk mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan, dibutuhkan modal yang besar serta keahlian dalam menaklukkan keadaan alam yang tak menentu. Apabila nelayan tradisional diberdayakan, maka potensi sumberdaya perikanan dan kelautan dapat dioptimalkan pemanfaatannya dalam usaha pembangunan nasional.

(27)

6

diperoleh tidaklah besar. Bila masyarakat nelayan diperhatikan kesejahteraannya maka pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dapat secara optimal dimanfaatkan untuk menambah pendapatan, baik bagi rumahtangga nelayan itu sendiri maupun bagi Pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Bagi nelayan tradisional, musim paceklik tidak hanya memperlama masa kesulitan mereka dalam memperoleh hasil tangkapan, tetapi juga menyebabkan kehidupan mereka menjadi semakin miskin, dan mereka terpaksa masuk dalam perangkap hutang yang tidak berkesudahan. Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan menggunakan alat tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang sederhana (Kusnadi, 2008). Keterbatasan kemampuan nelayan-nelayan tradisional dalam berbagai aspek, khususnya penguasaan alat tangkap yang serba terbatas adalah hambatan potensial bagi para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mengatasi kemiskinan yang membelit mereka selama ini. Dalam banyak kasus, nelayan tradisional yang miskin umumnya lebih memilih menerima nasib dan berusaha beradaptasi dengan kondisi kemiskinan yang membelenggunya daripada berusaha menyiasatinya.

(28)

7

untuk melakukan diversifikasi penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap, juga berkontribusi terhadap timbulnya kemiskinan nelayan (Kusnadi, 2008). Apabila pada musim tertentu jenis ikan yang biasa ditangkap oleh satu jenis alat tangkap tidak ada, maka nelayan tidak bisa berbuat banyak. Dengan demikian, diversifikasi penangkapan (alat tangkap) adalah salah satu upaya yang juga bisa dilakukan untuk membantu nelayan dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Modernisasi perikanan yang berdampak serius terhadap proses pemiskinan telah menempatkan kaum perempuan sebagai penanggungjawab utama kelangsungan hidup rumahtangga nelayan (Kusnadi, 2008). Posisi laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga nelayan dapat dikatakan sebagai pelengkap (komplementer), dimana laki-laki bekerja di laut untuk menangkap ikan, sedangkan perempuan memasarkan hasil tangkapan di daratan. Perempuan pun dapat melakukan kegiatan lain seperti arisan, kegiatan pengajian yang berdimensi ekonomi, dan simpan pinjam atau apapun yang bisa membantu dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.

(29)

8

atau cuaca, ketersediaan sumberdaya laut, akses dalam memperoleh sumberdaya laut), (2) kemiskinan struktural (meliputi jumlah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pendidikan anggota keluarga, jumlah anak, dan akses dalam memperoleh bantuan dana), dan (3) kemiskinan kultural (meliputi malas, pasrah, tergantung pada musim, tidak ada penganekaragaman usaha, serta tidak ada upaya pemanfaatan waktu).

Kawasan pesisir pantai Bandar Lampung kini sedang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan lantaran rencana pemerintah kota untuk menata kawasan tersebut. Selain itu, kawasan pesisir pantai ini juga terhitung sangat padat dan merupakan kawasan yang dikategorikan sebagai kantong kemiskinan yang ada di Kota Bandar Lampung. Indikator kemiskinan tersebut baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan rumah dan lingkungannya. Permukiman warga di pesisir pantai ini sangat berbeda dibandingkan permukiman warga yang bukan berada di pesisir. Kepadatan penduduknya lebih tinggi dibandingkan kelurahan nonpesisir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Maret 2014, mencatat penduduk miskin kota di Provinsi Lampung adalah 230.630 jiwa atau sebesar 11,08% dengan garis kemiskinan Rp 336.927/kapita/bulan, sedangkan indeks kedalaman kemiskinan (P1) sebesar 1.85%, dan indeks keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0.44%.

(30)

9

kelurahan ini menjadibagian dari wilayah pemasok biota laut, khususnya ikan di Kota Bandar Lampung. Kelurahan Sukaraja merupakan bagian dari wilayah perkotaan yang merupakan pusat dari segala kegiatan, baik itu perdagangan, pendidikan, transportasi, rekreasi, jasa, dan sebagainya. Hal ini menarik perhatian dari masyarakat luar daerah untuk tinggal dan menetap di daerah tersebut(tidak hanya bagi masyarakat yang berasal dari Lampung tetapi juga dari luar Lampung).

Jumlah penduduk Kelurahan Sukaraja berjumlah 12.081 orang, masing-masing adalah jumlah laki-laki sebanyak 5.690 orang dan jumlah perempuan sebanyak sebanyak 6.391 orang. Sedangkan kepala keluarga di Kelurahan Sukaraja berjumlah 3.177 orang.

