• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NURLELI SIHOTANG

NIM : 060200132

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

(2)

Skripsi

PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH

KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN

HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

(Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

Di setujui oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Armansyah, S.H, M.Hum Yusrin Nazief, S.H, M.Hum

NIP.195810071986011002 NIP.197506122002121002

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis ucapakan kehadirat Tuhan nstiYang Maha Esa karena berkat, kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skiripsi yang berjudul ”Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)”.

Skiripsi ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1.Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2.Bapak Armansyah, S.H., M.Hum, selaku ketua jurusan Departemen Hukum Tata Negara sekaligus sebagai dosen pembimbing I penulis (terima kasih banyak buat semua ilmu dan juga bimbingan yang Bapak berikan kepada penulis).

3.Bapak Yusrin Nazief, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing II penulis (terima kasih banyak buat masukan serta referensinya).

4.Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum, selaku dosen wali selama penulis menimba ilmu di Fakultas Hukum USU.

(4)

merupakan dosen favorit penulis selama kuliah yang memberi inspirasi bagi penulis untuk melaksanakan setiap tugas-tugas dengan baik.

6.Skipsi ini penulis persembahkan khusus untuk seorang Sahabat Sejati yang selalu menguatkan, menopang, menghibur serta hadir di setiap langkah hidup penulis, biarlah apa yang penulis kerjakan melalui skripsi ini menyenangkan hati-Nya.

7.Teristimewa buat orang tuaku Terkasih Ayahanda Ramli Sihotang dan Ibunda Martelana Sibayang, terima kasih buat kasih sayang, didikan, nasehat, kesabaran yang diberikan kepada penulis juga buat pengorbanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan moral dan materil penulis. Penulis sadar tidak mungkin bisa membalas semua yang telah mereka berikan buat penulis.

8.Buat saudara-saudaraku terkasih kakakku Eva Wanty Sihotang, SKG, adikku Santa Elisabet Sihotang dan Advent Sihotang serta abangku Sohpin Sihotang, terima kasih kalian telah hadir dalam hidupku dan buat dukungannya selama penulis mengerjakan tugas akhir ini.

9.Keluarga besar Sihotang dan Sebayang buat Bapak Tua dan Inang Tua serta Bou dan Amang boru serta Tulang dan Nantulang, juga buat semua sepupuku dan keponakkanku.

(5)

semoga semakin semakin dalam memperjuangkan HAM, Religius Fredom, dan pemberantasan korupsi.

11.Teman-teman UKM KMK UP FH USU buat koordonasi, pengurus serta komponen pelayanan, juga buat kakak/abang senior yang memberi contoh ateladan buat kami.

12.Teman KTB ku Ingrid S.H. dan Rentha S.H, terima kasih sudah menjadi teman bertumbuh bertumbuh buatku.

13.Adik-adikku yang tekasih Togi Sihite, Rinaldi Marpaung dan Ranto Marbun, semoga tetap komitmen dalam integritas.

14.Teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa saya sebut satu persatu juga buat adik-adik junior.

15.Teman-teman jurusan Hukum Tata Negara.

(6)

DAFTAR ISI

Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Abstraksi ... v

Bab I Pendahuluan A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 7

C.Tujuan dan Mamfaat Penulisan ... 7

D.Keaslian Penulisan ... 8

E.Tinjauan Kepustakaan ... 9

F.Metode Pengumpulan Data ... 9

G.Sistematika Penulisan ... 19

BAB II PELAKSANAAN PILKADA DAIRI SEBAGAI PERWUJUDAN KEDAULATAN RAKYAT A.Pengertian Pilkada ... 22

B.Landasan yuridis pelaksanaan Pilkada ... 24

C.Syarat-syarat pencalonan Kepala Daerah ... 25

D.Pelaksanaan Pilkada Dairi: 1.Pilkada Dairi putaran pertama ... 31

2.Pilkada Dairi putaran kedua ... 35

E.Perselisihan hasil Pilkada Dairi Pasca Putaran Kedua ... BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PILKADA A.Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia ... 55

1.Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi ... 55

2.Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Bagian Dari Kekuasaan Kehakiman ... 61

B.Perkembangan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi ... 67

C.Landasan yuridis pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan pilkada ... 83

BAB IV PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PILKADA DAIRI (Studi kasus putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2008) A.Proses Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi oleh Drs. Parlemen Sinaga dan dr.Budiman Simanjuntak M.Kes ... 87

1.Pengajuan Permohonan ... 87

2.Pendaftaran Permohonan dan Jadwal Persidangan ... 90

3.Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak ... 91

B.Pemeriksaan perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi ... 92

1.Pemeriksaan Administratif ... 92

2.Pemeriksaan Pendahuluan ... 93

(7)

C.Proses Pembuktian dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada kabupaten Dairi ... 96 D.Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi dalam memutus perselisihan Pilkada Dairi ... 98 E.Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi (Putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2009) ... 99 BAB V PENUTUP

(8)

Abstraksi

*Armansyah, S.H, M.Hum *Yusrin Nazief, S.H, M.Hum

*Nurleli Sihotang

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

Yang menjadi rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah alasan diajukannya permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi, landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada dan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Metode pegumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum primer yang diteliti adalah berupa bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar dan Perundangan-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia serta putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang diteliti adalah bahan pustaka berupa buku-buku, karya ilmiah serta dari situs internet.

Alasan diajukannya perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi adalah keberatan Pemohon terhadap hasil penghitungan suara Pilkada yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepada daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 putaran kedua, bertanggal 13 Desember 2008.Landasan konstitusional Mahkmah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada adalah berdasarkan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No.24 Tahun 2003 joncto Pasal 12 ayat (1) huruf d UU No.4 Tahun 2004, Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 dan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 serta berita acara pengalihan wewenang mengadili dari Mahkmah Agung kepada MK tanggal 29 Oktober 2008. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perselisihan hasil Pilkada Dairi adalah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan sah keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Tahun 2008 bertanggal 13 Desember 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008.

