LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Disusun Oleh: Meri Silfira Sari, S.Farm.
NIM 123202143
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT. karena atas
berkah dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi (PKP)
Apoteker di RSUP H. Adam Malik Medan. Laporan ini ditulis berdasarkan teori
dan hasil pengamatan selama melakukan PKP di RSUP H. Adam Malik Medan.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua, Ayahanda H. Salmi dan Ibunda Hj. Siti Priatim, S. Pd atas doa, dukungan dan
cinta kasih kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Drs. Saiful Bahri, M. S., Apt., dan Ibu Dra. Ellia
Puspawati, Apt., selaku Pembimbing Praktik Kerja Profesi, yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama praktik
kerja profesi hingga selesainya penulisan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp.K.K., selaku Direktur Utama RSUP
H. Adam Malik.
2. Bapak dr. Mardianto, Sp.PD., selaku Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
H. Adam Malik.
3. Ibu dr. Purnamawati, MARS., selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP
H. Adam Malik.
4. Bapak Syamsuddin Angkat, S.H., S.E., selaku Direktur Umum dan
5. Bapak Drs. Bastian, M.M., selaku Direktur Keuangan RSUP H. Adam Malik.
6. Ibu Dra. Rosmawaty, Apt., selaku Kepala Instalasi Diklat RSUP H. Adam
Malik dan beserta staf.
7. Ibu Dra. Hj. Isma Sani Pane, M.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSUP H. Adam Malik.
8. Ibu Dra. Ratna Panggabean, Apt., selaku Kepala Instalasi Gas Medis RSUP
H. Adam Malik.
9. Ibu Dra. Helena Gultom, Apt., selaku Kepala Instalasi CSSD RSUP H. Adam
Malik.
10. Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., selaku kepala Pokja Farmasi Klinis
dan Instruktur Klinis RSUP H. Adam Malik.
11. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU.
12. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU.
13. Seluruh Apoteker, Asisten Apoteker dan Staf Instalasi Farmasi yang telah
banyak membantu penulis selama melakukan Praktik Kerja Profesi di RSUP
H. Adam Malik Medan.
Penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Profesi ini dapat menambah
ilmu pengetahuan di bidang farmasi, khususnya farmasi rumah sakit dan dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Desember 2013
RINGKASAN
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RINGKASAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Tujuan ... 2
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ... 3
2.1Rumah Sakit ... 3
2.1.1 Definisi Rumah Sakit ... 3
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 3
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ... 4
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ... 4
2.2Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 5
2.2.1 Struktur Organisasi IFRS ... 6
2.2.2 Sumber Daya Manusia ... 6
2.2.3 Tugas dan fungsi IFRS ... 7
2.2.3.2Fungsi IFRS ... 7
2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 7
2.2.4.1Pemilihan ... 8
2.2.4.2Perencanaan ... 9
2.2.4.3Pengadaan ... 9
2.2.4.4Produksi ... 10
2.2.4.5Penerimaan ... 11
2.2.4.6Penyimpanan ... 12
2.2.4.7Pendistribusian ... 15
2.2.4.8Evaluasi... 20
2.2.5 Pelayanan Kefarmasian ... 21
2.2.5.1Pengkajian Resep ... 22
2.2.5.2Dispensing ... 23
2.2.5.3Pemantauan dan Pelaporan ESO ... 25
2.2.5.4Pelayanan Informasi Obat ... 26
2.2.5.5Konseling ... 27
2.2.5.6Pemantauan Kadar Obat dalam Darah ... 27
2.2.5.7Visite Pasien ... 28
2.2.5.8Pengkajian Penggunaan Obat ... 28
2.2.5.9Dispensing Sediaan Khusus ... 28
2.3Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 30
2.4Instalasi Gas Medis ... 31
2.4.1 Jenis Gas Medis ... 32
2.4.3 Pendistribusian Gas Medis ... 33
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK ... 35
3.1Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik ... 35
3.1.1 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik ... 35
3.1.2 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik ... 36
3.1.3 Falsafah dan Motto RSUP H. Adam Malik ... 37
3.1.4 Klasifikasi RSUP H. Adam Malik ... 37
3.1.5 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik ... 37
3.2Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ... 38
3.2.1 Struktur danTugas organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ... 38
3.2.1.1Kepala Instalasi Farmasi ... 39
3.2.1.2Wakil Kepala Instalasi Farmasi ... 40
3.2.1.3Tata Usaha Farmasi ... 40
3.2.1.4Kelompok Kerja ... 40
3.2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 43
3.2.2.1Pemilihan ... 43
3.2.2.2Perencanaan ... 44
3.2.2.3Pengadaan ... 44
3.2.2.4Produksi ... 45
3.2.2.5Penerimaan ... 45
3.2.2.6Penyimpanan ... 46
3.2.2.7Pendistribusian ... 48
3.2.2.9Evaluasi ... 51
3.2.3 Pelayanan Kefarmasian ... 52
3.2.3.1Pengkajian Resep ... 52
3.2.3.2Dispensing ... 52
3.2.3.3Pemantauan dan Pelaporan ESO ... 53
3.2.3.4Pelayanan Informasi Obat ... 54
3.2.3.5Konseling ... 54
3.2.3.6Visite ... 55
3.2.3.7Pengkajian Penggunaan Obat ... 55
3.3Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 55
3.3.1 Fungsi Instalansi Sterilisasi Pusat (CSSD) ... 56
3.3.2 Kegiatan Instalansi Sterilisasi Pusat (CSSD) ... 57
3.3.3 Sasaran Kegiatan ... 57
3.4Instalasi Gas Medis ... 58
3.5Depo Farmasi Rindu B ... 61
3.6Sarana dan Prasarana ... 62
BAB IVPEMBAHASAN ... 63
4.1Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik ... 63
4.1.1 Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 63
4.1.2 Sumber Daya Manusia ... 63
4.2Pelayanan Kefarmasian ... 63
4.2.1 Konseling ... 63
4.2.2 Visite ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66
5.1Kesimpulan ... 66
5.2Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Minimal Instalasi Farmasi RSUP H.Adam Malik ... 5
Gambar 2.2 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 8
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H.Adam
Malik ... 39
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Central Sterile Supply
Departement(CSSD) RSUP H. Adam Malik ... 56
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Instalasi Gas Medis RSUP H. Adam
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan ... 69
Lampiran 2.Blanko Pelaporan Monitoring EfekSampingObat (MESO) .... 70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan,
merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan
upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Depkes
RI, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit sebagai penunjang upaya kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi
pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, pelayanan
informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek
samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan khusus, pemantauan
kadar obat dalam darah (Depkes RI, 2004).
Standarisasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menggerakan
kegiatan organisasi guna meningkatkan produktifitas dan mutu jasa sehingga
dapat meningkatkan daya saing, melindungi konsumen dan tenaga kerja baik
keselamatan maupun kesehatannya. Perlunya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan melalui akreditas rumah sakit dengan membuat standar akreditas baru
yaitu JCI (Joint Commission Internasional) yang berbasis pada kelompok standar
keselamatan berfokus pada pasien dan managemen rumah sakit.
Farmasi klinis merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana seorang
untuk pemulihan kesehatan, serta pencegahan penyakit. Praktik farmasi klinis
mencakup filosofi pelayanan farmasi, memadukan orientasi pelayanan dengan
suatu pengetahuan terapi, pengalaman, dan pertimbangan keputusan dengan
tujuan menjamin pengobatan pasien yang optimal. Sebagai suatu disiplin ilmu,
farmasi klinis juga memiliki kewajiban untuk berkontribusi terhadap
pengetahuan-pengetahuan yang baru untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas
hidup pasien.
Perwujudan profesionalisme apoteker dalam menjalankan profesinya
dilaksanakan melalui peningkatan sumber daya manusia. Upaya tersebut
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kesehatan. Salah
satu diantaranya yaitu Praktek Kerja Profesi (PKP) apoteker. Sebagai tenaga
kesehatan profesional, maka calon apoteker perlu memahami dan mengenal
peranan apoteker di rumah sakit, khususnya pada instalasi farmasi. Hal ini penting
sebagai bekal bagi lulusan Program Pendidikan Profesi Apoteker apabila bekerja
di rumah sakit. Berdasarkan pertimbangan ini, Fakultas Farmasi USU Medan
bekerjasama dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan mengadakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
1.2Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi (PKP) di Rumah Sakit
adalah untuk memahami peran apoteker di rumah sakit dalam menunjang
pelayanan kesehatan dan mengelola farmasi rumah sakit sesuai dengan etika dan
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang rumah
sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dangawat darurat.
2.1.2Tugas dan fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 pasal 5 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
pasal 5, rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009).
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan penjelasan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
pasal 4, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah sakit :
a. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar,
5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain, dan 13 subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar,
4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2 subspesialis.
c. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar
dan 4 spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar
(Depkes RI, 2009).
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
pasal 33 Tentang Rumah Sakit, Setiap Rumah Sakit harus memiliki
sedikit terdiri atasKepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsurpenunjang medis, komite medis,
satuanpemeriksaan internal, serta administrasi umum dankeuangan.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Minimal IFRS
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit
ataubagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker
dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, dan
merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan
rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004).
Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing
obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian
mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung Manajemen
Mutu Pelayanan
Farmasi Klinis Pengelolaan Perbekalan
Farmasi
Administrasi IFRS Kepala Instalasi Farmasi
pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan (Siregar dan Amalia, 2004).
2.2.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
IndonesiaNo.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
RumahSakit, dinyatakan bahwa struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari
kepalaIFRS, administrasi IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasiklinik dan manajemen mutu.Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan
visi,misi dan tujuan yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan
filosofipelayanan kefarmasian (Depkes RI, 2004).
2.2.2 Sumber Daya Manusia
Personalia pelayanan farmasi rumah sakit adalah sumber daya manusia yang
melakukan pekerjaan kefarmasian dirumah sakit. Penyelenggaraan
pelayanankefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang
berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari aspek
hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus
menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.
Analisa Kebutuhan Tenaga:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga:
1. Apoteker
2. Sarjana farmasi
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga:
1. Operator komputer /teknisi yng memahami kefarmasian
2. Tenaga administrasi
3. Pembantu pelaksana
2.2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.3.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dari antara lain:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etika profesi.
3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit (Depkes RI, 2004).
2.2.3.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi
Farmasi rumah sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta
2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait anatara satu dengan yang
lain.
