• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides)

TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.)

SECARA IN VITRO

Oleh

Intan Rahayu Ningtyas

Salah satu kendala untuk meningkatkan produktivitas cabai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas adalah penyakit antraknosa, yang disebabkan oleh jamur

Colletotrichum capsici. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

berbagai tingkat fraksi ekstrak daun sirih (Piper betle L.)dan daun babadotan (Ageratum conyzoides)terhadap pertumbuhan C. capsici secara in vitro.

(2)

sirih + etil asetat 50%), pelarut etil asetat 90% (daun sirih + etil asetat 90%), pelarut n-heksana 10% (daun sirih + n-heksana 10%), pelarut n-heksana 50% (daun sirih + n-heksana 50%),dan pelarutn-heksana 90% (daun sirih + n-heksana 90%). Sub percobaan kedua adalah ekstrak daun babadotan dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak daun sirih. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda (Duncan) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun sirih pada fraksi ekstrak n-heksana 50%, n-heksana 90%, n-heksana 10% dan etil asetat 90% menunjukkan pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan C. capsici. Pada daun sirih, fraksi ekstrak n-heksana 50%, n-n-heksana 90%, n-n-heksana 10% dan etil asetat 90 dapat

berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan jumlah spora. Pada ekstrak daun babadotan, fraksi ekstrak n-heksana 10%, n-heksana 50%, n-heksana 90% dapat menghambat pertumbuhan C. capsici. Tetapi, pada jumlah spora daun babadotan, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan spora.

(3)

(Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoide ) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT

ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO

Oleh

Intan Rahayu Ningtyas

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul :Pengaruh Berbagai Tingkat Fraksi Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) dan Daun Babadotan (Ageratum

conyzoide) terhadap Colletotrichum capsici Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai (Capsicum annum L.) secara In Vitro

NPM : 0814013030

Jurusan : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing,

Ir. Efri, M.Si. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc.

NIP 196009291987031002 NIP 196201071986032001

2. Ketua Jurusan

(5)

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Efri, M.Si. ………

Sekretaris : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Joko Prastyo, M.P. ………

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(6)

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides)

TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.)

SECARA IN VITRO

(Skripsi)

Oleh

INTAN RAHAYU NINGTYAS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 maret 1990 di Desa Pule, Kecamatan Selogiri, KabupatenWonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sutriyono dan Ibu Sri Wahyuni, A.Md.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Bina Mulya Desa Talang Jawa Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar SDN 1 Talang Jawa Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan; Sekolah Menengah Pertama SMPN 1 Merbau Mataram Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2005; dan Sekolah Menengah Atas SMAN 1 Merbau Mataram Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi PKAB (Jalur Penelusuran Minat Kemampuan Akademik dan Bakat).

(8)

Persembahan

Ku persembahkan karya kecilku ini kepada

:

Ayahanda, Ibunda, dan Kanda Ari Kurniawan Ganda A.Md; serta

Adinda tercinta Ayu Nurmalintang, yang telah mencurahkan kasih

sayang, pengorbanan, dorongan, dan motivasi yang kuat dan begitu

bermakna, demi keberhasilanku.

Saudara dan teman-teman yang selalu menyemangati.

(9)
(10)

ii

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 12

3.4.1 Penyiapan Isolat Colletotrichum capsici ... 12

3.4.2 Penyiapan Fraksi Ekstrak Daun Sirih dan Daun Babadotan ... 13

3.4.3 Penyiapan Media Tumbuh Jamur Colletotrichum capsici untuk Perlakuan Pengujian ... 14

3.4.4 Pengujian Fraksi Ekstrak Daun Sirih dan Daun Babadotan ... 15

3.5 Pengamatan ... 15

3.5.1 Pengukuran Diameter Koloni Jamur ... 15

3.5.2 Penghitungan Jumlah Spora ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sirih terhadap Diameter Koloni C. capsici ... 18

4.2 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sirih terhadap Jumlah Spora .... 21

4.3 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Babadotan terhadap Diameter Koloni C. capsici ... 22

(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman 1. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sirih terhadap Diameter Koloni

C. capsici pada Pengamatan 2 hsi Sampai 8 hsi. ... 18

2. Jumlah Spora C. capsici pada Berbagai Perlakuan Fraksi

Ekstrak Daun Sirih. ... 21 3. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Babadotan terhadap Diamete

Koloni C. capsici pada Pengamatan 2 hsi sampai 8 hsi. ... 23 4. Jumlah Spora C. capsici pada Berbagai Perlakuan Fraksi Ekstrak

Daun Babadotan. ... 26 5. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 2 HSI