(9)

Abstraksi

*Armansyah, S.H, M.Hum *Yusrin Nazief, S.H, M.Hum

*Nurleli Sihotang

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

Yang menjadi rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah alasan diajukannya permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi, landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada dan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Metode pegumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum primer yang diteliti adalah berupa bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar dan Perundangan-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia serta putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang diteliti adalah bahan pustaka berupa buku-buku, karya ilmiah serta dari situs internet.

Alasan diajukannya perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi adalah keberatan Pemohon terhadap hasil penghitungan suara Pilkada yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepada daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 putaran kedua, bertanggal 13 Desember 2008.Landasan konstitusional Mahkmah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada adalah berdasarkan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No.24 Tahun 2003 joncto Pasal 12 ayat (1) huruf d UU No.4 Tahun 2004, Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 dan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 serta berita acara pengalihan wewenang mengadili dari Mahkmah Agung kepada MK tanggal 29 Oktober 2008. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perselisihan hasil Pilkada Dairi adalah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan sah keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Tahun 2008 bertanggal 13 Desember 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan menentukan bahwa ”kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, sedangkan UUD NRI Tahun 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa ”Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”1

Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia lebih lanjut diwujudkan melalui penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah, dengan diundangkanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

. Setelah perubahan diatur bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi terletak pada suatu lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi berada di tangan rakyat dan kedaulatan tersebut di pegang secara langsung oleh rakyat.

2

1

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar sebelum perubahan

2

Lembaran Negara Republik Indonesia ( yang selanjutnya disebut LNRI) Tahun 2004 No.125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut TLNRI) No. 4437

(11)

daerah serta menata daerah untuk menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

Pelaksanaan pemerintahan yang demokratis pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah dilaksanakan dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menetapkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali dan diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Sedangkan aturan tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diatur dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah.4

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa ”Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah (yang selanjutnya disingkat Pilkada) berada pada bab tentang pemerintahan daerah, maka pengaturan Pilkada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat dalam Undang – Undang Pemerintahan Daerah.5

Masyarakat di daerah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari warga negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.

3

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bagian umum.

4

Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara MK dalam praktik,disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung MKRI, Jakarta 24 Agustus 2009 h.19

5

(12)

Karena itu, masyarakat di daerah harus diberi kesempatan untuk ikut menentukan masa depan daerahnya masing-masing, antara lain memilih kepala daerah dan wakil kepala daerahnya secara langsung,6

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007

dan berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 maka dilaksanakanlah pemilihan umum kepala dan wakil kepala daerah secara langsung atau atau sering disingkat Pilkada Langsung.

7

tentang penyelenggaran Pemilu (selanjutnya disingkat UU No.22 Tahun 2007), perubahan ketentuan Pilkada juga terjadi yaitu dilaksanakannya pemilihan secara langsung oleh rakyat, juga Pilkada yang tadinya masuk dalam rezim pemerintahan daerah, kemudian ditentukan menjadi rezim pemilu. Akibat yang timbul adanya pergeseran tersebut maka penyelesaian sengketa hasil Pilkada yang tadinya dilakukan oleh Mahkmah Agung kemudian berpindah ke Mahkamah Konstitusi.8 Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta pada

tahun 2007

,

9

Pasal 24C ini mengatur secara tegas kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu baik pemilu yang dilakukan secara

Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menentukan:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

6

H. Rozali Abdullah , Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2005, h 53.

7

LNRI Tahun 2007 No.59, TLNRI No.4721.

8

Maruarar Siahaan, Loc.cit.

9

(13)

nasional maupun pemilu yang dilakukan untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan tentang hasil pemilu ini juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkmah Konstitusi (selanjutnya disebut UU No.24 Tahun 2003)10 Juncto Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan-ketentuan tersebut menegaskan menegaskan bahwa salah satu kewenangan konstitusional MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum.11

Berdasarkan ketentuan pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 keberatan mengenai hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon diajukan ke Mahkamah Agung atau menjadi kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan tersebut kemudian dicantumkan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.12

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 200813

10

LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLNRI No 4316

11

Maruar Siahaan op.cit h.20

12

Ibid

13

LNRI No.59 Tahun 2008,LNRI 4844

(14)

kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang-Undang ini diundangkan”. Pengajuan perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah kepada Mahkamah Konstitusi setelah lahirnya Pasal 236C tersebut, tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa sebelum berlalu tenggang waktu 18 bulan Mahkamh Konstitusi berpendapat diperlukan terlebih dahulu tindakan hukum untuk mengalihkan wewenang tersebut oleh Mahkamah Agung.14

Sebuah pendapat berbeda sumbernya mengemukakan bahwa tindakan hukum demikian tidak diperlukan dan dengan ketentuan dalam Pasal 236C tersebut Mahkamah Konstitusi sudah berwenang selanjutnya ketentuan Pasal 236C merupakan pilihan forum bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukannya, apakah kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Tampaknya hal tersebut mendorong percepatan pangalihan kewenangan dari Mahkamah Agung, sehingga kemudian pada tanggal 29 Oktober 2008 Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkmah Konstitusi bersama-sama menandatangani Berita Acara Pengalihan Wewenang Mengadili perselisihan hasil pilkada sebagai pelaksaaan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 di atas.15

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita

14

Ibid h.21

15

(15)

khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi.

Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi yang diajukan oleh Drs. Parlemen Sinaga, M.M dan Dr. Budiman Simanjuntak, M.kes sebagai Pemohon terhadap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara sebagai Termohon.Yang menjadi permasalahan utama dalam permohonan yang diajukan oleh pemohon tersebut adalah keberatan terhadap hasil perhitungan suara pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah daerah dan wakil kepala daerah Dairi tahun 2008 putaran kedua bertanggal 13 Desember 2008.

(16)

B. Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan utama dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi alasan diajukannya Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi?

2. Apakah yang menjadi landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada?

3. Bagaimanakah Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui: 1. Proses pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi putaran pertama dan kedua. 2. Dasar diajukannya permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. 3. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 4. Tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari

kekuasaan kehakiman.

