STUDI SIFAT FISIK TANAH TIMBUNAN YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN
CORNICE ADHESIVE
Oleh
RONI RENDIKA PUTRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
STUDI SIFAT FISIK TANAH TIMBUNAN YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE
Oleh
RONI RENDIKA PUTRA
Pada suatu perencanaan konstruksi jalan raya, lapisan subgrade merupakan
lapisan paling bawah yang berfungsi meneruskan beban dari lapisan perkerasan. Suatu konstruksi sangat berhubungan dengan keadaan kondisi fisik tanah. Untuk memperbaiki sifat tanah yang ada sehingga tanah mempunyai sifat yang memenuhi tuntutan teknis maka dilakukanlah stabilisasi. Usaha stabilisasi yang
banyak dilakukan adalah stabilisasi dengan menggunakan bahan additive. Salah
satunya menggunakan bahan additive alternatif yaitu cornice adhesive, yang
diharapkan mampu memperbaiki sifat tanah sehingga lapisan tanah tersebut layak
digunakan sebagai subgrade.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini adalah tanah timbunan yang berasal dari daerah Sukarame, Bandar Lampung. Variasi kadar campuran yang digunakan yaitu 4%, 8%, 12%, dan 16%. Pada tiap kadar campuran dilakukan waktu pemeraman yang sama selama 7 hari. Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah lempung berpasir, dan pada kelompok A-7 (tanah berlempung) dan subkelompok A-7-5, sedangkan USCS mengklasifikasikan tanah sebagai tanah berbutir halus, dan termasuk kedalam kelompok CL.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa bahan additive cornice
adhesive belum dapat memperbaiki sifat fisik tanah lempung berpasir. Cornice adhesive memberikan pengaruh pada berat jenis untuk jalan raya yang baik.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C.Batasan Masalah ... 3
D.Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A.Tanah ... 5
B. Klasifikasi Tanah ... 6
1. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Associationof State Highway and Transportation Official) ... 7
2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) ... 8
C.Tanah Lempung ... 11
1. Sifat-Sifat Tanah Lempung ... 11
2. Jenis Mineral Lempung ... 13
3. Karakteristik Mineral Tanah Lempung ... 14
D.Cornice Adhesive ... 17
E. Stabilisasi Tanah ... 19
F. Batas – batas Atterberg ... 20
G.Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22
III. METODE PENELITIAN ... 25
A.Bahan Penelitian ... 25
B.Metode Pengambilan Sampel Tanah ... 25
C.Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Cornice Adhesive ... 26
D.Pelaksanaan Pengujian ... 27
1. Uji Kadar Air ... 27
2. Uji Berat Jenis ... 28
3. Uji Analisis Saringan ... 28
4. Uji Hidrometer ... 29
5.1 Batas Cair ... 32
5.2 Batas Plastis ... 33
E. Analisis Hasil Penelitian ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
A.Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 37
1. Uji Kadar Air ... 37
2. Uji Berat Jenis ... 38
3. Uji Analisis Saringan ... 38
4. Uji Hidrometer ... 40
5. Uji Batas Atteberg ... 41
B.Klasifikasi Sampel Tanah Asli ... 42
1. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 42
2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) ... 43
C.Hasil Uji Sampel Tanah dengan Penambahan Cornice Adhesive ... 44
1. Uji Kadar Air ... 44
2. Uji Berat Jenis ... 45
3. Uji Analisis Saringan ... 46
4. Uji Hidrometer ... 51
5. Uji Batas Atteberg ... 54
5.1. Batas Cair (LL) ... 54
5.2. Batas Plastis (PL) ... 54
5.3. Indeks Plastisitas (PI) ... 55
D.Analisis Hubungan Antara Batas Atteberg dengan Kadar Campuran Cornice Adhesive ... 56
E. Perbandingan Nilai Indeks Plastisitas Dengan Bahan Stabilisasi Yang Sama Terhadap Pemakaian Jenis Tanah Yang Berbeda ... 57
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Simpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN ... 63
Lampiran A. Lembar Asistensi ... 63
Lampiran B. Hasil Pengujian Laboratorium ... 70
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah tidak akan lepas kaitannya dalam pekerjaan Teknik Sipil yang
berkecimpung dalam dunia kerja di bidang konstruksi. Dalam bidang
konstruksi, tanah mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah
adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari
bangunan itu sendiri seperti tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Karena
merupakan media yang akan memikul beban yang diterima oleh konstruksi
yang direncanakan, maka tanah harus mampu menerima beban yang
diteruskan oleh pondasi. Oleh karena itu dalam pekerjaan Teknik Sipil perlu
adanya penguasaan yang lebih mendalam mengenai masalah Mekanika
Tanah, baik itu secara analitis mengenai perilaku tanah, sifat fisik dan
mekanis tanah.
