• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA Kesiapan Birokrasi Dalam Menerapkan Kebijakan Sistem Kredit Karakter Mahasiswa Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA Kesiapan Birokrasi Dalam Menerapkan Kebijakan Sistem Kredit Karakter Mahasiswa Di Universitas Muhammadiyah Surakarta."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah Publikasi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh:

PAKSI HIDAYATULLOH F 100 104 017

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN

SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Yang diajukan oleh : PAKSI HIDAYATULLOH

F 100 104 017

Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh : Pembimbing

(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN Bismillahirrahmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Paksi Hidayatulloh

NIM : F100 104 017

Fakultas/Jurusan : Psikologi/ Psikologi Universitas : Muhammadiyah Surakarta

Judul : KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN

KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Menyatakan bahwa naskah publikasi ini adalah karya saya sendiri dan bukan naskah publikasi dari jasa pembuatan naskah publikasi. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia menerima sanksi apabila melakukan plagiat dalam menyusun skripsi ini.

(5)

ABSTRAK

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA

DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Paksi Hidayatulloh Yayah Khisbiyah

Paksi.disini@gmail.com

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan dan dinamika birokrasi dalam perspektif psikologi sosial/politik/organisasi pada pimpinan universitas dan pimpinan fakultas dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan narasumber pimpinan rektorat yaitu Wakil Rektor 1 dan Kabagmawa, Pimpinan Fakultas Psikologi yaitu Dekan dan Wakil Dekan 3 serta Fakultas Ilmu Kesehatan yaitu Wakil Dekan 3, Ketua Program Studi Keperawatan dan Kesejahteraan Masyarakat. Pengambilan sampel fakultas diawali dengan komunikasi dengan organisasi mahasiswa di sejumlah fakultas Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam pengambilan keputusan secara institusi, elemen kebijakan mempunyai peran yang signifikan dalam merancang kurikulum pendidikan. Sinergisitas antara pemegang kebijakan, lingkungan kebijakan dan sistem kebijakan merupakan unsur yang menguatkan dan dikuatkan satu sama lainnya. Kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa menjadi alternatif kebijakan dalam meningkatkan kemampuan soft skills peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa fragmentasi pengambil kebijakan dalam dinamika organisasi harus segera diselesaikan karena telah terjadi disharmoni dalam implementasi kebijakan. Selain itu ditemukan adanya kontribusi positif dalam aktifitas kemahasiswaan ketika sistem kredit karakter mahasiswa diimplementasikan.

(6)

ABSTRACTION

THE READINESS OF THE BUREAUCRACY IN IMPLEMENTING

POLICY FOR STUDENT CHARACTER CREDIT SYSTEM AT MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA

Paksi Hidayatulloh Yayah Khisbiyah

Paksi.disini@gmail.com

The Faculty of Psychology of The Muhammadiyah University of Surakarta This research aims to know the readiness and the dynamics of the bureaucracy from the perspective of social/political/organizational psychology in the ways the university and the faculty leadership implementing the policy for student characters credit system in Muhammadiyah University at Surakarta. This research uses qualitative methodology to interview the university leadership namely Vice Rector of 1 and Head of Student Body, Faculty of Psychology leadership, namely the Dean and Vice Dean 3, and Health Science Faculty leadership namely Vice Dean 3, Head of Nursing and Community Health Study Program . Data gathering begins with communication with various students organizations in several faculty of the University of Muhammadiyah Surakarta. In institutional decision making, policy making and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g. among policy holders, policy environment and policy system would strengthen and empower each other. The policy for student character credit system becomes an alternative policy to improve the ability of soft skills for students. The results show that fragmentation between policy makers within the dynamics of the organization must be solved as it has created disharmony in policy implementation. In addition, the results also show the positive contribution in student organizational activities when the credit system characters students being implemented.