(Ekstrak Daun Sirih). ... 32 6. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 3 HSI

(Ekstrak Daun Sirih). ... 32 7. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Sirih pada 3 HSI. ... 33 8. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 4 HSI

(Ekstrak Daun Sirih). ... 33 9. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Sirih pada 4 HSI. ... 33 10. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 5 HSI

(Ekstrak Daun Sirih). ... 34 11. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Sirih pada 5 HSI. ... 34 12. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 6 HSI

(12)

vii

14. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 7 HSI

(Ekstrak Daun Sirih). ... 35

15. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Sirih pada 7 HSI ... 35

16. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 8 HSI (Ekstrak Daun Sirih). ... 36

17. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Sirih pada 8 HSI. ... 36

18. Data Jumlah Spora pada Ekstrak Daun Sirih. ... 37

19. Analisis Sidik Ragam Jumlah Spora Ekstrak Daun Sirih. ... 37

20. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 2 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 38

21. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 3 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 38

22. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Babadotan pada 3 HSI. ... 39

23. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 4 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 39

24. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Babadotan pada 4 HSI. ... 39

25. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 5 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 40

26. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Babadotan pada 5 HSI. ... 40

27. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 6 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 41

28. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Babadotan pada 6 HSI. ... 41

29. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 7 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 42

30. Analisis Sidik Ragam Ekstrak Daun Babadotan pada 7 HSI. ... 42

31. Data Diameter Pertumbuhan Jamur pada 8 HSI (Ekstrak Daun Babadotan). ... 43

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman 1. Gejala penyakit antraknosa pada tanaman cabai. ... 7 2. Alat yang digunakan untuk mengekstrak daun sirih dan

daun babadotan (a: arang aktif). ... 14 3. Pengukuran diameter koloni jamur C. capsici. ... 15 4. Koloni C. capsici yang terhambat akibat perlakuan fraksi ekstrak

daun sirih di hari ke-8 setelah inokulasi (kontrol tanpa

perlakuan ekstrak). ... 19 5. Koloni C. capsici yang terhambat akibat perlakuan fraksi ekstrak

daun babadotan di hari ke-8 setelah inokulasi (kontrol tanpa

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Cabai (Capsicum annum L.) termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam famili Solanaceae. Buah cabai sangat digemari karena rasa pedas yang

dimilikinya sebagai perangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki kandungan berbagai vitamin, protein dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai arti ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah tanaman kacang–kacangan (Rusli et al., 1997 dalam Sibarani, 2008).

Budidaya tanaman cabai seringkali menghadapi banyak kendala dalam

meningkatkan produktivitasnya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Salah satu kendala tersebut adalah penyakit antraknosa. Penyakit yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici ini, mampu mengakibatkan kerugian mencapai 65 % (Hersanti et al., 2001; Rohmawati, 2002 dalam Sibarani, 2008).

(16)

2

mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman. (Nazaruddin, 1999).

Aplikasi fungisida sintentik merupakan cara umum dan paling populer digunakan oleh petani untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai. Akan tetapi, cara ini berdampak negatif bagi lingkungan, dan manusia yang

mengkonsumsinya. Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif pengendalian penyakit antraknosa yang tidak menimbulkan dampak negatif, misalnya dengan

penggunaan fungisida nabati.

Menurut Octriana dan Noflindawati (2010),fungisida nabati dapat dihasilkan dari tanaman-tanaman yang mengandung asam-asaman, minyak atsiri, senyawa fenol, ester, asam amino, gula sederhana, alkaloid dan ion organik, karena kandungan tersebut mampu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang biakan jamur. Hasil penelitian Guenther (1989) menunjukkan bahwa minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif dan pertumbuhan spora jamur dari beberapa golongan jamur seperti C. cereus, C. subtilis, dan C. magaterium.

Sirih (Piper betle L.) dan babadotan (Ageratum conyzoides) dilaporkan memiliki kandungan minyak atsiri selanjutnya berpeluang sebagai bahan baku fungisida nabati yang murah dan mudah diperoleh (Marjannah, 2004).

1.2 Tujuan Penelitian

(17)

Berbagai tanaman yang tumbuh di Indonesia seperti sirih (P. betle L.)dan babadotan (A. conyzoides) telah diketahui memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan fungisida nabati. Potensi ini disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam tanaman-tanaman tersebut yang mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahkan mampu mematikan jamur penyebab penyakit tanaman (Grainge and Ahmed, 1988;Sulistyani et al., 2007).

(18)

4

Menurut (Marjannah, 2004) daun babadotan (A. conyzoides), yang dianggap sebagai gulma ternyata ekstraknya dapat bermanfaat sebagai fungisida nabati. Daun babadotan banyak mengandung minyak atsiri, yang dapat berfungsi sebagai fungisida nabati seperti asam amino, organacid, pectic sustance, friedelin, b-siatosterol, stigmasterol, tanin sulfur dan potasium klorida. Begitupula dengan daun sirih (P. betleL.) yang menurut Sastroamidjojo (1997), mengandung 4,2 % minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari chavicolparaallyphenol turunan dari chavica betel. Ekstraksi daun sirih dan daun babadotan secara bertingkat

membentuk fraksi ekstrak yang diharapkan mendapatkan senyawa-senyawa atsiri dari kedua tanaman tersebut. Dengan demikian ekstrak tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dari ekstrak daun tanaman tersebut.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Fraksi ekstrak daun sirih (P. betle L.) dan daun babadotan (A. conyzoides) dapat menekan pertumbuhan C. capsici secara in vitro.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai

Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Pada tahun 1943 diintroduksi ke dataran Eropa dan menyebar ke Asia dan Afrika (Kusandriani, 1996). Tanaman cabai merah memiliki batang tegak dengan ketinggian antara 50-90 cm. tangkai daunnya horizontal atau miring dengan panjang sekitar 1,5-4,5 cm. Panjang daunnya antara 4-10 cm dan lebar antara 1,5-4 cm. Posisi buahnya menggantung dengan warna mahkota putih. Mahkota bunga ini memiliki kelopak sebanyak 5-6 helai dengan panjang 1-1,5 cm dan lebar sekitar 0,5 cm. Warna kepala putik kuning kehijauan, sedangkan tangkai sarinya putih walaupun yang dekat dengan kepala sari ada bercak kecoklatan. Panjang tangkai sari ini sekitar 0,5 cm. Kepala sari berwarna biru atau ungu. Buahnya berbentuk memanjang atau kebulatan dengan biji buahnya berwarna kuning kecoklatan (Setiadi, 2000).

(20)

6

tanah banyak didominasi oleh tanah pozolik merah kuning. Jenis tanah ini dengan beberapa keterbatasannya dapat untuk budidaya tanaman cabai merah dengan beberapa perlakuan tertentu, misalnya pada lubang tanam perlu diberi pupuk kandang yang bebas dari bakteri dan sumber penyakit (Siswanto et al. 1995).

2.2 Penyakit Antraknosa

Busuk buah disebabkan oleh C. capsici (Syd) Butler dan Bisby. Miselium terdiri dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 μm, seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa septa dan ukuran 150 μm. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 μm. Konidia dapat berkecambah di dalam air selama 4 jam. Namun konidia lebih cepat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau tua dari pada didalam air. Tabung kecambah akan segera membentuk apresoria (Singh, 1998 dalam Sibarani, 2008).

Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) dalam Sibarani (2008) adalah :

(21)

Gejala jamur Coletotrichum sp dapat menginfeksi cabang, ranting, dan buah. Infeksi pada buah biasanya terjadi pada buah yang menjelang tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli et al., 1997 dalam Sibarani, 2008).

Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan

germinasi pada permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000 dalam Sibarani, 2008). Untuk lebih jelasnya, gejala antraknosa dapat dilihat pada Gambar 1.

(22)

8

Untuk pertumbuhan jamur C. capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur C. capsici tidak maksimal. Derajat keasaman (pH) optimal untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5 (Yulianty, 2006 dalam Sibarani, 2008). Periode inkubasi Colletotrichum sp antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum

untuk pertumbuhan jamur antara 24-30oC dengan kelembaban relatif 80-92 % (Rompas, 2001 dalam Sibarani, 2008).

2.3 Fungisida Nabati

Fungisida adalah zat kimia yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan atau jamur, sedangkan nabati adalah tanaman atau tumbuh-tumbuhan, sehingga fungisida nabati adalah zat yang berasal atau terdapat pada tanaman atau tumbuhan yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan atau jamur (Anonim, 2013). Bahwa daun sirih dan daun babadotan mungkin dapat digunakan sebagai fungisida nabati.

2.3.1 Sirih (P. betle L.)

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari tanaman sirih menurut Mursito dan Heru (2002) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

(23)

Genus : Piper Species : P. betle L.

Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol.