5. Perkembangan hukum acara serta ketentuan beracara perkara Perselisihan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.

6. Mengetahui Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

(17)

Pembahasan masalah-masalah diatas diharapkan akan menambah wawasan pembaca, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil Pilkada.

2. Manfaat Secara Praktis

Bermanfaat bagi pembaca dan semua orang yang berminat mempelajari dan mendalami pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan Pilkada. Penulisan ini diharapkan mampu menggambarkan pelaksanaan kewenangan MK dalam Putusannya Nomor 60/PHPU.D-VI/2008 tentang Putusan MK terhadap perselisihan Pilkada Kabupaten Dairi.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang penulis ketahui Penulisan mengenai ”Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi)” yang diangkat menjadi judul skripsi ini yang kemudian dijadikan sebagai dasar perumusan dan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Begitu juga berdasarkan data yang penulis dapatkan dari perpustakaan Fakultas Hukum USU Judul ini belum pernah ditulis sebagai skripsi.

(18)

oleh orang lain sehingga dengan demikian skripsi ini merupakan karya penulis yang asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Paham Kedaulatan yang Dianut di Indonesia

Kedaulatan merupakan terjemahan dari kata ”Souvereignty” (bahasa Inggris) atau ”Souvereinete” (bahasa Prancis) atau ”Sovranus”(bahasa Italia) yang semuanya yang semuanya diturunkan dari kata latin ”superanus” yang berarti yang tertinggi. Franz Magnis Suseno Menyebutkan; ”Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung dan tanpa terkecuali”.16

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menyebutkan; ”Kedaulatan dalam arti yang bersifat teknis ilmiah kata kedaulatan itu biasanya diidentikkan dalam pengertian kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaran kegiatan bernegara.”17

Jika dilihat dari segi internal atau kedaulatan internal dapat dikatakan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menganut teori atau paham kedaulatan yang unik . UUD NRI Tahun 1945 menggabungkan konsep kedaulatan Rakyat, kedaulatan hukum, dan kedaulatan Tuhan secara sekaligus.18

Pasal 1 ayat (2) menyatakan, ’’Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar” .Ketentuan ini mencerminkan

16

Hendarmin Ranadireksa, visi bernegara Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokus Media,Bandung,2007 h.55

17

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT.Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007,h.144

18

(19)

bahwa Undang-Undang NRI Tahun 1945 menganut kedaulatan rakyat atau demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang dasar atau ”constitution democracy” sedangkan pasal 1 ayat (3) menegaskan, ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum” . Inilah yang dimaksud dengan paham kedaulatan hukum yang pada pokoknya menganut prinsip supremasi hukum. Hukumlah yang merupkan penglima tertinggi, bukan politik ataupun ekonomi. Artinya baik konsep kedaulatan rakyat maupun konsep kedaulatan hukum sama-sama dianut oleh UUD NRI Tahun 1945.19

Bersamaan dengan itu, gagasan kedaulatan Tuhan juga diakui dan dianut dalam UUD NRI Tahun 1945. pertama, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengakui bahwa perjuangan kemerdekaan dapat berhasil ”Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa...” kedua, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa ”kemerdekaan...Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,...” ketiga, pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa sebelum memangku jabatan setiap presiden dan / atau wakil presiden diharuskan bersumpah atau berjanji dengan menyatakan ”Demi Allah” (untuk disumpah); keempat pasal 29 ayat (2) menyatakan : ”negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.”20

Hanya saja paham kedaulatan Tuhan itu tidak terjelma atau diwujudkan dalam diri raja atau ratu seperti paham teokrasi (Theocracy) yang pernah

19

Ibid

20

(20)

dibuktikan pada sejarah negara-negara eropa di masa lalu.ide kedaulatan Tuhan itu diwujudkan dalam prinsip kebebasan setiap individu dalam sistem demokrasi dan dicerminkan pula dalam sistem hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar. kedaulatan Tuhan itu terintegrasi secara sistematis di dalam paham kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi). Artinya paham Ketuhanan Yang Maha Esa itu menyatu dalam demokrasi dn negara hukum.21

Selain kedaulatan yang telah dibahas di atas UUD NRI Tahun 1945 juga menganut Kedaulatan Politik, Ekonomi, dan Sosial seperti yang tercantum pada Bab XIV UUD NRI 1945, pasal 33 ayat (4), pasal 33 ayat (3), pasal 33 (2), pasal 32 ayat (1) dan ayat (2).22

2. Hubungan Paham Kedaulatan Rakyat dengan Pelaksanaan Pemilu dan Demokrasi

Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa ”Negara Indonesia adalah negara hukum”.23 Ciri-ciri negara hukum menurut ”International Commision of Jurists” pada konferensinya di Bangkok pada tahun 1965 adalah sebagai berikut :24

a. Perlindungan konstitusional artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. c. Pemilihan umum yang bebas.

d. Kebebasan menyatakan pendapat.

21

Ibid h.150.

22

Ibid h.151.

23

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945

24

(21)

Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri-ciri tersebut. Sebagai contoh adalah pelaksanaan pemilihan umum yang bebas yang berhubungan dengan paham kedaulatan rakyat yang diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Paham kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia mempuyai arti bahwa rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Negara yang berkedaulatan rakyat adalah negara demokrasi, negara dikatakan berkedaulatan rakyat adalah apabila rakyat berperan serta langsung maupun tidak langsung menentukan nasib dan masa depan negara. Dan negara yang berkedaulatan rakyat adalah apabila ada kejelasan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Untuk itu konstitusi negara yang berkedaulatan rakyat akan mencantumkan dengan jelas pasal-pasal HAM yang berisikan hak-hak asasi manusia yang harus dilaksankan negara sekaligus tidak boleh dilanggar dilanggar oleh negara,penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kontrak sosial, kontrak sosial diartikan sebagai kepercayaan,persetujuan,sekaligus pemberian mandat rakyat kepada penyelenggaran negara yang dipilih dalam pemilihan umum.25

Pelaksanaan dari kedaulatan rakyat menurut Hendarmin Ranadireksa : 26 a. Pemilihan Umum.

b. Referendum.

c. Kebebasan berkumpul dan berserikat. d. Kebebasan menyatakan pendapat. e. Hak untuk tahu.