Tabel 1. Distribusi Penduduk berdasarkan Ketenagakerjaan

No. Angkatan Kerja Jumlah

1. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah 3. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 1.348 4. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

(31)

10

Tabel 2. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut Kesejahteraan Keluarga

No. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Jumlah

1. Jumlah keluarga prasejahtera 945

2. Jumlah keluarga sejahtera 1 448

3. Jumlah keluarga sejahtera 2 554

4. Jumlah keluarga sejahtera 3 492

5. Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 13

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

Akibat dari pendapatan masing-masing keluarga yang bervariasi maka tingkat kesejahteraan keluargapun akan beragam. Hal ini dapat dilihat di dalam tabel 2 kesejahteraan keluarga yang menyebutkan bahwa jumlah terbanyak dari 2.452 keluarga adalah jumlah keluarga prasejahtera, yaitu sebanyak 945 keluarga. Selanjutnya secara berurutan adalah jumlah keluarga sejahtera 1 sebanyak 448 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 2 sebanyak 554 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 3 sebanyak 492 keluarga, jumlah keluarga 3 plus sebanyak 13 keluarga.

(32)

11

Tabel 3. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Buruh tani 278

21. Buruh migran perempuan 3.722

22. Buruh migran laki-laki 3.713

23. Jasa penyewaan peralatan pesta 5

24. Pemilik usaha jasa transportasi dan perhubungan 10 25. Buruh usaha jasa transportasi dan perhubungan 25

(33)

12

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Kelurahan Sukaraja didapatkan informasi bahwa banyak pendatang berasal dari luar daerah Lampung, seperti dari Banten, Palembang, dan lain-lain yang menempati daerah tersebut dan bermata- pencaharian sebagai nelayan. Pada umumnya, penduduk pendatang yang menetap dan mencari kerja di kota adalah untuk memperbaiki taraf hidupnya supayamenjadi lebih baik. Akan tetapi, keadaan kota yang semakin padat dan tidak mampu menampung penduduk pendatang yang kian meningkat membuat mereka harus hidup seadanya dengan tempat tinggal yang tidak layak huni. Selain itu, mereka juga tidak memiliki keahlian atau kemampuan untuk berwirausaha sehingga mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan akhirnya menjadi pekerja di sektor informal.

Kehidupan masyarakat nelayan di Kelurahan Sukaraja ini merupakan salah satu gambaran kehidupan nelayan kota yang masih menggunakan cara tradisional dalam melaut, atau yang biasa disebut dengan nelayan payang. Nelayan payang adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring tarik atau yang dikenal dengan isitilah jaring seret atau kreket. Efektivitas penangkapan dengan menggunakan jaring ini telah diadopsi secara turun-temurun dari tradisi nenek moyang orang Melayu di Sumatera (Kurniawan, 2009).

(34)

13

rumahtangganya. Persoalan cuaca yang sulit diprediksi juga sudah menjadi makanan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Begitupun dengan masyarakat nelayan di Kelurahan Sukaraja yang tercatat sebagai rumahtangga miskin sesuai dengan standar kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS dan menerima bantuan beras miskin (raskin)setiap bulan. Ketika bantuan raskin yang dibagikan dari pemerintah tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga nelayan di Kelurahan Sukaraja, maka nelayanpun harus melakukan strategi-strategi untuk menjaga kelangsungan hidup rumahtangganya agar kebutuhannya bisa tetap terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya yang meliputi sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, bahan bakar minyak, dan transportasi, tentunya harus dengan melakukan tindakan rasional. Tindakan rasional tersebut merupakan strategi nelayan tradisional dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada, baik yang berasal dari nelayan itu sendiri maupun dari sumberdaya lingkungan dan sistem sosial yang ada.

(35)

14

nelayan dan mengikutsertakan anggota keluarga dalam usaha menambah pendapatan keluarga biasa disebut dengan diversifikasi pekerjaan.

Diversifikasi pekerjaan ini akan berjalan optimal bila disertai dengan jaringan sosial. Jaringan sosial dapat memperkuat hubungan nelayan dengan orang-orang yang dekat dengan pekerjaannya. Selain memungkinkan mendapatkan pekerjaan sampingan, jaringan sosial juga membuka peluang kepada rumahtangga nelayan untuk berhutang ketika kondisi sedang terdesak. Jaringan sosial ini sangat bisa dilakukan karena masyarakat nelayan berada pada lingkungan sosial yang tersusun dengan bermacam-macam etnis dan tingkatan kenelayanan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

(36)

15

Oleh karena itu, dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sangat menarik untuk diketahui, antara lain bagaimana strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan gambaran secara komprehensif tentang kehidupan masyarakat nelayan saat ini dengan segala permasalahannya sehingga dapat menambah wawasan di bidang ilmu sosial, terutama sosiologi. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi Pemerintah Kota Bandar Lampungdalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.

