GUGUS FUNGSI DAN KARAKTERISASI BIOKERAMIK HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI DENGAN SUHU
PEMBAKARAN 1200oC
(Skripsi)
Oleh
Firda Aziza
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
GUGUS FUNGSI DAN KARAKTERISASI BIOKERAMIK
HIDROKSIAPATIT DARI BAHAN LIMBAH TULANG SAPI DENGAN SUHU PEMBAKARAN 1200OC
Oleh Firda Aziza
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Strutur Hidroksiapatit ... 9
2. (a) Struktur Heksagonal dan (b) Struktur Hap Monoklnik ... 10
3. Distribusi komponen penyusun tulang cortical ... 15
4. Skema sinar datang dan sinar terdifraksi oleh kisi kristal ... 19
5 SkemaIR ... 23
6. Diagram Alir Penelitian ... 31
7. Pola Spektrum FTIR sampel hidroksiapatit dengan sintering (a). 800oC (b) 1200oC ... 33
8. Pengabungan spektrum sampel biokeramik hidroksiapatit ... 35
9. Pola difraksi sinar-X sampel biokeramik hidroksiapatit dengan sintering (a). 800oC (b). 1200oC ... 37
10. Pengabungan sinar-X sampel biokeramik hidroksiapatit ... 38
11. Hasil analisis mikrostruktur sampel biokeramik hidroksiapatit dengan sintering (a). 800oC (b).1200oC ... 41
ii 3.5 Karakterisasi
3.5.1 X-Ray Diffraction (XRD) ... 27
3.5.2 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 28
3.5.3 Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 29
3.6 Diagram Alir Peneliitian ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR ... 32
4.2 Hasil Analisis Karakterisasi Strukur Kristal dengan XRD ... 36
4.3 Hasi Analisis Karakterisasi Mikrostruktur dengan SEM-EDS ... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Puncak spectra gugus fungsi biokeramik hidroksiapatit
pada sintering 800oC dan 1200oC ... 35 2. Interprestasi data standar PDF sampel HK yang disinterring
pada suhu 800oC ... 39 3. Interprestasi (pencocokan) data yang diperoleh dengan data standar PDF
Bismillahirohmanirrohim
Dengan Rasa sukur kepadaALLAH SWT, Ku Persembahkan
Karya Ini kepada :
Kedua orang tua tercinta, Bapak Usman dan Ibu Siti Farida
(Terima kasih atas semua do’a dan pengorbanan yang tiada
hentinya sehingga menjadi penyemangat untuk
menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Lampung)
Ayeng Maya
dan
Dedek Ferdi
serta
Keluarga Besar
(Terima kasih atas semua doa dan dukunganya)
Serta Almamater Tercita
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatulllah Wabarakatuh,
Alhamdulillahi rabbil’alamin, Segala puji bagi ALLAH SWT Dzat yang
senantiasa menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada manusia dengan prantara
kalam yang terwujud dalam ayat kauliyah dan ayat kauniyah-NYA. Allahuma
shalli ‘ala Muhammmad wa’ala aali Muhammmad. Shalawat beriring salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “ Gugus Fungsi dan Karakterisasi Biokeramik Hidroksiapatit dari Limbah Tulang Sapi dengan Suhu 1200oC” ini merupakan karya bagi penulis yang dipersembahkan kepada almamater tercinta.
Karya ini memamaparkan potensi tulang sapi yang dimanfaatkan sebagai keramik
dan implant bagi tubuh manusia. Secara khusus karya ini membahas mengenai
gugus fungsi, mikrosktruktur, dan struktur kristal. Semoga dapat memberikan
wacana bagi pembaca mengenai karakterisasi biokeramik hidroksiapatit dari
bahan dasar limbah tulang sapi.
Bandar Lampung, Juni 2015
MOTTO
“
Man Jadda Wajada”
Barang siapa bersungguh-sungguh maka dia
akan berhasil
Laayaruddul Qodara Illadduaaa
Tidak ada yang dapat menolak TAKDIR
kecuali DOA
“Man Shabara Zhafir”
Barang siapa bersabar maka dia akan beruntung
ALLAH tidak membebani seseorang melainkan
s suai nngan k sanggupannya
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Firda Aziza dilahirkan di Sukadana, 29 Januari
1991, anak pertama dari pasangan Bapak Usman dan Ibu Siti Farida. Penulis
menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar di SD N 1 Metro pada tahun 2002,
Melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di MTS N 1 Metro
pada tahun 2005 dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menegah Atas (SMA) di
MAN 1 Metro pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa di Universitas Lampung melalui jalur seleksi SPMB. Penulis masuk
Jurusan Fisika FMIPA dengan konsentrasi KBK Fisika Material.
Selama menempuh pendidikan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Fisika
Dasar 1 dan II pada tahun 2010. Penulis juga pernah aktif di kegiatan organisasi
kemahasiswaan antara lain, sebagai Sekretaris Bidang Sosmas HIMAFI periode
2010-2011, Sekretaris Departemen Kebijakan Publik BEM FMIPA periode
2011-2012, Asisten Menteri Dalam Negeri BEM U KBM Unila periode 2012-2013, dan
Anggota Kehormatan (AK) HIMAFI periode 2012-2013. Penulis juga ikut
kegiatan organisasi di luar kampus sebagai Anggota Direktur Danus KAMMI
SANWACANA
Alhamdulillah, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik berkat dorongan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Mamah, terima kasih telah menjadi malaikat bagi anakmu.
2. Ibu Dra. Dwi Asmi, M. Si., Ph.D., selaku pembimbing I yang memberikan
masukan, semangat dan bantuanya.
3. Bapak Drs. Ediman Ginting, M. Si. atas kesediannya sebagai pembimbing II
yang memberikan semangat dan masukan.
4. Bapak Drs. Pulung Karo-karo, M. Si. atas kesediannya sebagai pembahas yang
memberikan masukan, semngat dan motivasinya.
5. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si.,M.Eng selaku pembimbing akademik yang
memberikan motivasi dan semangatnya.
6. Seluruh Dosen Jurusan Fisika Unila FMIPA Unila atas ilmu yang diberikan
selama kuliah.
7. Ayeng Maya dan Ferdian Azizi adik tercinta atas doa dan semangatnya.
8. Semua saudara dan sahabat: Ubiet, Ilfa, Uma, Qiqi, Kiai, Andho, Bang Febri,
Cindi, Neti, Riza, Mas Dwi, Umi, Uwak, Zahra, Liyana, Sammi, Juli dan
angkatan 2008.
10. Keluarga BEM U KCP, BEM FMIPA KBB, HIMAFI terima kasih atas
motivasinya untuk menyelesaikan skripsi.
11. Adik-adik 2009, 2010, 2011, 2012 dan semua pihak yang telah membantu
penulis selama menyelesaikan Tugas Akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga
berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang
baik dan terjangkau, serta dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang tanpa
menimbulkan efek buruk.
Pengembangan bahan biomaterial sintetis sebagai bahan rehabilitas jaringan
tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan
melanjutkan fungsi daur kehidupan yang digantikan (Wiraningsih, 2010). Salah
satu bahan yang sedang dikembangkan sebagai biomaterial sintetis adalah
biokeramik. Kelebihan biokeramik adalah memiliki biokompabilitas yang baik
dengan sel-sel tubuh dibandingkan dengan biomaterial polimer atau logam
(Hench, 1991).