25

Hendarmin Ranadireksa, loc. cit

26

(22)

f. Desentralisasi pemerintahan dan dekonsentrasi kekuasaan g. Hukum yang berkedaulatan rakyat.

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni demos yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan cratein atau kartos yang berarti pemerintahan. Jadi secara bahasa (etimologi) demokrasi adalah pemerintahan rakyat banyak. Dalam pengertian peristilahan (terminologis) Abraham Lincoln (1808-1865) presiden Amerika Serikat yang ke-16 mengatakan bahwa ”Democracy is government of the people, by the people and for the people” atau “demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Karena itu pemerintahan dikatakan demokratis jika kekuasaan negara berada ditangan rakyat dan segala tindakan negara ditentukan oleh kehendak rakyat.27

Negara demokrasi ialah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri dengan persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri oleh Ismail Sunny diartikan sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara. Pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendatipun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak sama.28

Indonesia memiliki ciri demokrasi tersendiri yaitu demokrasi pancasila. Dalam demokrasi pancasila pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan melalui mekanisme perwakilan. rakyat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya untuk

27

H. Deddy Ismatullah, Asep A. Sahid Gatara Fh, Ilmu Negara Dalam Perspektif Kekuasaan,Masyarakat,Hukum dan Agama, CV. Pustaka Setia, Bandung,2007 h.119

28

(23)

menentukan kebijaksanaan dalam berbagai segi politik negaranya. Walaupun demokrasi perwakilan yang dianut dalam pelaksanaannya tidak menafikan demokrasi langsung partisipatoris.29

Dari uraian di atas jelaslah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang berarti bahwa kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat, sedangkan pelaksanaannya atau realisasinya sebagian melalui saluran perwakilan dan sebagian lagi melalui demokrasi langsung.30

Dalam pelaksanaannya demokrasi sangat membutuhkan berbagai lembaga politik. Robert A. Dahl dalam bukunya Perihal Demokrasi menerangkan lembaga politik yang diperlukan demokrasi diantaranya:31

a. Para pejabat yang dipilih. Pemegang atau kendali terhadap segala keputusan pemerintahan mengenai kebijakan secara konstitusional berada ditangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi pemerintahan demokrasi modern ini merupakan demokrasi perwakilan.

b. Pemilihan Umum yang jujur,adil,bebas dan berperiodik. Para pejabat dipilih melalui Pemilu.

c. Kebebasan berpendapat, warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa halangan dan ancaman dari penguasa.

Bentuk-bentuk demokrasi dilihat dari sudut pandang cara penyaluran kehendak rakyat dibedakan menjadi:32

a. Demokrasi langsung, yakni rakyat langsung mengemukakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat.

b. Demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif yakni rakyat menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil – wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini pada umumnya negara-negara mennjalankan demokrasi perwakilan mengingat jumlah

H.Deddy Ismatullah, Asep A. Sahid Gatara Fh, loc.cit

32

(24)

penduduk yang cenderung bertambah banyak dan wilayah negara yang semakin luas sehingga demokrasi langsung sulit untuk dilaksanakan.

c. Demokrasi perwakilan dengan sistem refrendum yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi dewan ini dikontrol oleh pengaruh dengan sistem refrendum dan inisiatif rakyat.

Pemilu adalah sarana demokrasi yang dari padanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara legislatif dan/atau ekskutif. Melalui Pemilu rakyat memilih figur yang dipercaya yang akan mengisi jabatan eksekutif dan/atau jabatan legislatif. Dalam Pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas dan rahasia menjatuhkan pilihan kepada figur yang dinilai sesuai aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula. Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara mayoritas. 33

Pelaksanaan Pemilihan Umum (yang dalam hal ini menyangkut pelaksanaan Pilkada) bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat, adapun tujuan dari pelaksanaan Pemilihan Umum (General Election) atau pemilu menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie pada pokoknya dapat dirumuskan menjadi empat yaitu:34 a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan

secara tertib.

b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat

d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

33

Hendarmin Ranadireksa, Op.cit h. 173

34

(25)

Untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati, dan walikota beserta wakilnya masing-masing maka rakyatlah sendirilah yang secara langsung harus menentukan melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang bersifat langsung.35

Untuk memilih wakil-wakil rakyat dan juga memilih para pejabat publik tertentu yang akan memegang tampuk kepemimpinan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan eksekutif baik ditingkat pusat, provinsi,maupun kabupaten/kota diadakan pemilihan umum secara berkala yaitu setiap lima tahun sekali. Mekanisme pemilihan umum ini merupakan perwujudan penyaluran aspirasi dan kedaulatan rakyat secara langsung sesuai dengan kalender ketatanegaraan setiap lima tahunan.36

Sejarah politik mencatat, Pilkada telah dilakukan dengan tiga jenis sistem. yakni sistem penunjukan / pengangkatan oleh pemerintahan pusat (masa kolonial Belanda, Jepang (UU No.27 Tahun 1902)); UU No.22 Tahun 1948; Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 Joncto Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960) sistem pemilihan perwakilan semu (UU No.18 Tahun 1965;UU No.5 Tahun 1974) dan sistem pemilihan perwakilan ( UU No.22 Tahun 1999).37

3. Pengertian Mahkamah Konstitusi dan Kewenangannya Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada

35

Ibid, h.739

36

Ibid h.741

37

(26)

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 194538

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

. Sedangkan menurut pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Pasal 24C UUD NRI 1945 Joncto Pasal 10 UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, mengatur bahwa:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk:

b.Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik.

d.Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kemungkinan terjadinya perselisihan tentang hasil pemilu sangat terbuka dalam setiap pelaksanaan pemilu di suatu negara, terlebih bagi Indonesia yang menapaki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Oleh karenanya, pada setiap negara demokratis terdapat lembaga pengawas dan/atau pemantau pemilu guna memperkecil terjadinya kecurangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu. Di samping itu, lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu juga sangat penting keberadaannya.39

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu. Pasal 74 ayat (2) UU No.23 Tahun 2004 menyatakan bahwa:

38

Pasal 1 Sub 1 UU No.24 Tahun 2003 Tentang MK,LNRI Tahun 2003 No.98, TLNRI No.4316.

39

(27)

Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi hanya dapat diajukan terhadap hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi :

Terpilihnya calon anggota DPR.

Penentuan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.

Kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi menurut pasal 74 ayat (2) tersebut di atas kemudian mengalami perkembangan sejak dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang pada Pasal 236C menentukan: ”Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang-Undang ini diundangkan”, dan ditandatanganinya berita acara pengalihan wewenang mengadili dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2008 oleh Ketua Mahka mah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksaaan Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tersebut.

Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan suatu cara yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan untuk menunjang usaha penyusunan dan pembahasan skripsi.

(28)

putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang diteliti adalah bahan pustaka berupa buku-buku, karya ilmiah serta dari situs internet.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini maka skripsi ini dibuat kedalam beberapa bab dan sub bab sebagai berikut:

Bab I : Pendahulan, menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Menguraikan tentang Pelaksanaan Pilkada Dairi Sebagai Perwujudan Kedaulatan Rakyat, yang terbagi kedalam lima sub bab yaitu:

A.Pengertian Pilkada

B.Landasan yuridis pelaksanaan Pilkada C.Syarat- syarat pencalonan Kepala Daerah D.Pelaksanaan Pilkada Dairi:

1.Pilkada Dairi putaran pertama 2.Pilkada Dairi putaran kedua

E.Perselisihan hasil Pilkada Dairi Pasca Putaran Kedua

Bab III : Menguraikan tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pilkada, yang terbagi kedalam tiga sub bab yaitu :

(29)

2.Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Bagian Dari Kekuasaan Kehakiman

B.Perkembangan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi

C.Landasan yuridis pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan pilkada

Bab IV: Menguraikan tentang Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstistusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada Dairi (Studi kasus putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2008), yang terdiri dari lima sub bab yaitu:

A.Proses Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi oleh Drs. Parlemen Sinaga dan dr.Budiman Simanjuntak M.Kes

1.Pengajuan Permohonan

2.Pendaftaran Permohonan dan Jadwal Persidangan 3.Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak

B.Pemeriksaan perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi 1.Pemeriksaan Administratif

2.Pemeriksaan Pendahuluan 3.Pemeriksaan Persidangan

C.Proses Pembuktian dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

D.Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi dalam memutus perselisihan Pilkada Dairi.

(30)

Bab V : Menguraikan tentang Penutup yang terdiri dua sub bab yaitu: A.Kesimpulan

(31)

BAB II

PELAKSANAAN PILKADA DAIRI SEBAGAI PERWUJUDAN

KEDAULATAN RAKYAT

A. Pengertian Pilkada

Pelaksanaan Pemilihan umum (termasuk Pilkada Langsung Kabupaten Dairi), merupakan perwujudan kedaulatan rakyat (masyarakat), karena hakikat Pemilu jauh lebih dalam dibanding sekedar memberikan suara, setiap suara yang diberikan sengat bermakna bagi terbentuknya pemerintahan yang legitimate yaitu suatu pemerintahan yang di percaya dan didukung oleh rakyat. Pemilu dalam hal ini Pilkada tidak berakhir ketika seseoarang sudah memberikan suaranya di TPS, tetapi jauh lagi, Pemilu hanyalah awal dari terbentuknya hubungan penguasa dengan pemegang kedaulatan yakni rakyat.40

Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Rakyat betul-betul memiliki kedaulatan yang utuh sebab secara langsung mereka terlibat dalam menentukan para pemimpinnya. Dengan demikian diharapkan akan terjadi peningkatan rasa tanggung jawab secara timbal balik. Sang kepala daerah merasa mendapat dukungan dari masyarakat sehingga kebijakannya tentu tentu lebih berpihak kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pada saat yang sama, rakyat juga akan lebih mendukung kebijakan kepala

40

(32)

daerah, sebab mereka telah berperan secara langsung dalam pengangkatan sang pemimpin.41

Pilkada dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat berdasarkan pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 (setelah perubahan), UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (yang selanjutnya disebut PP No.6 Tahun 2005).42

Pasal 56 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 menyatakan “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, jujur dan adil”, dan pada Pasal 56 ayat (2) dinyatakan ”pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”. Menurut Undang-Undang ini yang berhak mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah partai politik dan gabungan partai politik. Berdasarkan ketentuan tersebut calon perorangan atau calon independen tidak berhak mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Akan tetapi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.5/PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007 maka calon perorangan atau independen dapat mengajukan diri sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.43

Pasal 56 ayat (2) telah mengalami perubahan dengan dikeluarkanya UU No.12 Tahun 2008 menjadi ”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat

41

Ibid h.91

42

PP No.6 Tahun 2005 (LNRI No.22 Tahun 2005, TLNRI No.4480)

43

(33)

ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Undang-Undang ini”.

Pengertian Pilkada menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 6 Tahun 2005 adalah: ”Sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Sedangkan pengertian kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah ”Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, bupati dan wakil bupati untuk kabupaten, serta walikota dan wakil walikota untuk Kota”.