(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Kemiskinan

Menurut Purnomo (2013), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain: terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Senada dengan Purnomo, Retnowati (2011) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

(38)

17

sebagai ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah kalori konsumsi berupa makanan, yaitu kurang dari 2100 kilo kalori per orang per hari.

BPS mengklasifikasikan kemiskinan menjadi 4 (dalam Purnomo, 2013), yaitu: 1. Kemiskinan relatif, terjadi akibat dari pengaruh kebijakan pembangunan yang

belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dapat dikatakan kemiskinan relatif ini adalah dengan memperbandingkan antara taraf kekayaan material dari keluarga-keluarga atau rumahtangga-rumahtangga di dalam suatu komunitas tertentu. Ukuran yang dipakai adalah ukuran pada masyarakat setempat (lokal).

2. Kemiskinan absolut, terjadi akibat dari ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Ketidakmampuan tersebut bisa diartikan sakit, tidak memiliki finansial atau modal keterampilan untuk berusaha.

3. Kemiskinan kultural, terjadi akibat dari faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu sehingga membuatnya tetap miskin. Kemiskinan kultural ini disebabkan kebudayaan masyarakat yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa usaha dan dorongan sosial untuk menggali kekayaan alam di lingkungannya.

(39)

18

Secara umum, teori yang menjelaskan tentang kemiskinan, dibedakan menjadi teori yang berbasis pada pendekatan ekonomi dan sosio-antropologi (nonekonomi). Teori yang berbasis pada teori ekonomi melihat kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan kepemilikan faktor produksi, kegagalan kepemilikan, kebijakan yang bias, perbedaan kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya pembentukan modal masyarakat atau rendahnya rangsangan untuk penanaman modal. Pendekatan sosio-antropologis menekankan adanya pengaruh budaya yang cenderung melanggengkan kemiskinan (kemiskinan kultural), seperti budaya yang menerima apa adanya. Mereka yakin bahwa apa yang terjadi adalah takdir dan tidak perlu disesali, apalagi berusaha sekuat tenaga untuk mengubahnya (Maipita, 2013).

Menurut Kusnadi (2008), kelompok masyarakat yang paling memiliki daya tahan dan tingkat adaptasi yang tinggi dalam menghadapi kemiskinan adalah masyarakat nelayan. Meskipun dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan memiliki sifat otonom dan independensi yang tinggi untuk mengatasi persoalan kehidupan mereka sehari-hari berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Sikap-sikap otonom, independensi, dan strategi hidup yang demikian diperoleh melalui proses panjang dalam pergulatan mereka dengan persoalan kemiskinan. Oleh karena itu, mereka lebih percaya kepada sesama nelayan atau sesama warga pesisir daripada pemerintah.

(40)

19

kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi, 2006).

Menurut Kusnadi (2008), rendahnya keterampilan nelayan untuk melakukan diversifikasi kegiatan penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap telah memberikan kontribusi terhadap timbulnya kemiskinan nelayan. Dikarenakan terikat pada satu jenis alat tangkap dan hanya menangkap jenis ikan tertentu, maka ketika sedang tidak musim jenis ikan tersebut, nelayan tidak dapat berbuat banyak. Dengan demikian, diversifikasi penangkapan sangat diperlukan untuk membantu nelayan dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Menurut Tain (2011), kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan kaya atau juragan). Kekuatan-kekuatan di luar rumahtangga nelayan kecil juga menjadikan mereka terpinggirkan dan hidup dalam belenggu kemiskinan. Intinya adalah ketidakmerataan akses pada sumberdaya karena struktur sosial yang ada.

(41)

20

Ketiga, kemiskinan alamiah, terjadi karena kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif sebagai akibat dari sifat sumberdaya alam yang tersedia.

Di samping itu, Widodo (2011) mengemukakan bahwasifat dari pola kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam wilayah pesisir itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: (1) tanpa pemilik (open access property); (2) milik masyarakatatau komunal (common property); (3) milik pemerintah(public state property); (4) milik pribadi (privateproperty).Hal ini menjadikan perikanan laut dapat dieksploitasi secara berlebih, bahkan dengan menggunakan alat dan bahan terlarang. Selain itu, para nelayan berusaha untuk saling mendahului dan berupaya memperoleh hasil tangkapan lebih banyak dibanding nelayan lain.

Menurut Yafiz, dkk (2009), keterampilan nelayan yang sangat terbatas dan hanya mengandalkan kemampuan yang didapat secara turun-temurun, juga menyulitkan sebagian besar nelayan untuk beralih pada usaha perikanan lainnya. Nelayan juga terkadang terlalu taktis dan berfikir sederhana. Hal ini terlihat dari kebisaannya untuk lebih memilih bekerja di kapal orang dengan upah yang seadanya, atau memilih menyusuri pantai walaupun hasilnya tidak jelas daripada harus melaut lebih ke tengah. Akibatnya nelayan hanya mampu dan puas untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari dengan seadanya (bersifat subsistence).