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatannya
mencakup perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
Gambar 2.2 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.2.4.1Pemilihan
Semua rumah sakit harus memilih obat-obatan mana yang harus
disediakan untuk peresepan dan permintaan oleh para praktisi perawatan
kesehatan. Keputusan ini berdasarkan misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan
jenis layanan yang disediakan. Pemilihan obat-obatan merupakan proses yang
mempertimbangkan kebutuhan pasien dan keselamatan sebagaimana nilai-nilai
ekonomis (JCI, 2011).
PERENCANAAN
PENGADAAN
PENERIMAAN
PENYIMPANAN
DISTRIBUSI PENGENDALIAN
PENGHAPUSAN PENCATATAN &
PELAPORAN MONITORING &
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat(Depkes RI, 2004).
2.2.4.2Perencanaan
Rumah sakit mempunyai metode, misalnya lewat suatu kepanitiaan, untuk
mengurus dan memantau daftar obatandan memantau penggunaan
obatan itu di rumah sakit. Keputusan untuk menambah atau mengurangi
obat-obatan dari daftar tersebut diatur menurut kriteria yang mencakup indikasi
penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Daftar tersebut diulang setidaknya
setahun sekali berdasarkan informasi yag muncul berkaitan dengan keselamatan
dan efikasi (kemanjuran)-nya serta informasi tentang penggunaan dan efek
samping (JCI, 2011).
Pedoman perencanaan dapat berdasarkan DOEN, formularium rumah
sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.
Proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari
kekosongan obat, dasar-dasar perencanaanditentukan dengan menggunakan
metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
2.2.4.3Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Pengadaan ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Pembelian
1. Pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi)
2. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan.
b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi
1. Produksi steril
2. Produksi non steril
c. Sumbangan/droping/hibah(Depkes RI, 2004).
2.2.4.4Produksi
Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi
dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi
dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak tersedia dipasaran,
sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi sediaan
obat kanker(Depkes RI, 2004).
Jenis sediaan farmasi yang diproduksi:
a. Produksi Steril
1. Sediaan steril
2. Total parenteral nutrisi
Contoh: campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan.
3. Pencampuran obat suntik/sediaan intravena
Contoh: melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai.
4. Rekonstitusi sediaan sitostatika
Contoh: pencampuran obat kemoterapi
5. Pengemasan kembali
Contoh: pembuatan handrub
b. Produksi Non Steril
1. Pembuatan puyer
Contoh: parasetamol tablet
2. Pembuatan sirup
Contoh: OBH, Inadryl loco, kloralhidrat
3. Pembuatan salep
Contoh: salep sulfadiazin, salep 2-4
4. Pengemasan kembali
Contoh: Alkohol, H2O2, povidon iodin
5. Pengenceran
Contoh: antiseptik dan desinfektan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab.Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik
dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari
perbekalan farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu
kedatangan.Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan
disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua
perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah
diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan didalam lemari atau tempat
lain yang aman.
Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak
yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
1. Harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), untuk bahan
berbahaya.
2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin.
3. Sertifikat Analisa Produk (Depkes RI, 2008).
2.2.4.6Penyimpanan
Menurut JCI, 2011 penyimpanan perbekalan farmasi di rumah sakit
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
yang berkaitan dengan farmasi, atau pada unit farmasi yang terletak pada unit
perawatan pasien atau pos keperawatan dalam unit klinis. Standar Medication
Management and Use (MMU) menyediakan mekanisme pengawasan untuk semua
lokasi di mana obat-obatan disimpan. Di semua lokasi di mana obat-obatan
disimpan, hal-hal berikut dapat terlihat jelas:
a) Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas
produk.obatyang termolabil seperti serum, vaksin, insulin dan obat-obatan yang
harus disimpan pada suhu rendahditempatkan dalam lemari pendingin, dengan
rentang suhu 2-8oC. Lemari pendingin harus dilengkapi dengan alat pengukur
suhu termometer.
b) Zat-zat yang dikendalikan dicatat secara akurat sesuai dengan
undang-undang dan peraturan yang berlaku. Seperti golongan narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari khusus dan terkunci. Untuk obat golongan narkotika disimpan
dilemari kunci ganda (Morfin, codein dll) dan psikotropika disimpan dilemari
terkunci (Lysergid, Diazepam dll).
c) Obat-obatan dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan
obat-obatan diberi label secara akurat dengan isi, tanggal kadaluarsa, dan
peringatan.Obat Look Alike Sound Alike (LASA) disimpan dengan pemberian
jarak dan diberi stiker hijau LASA. Contohnya Zyrtec dengan Zyprexa. Dan obat
yang perlu mendapatkan perhatian khusus (High Alert) disimpan didalam lemari
diberi list beri merah dan ditempelkan stiker high alert. Contohnya Dopamin,
Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan penyimpanan obat.
Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan tahan api. Bahan
berbahaya ini diberi masing-masing simbol diantaranya ialah:
- Bahan yang mudah meledak (E) contohnya: Tinitro toluena (TNT).
- Bahan yang amat sangat mudah terbakar (F) contohnya: Aseton, Logam
Natrium.
- Bahan pengoksidasi (O) contohnya: kalium klorat dan kalium
permanganate.
- Bahan yang sangat beracun (T) contohnya kalium sianida, hydrogen sulfida,
nitrobenzene,
- Bahan yang mudah merusak jaringan (C) contohnya: HCl dan H2SO4 ,
- Bahan yang menyebabkan iritasi (Xi) contohnya: isopropilamina, kalsium
klorida.
