• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN E DAN MINERAL Zn

TERHADAP UMUR PERTAMA BERTELUR, UKURAN

SHANK DAN KUALITAS TELUR

ISA BROWN

MURNIARTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(4)
(5)

ABSTRAK

MURNIARTI. Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown. Dibimbing oleh SUMIATI dan RITA MUTIA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh fortifikasi vitamin E dan mineral Zn maupun kombinasinya dalam ransum ayam petelur Isa Brown terhadap umur pertama bertelur, ukuran shank dan kualitas telur. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah panjang shank, diameter shank, bobot utuh telur, bobot putih telur, persentase bobot putih telur, bobot kuning telur, persentase bobot kuning telur, berat kerabang, persentase bobot kerabang, tebal kerabang dan skor warna kuning telur. Materi penelitian menggunakan ayam petelur Isa Brown sebanyak 160 ekor umur 20 minggu yang dipelihara secara intensif sampai berumur 25 minggu. Perlakuan yang diberikan R0 = ransum kontrol (tanpa fortifikasi vitamin E dan mineral Zn), R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, R2 = ransum dengan fortifikasi mineral Zn 200 ppm, R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + mineral Zn 200 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin E, mineral Zn maupun kombinasi dari keduanya dalam ransum nyata (P<0.05) meningkatkan panjang shank, tetapi tidak mempengaruhi diameter shank dan kualitas telur. Fortifikasi vitamin E dan mineral Zn dapat meningkatkan panjang shank dan mempercepat umur pertama bertelur dan tidak berpengaruh terhadap kualitas telur dan diameter shank.

Kata kunci : kualitas telur, mineral Zn, ukuran shank, umur pertama bertelur, vitamin E

ABSTRACT

MURNIARTI. The Effect of Vitamin E and Mineral Zn Fortification to The Age of The First Egg-Laying, Shank Size and Egg Quality of Isa Brown. Supervised by SUMIATI dan RITA MUTIA.

The aim of this research was to determine the effect of fortication vitamin E, Zn, and its combination in commercial the diets on the age of the first egg-laying, shank size, and egg quality of Isa Brown laying hens. This research was arranged in completely randomized design (CRD) with four treatments and four replicates. The parameters observed were shank length, shank diameter, egg weight, albumen weight, and albumen percentage, yolk weight, yolk percentage, shell weight, shell percentage, shell thickness and yolk color score. This research used 160 laying hens aged 20 weeks that reared intensvely until 25 weeks age. Treatment given were R0 = control diet (without vitamin E and Zn fortification), R1 = diet fortified with vitamin E 200 ppm, R2 = diet fortified with Zn 200 ppm, R3 = diet fortified vitamin E 200 ppm + Zn 200 ppm. Result of this research showed that fortification of vitamin E, Zn and its combination significantly increased (P<0.05) shank lenght, but did not affect shank diameter and egg quality. Vitamin E and Zn fortification could increased shank length and earlier age of the first egg-laying and did not affect egg quality and shank diameter.

(6)
(7)

3

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN E DAN MINERAL Zn

TERHADAP UMUR PERTAMA BERTELUR, UKURAN

SHANK DAN KUALITAS TELUR

ISA BROWN

MURNIARTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

5

Judul Skripsi : Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown Nama : Murniarti

NIM : D24090157

Disetujui oleh

Dr Ir Sumiati, M Sc Pembimbing I

Dr Ir Rita Mutia, M Agr Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MSc Agr Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Umur Pertama Bertelur, Ukuran Shank dan Kualitas Telur Isa Brown”.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh fortifikasi vitamin E dan mineral Zn maupun kombinasi dari keduanya dalam ransum ayam petelur Isa Brown terhadap kualitas telur dan ukuran shank yang dihasilkan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Sumiati, M.Sc. dan Dr.Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku pembimbing atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Serta ucapan terima kasih kepada teman-teman satu tim penelitian, Aryani Maulidhina Mukti Pratiwi, Ali Nurhadi, Winda Ayu Pangesti, Bella JAS Sirait dan Misbahun Mahmuda yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, Oktober 2013

(13)
(14)