(42)

21

kemiskinan. Selain kondisi alam yang tak menentu (yang membuat pendapatan nelayan menjadi tak menentu karena kesulitan melaut), para nelayan pun terpaku pada satu jenis mata pencaharian. Itulah titik persoalan yang menjadikan nelayan sulit untuk berkembang. Di samping itu, dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan, akan dibutuhkan modal besar, sedangkan nelayan di Indonesia pada umumnya hanyalah sebagai nelayan tradisional dan nelayan buruh.

B.Tinjauan tentang Nelayan

Menurut Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan (LNRI No. 97 Tahun 1964, TLN No. 2690) (dalam Retnowati, 2011), pengertian nelayan dibedakan menjadi dua, yaitu nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan, sedangkan nelayan penggarap adalah semua orang yang menyediakan tenaganya untukikutserta dalam usaha penangkapan ikan di laut.

(43)

22

masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional.

Menurut Retnowati (2011), nelayan dibedakan menjadi (1) nelayan pemilik (juragan), (2) nelayan penggarap (buruh/pekerja) dan nelayan kecil, (3) nelayan tradisional, (4) nelayan gendong (nelayan angkut), dan (5) perusahaan/industri penangkapan ikan. Nelayan pemilik (juragan) adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan/atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Nelayan penggarap (buruh atau pekerja) adalah seseorang yang menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya merupakan/membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan.

Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana (tradisional). Dengan keterbatasan perahu maupunalat tangkapnya, maka jangkauan wilayah penangkapannya pun menjadi terbatas (biasanya hanya berjarak 6 mil laut dari garis pantai). Nelayan tradisonal ini biasanya adalah nelayan yang turun-temurun melakukan penangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Nelayan kecil pada dasarnya berasal dari nelayan tradisional, hanya saja, dengan adanya program modernisasi/motorisasiperahu dan alat tangkap maka mereka tidak lagi semata-mata mengandalkan perahu tradisional maupun alat tangkap yang konvensional saja, melainkan juga menggunakan diesel atau motor, sehingga jangkauan wilayah penangkapannya agak meluas atau jauh.

(44)

23

senyatanya tidak melakukan penangkapan ikan, melainkan berangkat dengan membawa modal uang (modal dari juragan) yang akan digunakan untuk melakukan transaksi (membeli) ikan di tengah laut yang kemudian akan dijual kembali.

Berdasarkan penjelasan di atas, nelayan dapat diartikan sebagai seseorang yang berhak secara hukum untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam laut dengan kemampuan yang dimilikinya, baik dengan menggunakan kapal, tenaga, maupun alat tangkap. Nelayan bisa menggunakannya untuk memperoleh pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

C.Rumahtangga Nelayan

(45)

24

Pendapatan rumahtangga nelayan penuh dengan ketidakpastian. Menurut Kusnadi (2002), pada rumahtangga nelayan buruh, persoalan mendasar yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan buruh yang tingkat penghasilannya kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif sehingga mereka bisa “bertahan hidup” dan bekerja. Kelompok -kelompok yang berpenghasilan rendah lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya kelangsungan kehidupan rumahtangganya.

Pada umumnya kehidupan masyarakat nelayan yang menempati wilayah pesisir pantai merasakan kondisi yang hampir sama dan menggantungkan penghasilan utama dari melaut. Begitu halnya para nelayan di Kelurahan Sukaraja yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan dan kelautan. Di kelurahan ini, akan mudah dijumpai rumah makan dengan menu dari berbagai jenis ikan laut. Selain itu, terlihat jelas kesenjangan antara masyarakat nelayan dengan masyarakat di sekitarnya. Di dekat jalan bisa ditemui rumah yang terlihat mewah, namun bila ditelusuri lebih dalam maka akan terlihat bangunan rumah yang jauh dari kesan mewah.

D. Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan

(46)

25

yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang “boros” sehingga kurang berorientasi ke masa

depan.

Kedua, bersifat eksternal (berkaitan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan), yang mencakup masalah (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia,

perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakan

hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor nonperikanan yang tersedia di desa nelayan, (8) kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal, dan manusia.

Menurut Tain (2011), terdapat 15 faktor dominan penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan, yaitu (1) faktor kelembagaan yang merugikan nelayan kecil, (2) program yang tidak memihak nelayan kecil, (3) pandangan hidup yang berorientasi akherat saja, (4) keterbatasan sumberdaya, (5) ketidaksesuaian alat

(47)

26

penyerobotan wilayah tangkap, (12) lemahnya penegakan hukum, (13) kompetisi

untuk mengungguli nelayan lain, (14) penggunaan alat/bahan terlarang, serta (15) perilaku penangkapan.