- Bahan berbahaya bagi lingkungan (N) contohnya: tetraklorometan, dan
petroleum hidrokarbon.
d) Elektrolit-elektrolit konsentrat tidak disimpan di unit perawatan kecuali
jika dibutuhkan secara klinis, dan apabila disimpan dalam unit perawatan, terdapat
pengamanan untuk mencegah pemberian tidak sengaja.
e) Semua area penyimpanan obat-obatan diinspeksi secara berkala sesuai
dengan kebijakan rumah sakit untuk memastikan bahwa obat-obatan tersimpan
secara tepat.
f) Kebijakan rumah sakit menetapkan bagaimana obat-obatan yang dibawa
Terhadap setiap elemen dari a) hingga f) dalam maksud dan tujuan
dilakukan skoring secara terpisah, karena mereka mewakili area kritis atau
berisiko tinggi.
Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk.
Tempat penyimpanan obat sebaiknya tertutup, tidak lembab dan tidak langsung
terpapar sinar matahari. Penyimpanan perbekalan farmasi disimpan menurut
persyaratan adalah Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan
penyimpanan obat. Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan
tahan api.
2.2.4.7Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan:
1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
2. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
3. System floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
(Depkes, 2004)
A. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
1) Sistem distribusi resep obat individu.
Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Pada
sistem ini, kebutuhan barang farmasi individu pasien tidak tersedia di ruang
perawatan, tetapi harus diambil atau diterbus di tempat pelayanan farmasi dengan
menbawa resep dengan instruksi pengobatan dari dokter. Tempat pelayanan
farmasi tersebut yaitu di instalasi farmasi rumah sakit, apotik baik yang ada di
dalam maupun di luar rumah sakit. Semua obat yang ditebus dibawa ke ruangan
perawatan untuk diserahkan pada perawat untuk disimpan. Biaya pengobatan
yang ditanggung oleh pasien tinggi karena setiap sisa obat yang tidak digunakan
tetap harus dibayar.
Keuntungan dari sistem ini:
- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaintan dengan obat pasien.
- Memberi kesempatan inetraksi profesional antara farmasis – dokter –
perawat – pasien.
- Memungkikan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.
- Mempermudah penagihan biaya pengobatan pasien.
Keterbatasan dari sistem ini:
- Jumlah kebutuhan personal di IFRS meningkat.
- Kemungkian keterlambatan sediaan obat sampai pada pasien.
- Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan
obat di ruang pada waktu konsumsi obat.
- Terjadi kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan
rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B yang memiliki daerah
perawatan penderita yang menyebar sehingga jarak sehinnga jarak antara
IFRS dengan beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh.
2) Sistem distribusi obat persediaan perlengkapan diruangan ( floor stock).
Pada sistem ini kebutuhan obat atau perbekalan farmasi dalam jumlah besar
baik dalam kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang
diperoleh dari tempat pelayanan farmasi baik sentralisasi maupun disentralisasi,
disimpan diruangan perawatan. Kebutuhan obat dasar maupun obat individu
langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau mengambil dulu
dari tempat penyimpanan farmasi. Proses pengelolaan inventaris, penyiapan dan
peracikan obat atau barang farmasi tersebut serta penyampaiannya pada pasien
sepenuhnya dibebankan kepada perawat. Pelayanan dengan sistem ini paling
cepat, karena semua barang kebutuhan ada dalam satu ruangan.
Keuntungan sistem ini:
- Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien.
- Tidak ada pengembalikan obat yang tidak terpakai di IFRS.
- Pengurangan penyalinan order obat.
- Pengurangan jumlah personil IFRS yang diperlukan.
Keterbatasan sistem ini:
- Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
Disamping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat
sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
- Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan yang
dan tanggal kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan
obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.
- Pencurian obat meningkat.
- Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
- Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
- Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
3) Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruangan
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem
distribusi resep/ order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di
ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari instalasi
farmasi rumah sakit dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya
diadakan untuk mengurangi beban kerja instalasi farmasi rumah sakit. Obat yang
disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap
hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relative murah,
mencakup obat resep atau obat bebas.
Keuntungan sistem ini:
- Semua resep atau order individu dikajioleh apoteker
- Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker – dokter –
perawat – pasien.
- Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien (obat persediaan di
ruang).
- Beban IFRS dapat berkurang.
- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada pasien (obat
resep individual).
- Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)
(Depkes,2008).
4) Sistem distribusi obat dosis unit
Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita, terdiri
atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk sewaktu-waktu tertentu.
Penderita hanya membayar obat yang di komsumsi saja. Sistem distribusi obat
dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang di koordinasi
instalasi farmasi dan rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, unsur khusus berikut adalah dasar
dari semua sistem dosis unit yaitu obat dikandung dalam kemasan unit utnggal, di
dispensing dalam bentuk siap konsumsi untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24
jam persediaan dosis, di antarkan keruang perawatan atau tersedia pada runang
perawatan penderita tiap waktu.
Keuntungan dari penerapan sistem ini adalah:
- Pasein hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
- Semua dosis yang diperlukn pada unit perawatan telah disiapkan oleh
IFRS.
- Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.
- Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
- Meningkatkan pemberdayaan tugas profesional dan non profesional yang
- Mengurangi resiko kehilangan dana pemborosan perbekalan farmasi.
- Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/ order sampai pasien
menerima dosis unit.
- Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi
bertambah baik.
- Apoteker dapat datang ke unit perawatan/ ruang pasien, untuk melakukan
konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada
tim, sebangai upaya yang diperlukan untuk perawatan pasien yang lebih
baik.
- Peningkatan pengendalian dan pemantuan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh.
- Memberikan peluang yang lebih besar utuk prosedur komputerisasi.
Kelemahan dari penerapan sistem ini adalah:
- Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi.
- Meningkatnya biaya operasional.
B. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Pendistribusian perbekalan rarmasi untuk pasien rawat jalan menggunakan
sistem individu atau resep perorangan yang ditulis oleh dokter untuk tiap pasien.
Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS
sesuai yang tertulis pada resep (Depkes RI, 2008)
2.2.4.8Evaluasi
Tujuan umum evaluasi, yaitu agar setiap pelayanan farmasi memenuhi
Tujuan khusus evaluasi, yaitu untuk menghilangkan kinerja pelayanan yang
substandar, terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan
keamanan pasien, meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat
yang diproduksi dirumah sakit sesuai CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik)
1. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, di bagi tiga jenis program eveluasi:
a. Prospektif: program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
b. Komkuren: program dijalankan bersama dengan pelayanan dilaksanakan
Contoh: memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh
Asisten Apoteker
c. Retrospeksi: pgogram pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan.
Contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang
2. Metode Evaluasi
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
b. Review (penilaian)
Penilaian terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan resep
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dialkukan dengan angket atau
wawancara langsung.
d. Observasi
2.2.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalammenjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,keahlian, ketrampilan dan perilaku
apoteker serta bekerja sama denganpasien dan profesi kesehatan lainnya.
Tujuan :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi dirumah
sakit.
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,keamanan
dan efisiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lainyang
terkait dalam pelayanan farmasi.
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangkameningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
Kegiatan pelayanan kefarmasian meliputi:
2.2.5.1Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien (untuk anak)
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
Persyaratan farmasi meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan
d. Aturan, cara dan tehnik penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontraindikasi
e. Efek aditif
2.2.5.2Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
Tujuan Dispensing
a. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.
b. Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan
secara oral atau emperal.
c. Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu.
d. Menurunkan total biaya obat.
Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya:
1. Dispensing sediaan farmasi khusus
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan
menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap
prosedur yang menyertai.
b. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai
dengan dosis yang ditetapkan.
2. Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya
Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan
obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung
diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian
kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga
kecelakaan terkendali.
Kegiatan Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya
1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat.
2. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai.
3. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan.
4. Mengemas dalam pengemas tertentu.
Faktor yang perlu diperhatikan
1. Cara pemberian obat kanker
2. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai.
3. Lemari pencampuran biological safety cabinet.
4. HEPA filter
5. Pakaian khusus
6. Sumber daya manusia yang terlatih
2.2.5.3Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respons terhadap obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan
terapi.Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi.
Tujuan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat:
1. Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah
dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat:
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami Efek Samping Obat
3. Mengisi formulir Efek Samping Obat
4. Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.2.5.4 Pelayanan lnformasi Obat (PIO)
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, PIO merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi
secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah
sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi
terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan
obat yang rasional.Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumensecara aktif
dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatanmelalui
telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label obat.
4. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan
5. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagipasien
rawat jalan dan rawat inap.
6. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dantenaga
kesehatan lainnya.
7. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan
pelayanankefarmasian. (Depkes RI, 2004).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah sumber informasi obat, tempat,
tenaga dan perlengkapan.
2.2.5.4Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan
obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan dari kegiatan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan
obat-obat lain.
2.2.5.6Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi:
i. mengetahui kadar obat dalam darah
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
i. memisahkan serum dan plasma darah
ii. memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan
alat TDM
iii. membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
i. alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat
ii. reagen sesuai obat yang diperiksa.
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk mendapatkan gambaran
keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
tertentu, membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain, penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, menilai
pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan pada pengkajian penggunaan obat meliputi indikator peresepan,
indikator pelayanan dan indikator fasilitas (Depkes RI, 2004).
2.2.5.7Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter
dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan Visite Pasien adalah
a. Pemilihan obat
b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik
c. Menilai kemajuan pasien.
2.2.5.8Pengkajian Penggunaan Obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi.
2.2.5.9Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat.Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.Dispensing
sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral
dan penanganan sediaan sitotoksik.
Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker,
perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran
biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
Penanganan obat sitotoksik (kanker) secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan
obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung
diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada
pasien sampai kepada pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam
mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat
pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
ii. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
iii. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
iv. Mengemas dalam pengemas tertentu
v. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah:
i. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
ii. Lemari pencampuran biological safety cabinet
iii. HEPA filter
iv. Alat pelindung diri
v. Sumber daya manusia yang terlatih
vi. Cara pemberian obat kanker.
2.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Instalasi CSSD atau pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non structural
yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan
standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit (Depkes,
2009).
1. Tujuan CSSD:
a. Membantu unit lain dirumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk
mencegah terjadinya infeksi
b. Menurunkan angka kejadian infeksi
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
2. Tugas utama CSSD adalah:
a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien
b. Melakukan proses sterilisasi alat / bahan.
c. Mendistribusikan alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar
operasi maupun ruangan lain.
