• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN

ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

YUPI YANI PRATIWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

Yupi Yani Pratiwi

Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung merupakan kawasan hutan yang

terdiri dari berbagai jenis vegetasi. Penetapan status legal Taman Nasional Way

Kambas sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati, tidak membuat

kawasan ini bebas dari gangguan. Kerusakan yang terjadi akibat penebangan,

pemanfaatan, dan persaingan di antara berbagai jenis vegetasi menyebabkan

berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang ada pada daerah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, tingkat penguasaan

spesies, stratifikasi tajuk, dan klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk.

Penelitian dilakukan pada Juni--Juli 2013, dengan melakukan analisis vegetasi

menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompati satu atau lebih

petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama. Luas sampel 20.000 m2 dengan intensitas sampling 1% dari luas total 200 ha, kemudian dibagi menjadi 50

petak untuk pengamatan tiap fase pertumbuhan. Luas masing-masing plot 20 m x

(3)

5 m untuk pengamatan fase pancang, 2 m x 2 m pengamatan fase semai kemudian

dicatat jenis, diameter batang, dan tinggi pohon. Hasil penelitian ditemukan 44

spesies pada berbagai fase pertumbuhan. Spesies yang dominan dan memiliki

Indeks Nilai Penting (INP) tinggi adalah meranti tembaga sebesar 30,96%, jabon

sebesar 20,95%, manggris sebesar 23,59%, merawan sebesar 24,28%, plangas

sebesar 23,8%. Stratifikasi di TNWK terdiri dari 5 stratum, stratum A memiliki 2

spesies, stratum B memiliki 35 spesies,stratum C memiliki 28 spesies, stratum D

memiliki 20 spesies, dan stratum E memiliki 22 spesies.

Kata kunci : komposisi, stratifikasi tajuk, struktur tegakan hutan, Taman Nasional

(4)
(5)
(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Taman Nasional Way Kambas... 6

B. Hutan ... 7

C. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi Hutan... 9

D. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan ... 10

E. Analisis Vegetasi ... 10

F. Stratifikasi Tajuk ... 12

G. Klasifikasi Berdasarkan Posisi Tajuk ... 13

H. Toleransi ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

(7)
(8)

iii

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 52

Tabel 4--Tabel 12 ... 53

(9)

`

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya pariwisata, dan rekreasi.

Bukan hal yang mudah untuk tetap dapat mempertahankan kualitas dan kuantitas

keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan taman nasional. Adanya

status legal sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati tidak membuat

kawasan ini menjadi suatu kawasan yang bebas gangguan dan ancaman. Hal ini

terlihat dari data yang menunjukkan tingginya tingkat keterancaman

keaneka-ragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan ini (Putri dan Allo, 2009).

Salah satu taman nasional yang ada di Provinsi Lampung adalah Taman Nasional

Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas merupakan kawasan register 9,

memiliki luas 125.621 ha dan ditunjuk sebagai kawasan pelestarian alam dengan

status taman nasional berdasarkan SK Menhut No. 670/Kpts-II/1999, tanggal 26

(10)

2 Salah satu zona yang ada di Taman Nasional Way Kambas adalah zona

pe-manfaatan terbatas. Zona pepe-manfaatan terbatas merupakan zona yang ada di

Resort Way Kanan. Zona pemanfaatan terbatas terdiri dari berbagai jenis

vegetasi. Adanya berbagai jenis vegetasi yang ada di resort ini menyebabkan

terjadinya persaingan dari suatu spesies atau berbagai spesies dalam memperoleh

hara mineral tanah, air, cahaya, dan ruang.

Kerusakan yang terjadi akibat penebangan, kegiatan di zona pemanfaatan terbatas,

serta persaingan yang terjadi di antara berbagai jenis pohon menyebabkan

beru-bahnya struktur dan komposisi vegetasi yang ada pada daerah tersebut. Karena

itu, perlu dilakukan penelitian tentang komposisi dan struktur tegakan di Taman

Nasional Way Kambas untuk melihat kondisi tegakan serta keberlanjutan

rege-nerasi permudaanya di zona pemanfaatan terbatas dengan melihat stratifikasi tajuk

dan sifat toleransi pohon yang ada di Taman Nasional Way Kambas.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui komposisi spesies di areal zona pemanfaatan terbatas, Resort Way

Kanan.

2. Mengetahui tingkat penguasaan spesies di areal zona pemanfaatan terbatas,

Resort Way Kanan.

3. Mengetahui stratifikasi tajuk di areal zona pemanfaatan terbatas, Resort Way

Kanan.

4. Mengetahui klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk di areal zona

(11)

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.