Dhani (2010) menunjukkan bahwa faktor penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan, antara lain (a) alam yang miskin, di mana keadaan cuaca yang ekstrim dan kadang tak menentu mengakibatkan para nelayan merasa sulit untuk melaut,(b) berkurangnya sumberdaya laut hayati akibat dari maraknya

penggunaan bom untuk menangkap ikan, reklamasi pantai, dan sebagainya, (c) kondisi struktural, seperti tingkat pendidikan rendah, tingkat pendapatan

rendah (antara Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari), serta tanggungan jumlah anak yang cenderung banyak (sekitar 3-4 anak). Di samping itu, mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain pekerjaan pokok sebagai nelayan dengan penghasilan rendah dan tidak ikut sertanya anggota keluarga untuk ikut bekerja. Upaya “gali lubang tutup lubang” dengan menjual barang rumahtangga, bahkan berhutang justru menjadi solusi yang ditempuh untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang dihadapi.

(48)

27

dalam ekonomi rumahtangga nelayan cukup besar. Istri nelayan ternyata cukup produktif dalam mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Pada rumahtangga nelayan miskin, untuk bisa mempertahankan hidup, mereka tetap mengekploitasi sumberdaya perikanan yang telah mengalami overfishing bahkan dengan cara yang destruktif (Tain, 2011).

Pada umumnya, penyebab kemiskinan nelayan adalah kondisi alam yang tak menentu sehingga menjadi kendala nelayan untuk melaut. Modal sedikit dan alat tangkap yang masih tradisional menjadi masalah lainnya dalam memperoleh ikan tangkapan. Ditambah lagi, keahlian dalam memasarkan dan melakukan usaha lainnya selain melaut masih belum menjadi prioritas utama yang dijalankan. Hal ini mengakibatkan nelayan tidak bisa lepas dari jerat hutang dalam menutupi kurangnya pendapatan rumahtangga di saat kebutuhan semakin bertambah.

E. Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Nelayan Miskin

(49)

28

mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan hidup.

Ketika menyusun strategi, individu tidak hanya menjalankan satu jenis strategi saja, sehingga kemudian muncul istilah multiple survival strategies atau strategi bertahan jamak. Snel dan Starring mengartikan hal ini sebagai kecenderungan pelaku-pelaku atau rumahtangga untuk memiliki pemasukan dari berbagai sumberdaya yang berbeda (karena pemasukan tunggal terbukti tidak memadai untuk menyokong kebutuhan hidupnya). Strategi yang berbeda-beda ini dijalankan secara bersamaan dan akan saling membantu ketika ada strategi yang tidak bisa berjalan dengan baik.

(50)

29

Sedangkan menurut Kusnadi (2000), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilakukan melalui:

1. Pelibatan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak) dalam Pasar Kerja. Upaya memenuhi kebutuhan dasar yang harus dilakukan oleh keluarga atau rumahtangga adalah bagaimana individu-individu yang ada di dalamnya berusaha maksimal dan bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara. Setiap anggota rumahtangga bisa memasuki beragam pekerjaan yang dapat diakses sehingga memperoleh penghasilan yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup bersama.

2. Diversifikasi Pekerjaan

Strategi adaptasi lain yang digunakan oleh nelayan untuk menghadapi keditakpastian penghasilan adalah mengkombinasikan pekerjaan. Kegiatan penangkapan ikan selaludi kombinasikan dengan pekerjaan lain dan dilakukan secara bergantian.

3. Jaringan Sosial

Melalui jaringan sosial, individu-individu rumahtangga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial itu berfungsi sebagai salah satu strategi adaptasi dalam konteks mengatasi kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

4 Migrasi

(51)

30

untuk memperoleh penghasilan yang tinggi agar kebutuhan hidup keluarga bisa terjamin.

Hasil penelitian Wisdaningtyas (2011) menjelaskan strategi bertahan hidup yang dilakukan rumahtangga nelayan di Kampung Bambu, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara, antara lain strategi berbasis modal sosial, strategi alokasi sumberdaya manusia, strategi berdasarkan basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Hasil penelitian Prakarsa (2013) menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup masyarakat nelayan pantai Depok di Desa Parangtritis, Kabupaten Bantul adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik yang terkait dengan kegiatan kenelayanan maupun di luarnya. Ada beragam peluang yang dapat dilakukan nelayan untuk memperoleh penghasilan tambahan di luar kegiatan mencari ikan, diantaranya adalah sebagai petani, penjual jasa dan bangunan, dan lain-lain. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut. Selain diversifikasi di atas, mereka juga mencari penghasilan tambahan, mendahulukan kebutuhan pokok, dan menekan pengeluaran.

(52)

31

buruh tani, tukang becak, buruh bangunan, berdagang, dan pekerja serabutan. Upaya untuk melakukan diversifikasi pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan dalam menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Selain suami isteri, ada yang melibatkan anak-anak mereka dalam berbagai kegiatan mencari nafkah. Hal tersebut tidak lepas dari kondisi keterbatasan ekonomi rumahtangga mereka. Bagi keluarga nelayan, melakukan diversifikasi pekerjaan memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan ekonomi rumahtangganya. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut.