Sifat dari biokeramik antara lain tidak beracun, tidak mengandung zat
karsigonenik, tidak menyebabkan alergi, memiliki biokompatibel yang baik dan
tahan lama (Widyastuti, 2009). Biokeramik termasuk bahan yang dirancang untuk
dipergunakan dalam bidang medis dan kedokteran gigi, karena kesamaannya
2
Nayak, 2010). Salah satu jenis biokeramik yang banyak digunakan karena
sifat-sifat yang unggul adalah hidroksiapatit (Rohmawati, dkk, 2012).
Hidroksiapatit (HA) merupakan suatu bahan implant yang digemari karena
sifatnya yang bioserorabel dan osteokonduktif (Ramli et al, 2011). Hidroksiapatit
yang berasal dari tulang merupakan unsur anorganik alami yang dimanfaatkan
untuk regenerasi tulang, karena kemiripannya dengan tulang mineral (Wahdah
dkk, 2014; Mondal et al, 2012). Hidroksiapatit merupakan salah satu senyawa
fosfat dan termasuk dalam kelompok apatit yang saat ini banyak dikembangkan
oleh peneliti (Cheng et al, 200; Rivera et al, 1999). Berbagai teknik mulai
dikembangkankan untuk sintesis hidroksiapatit diantaranya; metode kering (Wathi
dkk, 2014), metode basah (Tian et al, 2008), reaksi hidrotermal (Fa’ida, 2014;
Felicio-Fermandes et al, 2000), dan metode sol gel (Pinangsih dkk, 2014;
Balamurungan et al, 2006). Banyaknya metode untuk mensintesa HA
menimbulkan usaha untuk mensintesa yang lebih ekonomis, ramah lingkungan,
aman dari sisi biologis dan menyederhanakan kompleksnya sintesa HA. Maka
dilakukan sintesa HA biokeramik yang diekstrak dari kalsinasi beberapa limbah
biologi antara lain dari tulang sapi (Barakat et al, 2008), cangkang telur
(Prabakaran et al, 2005) dan gangang laut (Fericio-Fernandes et al, 2000).
Hidroksiapatit berasal dari tulang sapi telah banyak yang digunakan untuk aplikasi
sebagai pengisi tulang karena memiliki sifat biokompabilitas yang sangat baik
(Kusrini and Sontang, 2012). Kelebihan utama hidroksiapatit dari tulang sapi
adalah biodegradasi yang rendah, kemampuan osteokonduktitivitas yang bagus
3
Tulang sapi memiliki kalsium dan fosfor. Kalsium dan fosfor merupakan unsur
utama pembentuk hidroksiapatit (HA) yang terdapat pada tulang sapi sehingga
dapat digunakan sebagai bahan dalam sintesis HA (Wathi dkk, 2014). Tulang sapi
memiliki komposisi kandungan kalsium dalam bentuk senyawa CaCo3 sebesar
7,07%, senyawa CaF2 sebesar 1,96% dan senyawa Ca3(PO4)2 sebesar 58,30%.
Sedangkan, kandungan fosfor pada tulang sapi dalam bentuk senyawa Mg3(PO4)2
sebesar 2,09% dan senyawa Ca3(PO4)2 sebesar 58,30% .
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan Hoque et al (2014) yakni mengenai
mensintesis HA menggunakan bubuk kristal HA untuk mendapatkan bubuk HA
alami dengan metode presipitasi kimia basah suhu sintering 1200oC. Dengan
karakterisasi menggunakan SEM-EDS, XRD, dan FTIR Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa suhu yang paling cocok untuk sintesa HA pada suhu
1200oC. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak digunakan karakterisasi FTIR
karena penelitian tersebut, untuk mengetahui pengaruh suhu.
Pada penelitian ini sintesis hidroksiapatit melalui metode pengabuan yang
bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi, mikrosktuktur dan struktur kristal
biokeramik hidroksiapatit pada saat pembakaran dengan suhu 1200oC. Sementara
proses, karakterisasi bahan meliputi X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron
4
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh suhu sintering 1200oC terhadap stuktur kristal
biokeramik hidroksiapatit menggunakan limbah tulang sapi dengan teknik
XRD.
2. Bagaimana pengaruh suhu sintering 1200oC terhadap mikrosktuktur
biokeramik hidroksiapatit menggunakan limbah tulang sapi dengan
menggunakan teknik SEM-EDS.
3. Bagaimana pengaruh suhu sintering 1200oC terhadap gugus fungsional
biokeramik hidroksiapatit dengan menggunakan limbah tulang sapi dengan
menggunakan teknik FTIR.
1. 3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan batasan masalah
sebagai berikut; Pembuatan biokeramik hidroksiapatit menggunakan bahan dari
limbah tulang sapi dengan menggunakan metode pengabuan, pembakaran pada
5
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh suhu sintering 1200oC terhadap struktur kristal
biokeramik hidroksiapatit menggunakan limbah tulang sapi dengan teknik
XRD.
2. Mengetahui pengaruh suhu sintering 1200oC tehadap mikrosktuktur
biokeramik hidroksiapatit menggunakan limbah tulang sapi dengan teknik
SEM-EDS.
3. Mengetahui pengaruh suhu sintering 1200oC terhadap gugus fungsi
biokeramik hidroksiapatit menggunakan limbah tulang sapi dengan
menggunakan teknik FTIR.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui gugus fungsi, mikrokstruktur, dan struktur kristal dari
biokeramik hidroksiapatit.
2. Dapat dijadikan sumber referensi ilmiah bidang keramik khususnya dalam
pengembangan biokeramik hidroksiapatit.
3. Dapat menambah pustaka dibidang fisika khususnya kelompok bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomaterial
Secara umum biomaterial diartikan sebagai material yang ditanam di dalam
tubuh manusia untuk mengganti jaringan organ tubuh yang terserang penyakit,
rusak atau cacat (Widyastuti, 2009).
Sedangkan menurut Larsson et al (2007), biomaterial adalah suatu material
dengan sifat baru yang digunakan sebagai perangkat medis dan mampu
berinteraksi dengan sistem biologis. Biomaterial merupakan bidang dengan
berbagai disiplin ilmu yang membutuhkan pengetahuan dan pemahaman
mendasar dari sifat-sifat material secara umum dan interaksi material dengan
lingkungan biologis. Biomaterial alami yaitu; allograft (tulang manusia),
xenograft (tulang sapi), dan autograft (tulang dari pasien yang sama) (Dewi,
2009). Menurut Ylien (2006), biomaterial diklasfikasikan ke dalam 4 kelompok
kimia antara lain polimer, komposit, logam, dan keramik. Sementara menurut
Lobo and Arinzeh (2010), biomaterial diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok
dalam penggunaanya antara lain biokompabiliti, bionert, dan bioaktif.
Biokompabiliti merupakan material yang dapat bertahan tanpa memberikan
7
material yang mempunyai lapisan oksida pada permukaan (alumunium
zirkonium, titanium, dan material karbon), dan Bioaktif yaitu ketika terdapat
ikatan langsung secara biokimia dan biologi. Biomaterial dengan tulang induk
melalui pembentuk suatu lapisan apatit pada permukaan biomaterial (keramik
kalsium fosfat dan keramik gelas).
2.2 Biokeramik
Biokeramik adalah keramik yang secara khusus dimanfaatkan untuk memperbaiki
dan merekoinstruksi bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Menurut
Herliansyah dkk (2010), biokeramik merupakan salah satu jenis bahan keramik
yang baik sebagai produk yang digunakan dalam kedokteran dan industri,
terutama sebagai implant ataupun organ pengganti. Biokeramik memiliki sifat
biokompabilitas, stabilitas kimia, ketahanan aus yang tinggi dan memiliki
komposisi yang sama dengan bentuk mineral dari jaringan keras dalam tubuh
(tulang dan gigi).