B. Landasan Yuridis Pelaksanaan Pilkada

Pelaksanaan Pilkada di daerah sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Yaitu pelaksanaan pemilihan secara langsung oleh rakyat. Landasan Yuridis atau yang menjadi dasar hukum dilaksankannya Pilkada langsung diatur dalam perundang-undangan meliputi:

1. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur bahwa ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. 2. Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur bahwa ”Gubernur,

Bupati, dan Walikota sebagai kapala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(34)

4. Pasal 56 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, jujur dan adil”.

5. PP No.6 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Joncto PP No.17 Tahun 2005 Tetang perubahan atas PP No.6 Tahun 2005. 6. Pasal 1 ayat (4) UU No.22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaran Pemilihan

Umum menyatakan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

7. UU No.12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

C. Syarat-Syarat Pencalonan Kepala Daerah

Persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 58 UU No. 32 Tahun 2004 Joncto No. 12 Tahun 2008 yang isinya:

Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD NRI Tahun 1945, cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah;

(35)

Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah;

d.berpendidikan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota; e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan

menyeluruh tim dokter;

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang tealah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; g.tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

h.mengenal daerahnya dan dikenal masyarakat di daerahanya;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

k.tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

l. dihapus

m.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempuyai NPWP wajib mempuyai bukti pembayaran pajak;

n.menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga sekandung, suami atau istri;

o.belum pernah menjabat sebagai kepala atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;

p.tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan

q.mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatanya.

”Yang dimaksud dengan ”bertakwa” dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan kewajiban agamannya”.44

44

Penjelasan Pasal 58 Huruf a

Maksud dari kata ”setia” dalam ketentuan ini diatur dalam Penjelasan Pasal 58 Hurup b yang bunyinya sebagai berikut:

-Yang dimaksud dengan ”setia” dalam ketentuan ini adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasaan untuk mengubah Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

(36)

Penjelasan Pasal 58 Huruf q menjelaskan mengenai pengunduran diri yang diatur dalam Pasal 58 Huruf q yaitu sebagai berikut:

Pengunduran diri dari jabatannnya berlaku bagi :

a. kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;

b.wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah sendiri atau di daerah lain;

c. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;

d.bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur dan wakil gubernur, dan

e. wakil bupati atau wakil wakil walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur.

Pengunduran diri gubernur dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat pernsetujuan dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.

Pengunduran diri sebagai bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.

Pasal 59 UU No. 32 Tahun 2004 Joncto No. 12 Tahun 2008 berbunyi sebagai berikut :

(1)Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:

a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

b. pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang, (2)Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada

(37)

(2a)Pasangan calon perseorangan sebagimana dimaksud ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagi pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);

b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.0000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);

c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen);

d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen); (2b)Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);

b. kabupaten/kota dengan jumlah pemduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). (2c)Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2a)

tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota yang dimaksud.

(2d)Jumlah dukungan sebagimana dimaksud Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.

(2e)Dukungan sebagaimana pada ayat (2a) dan (2b) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

(3)Dihapus

(4)Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat,

(4a)Dalam penetapan pasangan calon perseorangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memperhatikan tanggapan masyarakat.

(38)

a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang tergabung;

b. kesepakatan tertulis antar partai poltik yang tergabung untuk mencalonkan pasangan calon;

c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang tergabung;

d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;

e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;

f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan jika apabila terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD

tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;

i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;

j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 58; dan

k. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis. (5a)Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:

a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan;

b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tanda penduduk;

c. surat pernyataan tidak mengundurkan diri sebagai pasangan calon; d. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri deari jabatan

apabila terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. surat pernyataan mengundurkan diri jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

f. surat pernyataan nonaktif dari jabatan bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di wilayah kerjanya;

(39)

h. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 58; dan

i. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.

(5b)Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) huruf b hanya diberikan kepada satu pasanagan calon perseorangan.

(6)Partai politik atau gabungan partai poltik sebaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainya.

(7)Masa pendaftaran pasangan calon sebaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.

Menurut Pasal 57 ayat (1) Joncto Pasal 4 ayat (1) PP No.6 Tahun 2005 mengatur bahwa penyelenggara Pilkada adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah. Penetapan pemilih dalam Pilkada diatur pada Pasal 68 UU No.32 Tahun 2004 Joncto Pasal 15 PP No.6 Tahun 2005 yaitu ”Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempuyai hak memilih”.

Pasal 69 UU No.32 Tahun 2004 Joncto Pasal 16 PP No.6 Tahun 2005 mengatur ”untuk dapat menggunakan hak memilih dalam pemilihan,warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih”. Menurut Pasal ayat (2) menyatakan bahwa Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: 1. Nyata-nyata tidak sedang tergangu jiwanya/ingatannya.

2. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

(40)

4. Seorang Warga Negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebaimana dimaksud ayat (2) tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

D. Pelaksanaan Pilkada Dairi

Kabupaten Dairi terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan Sidikalang sebagai ibukotanya. Pelaksanaan Pilkada di Kabupten Dairi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pilkada Dairi dilaksanakan untuk memilih bupati dan wakil bupati Dairi periode 2009-2014 yang pelaksanaanya dilakukan dua kali putaran. 1. Pelaksanaan Pilkada Dairi putaran pertama

Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 23 Tahun 2008 tanggal 26 Agustus 2008 menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pilkada Dairi Tahun 2008 sebagai berikut :

No Nama Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah

1.Partai Damai Sejahtera 2.Partai Patriot Pancasila 3.Partai Nasional Indonesia Marhaenisme

1.Partai Demokrasi Kebangsaan 2.Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

(41)

Indonesia

5.Partai Karya Peduli Bangsa 6.Partai Buruh Sosial Demokrat 7.Partai Bulan Bintang

8.Partai Perhimpunan Indonesia Baru

A. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan

B. Partai Demokrat

C. Partai Bintang Reformasi D. Partai Amanat Nasional

5 KRA. Johnny Sitohang Adinagoro

Irwansyah Pasi, SE

Partai Golongan Karya

6 Ir. Tagor

Berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 24 tahun 2008 tanggal 28 Agustus 2008 tentang penetapan nomor urut pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah peserta Pilkada Kabupaten Dairi Tahun 2008 dengan rincian sebagai berikut:

Nama Pasangan Calon Nomor

Urut Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah

Drs. F. Janterem Pinem

Ir. Tumpu Capah 1(satu) KRA. Johnny

Sitohang Adinagoro

Irwansyah Pasi, SE 2(dua)

Hotraja Sitanggang, S. Sos

(42)

Drs. Parlemen Sinaga, MM

dr. Budiman Simanjuntak, M. Kes

4 (empat)

Ir. Tagor Sinurat Ir. Arson Sihombing 5 (lima) Toempal Sianturi Dra. Remita Sembiring 6 (enam) Drs. Viktor Udjung,

Ak. MM

Drs. Mardongan Sigalingging, MM

7 (tujuh)

Berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2008 tanggal 13 Mei 2008 tentang tahapan, program dan jadwal waktu penyelenggaran Pilkada Kabupaten Dairi Tahun 2008 menetapkan bahwa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Dairi dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2008. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut maka Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Dairi putaran pertama dilaksanakan untuk seluruh wilayah Kabupaten Dairi pada Hari Senin Tanggal 27 Oktober 2008.