Begitu pula dengan penelitian Mugni (2006), bahwa strategi yang diterapkan oleh rumahtangga nelayan berupa peranan anggota keluarga (istri dan anak keluarga), pola nafkah ganda/mengalokasikan tenaganya ke berbagai jenis pekerjaan, seperti buruh tani, buruh pabrik pengolahan ikan, dan lain-lain, diversifikasi peralatan tangkap/penggunaan alat tangkap sesuai dengan jenis ikan yang hanya dapat ditangkap pada waktu tertentu, pemanfaatan organisasi produktif/ikut aktif dalam kelompok arisan dan kelompok pengajian bagi para istri nelayan, dan jaringan sosial.

(53)

anggota-32

anggotanya bervariasi tingkat kemampuan sosial ekonominya (bersifat vertikal) akan mewujudkan aktivitas dalam hubungan patron-klien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Asia Tenggara oleh Heyzer (dalam Suyanto, 1995) tentang jaringan sosial yang dibentuk wanita menunjukkan 3 pola jaringan sosial, yaitu: (1) jaringan sosial yang didasarkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan, (2) kelompok-kelompok sosial baru yang dibentuk seperti kelompok ketetanggaan, dan (3) kelompok-kelompok sosial dengan pola hubungan yang vertikal (patron-klien). Oleh karena itu, melalui jaringan sosial yang dilakukan oleh individu-individu anggota rumahtangga akan lebih efektif dan efisien dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachrina, dkk (2010) diketahui bahwa pemanfaatan kedua bentuk jaringan sosial sebagai salah satu strategi mensiasati kesulitan hidup keluarga atau tekanan ekonomi lebih cenderung dilakukan untuk kegiatan meminjam/berhutang barang dan uang. Hal tersebut relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhani (2010), bahwa upaya yang dilakukan untuk menutupi kekurangan dalam pemenuhan rumahtangga adalah dengan menjual barang rumahtangga, bahkan berhutang. Oleh karena itu, strategi satu dengan yang lain seperti sebuah sistem yang memiliki pengaruhnya masing-masing.

F. Kerangka Pemikiran

(54)

didefini-33

sikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Kemiskinan juga erat kaitannya dengan kondisi nelayan Indonesia saat ini, di mana kehidupan nelayan sangat memprihatinkan. Pada umumnya, nelayan Indonesia digolongkan sebagai nelayan tradisional dan nelayan buruh. Hal ini menyebabkan kesejahteraan nelayan menjadi rendah dan menjadikan nelayan sebagai golongan masyarakat yang dimarjinalkan, padahal nelayan merupakan produsen dan pemasok utama perikanan nasional.

Nelayan menjadi miskin diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi alam, modal terbatas, alat tangkap yang masih tradisional, kepemilikan perahu, dan tidak ada mata pencaharian lain selain melaut. Hal ini yang kemudian mempengaruhi kehidupan rumahtangga nelayan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bila kondisi cuaca buruk maka nelayan tidak bisa melaut, akibatnya pendapatan rumahtangga akan menjadi hilang. Di lain pihak, kebutuhan anggota keluarga tetap harus dipenuhi.

Ketidakmampuan nelayan dalam mengelola usahanya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Bila kesejahteraan nelayan diperhatikan, pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan pun akan meningkat. Tentu saja, hal ini akan memperbaiki kondisi nelayan dan juga menambah pendapatan nasional yang nantinya bisa digunakan untuk pembangunan negara.

(55)

34

berhutang/memanfaatkan fasilitas perkreditan. Diversifikasi pekerjaan merupakan sebuah solusi yang dapat diandalkan untuk mengubah pola pikir nelayan supaya tidak selalu terpaku dengan penghasilan mereka dari kegiatan melaut. Jika cuaca sedang buruk untuk melaut, mereka tetap bisa memperoleh penghasilan dengan cara melakukan pekerjaan yang lain. Pekerjaan yang bisa dilakukan, antara lain dengan menjadi petani tambak, buruh tani, pedagang kecil (misal penjual kripik, dan lain-lain), tukang bangunan, atau yang lainnya.

Di samping itu, anggota keluarga lainnya juga dapat melakukan beberapa pekerjaan yang bisa menambah penghasilan keluarga, seperti anak-anak memanfaatkan kerang hijau atau kijing untuk dijual dan istri nelayan menjadi buruh cuci atau yang lainnya. Berikutnya adalah memperkuat jaringan sosial, dimana jaringan sosial dapat memberikan akses kepada masyarakat nelayan dalam menjaga kelangsungan hidup rumahtangganya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rochana (2011) bahwa secara sosiologis, survival strategy dikembangkan dalam jaringan sosial baik secara formal maupun informal yang memungkinkan keluarga memperoleh tambahan pendapatan (income generating) atau penghematan pengeluaran (back cutting).