Berdasarkan adaptasinya biokeramik dibedakan menjadi empat, yaitu;
Biokeramik bionert, biokeramik terserap ulang, biokeramik bioaktif, dan
biokeramik berpori. Biokeramik bionert biokeramik yang tebal daerah
permukaan yang rendah dan antar permukaan biokeramik dengan tebal daerah
permukaan tidak terikat secara kimia maupun biologis sehingga sistem
pelekatan biasanya hanya secara mekanis. Pada lapisan permukaan akan
terbentuk suatu kapsul berserat yang tidak terikat secara baik pada jaringan
keras maupun jaringan lunak (alumina dan zirkonia). Biokeramik terserap ulang
8
bersamaan akan digantikan oleh jaringan alamiah baru dengan lapisan antara
permukaan yang sangat tipis menstimulas tulang untuk tumbuh pada bahan
keramik dan melalui pori-porinya melanjutkan transformasi secara total dari
bahan-bahan yang masuk kedalam tulang yang tinggal (trikalsium fosfat).
Biokeramik bioaktif memiliki respon biologis khas pada antar permukaan
sehingga terbentuk ikatan antar jaringan dan bahan tersebut. Kehasanya adalah
dasar materi yang meyerupai komponen inorganik bagian tulang disertai
kempuan melarut yang dapat memberian ikatan secara langsung terhadap
implant (hidroksiapatit, bioaktif, dan gelas keramik), dan Biokeramik berpori
untuk pertumbuhan dalam jaringan yang dikenal biokeramik inert mikropori
pada daerah permukaan memiliki pori-pori dalam ukuran mikro dimana terjadi
pertumbuhan dan jaringannya ke pori permukaan atau keseluruhan implanasinya
(logam berlapis HA).
Biokeramik dapat berupa kristal tunggal seperti saffir, polikristal (alumina atau
HA, gelas keramik, komposit seperti baja- stailees-gelas diperkuat serat atau
politilen HA).
2.3. Hidroksiapatit
Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari
kelompok mineral dalam tulang (Berlianty, 2011). Hidroksiapatit memiliki
kandungan kalsium dan fosfat yang terdapat pada tulang dan gigi, karena
memiliki sifat biokompabilitas yang baik pada jaringan manusia serta komposisi
9
Hidroksiapatit juga memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 dan mempunyai
struktur heksagonal dengan parameter kisi a= 9.443Å dan c= 6.875Å serta nisbah
Ca/P sekitar 1.67. Kristal apatit mengandung gugus karbon dalam bentuk karbon
(Muntamah, 2011). Hidroksiapatit memiliki dua bagian struktur yaitu
heksagonal dan monoklinik. Struktur heksagonal terdiri dari susunan gas PO4
tetrahedral yang diikat oleh ion-ion Ca, sedangkan struktur monoklinik dapat
dijumpai apabila HA yang terbentuk benar-benar stoikometri. Rasio Ca/P dari HA
adalah 1,67 dan densitasnya 3,19 g/ml (Ferraz et al, 2004). Menurut Darwis dan
Warastuti (2008) dengan metode basah sekitar 34-37% (Ca) dan 16-20% (P) akan
diperoleh rasio Ca/P berkisar antara 1,68 – 1,73 dengan rata-rata 1,69 dan
kandungan Ca berkisar 35% dan Fosfat 20%. Dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Hidroksiapatit (Rivera-Monozq1, 2011).
Struktur monoklinik terjadi karena susunan OH- membentuk urutan OH-OH-OH
-OH- yang membuat parameter kisi b menjadi 2 kali a (Gambar 2.b). Akan tetapi,
struktur heksagonal juga dapat diperoleh pada kondisi stoikiometrik jika susunan
10
(a) (b)
Gambar 2. (a) Struktur HA Heksagonal (b) Struktur HA Monoklinik (Corno et al, 2006).
Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan merupakan senyawa yang paling
stabil diantara berbagai kalsium. Hidroksiapatit sebagai salah satu biokeramik
yang dibuat dari bahan alami sebagai penganti tulang (Balgies dkk, 2011).
Hidroksiapatit cukup aman digunakan sebagai bahan implant karena sifatnya
yang non toxic, cepat membangun ikatan dengan tulang (bioaktif), memiliki
biokompatibilitas dengan jaringan sekitar, tidak korosi, dan dapat mendorong
pertumbuhan tulang baru dalam strukturnya yang berpori. Namun HA
mempunyai kelemahan yaitu bersifat rapuh, tidak bersifat osteoikonduktif, sifat
mekanik rendah dan memiliki ketidakstabilan struktur pada saat bercampur
11
2.4 Sifat Hidroksiapatit
Hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel
adalah kemampuan material untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh
penerima, sedangkan bioaktif adalah kemampuan material bereaksi dengan
jaringan dan menghasilkan ikatan kimia yang sangat baik (Purnama dkk, 2006).
Hidroksiapatit juga memiliki sifat biokompabilitas ke jaringan tulang sangat
baik karena kandungan komposisi kimia yang serupa dengan mineral tulang dan
gigi (Purmawargapratala, 2011) hidroksiapatit juga bersifat rapuh (Warsatuti dan
Abbas, 2011).
Menurut Suryadi (2011) sifat hidroksiapatit adalah biokompatibel, bioaktif dan
bioserorable. Biokompatibel material yang banyak diaplikasikan pada proses
penyembuhan jaringan keras (tulang) yang mengalami kerusakan, juga sebagai
pelapis implant yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia untuk meningkatkan
sifat biokompabilitas. Bioaktif mampu berintegrasi dengan jaringan hidup
melalui proses-proses aktif dalam penolakan kembali tulang yang sehat.
Bioserorable material akan melarut sepanjang waktu (tanpa memperhatikan
mekanisme yang menyebabkan pemidahan material) dan menginzinkan jaringan
yang baru terbentuk dan tumbuh pada sembarang permukaan material. Fungsi
bioserorable berperan penting dalam proses dinamis pembentuk dan reabsorbsi
yang terjadi didalam jaringan tulang. Material bioserorable digunakan sebagai
scaffolds atau pengisi (filler) yang meyebabkan mereka berinfiltrasi dan berganti
ke dalam jaringan, sedangkan laju solusi dari hidroksiapatit yang memiliki sifat
bioaktif dapat bergantung pada beragam faktor, seperti derajat kristalinitas, kuran
12
porositas. Hidroksiapatit yang larut dalam larutan asam dan sedikit pada larutan
destilasi. Kelarutan pada destilasi meningkat seiring dengan penambahan
elektrolit. Kelarutan hidroksiapatit juga akan berubah jika memiliki asam amino,
protein, enzim dan senyawa organik lainnya. Sifat kelarutan yang dimiliki
hidroksiapatit berhubungan dengan sifat biokompatibel. Laju kelarutan tergantung
pada perbedaan bentuk, porositas, ukuran kristal, kristalinitas, dan ukuran
kristalit. Hidroksiapatit bereaksi aktif dengan protein, lemak, dan senyawa
organik ataupun non-organik lainnya.
2.5 Metode Pembuatan Hidroksiapatit
Menurut Thamaraiselvi et al (2006) sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan enam
metode yaitu metode basah, metode kering, metode hidrotermal, metode
alkoksida, metode fluks, dan metode sol-gel.. Metode basah menggunakan reaksi
cairan dari larutan menjadi padatan, metode ini digunakan karena sederhana
dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit kristal atau amorf.