Pada umumnya, wilayah Indonesia diliputi oleh tanah berbutir halus, dengan
iklim tropis serta pengaruh dari geologi/alam yang dilintasi garis khatulistiwa,
daerah gempa dan pertemuan lempeng-lempeng bumi. Tanah berbutir halus
terkenal dengan istilah lempung. Tanah lempung pada umumnya memiliki
sifat plastisitas tinggi, artinya tanah tersebut memiliki pengembangan yang
atau berubah kadar airnya. Perubahan kadar air disebabkan oleh faktor alam
yaitu hujan dan kelembaban yang cukup tinggi. Plastisitas tanah adalah sifat
tanah dalam keadaan konsistensi, konsistensi yang dimaksud yaitu sifat cair,
plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan
dari tanah lempung yang ada di permukaan bumi dalam keadaan plastis
karena volume tanah tersebut akan membesar dalam kondisi basah dan akan
menyusut bila dalam kondisi kering. Sifat inilah yang akan menyebabkan
kerusakan pada konstruksi-kontruksi bangunan, khususnya bagian konstruksi
pondasi bangunan yang mendistribusikan beban bangunan langsung ke tanah.
Salah satu cara yang terbaik adalah mengganti tanah dasar tersebut dengan
tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya yang
cukup besar. Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah
sifat-sifat fisiknya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dan
mekanik dari tanah kurang baik menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa
Teknik Sipil disebut sebagai Stabilisasi Tanah.
Stabilisasi tanah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memperbaiki tanah. Stabilisasi tanah adalah suatu cara untuk memperbaiki
tanah dengan menambah material tambahan yang berfungsi meningkatkan
kekuatan tanah. Banyak material yang dapat digunakan sebagai stabilisator
tanah, salah satunya dengan menggunakan bahan additive, yaitu cornice
adhesive (perekat gypsum) yang digunakan sebagai stabilisator tanah, additive
3
Karena cornice adhesive merupakan bahan additive yang belum banyak orang
pergunakan dalam stabilisasi tanah, banyak pula yang belum mengetahui sifat
dan karakteristik serta hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas dari tanah
yang distabilisasi dengan menggunakan cornice adhesive.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
pengaruh pencampuran tanah lempung dengan cornice adhesive untuk
stabilisasi dengan variasi kadar campuran yang berbeda-beda, adakah
perubahan yang dialami oleh tanah yang melingkupi perubahan nilai
batas-batas konsistensi tanah asli dengan tanah yang telah dicampur atau
distabilisasi dengan menggunakan cornice adhesive sebagai bahan
pencampur, sehingga nantinya dapat disimpulkan bahwa cornice adhesive ini
dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk stabilisasi tanah.
C. Batasan Masalah
Untuk memberikan hasil yang baik dan terarah dalam penelitian ini, maka
permasalahan dibatasi pada :
1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah
terganggu (disturbed) dengan menggunakan jenis tanah timbunan yang
berasal dari Sukarame, Bandar Lampung.
3. Penelitian hanya terbatas pada sifat fisik tanah dan tidak menganalisis
unsur kimia tanah.
4. Pengujian yang dilakukan pada tanah yang distabilisasi meliputi pengujian
kadar air, analisis saringan, berat jenis, batas atterberg, dan hidrometer.
5. Pencampuran bahan stabilisasi cornice adhesive dengan persentase 4%,
8%, 12%, 16%.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui perbedaan sifat fisik tanah sebelum dan setelah dicampur
dengan cornice adhesive.
2. Mengetahui seberapa efektif dan seberapa besar pengaruh stabilisasi tanah
lempung setelah dicampur dengan cornice adhesive.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan
dari bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel
padat tersebut (Das, 1995).
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang
relative lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo,
H.C., 1992).
Menurut Bowles, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut :
1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,
berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara
sungai.
5. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002
mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah
yang kohesif.
6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm.
B. Klasifikasi Tanah
Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,
1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk menentukan dan
mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan
kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk
menyampaikan informasi mengenai kondisi tanah dari suatu daerah ke daerah
lain dalam bentuk suatu data dasar. Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk
studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan
akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti karakteristik
pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991).
Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indek pengujian yang sangat
7
didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan
(percobaan sedimentasi) dan plastisitasnya (Hardiyatmo, 2002).
Adapun sistem klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official)
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria berikut ini :
a. Ukuran butir dibagi menjadi :
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan
diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan
diameter 2 mm.
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter
2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,0075
mm.
Lanau & Lempung : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter
0,0075 mm.
b. Plastisitas, nama berlanau dipakai apabila bagian–bagian yang halus
dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang.
Nama berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam
contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari batuan yang
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51
Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35
Maks 35 Sifat fraksi yang lolos
ayakan No.40 Batas Cair (LL)
Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP
Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
A-7-5 A-7-6
Analisis ayakan (% lolos)
No.10 No.40
No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 11
Tipe material yang
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
Catatan:
Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya (PL) Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5;
Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6. NP = Non Plastis.
Sumber: Hardiyatmo (1992).
2. Sistem Unified Soil Classification System (USCS)
Unified Soil Classification System (USCS) diajukan pertama kali oleh
Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of
9
Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai
USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam
USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu :
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200.
Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk
tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol
W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari
50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol
kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau
organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan
kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk
plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.
Menurut Bowles, Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi
USCS dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini :
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Kerikil G Gradasi baik W
Gradasi buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL< 50 % L
Organik O wL> 50 % H
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem USCS
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 K er ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el
Cu = D60> 4
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
GP
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u s
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A atau PI < 4
Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A atau PI > 7
Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar l o lo s sa ri n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Cu = D60> 6
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A atau PI < 4
Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A atau PI > 7
Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≤ 5 0%
ML Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Attebergyang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
6 0
5 50 CH
40 CL
30
CL-ML
20
4 ML
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≥ 5 0% MH
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung
“gemuk” (fat clays)
OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hardiyatmo, 1999.
B at as P las ti s (%)
11
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di
dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991).
Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan
sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun
batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis
pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak (Das, 1995).
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh
air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar
pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang
dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering
optimum relatif kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah
sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 2002).
1. Sifat–Sifat Tanah Lempung
Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering, maka
tanah lempung akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak
plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga
mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut
(Hardiyatmo, 2002) :
a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
b. Permeabilitas rendah
c. Kenaikan air kapiler tinggi
d. Bersifat sangat kohesif
e. Kadar kembang susut yang tinggi
f. Proses konsolidasi lambat
Tabel 4. Sifat Tanah Lempung
Tanah Sifat Uji Lapangan
Lempung
Sangat Lunak Meleleh diantara jari ketika diperas
Lunak Dapat diperas dengan mudah
Keras Dapat diperas dengan jari yang kuat
Kaku
Tidak dapat diremas dengan jari, tapi
dapat di gencet dengan ibu jari
Sangat Kaku Dapat digencet dengan kuku ibu jari
Sumber : Craig, (1991).
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa untuk menguji sifat dari tanah lempung
di lapangan, dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan
meremas sampel tanah lempung dengan tangan, apabila tanah tersebut
meleleh diantara jari ketika diperas maka tanah tersebut merupakan tanah
lempung yang bersifat sangat lunak. Struktur tanah lempung dijelaskan
13
Tabel 5. Struktur Tanah Lempung
Hal Keterangan
Struktur
terdispersi
Terbentuk oleh partikel–partikel lempung yang
mengendap secara individu. Orientasi butir-butirnya
hampir parallel.
Struktur
terflokulasi
Terbentuk oleh gumpalan–gumpalan butiran lempung
yang mengendap.
Domain Kelompok unit–unit submikrokopis dari partikel
lempung.
Claster Kelompok dari domain yang membentuk cluster.
Dapat dilihat dengan mikroskop biasa.
Ped Kelompok dari cluster yang membentuk ped. Dapat
dilihat tanpa mikroskop.
Sumber : M. Das (1995)
2. Jenis Mineral Lempung
a.Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu
hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.
Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan
sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite
menjadi rendah.
b.Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha
dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai
untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut
c.Montmorillonite
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau
menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan
keras pada keadaan kering.
3. Karakteristik Mineral Tanah Lempung
Menurut Bowles (1995), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya
memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Hidrasi
Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air
yangdisebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya mempunyai
tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau
lapisan ganda.
2. Aktifitas
Tepi-tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini
mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini
dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan kekurangan
muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan aktifitas lempung
tersebut. Aktifitas inididefinisikan sebagai :
Dimana persentase lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 µm.
Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif.
15
Tabel 6. Nilai-Nilai Khas Dari Aktifitas
Mineral Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,4 – 0,5
Illite 0,5 – 1,0
Montmorillonite 1,0 – 7,0
3. Flokulasi dan dispersi
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan mineral lempung didalam
larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan
bersifat alkali tertarik oleh ion-ion H+dari air, gaya Van der Waal.
Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.
4. Pengaruh Air
Air pada mineral-mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan
disperse yang terjadi pada partikel lempung. Untuk meninjau
karakteristik tanah lempung maka perlu diketahui sifat fisik atau Index
Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:
a. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limits)
Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada
kadar air, bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, plastis, dan
Tabel 7. Batas-Batas Atterberg Untuk Mineral Lempung
Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut Montmorillonite 100 -900 50-100 8,5-15
Illite 60-120 35-60 15-17
Kaolinite 30-110 25-40 25-29
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat pada gambar 1, tanah
lempung dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH.
b. Berat Jenis (Gs)
Nilaiberat jenis yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah
lempung lunak dapat dilihat pada tabel 8 .
Tabel 8. Nilai Berat Jenis Untuk Tiap Mineral Tanah Lempung Lunak
Mineral Lempung Lunak Berat Jenis ( Gs )
Kaolinite 2,6 – 2,63
Illite 2,8
Montmorillonite 2,4
17
c. Komposisi Tanah
Angka pori, kadar air, dan berat volum kering pada beberapa tipe
tanah lempung dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering pada Tanah Lempung
Tipe Tanah
Angka pori,
e
Kadar Air Dalam Keadaan Jenuh
Berat Volume Kering, (kN/m3 )
Lempung kaku 0,6 21 17
Lempung lunak 0,9 – 1,4 30 – 50 11,5 – 14,5 Lempung organik
lembek 2,5 – 3,2 30 – 120 6–8
Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki
perbedaan yang cukup mencolok terhadap tanah non kohesif
seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah :
1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah nonkohesif
2. Kohesi lempung > tanah granular
3. Permeabilitas lempung < tanah berpasir
4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada
tanah berpasir.
5. Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan
pada tanah granular.
D. Cornice Adhesive
Cornice Adhesive adalah bubuk plaster yang berdaya rekat kuat, sangat
plasterglass. Material cornice adhesive banyak digunakan sebagai perekat
gypsum pada pemasangan plafond pada suatu konstruksi bangunan. Berat
jenis (Gs) dari cornice adhesive berkisar antara 2,6–2,7. Komposisi cornice
adhesive ditampilkan pada tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Cornice Adhesive
Bahan Rumus Nomor CAS Kadar
Silika, Kristal-kuarsa Si-O2 14808-60-7 <0,3 %
Kalsium Sulphate
Hemihyrate
Ca-O4-S.1/2-H2-O 10034-76-1 >60 %
Batu Kapur Ca-CO3 1317-65-3 <30%
Dekstrin (C6H10O5) n x H2O 9004-53-9 <5%
Selulosa Thickener Tidak Tersedia Tidak Tersedia <2%
Synthetic Polimer Tidak Tersedia 25213-24-5 <2%
Sumber:
http://www.boral.com.au/plasterboard/msds/pdfs/CORNICE_ADHESIVE.pdf
Dalam kandungannya Cornice Adhesive banyak terdapat Kalsium Sulphate
Hemihyrate sebesar 60% dan batu kapur sebesar 30% dibandingkan
unsur-unsur lainnya yang hanya 0,3 % - 5% yang terdapat pada cornice adhesive.
Bila dibandingkan dengan kandungan material semen yang juga digunakan
sebagai bahan material suatu konstruksi bangunan, terdapat unsur SiO2 yang
sama pada kandungan material cornice adhesive, namun persentase kadarnya
berbeda jauh bila dibandingkan, SiO2 pada semen persentasenya 20,8%,
sedangkan pada cornice hanya 0,3%. Komposisi semen bisa dilihat pada tabel
19
Tabel 11. Kandungan Kimia Semen
Nama Kandungan Semen Persentase (%)
SiO2 CaO Fe2O3 Al2O3 MgO SO3
20,8 65,3 3 6,9 2 1,6
E. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan
kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan
stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material
yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat.
Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi:
kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan
atau keawetan.
Menurut Bowles (1995) beberapa tindakan yang dilakukan untuk
menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kerapatan tanah.
2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi atau
tahanan gesek yang timbul.