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan
bermutu.
e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan
perawatan pasien.
f. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.
g. Mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari
upaya pengendalian mutu.
h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi
nosokomial.
i. Memberi penyuluhan tentang hal – hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
j. menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat
sterilisasi.
k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
l. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang
pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan
2.4 Instalasi Gas Medis
Definisi istilah mengenai gas medis dan instalasinya terdapat dalam pasal 1
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1439/Menkes/SK/XI/2002
tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam pasal ini
disebutkan bahwa :
a. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk
pelayanan medis pada sarana kesehatan
b. Instalasi Pipa Gas Medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta
peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk
menyalurkan gas medis ketitik outlet diruang tindakan dan perawatan
c. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana beserta peralatan dan atau
tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat
disalurkan melalui pipa instalasi gas medis
d. Instalasi Gas Medis selanjutnya disingkat (IGM) adalah seperangkat sentral
gas medis, instalasi pipa gas medis sampai outlet.
Berdasarkan definisi istilah diatas maka dapat disimpulkan bahwa gas
medis maupun instalasinya harus memiliki spesifikasi yang khusus atau memiliki
standar-standar keamanan yang lebih tinggi dari gas maupun instalasi gas lainnya.
Hal ini disebabkan karena penggunaan dan penyaluran gas medis di sarana
pelayanan kesehatan digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
2.4.1 Jenis gas medis
Sesuai dengan SK MenKes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang
penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain:
- Oksigen cair (tangki)
- Gas N2O (tabung 25 kg)
- Gas CO2
- Udara Tekan (UT)
- Siklopropana (C3H6)
- Helium
- Vaccum (suction)
- Mixture gas yang terdiri dari O2 + N2 ;O2 + CO2 ;He + O2 ; N2O + O2 + N2.
2.4.2 Penyimpanan gas medis
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1439/Menkes/SK/XI/2002, penyimpanan gas medis harus memenuhi syarat
penyimpanan gas medis, yaitu :
a. Tabung-tabung gas harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan
dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan
b. Lokasi penyimpanan harus khusu dan masing-masing gas medis dibedakan
tempatnya
c. Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong
dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
d. Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau
sejenisnya
e. Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes
kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayahanan kesehatan di
rumah sakit adalah sebagai berikut :
a. Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troli yang biasanya
ditempatkan dekat dengan pasien.
b. Pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus
ditesdan dikalibrasi.
c. Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung
untuk 1 orang.
d. Tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
3.1 Identitas Pasien
Nama : B
No. MR : 00.57.74.62
Umur : 17 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 04 Januari 1996
Agama : Islam
Alamat : Desa silau jawa dusun V kecamatan band
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 60 kg
Ruangan : Rindu B Bedah Digestif
Pembayaran : Jamkesmas
Tanggal Masuk : 09 Oktober 2013
Tangga l Keluar : 25 Oktober 2013
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga
Hasil wawancara dengan pasien, ternyata tidak ada riwayat penyakit kelurga pasien.
3.2.3 Riwayat Penyakit Sosial
Hasil wawancara yang dilakukan dengan pasien, ternyata pasien memiliki tidak memiliki riwayat penyakit sosial.
3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu
Hasil wawancara dengan pasien, ternyata pasien tidak pernah mengkonsumsi obat yang terdahulu.
3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP HAM
Pasien masuk RSUP. H. Adam Malik pada tanggal 09 Oktober 2013 dalam keadaan sadar dan mengeluhkan nyeri perut kanan atas, dialami lebih kurang 1 minggu, sebelum masuk rumah sakit nyeri terus menerus, muntah (-), buang air besar dan buang air kecil normal. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat dengan diagnosa sementara
Diffuse Peritonitis dan diindikasikan dirawat dengan skala nyeri 2 dan infeksi berat.
3.4 Hasil Pemeriksaan
3.4.1 Hasil Pemeriksaan Fisik
Selama di rawat di RSUP. H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien apakah mengalami perkembangan atau kemunduran setelah pemberian terapi.
Tabel 3.1 Pemeriksaan Fisik
Tanggal Sensorium TD (mmHg) RR
(x/menit)
HR (x/menit)
T
(°C)
10/10/2013 Compos mentis 120/80 22 86 36,9 11/10/2013 Compos mentis 130/80 24 100 37 12/10/2013 Compos mentis 120/70 24 80 38 13/10/2013 Compos mentis 120/70 22 80 39,5 14/10/2013 Compos mentis 120/70 22 80 38 15/10/2013 Compos mentis 110/70 20 80 38,5 16/10/2013 Compos mentis 110/90 20 85 37,9 17/10/2013 Compos mentis 110/90 20 85 40,5 18/10/2013 Compos mentis 120/70 20 80 37,9
3.4.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tabel 3.2 Hasil Laboratorium Patologi Klinik tanggal 9 dan 17 Oktober 2013
Jenis Pemeriksaan Satuan Unit Hasil Keterangan
Normal 9 Oktober 17 Oktober
HEMATOLOGI Darah Lengkap (CBC) : Hemoglobin (HGB)
Waktu Trombin • Bilirubin Total • Bilirubin Direk • Fosfatase Alkali
• AST/SGOT
• ALT/SGPT
• Albumin
Metabolisme Karbohidrat
• Glukosa Darah
(Sewaktu)
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Telah dilakukan pemeriksaan USG yaitu liver ukurannya membesar,
permukaan tidak rata, parenkim homogen, tampak lesi anechoic, dinding tebal,
ukuran +/7,7 cm.
Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan USG Liver
c. Uji kultur mikroba
Telah dilakukan uji kultur mikroba dengan hasil bahwa tidak ada
pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob.
Kesimpulan: Pemakaian obat antibiotik yang digunakan mengikuti penatalaksana
penyakit Liver abses.
3.5 Terapi
Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima
obat-obatan.sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium Jamkesmas.
Tabel 3.3 Daftar obat-obat yang digunakan pasien
Tanggal Jenis Obat
Sediaan
Dosis Sehari Rute Bentuk Kekuatan
10
20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam
20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam
20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam
14
20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam
20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam
20 tetes/ menit 1000 mg/12 jam
Tabel 3.3 (Lanjutan)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pasien masuk RSUP. H. Adam Malik pada tanggal 09 Oktober 2013
dalam keadaan sadar dan mengeluhkan nyeri perut kanan atas, dialami lebih
kurang 1 minggu, sebelum masuk rumah sakit nyeri terus menerus, muntah (-),
buang air besar dan buang air kecil normal. Pasien masuk melalui instalasi gawat
darurat dengan diagnosa sementara Diffuse Peritonitis dan diindikasikan dirawat
dengan skala nyeri 2 dan infeksi berat.Kemudian keluarga pasien mengisi biodata
di bagian informasi serta melengkapi berkas administrasi untuk mendapatkan
medical record (MR), dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat
inap di Rindu B2B Ruang Bedah Digestif dengan diagnosa Liver Abses +
Sepsis.Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan, pemeriksaan fisik
menunjukan pasien mengalami nyeri dibagian perut kanan, pemeriksaan radiologi
USG yang menunjukan kesimpulan bahwa pasien mengalami liver abses dilobus
kanan, sehingga pasien didiagnosa Liver abses + Sepsis dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium patologi klinik untuk mengetahui kondisi pasien.
Pengobatan penyakit ini biasanya ditujukan untuk mengatasi radang dan
menghilangkan rasa sakit dan nyeri serta infeksi oleh bakteri. Untuk pencegahan
infeksi digunakan antibiotik yang rutin diberikan atas dasar kemungkinan
terjadinya infeksi dan berdasarkan hasil uji kultur mikroba. Penggunaan analgetik
Penulis melakukan pemantauan terapi obat, konseling pasien untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya untuk kualitas pengobatan yang terbaik mulai
dari tanggal 10 – 18 Oktober 2013. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk
melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan secara rasional.
Rasionalitas penggunaan obat meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat,
tepat dosis dan waspada efek samping. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap
hari sesuai dengan obat yang diberikan. Penyampaian informasi penting tentang
obat disampaikan secara langsung kepada pasien atau keluarganya untuk
meningkatkan pemahaman pasien mengenai obat dan kepada tenaga kesehatan
lainnya terkait dengan efektivitas obat dan stabilitas obat dalam bentuk
rekomendasi kepada dokter dan perawat.
4.1.1 Pembahasan Tanggal 10-11 Oktober 2013
Pemeriksaan dan pemberian terapi pada tanggal 10-11 Oktober 2013 adalah:
Diagnosis :Liver abses + sepsis
Subjektif (S) : Nyeri perut kanan atas
Objektif (O) :Abdomen peristaltik (+), sensorium: compos mentis
Tekanan darah (TD) : 120/80 mmHg
Heart Rate (HR) : 86x/menit
Respiration Rate (RR): 22x/menit
Temperatur : 36,9oC
Pada tanggal 10-11 Oktober 2013 pasien menerima obat-obatan seperti
Tanggal Jenis Obat
Sediaan
Dosis Sehari Rute
Bentuk Kekuatan
10-11
20 tetes/ menit
1000 mg/ 12 jam
4.1.1.1 Pengkajian tepat pasien
Barcode pasien sudah sesuai nama dan juga nomor RM. Pada liver abses,
gejala pertama yang paling sering adalah nyeri pada bagian perut kanan. Pasien
dengan keluhan utama nyeri diperut bagian kanan dan menurut pemeriksaan USG
liver dengan hasil liver abses dilobus kanan dan hasil diagnosis banding dokter
bahwa pasien mengalami Liver abses + Sepsis.
4.1.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi
Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 10-11 Oktober
2013 adalah Infus RL, Ceftriaxone, Ketorolac dan Ranitidin.
Infus Ringer Laktat diindikasikan untuk mengembalikan keseimbangan
elektrolit pada kondisi dehidrasi, mengatasi kehilangan cairan ekstraseluler
abnormal yang akut, dan mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang.
Pemberian infus Ringer laktat sudah tepat indikasi sesuai dengan kondisi pasien
yang lemas dan memerlukan tambahan cairan tubuh.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik,
penghilang nyeri. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai
analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara
langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam
arakidonat (Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).
Injeksi Ranitidin diindikasikan untuk pengobatan dan pemeliharaan
terhadap ulkus duodenal, pengobatan jangka pendek, pengobatan pada kondisi
hipersekretori patologik dan hipersekresi pasca bedah (Tatro, 2003; Depkes RI,
2007; Hardjosaputra, 2008).Injeksi Ranitidin tepat indikasi dengan keadaan
hipersekresi asam lambung pada pasien.