Metode kering, menggunakan reaksi padat dari padatan menjadi padatan dan
menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butiran halus dan derajat
kristalinitasnya tinggi. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal
dari larutan menjadi padatan dan menghasilkan hidroksiapatit dengan kristal
tunggal. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa dari larutan menjadi
padatan. Metode ini digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin flm) dan
hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi. Metode
fluks, menggunakan reaksi peleburan garam dari pelelehan menjadi padatan.
13
lain seperti; boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit, dan Metode sol-gel,
menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan
derajat kristalinitas.
Metode yang digunakan dalam pembuatan hidroksiapatit mempengaruhi
karakter-karater kristal hidroksiapatit yang diperoleh.
2.6 Aplikasi Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HA) dapat dimodifikasi menjadi berbagai jenis sediaan
radiofarmaka sebagai pembawa unsur radionuklida untuk aplikasi terapi
rheumatoid arthritis karena mempunyai kemiripan dengan fasa mineral pada
matrik tulang (Setiawan dan Basit, 2011). Hidroksiapatit digunakan sebagai
bahan pelapis logam yang diimplatasikan kedalam tubuh (Arifianto dkk, 2006).
Penggunaan hidroksiapatit dalam aplikasi biomedik telah banyak digunakan
antara lain sebagai pembawa obat, scaffold, tulang pengisi dan tulang pengganti.
Hidroksiapatit dapat dimanfaatkan sebagai biomedik karena sifat yang dimiliki
hidroksiapatit tidak beracun, biokompabilitas, non inflamasi, dan struktur mesori
dari hidroksiapatit (Oner et al, 2011).
Hidroksiapatit sintetik dapat diperoleh tidak hanya melalui reaski
senyawa-senyawa sintetik (Dahlan, 2013), dan dapat juga diperoleh dengan mereaksikan
senyawa sintetik tersebut dengan senyawa alami (Amrina, 2008). Keunggulan
dari hidroksiapatit sintetik adalah bahan yang mempunyai karakter komposisi
14
2006). Hidroksiapatit sangat stabil dalam cairan tubuh serta diudara kering atau
lembab hingga 1200oC.
2.7 Tulang Sapi
Tulang merupakan bagian tubuh atau organ dari suatu individu yang mulai
tumbuh dan berkembang sejak masa embrional. Sistem pertulangan merupakan
salah satu hasil perkembangan dari sel-sel mesoderm. Pola bangunan tubuh suatu
individu ditentukan oleh kerangka yang disusun dari puluhan atau ratusan
tulang. Tulang-tulang tersebut membentuk suatu susunan atau kelompok tulang
yang disebut dengan kerangka. Tulang-tulang kerangka disebut juga skeleton
dalam melaksanakan fungsinya dilengkapi dengan tulang rawan (cartilago) dan
ligment (pita pengikat). Kerangka pada ternak termasuk dalam endoskeleton
(Anonim A, 2013). Menurut Septimus (1961) tulang merupakan jaringan yang
dinamis yang secara terus-menerus dapat diperbaharui dan direkonstruksi.
Tulang mempuyai pembuluh darah, pembuluh limfe, dan syaraf. Tulang
panjang seperti tulang paha (femur) memiliki bentuk silinder dengan bagian
ujung yang membesar. Bagian yang berbentuk silinder disebut diafisis,
sedangkan bagian ujung yang membesar terdiri dari tulang berongga dan disebut
epifisis. Tulang kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik dalam
perbandingan 2:1. Zat organik oleh panas tidak menyebabkan perubahan stuktur
tulang secara keseluruhan, tetapi akan mengurangi berat tulang. Tulang
mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai penopang tubuh dan pendukung
15
metabolisme tubuh, yang disimpan ataupun dikeluarkan setiap kali diperlukan
oleh tubuh. Pada pembentukkan tulang, sel-sel tulang keras membentuk senyawa
kalsium fosfat dan senyawa kalsium karbonat.
Tulang merupakan jaringan hidup, sekitar 15% beratnya terdiri dari sel. Tulang
cortical disusun 22% matrik organik, 90-96% kolagen, 69% mineral dan 9% air
seperti pada Gambar 3. Mineral tulang biasanya sebagai senyawa kalsium
hidroksiapatit dengan stokiometri sempurna. Bentuk utama mineralnya
mengandung kalsium kristal apatit dan fosfat, menirukan struktur kristal
hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2.
Gambar 3. Distribusi komponen penyusun tulang cortical (Liu, 1996).
Tulang secara alami umumnya terdiri dari 70% mineral anorganik, 20% bahan
organik dan 10% air (Toppe et al, 2007). Rangka tubuh sapi terdiri dari 191
hingga 193 ruas tulang (Suryanto, 2009). Tulang mempunyai mineral yang
mengandung 35% senyawa organik dan 65% senyawa anorganik (Fakhrijadi,
16
Tulang sapi memiliki karakteristik mendekati tulang manusia. Hal ini didukung
oleh penelitian Aerssens et al (1998) yang membandingkan komposisi dan
kepadatan tulang pada tujuh hewan vertebrata yang biasa digunakan dalam
penelitian tulang (manusia, anjing, sapi, babi, domba, ayam dan tikus), diketahui
bahwa sapi memiliki struktur komposisi yang paling mendekati tulang manusia.
Indriyani (2011) juga melakukan penelitian mengenai karakteristik mekanik dan
fisik tulang sapi berdasarkan berat hidup. Tulang yang digunakan adalah tulang
belakang (metatarsus) sapi dari jenis sapi induk lokal pesisir yang diinseminasi
dengan sapi simmental dengan rentang berat hidup 200 kg sampai 500 kg. Dari
penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa berat hidup sapi dengan berat 500
kg memiliki kekuatan tarik rata-rata adalah 177,26 MPa. Pada berat yang sama
regangan tarik rata-rata adalah 0,11 MPa, modulus elastisitas rata-rata adalah
1,61 GPa, dan ketangguhan rata-rata adalah 9,89 Mj/m3.
Kandungan tulang sapi terdiri dari 93% HA dan 7% β-TCP dengan perlakuan
panas memakai suhu 400oC– 1200oC (Ooi et al, 2007). Hidroksiapatit berasal dari
tulang sapi telah banyak digunakan untuk mencangkok, memperbaiki, mengisi,
pergantian tulang dan pemulihan jaringan gigi karena biokompabilitas yang
sangat baik dengan jaringan keras, bioaktivitas merenkonstruksi ulang jaringan
tulang yang telah rusak dan di dalam jaringan lunak (Kusrini and Sontang,
2012). Unsur pokok anorganik tulang memiliki kesamaan dengan yang ada
pada komposisi hidroksiapatit sintetik. Kristal hidroksiapatit yang berada pada
tulang memiliki bentuk yang menyerupai jarum atau batang dengan panjang
17
Materil pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograft (pergantian
sutu bagian tubuh dengan bagian tubuh dengan bagian tubuh lainya dalam satu
individu), allograft (pergantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari
manusia lain), xenograft (pergantian tulang manusia dengan tulang yang
berasal dari hewan). Namun, pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam
jumlah terbatas (Sopyan et al, 2007).
2.8 Suhu Sintering
Sintering adalah suatu proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada suhu
tinggi hingga melebihi titik leburnya (Ristic, 1989). Proses sintering merupakan
proses perubahan struktur mikro yaitu; perubahan ukuran pori, pertumbuhan
butir, peningkatan densitas, dan penyusutan masa (Kang, 2005). Ada setidaknya
enam mekanisme yang terjadi selama proses sintering.