(7)

I. Pendahuluan

Kompetensi pendidik yang termasuk soft skills mencakup kompetensi kepribadian dan sosial. Kompetensi kepribadian disebut dengan intrapersonal skills sedangkan kompetensi sosial disebut interpersonal skills. Berthal (dalam Muqowim, 2012) mendefinisikan soft skills sebagai perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia seperti membangun tim, pembuatan keputusan, inisiatif dan komunikasi. Neff & Citrin (dalam Muqowim, 2012) mengatakan bahwa yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan yang berhubungan dengan orang lain (people skills). Soft skills tidak termasuk kemampuan teknis melainkan non-teknis, ketrampilan yang

dapat melengkapi kemampuan akademik, dan kemampuan ini harus dimiliki oleh setiap orang, apapun profesi yang ditekuni.

Proses mendidik tidak hanya berlangsung di kelas, berbeda dengan mengajar yang pada umumnya hanya di kelas. Mendidik adalah proses transfer nilai (transfer of values), sedangkan mengajar merupakan proses transfer pengetahuan (transfer of

knowledge). Direktorat Akademik Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional

(2008) mengatakan: Keberhasilan pendidik 80% ditentukan oleh soft skills

“kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial”, dan hanya 20% hard skills

“kompetensi pedagogik dan professional”. Hasil penelitian dari Harvard University

Amerika Serikat tentang dunia pendidikan di Indonesia (dalam Muqowim, 2012) pendidikan di Indonesia memberikan kontribusi soft skills hanya 20% dan yang 80% bersifat hard skills. Ketidakseimbangan ini harus segera diatasi dengan melakukan perubahan regulasi jangka panjang yang didasarkan pada analisa pendidikan.

(8)

diperoleh kesimpulan bahwa Indeks Prestasi (IP) hanya menempati urutan nomor 17 dari 20 kualitas skills yang perlu dimiliki mahasiswa.

Hasil Survei NACE USA Mengenai Soft Skills di Dunia Kerja

Sumber Putra dan Pratiwi 2005

(9)

yang berkecimpung dalam kepengurusan organisasi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sebagai hasil kesepakatan bersama antara pimpinan universitas dan pimpinan fakultas dalam menyikapi realita yang ada, lahirlah buku Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa (SKKM) tahun 2012 sebagai kerangka acuan dalam proses pembentukan karakter mahasiswa. Kebijakan ini dibuat sebagai sarana dalam menyeimbangkan peranan soft skills dan hard skills, yang pada intinya sebagai syarat mendapatkan gelar kesarjanaan mahasiswa tidak hanya dituntut dengan IPK yang tinggi (bersifat akademik) namun juga wajib menyerahkan sertifikat keikutsertaan dalam organisasi/kegiatan/seminar/kejuaraan, dsb (bersifat non akademik) sebagai kelengkapan pemenuhan kredit point. Dalam pelaksanaan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa dibutuhkan sinergisitas antara stake-holders universitas dan fakultas.

Mencermati keputusan yang dibuat seorang pemimpin ada beberapa aspek individual dalam menjelaskan perilaku. Lewin (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) berpendapat bahwa untuk memahami perilaku perlu memahami kepribadian seseorang dan menekankan interaksi antara seseorang dengan situasi tertentu. Fred Greenstein (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) meninjau bahwa, meskipun kepribadian sering kali tidak begitu berpengaruh dalam pengambilan kebijakan namun terjadi pada dampak pribadi (aktor politik): pertama, meningkat hingga sejauh mana lingkungannya memungkinkan restrukturisasi; kedua, bervariasi sejalan dengan lokasi/situasi aktor politik tersebut di lingkungannya; dan ketiga, ketika individu-individu memiliki sumber kekuasaan pribadi dikarenakan posisi mereka dalam sistem politiknya (jabatan) sehingga dapat memengaruhi proses kebijakan.

(10)

kemajuan sebuah kelompok, Karft & Furlong (dalam Hamdi, 2014) mengataka penetapan kebijakan (policy legitimation) merupakan mobilisasi dari dukungan politik dan penegasan kebijakan secara formal termasuk justifikasi untuk tindakan kebijakan. Dalam hal ini terdapat dua makna dari penetapan kebijakan. Pertama, penetapan kebijakan merupakan proses yang dilakukan pengambil kebijakan untuk melaksanakan suatu pola tindakan tertentu atau sebaliknya, untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Kedua, penetapan kebijakan berkaitan dengan pencapaian konsensus dalam pemilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Tahap ini juga berkenaan dengan legitimasi dari alternatif yang dipilih, yakni berupa suatu rancangan tindakan-tindakan yang ditetapkan menjadi peraturan baru yang dilaksanakan.