1. Memberikan data dan informasi kondisi struktur tegakan yang ada di Resort

Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengelola tegakan secara lebih baik

melalui pengaturan komposisi dan struktur tegakan penyusunnya.

D. Kerangka Pemikiran

Komposisi flora di kawasan hutan sangat bervariasi tingkat keanekaragaman

hayatinya dan mempunyai struktur yang sangat kompleks. Tingginya tingkat

keanekaragaman jenis, baik secara vertikal maupun horizontal ini menciptakan

banyaknya relung ekologi maupun habitat yang sesuai. Secara ekologis kondisi

hutan seperti ini mempunyai peranan penting dalam menjaga ekosistem

ling-kungan di samping dapat meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya yang

terkandung di dalamnya (Kalima, 2007).

Adanya pemanfaatan yang dilakukan di zona pemanfaatan terbatas, Taman

Nasional Way Kambas sebagai daerah objek wisata alam, laboratorium alam bagi

penelitian serta sarana pengembangan iptek khususnya di bidang biologi,

kon-servasi sumber daya alam, dan ekosistemnya menyebabkan kondisi vegetasi di

zona ini sedikit terganggu. Menurut Kalima (2007) adanya pemanfaatan

sumber-daya hutan tersebut dapat menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan

(12)

4 Aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai

salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan

yang ada di dalamnya. Aktivitas manusia yang dapat merusak komunitas

tum-buhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan, pembakaran hutan, dan

perambahan dalam kawasan hutan (Indriyato, 2006).

Selain itu adanya persaingan di antara berbagai jenis vegetasi menyebabkan

jenis-jenis tertentu lebih dominan dari pada jenis-jenis yang lain. Menurut Soerianegara dan

Indrawan (1998) di hutan Way Kambas didominasi oleh jenis-jenis Shorea

leprosula dan Shorea ovalis. Kedua jenis itu bukan hanya terdapat pada stratum A tetapi volume kayunya pun terbesar.

Mengingat adanya faktor aktivitas manusia yang dapat meyebabkan perubahan

kondisi komunitas tumbuhan dan adanya persaingan yang terjadi di antara

ber-bagai jenis vegetasi, maka perlu dilakukan penelitian tentang komposisi dan

struktur tegakan yang ada di zona pemanfaatan terbatas. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui kondisi tegakan saat ini dan untuk mengetahui proses

rege-nerasi tegakan hutan di Taman Nasional Way Kambas yang terjadi secara alami.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data tentang spesies pohon,

diameter batang setinggi dada (dbh), dan tinggi total pohon dengan membuat 50

petak ukur pengamatan berbentuk garis berpetak berukuran 20 m x 20 m. Setelah

itu melakukan analisis dari data-data yang telah dikumpulkan.

Hasil penelitian tentang komposisi dan struktur tegakan yang ada di zona

pe-manfaatan terbatas, dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan untuk

(13)

kondisi yang ada. Selain itu, dapat menjadi pertimbangan bagi Taman Nasional

Way Kambas untuk melakukan permudaan buatan apabila kondisi tegakannya

kurang baik dengan memperhatikan pemilihan jenis-jenis pohon yang akan

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taman Nasional Way Kambas

Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun

1936 oleh Residen Lampung, Mr. Rock Maker, yang kemudian dikukuhkan oleh

Pemerintah Hindia Belanda melalui Surat Penetapan Gubernur Belanda No. 14

Stdbld 1937 No. 38 tanggal 26 Januari 1937 (Balai Taman Nasional Way

Kambas, 2006).

Berdasarkan aspek ekologi kawasan dan kondisi tutupan lahan yang kondisinya

relatif baik memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan hidup. Taman

Nasional Way Kambas yang berada pada posisi low land memiliki fungsi filtrasi terhadap material yang terbuang ke arah laut. Selain itu, panjang pantai Way

Kambas lebih kurang 60% dari panjang pantai wilayah Kabupaten Lampung

Timur, memiliki potensi ikan yang cukup baik. Demikian juga untuk potensi

lainnya, khususnya objek wisata alam. Adanya berbagai potensi yang dimiliki

oleh Taman Nasional Way Kambas, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur

(15)

Kabupaten Lampung Timur. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas dapat

dilihat pada Gambar 1 (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

Gambar 1. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010).

B. Hutan

Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta

tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka ragam yang berperan sangat

penting bagi kehidupan di bumi ini. Hutan diartikan sebagai suatu asosiasi,

se-hingga antara jenis pohon yang satu dengan jenis pohon lain yang terdapat di

dalamnya akan saling tergantung. Jenis-jenis tanaman yang tidak menyukai sinar

matahari penuh tentu memerlukan perlindungan tanaman yang lebih tinggi dan

(16)

8 akan memperoleh keuntungan dari tanaman yang hidup di bawahnya karena

mampu menjaga kelembapan dan suhu yang diperlukan oleh tanaman tinggi

tersebut. Selain terjadi ketergantungan, di dalam hutan akan terjadi pula

kompetisi antar anggota-anggota yang hidup saling berdekatan, misalnya

persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari, ataupun tempat

tumbuh (Arief, 2001).

Kompetisi adalah proses aktif yang mempunyai pengaruh besar tehadap

kemam-puan bersaing individu-individu untuk hidup. Kompetisi terjadi bila dua atau

lebih organisme membutuhkan beberapa sumber daya alam yang sama, tetapi

sumber tersebut tidak mencukupi kebutuhan. Secara umum organisme yang

ber-kompetisi hampir serupa dalam kebutuhan dan ukuran ekologis, meskipun ada

perkecualiannya. Masing-masing individu mempunyai kepentingan yang

berbeda-beda untuk hidup dengan individu lain dari spesies sama ataupun yang

berbeda. Kompetisi antara anggota-anggota dari spesies yang sama merupakan

kompetisiintraspesifik. Kompetisi antara anggota-anggota yang berbeda merupakan kompetisiinterspesifik (McNaughton dan Wolf, 1990).

Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) faktor-faktor

lingkungan yang mungkin diperebutkan oleh tetumbuhan antara lain cahaya, air

tanah, oksigen, unsur hara, dan karbon dioksida. Faktor-faktor eksternal lainnya,

seperti kehadiran hewan penyerbuk, agen dispersal, biji, kondisi tanah,

kelem-bapan tanah, udara dan angin. Selain itu, adanya gangguan atau kerusakan

lingkungan oleh manusia juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari

(17)

C. Klasifikasi berdasarkan fungsi hutan

Berdasarkan fungsi utama hutan, Indriyanto (2008) menyebutkan hutan di

Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu hutan lindung, hutan produksi,

dan hutan konservasi.

1. Hutan lindung adalah kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

per-lindungan sistem peyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

ke-suburan tanah. Apabila hutan lindung diganggu, maka hutan tersebut akan

kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan ben-cana

alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor. Namun, ada di antara hutan

lindung karena keadaan alamnya memungkinkan dalam batas-batas tertentu

masih dapat dipungut hasilnya dengan tidak mengurangi fung-sinya sebagai

hutan lindung.

2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

mem-produksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan mem-produksi berupa kayu,

sedang-kan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang mencakup rotan,

bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun lateks,

resin, dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak.

3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

serta ekosistemnya. Hutan konservasi dikelompokkan menjadi tiga jenis

berdasarkan fungsinya, yaitu hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan

(18)

10 D. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan

Tegakan atau tegakan hutan merupakan suatu areal hutan beserta pepohonan yang

mendapat pemeliharaan sama. Menurut Baker et al. (1979) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) tegakan dapat didefinisikan sebagai suatu unit pengelolaan

hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di

sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan

keadaan geografinya. Berdasarkan komposisi jenisnya, tegakan hutan dapat

dibagi menjadi dua, yaitu tegakan murni dan campuran.

1. Tegakan murni adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon

kodominan berjenis sama dalam jumlah lebih besar atau sama dengan 90%.

2. Tegakan campuran adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan

pohon kodominan dengan jenis berbeda dalam jumlah lebih besar dari 10%.

E. Analisis Vegetasi

Untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada berbagai tipe hutan dapat dilakukan

dengan analisis vegetasi sehingga diperoleh besaran Indeks Nilai Penting (INP)

dari setiap fase pertumbuhan. Nilai INP merupakan hasil penjumlahan dari

domi-nansi relatif, kerapatan relatif, dan frekuensi relatif untuk fase pohon, tiang, dan

pancang. INP untuk fase semai berupa penjumlahan kera-patan relatif dengan

frekuensi relatif untuk fase semai (Kuswanda dan Antoko, 2008).

1. Densitas

Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume, dengan

kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang.

(19)

kepentingan analisis komunitas tumbuhan adalah kerapatan yang diberi notasi

K (Indriyanto, 2006).

2. Frekuensi

Menurut Kusmana (1997) frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak

contoh tempat ditemukannya spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.

Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran presentase. Apabila pengamatan

dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di

dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies

tersebut. Sebaliknya, jika semakin sedikit petak contoh yang di dalamnya

ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut.

3. Luas Penutupan

Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang di-tutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat

dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar

(Indriyanto, 2006).

4. Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam

suatu komunitas tumbuhan Spesies-spesies yang dominan dalam suatu

komu-nitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga

spe-sies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling

(20)

12 F. Stratifikasi Tajuk

Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2006) stratifikasi atau

pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam

suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi pada ekosistem

hutan hujan tropis terkenal dan lengkap.

Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis

dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu.

1. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan paling atas yang di-bentuk oleh pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m.

2. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 20--30 m.

3. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 4--20 m.

4. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1--4 m. Pada

stratum ini juga dibentuk oleh spesies-spesies pohon yang masih muda

atau dalam fase anakan (seedling) terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar.

(21)

Spesies yang pucuknya menempati posisi kanopi yang berbeda mempunyai

lingkungan yang berbeda karena adanya pengaruh individu yang menyer

-tainya. Spesies pada lapisan tertinggi misalnya, memperoleh sinar matahari

lebih cerah, kelembapan lebih rendah, serta angin lebih kencang dan suhu

lebih tinggi dibandingkan dengan spesies dari lapis kanopi. Suatu spesies

lapis rendah harus dapat hidup dalam intensitas cahaya yang lebih rendah tapi

terlindung dari goyangan karena kecepatan angin lebih rendah, kelembapan

lebih tinggi, dan udara lebih dingin (McNaughton dan Wolf, 1990).

G. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Posisi Tajuk

Menurut Kadri dkk. (1992) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) klasifikasi pohon

dalam sebuah hutan sangat berguna untuk keperluan pengelolaan hutan itu sendiri.

Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon atau posisi tajuk di dalam

hutan. Berdasarkan posisi tajuknya klasifikasi pohon Kraft dibedakan menjadi 5

kelas (Indriyanto, 2008).

1. Pohon dominan (dominant trees) adalah pohon yaitu pohon yang tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh.

Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang umum. Terkadang

terdapat pada tegakan seumur meskipun lebih sering terdapat pada tegakan

tidak seumur yang kondisinya tidak sempurna. Pohon dominan ukurannya

paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon lain karena kemampuan

bersaing dengan pohon lain cukup besar.

(22)

14 dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama

dengan pohon dominan merupakan penyusun kanopi atau tajuk utama suatu

tegakan hutan.

3. Pohon tengahan (intermediate tress) adalah pohon yang tajuknya menempati posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan.

4. Pohon tertekan (suppressed tress) adalah pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima

cahaya yang cukup baik dari atas maupun dari samping.

5. Pohon mati (dead tress) adalah pepohonan yang mati atau dalam proses ke-matian. Lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan

akhirnya mati pada tegakan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi

tidak dikelola dengan baik.

H. Toleransi

Toleransi merupakan kemampuan relatif suatu pohon untuk bertahan hidup di

bawah naungan. Pohon yang mempunyai kemampuan hidup di bawah naungan

pohon lainnya disebut pohon toleran. Sedangkan pohon yang tidak mempunyai

sifat tersebut dinamakan pohon intoleran (memerlukan cahaya matahari penuh).

Pohon intoleran merupakan jenis pohon yang dapat tumbuh dengan baik pada

tempat terbuka tanpa penaungan pohon lainnya, sehingga cahaya matahari secara

leluasa diterima tajuk pohon (Indriyanto, 2008).

Toleransi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan kemampuan

re-latif suatu jenis pohon dalam bersaing pada kondisi cahaya matahari yang minim

(23)

pohon merupakan kemampuan jenis pohon dalam bersaing dengan jenis pohon

lainnya terhadap kebutuhan cahaya matahari maupun persaingan sistem perakaran

dalam media tumbuhnya. Pepohonan toleran tumbuh dan berkembang

mem-bentuk lapisan tajuk pepohonan yang kurang toleran atau di bawah lapisan tajuk

pepohonan yang tidak toleran, serta mampu bereproduksi dengan sukses pada

kondisi seperti tersebut. Pepohonan intoleran berproduksi dengan sukses hanya di

tempat terbuka atau pada kondisi tajuk pohon mendapatkan cahaya matahari

(24)

16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan, Taman

Nasional Way Kambas.

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, tali plastik, patok kayu,

hagameter, kamera, meteran, garpu pohon, dan alat tulis. Objek penelitian ini

adalah tegakan yang ada di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan seluas

200 ha. Sampel penelitian terdiri dari plot untuk penelitian masing-masing fase

pertumbuhan.

C. Batasan Penelitian

1. Komunitas tumbuhan yang dimaksud adalah tegakan yang ada di areal zona

pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan seluas 200 ha.

2. Fase pertumbuhan yang diamati mencakup semai, tiang, pancang, pohon dan

perdu.

(25)

4. Fase pancang (saplings) adalah tumbuhan yang tingginya > 1,5 m dengan diameter batang setinggi dada < 10 cm.

5. Fase tiang (poles) adalah tumbuhan yang berdiameter batang setinggi dada sebesar 10--19 cm.

6. Fase pohon (trees) adalah tumbuhan yang berdiameter batang setinggi dada > 20 cm.

7. Perdu adalah tumbuhan berkayu, berukuran kecil dengan tinggi tumbuhan

kurang dari 5 m.

D. Jenis Data

Adapun jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Data

primer yang diambil adalah spesies tegakan, diameter batang (dbh), dan tinggi

total pohon.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang yang berupa peta Taman Nasional Way

Kambas, status kawasan, deskripsi kawasan, potensi flora, fauna, tanah, topografi,

(26)

18 E. Metode Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer diperoleh dari observasi tegakan yang dilakukan di zona pemanfaatan

terbatas, Resort Way Kanan. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi

menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompati satu atau lebih

petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama. Luas sampel yang

diambil sebesar 20.000 m2 dari luas total 200 ha, kemudian dibagi menjadi 50 petak untuk penelitian tiap fase pertumbuhan.

Luas masing-masing plot 20 m x 20 m untuk penelitian fase pohon, 10 m x 10 m

untuk penelitian fase tiang, 5 m x 5 m untuk penelitian fase pancang, 2 m x 2 m

untuk penelitian fase semai. Tata letak patak ukur disusun secara sistematis

dengan jarak antar garis rintis 200 m dan jarak antar petak ukur dalam satu garis

rintis 100 m. Peta lokasi penelitian dan tata letak petak ukur dapat dilihat pada

(27)

19

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

(28)

20

Plot 2

Gambar 3. Tata letak petak ukur.

100 m 100 m

dst sampai plot ke-50

200 m

Gambar 4. Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fase pertumbuhan berdasarkan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006).

Keterangan: Petak A = berukuran 20 m x 20 m untuk penelitian pohon. Petak B = berukuran 10 m x 10 m untuk penelitian tiang. Petak C = berukuran 5 m x 5 m untuk penelitian pancang. Petak D = berukuran 2 m x 2 m untuk penelitian semai. Plot 1

(29)

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang penelitian menggunakan metode studi

pustaka. Metode ini digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan, dan

mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan umum, dan literatur lainnya.

F. Analisis Data

Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data sebagai berikut.

1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies

Untuk menganalisis komposisi dan tingkat penguasaan spesies dilakukan

penghitungan dengan rumus-rumus sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan,

1998).

a. Kerapatan

Kerapatan (K) jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Penghitungan

kerapatan dapat diketahui berdasarkan rumus berikut.

contoh

Penghitungan frekuensi setiap jenis tumbuhan dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

(30)

22

Penghitungan luas penutupan setiap jenis tumbuhan

contoh

Penghitungan INP untuk fase pohon, tiang, dan pancang, digunakan rumus:

INP= KR + FR + CR

Sedangkan penghitungan INP untuk fase semai digunakan rumus:

INP= KR+FR

Tingkat penguasaan spesies diklasifikasikan menjadi 3 yaitu tinggi/dominan,

sedang, rendah/tidak dominan. Penghitungan tingkat penguasaan spesies

digunakan rumus sebagai berikut.

INP tertinggi – INP terendah Interval klas =

3

Keterangan :

Tinggi (dominan) jika INP > (INP terendah + 2I)

Sedang jika INP = (INP terendah + I) – (INP terendah + 2I) Rendah (tidak dominan) jika INP < (INP terendah + I).

Semakin tinggi nilai kenekaragaman menunjukkan ekosistem tersebut semakin

baik. Sebaliknya, semakin kecil nilai ini mengindikasikan ekosistem sangat

(31)

2. Stratifikasi Tajuk

Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi tajuk diklasifikasikan berdasarkan

stratum-stratum yang dibagi menjadi 5 stratum-stratum sebagai berikut.

a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan yang tingginya lebih dari 30 m.

b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang tingginya mencapai 20--30 m.

c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang tingginya mencapai 4--20 m.

d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang tingginya 1--4 m.

e. Stratum E (E-storey) yaitu lapisan kelima dari atas yang tingginya 0--1 m.

3. Klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk adalah (Indriyanto, 2008).

a. Pohon dominan adalah pohon-pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan tajuk,

menerima sinar matahari dari atas dan sebagian dari samping.

b. Pohon kodominan adalah pohon-pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk,

menerima sinar matahari langsung dari atas dan sebagian dari samping.

c. Pohon tengahan adalah pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan

tajuk atau terjepit, menerima sebagian sinar matahari dari atas dan sebagian

kecil atau tidak sama sekali dari samping.

d. Pohon tertekan adalah pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar dan tidak

menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping.

(32)

24

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Secara administrasi Taman Nasional Way Kambas terletak di Kabupaten

Lampung Timur dengan daerah penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten

Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Lampung Timur, 10 Kecamatan dan 37

Desa. Taman Nasional Way Kambas terletak di wilayah bagian timur Propinsi

Lampung, antara 4˚37’--5˚16’ Lintang Selatan dan 105˚33’--105˚54’ Bujur Timur

atau dengan UTM 9.420.000--9.490.000 dan 560.000--600.000 (Balai Taman

Nasional Way Kambas, 2006).

Wilayah Taman Nasional Way Kambas secara keseluruhan masuk ke dalam

administrasi Kabupaten Lampung Timur dengan proporsi luas wilayah sekitar

30% dari luas total Kabupaten tersebut. Luas Taman Nasional Way Kambas

adalah 130.000 ha. Tata batas kawasan Taman Nasional Way Kambas telah

dilakukan secara menyeluruh dengan jumlah total pal batas 514 buah (Balai

Taman Nasional Way Kambas, 2006).

B. Hidrologi

Daerah aliran sungai Taman Nasional Way Kambas termasuk ke dalam sub DAS

(33)

umumnya beraliran lambat, hal tersebut dimungkinkan dengan posisi dataran pada

ketinggian kawasan antara 0--50 mdpl. Berdasarkan aliran sungai, terdapat tiga

kelompok aliran besar sungai yang semuanya bermuara di laut Jawa.

1. Daerah selatan kelompok sungai yang aliran airnya bergabung dengan Sungai

Penet,

2. Daerah tengah kelompok sungai yang bergabung dengan Sungai Way Kanan

dan Wako,

3. Daerah utara yaitu kelompok sungai yang alirannya bergabung dengan Sungai

Pegadungan yang berada di sebelah utara.

Sebagian besar kondisi sungai yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas

merupakan aliran semi-permanen. Sedangkan, beberapa sungai yang memiliki

aliran permanen yaitu Way Kanan, Wako, Way Penet dan Way Pegadungan.

Selain itu, aliran sungai tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut laut (Balai

Taman Nasional Way Kambas, 2006).

C. Topografi

Pada umumnya kondisi topografi Taman Nasional Way Kambas relatif datar dan

sedikit bergelombang di bagian timur dengan ketinggian 0--50 mdpl. Daerah

yang mempunyai ketinggian 50 meter adalah sekitar wilayah resort pengelolaan

taman nasional Susukan Baru dan Plang Hijau. Bagian timur kawasan Taman

Nasional Way Kambas merupakan daerah lembah yang terpotong oleh

sungai-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi bergelombang (Balai Taman

(34)

26 D. Tanah

Sebagian besar jenis tanah yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas adalah

podsolik, sedangkan jenis-jenis lainnya dijumpai dalam areal sempit, yaitu pada

fisiografi aluvial dan marin. Tanah jenis podsolik mempunyai kandungan liat

yang tinggi (lebih dari 30%). Tanah jenis ini mempunyai reaksi tanah masam,

dengan kandungan Al yang tinggi, dan unsur hara rendah (Balai Taman Nasional

Way Kambas, 2006).

E. Iklim

Curah hujan di musim kemarau dari April--Mei dan Oktober--November sangat

bervariasi, sedangkan di musim penghujan hanya sedikit variasinya. Selama

mu-sim kemarau, seluruh kawasan menerima curah hujan rata-rata sekitar 2.000 mm

per tahun, yang berarti sedikit di bawah rata-rata curah hujan di kawasan

pegu-nungan Sumatera yang berkisar 4.500--5.000 mm per tahun. Rata-rata curah

hujan pada periode antara 1975--1984 adalah 2.496 mm per tahun. Curah hujan

maksimum adalah 3.448 m dan minimum adalah 1.548 mm pada tahun 1977.

Rata-rata dalam satu periode, musim kemarau adalah 3 bulan, sedangkan musim

penghujan adalah 8 bulan. Bulan Agustus dan September adalah musim kemarau

terburuk. Berdasarkan kalasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman

Nasional Way Kambas dan sekitarnya termasuk dalam tipe iklim B dengan musim

kemarau secara umum berlangsung selama dua bulan, dapat berlangsung sampai

enam bulan (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

(35)

F. Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada tipe

vegetasi. Terdapat sedikit variasi musim baik pada musim kemarau maupun

musim penghujan pada daerah hutan primer, namun pada kawasan terbuka seperti

alang-alang dan hutan sekunder terjadi variasi yang cukup tinggi. Demikian juga

untuk variasi suhu hariannya, pada siang hari suhu relatif lebih tinggi

dibanding-kan di malam hari. Suhu yang tinggi ini menyebabdibanding-kan vegetasi alang-alang cepat

berkurang kandungan airnya sehingga mudah sekali terbakar (Balai Taman

Nasional Way Kambas, 2006).

G. Flora

Kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki spektrum ekosistem yang besar,

di dalamnya terdapat formasi-formasi hutan yang terdiri dari 5 tipe ekosistem

utama yaitu hutan hujan dataran rendah, ekosistem rawa, hutan payau/mangrove,

pantai dan ekosistem riparian. Selain itu, dapat pula dijumpai suatu daerah

dengan dominasi vegetasi alang-alang dan semak belukar (Balai Taman Nasional

(36)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Komposisi spesies di zona pemanfaatan terbatas bervariasi dan terdiri dari 44

spesies.

2. Tingkat penguasaan spesies yang tergolong tinggi di zona pemanfaatan

terbatas dimiliki oleh 5 spesies yaitu jabon (Anthocephalus cadamba), manggris (Koompassia excelsa), meranti tembaga (Shorea leprosula), merawan (Hopea mengarawan), dan plangas (Aprosa aquila).

3. Stratifikasi tajuk di zona pemanfaatan terbatas terdiri dari 5 stratum yaitu

stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E.

4. Berdasarkan posisi tajuknya, yang termasuk ke dalam pohon dominan adalah

meranti tembaga (Shorea leprosula), pohon kodominan adalah jabon

(Anthocephalus cadamba), pohon tengahan adalah sempu air (Dillenia exelsa), dan pohon tertekan adalah laban (Vitex pubescens).

B. Saran

Pihak TNWK sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap pemanfaatan yang

berlangsung di zona pemanfaatan terbatas supaya tidak merusak tegakan yang ada

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 180 p. Balai Taman Nasional Way Kambas. 2006. Zonasi Taman Nasional Way

Kambas. Buku. Taman Nasional Way Kambas. Lampung Timur. 13 p _____________________________. 2010. Rencana pengelolaan dan

pengembangan objek wisata di Taman Nasional Way Kambas. Laporan Balai Taman Nasional Way Kambas. Kerjasama Balai Taman Nasional Way Kambas dan Unila. Bandar Lampung. 68 p.

Dima, D.S. 1999. Studi keanekaragaman jenis satwa liar pada areal bekas kebakaran Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55p.

Fachrul. M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 198 p.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p. _________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta.

233 p.

Kalima, T. 2007. Keragaman jenis dan populasi flora pohon di Hutan Lindung Gunung Slamet, Baturraden, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Pusat litbang Hutan dan Konservasi Alam. 4 (2) : 1--10.

_________. 2008. Profil dan keragaman keberadaan spesies dari suku Dipterocarpaceae di Taman Nasional Meru Betiri Jember. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Pusat litbang Hutan dan Konservasi Alam. 5 (2) : 175--191.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 p.

Kuswanda, W. dan B.S. Antoko. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan pada berbagai tipe hutan untuk mendukung pengelolaan zona rimba di Taman Nasional Batang Gadis. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.

(38)

51

Mulyasana, D. 2008. Kajian keanekaragaman jenis pohon pada berbagai ketinggian tempat di Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 p.

McNaughton, S.J. dan L.L. Wolf. 1990. Ekologi Umum. Buku. Diterjemahkan oleh Sunaryo Pringgoseputro dan B. Srigandono. Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 1140 p

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Buku. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 875 p.

Putri, I. dan M.K. Allo. 2009. Degradasi keanekaragaman hayati Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Kehutanan Makasar. VI (2) : 169--194.

Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 534 p.

Setyawan, I.S. 2011. Faktor Pembatas Ekologi. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2013. http://sorotanbiology.blogspot.com/2011/10/faktor-pembatas-ekology.html

Sidiyasa, K. 2009. Struktur dan komposisi tegakan serta keanekaragamannya di hutan lindung Sungai Wain Balikpapan Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja. 6 (1) : 79--93.

Simorangkir, R.H., S.S. Mansjoer, dan M. Bismark. 2009. struktur dan komposisi pohon di habitat orangutan liar (Pongo abelii) di Kawasan Hutan Batang Toru propinsi Sumatera Utara. Jurnal Primatologi

Indonesia. Pusat Studi Satwa Primata. Institut Pertanian Bogor. VI (2) : 10--20.

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 p.

(39)
(40)

54

Tabel 5. Analisis tegakan pada fase pancang

(41)
(42)

56

Tabel 7. Analisis tegakan pada fase pohon

(43)

Tabel 8. Komposisi dan tingkat penguasaan tegakan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas

No Spesies

tumbuhan Nama Ilmiah

INP per fase INP

(44)

58

Tabel 9. Kerapatan spesies pada setiap fase pertumbuhan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas

No Spesies

tumbuhan Nama Ilmiah

(45)

Tabel 10. Jumlah spesies pada setiap fase pertumbuhan

No Fase pertumbuhan Jumlah jenis

1 Semai 22

2 Pancang 28

3 Tiang 28

4 Pohon 35

Tabel 11. Nilai inp pada setiap fase pertumbuhan

No Fase pertumbuhan Jenis yang dominan INP

1 Semai Meranti 66,91

2 Pancang Jabon 30,22

3 Tiang Manggris 30,09

4 Pohon Meranti 66,88

Tabel 12. Daftar spesies yang di temukan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas

No Spesies tumbuhan Nama Ilmiah

1 Apit Ixora concinna

2 Bayur Pterospermum javanicum

3 Bencoi Baccaurea racemosa

4 Bendo Artocarpus elasticus

5 Berasan Symplocos stenosepala

6 Deluak Grewia paniculata

7 Gaharu Aquilaria malaccensis

8 Gandaria Bouea macrophylla

9 Gempol Nauclea coadunata

10 Harendong Melastoma candidum

11 Jabon Anthocephalus cadamba

12 Jelutung Dyera costulata

13 Jengkol Pithecellobium lobatum

14 Kandis Garcinia diocia

15 Kasapan Tetracera scandens

16 Kayu lada Cinnamomum parthenoxylon

17 Kecapi Sandoricum koetjape

18 Kenaren Canarium ovatum

19 Keruing Dipterocarpus grasilis

20 Kiteja Cinnamomum parthenoxylon

21 Kopen Cachosus alstuans

22 Laban Vitex pubescens

23 Manggris Koompassia excelsa

24 mangir Ganophyllum falcatum

25 Medang Litsea odorifera

26 Meranti tembaga Shorea leprosula

27 Merawan Hopea mengarawan

28 Nangi Adina polycephala

29 Parutan Quercus sumatranus

30 Pitis Erythroxylon cuneatum

31 Plangas Aprosa aquila

32 Puspa Schima wallichii

(46)

60

Tabel 12. Lanjutan

No Spesies tumbuhan Nama Ilmiah

33 Rambutan hutan Nephelium eriopetalum

34 Rengas Gluta renghas

35 Rukem Flacourtia rukam

36 Salam Eugenia polyantha

37 Sempu air Dillenia exelsa

38 Soka Ixora coccinea

39 Sulangkar Leea sambucina

40 Sungkai Peronema canescens

41 Teruntum Lumnitzera racemosa

42 Tiga urat Cerbiamemum inkrs

43 Tikusan Clausena excavata

(47)

Gambar 9. Lokasi penelitian di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan.

(48)

62

Gambar 11. Vegetasi yang ada di zona pemanfaatan terbatas.

(49)

Gambar 13. Semai yang ada di zona pemanfaatan terbatas.

Gambar

Gambar 1. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010)
Gambar 2.  Lokasi Penelitian di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional        Way Kambas, 2006)
Gambar 3. Tata letak petak ukur.
Tabel 4.  Analisis tegakan pada fase semai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan hasil penelitian yang penulis paparkan dalam skripsi yang berjudul internalisasi nilai-nilai Pendidikan Agama Islam pada kegiatan kepramukaan dalam

11.Kostum yang biasanya dipakai seorang penari perempuan adalah selendang 12.Tari serimpi dan gambyong berasal dari Jawa Tengah.. 13.Lagu Apuse berasal

Sesudah dilakukannya pengujian simulasi sistem penyala mesin otomatis pada boat berbasis barcode , maka hasil dari pengujian tersebut akan dianalisis sesuai parameter

Pada prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap

Menurut hasil Observasi dikelas 3 SD Islam Wahid Hasyim ini kurangnya perhatian siswa disebabkan oleh faktor.Siswa jarang diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya

Secara teknis, program ini juga bisa digunakan untuk menyelesaikan program permainan Minesweeper lain namun dengan beberapa perubahan pada implementasi metode

Layanan ini memberikan keseluruhan arahan, desain konten dan struktur program dan proyek atas proyek dan program yang perlu mengimplementasi inisiatif terkait SAP milik Penerima

3erdasarkan $enis sel yang mengalami mutasi! mutasi dibedakan atas mutasi somatik  3erdasarkan $enis sel yang mengalami mutasi! mutasi dibedakan atas mutasi somatik  dan mutasi