1. Difusi kisi permukaan atom, permukaan memiliki tangga yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan atom pada kekisi, sehingga energi aktivitas
pada difusi permukaan menjadi lebih rendah daripada difusi kekisi, maka difusi
permukaan akan terus meningkat sering berkurangnya temperatur.
2. Difusi dari permukaan
3. Transformasi uap
4. Difusi batas butir, jika ketebalan sempel sama maka batas butiran akan
bertambah dengan berkurangnya ukuran butiran, hal itu memperlihatkan bahwa
difusi batas butiran bergantung pada ukuran butiran.
5. Difusi kisi atas batas butir
18
Mekanisme-mekanisme diatas sangat penting dalam penyusutan dan pemadatan
Sintering memerlukan suhu tinggi agar partikel halus dapat berglomerasi
menjadi padat. Sintering menyebabkan butiran-butiran partikel saling mendekat
sehingga menyebabkan pengurungan volume. Perlakuan pemanasan ini
menghasilkan sebuah transformasi padatan berpori menjadi padat.
2.9 Karakterisasi Material Keramik 2.9.1 X-Ray Difffraction (XRD)
Sinar- X adalah gelombang elektromagnet yang panjang gelombang sekitar
0,2-0,5Å (panjang gelombang cahaya tampak adalah 6000 Å). Sifat-sifat sinar-X
adalah: radiasi elektromagnet tidak tampak, dapat menembus benda, bergerak
dengan lintasan lurus dengan kecepatan 3 x 1010 cm/detik, menghasilkan efek foto
kimia pada film, tidak dipengaruhi oleh medan mangnet dan listrik, dapat
membebaskan elektron.
Difraksi adalah suatu metode eksperimen hamburan listrik. Proses perubahan
energi dapat diabaikan dalam proses perubahan tersebut. Informasi yang
diperoleh dari metode difraksi berupa data koordinat atom-atom didalam
kristal yang mendasari sifat dan karakteristik suatu bahan pada umumnya
(Sunardi dan Suminta, 2003). Gambar 4 dibawah adalah sinar datang dan sinar
19
Gambr 4. Sinar datang dan sinar terdifraksi oleh kisi kristal.
Berkas sinar yang dihamburkan oleh atom bila sefasa akan mengakibatkan
terjadinya interferensi saling menguatkan (interferensi konstruktif), bila tidak
sefasa akan saling meniadakan. Interaksi sinar-X dengan material dapat
digunakan untuk menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat dipakai
analisis kualitatif dan kuantitatif material.
Dasar dari prinsip pendifraksian sinar-X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada
hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.
Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi
yang konstruktif.
Jika seberkas sinar-X dengan panjang gelombang diarahkan pada permukaan
kristal dengan sudut . Maka sinat tersebut akan dihamburkan oleh bilangan
atom Kristal dan akan menghasilkan puncak difraksi. Besar sudut bergantung
panjang gelombang berkas sinar –X dan jarak antar bidang penghamburan (d)
(Cullity, 1978). Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi
20
n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,... (2.1)
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel
kristal, bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,
semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Setiap puncak yang
muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi
tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data
pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk
hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS.
XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang
diteliti, dan detektor sinar-X. Sinar-X dihasilkan ditabung sinar-X yang berisi
katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron.
2.9.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning electron microscopy (SEM) adalah suatu jenis mikroskopi elektron yang
mengambarkan permukaan sampel. Pembesaran dari pemindaian gambar
adalah sama dengan perbandingan ukuran gambar yang ditampilkan oleh
pengguna ketika dipindai oleh penyorot pada spesimen. Pembesaran minimum
21
dengan jarak yang dikerjakan. Pembesaran minimum kira-kira 10, dengan area
pemindai berorde 1 cm2. Pembesaran dapat ditambahkan dengan mereduksi
amplitudo dari gelombang yang digunakan untuk memindai. Penggunaan
maksimum tentu bergantung dengan resonansi, dan untuk yang berada pada
batas 104 samapai 106, Berdasarkan tipe gambar spesimenya dan kondisi operasi
(Reed, 1993 ).
Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, namun berbeda dalam
perangkatnya. Pertama berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh
magnet yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi elektron 100 keV,
menghasilkan panjang gelombang kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran sangat
tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu
banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film.
Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lensa
magnetik membatasi resolesi hingga sepersepuluh nanometer (Prabakaran et al,
2005).
Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun
terkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa
objektif. Scanning coll yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi
sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan
elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau
detector backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai
22
1990). SEM yang dipantulkan dari sampel. Elektron-elektron sekunder
mempunyai energi yang rendah maka elektron-elektron tersebut dapat dibelokkan
membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topograpi. Elektron-elektron yang
dihamburkan balik amat peka terhadap jumlah atom, sehingga itu penting untuk
menujukkan perbedaan pada perubahan komposisi kimia dalam sampel. Intensitas
elektron yang dihamburkan juga peka terhadap orientasi berkas sinar datang
relatif terhadap kristal. Efek ini mengakibatkan perbedaan orientasi antara butir
satu dengan butir yang lain adalah suatu sampel kristal, yang memberikan
kristallograpi.
Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa.
Pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat kouduktif
sehingga perlu dilapisi dengan emas.
2.9.3 Fourier Transform Infrared (FTIR)
Fourier Transform Infrared (FTIR), lebih dikenal dengan metode spektrometer.
Pada dasarnya spektrofotometer FTIR adalah sama dengan sepktrofotometer IR
disperse, perbedaannya terletak pada pengembangan sistem optik, sebelum
berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi inframerah
diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang
dihasilkan merupakan penyerapan dan tranmisi molekul dan menciptakan
bekas molekul dari sampel. Hal ini dapat dilihat pada sidik jari yang tidak ada
dua struktur molekul khas yang menghasilkan spektrum inframerah sama
23
Gambar 5. Skema IR (Kroschwitz, 1990).
Instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infrared
(FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan
konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan
reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar
infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan
permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun
cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR
adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena
resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).
Cara kerja dari FTIR adalah energi inframerah diemisikan dari sumber bergerak
melalui celah sempit untuk mengotrol jumlah energi yang akan diberikan ke
sampel. Di sisi lain, berkas laser memasuki interferometer, kemudian terjadi
24
interferogram. Berkas leser kemudian memasuki ruang sampel, berkas akan
diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel bergantung dari energinya,
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan
Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda yaitu;
preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material
FMIPA Universitas Lampung. XRD dilakukan di Laboratorium Universitas Islam
Negeri Jakarta. Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Universitas Islam Negri
Jakarta dan Karakterisasi SEM-EDS dilakukan di Laboratorium P3GL Bandung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu oven sebagai
mengeringkan bahan, pressure cooker untuk merebus tulang sapi, mortar dan
pastle sebagai alat penggerus, furnace untuk membakar sampel, Fourier
Transform Infrared (FTIR) merk Perkin Elmer Spectrum One, SEM (Scanning
Electron Microscopy) merk Philips XL20, X-Ray Diffraction (XRD) merk
Shimadzu X-Ray Diffractomemer 7000. Sedangkan bahan yang digunakan dalam
26
3.3Prosedur Penelitian
Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Membersihkan tulang sapi dengan air secara berulang-ulang.
b. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 120oC selama 3 jam.
c. Merebus tulang sapi dalam pressure cooker selam 8 jam, dengan
ketentuan setiap 2 jam sekali dilakukan penambahan air pada garis batas
alat.
d. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 150oC selama 2 jam.
e. Memanaskan pada suhu pembakaran 800oC dan 1200oC dengan sintering
pada masing-masing sampel selama 6 jam yang sebelumnya penahanan
sampel selama 30 menit pada suhu 300oC.
f. Mengerus sampel selama ± 3 jam.
g. Mengkarakterisasi sampel menggunakan karakterisasi FTIR, SEM dan
XRD.
h. Menganalisis hasil dari karakterisasi sampel.