Fromm (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) mengeksplorasi interaksi-interaksi antara orang-orang dalam masyarakat dan berpendapat bahwa perubahan dalam masyarakat dapat menghasilkan kebebasan dari pengekangan sehingga masyarakat humanis dapat mengejar suatu kebebasan positif yang didalamnya orang-orang memperlakukan satu sama lain dengan menyertakan rasa hormat dan rasa cinta atau mereka dapat melepaskan kebebasan dan menerima sistem politik dan sistem sosial yang totaliter dan otoriter. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan sebuah karakteristik kepribadian yang selama ini telah dipelajari secara luas dan dikaitkan dengan jenis-jenis perilaku dan gaya-gaya interaksi yang spesifik dengan orang lain Winter dkk (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012). Secara khusus seseorang akan menduga para pemimpin yang memiliki kebutuhan psikologis akan kekuasaan yang semakin tinggi akan semakin dominan dan asertif pada gaya kepemimpinan mereka saat menjabat dan menuntut kontrol yang lebih besar atas bawahannya dan keputusan-keputusan kebijakan.

(11)

Barber dkk, (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012). Pengalaman masa lalu menyediakan para pemimpin suatu pendirian tentang tindakan apa yang akan efektif dan tidak efektif dalam situasi-situasi politik yang spesifik, serta manakah petujuk dari lingkungannya yang seharusnya diperhatikan dan mana yang tidak relevan. Dilihat dari pengalaman masa lalu pemimpin dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam capaian pekerjaan tertentu. Keputusan politik dapat dibuat untuk menanggapi isu-isu yang dipersepsikan oleh para pemimpin sehingga setiap pengambilan keputusan memiliki cara yang berbeda dan pola perilaku yang berbeda tergantung pada dinamika yang terjadi di lingkungan kebijakan.

Thomas R. Dye (dalam Dunn, 2003) mengatakan suatu sistem kebijakan dibuat mencakup hubungan timbal balik diantaranya tiga unsur yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Definisi dari masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakeholders) yang khusus yaitu para individu atau kelompok yang mempunyai andil dalam kebijakan, misalnya warga masyarakat, pemimpin terpilih dan para analis kebijakan yang berkenaan dengan lingkungan kebijakan. Lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling isu kebijakan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Sistem kebijakan berisi proses dialektis yang bersifat subjektif dan objetif dari pembuat kebijakan, sistem kebijakan merupakan realiatas objektif yang dimanifestasikan kepada tindakan-tindakan yang teramati yang bersifat konsekuensi; para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.

(12)

terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (top-down) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok dengan

pendekatan top-down melihat perancangan sebagai aktor sentral dalam implementasi kebijakan dan memusatkan perhatiannya dalam faktor-faktor yang dapat dimanipulasi pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat makro. Pada lain sisi, kelompok bottom up menekankan pada kelompok-kelompok sasaran dan para penyedia layanan.

Pemberian tekanan pada kelompok bottom-up didasarkan pada pemikiran bahwa kebijakan senyatanya dibuat pada tingkat lokal dan berfokus pada variabel mikro.

(13)

II. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, Kesiapan birokrasi dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam memilih responden mengunakan teknik purposive sampling. Tahap penentian responden diakukan berdasarkan berdasarkan Kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Cara yang diakukan adalah dengan bertanya kepada mahasiswa organisasi yang ada di beberapa fakultas dan organisasi yang ada Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jumlah responden yang menjadi narasumber yaitu pengambil kebijakan di Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Kesehatan serta pengambil kebijakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

III. Metode Analisis Data

(14)

sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

IV. Hasil dan pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dari wawancara dan observasi dari 7 informan dapat dilakukan pengkatagorisasian terhadap kesiapan birokrasi dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai berikut:

1. Keberhasilan Mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pendapat responden tentang keberhasilan mahasiswa di Perguruan Tinggi hampir sama, (OSP) berpendapat bahwa keberhasilan mahasiswa dimaknai beraklak mulia, religius dan memiliki kemampuan untuk bermasyarakat, dengan ini (TK) berpendapat keberhasilan mahasiswa yaitu mampu mengintegrasikan tiga bagian yaitu sisi keilmuan, sisi kemampuan riset, implementasi bersama masyarakat. Dari hal ini (S) bersepakat bahwa keberhasilan mahasiswa adalah menguasai sesuai program studi yang dia ambil, apa yang sering disebut dengan soft skills yaa atau life skills yang bersifat kepribadian dan mempunyai akhlak atau karakter yang baik. Dan (MD) menambahkan mahasiswa yang berdaya saing, kompetitif dan tangguh.

2. Soft skills dan hard skills di Perguruan Tinggi

(15)

menyatakan bahwa sebetulnya untuk hal non akademik itupun menjadi suatu penentu juga untuk suatu keberhasilan, mahasiswa kesehatan masyarakat dituntut bagaimana pendekatan kemasyarakat, terampil, pandai berkomunikasi, mampu mengorganisasi masyarakat, mandiri dan seterusnya. Dan (MD) berpendapat bahwa dalam koridor akademik paling mudah itu adalah bagaimana aktifitas pengembangan diri mahasiswa itu masuk dalam kurikulum dan idealnya aspek pengembangan diri itu melekat pada masing-masing mata kuliah.

3. Pemberian kredit poin dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam aktifitas non-akademik

Dalam pernyataan ini (DA) menyatakan bahwa mahasiswa dituntut untuk memenuhi kredit karakter dengan berperan aktif di luar pembelajaran kelas sehingga mahasiswa terpacu dalam meningkatkan potensinya yang dimiliki melalui keaktifannya dalam sebuah kepanitiaan, keorganisasian dan kegiatan kemasyarakatan. Dalam buku Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa (dalam Anonim, 2012) menyatakan tata laksana penilaian karakter mahasiswa yang terdiri dari: Pertama, penetapan domain karakter yang dinilai. Kedua, penetapan satuan angka SKKM. Ketiga, prosedur pelaksanaan dan pihak terkait. Keempat, metode sosialisasi SKKM.

Dalam wawancara dengan (S) menyatakan bahwa harapakan kami dengan diterapkan soft skills atau life skills ini dalam tanda petik agak di post agak dipaksa supaya

mahasiswa dipaksa untuk mengembangkan diri dalam bentuk terlibat di dalam organisasi, atau panitiaan dan lain sebagainya baik internal kampus atau ekternal kampus. Jadi tidak hanya di dalam kampus saja.

4. Perumusan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

(16)

proses yang dilakukan pengambil kebijakan untuk melaksanakan suatu pola tindakan tertentu atau sebaliknya, untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Kedua, penetapan kebijakan berkaitan dengan pencapaian konsensus dalam pemilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Tahap ini juga berkenaan dengan legitimasi dari alternatif-alternatif yang dipilih, yakni berupa suatu rancangan tindakan-tindakan yang ditetapkan menjadi peraturan baru yang dilaksanakan. (MD) berpendapat bahwa perumusan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa berorientasi pada KKNI mulai dari pembuatan penyusunan kurikulum baru, struktur kurikulum sampai implementasinya yang diarahkan pada capaian dimana di setiap mata kuliah ada aktifitas pengembangan diri dan pemberian nilai/kredit dalam setiap SKSnya.