3

Prosedur Percobaan ... 3

Persiapan kandang dan peralatan ... 3

Pemeliharaan ... 3

Pengambilan telur ... 3

Pengukuran shank ... 3

Peubah yang diamati ... 3

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan zat makanan ransum kontrol penelitian 2

2 Perlakuan fortifikasi vitamin E dan Zn 2

3 Hasil pengukuran panjang dan diameter shank 6 4 Kualitas telur ayam petelur Isa Brown selama 4 minggu 8

DAFTAR GAMBAR

1 Umur pertama bertelur ayam petelur Isa Brown dengan fortifikasi

vitamin E dan Zn 6

2 Panjang shank ayam petelur Isa Brown umur 25 minggu dengan

fortifikasi vitamin E dan Zn 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam panjang shank 12

2 Hasil uji lanjut Duncan panjang shank 12

3 Hasil analisis ragam diameter shank 12

4 Hasil analisis ragam bobot utuh telur 12

5 Hasil analisis ragam bobot putih telur 12

6 Hasil analisis ragam persentase bobot putih telur 13

7 Hasil analisis ragam bobot kuning telur 13

8 Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur 13

9 Hasil analisis ragam bobot kerabang 13

10 Hasil analisis ragam persentase bobot kerabang 13 11 Hasil analisis ragam skor warna kuning telur 13

12 Hasil analisis ragam tebal kerabang 14

(16)

PENDAHULUAN

Telur merupakan salah satu hasil ternak yang mengandung protein berkualitas tinggi. Saliem et al. (2001) mengatakan bahwa jumlah masyarakat yang mengkonsumsi telur lebih banyak dibandingkan konsumsi hasil ternak besar lainnya, hal ini karena telur lebih mudah diperoleh dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan telur dengan kualitas baik salah satunya dengan penambahan antioksidan yang diperkirakan mampu meningkatkan kualitas telur. Antioksidan salah satunya berfungsi dalam mengatasi pengaruh faktor lingkungan seperti cuaca dan kondisi kandang yang kurang baik dimana dapat menyebabkan ayam petelur menjadi stress. Pengaruh negatif dari stress lingkungan dapat mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan.

Vitamin E dalam pakan berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi zat-zat makanan lain, menurut Akil et al. (2009) vitamin E memiliki peran penting dalam pengaturan metabolisme, menjaga stabilitas membran biologi dari kerusakan dan melindungi struktur seluler serta menjadi bagian penting dalam reaksi reduksi oksidasi sel karena vitamin E merupakan komponen antioksidan utama dalam sistem biologis. Unggas tidak dapat mensintesis vitamin E sehinnga vitamin E yang dibutuhkan unggas harus tersedia dalam ransum. Sahin et al. (2001) mengatakan bahwa level vitamin E dalam plasma menurun saat mengalami heat stress dan kebutuhan vitamin E meningkat dalam kondisi tersebut.

Pertumbuhan dan produktivitas ternak unggas yang mengalami defisiensi Zn dapat terganggu, menurut Salgueiro et al. (2000) defisiensi Zn dapat menyebabkan kerusakan oksidatif akibat radikal bebas. Powell (2000) mengatakan bahwa Zn adalah komponen penting dari sistem biologi antioksidan dan dibutuhkan untuk memaksimalkan pertumbuhan, performa, dan modulasi dari sistem imun. Mineral Zn berfungsi sebagai kofaktor dari beberapa macam enzim. Leeson and Summers (2001) mengatakan defisiensi Zn dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, efisiensi penggunaan pakan menurun, penebalan dan pemendekan tulang kaki, pertumbuhan bulu jelek pada anak ayam. Sahin and Kucuk (2003) melaporkan bahwa dengan pemberian Zn diketahui dapat menguntungkan pada ayam petelur yang mengalami stress lingkungan. Kebutuhan Zn meningkat dan retensinya menurun saat pada kondisi heat stress (Bartlett and Smith 2003).

Mekanisme hubungan Zn dan vitamin E sebagai antioksidan terjadi pada level membran. Mineral Zn berfungsi dalam memperbaiki integritas membran, sedangkan vitamin E memelihara struktur membran dan melindungi dari stress peroksidasi, sehingga Zn dan vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel (Lonnerdal 1988). Kombinasi vitamin E dan Zn mempunyai efek sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan sehingga dapat lebih efektif dalam mengurangi formasi radikal bebas dan kerusakan seluler (Sahin et al. 2006).

(17)

2

METODE PENELITIAN

Bahan

Ternak

Ayam petelur strain Isa Brown yang digunakan sebanyak 160 ekor berumur 20 minggu dengan bobot badan rata-rata 1.44 ± 0.07 kg yang dialokasikan ke dalam 4 perlakuan dan 4 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam.

Ransum

Ransum yang digunakan merupakan ransum komersial ayam petelur dewasa (PAR L1) produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Sumber Vitamin E yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vitamin E 50 (kandungan vitamin E 50%) dan sumber mineral Zn organik dari Zn optimin 15 (kandungan Zn 15%) produksi PT. Trouw Nutrition Indonesia dan sudah disediakan dalam bentuk bubuk. Vitamin E dan Mineral Zn langsung dapat dicampurkan dengan ransum menggunakan mixer. Kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 1. Perlakuan fortifikasi vitamin E dan Zn yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Kandungan zat makanan ransum kontrol penelitian

Kandungan Nutrien Ransum Basal

Bahan kering (%)1) 87.68

1) Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet, IPB (2013); 2) Hasil analisis Laborotium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2013); 3) Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet, IPB (2013); Beta-N: Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen.

Tabel 2 Perlakuan fortifikasi vitamin E dan Zn Perlakuan

(18)

3

Alat

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai yang terbuat dari kawat sebanyak 80 unit (cage), masing-masing berisi 2 ekor ayam yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Ukuran setiap cage adalah panjang 92 cm, lebar 47 cm dan tinggi 44 cm. Peralatan lain yang digunakan adalah lampu sebagai alat penerangan, egg-tray, timbangan digital, jangka sorong digital (digital caliper) yang memiliki skala minimum 0 mm dan maksimum 200 mm untuk mengukur panjang shank, alat-alat yang digunakan untuk mengukur kualitas telur (yolk colour fan, cawan petri, alat pengukur tebal kerabang (starret micrometer), pisau, meja kaca, tisu dan alkohol 70%).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2013, bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas Blok C dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan

Persiapan kandang dan peralatan

Sebelum ayam petelur datang dilakukan pembersihan kandang terlebih dahulu dari kotoran dan mencuci peralatan kandang seperti tempat makan dan tempat air minum, kemudian dilakukan pengapuran pada kandang dan diberi disinfektan. Ayam sebanyak 160 ekor dibagi ke dalam 4 perlakuan dan 4 ulangan masing-masing terdiri atas 10 ekor, dimasukkan ke dalam kandang baterai yang sudah disiapkan. Ayam-ayam ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal sebelum masuk pada perlakuan kemudian dilakukan pengacakan.

Pemeliharaan

Ayam Petelur berumur 20 minggu dimasukkan ke dalam kandang, setiap kandang terdapat 2 ekor yang diambil secara acak dan telah dilakukan penimbangan bobot badan terlebih dahulu. Ransum dan air minum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore. Pemberian air minum pada ayam petelur yang baru dimasukan dalam kandang dicampur dengan Vitachick selama 1 minggu.

Pengambilan telur

Telur diambil setiap hari sejak ayam mulai bertelur. Telur ditimbang setiap hari menggunakan timbangan digital.

Pengukuran shank

Pengukuran meliputi panjang dan diameter shank ayam. Pengukuran dilakukan pada akhir pemeliharaan dengan sampel 3 ekor ayam yang diambil secara acak dari setiap ulangan. Panjang shank diukur sepanjang tulang tarsometatarsus (shank) menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm.

Peubah yang diamati

Umur pertama bertelur

(19)

4

Ukuran shank (mm)

Pengukuran panjang shank dilakukan sepanjang tulang tarsometatarsus (shank) menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter tarsometatarsus (shank) dilakukan dengan mengukur diameter bagian tengah tulang tarsometatarsus menggunakan jangka sorong.

Kualitas telur

Pengambilan data kualitas telur dilakukan pada minggu ketiga pemeliharaan sampai minggu keenam (4 minggu) ketika ayam sudah berumur 22 sampai 25 minggu. Adapun parameter yang diukur adalah sebagai berikut:

Bobot utuh telur

Bobot utuh telur ayam diperoleh dengan mengukur bobot dari keseluruhan telur ayam menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g).

Bobot persentase albumen

Bobot albumen (putih telur) diperoleh setelah putih telur dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari kuning telur, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase albumen diperoleh dari hasil persentase bobot putih telur dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh telur dalam satuan gram (g).

Tinggi albumen

Tinggi albumen (putih telur) diperoleh pada saat telur utuh dipecah, kemudian diukur tinggi putihnya dengan menggunkan alat pengukur tinggi albumen (tripod micrometer).

Bobot dan persentase yolk

Bobot yolk (kuning telur) diperoleh setelah kuning telur dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari putih telur, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase yolk diperoleh dari hasil persentase bobot kuning telur dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh dalam satuan gram (g).

Tebal kerabang

Pengukuran tebal kerabang dilakukan pada tiga bagian kerabang telur yakni pada bagian runcing, tengah, dan pada bagian tumpul. Sampel kerabang yang diukur dipisahkan dari selaput membran (membran telur). Tebal kerabang telur diperoleh dengan pengukuran menggunakan alat pengukur kerabang (micrometer calliper) dalam satuan milimeter (mm).

Haugh unit

(20)

5

Skor warna yolk

Pengamatan skor warna yolk dilakukan dengan cara membandingkan warna pada kuning telur dengan standar roche yolk colour fan dengan skala 1-15 (Vuilleumir 1987).

Analisa Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika yang digunakan adalah (Steel and Torrie 1993):

Yij = μ + τi + εij

Keterangan:

Yij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Error (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j Perlakuan yang diberikan adalah :

R0 = ransum tanpa fortifikasi vitamin E dan Zn R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm R2 = ransum dengan fortifikasi Zn 200 ppm

R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + Zn 200 ppm

Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Jika didapatkan hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Pertama Bertelur

Fortifikasi vitamin E 200 ppm (R1) mempercepat umur pertama bertelur (umur 141 hari). Fortifikasi vitamin E telah banyak digunakan dalam ransum unggas dan level, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi serta performa produksi (Surai 1999; Biswas et al. 2007). Ayam dengan perlakuan tanpa fortifikasi mulai bertelur pada umur 144 hari (R0). Perlakuan fortifikasi mineral Zn (R2) mulai bertelur pada umur 147 hari. Perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral Zn (R3) mulai bertelur pada umur 146 hari.

(21)

6

Fortifikasi vitamin E 200 ppm yang diberikan pada penelitian ini dapat dikatakan mempercepat umur pertama bertelur, hal ini diduga karena fungsi vitamin E yang berperan dalam proses produksi telur. Yardibi and Turkay (2008) menyatakan bahwa vitamin E meningkatkan produksi telur dengan mencegah kerusakan hati, yang mana penting untuk sintesis protein kuning telur. Vitamin E merupakan rantai antioksidan utama dan salah satu komponen utama lemak dari membran biologi. Dalam hal ini vitamin E melindungi hati dari peroksidasi lemak dan kerusakan membran sel dengan melindungi sel dan jaringan dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas (Sahin and Kucuk 2001).

Ukuran Shank

Pengukuran panjang dan diameter shank pada ayam petelur Isa Brown umur 25 minggu disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan fortifikasi Zn 200 ppm saja, maupun kombinasi fortifikasi vitamin E 200 ppm dan Zn 200 ppm nyata mempengaruhi (P<0.05) panjang shank ayam petelur Isa Brown. Rataan panjang shank ayam petelur dengan perlakuan kombinasi fortifikasi vitamin E 200 ppm dan Zn 200 ppm sebesar 94.63 mm, 92.46 mm untuk perlakuan fortifikasi Zn 200 ppm, serta perlakuan fortifikasi vitamin E 200 ppm dan tanpa fortifikasi masing-masing sebesar 90.83 mm dan 90.21 mm, sedangkan, diameter shank relatif sama pada semua perlakuan fortifikasi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang yaitu faktor nutrisional dan manajerial (Jull 1972). Pada unggas faktor yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi faktor nutrisional yaitu protein, vitamin, mineral dan kalsium. Faktor manajerial yaitu genetik, jenis kelamin, umur, penyakit, manajemen pemeliharaan (Wahju 2004). Panjang shank ayam petelur Isa Brown penelitian berkisar antara 90.06-94.00 mm, kisaran panjang shank tersebut lebih kecil dari hasil pengukuran panjang shank Summers et al. (1991) pada ayam petelur Leghorn sebesar 100.8 mm. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh kandungan protein ransum yang

140

(22)

7

digunakan selama penelitian, dimana kandungan protein ransum sebesar 17% kurang memenuhi kebutuhan protein ayam petelur yang berdasarkan Leeson and Summer 2005 sebesar 20%. Kandungan protein dalam ransum yang cukup akan menghasilkan pertumbuhan tulang yang baik, karena stabilitas deposisi mineral tulang dapat ditingkatkan dengan protein (Jull 1972).

Tabel 3 Hasil pengukuran panjang dan diameter shank

*

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); R0 = ransum tanpa fortifikasi, R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, R2 = ransum dengan fortifikasi Zn 200 ppm, R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + Zn 200 ppm.

Panjang shank menurut Mansjoer (1985) merupakan salah satu sifat kuantitatif yang dapat dijadikan parameter pertumbuhan. Panjang shank sering digunakan sebagai parameter dalam memonitoring pertumbuhan dan perkembangan ayam petelur Leghorn, karena panjang shank memiliki korelasi dengan bobot badan ayam (Summers et al. 1991). Pengaruh perlakuan fortifikasi vitamin E 200 ppm dan Zn 200 ppm maupun kombinasi keduanya terhadap panjang shank dapat dilihat pada Gambar 2.

Fortifikasi Zn 200 ppm saja maupun kombinasi vitamin E 200 ppm dan Zn 200 ppm dalam ransum dapat meningkatkan panjang shank ayam petelur penelitian. Hal ini diduga karena Zn mempunyai fungsi fisiologis yang salah satunya berperan dalam pertumbuhan tulang, dimana Zn mempengaruhi aktivitas tibial collagenase yang berperan dalam sintesis dan pergantian kolagen (McDowell 1992).

88

(23)

8

Kualitas Telur

Pengukuran terhadap kualitas telur ayam Isa Brown dilakukan untuk mengetahui pengaruh fortifakasi vitamin E 200 ppm, Zn 200 ppm maupun kombinasi keduanya. Pengukuran kualitas telur dilakukan selama 4 minggu, pada saat ayam berumur 22, 23, 24 dan 25 minggu. Hasil pengukuran kualitas telur disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas telur ayam petelur Isa Brown (umur 22-25 minggu)

Peubah Perlakuan

R0 = ransum tanpa fortifikasi, R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, R2 = ransum dengan fortifikasi Zn 200 ppm, R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + Zn 200 ppm.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap bobot utuh, bobot putih telur, persentase bobot putih telur, bobot kuning telur, persentase bobot kuning telur, bobot kerabang, persentase bobot kerabang, tebal kerabang, skor warna kuning, dan haugh unit. Nilai rata-rata bobot utuh telur dari penelitian ini adalah berkisar 49.06 - 49.95 g butir-1. Bobot telur dari hasil penelitian tergolong berukuran medium berdasarkan klasifikasi North and Bell (1990). Ukuran telur terdiri dari ukuran kecil yaitu dengan bobot telur kurang dari 47.2 g butir-1, ukuran medium dengan bobot telur 47.2 - 54.2 g butir-1, ukuran besar dengan bobot telur 54.4 - 61.4 g butir-1 (North and Bell 1990).

Menurut Amrullah (2003) ukuran dan bobot telur dipengaruhi oleh faktor genetik, umur ayam, komponen pakan dan suhu atau cuaca. Produksi telur unggas ketika baru mulai bertelur, berukuran kecil secara berangsur-angsur bobot telur akan meningkat seiring pertambahan umur unggas dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur, hal ini merupakan pola alami. Pola tersebut juga terlihat dari hasil pengukuran bobot telur setiap minggunya, dimana bobot telur dari minggu ke minggu mengalami peningkatan.

(24)

9

mempengaruhi bobot maupun persentase putih telur yaitu pakan, umur ayam, genetik, temperatur atau suhu, kesehatan ayam, dan cara pemeliharaan (Yuwanta 2010). Selain itu persentase bobot putih telur juga dipengaruhi oleh umur simpan telur (Bell and Weaver 2002).

Rataan bobot kuning telur (yolk) dari pengukuran selama penelitian berkisar 11.12 - 11.38 g butir-1 dengan persentase 22.54% - 22.85% dari bobot utuh telur. Amrullah (2003) mengatakan kuning telur disusun oleh lemak dan protein yang utama. Menurut Ghazvinian et al. (2011), kandungan protein dalam ransum mempengaruhi bobot kuning telur dan albumen. Persentase bobot kuning telur yang peroleh tergolong normal berdasarkan umur ayam yang berproduksi. Telur-telur yang dihasilkan pada awal periode produksi memiliki persentase bobot kuning sebesar 22% -25% dari bobot total telur (Amrullah 2003). Besar telur utuh dan persentase erat hubungannya dengan ukuran kuning telur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan fortifikasi dengan vitamin E dan mineral Zn serta kombinasinya tidak mempengaruhi bobot dan persentase yolk.

Rataan tinggi putih telur ayam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 7.87-8.31 mm butir-1. Tinggi putih telur digunakan untuk menentukan nilai kualitas telur yaitu haugh unit. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi putih telur adalah lamanya penyimpanan. Menurut Zakiyurraahman (2006) lamanya penyimpanan telur akan menyebabkan penurunan pada tinggi putih telur.

Bobot kerabang telur dalam penelitian ini berkisar 5.45 - 5.55 g butir-1 dengan persentase 10.96% -11.19%. Persentase bobot kerabang telur yang peroleh tergolong normal berdasarkan Bell and Weaver (2002) yang mengatakan bahwa kerabang telur memiliki persentase berkisar 10% - 12% dari bobot telur. Menurut Gary et al. (2009) kualitas kerabang dipengaruhi oleh nutrien ransum, manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan serta kesehatan. Rataan tebal kerabang yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 0.41-0.42 mm butir-1. Nilai yang didapat tergolong baik hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2010) bahwa tebal kerabang telur umumnya 0.3-0.4 mm. Kerabang telur mengandung 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga (Gary et al. 2009).

Skor warna kuning telur yang didapat dari hasil penelitian adalah 10-11. Penggunaan vitamin E dan mineral Zn serta kombinasi keduanya, tidak mempengaruhi skor warna kuning telur, hal ini diduga karena kandungan nutrien ransum lainnya relatif sama pada semua perlakuan. Menurut Kang et al. (2003), pigmen karoten mempengaruhi warna kuning telur. Skor warna kuning yang diperoleh dalam penelitian ini masuk kategori yang disukai konsumen, karena pada umumnya konsumen lebih menyukai warna kuning telur berkisar antara emas sampai orange (skor 9-12).

(25)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fortifikasi vitamin E 200 ppm dan mineral Zn 200 ppm dapat meningkatkan panjang shank, mempercepat umur pertama bertelur dan tidak berpengaruh terhadap kualitas telur serta diameter shank.

Saran

Perlu dilakukan analisis kandungan antioksidan dalam telur ayam yang diberi ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, mineral Zn 200 ppm maupun kombinasi keduanya dalam ransum.

DAFTAR PUSTAKA

Akil S, Piliang WG, Wijaya CH, Utomo DB, Wiryawan IKG. 2009. Pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam pakan puyuh terhadap performa serta potensi telur puyuh sebagai sumber antioksidan. JITV. 14(1):1-10.

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung Budi. Bartlett JR, Smith MO. 2003. Effects of different levels of zinc on the performance and

immunocompetence of broilers under heat stress. Poult Sci. 82: 1580-1588.

Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Production Meat and Egg. 5th ed. Massachusetts (US): Kluver Academic.

Gary D, Butcher DVM, Miles R. 2009. Concepts of eggshell quality. Gainesville (US): Univ of Florida.

Ghazvinian K, Irani M, Jamshidi R, Mirzei-Aghsagali A, Siadati SA, Javaheri-Vaighan A. 2011. The effect of energy to protein ration on production performance and characteristics of Japanese Quail eggs. Annals Bio Res. 2(2):122-128.

Jones DR. 2006. Conserving and monitoring shell egg quality. Annual Aust Poult Sci Sym. 18:157-165.

Jull MA. 1972. Poultry Husbandry. 3rd ed. New Delhi (IN) : Tata Mc Graw Hill Book. Kang DL, Kim SI, Cho CH, Yim YH, Kim HS. 2003. Use of lycopene, an antiosidant

carotenoid, in laying hens for egg yolk pigmentation. Asian-Aust J Anim Sci. 16 (12):1799-1803.

Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th ed. Guelph (CN): University Books.

Leeson S, JD Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition 3rd Ed. Ontarion, Canada (CA) : University Books, Guelph.

Lonnerdal B. 1988. Vitamin – Mineral Interactions. Di dalam : Bodwell CE, Erdman JW Editor. Nutrien Interactions. New York (US) : Marcel Dekker.

Mansjoer SS. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam Kampung serta persilangannya dengan Rhode Island Red [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

McDowell LR. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. California (US): Academic Pr.

Mountney GJ. 1976. Poultry Product Technology. 2nd ed. Connecticut (US): AVI. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th ed.

(26)

11

Powell SR. 2000. The antioxidant properties of zinc. J Nutr. 130:47–54.

Saliem HP, Lokollo EM, Purwantini TB, Ariani M, Marisa Y. 2001. Analisis ketahanan pangan. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(1):66-73.

Salgueiro MJ, Zubillaga M, Lysionek A, Sarabia MI, Caro R, De Paoli T, Hager A, Weill R, Boccio J. 2000. Zinc as essential micronutrient: A review. Nutr Res. 20:737–755

Sahin K, Kucuk O. 2001. Effects of vitamin E and selenium on performance, digestion of nutrients and carcass characteristics of Japanese Quails reared under heat stress. J Anim Physiol Anim Nutr. 85: 342–348.

Sahin K, Kucuk O. 2003. Heat stress and dietary vitamin supplementation of poultry diets. Nutr Abstr Rev Ser.B Livest Feeds Feed. 73: 41R-50R

Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of phesant, chukar, quail and guinea fowl. Asian-Aus J Anim Sci. 13(7):986-990.

Stadelman WJ, Cotterill OJ. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. Binghamton (NY): The Hawort Pr.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Geometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID) : Garmedia Pustaka.

Summers JD, Leeson S, Spratt D. 1991. Influence of diet composition on weight gain and skeletal development of White Leghorn chicks reared to four weeks of age. Can J Anim Sci. 71:185-190.

Tilman A D, Hartadi H, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Vuilleumir JP. 1969. The Rhoce yolk colour fan an instrument for measuring yolk colour. Poult Sci. 48:767-779.

Yardibi H, Turkay G. 2008. The effect of vitamin E on the antioxidant system, egg production, and egg quality in heat stressed laying hens. Turk J Vet Anim Sci. 32: 319-325.

Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

Univ Pr.

(27)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam panjang shank

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan 46.721 3 15.574 4.927 .019

Galat 37.934 12 3.161

Total 84.655 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 2 Hasil uji lanjut duncan panjang shank

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 3 Hasil analisis ragam diameter shank

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .395 3 .132 .261 .852

Galat 6.049 12 .504

Total 6.444 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 4 Hasil analisis ragam bobot utuh telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan 2.321 3 .774 .915 .463

Galat 10.149 12 .846

Total 12.471 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 5 Hasil analisis ragam bobot putih telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .989 3 .330 .355 .786

Galat 11.147 12 .929

Total 12.137 15

(28)