3.4Preparasi Sampel
3.4. 1 Preparasi Bahan Dasar
Tulang sapi sebagai sampel pada awalnya harus dibersihkan dengan air
berkali-kali agar bersih dari kotoran dan bekas-bekas daging yang menempel pada tulang.
Kemudian memotong tulang sapi kecil-kecil dari bentuk semula berupa
bongkahan. Kemudian memilih bentuk dan struktur potongan tulang yang bagus
27
mendapatkan sampel yang diinginkan agar bisa diteliti melalui suatu data yang
diperoleh dengan cara mengkarakterisasi bahan, sehingga perlu dilakukan
preparasi tulang sapi.
3.4.2 Pengeringan Tulang Sapi
Setelah diperoleh bahan dasar sebagai sampel penelitian, dilakukan pengeringan
dengan oven pada suhu 120oC selama 3 jam. Selanjutnya merebus tulang sapi
menggunakan pressure cooker selama 8 jam dari air mulai mendidih, kemudian
setiap 2 jam sekali dilakukan penambahan air pada alat garis batas dengan tujuan
agar tidak menyusut saat dipanaskan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Selanjutnya meniriskan hasil rebusan dan kembali mengeringkan tulang sapi
menggunakan oven dengan suhu 150oC selama 2 jam.
3.4.3 Preparasi Karakterisasi
Dari bahan yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan proses penggerusan kurang
lebih selama 3 jam untuk dilakukan karakterisasi sampel FTIR, SEM, dan XRD.
Pembakaran sampel selama 6 jam dengan suhu 800oC dan 1200oC. Sebelum
ditahan selama 6 jam, dilakukan penahanan pada suhu 300oC selama 30 menit.
Hasil pembakaran kemudian diambil beberapa sampel yang digerus sampai halus
untuk uji karakterisasi FTIR.
3.5 Karakterisasi
3.5.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi dengan XRD bertujuan untuk mengetahui struktur kristal dengan
28
sampel setelah proses sintering. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
karakterisasi XRD adalah :
1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, yaitu sampel tulang sapi. Kemudian
direkatkan pada kaca dan dipasang pada tempatnya berupa lempeng tipis
berbentuk persegi panjang (sempel holder) dengan lilin perekat.
2. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian
diletakkan pada sempel stand dibagian goniometer
3. Memasukan parameter pengukuran pada sofware pengukuran melalui komputer
pengotrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut,
kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor urut file
data.
4. Mengoperasikan alat difraktometer dengan perintah “star” pada menu
komputer, dimana sinar-x akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu
dengan panjang gelombang 1,54006 Å.
5. Mengamati hasil difraksi pada monitor komputer dan intensitas difraksi pada
sudut 2θ tertentu dan gambarnya akan dicetak oleh mesin printer.
Setelah data yang diperoleh dianalisis kualitatif dengan menggunakan searh
match analisys yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standar.
3.5.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi menggunakan SEM dilakukan untuk melihat mikrosktruktur dari
sampel biokeramik hidroksiapatit. Langkah-langkah dalam proses SEM adalah :
29
2. Memasukan sampel dalam mesin coating untuk memberi lapisan tipis yang
berupa gold-poladium selama 4 menit sehingga menghasilkan lapisan dengan
tebal 200-400 Å.
3. Menembakkan elektron yang akan melewati berbagai lensa yang ada menuju ke
suatu titik di sampel.
4. Memantulkan sinar elektron tersebut ke detektor lalu ke amplifier untuk
memperkuat signal sebelum masuk ke komputer dan menampilkan gambar
yang sudah diperbesar 5.000 kali.
3.5.3 Fourier Transform Infrared (FTIR)
Karakterisasi sampel biokeramik hidroksiapatit dengan FTIR dilakukan untuk
menganalisa gugus fungsi yang muncul dari sampel. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam proses FTIR adalah :
1. Menimbang sampel halus ± 0,1 gram.
2. Menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ±1% dari berat KBr.
3. Mencampurkan KBr dan sampel ke dalam mortar dan mengaduk sampel
hingga keduanya homogen.
4. Menyiapkan cetak pellet, mencuci bag sampel, base dan tabletframe dengan
menggunakan kloroform.
5. Memasukan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet.
6. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air.
7. Meletakkan cetakan pompa hidrolik dan memberikan tekanan sebesar ± 8
Gauge.
30
9. Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan
dengan cara membuka keran udara.
10.Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempelkan pellet KBr
pada sampel holder.
11. Mengaktifkan alat (interferometer dan komputer ) dengan menghubungkan
ke jala listrik.
12. Mengklik “shoucutFTIR 8400” pada layar computer yang menandakan
program interferometer.
13. Menempatkan sampel dalam alat interferometer, kemudian mengklik FTIR
8400 pada computer dan mengisi file data.
14. Mengklik “sampel start” untuk memulai dan untuk memuculkan harga
bilangan gelombang mengklik “calc” pada menu, kemudian mengklik “peak
table” kemudian mengklik “ok”.
15. Mematikan computer dan alat interferometer lalu memutuskan hubungan
dengan jala listrik.
3. 6 Diagram Alir Penelitian
31
16.
Gambar 6. Diagram alir penelitian.
Membakar sampel pada suhu 800oC dan 1200oC selama 6 jam, sebelum menahan 30 menit pada suhu 300oC
Mengerus Sampel ± 3 Jam
Tulang Sapi Membersihkan Oven suhu 120oC 3 jam
Merebus 8 jam Oven suhu 150oC 2 jam
Mulai
Karakterisasi FTIR, XRD, dan SEM-EDS.
Analisis Data
Kesimpulan
V. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan bahan dasar tulang
sapi dengan metode pengabuaan. Diperoleh fasa kristal hidroksiapatit murni dari
rumus kalsium fosfat hidroksida (Ca5(PO4)3OH) dengan puncak intensitas
tertinggi pada sudut 2 =31,88. Pada hidroksiapatit terdapat gugus fungsi yang
terbentuk yaitu OH (hidroksil) ,CO (karbonat) danPO (posfat), Karakterisasi
SEM terlihat agolomerasi dan bentuk butir lebih jelas dan teratur dan identifikasi
EDS menunjukan komposisi sebagai berikut : oksigen (O) 38,96%, fosfor (P)
16,35%, dan kalsium (Ca) 44,69%.
5.2 Saran
Pada penelitian ini disaranakan supaya menambah suhu pembakaran lebih dari
1200oC untuk mengetahui fase yang terbentuk dan sampel hidroksiapatit di
45
DAFTAR PUSTAKA
Alobeedallah, H., Ellis, L, J., Rohanizadeh, A, R., Coster, H., and Dehghani, F. 2011. Preparation of Nanostructured in Oraganic Solvents for Clinical Applications.Trends in Biomaterials and Artificial Organs. Vol. 25. No. 1. Pp.
12-19.
Anonim A. 2013. Tulang. Http ://www Pustaka sekolah. Diakses 09 Juli 2014 pukul
10.05 WIB.
Aerrssens, J., Bonnen, S., Joly, J., and Dequeker, J. 1997. Variations in Trabecular Bone Composition With Anatomical Site and Age: Potential Implications for Bone Quality Assessment. Journal of Endocrinology. No. 155. Pp. 411-421.
Amrina, Q. H. 2008. Sintesa Hidroksiapatit Dengan Memanfaatkan Limbah Cangkang Telur:Karakterisasi Difraksi Sinar-X dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Skrispsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arifianto., Nikmatin, S., dan Langenati, R. 2006. Pengaruh Atmosfer dan Suhu Sintering Terhadap Komposisi Pelet Hidroksiapatit Yang Dibuat Dari Sintesis Kimia Dengan Media Air dan Syntethic Body Fluid (SBF). Journal Sains Materi Indonesia. Hal. 166-173.
Asliza, S, M, A., Zaheruddin, K., and Shahrizal, H. 2009. Study The Properties of Dense Hydroxyapatite-Extract from Cow Bone. Journal of Nuclear and Related Technologies. Vol. 6. No. 1.Pp. 175-182.
Bahrololoom, M, E., Jauidi, M., Javadpour., and J. M. A. 2009. Characterization of Natural Hydroxyapatite Extracted from Bovine Cortical Bone Ash. Journal of Ceramic Processing Research. Vol. 10. No. 2. Pp. 129-138.
46
Balgies., Dewi. S. U., dan Dahlan, K.. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Menggunakan Analisis X-Ray Diffraction. Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 8 . Hal. 10-13.
Barakat, N. A. M., Khalil, K. A., Sheikh, F. A., Omran, F. A., Gaihre, B., Khil, M. S., Kim, H. Y. 2008. Physiochemical Characterizations of Hydroxyapatite Extracted from Bovine Bones by Three Different Methods : Extraction of Biologically Diserable Hap. Materials Science and Engineering. Vol. 28. No.
1. Pp. 1381-1387.
Berlianty, A. 2011. Kajian Morfologi ProsesPersembahan Kerusakan Segmental Pada Tulang Domba Yang Diimplan Dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan (HA-K). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chang, C, M., Ko, C, C., and Dounglasi, H, W. 2003. Preparation of Hydroxyapatite Gelatin Nanocomposite. Biomaterials. Vol. 1. No. 24. Pp. 2853-2862.
Cheng, K., Shen, G., Weng, W., Han, G., Ferreira, J., and Yang, L. 2001. Sythesis of Hydroxyapatite / Fluroapatite Solid Solution by a Sol- Gel Method. Materials Letter. Vol. 5. No. 1. Pp. 37-41.
Cullity, B, D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Addision-Wesley Publishing
Company, Inc. New Jersey, USA. Pp. 84-102.
Corno, M., Busco, C., Civalleri, B., and Ugliengo, P. 2006. Periodic ab Initio Study
of Structural and Vibrational Features of Hexagonal Hydroxyapatite Ca10(Po4)6(OH)2. Physical Chemistry Chemical Physics. Pp. 2464-2472.
Dahlan, K. 2013. Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung . Hal.147-151.-
Darwis, D., dan Warastuti, Y. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit (HA) Sebagai Graft Tulang Sintetik. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 4. No. 2. Hal. 143-153.
Dewi, S. 2009. Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fakhriyadi. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Hidroksiapatit Dari Tulang Kanselus Sapi Bali (Bos Sondaicus). Fakultas Universitas Pancasila. Jakarta.
47
Felicio-Fernandes, G., Laranjeira. M., and Quimica, N. 2000. Calcium Phosphate Biomaterials from Marine Algae : Hydrothermal Synthesis and Characterisation. Quimica Nova. Vol. 23. No. 4. Pp. 441-446.
Ferraz, M., Monkro, F. J., Manuel, C. M. 2004. Hydroxyapatite Nanoparticles: A riview of prepration Methodologies. Journal of Applied Biomaterial and Biomechanics.Vol. 2. No. 1. Pp. 74-80.
Hartati, E., Setiawaan, O., dan Yulianti, B. Y. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit (Hap) Untuk Bahan Pengikat Tungstat Dalam Sistem Generator 188W/188Re+.
Jurnal Sains dan Tekhnologi Nuklir Indonesia. Vol. 15. No. 2.
Hlm. 55-68.
Haque, M. E., Sakinah, N., Chuan, Y. l., and Ansari, M. N. 2014. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite Bioceramic. International Journal of Scientific Enginnering and Technology. Vol. 3. No. 5. Pp. 458-462.
Hench, L. L. 1991. Bioceramics: From Concept to Clinic. Journal of American Ceramics Society .Vol. 74 No. 7.Pp. 1487-510.
Herliansyah, K, M., Suyitno., dan Dewo, P. 2010. Produksi Hydroxyapatite Bone Graft or Bahan Baku Alami Lokal Untuk Pengganti Bone Filler Import Pada Aplikasi Biomedis.Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Universitas Gajah Mada.
Hui, P., Meena. S. L., Singh, G., Agarawal. R. D., and Praskash, S. 2010. Sythesis of Hydroxyapatite Bio-Ceramic Powder by Hydrothermal Method. Journal of Minerals of Materials Characterization and Engineering. Vol. 9. No. 8. Pp.
683-692.
Indriyani, W. 2011. Pengaruh Berat Hidup Terhadap Kuat Tarik Tulang Sebagai Referense Desain Material Implan. Skripsi. Universitas Andalas. Padang.
Kang, S. K. 2005. Sintering: Densification, Grain Growth and Microstructures.
Elseviere Butterworth. Heinemean.
Kohoe, S. 2008. Optimisation of Hydroxyapatite (Hap) for Orthopaedic Application
Via the Chemical Precipitation Technique. Thesis. School of Mechanical and
Manufacturing Engineering Dublin City University.
Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis, Jhon Wiley and Sonc,
Inc:Canada.
48
Hydroxyapatite. Radiation Physical and Chemistry. Vol. 81. No. 1. Pp.
118-125.
Larsson, T. F., Martinez, J. M. M., and Valles, J. L. 2007. Biomaterial For
Healthencare a Decade of Eu-Funded Research. Directorate-General For
Research, Industrial Technoligies Unit G3 Value-Added Materials. EUR 22817.
Liu, D, M. 1996. Porous Hydroxyapatite Bioceramics. Materials Sciences and
Engineering. Vol. 115. No. 1. Pp. 209-232.
Lobo, S. E., and Arinzeh, T. L. 2010. Biphasic Calcium Phoshate Ceramics for Bone
Regeneration and Tissue Enginnering Applications. Materials. Vol. 3. No. 1. Characterization of Nano-Size Hdroxyapatite in Poly (Vinyl Alcohol).
Ceramics International. Vol. 33. No. 1. Pp. 1579-1583.
Mondal, S., Mondal, B., Dey, A., and Mukhopadhyay, S. 2012. Studies of Processing and Characterization of Hydroxyapatite Biomaterials from Oifferent Bio Wastes. Journal of Minerals and Material Characterization and Engineering.
Vol. 2. No. 1. Pp. 55-67.
Mulyaningsih, N, N. 2007. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami Pada Suhu 1400oC. Skripsi. Institut Pertaninan Bogor. Bogor.
Mutamah, 2011.Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Dari Limbah Cangkang Keng Darah (Anadara granosa,sp). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nayak, A, K., 2010. Hydroxyapatie Sythesis Methodologies:An Overview.
International of ChemTech Research. Vol. 2. No. 2. Pp. 903-907.