5. Pendekatan top down dan bottom up dalam implementasi kebijakan

(17)

6. Implementasi kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

Dalam wawancara ditemukan pernyataan dari (S) kalau dari versi di WR 1 itu adalah SKS tetapi SKS itu tentu menurut konsep kami itu ada kredit poin yang harus dicapai misalkan disetarakan SKSnya 2 misalnya kredit poin maksimal itu berapa? Levine & Moreland (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) berpendapat bahwa setiap kelompok atau organisasi dapat dipastikan memiliki sebuah struktur dan struktur cenderung berkembang dengan cepat dan berubah dengan lambat dalam kebanyakan kelompok. Dan (DA) menyatakan bahwa kita terapkan untuk persyaratan, persyaratan pengambilan. persyaratan pendadaran. Jadi bisa ujian skripsi kalau minimal dia punya poin 20 poin gitu, sampai sekarang karena SKKM belum diterapkan di fakultas terutama fakultas ilmu kesehatan kan belum, kami masih memakai model kami. Dari (OSP) menyatakan bahwa ini rencana kami, dulu kita sudah sosialisasikan ke mahasiswa tentang pemberlakuan SKKM itu, ditahun ini kita nanti akan koordinasi dengan koordinator skripsi untuk sebagai salah satu syarat maju ujian skripsi bagi mahasiswa kami itu dengan memulai SKKM ini.

7. Hambatan dan tantangan dalam penerapan kebijakan

Munculnya permasalahan dalam penerapan kebijakan sitem kredit karakter mahasiswa disebabkan oleh bermacam faktor. Ada yang terkendala dengan skripsi belum selesai, sehingga belum tersosialisasi, pendapat (OSP). Pendapat lain dari (S) yang menyatakan tidak semua mahasiswa memiliki kesadaran untuk mengembangkan soft skills. Dan pendapat lain dari (DA) yang menyatakan hanya mahasiswa yang bener-bener pasif yang kesulitan untuk memenuhi dan mendapatkan poin standar, dalam hal ini mahasiswa hanya kuliah lalu pulang artinya dia tidak mau tahu dengan kegiatan organisasi di kampus atau di luar kampus.

8. Solusi yang diberikan atas permasalahan yang muncul

(18)

memberikan penekanan pada keterkaitan yang sering kali tidak sempurna antara kebijakan yang ditetapkan dengan pelayanan yang nyata dilakukan. Dalam hal ini (TK) berpendapat hanya saja implementasinya perlu di elek-projekkan, karena program-program kebijakan-kebijakan baru di UMS sangat banyak dan kalau itu fokusnya ada dibidang intern bidang satu serta klause mekernya sekarang ada dibidang tiga universitas, kalau itu ambil klausenya gak bisa menerapkan ya kita kan kerepotan. Pendapat secara teknis atas kekurangan poin disampaikan oleh (OSP) yang menyatakan sebenarnya mahasiswa bisa koordinasi dengan progdi karena progdi mempunyai rencana penguatan program studi sehingga banyak sekali kegiatan yang bisa memfasilitasi mahasiswa baik itu berupa work shop, kuliah pakar, pertemuan ilmiah, pengabdian masyarakat, penelitian. Atau mereka juga bisa koordinasi dengan dosen untuk mengikuti pengabdian dosen, menjadi asisten peneliti, dan diberlakukannya surat keterangan pendamping ijazah dari progdi.

V. Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan mengenai kesiapan birokrasi dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai berikut:

1. Keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi

(19)

dan implementasi dalam bermasyarakat serta mempunyai kepribadian yang matang kompetitif dan tangguh.

2. Pengambilan Keputusan

Penetapan kebijakan mempunyai peran dalam kemajuan sebuah institusi pendidikan. Proses implementasi kebijakan dalam struktur organisasi mempunyai dua pola, yaitu pendekatan top down (perencanaan sebagai aktor sentral dan variabel bersifat makro) dan pendekatan bottom up (pemikiran kebijakan senyatanya dibuat pada tingkat lokal dan berfokus pada variabel mikro). Dalam implementasi kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa dibutuhkan keselarasan diantara tiga elemen kebijakan yaitu, pertama pemegang kebijakan yaitu pimpinan rektorat, pimpinan fakultas dan pimpinan program studi. Kedua, Sistem kebijakan yaitu regulasi sistem kredit karakter mahasiswa. Ketiga, Lingkungan kebijakan yaitu dosen, karyawan dan mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam perumusan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa menggunakan pendekatan bottom up dengan kebijakan yang diusulkan dari program studi dan fakultas saat rapat perumusan bersama pimpinan fakultas se-universitas dan pimpinan rektorat.

3. Kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

(20)

memenuhi kredit karakter dengan berperan aktif di luar pembelajaran kelas sehingga mahasiswa terpacu untuk meningkatkan potensi yang dimiliki melalui keaktifannya dalam kepanitiaan, keorganisasian, dan kegiatan kemasyarakatan.

VI. Saran

1. Bagi peneliti / pribadi

Memberikan pemahaman baru bagi peneliti dalam memahami dinamika birokrasi dan penerapan kebijakan baru ditingkatan pengambil kebijakan universitas, fakultas dan progdi mulai dari mekanisme perumusan kebijakan, struktur dan alur kebijakan, sosialisasi kebijakan, implementasi kebijakan dan metode monitoring kebijakan ditinjau dari perspektif psikologi sosial/politik/organisasi.

2. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain yang berminat meneliti tentang penerapan kebijakan publik di perguruan tinggi dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai tambahan informasi dengan mempertimbangkan hal-hal lain yang belum terungkap dalam penelitian ini seperti respon mahasiswa dan espek ekonomi dalam pembiayaan kebijakan.

3. Pemegang kebijakan

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. Z. (2012). Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika. Albrow, M. (1989). Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Ancok, D. (2012). Psikologi Kepemimpinan & Inovasi. Jakarta: Erlangga.

Anonim. (2012). Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa. Universitas Muhammadiyah surakarta.

Anonim. (2003). Undang - Undang Nomer 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Blau, P. M., & Marshall, W. M. (2000). Birokrasi Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Cottam, M. L., Beth, D.-U., Elena, M., & Thomas, P. (2012). Pengantar Psikologi Politik. Depok: Rajagrafindo.

Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Elfindri, Jemmy, R., Muhammad, B. W., Poltak, T., Fitri, Y., Zein, E. E., et al. (2011). Soft Skills untuk Pendidik. Badouse Nedia.

Elmes, D. G., Barry, H. K., & Hendry, L. R. (2014). Metodologi Penelitian dalam Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Fattah, N. (2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Graham, H. (2005). Psikologi Humanistik Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamdi, M. (2014). Kebijakan Publik Proses, Analisis dan Partisipasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu - Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

(22)

Misiak, H., & Staudt, V. S. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik Suatu Survai Historis. Bandung: Refika Aditama.

Muqowim. (2012). Pengembangan Soft Skills Guru. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Mustafa, D. (2013). Birokrasi Pemerintahan. Bandung: Alfabeta.

Nashori, F., & dkk. (2009). Psikologi Kepemimpinan. Yogyakarta: Pustaka Fahima. Putra, N., & Hendarman. (2012). Metodologi Penelitian Kebijakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rivai, V., Bachtiar, & Boy, R. A. (2013). Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Organisasi . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subarsono, A. (2012). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tahir, A. (2014). Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika masyarakat melihat adanya bencana banjir maka segera melapor ke Call Center Badan SAR Nasional 115 atau ke nomor telepon Kantor SAR dan Pos SAR yang

dengan jenis simple random sampling. Dikatakan simple atau sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

The purpose of the research was to determine effect of Discovery Learning on student’s logical thinking skills of grade X MIA SMA Muhammadiyah 1 Surakarta

Novian (2009) dalam penelitiannya yang membahas tentang Analisis Proses Keputusan Pembelian dan Kepuasan Konsumen Terhadap Mid East Cafe Lounge And Sisha Bogor

In Section B, candidates answer comprehension questions on a passage of Latin prose and give four English words which derive from given Latin words.. 160 marks weighted at 50% of

Perancangan Sistem kepegawaian berbasis komputer ini diharapkan mampu menjawab permasalahan yang ada mengenai sistem kepegawaian yang terkomputerisasi sehingga akan

Tujuan utama pembangunan ketahanan pangan adalah meningkatkan kapasitas domestik untuk ketersediaan pangan yang cukup dan dapat diakses oleh masyarakat untuk memenuhi

Kondisi ini ditambah dengan pengembangan jasa kontraktor yang menurun akibat dampak ekonomi global, dan indikasi kapasitas yang lebih rendah dan daya saing jasa