(56)

35

G. Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Melalui penjelasan di atas, maka bagan alur kerangka pemikirannya dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 1: Alur Kerangka Pemikiran Kemiskinan

Nelayan

Strategi Bertahan Hidup 1. Diversifikasi

Pekerjaan 2. Membangun/

Mengembangkan Jaringan Sosial 3. Berhutang dan

(57)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Morissan (2012), penelitian deskriptif merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah serta dilakukan secara hati-hati dan cermat sehingga hasilnya menjadi lebih akurat dan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat nelayan miskin serta strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

B.Lokasi Penelitian

(58)

37

C.Definisi Konseptual dan Operasionalisasi Variabel

Definisi konseptual dan operasionalisasi variabel bertujuan untuk memudahkan pemahaman dan menafsirkan berbagai macam aspek yang berkaitan dengan penelitian. Definisi konseptual dan operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Nelayan adalah seseorang yang mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam laut dengan kemampuan yang dimilikinya, baik dengan menggunakan kapal, tenaga, maupun alat tangkap dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Rumahtangga nelayan miskin merupakan rumahtangga yang salah satu anggota keluarganya (kepala keluarga) bekerja sebagai nelayan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rumahtangganya. Rumahtangga nelayan miskin sangat erat kaitannnya dengan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan sebagai faktor produksi, memperoleh penghasilan, serta menggunakan waktu untuk bekerja di laut, meski jam kerjanya tidak menentu. Penelitian ini mengacu kepada kriteria rumahtangga nelayan miskin yang didasarkan pada batasan BPS, yaitu rumahtangga nelayan yang menerima bantuan raskin.

(59)

38

Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Diversifikasi pekerjaan, diartikan sebagai perluasan pekerjaan (baik disektor kelautan maupun diluar kelautan) dan pelibatan anggota keluarga dalam pasar kerja untuk mencari penghasilan sebagai upaya menjaga kelangsungan hidupnya. Pada penelitian ini, diversifikasi pekerjaan akan dilihat dari dua aspek, yaitu:

a. Ada atau tidak adanya pekerjaan lain dari kepala keluarga yang bermatapencaharian sebagai nelayan, baik di sektor kelautan maupun di luar sektor kelautan.

b. Ada atau tidak adanya anggota keluarga yang bekerja dalam menambah penghasilan rumahtangga.

2. Membangun/mengembangkan jaringan sosial, yaitu memelihara hubungan baik dan menambah jaringan sosial dalam upaya memperluas hubungan dengan orang lain untuk menjaga kelangsungan hidup keluarganya.

(60)

39

D.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi pada penelitian ini meliputi rumahtangga nelayan miskin, dimana mereka adalah keluarga yang menerima bantuan Raskin. Populasi tersebutadalah sebanyak 81rumahtangganelayan (Monografi Kelurahan Sukaraja, 2013).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampelnya adalah sampling jenuh, atau dengan istilah lain disebut sensus, dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan jumlah populasi sebanyak 81 rumahtangga, maka sampelnya juga sebanyak 81 rumahtangga.

E.Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, maka peneliti mempergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Kuesioner

(61)

40

2. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya-jawab, yang bertujuan untuk melengkapi data dari kuesioner sehingga data yang diperoleh semakin valid. Wawancara ini selain dilakukan pada responden, juga dilakukan kepada pihak-pihak yang dianggap penting dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

3. Observasi Lapangan

Adalah melakukan pengamatan langsung pada obyek penelitian yang berupa aktifitas rumahtangga nelayan miskin dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pengumpulan Data Sekunder

Adalah mengumpulkan data tambahan yang mendukung penelitian ini agar dapat memperkuat data primer, misalnya data monografi kelurahan.

5. Studi Pustaka

Adalah mengumpulkan data dari buku-buku, skripsi-skripsi, jurnal-jurnal, internet, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program pengolah data SPSS, yaitu dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(62)

41

2. Membuat format entry data di program SPSS sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner.

3. Entry data, yaitu tahap memasukkan data yang telah didapatkan dari kuesioner ke dalam program SPSS.

4. Prossesing dan output data.

G. Teknik Analisis Data

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Muhson, 2006). Menurut Muhson, analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan. Teknik analisis statistik deskriptif yang dapat digunakan antara lain:

1. Penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi dan tabulasi silang (crosstab). Dengan analisis ini akan diketahui kecenderungan hasil temuan penelitian, apakah masuk dalam kategori rendah, sedang atau tinggi.

2. Penyajian data dalam bentuk visual seperti histogram, poligon, ogive, diagram batang, diagram lingkaran, diagram pastel (pie chart), dan diagram lambang.

3. Penghitungan ukuran tendensi sentral (mean, median).

(63)

42

(64)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kelurahan Sukaraja

Kelurahan Sukaraja adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung. Sebelum menjadi kelurahan, Sukaraja adalah sebuah kampung yang pada masa penjajahan juga dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, warga masyarakat Telukbetung adalah masyarakat Lampung yang berasal dari daerah Semangka, Kota Agung.