Komponen aktif dari daun sirih terdapat dalam minyak atsiri tersebut. Selain itu, sirih juga mengandung fenil propana, tannin, diastase, gula dan pati. Kandungan eugenol dan hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba, dan kandungan lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat juga mempunyai aktivitas antibakteri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan perasan daun sirih berpengaruh terhadap pertumbuhan koloni dan pembentukan klamidiospora (Darsam et al., 1994 dalam Sibarani, 2008), selain itu pada uji perkecambahan zoospora, cairan perasan tersebut secara nyata menurunkan panjang tabung kecambah.

2.3.2 Babadotan (Ageratum conyzoides L.)

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari tumbuhan babadotan adalah: Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub-kelas : Asteridae

(24)

10

Familia : Asteraceae Genus : Ageratum

Spesies : Ageratum conyzoides L.

Babadotan (Ageratum conyzoides L.) merupakan tumbuhan yang diduga berasal dari Mexico dan Amerika Tengah. Babadotan ini merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh dan sering dianggap belukar, banyak ditemukan di ladang, kebun, pekarangan rumah, maupun pinggir jalan. Di Indonesia babadotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang (Sukamto, 2007).

(25)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat Penelitian dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun sirih, daun babadotan, buah cabai yang bergejala, biakan Colletotrichum capsici, aquades, alkohol 70% dan 96%, Etil asetat, N-heksana, media PDA (Potato Dextrose Agar), aquades dan arang aktif.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung erlenmeyer, mikroskop majemuk, pipet mikro, bunsen, alat potong, pinset, autoclave, alumunium foil, plastik tahan panas, kaca preparat, kaca penutup, bor gabus, jarum ose, jarun ent, tabung reaksi, sprayer, plastik, karet gelang, nampan plastik, paralon, penggaris dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

(26)

12

ulangan. Sub percobaan pertama dengan perlakuan terdiri dari kontrol (PDA tanpa perlakuan ekstrak daun sirih), ekstrak daun sirih dengan pelarut aquades, ekstrak daun sirih dengan pelarut alkohol 10% (daun sirih + alkohol 10%), pelarut alkohol 50% (daun sirih + alkohol 50%), pelarut alkohol 90% (daun sirih + alkohol 90%), pelarut etil asetat 10% (daun sirih + etil asetat 10%), pelarut etil asetat 50% (daun sirih + etil asetat 50%), pelarut etil asetat 90% (daun sirih + etil asetat 90%), pelarut n-heksana 10% (daun sirih + n-heksana 10%), pelarut n-heksana 50% (daun sirih + n-heksana 50%),dan pelarutn-heksana 90% (daun sirih + n-heksana 90%). Sub percobaan kedua adalah ekstrak daun babadotan dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak daun sirih. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda (Duncan) pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Isolat Colletotrichum capsici

(27)

Daun sirih dan daun babadotan diperoleh di sekitar lingkungan Raja Basa, Bandar Lampung. Daun sirih sebanyak 100 gram dicuci dengan air bersih dan dikering-anginkan lalu dipotong-potong dan diblender untuk memperoleh bentuk yang lebih halus. Selanjutnya daun yang telah halus dilarutkan menggunakan alat yang dirancang menggunakan paralon (Gambar 2). Penyaringan dilakukan secara bertingkat dengan dilarutkan ekstrak daun sirih dengan pelarut aquades, ekstrak daun sirih dengan pelarut aquades, ekstrak daun sirih dengan pelarut alkohol 10% (daun sirih + alkohol 10%), pelarut alkohol 50% (daun sirih + alkohol 50%), pelarut alkohol 90% (daun sirih + alkohol 90%), pelarut etil asetat 10% (daun sirih + etil asetat 10%), pelarut etil asetat 50% (daun sirih + etil asetat 50%), pelarut etil asetat 90% (daun sirih + etil asetat 90%), pelarut n-heksana 10% (daun sirih + n-heksana 10%), pelarut n-heksana 50% (daun sirih + n-heksana 50%),dan pelarutn-heksana 90% (daun sirih + n-heksana 90%). Ekstrak daun babadotan dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak daun sirih

(28)

14

Gambar 2. Alat yang digunakan untuk mengekstrak daun sirih dan daun babadotan (a: arang aktif)

Salanjutnya masing-masing larutan ektrak daun sirih dan ekstrak daun babadotan dituang dalam nampan plastik dan diuapkan diruangan dalam suhu kamar, sehingga diperoleh fraksi kering ekstrak daun sirih dan fraksi kering ekstrak babadotan kemudian disimpan dalam lemari es untuk pengujian selanjutnya.

3.4.3 Penyiapan Media Tumbuh Jamur Colletotrichum capsici untuk Perlakuan Pengujian

Pembuatan media PDA menggunakan 250 gram kentang yang dipotong kecil-kecil dan direbus di dalam 1250 ml air sambil diaduk. Rebusan kentang disaring dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer ukuran 1 liter yang diberi 20 gr gula dan 20 gr agar. Selanjutnya labu erlenmeyer tersebut disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 Atm selama 20 sampai 30 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, media PDA 1 liter dibagi kedalam 10 labu erlameyer yang berbeda dengan masing-masing 100 ml larutan PDA. Tiap tabung

(29)

ekstrak kering daun sirih dan fraksi ekstrak kering daun babadotan yang akan diuji.

3.4.4 Pengujian Fraksi Ekstrak Daun Sirih dan Daun Babadotan

Pengujian C. capsici dilakukan pada media PDA dalam cawan petri. Untuk perlakuan maka masing-masing fraksi kering ekstrak daun sirih dan fraksi kering ekstrak daun babadotan dicampurkan dalam media PDA dengan konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya biakan murni C. capsici diambil dengan bor gabus yang

berukuran ± 5 mm dan diletakkan pada tengah cawan petri yang berisi media PDA yang sudah diberi perlakuan ekstrak uji.

3.5 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan jamur dilakukan dengan mengukur diameter koloni jamur dan pengamatan sporulasi jamur dilakukan dengan menghitung jumlah spora.

3.5.1 Pengukuran Diameter Koloni Jamur

(30)

16

koloni. Kemudian dari kedua pengukuran tersebut dihitung diameter rata-rata koloni jamur C. capsici seperti ditampikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengukuran diameter koloni jamur C. capsici.

3.5.2 Penghitungan Jumlah Spora

Jumlah spora dihitung dengan metode hitungan mikroskopis langsung menggunakan alat haemocytometer. Untuk menghitung kerapatan spora dilakukan dengan cara mengambil spora yang tumbuh pada setiap cawan petri dalam setiap ulangan. Kemudian dimasukkan ke tabung reaksi ditambah 10 ml aquades steril dan dihomogenkan. Selanjutnya meneteskan suspensi spora sebanyak 1 cc ke kaca objek dengan pipet tetes, sehingga suspensi mengalir ke bawah kaca objek dan mengisi ruang hitung. Penghitungan jumlah spora dilakukan dalam kotak sedang yang masing-masing dilakukan di bawah mikroskop. Jumlah spora dihitung dengan mencari rata-rata jumlah spora dari

diameter terpanjang

(31)
(32)

28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Fraksi ekstrak daun sirih dan daun babadotan mempunyai potensi sebagai fungisida nabati untuk mengendalikan C.capsici penyebab antraknosa buah cabai.

2. Fraksi ekstrak daun sirih yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif jamur C. capsici dan jumlah spora C. capsici yaitu pada fraksi ekstrak n-heksana 50%, n-n-heksana 90%, n-n-heksana 10% dan etil asetat 90%. 3. Fraksi ekstrak daun babadotan yang dapat menghambat pertumbuhan

vegetatif jamur C. capsici yaitu fraksi ekstrak n-heksana 10%, n-heksana 50% dan n-heksana 90%, tetapi ketiganya tidak berpengaruh terhadap jumlah spora.

5.2 Saran

Gambar

Gambar 1.
Gambar  2.  Alat yang digunakan untuk mengekstrak daun sirih dan  daun babadotan (a: arang aktif)
Gambar  3. Pengukuran diameter koloni jamur C. capsici.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.2 Model Hipotesis Teruji Pengaruh Implementasi Total Quality Management (TQM) Terhadap

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah OCR baik review maupun rating terbukti memiliki hubungan terhadap minat pembelian pelanggan dan menjadi salah satu fitur

Akhirnya, kepada Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas usaha ini, semoga pikiran-pikiran yang telah disumbai^kan ini dapat

Hal ini disebabkan karena penerapan strategi pemecahan masalah sistematis sangat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran karena penerapan ini lebih banyak

‘Have you ever woken up,’ said the Doctor, ‘and looked out of the window at the world, and thought, today anything could happen, today I could be anyone, today everything

The aims of this study are to find out the portrayals of the characters and the biblical values conveyed through the five people that Eddie meets in heaven in Mitch Albom’s The

Langgam Bauhaus, di Dessau menjadi semakin fungsional dengan penekanan yang lebih besar pada memperlihatkan kecantikan dan ketepatan material- material dasar

proses pembuatan kacang atom titik kendali kritis (TKK) yang ditetapkan oleh PT. Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Coated Peanuts Pati adalah pada proses:. 1.