13

Lampiran 6 Hasil analisis ragam persentase bobot putih telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .561 3 .187 .166 .917

Galat 13.535 12 1.128

Total 14.095 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 7 Hasil analisis ragam bobot kuning telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .168 3 .056 1.383 .295

Galat .485 12 .040

Total .653 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 8 Hasil analisis ragam persentase bobot kuning telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .190 3 .063 .191 .900

Galat 3.978 12 .331

Total 4.168 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 9 Hasil analisis ragam bobot kerabang

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .025 3 .008 .589 .634

Galat .167 12 .014

Total .191 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 10 Hasil analisis ragam persentase bobot kerabang

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .133 3 .044 .613 .620

Galat .868 12 .072

Total 1.001 15

SK= sumber keragaman, JK= jumlah kuadrat, db= derajat bebas, KT=: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig= signifikansi.

Lampiran 11 Hasil analisis ragam skor warna kuning telur

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .171 3 .057 3.186 .063

Galat .215 12 .018

Total .386 15

(29)

14

Lampiran 12 Hasil analisis ragam tebal kerabang

SK JK db KT Fhit Sig

Perlakuan .000 3 .000 2.217 .139

Galat .001 12 .000

Total .001 15

(30)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Piju, Kalimantan Barat pada tanggal 31 Maret 1990. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Benidiktus Ranggok dan Ibu Ribuwati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 05 Piju pada tahun 1996-2002. Pendidikan dilanjutkan di SMP PGRI 1 Bengkayang pada tahun 2005 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Borneo Bengkayang, Kalimantan Barat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Menempuh program Prauniversitas selama tahun 2008-2009,

kemudian memulai tahap Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2009. Selama kuliah, penulis pernah menjadi Bendahara Persekutuan Oikumene Protestan Katolik Fakultas Peternakan (POPK) Fakultas Peternakan periode 2011/2012. Penulis pernah mengikuti kegiatan Magang HIMASITER di Laboratorium Terpadu pada tahun 2011, melaksanakan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai oleh Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2013 dengan judul “Pemanfaatan Daun Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.) dan Suplementasi Mineral Zink (Zn) dalam Pakan Ayam Petelur untuk Menghasilkan Telur Bervitamin A Tinggi”.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir.Sumiati,M.Sc dan Dr.Ir.Rita Mutia,M.Agr selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Dr.Ir.Widya Hermana,M.Si selaku dosen pembahas seminar dan selaku panitia seminar pada tanggal 23 Juli 2013. Dr.Ir. Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr dan Dr.Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr selaku dosen penguji sidang serta Dilla Mariestia Fassah, S.Pt, M.Sc selaku panitia sidang pada tanggal 19 september 2013.

Gambar

Tabel 1 Kandungan zat makanan ransum kontrol penelitian
Tabel 3 Hasil pengukuran panjang dan diameter shank
Tabel 4 Kualitas telur ayam petelur Isa Brown (umur 22-25 minggu)

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Belanja Modal Peralatan dan Mesin pada Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang TA 2017 akan melaksanakan

Jika sebuah bola diambil secara acak dari salah satu kantong, peluang mendapatkan bola biru adalah .... Dari 10 butir telur yang akan dijual terdapat dua butir telur

Bu çalışmada, yapılan diğer çalışmalardan farklı olarak fen bilimleri ve sınıf öğretmenlerinin kavram öğretimleri için hangi öğretim yöntemini

[r]

Uji hipotesa secara parsial yang mempunyai nilai p &lt;0,05 hanya ada tiga variabel bebas yaitu faktor sosial, konsekuensi jangka panjang dan kondisi- kondisi yang mendukung,

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu Penyedia barang / jasa yang memiliki bidang Bangunan Gedung sub bidang Jasa Pelaksana

dan Pimpinan Teknik dengan membawa tanda pengenal dan berkas asli perusahaan, bagi yang. tidak menghadiri Klarifikasi hasil evaluasi ini dianggap menerima seluruh hasil

Ikatan dalam ion molekul hidrogen diakibatkan oleh sebuah elektron yang digunakan bersama di daerah ikatan antar dua inti, dan ikatan jenis ini disebut dengan ikatan satu