• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGALAMAN TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGALAMAN TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8 E. Teori Agency

(2)

Jadi, teori keagenan untuk membantu auditor sebagai pihak ketiga untuk memahami konflik kepentingan yang dapat muncul antara principal dan agen. Principal selaku investor bekerjasama dan menandatangani kontrak kerja dengan agen atau manajemen perusahaan untuk menginvestasikan keuangan mereka. Dengan adanya auditor yang independen diharapkan tidak terjadi kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Sekaligus dapat mengevaluasi kinerja agen sehingga akan menghasilkan sistem informasi yang relevan yang berguna bagi investor, kreditor dalam mengambil keputusan rasional untuk investasi.

F. Kualitas Audit

Istilah kualitas audit mempunyai arti dan definisi yang berbeda-beda bagi setiap orang. Pengguna laporan keuangan mendefinisikan bahwa kualitas audit adalah ketika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material (no material misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan. Auditor sendiri memandang kualitas audit adalah mereka yang bekerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis audit dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan audit dan mampu menjaga nama baik dari kerusakan reputasi auditor

(3)

pendidikan profesionalnya, 2) Mempertahankan Independensi dalam sikap mental, 3) Dalam melaksanakan pekerjaan audit, menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, 4) Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan baik, 5) Memahami struktur pengendalian intern klien dengan baik, 6) Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten, 7) Membuat laporan audit yang sesuai dengan kondisi klien atau sesuai dengan hasil temuan.

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2001) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :

1. Tanggungjawab profesi

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atau profesionalisme.

3. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin

4. Objektivitas

(4)

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi danketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8. Standar teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesionalyang relevan.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP, 2001):

1. Standar Umum

(5)

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya

b. Pemahaman yang memadai atas strukturp engendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatkaan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Standar Pelayanan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

(6)

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi

Berdasarkan uraian tersebut diatas, audit memiliki fungsi sebagai proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutam apara pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselerasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik.

G. Kompetensi

Lee dan Stone (1995) dalam Siti (2010), mendefinisikan kompetensi sebagai suatu keahlian yang cukup secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara obyektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus dan Dreyfus (dalam saifudin 2004), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “pengetahuan sesuatu” ke “mengetahui bagaimana”,

(7)

tertentu kepada suatu pertanyaan yang bersifat intuitif. Lebih spesifik lagi Dreyfus dan Dreyfus (1986) membedakan proses pemerolehan keahlian menjadi 5 tahap.

Tahap pertama disebut Novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap kenyataan dan membuat pendapat hanya berdasarkan aturan-aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus dari perguruan tinggi.

Tahap kedua disebut advanced beginner. Pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit, namun demikian, auditor pada tahap ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.

Tahap ketiga disebut Competence. Pada tahap ini auditor harus mempunyai cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan prosedur aturan audit.

Tahap keempat disebut Profiency. Pada tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung tergantung pada pengalaman yang lalu. Disini instuisi mulai digunakan dan pada akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh analisis yang substansial.

(8)

menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahap ini sangat rasional dan mereka bergantung pada instuisinya bukan pada peraturan-peraturan yang ada.

H. Independensi

Halim (2008:50) menyatakan ada tiga aspek independensi, yaitu: 1) independence infact (independensi senyatanya), 2) independence in appearance (independensi dalam penampilan), 3) independence in competence (independensi dari keahlian atau kompetensinya). Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2005) dalam (Widya,dkk 2014).

(9)

secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut. 2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya. 3. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.

I. Profesionalisme

Menurut Yendrawati (2008:76) dalam (Afif, 2013) profesionalisme adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk mengukur tingkat profesionalisme bukan hanya dibutuhkan suatu indikator yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan profesional. Tetapi juga dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti bagaimana seseorang berperilaku dalam menjalankan tugasnya. Sehingga ada sebuah gambaran yang menyebutkan bahwa perilaku profesional adalah cerminan sikap profesionalisme.

