• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Air Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Empang 1 Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Air Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Empang 1 Bogor"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Resefa Getri Mantarisa. Analysis of Water Consumption and Adequacy of Student at SDN Empang 1 Bogor. Supervised by Hadi Riyadi and Yayat Heryatno

The objective of this research was to analyze water consumption pattern and adequacy of student at SDN Empang 1 Bogor. Design of his research is Cross sectional study, was done from June to September 2011 In SDN Empang 1 Bogor. The samples were student at grade 4 and 5, the number of sample was calculated by mean estimation.

Average of students' knowledge and attitudes towards the consumption of water has been good enough. The average score of student’s knowledge level is 74 and attitude level is 72. The average water intake from food and beverage are 1824 ml/day of male student, and 1770 ml/day of female student. The level of knowledge and attitudes have significant correlation with the water consumption, and the level of water consumption have sifnificant correlation with fulfillment of the adequacy of water.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia, tanpa air mahkluk hidup tidak mungkin tumbuh dan berkembang karena air merupakan bahan dasar dari seluruh air tubuh termasuk darah dan enzim pencernaan. Tidak ada satupun reaksi kimia dalam tubuh dapat berlangsung tanpa adanya air. Air sebagai salah satu zat gizi makro mempunyai fungsi dalam berbagai proses penting dalam tubuh manusia, seperti metabolisme, pengangkutan dan sirkulasi zat gizi dan non gizi, pengendalian suhu tubuh, kontraksi otot, transmisi impuls syaraf, pengaturan keseimbangan elektrolit dan proses pembuangan zat yang tak berguna bagi tubuh (Hardinsyah et al 2011). Almatsier (2001) menyatakan bahwa pada proses penuaan usia maka komposisi air dalam tubuh manusia akan berkurang. Kandungan air pada bayi baru lahir adalah 75% berat badan, laki-laki dewasa dalam tubuhnya mengandung 59% air, sedangkan pada usia tua berkurang menjadi 50% berat badan. Air dalam tubuh terdapat di dalam sel maupun diluar sel, baik dalam pembuluh darah maupun diantara sel jaringan di luar pembuluh darah. Kecukupan air tiap orang berbeda-beda dan berfluktuasi tiap waktu, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat aktivitas, serta faktor lingkungan.

(3)

Indonesia memiliki perkembangan dalam hal kebijakan program air minum, kebijakan tersebut antara lain adalah pesan dalam pedoman umum gizi seimbang, undang-undang tentang sumber daya air dan PerMenKes tentang persyaratan kualitas air minum, Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang merekomendasikan tentang kecukupan air minum, serta adanya tumpeng gizi sembang yang menyarankan konsumsi air minum. Meskipun ada perkembangan pesat terkait kebijakan air minum, akan tetapi sebagian masyarakat masih mengkonsumsi air dalam jumlah yang kurang dibandingkan dengan kecukupannya. Hanya sekitar separuh dari subjek orang dewasa, remaja dan anak-anak yang mengetahui kecukupan air minum sekitar 2 liter sehari (Hardinsyah et al 2011).

Kurang air minum umumnya disebabkan kurangnya asupan air yang diperoleh dari minuman. Dampak buruk kurang minum seperti juga halnya dampak buruk kurang makan, harus dicegah secara bersamaan dalam konsep gizi seimbang secara utuh. Hasil penelitian lain dalam Riskesdas (2007) menunjukkan adanya kondisi kurangnya konsumsi air pada beragai golongan umur dalah satunya adalah anak usia sekolah. Konsumsi air yang rendah diikuti kejadian dehidrasi akan dapat berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan akan berakibat turunnya prestasi akademik. Berdasarkan paparan diatas, pengetahuan tentang konsumsi air perlu diperhatikan untuk memenuhi kecukupan akan air, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Tujuan

Secara umum penenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi dan kecukupan air pada siswa sekolah dasar di SD Negeri 1 Empang Bogor.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik individu dan keluarga siswa sekolah dasar 2. Mengetahui pola konsumsi air pada siswa sekolah dasar

3. Mengetahui kecukupan air pada siswa sekolah dasar

4. Mengetahui sikap dan pengetahuan tentang konsumsi dan kecukupan air pada siswa sekolah dasar

5. Mengetahui pemenuhan kecukupan air pada siswa sekolah dasar

(4)

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu gizi terutama yang berhubungan dengan kecukupan dan konsumsi air, selain itu diharapkan dapat mendukung program gizi yang berkaitan dengan perkembangan dalam hal kebijakan program air minum, yang terdapat dalam pedoman umum gizi seimbang, undang-undang tentang sumber daya air dan PerMenKes, Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi serta tumpeng gizi sembang. Selain itu penelitan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola konsumsi air dan hubungannya dengan kecukupan air pada siswa sekolah dasar. Informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepedulian akan pentingnya konsumsi air dalam jumlah yang cukup.

Hipotesa

1. Karakteristik keluarga berhubungan dengan pola konsumsi air pada siswa 2. Karakteristik individu berhubungan dengan kecukupan air

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Sekolah

WHO memberi batasan anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Mereka berbeda dengan orang dewasa, karena anak mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai berakhirnya masa remaja. Anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan tubuh yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Anak usia sekolah sedang mengalami: (1) Perkembangan fisik. Fisik anak usia sekolah lebih kuat dibandingkan usia dibawahnya, sehingga aktivitas fisiknya tampak lebih menonjol dan mempunyai kemampuan motorik/bermain ; (2) Perkembangan mental. Anak mempunyai minat terhadap tugas-tugas sekolah seperti membaca, menulis, berhitung dan menggambar. Mereka senang bertanya kepada orang lain (guru atau orang tua) dimana mereka sedang mengeksplorasi apa yang dilihat dan dirasakan; (3) Perkembangan emosi. Anak pada usia ini sudah mampu mengendalikan emosi. Anak sudah dapat mengendalikan emosi di lingkungannya tetapi di luar rumah kadang masih kurang; (4) Perkembangan sosial. Anak sedang mempelajari cara bersosialisasi pada peran social di masyarakat (Almatsier 2001).

Anak sekolah sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan seorang anak oleh karena itu diperlukan asupan makanan yang mengandung gizi seimbang, agar proses tersebut tidak terganggu. Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana yang dia sukai. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2001).

(6)

membutuhkan energi dan zat gizi yang lebih besar dibanding anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak laki-laki dan perempuan mulai dibedakan.

Gizi menjadi masalah yang penting bagi anak sekolah, karena gizi bisa mencerdaskan anak. Anak yang kekurangan gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang dapat menganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya pikir anak juga akan kurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal. Orang tua perlu memerikan perhatian pada anak usia sekolah, karena pada umumnya mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan di luar rumah sehingga cenderung melupakan waktu makan termasuk kebiasaan makan pagi. Makan pagi yang cukup akan memenuhi kecukupan energi selama belajar di sekolah, sekaligus mencegah penurunan kadar gula darah yang berakibat pada terganggunnya konsentrasi anak dalam menerima pelajaran di sekolah. Pola asupan makanan yang tidak seimbang pada anak usia sekolah dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kurangnya gizi dalam tubuh. Anak usia sekolah sangat memerlukan asupan makanan yang seimbang untuk menunjang tumbuh kembangnya (Yayasan Amalia 2011).

Anak sekolah perlu mendapat asupan gizi yang seimbang, sehingga akan tumbuh sesuai perkembangan usianya dan ada kesesuaian antara BB/umur, TB/umur dan BB/TB. Pola asupan makanan dan pengaturan makanan untuk anak usia sekolah sangat penting dilakukan Syarat pemberian makanan bagi anak antara lain : (1) memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umurnya; (2) susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang; (3) bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali anak; (4) memperhatikan kebersihan perorangan/anak dan lingkungan (Yayasan Amalia 2011).