Rekapitulasi hasil pemilihan dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan surat suara berdasarkan Model DB-KWK45 dan lampiran Model DB1-KWK46

No

didapatkan perolehan suara Pilkada Dairi adalah sebagai berikut:

Nama Pasangan Jumlah Suara

1 Drs. Janterem Pinem dan Ir. Tumpu Capah, Msi

9.645 2 KRA.Johnny Sitohang Adinagoro dan

Irwansyah Pasi, S.H

31.678 3 Hotradja Sitanggang, S.Sos dan Ir.Bungaran

Sinaga, Msi

7.535 4 Drs. Parlemen Sinaga, MM dan dr. Budiman

Simanjuntak, M.Kes

33.974 5 Ir. Tagor Sinurat, Msc dan Ir.Arson

Sihombing

24.048

6 SMT.Tom Sianturi dan Dra.Remita Br 20.447

45

Formulir berita acara rekapitulasi penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di tingkat kabupaten/kota

46

(43)

Sembiring

7 Drs.Victor Udjung,AK,MM dan

Drs.Mardongan Sigalingging,MM

3.005

Jumlah 130.332

Perolehan suara terbesar pertama dan perolehan suara terbesar kedua pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Dairi sebagai berikut:

No.Urut Pasangan

Calon

Nama Pasangan Jumlah Suara (%) 4 Drs.Parlemen Sinaga, MM dan

dr. Budiman Simanjuntak

33.974 (26,07%) 2 KRA.Johnny Sitohang dan

Irwansyah Pasi

31.678 (24,31%)

Ketentuan Pasal 107 UU No.12 Tahun 2008 mengatur sebagai berikut:

(1)Pasangan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangangan calon terpilih.

(2)Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara yang sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai calon terpilih.

(3)Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan beradasarkan wilayah peroehan suara yang lebih luas,

(4)Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara yang sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti pemenang pertama dan pemenang kedua.

(5)Apabila pemenang pertama sebaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilhan putaran kedua.

(44)

(7)Apabila pemenang kedua sebaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuanya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(8)Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

Berdasarkan ketentuan Pasal 107 diatas maka dilaksanakanlah Pilkada Kabupaten Dairi putaran kedua, karena perolehan suara pada Pilkada Dairi putaran pertama tidak ada pasangan calon yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara yang sah, yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.47

2. Pilkada Dairi Putaran Kedua

Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 08 Tahun 2008 tentang perubahan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 01 Tahun 2008 mengatur tentang tahapan, program dan jadwal Pilkada Kabupaten Dairi tanggal 2008 menetapkan pemilihan bupati dan wakil bupati Putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2008. Akan tetapi, berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 08 Tahun 2008 tentang perubahan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2008 maka terjadi perubahan Jadwal Pilkada putaran kedua dari tanggal 22 Desember menjadi tanggal 9 Desember 2008.

Alasan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi mengadakan perubahan terhadap jadwal Pilkada Kabupaten Dairi adalah berdasarkan Pasal 66 UU No.32 Tahun 2004 yang diantaranya mengatur bahwa tugas dan wewenang Komisi Pemihan Umum Daerah adalah merencanakan dan menetapkan tanggal pemilihan,

47

(45)

dan dengan perhitungan penyelenggaran Pilkada putaran pertama tanggal 27 Oktober sampai dengan tanggal 9 Desember 2008 telah berjarak 42 (empat puluh dua) hari dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi sudah selesai mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemilihan umum putaran kedua.

Pilkada Kabupaten Dairi putaran kedua diikuti oleh pasangan calon nomor urut 4 atas nama Drs.Parlemen Sinaga, MM dan dr. Budiman Simanjuntak yang memperoleh suara terbesar pertama sebanyak 33.974 (26,07%) dan pasangan calon nomor urut 2 atas nama KRA. Johnny Sitohang Adinagoro dan Irwansyah Pasi, S.H yang memperoleh suara terbesar kedua sebanyak 31.678 (24,31%).

Berdasarkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Kabupaten Dairi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Dairi, Model DB-KWK dan Model DB1-KWK tanggal 13 Desember 2008, perolehan suara Pilkada Dairi Putaran kedua adalah sebagai berikut:

No.Urut Pasangan Calon

Nama Pasangan Jumlah Suara (%) 2 KRA. Johnny Sitohang Adinogoro

dan Irwansayah Pasi, S.H

67.654 (51,17) 4 Drs.Parlemen Sinaga, MM dan

dr. Budiman Simanjuntak

64.555 (48,83)

JUMLAH 132.209

(46)

pasangan calon dengan nomor urut 2 yang perolehan suara sebanyak 67.654 (51,17%), sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Dairi periode tahun 2009-2014.

E. Perselisihan Hasil Pilkada Dairi Pasca Putaran Kedua

Perselisihan atau sengketa pilkada ada dua yaitu sengketa Pilkada yang kewenangan penyelesaianya ada di tangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)48

Sengketa Pilkada yang penyelesaiannya ditangani oleh Panwaslu adalah sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan Pilkada. Sengketa ini diselesaikan berdasarkan PP No.6 Tahun 2005 Pasal 111 ayat (4) dan (5), yang dibedakan lagi menjadi:

dan sengketa Pilkada yang penyelesaiannya ada di tangan lembaga peradilan.

49

1. Laporan yang bersifat sengketa dan tidak mengandung unsur pidana, diselesaikan oleh Panitia Pengawas Pilkada.

2. Laporan yang bersifat sengketa mengandung unsur tindak pidana, penyelesaiannya diteruskan kepada aparat penyidik.

48

Pasal 64 ayat (4) UU No.32 Tahun 20004 yang berbunyi: Panitia pengawas pemilihan mempuyai tugas dan wewenang:

a.mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b.menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

c.menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

d.meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselenggarakan kepada instansi yang berwenang; dan

e.mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.

49

(47)

Sedangkan, sengketa yang kewenangan penyelesaiannya ada di tangan lembaga peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi50 adalah sengketa hasil penetapan Pilkada atau disebut juga sengketa hasil Pilkada.51

Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi diajukan oleh pasangan calon yang kalah pada pilkada Kabupaten Dairi putaran kedua,yakni Drs.Parlemen Sinaga,MM dan dr.Budiman Simanjuntak. M.kes (yang selanjutnya disebut sebagai pemohon). Adapun alasan pemohon mengajukan permohonan tersebut adalah akibat timbulnya perselisihan atau sengketa Pilkada Kabupaten Dairi pasca putaran kedua yaitu sebagai berikut:

sebagaimana diatur dalam Pasal 263C UU No.12 Tahun 2008 Joncto Peraturan Mahkamah Konstitusi No.15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (selanjutnya disebut Peraturan MK No.15/PMK/2008 Tahun 2008).

Perselisihan atau sengketa yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah perselisihan hasil Pilkada berdasarkan studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi, yakni perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi pasca putaran kedua yang permasalahan utamanya ketika dimohonkan kepada MK adalah keberatan terhadap hasil penghitungan suara Pilkada Kabupaten Dairi yang ditetapkan berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Dairi tahun 2008 Putaran kedua, bertanggal 13 Desember 2008.

50

Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 berbunyi:”Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

51

(48)

1. Dalam permohonannya pemohon mengemukakan bahwa sejak semula Panwaslu Kabupaten Dairi telah keberatan atas lolosnya calon bupati kabupaten Dairi Nomor urut 2 oleh karena persyaratan administratif yang tidak terpenuhi oleh calon bupati nomor urut 2 yakni KRA. Johnny Sitohang Adinogoro.52

2. Sesuai dengan surat Panwaslu Kabupten Dairi Nomor 33/PANWAS-D/IX/2008 tertanggal 18 September 2008 yang ditujukan kepada KPU Pusat di Jakarta pada point 2 antara lain menyatakan pelanggaran yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi sebagaimana disebutkan di atas adalah menyangkut tentang riwayat pendidikan calon kepala daerah/wakil kepala daerah Dairi sebagaimana ditegaskan pada Pasal 8D ayat (2) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Teknis Tatacara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sesuai dengan pasal tersebut diketahui bahwa salah satu diketahui bahwa salah satu calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak melengkapi berkas persyaratan sebagaimana ditegaskan pada pasal tersebut di atas, namum ternyata Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi tetap meloloskan calon kepala daerah tersebut tanpa alasan yang jelas.53

3. Bahwa sesuai dengan surat surat Panwaslu Nomor 33/PANWAS-D/IX/2008 tertanggal 18 September 2008 pada poin 3 menyatakan bahwa

52

Posita Nomor 8

53

(49)

Panwaslu Kabupaten Dairi telah meminta KPU Pusat agar memeriksa dan memproses Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi.54

4. Berdasarkan Surat Keputusan Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 08 Tahun 2008 tentang perubahan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2008 tentang tahapan, program, dan jadwal waktu Pilkada Kabupaten Dairi Tahun 2008 menetapkan tanggal pemilihan bupati dan wakil bupati putaran kedua diadakan pada tanggal 22 Desember 2008 (Bukti P-8)55

5. Namun kemudian tiba-tiba pihak termohon (Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi) secara sepihak merubah jadwal Pilkada tahap kedua tanpa mengeluarkan suatu surat pencabutan terhadap penetapan Nomor 08 Tahun 2008 tentang jadwal pemilihan putaran kedua yaitu tanggal 22 Desember 2008 menjadi tanggal 09 Desember 2008.

6. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh termohon kepada pemohon bahwa percepatan tersebut dilakukan sesuai dengan rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara dan mangatakan bahwa pelaksanaan Pilkada putaran kedua di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Langkat adalah pada tanggal 09 Desember 2008, namum faktanya Kebupaten Langkat melaksanakan Pilkada putaran kedua pada tanggal 20 Desember 2008.56 7. Menurut pemohon bahwa sejak semula calon bupati dengan Nomor urut 2

yakni KRA. Johnny Sitohang Adinogoro telah melakukan kecurangan

54

Posita Nomor 10.

55

Posita Nomor 11.

56

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendukung ini, maka diadakan studi dengan membuat material benda uji yang dibedakan menjadi 4 type dan masing-masing type terdiri dari 3 benda uji, yaitu type 1 PCM

Pertanggungjawaban hukum terhadap anggota Kepolisian yang melakukan salah tangkap atau eror in persona dapat ditempuh melalui sidang displin Polri sesuai dengan Peraturan

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana solusi numerik model matematika glukosa, insulin, dan sel beta pada

Nilai estimasi yang ditunjukan tabel 4.14 yaitu 1,02 menandakan bahwa variabel budaya organisasi adalah 1,02 signifikan dalam hubungannya menuju motivasi kerja

Penerapan Total Quality Management (TQM) pada suatu perusahaan sangat berperan dalam mendukung pencapaian standar mutu sehingga dengan diterapkannya Total Quality

Menggunakan identitas Turki sebagai titik kumpul, ia berhasil menyatukan mantan perwira Ottoman di bawah komandonya dalam Perang Kemerdekaan Turki pada awal tahun 1920

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pati biji durian, yang digunakan sebagai bahan pengikat (binder) dalam formulasi tablet ketoprofen secara granulasi

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai angka lekosit terhadap prognosis outcome klinis stroke iskemik akut berdasarkan skala