(10)

Sedangkan menurut Wahyudi (2006: 5), seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain : a) prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAPI yaitu standar ideal dari perilakue tis yang telah ditetapkan oleh IAPI seperti dalam terminologi filosofi, b) peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan, c) interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memehaminya, dan d) ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

J. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

(11)

K. Pengalaman

Tubbs (1992) dalam Achmat (2011) menyatakan auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan antara lain : (1) mereka lebih banyak mengetahui kesalahan, (2) mereka lebih akurat mengetahui kesalahan, (3) mereka tahu kesalahan tidak khas, (4) pada umumnya hal – hal yang berkaitan dengan faktor – faktor kesalahan (ketika kesalahan terjadi dan tujuan pengendalian internal dilanggar) menjadi lebih menonjol. Pengalaman merupakan atribut penting auditor, (Meidawati, 2001) dalam Achmat (2011) membuktikan bahwa auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak melakukan kesalahan disbanding dengan auditor yang sudah berpengalaman.

(12)

L. PENELITIAN TERDAHULU

Achmat Badjuri (2011) Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah. Penelitian ini telah membuktikan bahwa independensi dan akuntabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin auditor mampu menjaga independensinya dalam menjalankan penugasan profesionalnya maka kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat. Semakin auditor menyadari akan tanggungjawab profesionalnya maka kualitas audit akan terjamin dan terhindar dari tindakan manipulasi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengalaman dan due profesional care tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin auditor berpengalaman dalam melakukan audit ternyata belum tentu dapat meningkatkan kualitas hasil audit. Semakin auditor mahir/ahli/kompeten dalam melakukan audit ternyata belum tentu mendorong meningkatnya kualitas audit.

(13)

waktu, dan etika menunjukan hasil signifikan, yaitu kompetensi, independensi, tekanan waktu, dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

Indayani, Sujana dan Sulindawati (2015). Pengaruh Gender, Tingkat Pendidikan Formal, Pengalaman Kerja Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Inspektorat Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng). Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh gender, tingkat pendidikan formal auditor, pengalaman kerja auditor, dan peran internal audit terhadap kualitas audit, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gender terhadap kualitas audit. (2) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan formal auditor terhadap kualitas audit. (3) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja auditor terhadap kualitas audit.

M. PENGEMBANGAN HIPOTESIS

1. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit.

(14)

auditor, maka akan semakin luas juga pengetahuan yang dimiliki oleh auditor. Selain itu penglaaman yang banyak akan membuat auditor lebih mudah dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi dalam melakukan audit.

Menurut Halim (2009) dalam Kurnia, Khosiyah dan Sofie (2014) menyatakan standar pertama menuntut kompetensi teknis seorang auditor yang melaksanakan audit. Kompetensi ini ditentukan oleh tiga faktor yaitu: 1) pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk ujian profesi auditor, 2) pelatihan yang bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing, 3) pendidikan profesional yang berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.

Muliani dan Rangga (2010) dalam Kurnia, Khosiyah dan Sofie (2014) mengatakan bahwa seseorang jika melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus, maka akan menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan dia telah benar-benar memahami teknik atau cara menyelesaikannya, serta telah banyak mengalami berbagai hambatan-hambatan atau kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya tersebut, sehingga dapat lebih cermat dan berhati-hati menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Terdapat pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit. 2. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit.

(15)

pihak-pihak yang berkepentingan dalam memberikan pendapat. Independensi auditor merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Adapun tingkat independensi merupakan faktor yang menentukan dari kualitas audit, hal ini dapat dipahami karena jika auditor benar-benar independen maka akan tidak terpengaruh oleh kliennya. Auditor akan dengan leluasa melakukan tugas-tugas auditnya. Namun jika tidak memiliki independensi terutama jika mendapat tekanan-tekanan dari pihak klien maka kualitas audit yang dihasilkannya juga tidak maksimal (Elfarini, 2007) dalam Kurnia, Komsiyah dan Sofie, (2014)

Penelitian Mayangsari (2003) dalam Badjuri (2011) menyimpulkan dari hasil penelitan ANOVA Post Hoc (Uji Benferroni) menunjukkan dengan jelas yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah faktor independensi. Auditor yang independen memberikan pendapat yang lebih tepat dibanding auditor yang tidak independen. Dalam penelitian tersebut, pendapat auditor yang independen dapat lebih dipercaya oleh pemakai laporan keuangan di banding yang tidak independen sehingga dapat mempengaruhi kualitas audit itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Terdapat pengaruh independensi terhadap kualitas audit. 3. Pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit.