4.1.1.3 Pengkajian Tepat Obat
Pemberian IVFD RL tepat obat untuk menyeimbangkan elektrolit pasien
dan digunakan untuk membantu masuknya obat kedalam tubuh. IVFD RL
mengandung Natrium lactate, Natrium Klorida, Kalsium Klorida dan air untuk
injeksi (Kasim, 2008).
Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang
mempunyai aktifitas menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan
dengan satu atau lebih ikatan protein yang selanjutnya akan menghambat tahap
transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat
biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim
autolitik (autosilin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat
menunjukkan kadar leukosit diatas normal, artinya pasien mengalami infeksi.
Penggunaan ceftriaxon sudah tepat karena merupakan antibiotik empirik.
Pemberian injeksi Ketorolak sudah tepat karena pasien mengalami nyeri,
sehingga perlu diberikan ketorolak untuk mengobati rasa nyeri.
Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat karena bekerja dengan
menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin
bekerja cepat, spesifik dan reversibel melalui pengurangan kadar ion hidrogen
cairan lambung (Hardjosaputra, 2008).
4.1.1.4 Pengkajian Tepat Dosis
Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya
penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang apoteker perlu
melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi
ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis
Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 10-11 Oktober 2013 Jenis
obat
Sediaan Rejimen
Dosis
Bentuk Kekuatan
IVFD
obat maka tetap
digunakan
selama
penggunaan
obat iv lainnya
Tabel 4.2 (lanjutan)
IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500
mL/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 mL/kg
BB/jam. Perhitungan dosis ini berlaku bila pasien menjalani puasa sehingga untuk
mencegah terjadinya dehidrasi maka dosis perlu disesuaikan. Dalam hal ini, infus
RL hanya digunakan sebagai pelengkap elektrolit pasien dan jalan obat sehingga
tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.
Ceftria-xon
Injeksi 1000mg Dosis
lazim
Tidak lebih dari
Ceftriaxon berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1000 mg/vial. Dosis
lazim untuk anak>12 tahun = 1-2 g/hari setiap 12 jam(Martin, 2009). Dosis yang
diberikan dokter = 1000 mg/12 jam.Pemberian ceftriaxon sudah tepat dosis
karena masih berada pada batas dosis maksimum.
Ketorolak berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 30 mg/ampul. Dosis
lazim untukanak> 16 tahun dan dewasa: 90 mg/hari (Depkes, 2007).Dosis injeksi
ketorolak yang diberikan untuk pasien yaitu 30 mg setiap 8 jam (90 mg/hari), jadi
pemberian ketorolak pada pasien sudah tepat dosis karena masih berada pada
batasdosis maksimum.
Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50mg/ampul. Dosis
lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam. Dosis pemberian pada pasien 50mg/12
jam sudah tepat sesuai dengan dosis lazim.
4.1.1.5 Pengkajian waspada efek samping
Setiap obat memiliki efek sampingdan interaksi obat yang tidak diinginkan
dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh
apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi
pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Efek samping dan interaksi obat tanggal 10-11 Oktober 2013 di Rindu B Ruang Bedah Digestif.
Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat
Ceftriaxon
Sakit pada tempat suntikan (Depkes R.I., 2007)
Obat-Hasil lab:
•Ceftriaxone dapat
Ranitidin
Sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia (Tatro, 2003)
2007)
Obat-Obat:
a. Ceftriakson><Ketorolac
Ceftriakson akan meningkatkan level atau
efek ketorolac karena kompetisi obat yg bersifat asam secara anionik.
Ketorolac nistagmus,
bingung,bicara tidak lancarTatro, 2003)
4.1.1.6 Kesimpulan
a. Lembar PPOSR (terlampir)
b. Rekomendasi untuk Dokter
Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi
pengkajian dan perencanaan.
Diagnosa : Liver abses + sepsis
Subjektif : Nyeri perut kanan atas (+)
Objektif : Abdomen peristaltik (+), Sensorium: compos mentis
Tekanan darah (TD) : 120/80 mmHg
Heart Rate (HR) : 86x/menit
Respiration Rate (RR): 22x/menit
Temperatur : 36,9oC
Assessment/Pengkajian:
Masalah 1. Ceftriaxone dapat meningkatkan nilai SGOT dan SGPT (Depkes RI,
2007).
Planning/Perencanaan:
4.1.1.7 Rekomendasi untuk perawat
Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk
memberikan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya
kepada pasien, kemudian menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam
terapi, dan menjaga kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa
obat-obatan. Saran yang diberikan pada perawat adalah:
a. Injeksi ceftriaxon: Serbuk disimpan pada suhu kamar 25º. Larutkan 1 gram
serbuk dalam 9,6 ml aqua pro injeksi untuk mengurangi rasa nyeri di
tempat suntikan (Depkes R.I, 2009). Jangan diberikan apabila larutan
menjadi keruh atau mengendap (Tatro, 2003). Setelah dilarutkan disimpan
pada suhu kurang dari 20º, hindari cahaya matahari langsung (Depkes R.I,
2007).
b. Pemakaian jarum suntik obat hanya untuk sekali pakai.
4.1.1.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal
yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara
sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan
dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada
pasien saat visite. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 10-11 Oktober 2013
No Nama Obat PIO
1 IVFD RL Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan