KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN
ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN
TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
YUPI YANI PRATIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN ZONA PEMANFAATAN TERBATAS SPTN 1 WAY KANAN, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
Yupi Yani Pratiwi
Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung merupakan kawasan hutan yang
terdiri dari berbagai jenis vegetasi. Penetapan status legal Taman Nasional Way
Kambas sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati, tidak membuat
kawasan ini bebas dari gangguan. Kerusakan yang terjadi akibat penebangan,
pemanfaatan, dan persaingan di antara berbagai jenis vegetasi menyebabkan
berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang ada pada daerah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, tingkat penguasaan
spesies, stratifikasi tajuk, dan klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk.
Penelitian dilakukan pada Juni--Juli 2013, dengan melakukan analisis vegetasi
menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompati satu atau lebih
petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama. Luas sampel 20.000 m2 dengan intensitas sampling 1% dari luas total 200 ha, kemudian dibagi menjadi 50
petak untuk pengamatan tiap fase pertumbuhan. Luas masing-masing plot 20 m x
5 m untuk pengamatan fase pancang, 2 m x 2 m pengamatan fase semai kemudian
dicatat jenis, diameter batang, dan tinggi pohon. Hasil penelitian ditemukan 44
spesies pada berbagai fase pertumbuhan. Spesies yang dominan dan memiliki
Indeks Nilai Penting (INP) tinggi adalah meranti tembaga sebesar 30,96%, jabon
sebesar 20,95%, manggris sebesar 23,59%, merawan sebesar 24,28%, plangas
sebesar 23,8%. Stratifikasi di TNWK terdiri dari 5 stratum, stratum A memiliki 2
spesies, stratum B memiliki 35 spesies,stratum C memiliki 28 spesies, stratum D
memiliki 20 spesies, dan stratum E memiliki 22 spesies.
Kata kunci : komposisi, stratifikasi tajuk, struktur tegakan hutan, Taman Nasional
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
C. Manfaat Penelitian ... 3
D. Kerangka Pemikiran... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Taman Nasional Way Kambas... 6
B. Hutan ... 7
C. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi Hutan... 9
D. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan ... 10
E. Analisis Vegetasi ... 10
F. Stratifikasi Tajuk ... 12
G. Klasifikasi Berdasarkan Posisi Tajuk ... 13
H. Toleransi ... 14
III. METODE PENELITIAN ... 16
iii
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 52
Tabel 4--Tabel 12 ... 53
`
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya pariwisata, dan rekreasi.
Bukan hal yang mudah untuk tetap dapat mempertahankan kualitas dan kuantitas
keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan taman nasional. Adanya
status legal sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati tidak membuat
kawasan ini menjadi suatu kawasan yang bebas gangguan dan ancaman. Hal ini
terlihat dari data yang menunjukkan tingginya tingkat keterancaman
keaneka-ragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan ini (Putri dan Allo, 2009).
Salah satu taman nasional yang ada di Provinsi Lampung adalah Taman Nasional
Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas merupakan kawasan register 9,
memiliki luas 125.621 ha dan ditunjuk sebagai kawasan pelestarian alam dengan
status taman nasional berdasarkan SK Menhut No. 670/Kpts-II/1999, tanggal 26
2 Salah satu zona yang ada di Taman Nasional Way Kambas adalah zona
pe-manfaatan terbatas. Zona pepe-manfaatan terbatas merupakan zona yang ada di
Resort Way Kanan. Zona pemanfaatan terbatas terdiri dari berbagai jenis
vegetasi. Adanya berbagai jenis vegetasi yang ada di resort ini menyebabkan
terjadinya persaingan dari suatu spesies atau berbagai spesies dalam memperoleh
hara mineral tanah, air, cahaya, dan ruang.
Kerusakan yang terjadi akibat penebangan, kegiatan di zona pemanfaatan terbatas,
serta persaingan yang terjadi di antara berbagai jenis pohon menyebabkan
beru-bahnya struktur dan komposisi vegetasi yang ada pada daerah tersebut. Karena
itu, perlu dilakukan penelitian tentang komposisi dan struktur tegakan di Taman
Nasional Way Kambas untuk melihat kondisi tegakan serta keberlanjutan
rege-nerasi permudaanya di zona pemanfaatan terbatas dengan melihat stratifikasi tajuk
dan sifat toleransi pohon yang ada di Taman Nasional Way Kambas.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui komposisi spesies di areal zona pemanfaatan terbatas, Resort Way
Kanan.
2. Mengetahui tingkat penguasaan spesies di areal zona pemanfaatan terbatas,
Resort Way Kanan.
3. Mengetahui stratifikasi tajuk di areal zona pemanfaatan terbatas, Resort Way
Kanan.
4. Mengetahui klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk di areal zona
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan data dan informasi kondisi struktur tegakan yang ada di Resort
Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengelola tegakan secara lebih baik
melalui pengaturan komposisi dan struktur tegakan penyusunnya.
D. Kerangka Pemikiran
Komposisi flora di kawasan hutan sangat bervariasi tingkat keanekaragaman
hayatinya dan mempunyai struktur yang sangat kompleks. Tingginya tingkat
keanekaragaman jenis, baik secara vertikal maupun horizontal ini menciptakan
banyaknya relung ekologi maupun habitat yang sesuai. Secara ekologis kondisi
hutan seperti ini mempunyai peranan penting dalam menjaga ekosistem
ling-kungan di samping dapat meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya yang
terkandung di dalamnya (Kalima, 2007).
Adanya pemanfaatan yang dilakukan di zona pemanfaatan terbatas, Taman
Nasional Way Kambas sebagai daerah objek wisata alam, laboratorium alam bagi
penelitian serta sarana pengembangan iptek khususnya di bidang biologi,
kon-servasi sumber daya alam, dan ekosistemnya menyebabkan kondisi vegetasi di
zona ini sedikit terganggu. Menurut Kalima (2007) adanya pemanfaatan
sumber-daya hutan tersebut dapat menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan
4 Aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai
salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan
yang ada di dalamnya. Aktivitas manusia yang dapat merusak komunitas
tum-buhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan, pembakaran hutan, dan
perambahan dalam kawasan hutan (Indriyato, 2006).
Selain itu adanya persaingan di antara berbagai jenis vegetasi menyebabkan
jenis-jenis tertentu lebih dominan dari pada jenis-jenis yang lain. Menurut Soerianegara dan
Indrawan (1998) di hutan Way Kambas didominasi oleh jenis-jenis Shorea
leprosula dan Shorea ovalis. Kedua jenis itu bukan hanya terdapat pada stratum A tetapi volume kayunya pun terbesar.
Mengingat adanya faktor aktivitas manusia yang dapat meyebabkan perubahan
kondisi komunitas tumbuhan dan adanya persaingan yang terjadi di antara
ber-bagai jenis vegetasi, maka perlu dilakukan penelitian tentang komposisi dan
struktur tegakan yang ada di zona pemanfaatan terbatas. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kondisi tegakan saat ini dan untuk mengetahui proses
rege-nerasi tegakan hutan di Taman Nasional Way Kambas yang terjadi secara alami.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data tentang spesies pohon,
diameter batang setinggi dada (dbh), dan tinggi total pohon dengan membuat 50
petak ukur pengamatan berbentuk garis berpetak berukuran 20 m x 20 m. Setelah
itu melakukan analisis dari data-data yang telah dikumpulkan.
Hasil penelitian tentang komposisi dan struktur tegakan yang ada di zona
pe-manfaatan terbatas, dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan untuk
kondisi yang ada. Selain itu, dapat menjadi pertimbangan bagi Taman Nasional
Way Kambas untuk melakukan permudaan buatan apabila kondisi tegakannya
kurang baik dengan memperhatikan pemilihan jenis-jenis pohon yang akan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Way Kambas
Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan
lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun
1936 oleh Residen Lampung, Mr. Rock Maker, yang kemudian dikukuhkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda melalui Surat Penetapan Gubernur Belanda No. 14
Stdbld 1937 No. 38 tanggal 26 Januari 1937 (Balai Taman Nasional Way
Kambas, 2006).
Berdasarkan aspek ekologi kawasan dan kondisi tutupan lahan yang kondisinya
relatif baik memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan hidup. Taman
Nasional Way Kambas yang berada pada posisi low land memiliki fungsi filtrasi terhadap material yang terbuang ke arah laut. Selain itu, panjang pantai Way
Kambas lebih kurang 60% dari panjang pantai wilayah Kabupaten Lampung
Timur, memiliki potensi ikan yang cukup baik. Demikian juga untuk potensi
lainnya, khususnya objek wisata alam. Adanya berbagai potensi yang dimiliki
oleh Taman Nasional Way Kambas, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur
Kabupaten Lampung Timur. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas dapat
dilihat pada Gambar 1 (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
Gambar 1. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010).
B. Hutan
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta
tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka ragam yang berperan sangat
penting bagi kehidupan di bumi ini. Hutan diartikan sebagai suatu asosiasi,
se-hingga antara jenis pohon yang satu dengan jenis pohon lain yang terdapat di
dalamnya akan saling tergantung. Jenis-jenis tanaman yang tidak menyukai sinar
matahari penuh tentu memerlukan perlindungan tanaman yang lebih tinggi dan
8 akan memperoleh keuntungan dari tanaman yang hidup di bawahnya karena
mampu menjaga kelembapan dan suhu yang diperlukan oleh tanaman tinggi
tersebut. Selain terjadi ketergantungan, di dalam hutan akan terjadi pula
kompetisi antar anggota-anggota yang hidup saling berdekatan, misalnya
persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari, ataupun tempat
tumbuh (Arief, 2001).
Kompetisi adalah proses aktif yang mempunyai pengaruh besar tehadap
kemam-puan bersaing individu-individu untuk hidup. Kompetisi terjadi bila dua atau
lebih organisme membutuhkan beberapa sumber daya alam yang sama, tetapi
sumber tersebut tidak mencukupi kebutuhan. Secara umum organisme yang
ber-kompetisi hampir serupa dalam kebutuhan dan ukuran ekologis, meskipun ada
perkecualiannya. Masing-masing individu mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda untuk hidup dengan individu lain dari spesies sama ataupun yang
berbeda. Kompetisi antara anggota-anggota dari spesies yang sama merupakan
kompetisiintraspesifik. Kompetisi antara anggota-anggota yang berbeda merupakan kompetisiinterspesifik (McNaughton dan Wolf, 1990).
Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) faktor-faktor
lingkungan yang mungkin diperebutkan oleh tetumbuhan antara lain cahaya, air
tanah, oksigen, unsur hara, dan karbon dioksida. Faktor-faktor eksternal lainnya,
seperti kehadiran hewan penyerbuk, agen dispersal, biji, kondisi tanah,
kelem-bapan tanah, udara dan angin. Selain itu, adanya gangguan atau kerusakan
lingkungan oleh manusia juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari
C. Klasifikasi berdasarkan fungsi hutan
Berdasarkan fungsi utama hutan, Indriyanto (2008) menyebutkan hutan di
Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu hutan lindung, hutan produksi,
dan hutan konservasi.
1. Hutan lindung adalah kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
per-lindungan sistem peyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
ke-suburan tanah. Apabila hutan lindung diganggu, maka hutan tersebut akan
kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan ben-cana
alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor. Namun, ada di antara hutan
lindung karena keadaan alamnya memungkinkan dalam batas-batas tertentu
masih dapat dipungut hasilnya dengan tidak mengurangi fung-sinya sebagai
hutan lindung.
2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
mem-produksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan mem-produksi berupa kayu,
sedang-kan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang mencakup rotan,
bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun lateks,
resin, dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak.
3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Hutan konservasi dikelompokkan menjadi tiga jenis
berdasarkan fungsinya, yaitu hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan
10 D. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan
Tegakan atau tegakan hutan merupakan suatu areal hutan beserta pepohonan yang
mendapat pemeliharaan sama. Menurut Baker et al. (1979) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) tegakan dapat didefinisikan sebagai suatu unit pengelolaan
hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di
sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan
keadaan geografinya. Berdasarkan komposisi jenisnya, tegakan hutan dapat
dibagi menjadi dua, yaitu tegakan murni dan campuran.
1. Tegakan murni adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon
kodominan berjenis sama dalam jumlah lebih besar atau sama dengan 90%.
2. Tegakan campuran adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan
pohon kodominan dengan jenis berbeda dalam jumlah lebih besar dari 10%.
E. Analisis Vegetasi
Untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada berbagai tipe hutan dapat dilakukan
dengan analisis vegetasi sehingga diperoleh besaran Indeks Nilai Penting (INP)
dari setiap fase pertumbuhan. Nilai INP merupakan hasil penjumlahan dari
domi-nansi relatif, kerapatan relatif, dan frekuensi relatif untuk fase pohon, tiang, dan
pancang. INP untuk fase semai berupa penjumlahan kera-patan relatif dengan
frekuensi relatif untuk fase semai (Kuswanda dan Antoko, 2008).
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume, dengan
kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang.
kepentingan analisis komunitas tumbuhan adalah kerapatan yang diberi notasi
K (Indriyanto, 2006).
2. Frekuensi
Menurut Kusmana (1997) frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak
contoh tempat ditemukannya spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran presentase. Apabila pengamatan
dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di
dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies
tersebut. Sebaliknya, jika semakin sedikit petak contoh yang di dalamnya
ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut.
3. Luas Penutupan
Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang di-tutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat
dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar
(Indriyanto, 2006).
4. Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam
suatu komunitas tumbuhan Spesies-spesies yang dominan dalam suatu
komu-nitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga
spe-sies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling
12 F. Stratifikasi Tajuk
Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2006) stratifikasi atau
pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam
suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi pada ekosistem
hutan hujan tropis terkenal dan lengkap.
Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis
dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu.
1. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan paling atas yang di-bentuk oleh pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m.
2. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 20--30 m.
3. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 4--20 m.
4. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1--4 m. Pada
stratum ini juga dibentuk oleh spesies-spesies pohon yang masih muda
atau dalam fase anakan (seedling) terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar.
Spesies yang pucuknya menempati posisi kanopi yang berbeda mempunyai
lingkungan yang berbeda karena adanya pengaruh individu yang menyer
-tainya. Spesies pada lapisan tertinggi misalnya, memperoleh sinar matahari
lebih cerah, kelembapan lebih rendah, serta angin lebih kencang dan suhu
lebih tinggi dibandingkan dengan spesies dari lapis kanopi. Suatu spesies
lapis rendah harus dapat hidup dalam intensitas cahaya yang lebih rendah tapi
terlindung dari goyangan karena kecepatan angin lebih rendah, kelembapan
lebih tinggi, dan udara lebih dingin (McNaughton dan Wolf, 1990).
G. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Posisi Tajuk
Menurut Kadri dkk. (1992) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) klasifikasi pohon
dalam sebuah hutan sangat berguna untuk keperluan pengelolaan hutan itu sendiri.
Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon atau posisi tajuk di dalam
hutan. Berdasarkan posisi tajuknya klasifikasi pohon Kraft dibedakan menjadi 5
kelas (Indriyanto, 2008).
1. Pohon dominan (dominant trees) adalah pohon yaitu pohon yang tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh.
Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang umum. Terkadang
terdapat pada tegakan seumur meskipun lebih sering terdapat pada tegakan
tidak seumur yang kondisinya tidak sempurna. Pohon dominan ukurannya
paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon lain karena kemampuan
bersaing dengan pohon lain cukup besar.
14 dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama
dengan pohon dominan merupakan penyusun kanopi atau tajuk utama suatu
tegakan hutan.
3. Pohon tengahan (intermediate tress) adalah pohon yang tajuknya menempati posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan.
4. Pohon tertekan (suppressed tress) adalah pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima
cahaya yang cukup baik dari atas maupun dari samping.
5. Pohon mati (dead tress) adalah pepohonan yang mati atau dalam proses ke-matian. Lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan
akhirnya mati pada tegakan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi
tidak dikelola dengan baik.
H. Toleransi
Toleransi merupakan kemampuan relatif suatu pohon untuk bertahan hidup di
bawah naungan. Pohon yang mempunyai kemampuan hidup di bawah naungan
pohon lainnya disebut pohon toleran. Sedangkan pohon yang tidak mempunyai
sifat tersebut dinamakan pohon intoleran (memerlukan cahaya matahari penuh).
Pohon intoleran merupakan jenis pohon yang dapat tumbuh dengan baik pada
tempat terbuka tanpa penaungan pohon lainnya, sehingga cahaya matahari secara
leluasa diterima tajuk pohon (Indriyanto, 2008).
Toleransi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan kemampuan
re-latif suatu jenis pohon dalam bersaing pada kondisi cahaya matahari yang minim
pohon merupakan kemampuan jenis pohon dalam bersaing dengan jenis pohon
lainnya terhadap kebutuhan cahaya matahari maupun persaingan sistem perakaran
dalam media tumbuhnya. Pepohonan toleran tumbuh dan berkembang
mem-bentuk lapisan tajuk pepohonan yang kurang toleran atau di bawah lapisan tajuk
pepohonan yang tidak toleran, serta mampu bereproduksi dengan sukses pada
kondisi seperti tersebut. Pepohonan intoleran berproduksi dengan sukses hanya di
tempat terbuka atau pada kondisi tajuk pohon mendapatkan cahaya matahari
16
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,
Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan, Taman
Nasional Way Kambas.
B. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, tali plastik, patok kayu,
hagameter, kamera, meteran, garpu pohon, dan alat tulis. Objek penelitian ini
adalah tegakan yang ada di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan seluas
200 ha. Sampel penelitian terdiri dari plot untuk penelitian masing-masing fase
pertumbuhan.
C. Batasan Penelitian
1. Komunitas tumbuhan yang dimaksud adalah tegakan yang ada di areal zona
pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan seluas 200 ha.
2. Fase pertumbuhan yang diamati mencakup semai, tiang, pancang, pohon dan
perdu.
4. Fase pancang (saplings) adalah tumbuhan yang tingginya > 1,5 m dengan diameter batang setinggi dada < 10 cm.
5. Fase tiang (poles) adalah tumbuhan yang berdiameter batang setinggi dada sebesar 10--19 cm.
6. Fase pohon (trees) adalah tumbuhan yang berdiameter batang setinggi dada > 20 cm.
7. Perdu adalah tumbuhan berkayu, berukuran kecil dengan tinggi tumbuhan
kurang dari 5 m.
D. Jenis Data
Adapun jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Data
primer yang diambil adalah spesies tegakan, diameter batang (dbh), dan tinggi
total pohon.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang yang berupa peta Taman Nasional Way
Kambas, status kawasan, deskripsi kawasan, potensi flora, fauna, tanah, topografi,
18 E. Metode Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer diperoleh dari observasi tegakan yang dilakukan di zona pemanfaatan
terbatas, Resort Way Kanan. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi
menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompati satu atau lebih
petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama. Luas sampel yang
diambil sebesar 20.000 m2 dari luas total 200 ha, kemudian dibagi menjadi 50 petak untuk penelitian tiap fase pertumbuhan.
Luas masing-masing plot 20 m x 20 m untuk penelitian fase pohon, 10 m x 10 m
untuk penelitian fase tiang, 5 m x 5 m untuk penelitian fase pancang, 2 m x 2 m
untuk penelitian fase semai. Tata letak patak ukur disusun secara sistematis
dengan jarak antar garis rintis 200 m dan jarak antar petak ukur dalam satu garis
rintis 100 m. Peta lokasi penelitian dan tata letak petak ukur dapat dilihat pada
19
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
20
Plot 2
Gambar 3. Tata letak petak ukur.
100 m 100 m
dst sampai plot ke-50
200 m
Gambar 4. Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fase pertumbuhan berdasarkan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006).
Keterangan: Petak A = berukuran 20 m x 20 m untuk penelitian pohon. Petak B = berukuran 10 m x 10 m untuk penelitian tiang. Petak C = berukuran 5 m x 5 m untuk penelitian pancang. Petak D = berukuran 2 m x 2 m untuk penelitian semai. Plot 1
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian menggunakan metode studi
pustaka. Metode ini digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan, dan
mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan umum, dan literatur lainnya.
F. Analisis Data
Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data sebagai berikut.
1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies
Untuk menganalisis komposisi dan tingkat penguasaan spesies dilakukan
penghitungan dengan rumus-rumus sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan,
1998).
a. Kerapatan
Kerapatan (K) jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Penghitungan
kerapatan dapat diketahui berdasarkan rumus berikut.
contoh
Penghitungan frekuensi setiap jenis tumbuhan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
22
Penghitungan luas penutupan setiap jenis tumbuhan
contoh
Penghitungan INP untuk fase pohon, tiang, dan pancang, digunakan rumus:
INP= KR + FR + CR
Sedangkan penghitungan INP untuk fase semai digunakan rumus:
INP= KR+FR
Tingkat penguasaan spesies diklasifikasikan menjadi 3 yaitu tinggi/dominan,
sedang, rendah/tidak dominan. Penghitungan tingkat penguasaan spesies
digunakan rumus sebagai berikut.
INP tertinggi – INP terendah Interval klas =
3
Keterangan :
Tinggi (dominan) jika INP > (INP terendah + 2I)
Sedang jika INP = (INP terendah + I) – (INP terendah + 2I) Rendah (tidak dominan) jika INP < (INP terendah + I).
Semakin tinggi nilai kenekaragaman menunjukkan ekosistem tersebut semakin
baik. Sebaliknya, semakin kecil nilai ini mengindikasikan ekosistem sangat
2. Stratifikasi Tajuk
Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi tajuk diklasifikasikan berdasarkan
stratum-stratum yang dibagi menjadi 5 stratum-stratum sebagai berikut.
a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan yang tingginya lebih dari 30 m.
b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang tingginya mencapai 20--30 m.
c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang tingginya mencapai 4--20 m.
d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang tingginya 1--4 m.
e. Stratum E (E-storey) yaitu lapisan kelima dari atas yang tingginya 0--1 m.
3. Klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk adalah (Indriyanto, 2008).
a. Pohon dominan adalah pohon-pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan tajuk,
menerima sinar matahari dari atas dan sebagian dari samping.
b. Pohon kodominan adalah pohon-pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk,
menerima sinar matahari langsung dari atas dan sebagian dari samping.
c. Pohon tengahan adalah pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan
tajuk atau terjepit, menerima sebagian sinar matahari dari atas dan sebagian
kecil atau tidak sama sekali dari samping.
d. Pohon tertekan adalah pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar dan tidak
menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping.
24
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
Secara administrasi Taman Nasional Way Kambas terletak di Kabupaten
Lampung Timur dengan daerah penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten
Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Lampung Timur, 10 Kecamatan dan 37
Desa. Taman Nasional Way Kambas terletak di wilayah bagian timur Propinsi
Lampung, antara 4˚37’--5˚16’ Lintang Selatan dan 105˚33’--105˚54’ Bujur Timur
atau dengan UTM 9.420.000--9.490.000 dan 560.000--600.000 (Balai Taman
Nasional Way Kambas, 2006).
Wilayah Taman Nasional Way Kambas secara keseluruhan masuk ke dalam
administrasi Kabupaten Lampung Timur dengan proporsi luas wilayah sekitar
30% dari luas total Kabupaten tersebut. Luas Taman Nasional Way Kambas
adalah 130.000 ha. Tata batas kawasan Taman Nasional Way Kambas telah
dilakukan secara menyeluruh dengan jumlah total pal batas 514 buah (Balai
Taman Nasional Way Kambas, 2006).
B. Hidrologi
Daerah aliran sungai Taman Nasional Way Kambas termasuk ke dalam sub DAS
umumnya beraliran lambat, hal tersebut dimungkinkan dengan posisi dataran pada
ketinggian kawasan antara 0--50 mdpl. Berdasarkan aliran sungai, terdapat tiga
kelompok aliran besar sungai yang semuanya bermuara di laut Jawa.
1. Daerah selatan kelompok sungai yang aliran airnya bergabung dengan Sungai
Penet,
2. Daerah tengah kelompok sungai yang bergabung dengan Sungai Way Kanan
dan Wako,
3. Daerah utara yaitu kelompok sungai yang alirannya bergabung dengan Sungai
Pegadungan yang berada di sebelah utara.
Sebagian besar kondisi sungai yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas
merupakan aliran semi-permanen. Sedangkan, beberapa sungai yang memiliki
aliran permanen yaitu Way Kanan, Wako, Way Penet dan Way Pegadungan.
Selain itu, aliran sungai tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut laut (Balai
Taman Nasional Way Kambas, 2006).
C. Topografi
Pada umumnya kondisi topografi Taman Nasional Way Kambas relatif datar dan
sedikit bergelombang di bagian timur dengan ketinggian 0--50 mdpl. Daerah
yang mempunyai ketinggian 50 meter adalah sekitar wilayah resort pengelolaan
taman nasional Susukan Baru dan Plang Hijau. Bagian timur kawasan Taman
Nasional Way Kambas merupakan daerah lembah yang terpotong oleh
sungai-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi bergelombang (Balai Taman
26 D. Tanah
Sebagian besar jenis tanah yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas adalah
podsolik, sedangkan jenis-jenis lainnya dijumpai dalam areal sempit, yaitu pada
fisiografi aluvial dan marin. Tanah jenis podsolik mempunyai kandungan liat
yang tinggi (lebih dari 30%). Tanah jenis ini mempunyai reaksi tanah masam,
dengan kandungan Al yang tinggi, dan unsur hara rendah (Balai Taman Nasional
Way Kambas, 2006).
E. Iklim
Curah hujan di musim kemarau dari April--Mei dan Oktober--November sangat
bervariasi, sedangkan di musim penghujan hanya sedikit variasinya. Selama
mu-sim kemarau, seluruh kawasan menerima curah hujan rata-rata sekitar 2.000 mm
per tahun, yang berarti sedikit di bawah rata-rata curah hujan di kawasan
pegu-nungan Sumatera yang berkisar 4.500--5.000 mm per tahun. Rata-rata curah
hujan pada periode antara 1975--1984 adalah 2.496 mm per tahun. Curah hujan
maksimum adalah 3.448 m dan minimum adalah 1.548 mm pada tahun 1977.
Rata-rata dalam satu periode, musim kemarau adalah 3 bulan, sedangkan musim
penghujan adalah 8 bulan. Bulan Agustus dan September adalah musim kemarau
terburuk. Berdasarkan kalasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman
Nasional Way Kambas dan sekitarnya termasuk dalam tipe iklim B dengan musim
kemarau secara umum berlangsung selama dua bulan, dapat berlangsung sampai
enam bulan (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
F. Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada tipe
vegetasi. Terdapat sedikit variasi musim baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan pada daerah hutan primer, namun pada kawasan terbuka seperti
alang-alang dan hutan sekunder terjadi variasi yang cukup tinggi. Demikian juga
untuk variasi suhu hariannya, pada siang hari suhu relatif lebih tinggi
dibanding-kan di malam hari. Suhu yang tinggi ini menyebabdibanding-kan vegetasi alang-alang cepat
berkurang kandungan airnya sehingga mudah sekali terbakar (Balai Taman
Nasional Way Kambas, 2006).
G. Flora
Kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki spektrum ekosistem yang besar,
di dalamnya terdapat formasi-formasi hutan yang terdiri dari 5 tipe ekosistem
utama yaitu hutan hujan dataran rendah, ekosistem rawa, hutan payau/mangrove,
pantai dan ekosistem riparian. Selain itu, dapat pula dijumpai suatu daerah
dengan dominasi vegetasi alang-alang dan semak belukar (Balai Taman Nasional
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Komposisi spesies di zona pemanfaatan terbatas bervariasi dan terdiri dari 44
spesies.
2. Tingkat penguasaan spesies yang tergolong tinggi di zona pemanfaatan
terbatas dimiliki oleh 5 spesies yaitu jabon (Anthocephalus cadamba), manggris (Koompassia excelsa), meranti tembaga (Shorea leprosula), merawan (Hopea mengarawan), dan plangas (Aprosa aquila).
3. Stratifikasi tajuk di zona pemanfaatan terbatas terdiri dari 5 stratum yaitu
stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E.
4. Berdasarkan posisi tajuknya, yang termasuk ke dalam pohon dominan adalah
meranti tembaga (Shorea leprosula), pohon kodominan adalah jabon
(Anthocephalus cadamba), pohon tengahan adalah sempu air (Dillenia exelsa), dan pohon tertekan adalah laban (Vitex pubescens).
B. Saran
Pihak TNWK sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap pemanfaatan yang
berlangsung di zona pemanfaatan terbatas supaya tidak merusak tegakan yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 180 p. Balai Taman Nasional Way Kambas. 2006. Zonasi Taman Nasional Way
Kambas. Buku. Taman Nasional Way Kambas. Lampung Timur. 13 p _____________________________. 2010. Rencana pengelolaan dan
pengembangan objek wisata di Taman Nasional Way Kambas. Laporan Balai Taman Nasional Way Kambas. Kerjasama Balai Taman Nasional Way Kambas dan Unila. Bandar Lampung. 68 p.
Dima, D.S. 1999. Studi keanekaragaman jenis satwa liar pada areal bekas kebakaran Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55p.
Fachrul. M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 198 p.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p. _________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta.
233 p.
Kalima, T. 2007. Keragaman jenis dan populasi flora pohon di Hutan Lindung Gunung Slamet, Baturraden, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Pusat litbang Hutan dan Konservasi Alam. 4 (2) : 1--10.
_________. 2008. Profil dan keragaman keberadaan spesies dari suku Dipterocarpaceae di Taman Nasional Meru Betiri Jember. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Pusat litbang Hutan dan Konservasi Alam. 5 (2) : 175--191.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 p.
Kuswanda, W. dan B.S. Antoko. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan pada berbagai tipe hutan untuk mendukung pengelolaan zona rimba di Taman Nasional Batang Gadis. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.
51
Mulyasana, D. 2008. Kajian keanekaragaman jenis pohon pada berbagai ketinggian tempat di Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 p.
McNaughton, S.J. dan L.L. Wolf. 1990. Ekologi Umum. Buku. Diterjemahkan oleh Sunaryo Pringgoseputro dan B. Srigandono. Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 1140 p
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Buku. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 875 p.
Putri, I. dan M.K. Allo. 2009. Degradasi keanekaragaman hayati Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Kehutanan Makasar. VI (2) : 169--194.
Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 534 p.
Setyawan, I.S. 2011. Faktor Pembatas Ekologi. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2013. http://sorotanbiology.blogspot.com/2011/10/faktor-pembatas-ekology.html
Sidiyasa, K. 2009. Struktur dan komposisi tegakan serta keanekaragamannya di hutan lindung Sungai Wain Balikpapan Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja. 6 (1) : 79--93.
Simorangkir, R.H., S.S. Mansjoer, dan M. Bismark. 2009. struktur dan komposisi pohon di habitat orangutan liar (Pongo abelii) di Kawasan Hutan Batang Toru propinsi Sumatera Utara. Jurnal Primatologi
Indonesia. Pusat Studi Satwa Primata. Institut Pertanian Bogor. VI (2) : 10--20.
Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 p.
54
Tabel 5. Analisis tegakan pada fase pancang
56
Tabel 7. Analisis tegakan pada fase pohon
Tabel 8. Komposisi dan tingkat penguasaan tegakan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas
No Spesies
tumbuhan Nama Ilmiah
INP per fase INP
58
Tabel 9. Kerapatan spesies pada setiap fase pertumbuhan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas
No Spesies
tumbuhan Nama Ilmiah
Tabel 10. Jumlah spesies pada setiap fase pertumbuhan
No Fase pertumbuhan Jumlah jenis
1 Semai 22
2 Pancang 28
3 Tiang 28
4 Pohon 35
Tabel 11. Nilai inp pada setiap fase pertumbuhan
No Fase pertumbuhan Jenis yang dominan INP
1 Semai Meranti 66,91
2 Pancang Jabon 30,22
3 Tiang Manggris 30,09
4 Pohon Meranti 66,88
Tabel 12. Daftar spesies yang di temukan di zona pemanfaatan terbatas, Taman Nasional Way Kambas
No Spesies tumbuhan Nama Ilmiah
1 Apit Ixora concinna
2 Bayur Pterospermum javanicum
3 Bencoi Baccaurea racemosa
4 Bendo Artocarpus elasticus
5 Berasan Symplocos stenosepala
6 Deluak Grewia paniculata
7 Gaharu Aquilaria malaccensis
8 Gandaria Bouea macrophylla
9 Gempol Nauclea coadunata
10 Harendong Melastoma candidum
11 Jabon Anthocephalus cadamba
12 Jelutung Dyera costulata
13 Jengkol Pithecellobium lobatum
14 Kandis Garcinia diocia
15 Kasapan Tetracera scandens
16 Kayu lada Cinnamomum parthenoxylon
17 Kecapi Sandoricum koetjape
18 Kenaren Canarium ovatum
19 Keruing Dipterocarpus grasilis
20 Kiteja Cinnamomum parthenoxylon
21 Kopen Cachosus alstuans
22 Laban Vitex pubescens
23 Manggris Koompassia excelsa
24 mangir Ganophyllum falcatum
25 Medang Litsea odorifera
26 Meranti tembaga Shorea leprosula
27 Merawan Hopea mengarawan
28 Nangi Adina polycephala
29 Parutan Quercus sumatranus
30 Pitis Erythroxylon cuneatum
31 Plangas Aprosa aquila
32 Puspa Schima wallichii
60
Tabel 12. Lanjutan
No Spesies tumbuhan Nama Ilmiah
33 Rambutan hutan Nephelium eriopetalum
34 Rengas Gluta renghas
35 Rukem Flacourtia rukam
36 Salam Eugenia polyantha
37 Sempu air Dillenia exelsa
38 Soka Ixora coccinea
39 Sulangkar Leea sambucina
40 Sungkai Peronema canescens
41 Teruntum Lumnitzera racemosa
42 Tiga urat Cerbiamemum inkrs
43 Tikusan Clausena excavata
Gambar 9. Lokasi penelitian di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan.
62
Gambar 11. Vegetasi yang ada di zona pemanfaatan terbatas.
Gambar 13. Semai yang ada di zona pemanfaatan terbatas.