3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan
atau fisis pada tanah.
4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah)
5. Mengganti tanah yang buruk.
Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari
1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti
mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Bahan Pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah
kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti
semen, gamping, abu vulkanik/batubara, gamping dan/atau semen, semen
aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya.
Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung
pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses
perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan
waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi. Pada
penelitian ini digunakan waktu pemeraman 7 hari, karena Cornice Adhesive
memiliki setidaknya 30% kandungan kapur dalam komposisinya, dan
merujuk pada penelitian terdahulu bahwa pada bahan stabilisasi kapur mampu
meningkatkan nilai CBR tanah hanya pada 3 hari masa pemeraman.
Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dipandang waktu pemeraman 7
hari cukup untuk meningkatkan daya ikat antara butiran tanah dan kapur.
G. Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah
dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg. Pada
kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang
terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana
21
air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang
mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel.
Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang
dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat keadaan dasar,
yaitu: padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid)
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Batas-Batas Atterberg.
Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain :
1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis
dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat
Padat SemiPadat Plastis Cair
Limit) (Shrinkage
Susut Batas
Limit) (Plastic
Plastis Batas
Limit) (Liquid
Cair Batas
Kering Makin Basah
Bertambah Air
Kadar
PL -LL PI
(PI) Index Plasticity
menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai
retak-retak, putus atau terpisah ketika digulung.
3. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis.
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat
plastis.
H. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan
acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah
yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta
waktu pemeraman yang berbeda, antara lain :
1. Perbaikan Tanah Timbunan Menggunakan Abu Gunung Merapi.
Penelitian yang dilakukan oleh Andre Mei Budiartarto pada tahun 2012
adalah mengenai “Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilitas
Tanah Timbunan Dengan Menggunakan Abu Gunung Merapi”
menyatakan bahwa penggunaan bahan campuran abu gunung merapi
dengan kadar abu optimum 20%, nilai CBR tanpa rendaman dengan waktu
pemeraman selama 14 hari mampu meningkatkan kekuatan daya
dukungnya. Hasil pengujian nilai pada variasi waktu pemeraman dapat
23
Tabel 12. Hasil Pengujian CBR Tiap Waktu Pemeraman (Andre Mei Budiartarto. 2012)
Waktu Pemeraman (Hari)
CBR Tanpa Rendaman (%)
CBR Rendaman (%)
0 17,9 4,2
7 18,4 5,8
14 20,0 8,2
28 21,9 11,6
2. Perbaikan Tanah Menggunakan Cornice Adhesive
Penelitian yang dilakukan oleh Deny Nugraha pada tahun 2012 mengenai
“Studi Kuat Geser Langsung Dan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Lunak Yang Distabilisasi Menggunakan Cornice Adhesive” dengan
penggunaan bahan campuran cornice adhesive sebagai bahan stabilisasi
pada tanah lempung lunak dengan menggunakan variasi campuran kadar
cornice adhesive sebanyak 0%, 6%, 12%, 18%, 24% dengan pemeraman 7
hari, nilai kohesi (c), sudut geser (φ), dan tegangan maksimum (σ) dapat
[image:30.595.145.508.129.218.2]dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Nilai Kohesi, Sudut Geser Dan Tegangan Maksimum Terhadap
Persentase Kadar Aditive (Deny N. 2012)
Kadar (%) c (kg/cm2) φ σ (kg/cm2)
0 0,873 23,941 0,262
6 1,018 28,502 0,339
12 1,103 30,626 0,356
18 1,271 32,701 0,378
24 1,347 34,645 0,399
Dari tabel 13 dapat disimpulkan bahwa semakin besar kandungan additive
[image:30.595.160.477.547.656.2]geser semakin besar, dapat diartikan energi antar partikel tanah yang
diberikan lebih besar atau lebih berpengaruh pada nilai kohesinya.
Kekuatan kohesi antar partikel lebih dominan bekerja yang diimbangi
dengan sudut geser antar partikel tersebut, berarti semakin besar
kandungan additive, kekuatan yang lebih bekerja yaitu antar tanah
lempung dan cornice adhesive. Pada tegangan maksimum, semakin besar
persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel tanah,
maka nilai tegangan maksimum semakin meningkat. Sebaliknya, semakin
kecil persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah timbunan
yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau
perekat gypsum yang digunakan sebagai kombinasi campuran.