(65)

44

Tabel 4. Nama Kepala Kampung Sukaraja menurut Periode Kepemimpinannya

No Nama Periode Kepemimpinan (Tahun)

1. Batin Rajo Ugokh (Tidak Diketahui)

2. Kojak (Tidak Diketahui)

3. Muhammad Batin Gelar Dalom

Syah Raja Saka 1916-1935

4. Muhammad Salim 1935-1938

5. M. Yusuf 1938-1951

6. Jarok Senen 1952-1966

7. Syamsuri 1966-1967

8. Puji Prayitno 1967-1969

9. Syamsuri 1969-1975

10. A. Saleh 1976-1998

11. Siswanto 1999-2000

12. Sudarman 2001-2006

13. Firman 2006-2007

14. M. Damsjik Udjang 2007-2008

15. M. Yazid 2008-2009

16. Ristina Miet 2010-2011

17. Adi Surya, BA 2011-sekarang

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

(66)

45

B.Pemerintahan

Pemerintahan Kelurahan Sukaraja pada saat ini dipimpin oleh seorang Lurah yang ditunjuk/dilantik pada tahun 2011. Pemimpin yang dilantik sebagai Lurah Kelurahan Sukaraja pada tahun 2011 tersebut adalah Bapak Adi Surya, BA yang didampingi oleh Sekretaris Kelurahan yang menangani urusan administrasi kelurahan, yaitu Bapak Ramlan. Berikut ini struktur organisasi pemerintahan Kelurahan Sukaraja Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.

Gambar 2: Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Sukaraja Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

Sama halnya dengan struktur organisasi lainnya, Kelurahan Sukaraja memiliki kepengurusan yang meliputi Sekretaris, Staf, maupun Kasi beberapa bidang/bagian untuk membantu Lurah dalam menjalankan tugas di kelurahan. Begitupun masing-masing Staff yang juga memiliki tugas berbeda-berbeda di kelurahan, misalnya Sekretaris yang bertugas mengurusi semua masalah administrasi kelurahan, sedangkan Staff masing-masing bidang menangani masalah sesuai dengan pembagian tugas yang telah ditetapkan.

(67)

46

C.Kondisi Geografis 1. Luas Wilayah

Kelurahan Sukaraja terletak di Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung. Kelurahan Sukaraja berada di dekat pusat keramaian dan merupakan daerah lintasan yang menghubungkan daerah Teluk Betung dengan Panjang. Kelurahan Sukaraja juga merupakan salah satu kelurahan yang berhimpitan langsung dengan Teluk Lampung. Luas masing-masing bentangan wilayah di Kelurahan Sukaraja adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Luas BentanganWilayah Kelurahan Sukaraja

No. Bentangan Wilayah Luas

1. Wilayah Kawasan Permukiman 69,3 ha

2. Wilayah Kawasan Pemakaman Umum 2,4 ha 4. Wilayah Kawasan Perkantoran Swasta 5,7 ha 5. Wilayah Kawasan Pertokoan dan lainnya 2,9 ha

Total keseluruhan Wilayah 80,3 ha

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

(68)

47

2. Batas Wilayah

Wilayah kelurahan ini terletak pada tepian Teluk Lampung dengan ketinggian dari permukaan laut 2,5 meter. Batas-batas wilayah Kelurahan Sukaraja adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Garuntang (Kecamatan Bumi Waras).

b. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan pantai Teluk Lampung (Kecamatan Bumi Waras).

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Way Lunik (Kecamatan Panjang).

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bumi Waras (Kecamatan Bumi Waras)

3. Perikanan

Gambar

Gambar
Tabel             Halaman
Tabel 1. Distribusi Penduduk berdasarkan Ketenagakerjaan
Tabel 2. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut Kesejahteraan Keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh citra merek terhadap ekuitas merek dan ekuitas merek terhadap respon

[r]

KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 70 Tahun 2008 tentang Pemberian Honorarium Tim Penyelenggaraan Pelayanan Kartu Keluarga dan

Lakukan pengeboran dengan countersink lubang secara berurutan dan pada kedua permukaan sesuai gambar kerja.. Chek ketepatan jarak dan bentuk pada masing –

Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya lima pertanyaan seperti berikut: (1) bagaimana tingkat likuiditas perusahaan; (2) apakah pihak manajemen telah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diketahui tujuan penelitian ini yaitu (1) Untuk mengetahui zonasi kerentanan longsor di DAS Jlantah Hulu

Perancangan alat panggang Kue Balok ramah lingkungan berbahan bakar gas, perlu dilakukan karena penjual Kue Balok di Kota Bandung masih menggunakan alat panggang dengan

Kerja sama CGGVeritas dengan Elnusa sebagai market leader jasa seismik di Indonesia adalah untuk menjawab tantangan pasar offshore Indonesia yang sangat