Noor, Z., Sutiman, B, S., Mohammad, H., Agus, H, R., and Ahmad, T. 2011. Assessment of Microarchitecture and Crystal Structure of Hydroxyapatite in Osteoporosis.Universa Medicina. Vol. 30. No. 1. Pp.29-35.
Oner, M., Yetiz, E., Ay, E., and Uysal, U. 2011. Ibuprofen Release from Porous Hydrosyapatite Tablets. Ceramics International. Vol 37. No. 1. Pp.
49
Ooi, C. Y., Hamdi, M., and Ramesh, S. 2007. Properties of Hydroxyapatite Produced by Annealing of Bone. Ceramics International.Vol. 33. No. 1. Pp. 1171-1177.
Palanivelu, R., and Rubankumar, A. 2013. Synthesis and Spectroscopic Characterization of Hydroxyapatite by Sol-Gel Method. International Journal of ChemTech Research. Vol. 5. No. 6. Pp. 2965-2969.
Pham, T, T, T., Nguyen, T, P., Pham, T, N., Thin, P, V., Tran, I., D., Thai, H., and Diah, T, M, T. 2013. Impact of Physical and Chemical Parameter on the Hyroxyapatite Nanopowder Synthesis by Chemical Precipitation Method.
Advance in Natural Sciencies Nanoscience and Nano Technology. Vol. 4. No.
1. Pp.1-9.
Pinangsih, A. C., Wardhani, S., dan Darjito. 2014. Sintesis Biokeramik Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 Dari Limbah Tuang Sapi Menggunakan Metode Sol-Gel.
Kimia Student Journal. Vol. 1. No. 2. Pp. 203-209.
Prabakaran, K., Balamurungan, A., and Rajeswari, S. 2005. Development of Calcium Phosphate Based Apatite from Hens Enggshell. Bulletin of Materials Sciences.Vol. 28. No. 1. Pp. 115-119.
Pudjiastuti, A. R. 2012. Pengaruh Penggunaan Bone Ash dan Rice Husk Ash Terhadap Sifat. Tesis. Universitas Indonesia. Depok.
Purwamargapratala, Y. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Dengan Pori Terkendali. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnama, E. F.,Nikmatin, S., dan Langenati, R. 2006. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit Dibuat Dengan Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (Synthetic Body Fluid). Jurnal Sains Materi Indonesia . Hlm. 154-162.
Purwasasmita, S, B., dan Gultom, S, R. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Serbuk Hidroksiapatit Skala Sub-Mikron Menggunakan Metode Presipitasi. Jurnal Bionatura. Vol. 10. No. 2. Hlm. 155-167.
Ramli, R. A., Adnan, R., Bakar, M. A., and Masudi, S. M. 2011. Synthesis and Characterisation of Pure Nanoporous Hydroxyapatite. Journal of Physical Sciences . Vol. 22. No. 1. Pp. 25–37.
Razakhani, A., and Motlagh, M, M, K. 2012. Sythesis and Characterization of Hydroxyapatite Nanocrystal and Gelatin Dopen With Zn 2+ and Cross Linked by Glutaral Dehyde. Internasional Journal of Physical Sciences. Vol. 7. No.
50
Reed, S. J. B. 1993. Electron Microprabe Analysis and Scanning Electron Microscopy in Geology Second Edition. Zone Naylor. Cambridge University
Press.
Rivera-Munoz, E, M. 2011. Hydroxyapatite Materials: Synthesis and Characterization. Biomedical Enginnering-Frontiers and Challenges.
Ristic, M. M. 1989. New Development Sintering. Elesvier Scientific Publishing
Company. Netherland.
Rohmawati, N., Nasikhudin, H., dan Diantoro, M. 2012.Pengaruh Komposisi pada Sintesis Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong-Kitosan Terhadap Sifat Kristal dan Mikrostrukturnya. Program studi Fisika FMIPA Universitas Negeri
Malang. Malang.
Septimus, S. 1961. Anatomy of Domestic Animal. New York: Academic Press.
Setiawan, Duyeh., dan Basit, F., M. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Untuk Sinovektomi Radiasi. Seminar Nasional SDM Tekhnologi Nuklir VII.
Hal. 251-256.
Sopyan, I., Mel, M., Ramesh, S., and Khalid, A. K. 2007. Porous Hydroxyapatite for Artifical Bone Applicatios. Science and Technology of Advanced Materials.
Pp.116-123.
Suminta, S., dan Sunardi. 2003. Analisis Struktur Baja Karbon Rendah Hasil Perlakuan Suhu Anil Dengan Metode Ritveld. Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar -X ke-5. Hal 145-150.
Suryadi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksiapatit Dengan Proses Pengendapan Kimia Basah. Tesis. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia .
Depok.
Suryanto, Dedy. 2009. Osteology (Sistim Pertulangan dan Hubungannya). Diktat
Kuliah padaProgram Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang. Pp. 1-2.
Stuart., B. 2004. Infrared Spectroscopy : Fundamentals and Application. Analytical
Techniques in the Sciences.John Wileyand Sans, Ltd.
Thamaraselvi, T. V., and Rajeswari, S. 2004. Biological Evaluation of Bioceramic Materials - A Review. Trends in Biomaterials and Artificial Organs. Vol. 18.
No. 1. Pp. 9-17.
51
Thermo, N. 2011. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo
Nicolet Corporation:USA.
Tian, T., Jiang, D, Zhang, J., and Lin, Q. 2008. Synthesis of Si-Substituted hydroxyapatite by a Wet Mechanochemical Method. Materials Science and Engineering.Vol. 28. No. 1. Pp. 57-63.
Toppe, J., Albrektsen S, Hope, B., Aksnes. A. 2007. Chemical Composition, Mineral Content and Amina and Lipid Profiles in Bones From Various Fich Species.
Journal Comparative Biochemistary and Physiology. Part B 146. Pp. 395-401
Wahdah, I., Wardahani, S., dan Darjito. 2014. Sintesis Hidroksiapatit Dari Tulang Sapi Dengan Metode Basah Pengendapan.Kimia Student Journal.Vol. 1. No.
1. Pp. 92-97.
Warastuti, Y., dan Abbas, B. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Pasta Injectable Bone Substitute Iradiasi Berbasis Hidroksiapatit. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi .Hal. 143-153.
Wathi, A. F., Wardhani, S., dan Khunur, M. M. 2014. Pengaruh Perbandingan Massa Ca:P Terhadap Sintesis Hidroksiapatit Tulang Sapi Dengan Metode Kering.
Kimia Student Journal.. Vol. 1. No. 2. Pp. 196-202.
Widyastuti. 2009. Syntesis dan Characterization of Carbonate Hidroksiapatit as Bioceramic Material. Universiti Sains Malaysia. Malaysia
Wiraningsih. 2010. Sintesis Kalsium Pirofosfat Dari Kulit Kerang Darah (Anadara Granosa) Melalui Metode Presipitasi. Tesis. Universitas Andalas.
Yakin, K., Pramudito., dan Dahlan, Kiagus. 2013. Perhitungan Energi Disosiasi Gugus Fungsi OH- dan Hidroksiapatit Dengan Pemodelan Spektroskopi Inframerah Berbasis Particle Swarm Optimization (PSO). Indonesia Journal of Applied Physical. Vol. 3. No. 1. Hlm. 86-92.
Ylinen, P. 2006. Apllications of Coralline Hydroxyapatite with Bioreserbable Cointaiment and Reinforcement as Bonegraft Subsitute. Academic Disertation. Medical Faculty of the University of Helsinki.