B. Metode Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung contoh seperti pipa paralon
sebanyak 2 buah. Pertama-tama pipa ditekan perlahan-lahan sampai
kedalaman 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh
oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel
yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk
pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan
pengambilan sampel tanah untuk tanah terganggu, dilakukan dengan cara
penggalian menggunakan cangkul pada kedalaman 0,5-1,0 m dari permukaan
tanah, pengambilan sampel tanah pada kedalaman tersebut agar tanah yang
diambil tidak tercampur dengan tanah permukaan dan benda-benda lain.
Kemudian tanah yang telah diperoleh dimasukkan kedalam karung plastik
C. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Cornice Adhesive
Metode pencampuran untuk masing-masing persentase cornice adhesive
adalah :
1. Sampel tanah di ayak dengan kriteria lolos saringan 4,75 mm (no.4),
kemudian dicampur dengan cornice adhesive dengan variasi persentase
cornice adhesive antara lain adalah 4%, 8%, 12%, 16%.
2. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan cornice
adhesive dalam wadah dengan memberi penambahan air yang sesuai
dengan kadar air optimum yang diperoleh dari pengujian pemadatan.
Campuran antara sampel tanah dan cornice adhesive memiliki kumulatif
berat 100%, maka masing-masing persentase variasi campuran dari setiap
sampel adalah sebagai berikut :
a. 100% sampel tanah timbunan dicampur dengan 0% cornice adhesive.
b. 96% sampel tanah timbunan dicampur dengan 4% cornice adhesive.
c. 92% sampel tanah timbunan dicampur dengan 8% cornice adhesive.
d. 88% sampel tanah timbunan dicampur dengan 12% cornice adhesive.
e. 84% sampel tanah timbunan dicampur dengan 16% cornice adhesive.
3. Sampel tanah yang sudah tercampur cornice adhesive siap untuk
dipadatkan dengan metode pemadatan standar (standart proctor), lalu
sampel diperam selama 7 hari kemudian dilakukan pengujian sifat fisik.
Pemeraman dilakukan selama 7 hari karena Cornice Adhesive memiliki
setidaknya 30% kandungan kapur dalam komposisinya, dan merujuk pada
penelitian terdahulu bahwa pada bahan stabilisasi kapur mampu
27
Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dipandang waktu pemeraman
7 hari cukup untuk meningkatkan daya ikat antara butiran tanah dan kapur.
D. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan
Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi
2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang telah
dicampur dengan cornice adhesive.
1. Pengujian Sampel Tanah Asli
a. Pengujian Kadar Air
b. Pengujian Berat Jenis
c. Pengujian Analisis Saringan.
d. Pengujian Hidrometer.
e. Pengujian Batas Atterberg.
2. Pengujian Pada Tanah Yang Telah Dicampur Cornice Adhesive
a. Pengujian Kadar Air
b. Pengujian Berat Jenis
c. Pengujian Analisis Saringan.
d. Pengujian Hidrometer.
e. Pengujian Batas Atterberg.
1. Uji Kadar Air
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah
sehingga diketahui perbandingan antara berat air dengan berat kering tanah
2. Uji Berat Jenis
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau
partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air
suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan cara
kerja berdasarkan ASTM D-854 :
1. Menyiapkan benda uji secukupnya dan memanaskan pada suhu 60oC
sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.
2. Mendinginkan tanah dengan desikator lalu menyaring dengan saringan
No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.
3. Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya.
4. Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.
5. Mengambil sampel tanah antara 25–30 gram.
6. Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air
suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.
7. Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di
dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.
8. Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat
hasilnya dalam temperatur tertentu.
3. Uji Analisis Saringan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui persentase ukuran
butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah
yang tertahan diatas saringan No.200. Cara kerja pengujian analisa
29
4. Uji Hidrometer
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan distribusi ukuran butir-butir
tanah untuk tanah yang tidak mengandung butir tertahan saringan No. 10
(tidak ada butiran yang lebih besar dari 2 mm). Pemeriksaan dilakukan
dengan analisa sedimen dengan hidrometer.
Bahan-bahan : - Tanah yang lolos saringan no.200.
- Air bersih Bahan dispersi ( Reagent) berupa water glass
(Sodium silikat = Na2SiO3).
-Air destilasi
Peralatan :
1. ASTM soil hidrometer 151 H.
2. Satu set saringan.
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4. Gelas Silinder dengan kapasitas 1000 cc.