(16)

profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk mengukur tingkat profesionalisme bukan hanya dibutuhkan suatu indikator yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan profesional. Tetapi juga dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti bagaimana seseorang berperilaku dalam menjalankan tugasnya. Sehingga ada sebuah gambaran yang menyebutkan bahwa perilaku profesional adalah cerminan sikap profesionalisme.

Alasan diberlakukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan perorangan. Bagi seorang auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas auditnya. Jika pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor, kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif akan berkurang. (Kusuma, 2012)

(17)

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Terdapat pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit. 4. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas audit

Faktor sumber daya manusia instansi pemerintahan khususnya di Inspektorat merupakan salah satu hal penting yang akan menunjang kualitas audit yang berkualitas. Faktor sumber daya manusia yang mempengaruhi kualitas audit seorang auditor adalah tingkat pendidikan formal auditor. Tingkat pendidikan merupakan adalah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kompetensi seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya. Dengan memiliki pendidikan yang baik dapat meningkatkan sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil audit.

Pencapaian pendidikan pada auditor dapat meningkatkan kualitas dari audit pemerintahan, serta pencapaian pendidikan menjamin kualitas tenaga kerja. Dengan memiliki pendidikan yang baik dapat meningkatkan sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil audit. Cheng et al. (2009) dalam Pebryanto (2013) menyarankan bahwa capaian pendidikan pada auditor dapat meningkatkan kualitas dari audit pemerintahan, serta pencapaian pendidikan menjamin kualitas tenaga kerja.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

(18)

5. Pengaruh pengalaman terhadap kualitas audit.

Pengalaman kerja erat kaitannya dengan lama masa kerja dan banyaknya pemeriksaan yang dilakukan auditor. Semakin lama masa kerja sebagai auditor maka akan mempengaruhi dalam profesionalitasnya. Pengalaman merupakan salah satu sumber peningkatan keahlian auditor yang dapat berasal dari pengalaman-pengalaman dalam bidang audit dan akuntansi. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui proses yang bertahap, contohnya: pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan, pelatihan ataupun kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan keahlian auditor. Selain itu, pengalaman juga mempunyai arti penting dalam upaya perkembangan tingkah laku dan sikap seorang auditor. Pengalaman yang diperoleh auditor menunjukkan dampak bagi penambahan tingkah laku yang dapat diwujudkan melalui keahlian yang dimiliki untuk lebih mempunyai kecakapan yang matang. Pengalaman-pengalaman yang didapat auditor, memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki oleh auditor melalui proses yang dapat dipelajari. (Indayani, Sujana dan Sulindawati, 2015)

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya kapasitas dan

Hasil penelitian ini jika dibandingkan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan yang memiliki persepsi body image tidak sesuai dengan status gizinya (menganggap dirinya lebih

Kemandirian ditunjukan dengan kemampuan membuat keputusan dalam perencanaan aktivitas, kemampuan melawan stigma mengenai lansia yang identik dengan ketidakberdayaan,

“Bagaimanakah kinetika laju pertumbuhan dan hasil isolasi DNA genomik konsorsium bakteri dari perairan hydrothermal vent Kawio menggunakan medium campuran 25% BHMS +

Peningkatan kebutuhan daging sapi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sapi siap potong dari dalam negeri.. Populasi sapi lokal hanya mampu memasok 2,3

Penelitian ini membahas tentang salah satu langkah yang dapat diambil dalam mewujudkan tujuan dan harapan dibentuknya program MEA dan mengatasi masalah usaha- usaha

Selain itu, evolusi waktu terhadap persamaan GL dalam upaya memahami keadaan transien dan evolusi sistem menuju kesetimbangan dikenal dengan persamaan

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa kepala keluarga dari rumah tangga kelompok masyarakat pemanfaat dominan berada pada usia produktif (20- 55 tahun), dengan