Pola Konsumsi Pangan

(7)

merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat. Pola makan yang baik dan beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Slamet 2009).

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi , biasa berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Menurut Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Secara umum tujuan survei konsumsi makan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan. Berdasarkan jenis data maka terdapat dua jenis data yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Terdapat empat metode dalam survei konsumsi pangan secara kuantitatif yaitu metode inventaris, metode pendaftaran,metode meningat-ingat kembali, metode penimbangan, perkiraan makanan, metode food account dan pencatatan (Supariasa et al 2001).

(8)

Perilaku Konsumsi

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon, maka perilaku tersebut disebut sebaga teori S-O-R. berdasarkan teori tersebut respon dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karna menimbulkan respon yang relative tetap.

2. Operant respons atau intrumental respons, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Stimulus ini disebut reinforcingstimulation karna memperkuat respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menajdi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior), respon atau reaksi yang terjad masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), adalah reaksi seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Reaksi ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktitk yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal (Notoatmodjo 2003).

Penilaian Konsumsi Pangan

(9)

dikonsumsi oleh responden. Prinsip metode mengingat-ingat (recall) 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa et al 2001).

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu: 1) mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden, 2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, 3)cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden, 4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Selain kelebihan, metode ini pun memiliki kekurangan yaitu: 1) tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari, 2) ketepatannya sangat bergantung pada daya ingat responden sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua berusia diatas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang pelupa, 3) the flat slope syndrome,yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi responden yang gemuk melaporkan konsumsi yang lebih sedikit, 4) membutuhkan petugas dan tenaga yang lebih terlatih dalam menggunakan alat-alat bantu Ukuran Rumah Tangga (URT) dan ketepatan alat-alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat, 5) Responden harus diberi motivasi dan pejelasan tentang tujuan dari penelitian (Supariasa et al 2001).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo 1993). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005 dalam Emilia Esi 2008). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang, makan diharapkan akan lebih baik juga keadaan gizinya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati D & Fachrurozi 1992 dalam Khomsan et al. 2007).

(10)

Suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

mampu menyediakan zat gizi yang dperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemelihraan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kecukupan (Nasoetion & Khomsan 1995). Menurut Williams (1993) dalam Khomsan et al (2007), masalah yang menyebabkan gizi salah adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Pada usia belasan masih sering dijumpai pengertian yang kurang tepat mengenai kontribusi gizi dari berbagai makanan. Oleh karena itu timbul penyakit gizi salah yang merugikan kecerdasan dan produktivitas.

Perilaku Mencontoh

Perilaku mencontoh berawal dari memperhatikan perilaku orang-orang sekitar. Perihal kesukaan makanan dapat berubah hanya karena melihat perilaku makan orang lain. Kebiasaan makan umumnya dibentuk dan dipertahankan karena hal itu merupakan perilaku yang efektif, praktis dan bermakna dalam suatu budaya tertentu, namun masyarakat akan mengacu pada orang yang turut berpartisipasi dalam budaya tersebut dan karakteristik orang tersebut akan mempengaruhi asupan makanannya (Gibney 2005).

(11)

Perkembangan anak merupakan proses perubahan progresif yang menunjukkan cara anak berprilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perkembangan juga merupakan proses perubahan dalam kemampuan anak pada suatu kurun waktu tertentu sebagai fungsi dari pematangan dan interaksi dengan lingkungannya (Khomsan 2005). Pengaruh khusus dari lingkungan sosial yang berdampak pada perilaku makan meliputi tekanan sosial dari teman, keluarga, perilaku yang menjadi model dan fasilitas sosial.

Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Air Pola Asuh Keluarga

Sejak lahir setiap individu berada dalam suatu kelompok terutama keluarga. Keluarga akan membuka kemungkinan-kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota kelompok lain. Orang tua memiliki pengaruh sosial yang sangat besar pada pemilihan makanan yang dilakukan anak mereka, hal seperti ini disebut paradoks keluarga yaitu keluarga yang memiliki kuasa yang sangat besar untuk menimbulkan preferensi yang luas menurut budaya, namun sebaliknya sangat lemah dalam hal preferensi yang spesifik pada keluarga. Keluarga ini memainkan peranan penting dalam pembentukan pola makan. Pengaruh sosial tampak terdapat dalam aturan makan keluarga dan seringkali saling berinteraksi dengan faktor penentu asupan makan yang lain. Umumnya ibu dipandang lebih berpengaruh dibanding anggota keluarga lain karena peranan ibu dalam menyediakan makanan, kontrolnya atas aktvitas makan dirumah dan kehadirannya di setiap waktu makan (Gibney 2005).

Pengasuhan didefinisikan sebagai cara-cara member makan, merawat, mengajar dan menuntun anak yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Sehingga praktek pengasuhan terdiri dari tiga hal penting yaitu cara pemberian makan, perawatan kesehatan anak dan stimulasi kognitif anak. Praktek pengsuhan dalam hal ini adalah pemberian makan yang berkualitas, pemberian perawatan kesehatan pada anak serta dukungan emosional dan stimulasi yang diberikan orang tua. Hal ini dapat sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkualitas (Khomsan 2005).

Besar Keluarga

(12)

dan jumlah pangan yang dikonsumsi.Besar keluarga mempunyai pengaruh pada konsumsi pangan, jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar jika dibandingkan pada keluarga kecil. Pada keluarga dengan keadaan ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak , juga kecukupan primer seperti sandang, pangan, dan perumahan pun tidak terpenuhi.

Kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Tambahan pendapatan sebesar 1% untuk semua keluarga, maka keluarga dengan anggota 2-3 orang akan meningkatkan pengeluaran pangan lebih dari 1%, untuk kelurga dengan jumlah yang besar maka akan meningkatkan 0.8-0.9%. Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan gizi anggota keluarga terutama keluarga miskin. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga. Semakin besar anggota keluarga maka kecukupan pangan yang harus tercukupi akan semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kecukupan pangan keluarga akan tinggi (Sanjur 1982).

Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi sesorang dalam menyerap dan memahami sesuatu. Orang yang tergolong dalam keluarga kelas sosial lebih tinggi dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pola makan yang sehat (Gibney et al. 2005). Namun menurut Slamet (2009), seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibanding orang lain yang pendidikannya lebih tinggi, hal ini dapat terjadi karena walaupun pendidikan rendah, namun indidvidu tersebut dapat memeperoleh infomasi tentang gizi dari sumber lain seperti media masa dan teman.

(13)

tinggi cenderung untuk memilih makanan yang lebih baik daripada orang yang berpendidikan rendah, dalam hal ini pendidikan ibu yang tinggi akan berpengaruh pada pemilihan makanan bagi keluarganya.

Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan penduduknya semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Di Negara maju anak-anak tumbuh lebih cepat daripada di Negara berkembang Karen asupan gizi yang lebih baik dapat menunjang tumbuh kembang anak. Terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan fisik perkembangan mental anak usia dini. Anak yang berstatus gizi baik dan sehat akan merespon perubahan lingkungan lebih aktif yang selanjutnya dapat mempercepat perkembangan mental anak (Khomsan 2005).

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi (Soewondo & Sandi 1990) . Latar belakang pendidikan ibu berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk dalam hal konsumsi pangan keluarga sehari-hari. Tingkat pendidikan ibu juga menentukan aksesnya kepada pengasuhan yang tepat dan akses ke sarana kesehatan (Engle et al. 1997). Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi , kesehatan, dan pengasuhan anak Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2004).

Pekerjaan Orang Tua

(14)

kesehatan hal ini disebabkan pekerjaan ada hubungannya dengan pendidikan dan pendapatan. Status ibu yang juga sebagai pencari nafkah tentunya berpengaruh terhadap gizi dan kesehatan (Suhardjo 1989).

Pendapatan Orang Tua

Besar kecilnya pendapatan akan mementukan kemampuan keluarga tersebut untuk membeli bahan makanan. salah satu faktor penting dalam pemilihan makanan adalah pendapatan dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan. terdapat sejumlah bukti bahwa makanan yang sekarang banyak direkomendasikan untuk pola makan sehat bukan hanya bergizi, lebinh mengenyangkan dan padat energi, namun juga harus dibeli dengan harga yang tinggi (Gibney 2005).

Menurut Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al. 1995). Menurut Winarno (1993), tingkat ekonomi (pendapatan) yang rendah dapat mempengaruhi pola makan. Pada tingkat pendapatan yang rendah sebagian besar pengeluaran ditujukan untuk memenuhi kecukupan pangan dengan berorientasi pada jenis pangan karbohidrat. Hal ini disebabkan makanan yang mengandung banyak karbohidrat lebih murah dibandingkan dengan makanan sumber zat besi, sehingga kecukupan zat besi akan sulit terpenuhi dann dapat berdampak pada terjadinya anemia gizi besi.

(15)

tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan dan meningkatnya kualitas pangan (Suhardjo 1989)

Uang Saku

Cara terbaik untuk mendidik anak tentang tanggung jawab keuangan adalah melalui uang saku. Uang saku merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua terhadap kecukupan anggota keluarga sesuai dengan kecukupan anak, namun tak sepenuhnya diberikan sesuai keinginan. Jumlah uang saku tergantung pada usia anak dan jumlah pendapatan orang tua, oleh Karena itu uang saku pada siswa dapat dikatakan sebagai representasi atas pendapatan orang tua dalam keluarga dan tinggi atau rendahnya kecukupan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Uang saku dapat digunakan untuk mengukur status sosial orang. Semakin besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan keluarga (Slamet 2009).

Air Minum

Air merupakan kecukupan dan bagian dari kecukupan manusia, dengan kata lain air sangat dibutuhkan oleh manusia. Asupan air yang kurang akan menimbulkan masalah bagi kehidupan manusia, sebaliknya asupan air yang terlalu banyak akan menimbulkan maslah kesehatan yang cukup berarti. Sebagian besar tubuh masusia terdiri dari air. Pada bayi prematur jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan, sebelum pubertas sebesar 65-70% dari berat badan dan orang dewasa sebesar 50-60% dari berat badan. Kita juga menyadari bahwa sebagian besar tubuh kita tersusun dari air, dan tanpa air kita akan lebih cepat mati dibandingkan tanpa makanan. Air berfungsi untuk mentransportasi mineral, vitamin, protein dan zat gizi lainnya keseluruh tubuh. Keseimbangan tubuh dan tempratur juga sangat tergantung air. Air merupakan pelumas jaringan tubuh sekaligus bantalan sendi, tulang dan otot. Mengkonsumsi air secara cukup dapat meningkatkan fungsi hormon, memperbaiki kemampuan hati untuk memecah dan melepas lemak, serta mengurangi rasa lapar. Sebaliknya, kurang air dapat menyebabkan konstipasi, infeksi saluran urin, terbentuknya batu ginjal, kelelahan, dan masalah-masalah seputar kulit, rambut dan kuku (Khomsan 2005).

(16)

dalam jumlah yang cukup dan aman”. Dalam pedoman tersebut, orang dewasa Indonesia disarankan untuk mengkonsumsi air minum sebanyak 2 liter atau sekitar 8 gelas per hari untuk menjaga kesehatan tubuh serta mengoptimalkan kemampuan fisknya. Kedua adalah adanya undang-undang tentang sumber daya air dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualtas Air Minum. Ketiga adalah, untuk pertama kalinya dalm Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi direkomendasikan tentang kecukupan air minum bagi orang Indonesia yaitu 0,8 sampai 2,8 liter per hari tergantung pada umur, jenis kelamin, aktivitas dan suhu lingkungan. Keempat, adanya Tumpeng Gizi Seimbang yang baru yaitu memvisualisasikan anjuran kecukupan minum air 8 gelas sehari (Hardinsyah et al 2011).

Kecukupan Air

Konsumsi air yang cukup pada orang dewasa dalam keadaan basal adalah sebanyak 2 liter dalam 24 jam. Volume asupan air tambahan disesuaikan dengan keadaan msalnya demam, latihan fisik dan suhu lingkungan yang tinggi, dimana kesemuanya akan diberi isyarat haus oleh rasa haus d hipotalamus. Akan tetapi, menentukan kecukupan minum dengan mengendalikan rasa haus tidak sepenuhnya benar. Misalnya, bila kita bekerjadi lingkungan yang dingin kita tidak merasa haus, padahal tubuh kita vseharusnya memerlukan air lebih banyak dibanding kita beraktivitas di lingkungan yang tdak dingin. Jika berada di lingkungan yang dingin, dianjurkan untuk minum lebih banyak karenapada udara yang dingin, tubuh banyak mengeluarkan air melalui urin dan pernafasan, selain itu banyak minum juga akan membantu kulit agar tidak cepat kering. Tubuh memerlukan air tidak hanya untuk mencegah rasa haus. Kekurangan air minum dapat menimbulkan berbagai gangguan. Seseorang yang mengalami demam atau berada pada suhu dingin, kandungan air dalam napasnya akan meningkat. Semakin banyak dan berat kegiatan, semakin banyak diperlukan energi dari makanan dan semakin banyak pula air yang terkuras dari tubuh, sehingga semakin banyak asupan air atau minuma yang diperlukan oleh tubuh. Oleh sebab itu danjurkan untuk mengkonsumsi air tidak hanya saat tubuh merasa haus (Hardinsyah et al, 2011)

(17)

lingkungan, aktivitas serta jumlah dan jenis makanan. kondisi tubuh akan menurun bila kadar air tubuh menurun dan kita tidak segera memenuhi kecukupan air tersebut. Kardiolog Amerika Serikat, DR. James M. Rippe memberi saran bagi orang dewasa untuk minum air paling sedikit 1 liter lebih banyak daripada apa yang dibutuhkan rasa haus kita. Gunanya adalah untuk mengoptimalkan fungsi berbaga organ tubuh terutama jantung, pembuluh darah, otak dan saraf. Terdapat perbedaan fisiologis antara bayi dan anak dengan orang dewasa dalam hal air tubuh. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan komposisi, metabolisme, dan derajat kematangan sistem pengaturan air dan elektolit. Oleh karena itu padabayi dan anak cenderung rawan terhadap penyakit yang menimbulkan dehidrasi. Angka kecukupan air berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Angka kecukupan air bagi orang Indonesia

Kelompok Umur AKG (2004)

(L/hr) Bayi

Diberikan dalam bentuk ASI

0-6 bulan 7-12 bulan

0,8 1,0

Anak 1-3 tahun

4-6 tahun 7-9 tahun

1,1 1,4 1,6

Pria 10-12 tahun

13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65 tahun +

1,8 2,1 2,2 2,5 2,4 2,3 1,5

Wanita 10-12 tahun

13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65 tahun +

1,9 2,1 2,1 2,0 2,0 2,0 1,5 Komposisi Air Dalam Tubuh

(18)

dalam air intrasel dan air ekstrasel, yang masing-masing mengandung air sebanyak 65% dan 35% (Sawka, Cheuvrot & Carter 2005).

Kandungan air pada tubuh manusia mencapai setengah hingga tiga per empat bagian dari keseluruhan berat tubuh. Menurut Supariasa (2001), komposisi air tubuh adalah sekitar 65% atau 47 liter pada orang dewasa. Pada bayi usia 20-25 minggu, kandungan air dalam tubuh manusia berjumlah 88%, bayi premature 83%, bayi 1 tahun 62%, laki-laki dewasa 60%, dan laki-laki obese 47%.

Kebiasaan Minum Air

Kebiasaan didefniskan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola praktik yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan minum merupakan suatu pola perilaku konsumsi minuman yang dilakukan secara berulang-ulang. Kebiasaan bukanlah merupakan bawaan sejak lahir, tetapi merupakan hasil dari suatu proses belajar. Sedangkan kebiasaan makan merupakan faktor determinan perilaku makan. Kebiasaan minum diartikan sebagai karakteristik dan kegiatan berulangkali dari individu dalam memenuhi kecukupannya akan air, sehingga kecukupan fisiologi sosial dan emosional dapat terpenuhi. Terdapat tiga hal pokok yang dapat mempengaruhi kebiasaan minum yaitu pengetahuan, sikap dan praktik (Husain dan Husaini 1989).

Penelitian di Hongkong pada orang dewasa menunjukkan hasil bahwa 50% subjek minum air kurang dari 8 gelas per hari, bahkan 30% diantaranya minum air kurang dari 5 gelas per hari. Peneltian di Singapura menunjukkan bahwa sebagian besar wanita hanya minum air 5-6 gelas dan pria hanya minum 6-8 gelas per hari. Alasan yang paling sering ditemui pada subjek di Singapura adalah karena merasa tidak haus, lupa minum, merepotkan, dan tidak mau sering ke kamar kecil (Hardinsyah et al 2011). Hal tersebut memperlihatkan bahwa mereka masih belum memiliki kebiasaan minum yang baik, hal tersebut juga didukung dengan respon mereka terhadap anjuran minum minimal 2 liter per hari. Hanya sekitar 45% responden yang setuju bahwa 2 liter air dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh.

Konsumsi Air

(19)
(20)

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik individu seperti jenis kelamin dan umur bepengaruh terhadap kecukupan air dan terbentuknya pengetahuan dan sikap tentang air. Karakteristik keluarga diantaranya besar keluarga, pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua akan berpengaruh pada pengetahuan dan sikap seseorang dalam mengkonsumsi air. Lingkungan sosial yang berada disekitar individu akan membentuk suatu kebiasaan seseorang untuk minum atau mengkonsumsi air.

Pengetahuan dan sikap merupakan faktor pembentuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pengetahuan tentang air pada individu juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti media dan teman sebaya. Lingkungan sosial dapat mempengaruhi individu baik pada pengetahuan, sikap dan kebiasaan minum. Sikap positif terhadap pangan yang diketahui bermanfaat bagi kesehatan dan sikap negatif atau menolak terhadap pangan yang kurang bermanfaat biasanya dilandasi adanya pengetahuan tentang gizi yang baik. Sikap yang baik akan mendorong seseorang untuk cenderung mengkonsumsi pangan. Kecenderungan berperilaku tersebut kemudian akan berkembang menjadi tindakan nyata yang dapat dilihat dari kebiasaan minum yang akan mempengaruhi pemenuhan kecukupan air.

(21)

Gambar 1.Kerangka pemikiran analisis pola konsumsi dan kecukupan air pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Empang 1 Bogor.

Karakteristik individu

- Berat badan

- Tinggi badan - Umur

- Jenis kelamin

Kecukupan air

Pengetahuan dan sikap

tentang konsumsi dan kecukupan air

Pola konsumsi air - Minuman - Makanan Karakteristik keluarga

- Besar keluarga - Pendidikan orang tua - Pendapatan orang tua

(22)

METODOLOGI

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study yang dilakukan pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Empang 1 Bogor. Pengambilan data dilakukan melalui proses wawancara serta melalui pengisian kuisioner. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja dengan berbagai pertimbangan seperti tempatnya yang strategis, keragaman latar belakang siswa, serta kemudahan akses untuk melakukan penelitian. Pengambilan data dilakukan selama bulan Juni hingga September 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh adalah siswa sekolah dasar di SD Negeri 1 Empang Bogor. Penentuan contoh dilakukan secara acak sederhana dan purposive dengan pertimbangan bahwa siswa yang sekolah di SD Negeri 1 Empang Bogor memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda sehingga cukup homogen untuk dijadikan sampel. Contoh merupakan siswa yang memenuhi beberapa kriteria seperti dalam keadaan sehat atau tidak sakit serta berada dalam suasana kelas regular. Jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

n = (Z∝/2) 2 X σ2 ε2 X φ2

n = 1.962 X 0.62 0.0252 X 22

n = 54 siswa

Keterangan:

Z = nilai z pada derajat kepercayaan 1−∝/2

σ =simpang baku konsumsi air pada anak-anak 0.6 L (Annisa 2009)

ε =simpangan relatif dari rata-rata

(23)

Populasi penelitian adalah siswa Sekolah Dasar Negeri Empang 1 Bogor yang berada pada kelas 4 dan 5. Siswa kelas 6 tidak dijadikan contoh dengan alasan bahwa siswa kelas 6 sedang dipersiapkan untuk menghadapi ujian. Kelas 4 berjumlah 51 orang dan kelas 5 berjumlah 74 orang, total populasi contoh sebanyak 125 orang dan seluruhnya diambil sebagai contoh dengan mengacu pada rumus pengambilan contoh minimal menurut Lemeshow, Hosmer, dan Klar (1997).

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan pengambilan data di bagian administrasi siswa. Data berat badan dan tinggi badan didapatkan melalui pengukuran langsung pada sampel penelitian. Data pengetahuan dan sikap tentang konsumsi dan kecukupan air didapatkan melalui kuisioner yang diisi langsung oleh siswa. Data konsumsi minuman dan makanan diperoleh dengan menggunakan kuisioner recall 1 x 24 jam yang diisi sendiri oleh siswa. Data, jenis data dan cara pengumpulannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel penelitian serta cara pengumpulan data

No Data/Peubah Jenis Data Pengumpulan

1 Karakteristik individu a. Nama b. Umur c. Uang saku d. Berat badan e. Tinggi badan

Primer Primer Primer Primer Primer

Kuisioner diisi oleh siswa Kuisioner diisi oleh siswa Kuisioner diisi oleh siswa Penimbangan dengan timbangan injak

Pengukuran dengan microtoise 2 Karakteristik keluarga

a. Besar keluarga b. Pendidikan orang tua c. Pendapatan orang tua

Sekunder Sekunder Sekunder

Pengambilan data di bagian administrasi Pengambilan data di bagian administrasi Pengambilan data di bagian administrasi 3 Pengetahuan tentang konsumsi

dan kecukupan air

Pimer Kuisioner diisi oleh siswa

4 Sikap tentang konsumsi dan kecukupan air

Primer Kuisioner diisi oleh siswa

5 Konsumsi makanan dan minuman Primer Kuisioner recall 1 x 24 jam diisi oleh siswa

(24)

Karakteristik keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga diperoleh dengan cara pengambilan data di bagian administrasi siswa SDN Empang 1. Pengetahuan tentang air diperoleh dengan kuisioner yang berisi 10 tentang sumber air yang diminum, fungsi air, akibat kekurangan air, serta kecukupan akan air. Pengisian kusioner dilakukan oleh siswa dengan panduan dari peneliti. Sikap terhadap minuman diukur menggunakan 10 penyataan, dimana siswa menjawab setuju atau tidak setuju pada kolom yang telah disediakan. Kebiasaan tentang konsumsi air diperoleh dengan memberi pertanyaan mengenai jumlah air yang diminum dalam sehari, waktu minum, kebiasaan membawa bekal minuman, dan sumber air minum, yang dikonsumsi.

Data konsumsi air yang berasal dari makanan dan minuman didapat dari recall 1 x 24 jam, yaitu berupa jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi siswa selama satu hari yang lalu. Pertanyaan mengenai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi diperloleh dengan wawancara langsung pada siswa oleh peneliti.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif maupun inferensia. Secara deskriptif data diolah dengan tabulasi frekuensi menggunakan program komputer. Melalui uji deskriptif tersebut didapatkan nilai minimal, maksimal, nilai rata-rata serta frekuensi dan sebaran data . Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16,0 for windows.

(25)

Data pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi pegawai swasta, wiraswasta, pegawai negri dan tidak bekerja. Pendapatan diklasifikasikan berdasarkan sebaran data siswa, dimana pendapatan dikategorikan menjadi rendah apabila total pendapatan keluarga kurang dari Rp. 1.761.487 per bulan, kategori pendapatan sedang jika total pendapatan keluarga sebesar Rp. 1761.487 hingga Rp. 3.519.313, dan kategori pendapatan tinggi jika total pendapatan keluarga lebih dari Rp. 3.519.313 per bulan.

Pertanyaan mengenai kecukupan dan konsumsi air diberikan dengan menggunakan jenis pertanyaan tertutup yaitu siswa menjawab pertanyaan dengan memilh jawaban berupa benar, salah dan tidak tahu. Pengetahuan tentang air diukur menggunakan 10 pertanyaan yang dinilai dengan skor 1 jika menjawab dengan benar dan skor 0 jika menjawab salah atau tidak tahu. Nilai minimum 0 dan maksimum 10 diubah dalam bentuk presentase dengan nilai akhir maksimal 100. Sikap tentang air minum diukur dengan 10 pernyataan setuju atau tidak setuju, dimana jika pernyataan benar diberi skor 1 dan jika pernyataan salah atau tidak sesuai diberi skor 0.

Kecukupan air pada siswa dihitung menggunakan tabel angka kecukupan air bagi orang Indonesia yang terdapat pada Tabel 3, dimana pada tabel tersebut kecukupan air pada siswa sekolah dasar berbeda berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 3 Kecukupan air pada siswa sekolah dasar

Kelompok Umur AKG (2004)

(L/hr)

Anak 4-6 tahun

7-9 tahun

1,4 1,6

Pria 10-12 tahun

13-15 tahun

1,8 2,1

Wanita 10-12 tahun

13-15 tahun

1,9 2,1

(26)

Konsumsi air merupakan total konsumsi air yang dihitung dari kandungan air yang terdapat pada makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 1 x 24 jam. Konsumsi air yang berasal dari makanan dihitung dengan menggunakan program nutrisurvey dan menggunakan rumus daftar komposisi bahan makanan. Data konsumsi makanan dikonversikan kedalam kandungan air untuk tiap bahan makanan berdasarkan pada komposisi zat gizi makanan dalam Mahmud dan Zulfanto (2009). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Ka = Kandungan air dalam bahan makanan B = Berat makanan yang dikonsumsi (g)

A = Kandungan air dalam 100 gram bahan makanan

Konsumsi air akan dibandingkan dengan kecukupan air sehingga akan diperoleh presentase pemenuhan kecukupan air per individu. Pemenuhan kecukupan air dihitung dengan membagi asupan air dengan kecukupan air dalam sehari kemudian dikalikan dengan 100%. Pemenuhan kecukupan air dianalogikan sama dengan pemenuhan zat gizi yaitu dikategorikan menjadi kurang minum, cukup minum dan minum berlebih (Depkes 2005). Pemenuhan kecukupan air termasuk kedalam kategori kurang minum jika pemenuhan kecukupan air kurang dari 90%, kategori minum cukup jika pemenuhan kecukupan air antara 90 hingga 110%, dan kategori minum berlebih jika pemenuhan kecukupan air lebih dari 110%.

Analisis statistik inferensia dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis bivariat dan analisis univariat. Analisis statistik inferensia yang akan dilakukan adalah uji korelasi spearman dan uji beda sampel bebas. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk melihat besarnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dalam penelitan ini variabel dependen adalah pemenuhan kecukupan air. Uji beda t-test dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata dari siswa laki-laki dan perempuan. Uji beda dilakukan pada variabel pengetahuan, sikap, konsumsi air, kecukupan air serta pemenuhan kecukupan air.

(27)

Definisi Operasional

Contoh penelitian adalah siswa sekolah dasar di SD Negeri 1 Empang Bogor yang berada pada kelas 4 dan 5

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terikat oleh hubungan darah atau perkawinan dan hidup di dalam satu rumah tangga yang sama

Pendapatan keluarga adalah jumlah total pendapatan yang dihasilkan oleh keluarga selama 1 bulan

Uang Saku adalah jumlah uang yang diterima siswa perhari yang digunakan untuk konsumsi pangan dan non pangan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang sedang atau telah ditempuh yang dikategorikan berdasarkan jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi

Pengetahuan tentang konsumsi dan kecukupan air adalah kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan terkait pengetahuan tentang air. Total nilai dalam pengukuran pengetahuan adalah skor minimum 0 dan skor maksimum 100

Sikap tentang konsumsi dan kecukupan air adalahrespon contoh terhadap 10 pertanyaan, dimana sikap contoh akan dikategorikan menjadi dua yakni sikap positif jika contoh membenarkan pernyataan yang benar atau menyalahkan pernyataan yang salah, sikap negatif jika contoh membenarkan pernyataan yang salah dan menyalahkan pernyataan yang benar

Pola konsumsi air adalah gambaran kebiasaan contoh terkait konsumsi minuman yang meliputi jumlah dan jenis air minum yang dikonsumsi dalam sehari, asal minuman yang dikonsumsi, kebiasaan membawa air minum serta minuman yang dilarang untuk dikonsumsi

Kecukupan air adalah kecukupan air masing-masing individu yang dihitung berdasarkan kecukupan menurut umur dan jenis kelamin

Konsumsi air adalah total konsumsi air yang berasal dari minuman serta makanan yang dikonsumsi. Konsumsi air akan dibandingkan dengan kecukupan air untuk dihitung persentase pemenuhan kecukupan air contoh.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Empang 1 Bogor yang terletak di Jalan Raya Empang nomor 13 kota Bogor. Fasilitas yang terdapat di SDN Empang 1 Bogor berupa lahan tanah dan sarana pendidikan. Bangunan terdiri atas satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru, enam ruang kelas dan dua kamar mandi. Bangunan SDN Empang 1 Bogor berada pada satu komplek bangunan Sekolah Dasar Negeri Empang yang lain, yaitu SDN Empang 2, SDN Empang 3, SDN Empang 4 dan SDN Empang 5 Bogor. Lahan kosong pada Sekolah Dasar Negeri Empang 1 cukup terbatas yaitu hanya berupa lapangan upacara dan halaman depan sekolah. Selain sarana dan prasarana yang ada di SDN 1 Empang, terdapat juga faktor penunjang seperti kepala sekolah dan guru. Data karakteristik guru SDN 1 Empang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Data guru SDN Empang 1 Bogor

No Jenis kelamin Jabatan Pendidikan terakhir

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 P P L L L P P L P P L L Kepala sekolah Guru kelas V Guru kelas V Guru agama Guru kelas VI Guru kelas VI Guru kelas IV Guru PJOK Guru kelas III

Guru kelas II Guru kelas I

TU S2 Pendidikan S1 PGSD D2 PGSD D2 PGSD S2 PGSD S1 PGSD S1 PGSD D2 PGSD SPG S1 PGSD D2 PGSD SMA

Tenaga pengajar yang ada di SDN Empang 1 Bogor berjumlah 10 orang, dimana 8 orang merupakan guru kelas dan 2 orang adalah guru mata pelajaran agama dan olah raga. Sebagian besar pendidikan terakhir dari tenaga pengajar di SDN 1 Empang adalah sarjana dan diploma 2 bidang pendidikan guru sekolah dasar. SDN Empang 1 tidak memiliki wakil kepala sekolah dan hanya terdapat satu orang petugas tata usaha yang bertanggung jawab di bagian administrasi siswa. Total siswa yang berada di SDN Empang 1 berjumlah 335 orang (Tabel 5), dimana 176 siswa berjenis kelamin perempuan dan 159 siswa berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 5 Jumlah siswa SDN Empang 1 Bogor berdasarkan kelas dan jenis kelamin

Kelas Laki-laki Perempuan Total

N % N % N %

(29)

IV V VI

22 34 40

6.20 9.58 11.26

29 40 38

8.17 11.27 10.70

51 74 78

14.36 20.84 21.97

Total 166 46.76 189 53.24 355 100

Contoh pada penelitian ini adalah siswa kelas IV dan kelas V dimana kelas V terdiri dari dua kelas yaitu kelas Va dan Vb. Jumlah contoh pada penelitian ini berjumlah 125 orang yang terbagi di tiga kelas yaitu 51 orang dikelas IV, 38 orang dikelas Va dan 36 dikelas Vb. Seluruh siswa masuk sekolah dari hari senin hingga sabtu. Jam pelajaran dimulai dari pukul 07.20 hingga pukul 12.30. Kegiatan ekstrakulikuler yang diikuti oleh siswa bervariasi tergantung pada minat masing-masing siswa. Kegiatan ekstrakulikuler yang sering diikuti siswa antaralain adalah tae kwon do dan pramuka. Kegiatan ekstrakulikuler tersebut diikuti diluar jam sekolah yaitu setelah jam sekolah dan hari minggu. Mata pelajaran olahraga diperoleh sekali dalam semingggu selama 2 jam pelajaran untuk tiap kelas.

Kantin yang terdapat di SDN 1 Empang Bogor menyediakan berbagai jenis makanan serta minuman. Jumlah kantin yang terdapat pada komplek SDN Empang 1 hingga SDN Empang 5 cukup banyak, dimana kantin-kantin tersebut terdapat pada satu area khusus diluar gerbang sekolah. Lokasi sekolah yang bersebelahan dengan Bogor Trade Mall dan Pasar Bogor bagian bawah menyebabkan mudahnya akses para siswa untuk mendapatkan makanan serta minuman yang ditawarkan pedagang di pasar tersebut. Kios makanan dan minuman yang terdapat pada SDN Empang antaralain adalah kios minuman yang menjual berbagai jenis sirup dan berbagai jenis minuman instan, kios gorengan, kios mie ayam, kios nasi uduk serta ketoprak dan gado-gado, kios makanan ringan dan kios jus serta sop buah.

Karakteristik Siswa Usia

(30)

mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai berakhirnya masa remaja. Anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan tubuh yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan usia

Usia (tahun)

Kelas Total

4 5

N % N % N %

9 10 11 12 15 33 3 0 12 26.4 2.4 0 0 2 35 37 0 1.6 28 29.6 15 35 38 37 12 28 30.4 29.6

Total 51 40.8 74 59.2 125 100

Jenis Kelamin

Sebagian besar siswa (54.4%) berjenis kelamin perempuan dan sisanya sebanyak 45.6% berjenis kelamin laki-laki (Tabel 7). Menurut Bredbenner et al. (2009), remaja laki-laki menghasilkan hormone testosterone yang mendorong terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan berat, serta memnbangun sel darah merah yang lebih banyak dibandinkan perempuan, sehingga kecukupan cairan pada remaja laki-laki umumnya lebih tinggi dibanding remaja perempuan.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-laki Perempuan 57 68 45.6 54.4

Total 125 100

Berat Badan dan Tinggi Badan

(31)
[image:31.595.122.514.104.186.2]

Tabel 8 Rata-rata berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur

Umur (tahun) Rata-rata BB (kg) Rata-rata TB (cm) 9

10 11 12

26.5 ± 5.9 26.1 ± 6.2 31.6 ± 6.8 30.7 ± 6.1

130.1 ± 6.9 127.5 ± 6.4 136.4 ± 7.9 138.6 ± 6.9

ẋ ± sd 29.2 ± 6.7 133.8 ± 8.4

Uang Saku

Uang saku adalah jumlah uang total yang diterima siswa untuk seluruh pengeluaran pangan maupun non-pangan selama satu hari. Jumlah uang saku tergantung pada usia anak dan jumlah pendapatan orang tua, oleh karena itu uang saku pada siswa dapat dikatakan sebagai representasi atas pendapatan orang tua dalam keluarga dan tinggi atau rendahnya kecukupan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Uang saku dapat digunakan untuk mengukur status sosial orang. Semakin besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan keluarga (Slamet 2009).

Pengkategorian uang saku yang digunakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan sebaran uang saku yang biasa diterima siswa. Uang saku yang lebih besar membuat seorang anak lebih leluasa dalam memilih dan mengkonsumsi makanan maupun minuman yang lebih beragam. Uang saku yang paling kecil yang diterima oleh siswa yaitu sebesar Rp 1.000/hari yang keseluruhannya dialokasikan untuk membeli makanan atau minuman. Uang saku terbesar yang diterima oleh siswa adalah sebesar Rp 12.000/hari dimana setengah dari uang saku tersebut dialokasikan untuk membeli makanan dan minuman. Sebagian besar siswa (59.2%) memliki uang saku yang termasuk kedalam kategori sedang yaitu Rp 4.000 – Rp 7.999 per hari (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan uang saku Strata besar Uang Saku

(rupiah/hari)

Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah Sedang Tinggi

19 74 32

15.2 59.2 25.6

Total 125 100

Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga

(32)

keluarga yang lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran, pembagian ragam yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pemenuhan kecukupan keluarga, baik pangan maupun non pangan. Idealnya keluarga memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang. Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa besar keluarga mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan keragaman konsumsi pangan. Hal tersebut terkait dengan pengalokasian pendapatan untuk memperoleh pangan dengan kuantitas yang mampu mencukupi kecukupan seluruh anggota keluarga.

Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil apabila jumlah anggotanya kurang dari 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota 5 sampai 6 orang dan keluarga besar apabila jumlah anggota lebih dari 7 orang (BKKBN 1998). Sebagian besar siswa (53.6%) termasuk kedalam golongan keluarga kecil yaitu kurang dari atau sama dengan empat orang (Tabel 10)

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga

Strata besar keluarga Jumlah (n) Persentase (%) Kecil

Sedang Tinggi

67 47 11

53.6% 37.6% 8.8%

Total 125 100

(33)

kecukupan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orangtua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan (Suhardjo 1996).

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi sesorang dalam menyerap dan memahami sesuatu. Orang yang tergolong dalam keluarga kelas sosial lebih tinggi dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pola makan yang sehat (Gibney et al. 2005). Pendidikan orang tua dilihat berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir yang telah ditamatkan. Pendidikan terakhir orang tua akan berpengaruh terhadap pekerjaan serta penghasilan keluarga. Pada orang tua yang bekerja, semakin tinggi pendidikan maka tingkat pendapatannya pun akan semakin tinggi (Suhardjo 1989).

Tingkat pendidikan orang tua siswa pada penelitian ini dikategorikan menjadi SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi. Sebagian besar pendidikan terakhir ayah adalah SMA/sederajat dengan persentase 54.4% dari total siswa, sedangkan untuk ibu adalah SMP/sederajat dengan persentase 45.6% dari total siswa. Hanya terdapat kurang dari 6% baik ayah maupun ibu dari siswa yang berpendidikan terakhir di perguruan tinggi (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orangtua

Tingkat pendidikan Ayah Ibu

N % n %

SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi

19 31 68 7

15.2 24.8 54.4 5.6

26 57 38 4

20.8 45.6 30.4 3.2

Total 125 100 125 100

(34)

Slamet (2009), seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibanding orang lain yang pendidikannya lebih tinggi, hal ini dapat terjadi karena walaupun pendidikan rendah, namun indidvidu tersebut dapat memperoleh infomasi tentang gizi dari sumber lain seperti media masa dan teman.

Kebiasaan minum umumnya diperoleh dari ajaran ibu beserta keluarga sejak kecil disamping pengaruh lingkungan seperti media dan teman sepermainan. Kebiasaan yang diajarkan sejak dini akan relatif susah diubah bahkan hingga dewasa. Selain pendidikan formal, ibu juga dimungkinkan memperoleh informasi melalui pendidikan non formal dari kegiatan yang diikuti di lingkungan rumah seperti PKK, posyandu dan dharma wanita. Kegiatan tersebut juga berkontribusi terhadap informasi mengenai gizi yang diperoleh ibu.

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan berkaitan erat dengan pendapatan yang diterima. Semakin tinggi pendapatan yang diterima, maka semakin tinggi pula standar dalam memilih makanan baik kualitas, kuantitas maupun penyajian. Ayah merupakan tulang punggung pada keseluruhan keluarga siswa, keseluruhan ayah siswa bekerja dengan pekerjaan yang menyebar pada beberapa bidang diantaranya pegawai negeri, wiraswasta, pegawai swasta, dokter, buruh, dan pedagang (Tabel 12). Sebagian besar ayah dari siswa bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah 48 orang (38.4%) dan pegawai swasta 39 orang (31.2%).

(35)
[image:35.595.101.523.140.277.2]

besar ibu dari siswa pada penelitian ini merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja diluar rumah (36.8%).

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jenis pekerjaan orangtua

Pekerjaan Ayah Ibu

N % n %

Pegawai Negeri Wiraswasta Pegawai Swasta Dokter Buruh Pedagang

Tidak Bekerja (ibu rumah tangga)

15 48 39 1 11 11 0 12 38.4 31.2 0.8 8.8 8.8 0 13 13 14 0 12 27 46 10.4 10.4 11.2 0 9.6 21.6 36.8

Total 125 100 125 100

Ibu rumah tangga memiliki banyak waktu dirumah untuk memperhatikan perkembangan anak termasuk konsumsi pangan anak. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga memungkinkan pengalokasian waktu yang lebih besar untuk memperhatikan konsumsi dan kesehatan diri sendiri maupun keluarga. Status dan pekerjaan ibu akan mempengaruhi ketersediaan waktu ibu untuk mengelola pangan. Menurut Suhardjo (1989), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan semakin banyaknya konsumsi makanan jajanan.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah total pendapatan seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga merupakan faktor yang penting bagi penentuan kuantitas dan kualitas makanan yang akan dikonsumsi. Penghasilan keluarga yang tinggi memungkinkan seluruh keluarganya memperoleh asupan pangan yang cukup dalam jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini total penghasilan keluarga dikategorikan berdasarkan sebaran data menjadi pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Sebagian besar keluarga dari siswa memiliki penghasilan keluarga sedang yaitu sebanyak 69% dari total keseluruhan siswa (Tabel 13). Rata-rata penghasilan keluarga siswa sebesar Rp 2.640.400 ± Rp. 878.913

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan keluarga Strata

Pendapatan

Jumlah Keluarga Rata-rata Pendapatan (Rp/bulan)

n % Total Perkapita

Rendah Sedang Tinggi 21 86 18 17 69 14 1.597.619 2.558.140 4.250.000 356.915 545.906 944.444

(36)

Rata-rata pendapatan keluarga dibagi dengan besar keluarga aau jumlah anggota keluarga yang termasuk kedalam golongan pendapatan rendah, sedang dan tinggi, kemudian didapatkan rata-rata pendapatan perkapita untuk masing-masing strata pendapatan. Rata-rata besar keluarga yang termasuk kedalam golongan pendapatan rendah berjumlah 4 orang, untuk golongan pendapatan sedang dan tinggi berjumlah 5 orang. Rata-rata pendapatan perkapita untuk golongan pendapatan rendah sebesar Rp 356.915, untuk golongan pendapatan sedang Rp 545.906, dan untuk golongan pendapatan tinggi sebesar Rp 944.444. Pendapatan merupakan faktor utama yang menetukan konsumsi pangan (Martianto dan Ariani 2004). Menurut teori Bennet, peningkatan pendapatan akan membuat seseorang beralih dari pangan yang berharga murah ke pangan yang lebih mahal. Peningkatan pendapatan juga akan menurunkan persentase alokasi untuk pangan. Semakin tinggi pendapatan maka persentase alokasi untuk pangan akan menurun dengan diiringi peningkatan alokasi untuk barang-barang non-pangan.

Pengetahuan Tentang Konsumsi dan Kecukupan Air

Pengetahuan merupakan bentuk pasif dari perilku manusia. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku ke dalam 3 domain yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif diukur dari pengetahuan terhadap materi yang diberikan, ranah afektif diukur dari sikap atau tanggapan terhadap materi yang diberikan, sedangkan ranah psikomotor adalah praktik atau tindakan sehubungan dengan materi yang diberikan.

Pengetahuan yang termasuk dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan, yaitu: tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tahap tahu jika mampu mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, tahap paham jika telah mampu menjelaskan tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan benar. Tahap aplikasi jika telah mampu menggunakan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Tahap analisis jika telah mampu menjabarkan objek kedalam komponen-komponen dan mampu menjelaskan keterkaitan satu sama lain. Tahap sintesis jika telah mampu menghubungkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk keseluruhan yang baru. Tahap evaluasi jika telah mmapu menilai dan membedakan sesuatu terkait materi sesuai kriteria yang ada.

(37)

benar akan dinilai 1 poin, sedangkan siswa yang salah menjawab maupun yang menjawab tidak tahu tidak mendapat poin tambahan. Total nilai dalam pengukuran pengetahuan adalah skor minimum 0 dan skor maksimum 100. Selang nilai yang dapat diperoleh siswa berkisar antara 40 hingga 100 dengan rata-rata nilai 74 ± 16.2. Hasil tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk persentase dan dikategorikan berdasarkan Khomsan (2000). Pengetahuan siswa dinilai kurang jika nilai akhir siswa kurang dari 60, kategori sedang jika nilai akhir siswa antara 60 hingga 80 dan kategori tinggi jika nilai akhir siswa lebih dari 80. Berdasarkan penilaian dengan skor, sebagian besar siswa (48.8%) termasuk dalam tingkat pengetahuan sedang (Tabel 14), sebanyak 27.2% berpengetahuan rendah dan hanya 24% siswa yang berpengetahuan tinggi. Berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada nilai pengetahuan siswa laki-laki dan perempuan.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan strata pengetahuan tentang konsumsi air Strata

Pengetahuan

Jumlah (n)

Persentase (%)

Konsumsi Air (ml)

Total Minuman Makanan Rendah

Sedang Tinggi

34 61 30

27.2% 48.8% 24%

1484±208 1832±218 2069±159

945±212 1300±239 1552±236

538±84 532±141 517±180

Total 125 100

Tabel 15 merupakan sebaran jawaban siswa terkait pengukuran pengetahuan mengenai konsumsi dan kecukupan air. Sebagian besar siswa mampu menjawab peryataan dengan benar, hal ini menandadakan siswa memiliki pengetahuan yang luas mengenai konsumsi serta kecukupan air. Akan tetapi ada beberapa pertanyaan yang dijawab salah oleh sebagian besar siswa yaitu pertanyaan mengenai jus buah adalah contoh minuman. Sebagain besar siswa (62.4%) menjawab salah pada pertanyaan tersebut, hal ini diduga disebabkan karena siswa kurang memahami jenis-jenis dari minuman. Siswa menganggap jus buah termasuk kedalam golongan buah, bukan merupakan jenis minuman.

(38)
[image:38.595.106.545.178.335.2]

cairan. Gejala dan tanda dehidrasi pada anak-anak meliputi peningkatan rasa haus, mulut kering, lemas, warna urin yang gelap (pekat) serta berkurangnya frekuensi urin, mata cekung, tidak keluar air mata ketika anak menangis.

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan mengenai pengetahuan tentang air minum

No soal

Pertanyaan Benar Salah Tidak tahu

N % n % N %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pengertian minuman

Fungsi minum atau mengkonsumsi air Jumlah air yang dibutuhkan tubuh per hari Air putih adalah contoh minuman

Susu,teh dan kopi adalah minuman Jus buah merupakan contoh minuman Kecukupan air untuk semua golongan umur

Konsumsi air saat haus

Rasa haus setelah berolahraga Akibat kurang konsumsi air

103 74 85 119 96 42 90 97 98 44 82.4% 59.2% 68% 95.2% 76.8% 33.6% 72% 77.6% 78.4% 35.2% 18 16 24 5 22 78 29 23 25 54 14.4% 12.8% 19.2% 4% 17.6% 62.4% 23.2% 18.4% 20% 43.2% 4 35 16 1 7 5 6 5 2 27 3.2% 28% 12.8% 0.8% 5.6% 4% 4.8% 4% 1.6% 21.6%

Sikap Tentang Konsumsi dan Kecukupan Air

Sumarwan (2004) menyatakan bahwa sikap memiliki tiga unsur yaitu kognitif (kepercayaan mengenai objek), afektif (perasaan terkait objek), dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Sikap seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku yang mengarah kepada suatu objek tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan namun sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung. Pengalamam yang dialami dan respon yang diperlihatkan seseorang terhadap minuman akan mengembangkan sikap orang tersebut terhadap minuman. Pada penelitian ini kecenderungan siswa untuk bertindak hanya dilihat dari asupan cairan dalam sehari yang diketahui melalui recall dan dihitung pemenuhannya dengan analogi pada pemenuhan kecukupan zat gizi menurut Depkes (2005).

(39)

menggambarkan respon siswa yang kurang baik dalam menilai kebiasaan atau perilaku positif yang seharusnya dilakukan terkait konsumsi air. Skor yang tinggi menggambarkan respon siswa yang telah baik dalam menilai kebiasaan maupun perilaku positif terkait konsumsi air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh dari total siswa termasuk kedalam kategori sikap sedang (62.4%), sebanyak 20.8% bersikap rendah dan 16.8% bersikap tinggi terhadap konsumsi air. Berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada nilai sikap siswa laki-laki dan perempuan.

Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan sikap tentang konsumsi air Strata Sikap Jumlah

(n)

Persentase (%)

Konsumsi Air (ml)

Total Minuman Makanan Rendah

Sedang Tinggi

26 78 21

20.8% 62.4% 16.8%

1515±223 1834±271 1994±199

989±239 1302±308 1463±213

526±112 532±153 530±114

Total 125 100

(40)
[image:40.595.106.551.104.296.2]

Tabel 17 Sebaran sikap siswa terhadap pertanyaan mengenai konsumsi air No

soal

Pertanyaan Positif Negatif

n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tubuh memerlukan minum yang cukup Minum tidak pada saat haus saja

Membiasakan diri minum dalam jumlah yang cukup Minum yang cukup dapat menyehatkan tubuh Air putih adalah contoh minuman yang sehat Air putih lebih sehat dibandingkan minuman berwarna dan bersoda

Minum air sedikitnya 8 gelas per hari Minum saat berada di sekolah

Membawa bekal minuman dari rumah saat berada di sekolah

Mengajak keluarga dan teman untuk minum

107 55 96 90 85 83 84 101 40 97 85.6% 44% 76.8% 72% 68% 66.4% 67.2% 80.8% 32% 77.6% 18 70 29 35 40 42 41 24 85 48 14.4% 56% 23.2% 28% 32% 33.6% 32.8% 19.2% 68% 22.4%

Sebesar 68% dari siswa memiliki sikap negatif terhadap pernyataan nomor Sembilan yaitu mengenai membawa bekal minuman dari rumah. Sebagian besar siswa beranggapan membawa bekal minuman dan makanan dari rumah adalah hal yang tidak biasa, mereka lebih gemar membeli minuman atau makanan di sekolah dengan alasan praktis dan lebih banyak pilihan. Narti (2011) menyatakan, untuk membudayakan anak-anak membawa bekal diperlukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dengan melibatkan orangtua dan pihak sekolah, memberikan pengertian bahwa bekal dari rumah banyak manfaatnya. Dengan memberikan bekal dari rumah, orang tua dapat memastikan anak-anak mendapatkan asupan makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, dan juga dapat membantu orangtua mengawasi jenis makanan yang dikonsumsi anak diluar rumah.

Kebiasaan Minum di Sekolah

(41)

alasan memilih jenis minuman yang dikonsumsi, serta larangan mengenai konsumsi minuman tertentu.

Frekuensi Minum di Sekolah

Frekuensi makan menunjukkan seberapa sering aktivitas makan dilakukan dalam periode waktu tertentu. Frekuensi makan seseorang berhubungan erat dengan tercukupinya kecukupan zat gizi. Meningkatnya frekuensi pangan akan meningkatkan jumlah zat gizi yang diperoleh tubuh (Sediaoetama 1991). Frekuensi minum menunjukkan seberapa sering aktivitas minum dilakukan. Minum juga berhubungan erat dengan rasa haus dan aktivitas yang dilakukan. Frekuensi minum yang dimaksudkan adalah frekuensi minum saat disekolah dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran frekuensi minum saat di sekolah pada siswa Frekuensi minum di

sekolah

Jumlah (n) Persentase (%)

Sering (5-6 kali)

Kadang-kadang (3-4 kali) Jarang (0-2 kali)

36 83 6

28.8% 66.4% 4.8%

Total 125 100

Berdasarkan tabel 16sebagian besar siswa (66.4%) minum sebanyak 3-4 kali selama berada disekolah, sedangkan terdapat 28.8% siswa yang termasuk kedalam kategori frekuensi minum sering (5-6 kali) saat berada disekolah dan sisanya sebanyak 4.8% dari total siswa termasuk kedalam frekuensi minum jarang yaitu 0-2 kali. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar siswa minum pada saat istirahat sekolah.

Asal Minuman

(42)

Tabel 19 Sebaran asal minuman yang dikonsumsi di sekolah Asal minuman yang

dikonsumsi

Jumlah (n) Persentase (%)

Kantin

Bekal dari rumah

98 27

78.4% 21.6%

Total 125 100

Suatu kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Pembiasaan makan pagi di rumah atau membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh pembiasaan yang baik. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di warung kala mereka istirahat sekolah. Bagi anak sekolah dasar lebih sukar pengawasannya, karena mereka sudah tidak diawasi lagi oleh orang tua. Peranan guru dan kebijaksanaan sekolah sangat berarti sekali di sini. Misalnya bagai

Gambar

Tabel 1. Angka kecukupan air bagi orang Indonesia
Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis pola konsumsi dan kecukupan air pada
Tabel 8 Rata-rata berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur
Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jenis pekerjaan orangtua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa karakteristik bakteri pada perendaman campuran dari 0,3% larutan asam asetat dengan 15% larutan garam pada penyimpanan suhu rendah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Mawar Banjarbaru di unit rekam medis melaui wawancara sejak berdrinya Rumah

Pada pengujian diperoleh hasil bahwa integrasi layanan materi pelajaran antar sekolah dapat menghasilkan informasi yang saling melengkapi guna mendukung kebutuhan

sebanyak 43 (71,67%) responden menyatakan sangat setujuh, sebanyak 8 (13,63%) menyatakan setuju, sebanyak 4 (6,67%) menyatakan ragu-ragu, sebanyak 4 (6,67%) menyatakan tidak setuju,

〔商法 四〇一〕経営が悪化した会社の資金捻出のため売れ残った販 売用不動産を時価より高額に購入したことにつき取締役の会社に対

Pesan yang terkandung dalam tari Ranup Lampuan dikonstruksikan menggunakan komunikasi nonverbal dalam bentuk busana atau kostum tari, musik pengiring tarian,

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1a) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Selain pengaruh dari setiap item pada masing- masing variabel, penyebab variabel kebutuhan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi secara parsial tidak