5. Cawan porselin (mortar).
6. Alat pengaduk suspensi.
7. Thermometer 0˚C-50˚C dengan ketelitian 0,5˚C.
8. Stopwatch.
9. Sieve Shaker.
10. Mixer.
Langkah Kerja :
1. Menyiapkan sampel tanah yang akan diperiksa. Menimbang dan
mencatat massanya (= Bo gram), sekurang-kurangnya sekitar 50 – 60
2. Menaruh contoh tanah dalam tabung gelas (breaker kapasitas 250 cc).
Menuangkan sebanyak ± 125 cc larutan air + reagent yang telah
disiapkan. Mencampur dan mengaduk sampai seluruh tanah tercampur
dengan air. Melakukan pemeraman tanah yang telah tercampur selama
sekurang-kurangnya 24 jam.
3. Menuangkan campuran tersebut dalam alat pencampur ( mixer ). Jangan
ada butir tanah yang tertinggal atau hilang dengan membilas air (air
destilasi) dan menuangkan air bilasan ke alat. Bila perlu tambahkan air,
sehingga volumenya sekitar lebih dari separuh penuh. Memutar alat
pengaduk selama lebih dari 15 menit.
4. Segera memindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap. Jangan ada
tanah yang tertinggal dengan membilas dan menuangkan air bilasan ke
silinder. Menambahkan air destilasi sehingga volumenya mencapai
1000 cm³.
5. Selain silinder isi suspensi tersebut, menyediakan gelas silinder kedua
yang diisi hanya dengan air destilasi ditambah reagent sehingga berupa
larutan yang keduanya sama seperti yang dipakai pada silinder
pertama.
6. Menutup gelas isi suspensi dengan tutup karet (atau dengan telapak
tangan ). Mengocok suspensi dengan membolak-balik vertikal ke atas
dan ke bawah selama 1 menit, sehingga butir-butir tanah melayang
merata dalam air. Menggerakkan membolak-balik gelas harus sekitar 60
kali. Langsung meletakkan silinder berdiri di atas meja bersamaan
31
waktu permulaan pengendapan T=0 dan Mengapungkan hidrometer
dalam silinder ini selama perconaan dilaksanakan.
7. Melakukan pembacaan hidrometer pada T= 2 ; 5 ; 30 ; 60 ; dan 1440
menit (setelah T=0), dengan cara sebagai berikut. Kira-kira 20 atau 25
detik sebelum setiap saat pelaksanaan pembacaan, mengambil
hidrometer dan silinder ke dua, mencelupkan secara berhati-hati dan
perlahan-lahan dalam suspensi sampai mencapai kedalaman sekitar
taksiran skala yang terbaca, kemudian melepaskan (jangan sampai
timbul goncangan). Kemudian pada saatnya, membaca skala yang
ditunjuk oleh puncak miniskus muka air = R1 (pembacaan dalam
koreksi).
8. Segera mengambil hidrometer perlahan-lahan memindahkan ke dalam
silinder kedua. Dalam air silinder kedua membaca skala hidrometer =
R2 (koreksi pembacaan).
9. Setiap setelah pembacaan hidrometer, mengamati dan mencatat
temperatur suspensi dengan mencelupkan thermometer.
Perhitungan:
a. Mencari nilai D
D = K . T
L
b. Mencari K2
K’ = 1,606 (a/M) x 100 %
c. Mencari P
d. Mencari Pk
Pk = P x Persentase lolos saringan no. 200.
5. Uji Batas Atterberg
5.1 Batas Cair
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis
tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.
Cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan No.40
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk cassagrande setinggi 10 mm.
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No.40 sebanyak 150
gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga
merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk cassagrande dan
meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.
4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji
dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan
grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang
13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan
harus berada diantara 10–40 kali.
6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk
pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama
33
sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan
yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas
25 ketukan.
Perhitungan :
1. Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah
pukulan.
2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada
grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan
sumbu y sebagai kadar air.
3. Menarik garis lurus dari ke-empat titik yang tergambar.
4. Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.
5.2 Batas Plastis
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada
keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Cara
kerja berdasarkan ASTM D 4318 :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan
No.40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian
digulung-gulung di atas pelat kaca hingga mencapai diameter 3 mm
sampai retak-retak atau putus-putus.
3. Memasukkan benda uji ke dalam kontainer kemudian ditimbang.
4. Menentukan kadar air benda uji.
Perhitungan :
2. Plastic Indeks (PI) :
Keterangan:
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas Cair
PL = Batas Plastis
E. Analisis Hasil Penelitian
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam
bentuk tabel, grafik hubungan, serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari
pengujian sampel.
1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam
bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah
AASHTO dan Unified (USCS).
2. Pencampuran cornice adhesive pada sampel tanah dengan menggunakan
kadar air optimum, dari hasil pencampuran sampel dijelaskan dalam
bentuk tabel dan grafik hasil pengujian sebagai berikut :
a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang di
tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan
nilai berat jenis dengan persentase campuran cornice adhesive. Dari
tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan
penjelasan perbandingan antara pengaruh cornice adhesive terhadap
35
b.Dari hasil pengujian batas cair dan batas plastis (batas atterberg)
didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik, dengan cara membandingkan nilai batas cair dan batas plastis
pada masing-masing kadar campuran cornice adhesive.
Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka
akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh
masing-masing campuran dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas
Pengujian Awal (Tanah Asli)
Kesimpulan
Selesai
Pembuatan Sampel Tanah (Tanah Asli + Cornice Adhesive)
Mulai
Pengambilan Sampel Tanah Asli
Pemeraman 7 hari
Analisa Hasil Pengujian Kadar Air Berat Jenis Analisis Saringan
Hidrometer Batas Atterberg
Kadar Air Berat Jenis Analisis Saringan
Hidrometer Batas Atterberg
Pengujian
Sampel 2 Kadar Cornice
Adhesive : 8%
Sampel 3 Kadar Cornice
Adhesive : 12%
Sampel 4 Kadar Cornice
Adhesive : 16% Sampel 1
Kadar Cornice Adhesive :
[image:43.595.166.472.138.725.2]4%
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap
sampel tanah timbunan yang distabilisasi menggunakan cornice adhesive,
maka diperoleh beberapa kesimpulan:
1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO tanah yang digunakan pada
penelitian ini digolongkan pada kelompok tanah A-7 dengan Sub
Kelompok A-7-5. Sedangkan berdasarkan klasifikasi USCS, tanah yang
uji ini merupakan tanah berbutir halus, dan masuk kedalam kelompok CL
yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan
sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau,
lempung kurus (lean clays).
2. Cornice adhesive membuat persentase kadar air naik pada setiap
penambahan kadar campuran.
3. Pemakaian cornice adhesive sebagai bahan stabilisasi terhadap tanah
lempung berpasir menaikkan nilai berat jenis tanah pada setiap
penambahan kadar campuran.
4. Dari hasil uji gradasi ukuran butiran tanah, tanah yang diuji pada
5. Dari hasil uji batas Atteberg yaitu nilai Indeks Plastisitas, semakin
bertambah kadar cornice adhesive maka nilai indeks plastisitas semakin
meningkat.
6. Dari semua hasil uji sifat fisik tanah lempung berpasir dapat disimpulkan
bahwa penambahan cornice adhesive dengan kadar 4%, 8%, 12% dan
16% belum dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan
bahan Cornice Adhesive, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk
dipertimbangkan:
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai daya dukung tanah yang
distabilisasi dengan bahan campuran yang sama, sehingga diketahui
pengaruh penambahan Cornice Adhesive ke dalam campuran tanah.
2. Diperlukan penelitian dengan jenis pemodelan sampel agar diperoleh
hasil yang lebih bervariasi dan akurat sesuai dengan kondisi perlakuan
stabilisasi tanah di lapangan.
3. Sebaiknya dilakukan pengecekan kondisi alat/mesin sebelum melakukan
pengujian-pengujian di laboratorium, hal ini dikarenakan akan
mempengaruhi hasil yang akan didapat.
4. Penelitian yang lebih luas dan komprehensif masih diperlukan,
khususnya untuk meningkatkan kualitas stabilitas tanah lempung berpasir
terhadap efek jangka panjangnya (long term effect) terhadap pengaruh
DAFTAR PUSTAKA
Boral Australia. Product of Boral Australia: Cornice Adhesive. 20 April 2012.
http://www.boral.com.au/plasterboard/msds/pdfs/CORNICE_ADHESIVE. pdf
Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika tanah),
Erlangga, Jakarta.
Budiartarto, Andre Mei. 2012. Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time)
Stabilitas Tanah Timbunan Dengan Menggunakan Abu Gunung Merapi (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Erlangga. Jakarta.
Das, Braja.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid
I . Erlangga. Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Lesmana Putra, Adi. 2013. Studi Sifat Fisik Tanah Organik Yang Distabilisasi
Menggunakan Cornice Adhesive. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
Nugraha, Deny. 2012. Studi Kuat Geser Langsung Dan Kuat Tekan Bebas Tanah